Anda di halaman 1dari 69

Sistem Transportasi

I. PENDAHULUAN

1.1. PENGERTIAN SISTEM DAN SISTEM TRANSPORTASI


Menurut Morlok (1978) mendefinisikan transportasi sebagai “suatu tindakan, proses, atau
hal yang sedang dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lainnya”. Secara lebih spesifik,
transportasi didefinisikan sebagai “kegiatan pemindahan orang dan barang dari suatu tempat
ke tempat lainnya”. Dalam transportasi terdapat unsur pergerakan (movement), dan secara
fisik terjadi perpindahan atas orang atau barang dengan atau tanpa alat pengangkutan ke
tempat lain. Di sini pejalan kaki adalah perpindahan orang tanpa alat pengangkut.
Menurut Miro (2005) Transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan,
menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ketempat lain,
dimana tempat lain ini objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-
tujuan tertentu.
Menurut Nasution (2004) Transportasi/pengangkutan adalah suatu tindakan pemindahan
barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Proses pengangkutan merupakan
gerakan dari tempat asal, dari mana kegiatan angkutan dimulai, ke tempat tujuan, kemana
kegiatan pengangkutan diakhiri. Dalam hubungan ini terlihat bahwa unsur-unsur
pengangkutan meliputi ada muatan yang diangkut, tersedia kendaraan sebagai alat
angkutannya, sumber daya manusia dan organisasi atau manajemen yang menggerakkan
kegiatan transportasi.
Sistem adalah suatu kelompok elemen atau subsistem yang bekerja sama untuk mencapai
tujuan tertentu.
Karakteristik terpenting dari suatu sistem adalah apabila ada suatu elemen atau subsistem
yang tidak berfungsi, sehingga hal ini mempengaruhi kelangsungan sistem tersebut secara
keseluruhan, atau bahkan membuatnya tidak berfungsi sama sekali.
Sistem Transportasi adalah suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara penumpang,
barang, prasarana dan sarana yang berinteraksi dalam rangka perpindahan orang atau
barang, yang tercakup dalam suatu tatanan, baik secara alami ataupun buatan/rekayasa.
Sistem transportasi diselenggarakan dengan maksud untuk mengkoordinasi proses
pergerakan penumpang dan barang dengan mengatur komponen-komponennya di mana
prasarana merupakan media untuk proses transportasi, sedangkan sarana merupakan alat
yang digunakan dalam proses transportasi.

1
Sistem Transportasi

Tujuan dari sistem transportasi adalah untuk mencapai proses transportasi penumpang dan
barang secara optimum dalam ruang dan waktu tertentu, dengan mempertimbangkan faktor
keamanan, kenyamanan dan kelancaran, serta efisiensi waktu dan biaya.

1.2. AKSESIBILITAS DAN MOBILITAS


Aksesibilitas merupakan konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan
secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya.
Aksesibilitas dapat dikatakan sebagai suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai
cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain, dan mudah atau sulitnya suatu lokasi
tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi.
Tata guna lahan adalah bagian/potongan lahan tempat berlangsungnya berbagai aktivitas
(kegiatan) transportasi perkotaan, seperti bekerja, sekolah, olah raga, belanja, dan bertamu.
Untuk memenuhi kebutuhannya manusia melakukan perjalanan di antara tata guna lahan
tersebut dengan menggunakan sistem jaringan transportasi (misal berjalan kaki atau naik
bus), yang selanjutnya menimbulkan pergerakan arus manusia , kendaraan dan barang, atau
yang disebut mobilitas.
Aksesibilitas dan mobilitas merupakan ukuran potensial atau kesempatan untuk melakukan
perjalanan.
Aksesibilitas dapat dinyatakan dengan jarak. Untuk dua tempat yang berdekatan, dikatakan
Aksesibilitas antara kedua tempat tersebut tinggi. Sebaliknya jika kedua tempat itu sangat
berjauhan, Aksesibilitas antara keduanya rendah. Jadi tata guna lahan yang berbeda, pasti
mempunyai Aksesibilitas yang berbeda pula, karena aktivitas tata guna lahan tersebut
tersebar dalam ruang secara tidak merata (heterogen). Akan tetapi peruntukan lahan tertentu
seperti bandar udara, lokasinya tidak dapat ditetapkan sembarangan, dan umumnya terletak
jauh di luar kota (karena alasan keamanan, pengembangan wilayah, dan lain-lain). dengan
demikian dikatakan Aksesibilitas ke bandara tersebut rendah, karena letaknya jauh di luar
kota. Namun demikian, Aksesibilitas ke bandara ini dapat ditingkatkan dengan menyediakan
sistem jaringan transportasi yang dapat dilalui dengan kecepatan tinggi, sehingga waktu
tempuh menjadi pendek.
Karena itu penggunaan “jarak ” sebagai ukuran Aksesibilitas kurang tepat, dan digunakan
“waktu tempuh” yang mempunyai kinerja lebih baik dibandingkan dengan “jarak” dalam
menyatakan Aksesibilitas.

Tingkat Aksesibilitas dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


2
Sistem Transportasi

Kondisi Prasarana Jarak Aksesibilitas


Jelek Jauh Rendah
Dekat Menengah
Baik Jauh Menengah
Dekat Tinggi
(sumber : Black, 1981)

Biaya perjalanan/angkutan merupakan pula salah satu faktor yang menentukan dalam
Aksesibilitas.
Perjalanan dengan alat angkut yang lebih cepat, dengan sendirinya juga menyangkut biaya
yang lebih besar.
Biaya ini dinyatakan dalam bentuk nilai uang yang terdiri atas jumlah biaya perjalanan
(harga tiket, biaya parkir, bahan bakar/bensin, dan biaya operasi kendaraan lainnya) dan
nilai waktu perjalanan.
Jadi Aksesibilitas dapat dinyatakan dalam bentuk jarak, waktu, atau biaya.

1.3. SISTEM TRANSPORTASI MAKRO DAN MIKRO


Sistem transportasi dibedakan dalam sistem transportasi makro dan sistem transportasi
mikro.
Sistem transportasi makro merupakan sistem menyeluruh yang dapat dibagi menjadi
beberapa sistem yang lebih kecil (mikro) dan saling terkait serta saling mempengaruhi,
terdiri atas :
 Sistem Penduduk
 Sistem Kegiatan
 Sistem Prasarana dan Sarana
 Sistem Pergerakan
Yang semuanya berada di dalam Sistem Tata Ruang.

3
Sistem Transportasi

SISTEM
PENDUDUK

SISTEM TRANSPORTASI
SISTEM
PRASARANA
DAN SARANA

SISTEM SISTEM
PERGERAKAN KEGIATAN

SISTEM
TATA RUANG

Sistem pergerakan lalu lintas timbul karena adanya proses pemenuhan kebutuhan. Orang
perlu bergerak karena kebutuhannya tidak dapat dipenuhi di tempat ia berada.
Sistem kegiatan sebagai sistem mikro yang pertama, mempunyai jenis kegiatan tertentu
yang akan membangkitkan pergerakan dan menarik pergerakan dalam proses pemenuhan
kebutuhan.
Pergerakan yang berupa pergerakan manusia (penduduk) dan/atau barang, jelas
membutuhkan moda transportasi (sarana) dan media (prasarana) tempat moda transportasi
tersebut bergerak. Prasarana transportasi yang diperlukan, merupakan sistem mikro yang
kedua, yang biasa dikenal dengan sistem jaringan yang meliputi sistem jaringan jalan raya,
kereta api, terminal bus dan stasiun kereta api, bandar udara dan pelabuhan laut.
Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan (prasarana) ini menghasilkan
pergerakan manusia dan/atau barang dalam bentuk kendaraan (sarana) dan/atau orang
(pejalan kaki).
Sistem mikro ketiga atau sistem pergerakan yang aman, capat, nyaman, murah, handal dan
sesuai dengan lingkungannya, dapat tercipta jika pergerakan tersebut diatur oleh sistem
rekayasa dan manajemen lalu lintas yang baik.
Permasalahan kemacetan lalu lintas yang sering terjadi di kota-kota besar di Indonesia,
biasanya timbul karena kebutuhan akan transportasi akan lebih besar daripada prasarana
transportasi yang tersedia, atau prasarana tersebut tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya.

4
Sistem Transportasi

Sistem penduduk juga berpengaruh terhadap pergerakan yang terjadi. Kepadatan penduduk,
skala lokasi (lokal, kota, regional, desa), serta proses pertumbuhan penduduk (pesat, lambat,
stagnan, tertinggal) mempengaruhi besarnya pergerakan yang terjadi.
Sistem penduduk bersama sistem kegiatan, sistem jaringan (prasarana dan sarana), dan
sistem pergerakan akan saling mempengaruhi.
Perubahan pada sistem kegiatan jelas akan mempengaruhi sistem jaringan melalui
perubahan pada tingkat pelayanan sistem pergerakan. Begitu pula pada sistem jaringan akan
dapat mempengaruhi sistem kegiatan melalui peningkatan mobilitas dan Aksesibilitas dari
sistem pergerakan tersebut.
Selain itu sistem pergerakan berperan penting dalam menampung pergerakan
penduduk/orang dan/atau barang agar tercipta pergerakan yang lancar, yang pada akhirnya
akan mempengaruhi kembali sistem penduduk, sistem kegiatan dan sistem jaringan yang
ada, dalam bentuk Aksesibilitas dan mobilitas. Keempat sistem mikro ini saling berinteraksi
dalam sistem transportasi makro.

Proses perkembangan sistem pergerakan dapat digambarkan sebagai berikut :

Sasaran : Cepat, murah, selamat, aman, nyaman, lancar,


handal, tepat guna, daya guna, terpadu,
menyeluruh, menerus, berkelanjutan,
berkesinambungan.
Sistem Skala : Nasional : Sistranas, RIP
Pergerakan Regional : Sistem dan Strategi Transportasi
Regional
Kota : Sistem dan Strategi Transportasi
Kota.
Proses : Sangat pesat, cepat, sedang, lambat, tertinggal.

II. PENYEDIAAN DAN KEBUTUHAN TRANSPORTASI

5
Sistem Transportasi

2.1. PERMASALAHAN TRANSPORTASI


Permasalahan transportasi dan teknik perencanaannya mengalami perubahan (revolusi) yang
sangat cepat sejak tahun 1980-an. Di Indonesia permasalahan transportasi yang sebenarnya
telah terjadi sejak tahun 1960-an dan melanjut pada tahun 1970-an, bahkan sampai
sekarang, seperti kemacetan lalu lintas, polusi (pencemaran) udara dan suara (bising),
kecelakaan lalu lintas, dan tundaan (bertambahnya waktu tempuh).
Pada akhir 1980-an, negara maju memasuki tahapan yang jauh lebih maju dibandingkan
dengan 20 tahun sebelumnya di sektor perencanaan transportasi. Pesatnya perkembangan
pengetahuan elektronika dan peralatan komputer telah memungkinkan berkembangnya
beberapa konsep baru mengenai prasarana transportasi yang tidak pernah terpikirkan pada
masa lalu.
Di lain pihak, banyak negara sedang berkembang (termasuk Indonesia) menghadapi
permasalahan transportasi, yang beberapa di antaranya telah berada dalam tahap sangat
kritis. Permasalahan akibat terbatasnya prasarana transportasi yang ada, sudah ditambah
dengan permasalahan yang lain seperti rendahnya pendapatan (income per capita rendah),
pesatnya urbanisasi, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan kuantitas data
yang berkaitan dengan transportasi, kualitas sumber daya manusia, rendahnya tingkat
kedisiplinan, serta lemahnya perencanaan, pengendalian (control) dan pengawasan,
membuat permasalahan transportasi menjadi semakin parah. Keadaan ini di Indonesia dapat
dilihat di beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Bandung. Kota dengan
jumlah penduduk lebih dari satu atau dua juta jiwa, pasti mempunyai permasalahan
transportasi, dan diperkirakan pada akhir tahun 2000 hampir semua ibukota propinsi dan
beberapa ibukota kabupaten akan berpenduduk di atas satu atau dua juta jiwa, sehingga
permasalahan transportasi tidak dapat dihindarkan.
Ruang lingkup permasalahan transportasi telah bertambah luas dan permasalahannya sendiri
bertambah parah, baik di negara maju (industri) maupun di negara sedang berkembang.
Peningkatan arus lalu lintas serta kebutuhan akan transportasi telah mengakibatkan
kemacetan, tundaan, kecelakaan, dan masalah lingkungan (pencemaran udara dan bising)
yang sudah berada di ambang batas.
Permasalahan ini tidak hanya terbatas pada jalan raya saja. Pertumbuhan ekonomi
menyebabkan mobilitas orang/penduduk meningkat, sehingga kebutuhan pergerakannya pun
meningkat melebihi kapasitas prasarana transportasi yang ada. Kurangnya investasi pada
suatu sistem jaringan dalam waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan sistem prasarana
transportasi tersebut menjadi sangat rentan terhadap kemacetan yang terjadi apabila volume
lalu lintas meningkat melampaui rata-rata.
6
Sistem Transportasi

2.2. KEBUTUHAN TRANSPORTASI (Transportation demand)


Kebutuhan akan pelayanan transportasi bersifat sangat kualitatif dan mempunyai cara yang
berbeda-beda sebagai fungsi dari waktu, tujuan perjalanan, frekuensi, jenis kargo (muatan)
yang diangkut, dan lain-lain.
Pelayanan transportasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan pergerakan, menyebabkan
sistem transportasi tersebut tidak berguna. Ciri ini membuat analisis dan peramalan
kebutuhan pergerakan menjadi semakin sulit.
Kebutuhan pergerakan bersifat sebagai kebutuhan turunan (derived demand). Pergerakan
terjadi karena adanya proses pemenuhan kebutuhan yang merupakan kegiatan harian, seperti
pemenuhan kebutuhan akan pekerjaan, pendidikan, kesehatan dan olah raga. Dalam ilmu
perencanaan wilayah dan perkotaan, setiap tata guna lahan mempunyai beberapa ciri dan
persyaratan teknik yang harus dipenuhi, seperti antara lain : bandar udara harus jauh dari
daerah perkotaan karena alasan keselamatan (safety) dan kebisingan (noise), serta harus pula
jauh dari daerah pegunungan karena alasan operasi penerbangan pesawat.
Daerah pemukiman, industri, pertokoan, perkantoran, fasilitas hiburan dan fasilitas sosial,
semuanya mempunyai beberapa persyaratan teknik dan nonteknik yang harus dipenuhi
dalam menentukan lokasi.
Setiap lahan atau tata guna lahan mempunyai ciri teknik tersendiri yang menentukan jenis
kegiatan yang cocok di lokasi tersebut. Beberapa ciri teknik yang sering dipakai adalah
kondisi topografi (dataran, perbukitan, pegunungan), kesuburan tanah, dan geologi.
Akibatnya lokasi kegiatan akan tersebar secara heterogen di dalam ruang yang ada, yang
akhirnya menyebabkan perlu adanya pergerakan yang digunakan untuk proses pemenuhan
kebutuhan.
Semakin jauh pergerakan yang dilakukan, semakin tinggi peluang untuk memberikan
kontribusi terhadap kemacetan lalu lintas.
Dalam melakukan pergerakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut ada dua pilihan yang
dapat dilakukan, yaitu bergerak dengan moda transportasi (kendaraan), atau tanpa moda
transportasi (berjalan kaki).
Pergerakan tanpa moda transportasi umumnya berjarak pendek (satu sampai dua kilometer),
sedangkan pergerakan dengan moda transportasi dapat bergerak sedang atau jauh (antara
lain menggunakan mobil pribadi, taksi, bus, kereta api, sepeda motor, pesawat terbang,
kapal laut).
Untuk setiap moda transportasi diperlukan tempat untuk bergerak, seperti jalan raya, jalan
rel, bandar udara, pelabuhan laut, yang bisa disebut sebagai prasarana transportasi.

7
Sistem Transportasi

2.3. PENYEDIAAN TRANSPORTASI (Transportation Supply)


Yang dimaksud dengan penyediaan transportasi di sini adalah prasarana transportasi.
Ciri utama prasaran transportasi adalah melayani pengguna (user) dan harus dapat
digunakan di mana saja dan kapan saja.
Dengan demikian penting untuk diketahui secara tepat dan akurat besarnya kebutuhan akan
transportasi di masa mendatang, sehingga dapat dihemat sumber daya dengan mengatur atau
mengelola prasarana transportasi yang dibutuhkan.
Pada dasarnya ada dua peran utama prasarana transportasi :
a. Sebagai alat bantu untuk mengarahkan pembangunan di daerah perkotaan.
b. Sebagai prasarana bagi pergerakan manusia dan/atau barang yang timbul akibat adanya
kegiatan di daerah perkotaan tersebut.
Peran utama sering digunakan oleh para perencana pengembang wilayah untuk
mengembangkan wilayahnya sesuai dengan rencana. Suatu daerah pemukiman baru yang
hendak dipasarkan, perlu disediakan sistem prasarana transportasi, agar Aksesibilitas
pemukiman tersebut semakin tinggi, sehingga minat pembeli bertambah besar untuk tinggal
di kawasan tersebut. Hal yang sama juga terjadi di lahan permukiman transmigrasi, yang
selain fasilitas rumah dan lahan kerja (ladang, sawah) yang sudah siap pakai dan siap garap,
perlu prasarana transportasi agar pemukiman tersebut dapat berkembang.
Perkembangan prasarana transportasi dapat ditingkatkan sesuai dengan peramalan
kebutuhan akan pergerakan pada masa mendatang. Di sini peran kedua dari sistem prasarana
transportasi mulai tampak.

2.4. KESEIMBANGAN ANTARA TRANSPORTASI DAN KEBUTUHAN AKAN


TRANSPORTASI
Secara umum dapat dikatakan, bahwa peran dari perencanaan transportasi adalah untuk
dapat memastikan, bahwa kebutuhan akan pergerakan dalam bentuk pergerakan manusia,
barang, atau kendaraan, dapat ditunjang oleh sistem prasarana transportasi yang harus
beroperasi di bawah kapasitasnya.

Kemacetan dan beberapa efek eksternalnya (sumber :


Ortuzar dan Willumsen, 1994

perjalanan - T Satuan waktu


Arus kendaraan – V (volume)

8
Sistem Transportasi

K
e m
b e
u m
t p
u u
h n
a y
n a
i
a c
k i
a r
n i
y
p a
e n
r g
g
e b
r e
a r
k b
a e
n d
a
i –
t b
u e
d
s a
e ,
n s
d e
i p
r e
i
9
Sistem Transportasi

r l
t t
i r
a
p n
e s
r p
b o
e r
d t
a a
a s
n i
,
t d
u a
j n
u
a w
n a
k
p t
e u
r
j t
a e
l r
a j
n a
a d
n i
, n
y
m a
o
d p
a e
10
Sistem Transportasi

r k
g a
e n
r .
a

Sistem prasarana transportasi itu sendiri terbentuk dari :


a. Sistem prasaran (penunjang), seperti : jaringan jalan raya atau jalan rel.
b. Sistem manajemen transportasi, seperti : undang–undang, peraturan dan kebijakan.
c. Beberapa jenis moda transportasi dengan berbagai macam operatornya.

Apabila ada satu set volume pergerakan pada suatu jaringan (V), satu set kecepatan (S), dan kapasitas
operasional (Q) yang beroperasi di bawah sistem manajemen transportasi tertentu (M), secara umum dapat
dikatakan, bahwa arus pergerakan dalam jaringan tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan :
S = f (Q, V, M) ................ (1.1)

Kecepatan (velocity) dapat dianggap sebagai indikator umum dalam menyatakan tingkat
pelayanan (level of service = LOS) dari sistem jaringan tersebut.
Dalam bentuk yang lebih umum, LOS tergantung dari kombinasi kecepatan atau waktu
tempuh, waktu tunggu dan tarif (bus atau parkir), dan lain-lain.
Sistem manajemen (M) meliputi manajemen lalu lintas, sistem koordinasi lampu lalu lintas,
batasan lalu lintas, biaya penggunaan jalan, atau peraturan yang diberlakukan bagi setiap
moda transportasi.
Kapasitas (Q) akan sangat tergantung pada sistem manajemen (M) dan tingkat penyediaan investasi (I)
selama beberapa tahun, sehingga :
Q = f (I, M) .................. (1.2)

Sistem manajemen juga dapat digunakan untuk mendistribusikan kembali kapasitas setiap
prasarana transportasi, yang akan menghasilkan Q dan/atau memberikan prioritas khusus
pada pengguna tertentu, seperti misalnya : efisiensi (pengguna angkutan umum, pengendara
sepeda), lingkungan (kendaraan berbahan bakar gas atau listrik), atau hak pengguna
prasarana yang adil (pejalan kaki).
Seperti dalam kasus barang dan pelayanannya, tingkat kebutuhan akan pergerakan (D) akan
tergantung pada tingkat pelayanan yang disediakan oleh sistem transportasi dan juga
pengalokasian aktivitas (A) dalam ruang :
D = f (S, A) ............................ (1.3)

11
Sistem Transportasi

Dengan menghubungkan persamaan (1.1) dan (1.3) untuk suatu sistem aktivitas yang sudah
tetap, akan ditemukan satu set titik keseimbangan antara kebutuhan akan pergerakan dengan
prasarana transportasi. Namun demikian sistem aktivitas tersebut mungkin akan berubah
sejalan dengan perubahan tingkat pelayanan prasarana ruang dan waktu. Karenanya akan
ditemukan beberapa set titik keseimbangan untuk jangka pendek dan jangka panjang.
Tujuan perencanaan transportasi adalah meramalkan dan mengelola evolusi titik
keseimbangan ini sejalan dengan waktu, sehingga kesejahteraan sosial dapat
dimaksimumkan, dan ini tidak mudah.
Pemodelan titik keseimbangan akan menolong dalam memahami evolusi tersebut dengan
lebih baik, untuk dapat menyarankan berbagai macam kebijakan, strategi sistem manajemen
transportasi (M), dan program investasi (I).

III. PEMODELAN TRANSPORTASI

3.1. MODEL DAN PERANANNYA

Model adalah bentuk penyederhanaan suatu realita atau dunia yang sebenarnya untuk tujuan
tertentu seperti memberikan penjelasan, pengertian, serta peramalan (Tamin, 2008),
termasuk diantaranya:
12
Sistem Transportasi

a. Model fisik (model arsitek, model teknik sipil, wayang golek, dan lain-lain).
b. Peta dan diagram (grafik)
c. Model statistik dan matematik (persamaan), yang menerangkan beberapa aspek fisik,
sosial ekonomi, dan model transportasi.
Semakin mirip suatu model dengan realitanya, semakin sulit model itu dibuat. Model yang
canggih belum tentu merupakan model yang baik. Kadang-kadang model yang jauh lebih
sederhana ternyata lebih cocok untuk tujuan, situasi dan kondisi tertentu. Model utama
adalah model grafik dan model matematik.
Model grafik adalah model yang menggunakan gambar, warna dan bentuk, sebagai media
penyampaian informasi mengenai realita (kenyataan).
Model grafik sangat diperlukan, khususnya untuk transportasi. Di sini terjadinya pergerakan
(arah dan besarnya) yang beroperasi secara spasial (ruang) diilustrasikan dengan gambar
(secara grafik).
Model matematik menggunakan persamaan atau fungsi matematika sebagai media dalam
usaha mencerminkan realita.
Meskipun merupakan penyederhanaan, model tersebut dapat saja sangat kompleks dan
membutuhkan data yang sangat banyak dan waktu penyelesaian yang lama.
Dengan pemakaian model matematik dalam perencanaan transportasi, ada beberapa
keuntungan yang dapat diperoleh, seperti para perencana dapat banyak belajar (melalui
eksperimen, sewaktu pembuatan formulasi, kalibrasi, serta penggunaannya) tentang
kelakuan dan mekanisme internal dari sistem yang sedang dianalisis.
Pemodelan transportasi hanya merupakan salah satu unsur dalam perencanaan transportasi.
Lembaga (instansi), pengambil keputusan, masyarakat, administrator, peraturan dan
penegakan hukum, merupakan unsur-unsur lain yang harus direncanakan dengan baik untuk
mendapatkan sistem perencanaan transportasi yang baik.
Pemodelan transportasi dan pengambil keputusan dapat dikombinasikan dengan cara yang
berbeda-beda, tergantung pada pengalaman, kondisi lokal (setempat), dan tradisi
(kebiasaan).

3.2. PEMILIHAN PENDEKATAN MODEL


Kebijakan transportasi akan diambil atau diputuskan oleh pengambil keputusan (decision
maker), biasanya menggunakan hasil perencanaan dan pemodelan transportasi sebagai alat
bantu dalam mengambil keputusan. Karena itu para pengambil keputusan lebih mempunyai
wewenang dalam menentukan kebijakan yang akan ditetapkan, dibandingkan dengan para
perencana transportasi.

13
Sistem Transportasi

Di sini para pengambil keputusan memperhitungkan faktor lain seperti lingkungan,


keamanan, pertahanan, ekonomi, dan sosial budaya, yang mungkin belum diperhitungkan
oleh para perencana transportasi.
Jadi hasil perencana dan pemodelan transportasi merupakan alat bantu bagi para pengambil
keputusan dalam menentukan kebijakan yang akan diambil, dan buka sebagai penentu
kebijakan. Karena itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan
pendekatan analitik yang akan digunakan antara lain :

a. Pengambil keputusan
Keputusan dapat bersifat strategis, taktis atau operasional. Yang penting adalah, bahwa sifat
keputusan tersebut dapat menentukan tingkat kedalaman analisis, apakah hanya faktor
transportasi saja, atau ada faktor lain yang ikut mempengaruhi atau terpengaruh.
Dari sisi sistem transportasi, apakah hanya tertarik pada kebutuhan akan pergerakan saja,
atau termasuk juga sistem prasarananya, dan sebagainya.
Banyak pilihan yang harus dipertimbangkan dalam menentukan suatu kebijakan, juga
merupakan hal yang perlu diperhatikan.

b. Persyaratan ketepatan
Ketepatan hasil kajian perencanaan dan pemodelan transportasi sangat diperlukan, dan
tergantung pada tujuan kajian tersebut. Ketepatan data sangat menentukan ketepatan hasil
pemodelan, sedangkan ketepatan data sangat tergantung pada kualitas peralatan yang
digunakan untuk mendapatkan data tersebut, serta kualitas surveyor yang menggunakan
peralatan itu.

c. Tersedianya data yang dibutuhkan


Data merupakan masalah utama dalam pemodelan. Terbatasnya data dari sisi kualitas dan
kuantitas menyebabkan hasil pemodelan tidak mempunyai akurasi (ketepatan) yang tinggi.
Selain itu sistem transportasi data yang tidak begitu baik akan menyebabkan data tersebut
sangat sulit diperoleh, meskipun sudah tersedia. Fasilitas internet dan faksimili merupakan
alat bantu utama dalam proses transportasi data.

d. Kemutakhiran pemodelan
Pemodelan adalah pencerminan dan penyederhanaan realita. Jadi semakin dapat
dicerminkan realita, model tersebut menjadi semakin baik. Namun demikian untuk
mencapai hal tersebut dibutuhkan data yang sangat banyak dan dana yang sangat besar.

14
Sistem Transportasi

Dengan keterbatasan biaya dan waktu, dibutuhkan kemampuan dalam memilih model yang
sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

e. Sumber Daya yang tersedia


Hal ini menyangkut dana, data, perangkat komputer termasuk paket program yang tersedia,
kemampuan peneliti, dan sebagainya. Dua jenis sumber daya yang penting di sini adalah
waktu dengan tingkat komunikasi dengan para pengambil keputusan dan masyarakat. Dalam
hal waktu yang tersedia untuk menentukan kebijakan terbatas, lebih baik melakukan
pemodelan sederhana dari pada pemodelan yang menyeluruh.
Di samping itu adanya komunikasi yang baik dengan para pengambil keputusan, serta
masyarakat sebagai pengguna (user), akan mengurangi permasalahan.

f. Persyaratan proses data (Data process requirement)


Pengguna komputer tidak perlu banyak. Satu komputer jinjing (laptop) sudah cukup, karena
mempunyai kemampuan yang sangat besar dan kecepatan proses yang tinggi, dengan harga
relatif murah.
Kendala utama dalam proses data adalah kemampuan manusia dalam mengumpulkan,
mengkodifikasi dan memasukkan data, serta menjalankan program dan menafsirkan
keluaran (output) dari program tersebut.

g. Tingkat kemampuan perencana dan peneliti


Biaya pelatihan untuk perencana dan peneliti cukup tinggi, sehingga cara yang terbaik
adalah menggunakan model yang ada seefesien mungkin, sambil mempelajari dan
memahami model lainnya yang lebih baik.
Jumlah perencana atau peneliti yang diperlukan dan berkualitas sangat baik. Dalam hal ini
peningkatan kemampuan para peneliti tidak perlu melalui pendidikan formal yang lama dan
mahal, tetapi dapat dilakukan melalui pelatihan (training) atau penyuluhan, yang cukup
efektif untuk mengatasi permasalahan tersebut.

3.3. FAKTOR DALAM PEMODELAN TRANSPORTASI


a. Spesifikasi model :
Faktor ini mempertimbangkan beberapa hal penting yang perlu untuk dijabarkan lebih
lanjut, meliputi :
1) Struktur model

15
Sistem Transportasi

Dapat dibuat model untuk satu sistem dengan suatu struktur sederhana berupa fungsi dari
beberapa alternatif yang saling tidak berhubungan, atau perlu dibuat model yang sangat
kompleks, yang digunakan untuk menghitung peluang dari suatu peristiwa yang pernah
terjadi.
Model kontemporer selalu mempunyai banyak para meter untuk dapat menunjukkan aspek
struktural model tersebut, dan dengan metodologi yang sudah berkembang sekarang, sangat
mungkin untuk membentuk model yang sangat umum dan memiliki banyak peubah
(variables).

2) Bentuk fungsional
Untuk pemecahan suatu permasalahan, dapat digunakan bentuk linier atau pemecahan yang
bersifat tidak linier (nonlinier). Pemecahan nonlinier akan mencerminkan realita secara
lebih cepat, tetapi membutuhkan lebih banyak sumber daya dan teknik untuk
pengkalibrasian model tersebut.

3) Spesifikasi peubah (variable specification)


Peubah (variable) apa yang dapat digunakan, dan bagaimana peubah tersebut berhubungan
satu sama lain dalam suatu model. Untuk ini diperlukan proses tertentu dalam menentukan
peubah dominan, antara lain proses kalibrasi dan pengabsahan.

b. Kalibrasi dan pengabsahan model : (model calibration and validation)


Suatu model secara sederhana dapat dinyatakan sebagai fungsi matematika dari beberapa
peubah x dan parameter 0, seperti : y = f (x , 0). P
Perlu dibedakan antara kalibrasi model dan taksiran model, khususnya dalam pemakaian di
bidang transportasi.
Pengkalibrasian model mensyaratkan pemilihan parameter yang mengoptimumkan satu atau
lebih ukuran kesesuaian, yang juga merupakan fungsi dari data hasil pengamatan. Prosedur
ini sering digunakan oleh fisikawan dan ahli teknik yang bertugas membuat model pertama
(awal), tanpa perlu menghiraukan statistika yang dihasilkan.
Penaksiran model meliputi usaha untuk mendapatkan nilai parameter, sehingga hasil
spesifikasi model tersebut mendekati data hasil pengamatan (realita). Dalam kasus ini satu
atau lebih parameter dapat dianggap tidak signifikan, dan karena itu dikeluarkan dari model.
Taksiran juga mempertimbangkan kemungkinan mempelajari beberapa faktor spesifikasi
secara empirik.

16
Sistem Transportasi

Kedua prosedur ini (pengkalibrasian model dan penaksiran model) sering dilakukan oleh
para ahli teknik dan ekonomi yang bertanggung jawab dalam pengembangan model
selanjutnya yang lebih mementingkan perilaku statistika model tersebut. Namun demikian
kedua prosedur tersebut pada dasarnya sama, karena cara untuk menentukan paramater
mana yang lebih baik akan digunakan, ditentukan oleh ukuran kesesuaian.
Suatu model yang sudah di kalibrasi dengan data tertentu, belum tentu cocok dipakai untuk
penerapan yang lain. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya realita antara kedua terapan
tersebut berbeda, terutama peubah yang mungkin tidak sama. Oleh karena itu sebelum
diterapkan di tempat lain, model tersebut perlu diabsahkan terlebih dahulu dengan
menggunakan data asli daerah tersebut.

IV. PRASARANA DAN MODA


TRANSPORTASI DARAT, AIR, UDARA

4.1. PENDAHULUAN
Penyelenggaraan transportasi dapat bermacam-macam, tetapi pada hakikatnya adalah
perpindahan orang dan barang dari satu tempat asal ke tempat tujuan. Karena kondisi
geografik yang beragam, serta teknologi transportasi yang terus berkembang, maka jenis-
jenis sarana dan prasarana tertentu akan sesuai untuk suatu kondisi geografis tertentu pula.
Pengelompokan berbagai jenis transportasi dengan memperhatikan medium (tempat
berjalan) serta kesamaan sifat-sifat fisiknya disebut moda. Secara garis besar, dari perbedaan

17
Sistem Transportasi

mediumnya dapat diperoleh moda darat, air, dan udara. Lebih jauh moda darat dipisahkan
lagi menjadi misalnya moda jalan raya dan moda jalan kereta api.
Pengembangan teknologi tiap moda mendorong perkembangan moda tersebut, yang
selanjutnya akan mendorong sektor transportasi secara keseluruhan.
Dalam perencanaan transportasi, moda-moda tersebut harus diintegrasikan untuk
memperoleh layanan transportasi yang aman, murah dan cepat bagi penggunanya (users).

4.2. MODA TRANSPORTASI DARAT


Moda transportasi darat menggunakan medium yang terletak di daratan, baik bawah tanah
(subway) maupun melayang (flyover). Moda transportasi darat dapat dibagi menjadi :
a. Transportasi jalan raya (angkutan melalui jalan)
b. Transportasi jalan rel (angkutan melalui rel)
c. Transportasi pipa (angkutan melalui pipa)
d. Transportasi gantung ( angkutan melalui kabel)

Catatan : Angkutan sungai, danau dan penyeberangan (ferry) dianggap sebagai moda darat,
karena kedekatannya dengan moda darat yang lain.

18
a. Transportasi Jalan Raya
Dua unsur pokok transportasi jalan raya adalah jalan dan kendaraan (bermotor).

Gambar Moda Transportasi Jalan Raya

1) Karakteristik dan keunggulan transportasi jalan raya :


 Melayani angkutan dari rumah ke rumah (door to door service), dapat menjangkau
seluruh pelosok daratan
 Memberi kebebasan bagi pengendara dalam ruang dan waktu
 Mudah dikembangkan
 Biaya operasi lebih murah

2) Kelemahan/kekurangan transportasi jalan raya :


 Tidak efisien
 Pemborosan energi
 Tingkat keselamatan rendah
 Menimbulkan polusi udara, khususnya di perkotaan
 Membutuhkan tempat parkir, yang sulit disediakan di perkotaan

3) Keuntungan lain :
 Dapat membuka, membangkitkan dan mengembangkan wilayah
 Menaikkan nilai lahan/tanah
 Melindungi kawasan atau kota (contoh : jalan arteri, by pass)

b. Transportasi Jalan Rel


Untuk transportasi jalan rel dengan menggunakan sarana kereta api/disel/listrik, ada tiga
unsur utama, yaitu :
 Prasarana, berupa rel
 Stasiun
 Kendaraan/kereta

Dari ketiga hal di atas, biaya pembuatan prasarana adalah yang termahal.

Gambar Moda Transportasi Jalan Rel

Kelebihan transportasi jalan rel :


 Efisien
 Ekonomis
Kekurangannya :
 Padat modal
 Banyak dipengaruhi oleh peraturan (regulasi) dan politik

Catatan lain mengenai jalan rel :


 Sebagai angkutan jarak menengah, urban dan suburban
 Lebih ramah lingkungan apabila rel dijalankan atau digerakkan dengan listrik
 Kecepatan rel dapat mencapai kecepatan 60 sampai dengan 160 km/jam, bahkan untuk
kereta rel cepat memiliki kecepatan antara 200 sampai 400 km/jam
b. Transportasi Pipa
Digunakan untuk mengangkut barang cair (air, minyak), gas, benda padat (batu bara, kapur,
biji-bijian, dan sebagainya). Sarana-sarana pipa biasanya ditanamkan di dalam tanah,
mengikuti jaringan jalan raya, seperti pipa air minum dan gas, dan ditempatkan pada ruang
milik jalan (rumija).
Gambar Moda Transportasi Pipa

Keunggulan transportasi pipa :


 Barang cair yang diangkut melalui pipa akan lebih mudah dan lebih murah.
 Mengurangi beban jaringan atau kereta api.
Daya penggerak barang dalam transportasi pipa adalah pompa tekan atau gaya gravitasi.

d. Transportasi Gantung
Jenis transportasi ini biasanya untuk keperluan khusus, seperti wisata, dan bukan untuk
keperluan sehari-hari. Di negara maju, sistem transportasi gantung lebih banyak dikelola
oleh pihak swasta.

Gambar Moda Transportasi Gantung


Sarana yang dibutuhkan adalah : gerbong pengangkut, dan rel untuk merentangkan kabel
baja yang dikendalikan dari terminal.
Akibat kemajuan teknologi transportasi dan mengingat sempitnya lahan di daerah perkotaan
dewasa ini, maka transportasi gantung banyak digunakan.

4.3. MODA TRANSPORTASI AIR


Jalan untuk transportasi air umumnya bersifat alami (laut, sungai), tetapi dapat pula buatan
manusia (kanal/saluran).

Gambar Moda Transportasi Air/Laut


Termasuk dalam moda transportasi air adalah :
 Pelayaran rakyat
 Pelayaran antar pulau
 Pelayaran samudra, baik domestik maupun internasional
Prasarana lain (selain laut/sungai) adalah pelabuhan, yang merupakan simpul transportasi
laut dengan darat.
Karena sifatnya sebagai tempat peralihan moda transportasi, maka pelabuhan harus
disambung dengan sistem transportasi darat, dan dilengkapi dengan berbagai macam
kemudahan.
Ada beberapa persyaratan tertentu bagi pelabuhan, sebagai ciri pelabuhan yang baik :
a. Pelabuhan harus mampu melindungi kapal dari iklim buruk selama ada di pelabuhan.
b. Kedalaman air harus cukup, agar kapal tetap terapung walaupun air sedang surut.
c. Pelabuhan harus menjamin kemudahan perpindahan barang dan penumpang.

Sebagai sarana transportasi air, bentuk maupun ukuran kendaraan air harus cukup beragam,
mulai dari perahu dayung yang sangat sederhana, rakit, sampai kapal laut dengan daya
angkut yang besar.
Kapal dapat dikelompokkan dalam :
a. Kapal berukuran kecil, untuk pesiar dan olah raga
b. Kapal Dagang, untuk mengangkut penumpang dan/atau barang
c. Kapal penolong atau untuk kegunaan khusus (kapal keruk, kapal patroli, kapal pemandu,
kapal penarik/tug boat)

Transportasi laut umumnya bersifat regional, bahkan internasional, banyak diantaranya


mencakup perjalanan yang sangat jauh.
Bagi angkutan barang, transportasi air masih tetap memegang peranan penting, karena daya
angkut kapal yang sangat besar, sehingga dapat menekan biaya. Transportasi air khususnya
cocok dan efisien untuk lalu lintas penghubung antara pelabuhan dengan sistem angkutan
lain yang menggunakan bargas atau perahu untuk membongkar dan muat barang dari dan ke
kapal.

4.4. MODA TRANSPORTASI UDARA


Ciri istimewa transportasi udara adalah cepat, yang dalam hal ini dilakukan dengan
menggunakan pesawat terbang, baik untuk orang maupun barang. Pesawat terbang tidak
hanya mampu bergerak sangat cepat, tetapi juga mampu terbang lurus melintasi berbagai
rintangan alam yang tidak teratasi oleh transportasi darat dan air.
Bandar udara atau pelabuhan udara termasuk salah satu kemudahan transportasi yang tidak
dapat berada dekat atau berbatasan dengan kota karena alasan keamanan penerbangan dan
pencemaran suara terhadap lingkungannya. Bandar udara adalah terminal angkutan yang
menuntut sarana dan prasarana yang jauh lebih lengkap dibandingkan dengan terminal
angkutan darat.
Gambar Moda Transportasi Udara

Lintasan penerbangan adalah angkasa yang bebas dan lurus, namun yang dalam
kenyataannya harus diatur guna menghindari kecelakaan.
Lintasan penerbangan berupa lorong angkasa yang ditentukan oleh batas ketinggian,
kerendahan dan lebar bidang datarnya, sehingga membentuk lorong bertingkat dan berjajar
di angkasa.
Pengawasan pergerakan lalu lintas udara diatur dalam dua peraturan, yaitu Visual Flight
Rule (VFR) dan Instrument Flight Rule (IFR).

4.5. KONSEP INTERMODA


Kebutuhan perjalanan mungkin akan dipenuhi melalui satu atau lebih moda transportasi.
Bagi pengguna yang penting adalah keamanan, kelancaran, kecepatan dan kenyamanan
dalam perjalanan.
a. Dasar Pemilihan :
 Ciri perjalanan, yang dilakukan berdasarkan atas waktu dan tujuan.
 Pelaku perjalanan, apakah memiliki kendaraan (mobil), bagaimana tingkat penghasilan,
dan status sosial.
 Sistem transportasi, meliputi lama perjalanan, biaya, dan kenyamanan.

b. Faktor yang mempengaruhi :


 Kecepatan perjalanan
 Jarak perjalanan
 Kenyamanan
 Biaya
 Kesenangan
 Jenis kelamin
 Sistem sosial dan ekonomi
 Komposisi

4.6. TERMINAL
Hal penting dalam transportasi adalah bahwa setiap sistem transportasi harus dapat
mengangkut muatan dan membongkarnya kembali pada akhir perjalanan. Selain itu perlu
diperhatikan pula, bahwa sepanjang perjalanan dari tempat asal ke tujuan, mungkin
diperlukan lebih dari satu moda transportasi. Pergantian moda ini dilakukan di tempat yang
disebut terminal.
Bagi transportasi pada umumnya, terminal sangat penting dan biasanya memerlukan fasilitas
yang sangat lengkap, seperti pada bandar udara, pelabuhan laut, stasiun kereta api. Tempat
lain yang mempunyai fungsi sejenis, yaitu tempat perhentian kendaraan umum pada suatu
ruas jalan, yang barangkali hanya menyediakan sekedar tempat untuk calon penumpang
berdiri menunggu, dilengkapi sejumlah rambu yang diperlukan.
Untuk transportasi jalan raya, fungsi terminal dapat muncul hampir di sepanjang lintasan. Di
daerah yang belum cukup berkembang, sering terjadi kereta api, bus, truk dapat dihentikan
di setiap tempat menurut keinginan penumpang.

Fungsi Terminal :
sebuah terminal mempunyai empat fungsi pokok, yaitu :
a. Menyediakan akses ke kendaraan yang bergerak pada jalur khusus.
b. Menyediakan tempat dan kemudahan perpindahan/pergantian moda transportasi.
c. Menyediakan sarana simpul lalu lintas, tempat konsolidasi lalu lintas.
d. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang/kendaraan.

4.6.1. Terminal Transportasi Darat


Jenis terminal ini meliputi terminal bus, kereta api, ataupun multi moda. Contoh terminal
multi moda transportasi darat berupa suatu terminal bertingkat, dengan tingkat paling bawah
digunakan untuk melayani angkutan rel regional, sementara tingkat berikutnya digunakan
untuk melayani angkutan rel dalam kota, dan tingkat paling atas digunakan untuk melayani
para penumpang (pembelian tiket, dan lain-lain).

Gambar Terminal Bus (Transportasi Darat)


Gambar Stasiun Kereta Api (Transportasi Darat)

4.6.2. Terminal Transportasi Air


Terminal transportasi air atau pelabuhan biasanya merupakan suatu perairan yang
terlindung, di mana kapal dapat berlabuh dan memuat atau membongkar barang dengan
selamat. Jenis terminal transportasi air, menurut :
a) Jenis perairan : pelabuhan alam, semi alamiah, pelabuhan buatan.
b) Kegunaan : bisa sangat beragam, seperti pelabuhan militer, Perikanan, perdagangan,
atau untuk rekreasi.

Pelabuhan juga dapat diklasifikasikan menurut lokasinya, yaitu:


pelabuhan laut, danau, dan sungai.
Untuk melaksanakan fungsinya dengan baik, pelabuhan biasanya dilengkapi dengan fasilitas
khusus, terutama yang berkaitan dengan upaya untuk menahan ombak dan tempat
penambatan kapal, seperti misalnya : pemecahan ombak/gelombang (break water),
penambatan kapal (jetty), penahan tumbukan (fender), dan lain-lain. Kadang-kadang
diperlukan fasilitas lain seperti crane untuk mengangkat container, jalan rel, pipa minyak.
Gambar Pelabuhan (Terminal Transportasi Laut)

4.6.3. Terminal Transportasi Udara


Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada terminal angkutan udara, antara lain : rencana
pengembangan wilayah, jenis operasi pesawat (sipil atau militer, lokal atau internasional,
dan sebagainya), jarak ke terminal udara yang lain dan ke moda transportasi lainnya,
keadaan topografi dan cuaca, daya pandang (visibility) dan adanya penghalang (obstruction),
serta pertimbangan ekonomi.
Tata letak dari terminal udara ini sangat tergantung pada konfigurasi runway dan sistem
pengendalian operasi pesawat yang akan dilayani, apakah berdasarkan penglihatan atau
menggunakan instrument.

.Gambar Bandar Udara (Teminal Transportasi Udara)


Daerah terminal udara meliputi : gedung terminal, tempat parkir pesawat (apron), dan
hanggar pesawat. Fasilitas yang diperlukan, antara lain : ruang tunggu pengunjung dan
penumpang, ruang pemrosesan penumpang (beli tiket, lapor, penyerahan dan penerimaan
bagasi, tempat pemeriksaan dokumen imigrasi, dan lain-lain), menara pengawas, dan
sebagainya.
Khususnya untuk terminal pada bandar udara sebagai fasilitas perantara (interface) antara
transportasi udara dengan transportasi darat, mempunyai fungsi sebagai tempat untuk :
 Pelayanan bagi keberangkatan/kedatangan pesawat;
 Bongkar dan muat barang atau menaikkan dan menurunkan penumpang;
 Perpindahan (interchange) antar moda transportasi udara dengan moda transportasi
yang sama (transit), atau dengan moda lainnya;
 Klarifikasi barang/penumpang menurut jenis, tujuan perjalanan, dan lain-lain;
 Penyimpanan barang (storage) selama pengurusan dokumen;
 Pengisian bahan bakar, perawatan dan pemeriksaan kondisi pesawat, sebelum
dinyatakan layak untuk terbang (laik terbang).

V. TEKNOLOGI TRANPORTASI

5.1. PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TRANSPORTASI


Filosofi dasar perkembangan teknologi transportasi adalah usaha peningkatan kinerja
pergerakan penumpang dan barang dengan mengacu pada indikator jenis dan karakteristik
teknologi transportasi, dalam hal ini tingkat pelayanan dan operasi sistem, serta
kompleksitas permasalahannya yang tercermin dalam tingkatan keterbatasan kapasitas
angkut, jarak tempuh dan kecepatan pergerakan, serta kenyamanannya.
Dari sini dapat disusun konsep perbaikan dan pengembangan teknologi transportasi.
Dalam perkembangannya, selain untuk mengatasi keterbatasan tersebut, suatu teknologi
transportasi dituntut pula untuk dikembangkan sedemikian, sehingga biaya transpor yang
dibutuhkan semakin rendah. Untuk itu pengembangan teknologi transportasi membutuhkan
dukungan dari beberapa jenis teknologi lain, seperti elektronika, mesin, metal, informatika,
serta energi. Dari sini diharapkan terjadi peningkatan kinerja teknologi transportasi, yang
dapat dilihat dari hubungan antar biaya angkutan per ton km dengan produktivitas teknologi
transportasi per hari.
Beberapa faktor yang menentukan besarnya biaya produktivitas alat angkut, antara lain :
variasi perubahan iklim dan kondisi lapangan yang meliputi volume dan berat angkutan
(barang/penumpang) serta karakteristik alat pengangkutan/teknologi transportasi, dan
karakteristik jalan yang (akan) dilewati.
Sampai saat ini belum dihasilkan suatu bentuk teknologi transportasi yang benar-benar
mampu memenuhi setiap aspek tuntutan kapasitas dukung, jarak tempuh, kecepatan
pergerakan, kenyamanan, serta keringanan biaya transportasi secara sempurna.
Kondisi teknologi transportasi yang ada, diterima berdasarkan aspek orientasi prioritas,
sehingga sudah selayaknya upaya penyelesaian masalah tersebut terus dikembangkan.
Gambaran perkembangan teknologi transportasi dapat dijelaskan secara singkat sebagai
berikut :
a. Transportasi Darat
Manusia mengawali pemindahan barang dengan menggunakan tangan dan punggungnya.
Akibat keterbatasan kapasitas angkut dan jarak tempuh, manusia mulai memanfaatkan
hewan (kuda, keledai, unta, dan lain-lain), sehingga produktivitas , jarak tempuh, serta
kecepatan perpindahan mulai meningkat.
Dengan teknologi sederhana dikembangkan teknologi roda, dan selanjutnya dihasilkan
berbagai ukuran dan tipe kereta kuda/pedati.

Gambar Teknologi Sederhana Transportasi Darat

Sejalan dengan perkembangan teknologi otomotif, metal, elektronika dan informatika,


manusia berhasil memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia untuk menciptakan
berbagai jenis dan ukuran kendaraan bermotor serta lokomotif, yang kesemuanya cukup
berhasil menjawab tuntutan akan kapasitas angkut, jarak tempuh, kecepatan pergerakan,
bahkan kenyamanan dan keselamatan.

b. Transportasi Air
Sebelum mampu memanfaatkan tenaga angin, maka rakit dan sampan merupakan pilihan
utama untuk angkutan penumpang dan barang.
Dengan didukung perkembangan teknologi otomotif, mekanik, metal, dan elektronika,
manusia akhirnya setahap demi setahap mulai berhasil mengatasi keterbatasan kapasitas
angkut penumpang dan barang, jarak tempuh dan kecepatan pergerakan, dengan
menciptakan perahu bermotor, kapal laut dalam berbagai jenis, fungsi dan ukuran.
Teknologi propulsi juga berkembang dari dayung, kipas, hingga turbin.

Gambar Teknologi Sederhana Transportasi Air

c. Transportasi Udara
Pemanfaatan burung merpati sebagai sarana transportasi informasi antar wilayah, bahkan
antar benua, cukup mampu mengatasi kebutuhan kecepatan pergerakan (informasi), namun
terbatas pada kapasitas angkut.
Belajar dari kemampuan alamiah tersebut, manusia mengembangkan teknologi otomotif,
elektronika, dan mekanika di dalam usaha mewujudkan suatu bentuk teknologi transportasi
yang mampu secara cepat dan nyaman memindahkan penumpang dan barang dalam jumlah
yang lebih banyak sampai ke tempat-tempat yang jauh.
Gambar Teknologi Sederhana Transportasi Udara
Pesawat terbang, helikopter, dan jenis-jenis angkutan lainnya merupakan bukti hasil kerja
keras manusia, bahkan kini manusia mampu mencapai bulan/luar angkasa.
Teknologi propulsi berkembang dari motor bakar, turbin/jet, seperti : turbo-prop, turbo-jet,
turbo-fan, ram-jet, hingga mesin roket.
Dengan tetap berorientasi pada indikator yang menunjukkan tingkat-tingkat keterbatasan
kapasitas angkut, jarak tempuh, kecepatan pergerakan, kenyamanan dan biaya transport,
berbagai penelitian dilakukan untuk mengembangkan kemampuan teknologi transportasi,
yang secara umum dapat memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut :
a. Mudah mengangkut/memindahkan barang dan penumpang dalam jumlah yang relatif
banyak tanpa menimbulkan kerusakan.
b. Mempunyai kemampuan sistem pengendalian pergerakan, sehingga dapat mengatur
kecepatan dan mudah dikendalikan (locomotion), yang antara lain dilakukan dengan
pengaturan gaya-gaya mekanik (desain bentuk dan massa), yang bekerja pada suatu
teknologi transportasi.
c. Menjamin kenyamanan dan keselamatan penumpang dan barang dari
gangguan/kerusakan akibat pergerakan teknologi transportasi tersebut, antara lain berupa
bentuk-bentuk pemeliharaan suhu/temperatur lingkungan, pengaturan tekanan dan
kelembaban, serta pemakaian bahan baku pembentukan fisik alat angkut yang berkualitas
baik.
Perkembangan teknologi transportasi itu sendiri mendapat dukungan yang sangat besar dari
bidang-bidang teknologi lainnya, seperti teknologi informatika, elektronika, mekanika, yang
memperlihatkan semakin sedikitnya penggunaan tenaga penggerak alamiah (manusia dan
hewan), dan di hampir setiap aspek teknologi, penggunaan sistem komputerisasi/otomatisasi
setelah diterapkan secara merata dan simultan. Dalam perkembangan ini manusia telah
menjadi operator dan supervisor dalm usaha produktivitas barang, dan dengan sistem
penghematan biaya transportasi semakin besar, yang menunjukkan keberhasilan
pengembangan teknologi itu sendiri.

Contoh pengembangan teknologi transportasi tersebut, antara lain :


 Kalau dulu kereta api menggunakan batu bara sebagai tenaga penggerak, kini dengan
menggunakan tenaga diesel dan listrik, kecepatan pergerekan yang dihasilkan menjadi
lebih meningkat dengan pesat.
 Dalam hal transportasi udara, bila dulu dari Indonesia ke Eropa harus singgah lebih
dahulu di Abu Dhabi, maka dengan perbaikan sistem operasi, saat ini sudah dapat
dilakukan penerbangan langsung (direct flight).
 Dalam kecepatan pergerakan, saat ini telah ditemukan suatu bentuk teknologi
transportasi dengan kecepatan melebihi kecepatan suara (super sonic). Pengembangan
roket dan pesawat antariksa merupakan bukti nyata pesatnya perkembangan teknologi
transportasi.
Pengembangan teknologi transportasi masa depan diarahkan kepada kemampuan mengatasi
setiap tuntutan keterbatasan kapasitas angkut, jarak tempuh, kecepatan pergerakan,
kenyamanan, keselamatan, keringanan biaya transportasi dan masalah lingkungan.
Perbaikan dalam operasi sistem teknologi transportasi diharapkan mampu meringankan total
biaya transportasi, serta mampu mengurangi kerusakan lingkungan.
Biaya transportasi ditentukan selain oleh karakteristik teknologi transportasi, juga
dipengaruhi oleh sumber tenaga penggeraknya. Semakin menipis persediaan sumber,
semakin mahal biaya operasional yang diperlukan (hukum penawaran dan permintaan).
Menyadari hal ini, maka pengembangan dan pemanfaatan sumber tenaga penggerak
alternatif seperti tenaga surya dan tenaga magnet, merupakan prioritas solusi yang dapat
diterapkan.
Di samping itu pencemaran akibat partikel dan gas sisa pembakaran kendaraan bermotor,
perlu diusahakan seminimal mungkin, sebagai upaya memelihara lingkungan alamiah, yang
dapat dilakukan antara lain dengan pemasangan catalytic conventer pada sistem mesin
kendaraan bermotor, penggunaan bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan (gas,
methan), dan sebagainya.

5.2. SISTEM TEKNOLOGI TRANSPORTASI


Ada lima komponen dasar yang membentuk sistem teknologi transportasi, yaitu :
 Sumber tenaga penggerak
 Kendaraan
 Jalur pergerakan
 Terminal
 Sistem pengendalian operasi
Dengan menggabungkan beberapa komponen, maka diperoleh pendukung sistem
transportasi, yang pada dasarnya terdiri atas tiga unsur, yaitu :
a. Sarana : terdiri atas sumber tenaga penggerak dan kendaraan.
b. Prasarana : terdiri atas jalur pergerakan dan titik simpul pergerakan
atau terminal.
c. Sistem operasi dan pengendalian pergerakan.

Sistem teknologi transportasi dapat digambarkan dalam skema berikut :

Tingkat Kebutuhan

Kualitas Pelayanan
(Keselamatan, keandalan, dsb)

Tingkat Pelayanan
(kapasitas, Kecepatan, Biaya, dll)

Tenaga Kendaraan Jalur Terminal Sistem


Penggerak Kendaraan Pengendalian
operasi

- Energi
- Daya tarik/ - Awal dan akhir - Penjadwalan
Dorong perjalanan - Perambuan/
- Transmisi - Transfer Signal
Tahanan Beban/ Peran- Penen- - Pemeliharaan - Komunikasi
gerak muatan cangan tuan - Bongkar muat
teknik lokasi

- Tanjakan - Daya - Geo- - Tata


- Gesekan angkut metrik guna
- Gon- - Daya - Struktur lahan
cangan dukung - Drainase - Pola
- Jalur perjalanan
- Kondisi
medan

(Sumber : Diadopsi dan dimodifikasi dari : Hay, William W., 1977 “An Introduction to
nd
Transportation Engineering”, 2 edition, John Wiley, New York)
VI. PERENCANAAN TRANSPORTASI

6.1. PENDAHULUAN
Perencanaan transportasi adalah suatu kegiatan perencanaan sistem transportasi yang
sistematik, yang bertujuan untuk menyediakan layanan transportasi, baik sarana maupun
prasarananya, disesuaikan dengan kebutuhan transportasi bagi masyarakat di suatu wilayah,
serta tujuan-tujuan kemasyarakatan yang lain.
Perencanaan transportasi mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan orang
akan pergerakan orang ataupun barang (“derived demand”). Faktor-faktor tersebut dapat
berupa tata guna lahan, ekonomi, sosial budaya, teknologi transportasi, dan faktor-faktor
lain yang mungkin terkait.
Ada tiga jenis perencanaan transportasi :
a. Perencanaan operasional (jangka pendek)
Meliputi pembuatan denah untuk persimpangan, penyeberangan pejalan kaki, lokasi parkir,
penempatan pemberhentian bis (bus shelter), metode pemberian karcis, langkah-langkah
keselamatan, dan sebagainya.
b. Perencanaan taktis (jangka menengah)
Tingkat perencanaan ini berkaitan dengan pola manajemen (pengelolaan) lalu lintas,
pembuatan jalan lokal, pengendalian parkir, pengorganisasian angkutan umum, koordinasi
pemberlakuan tarif, pembuatan kawasan pejalan kaki, dan sebagainya. Kesemuanya itu
memunculkan permasalahan yang kompleks, saling berkaitan dan memiliki efek samping,
yang untuk menanganinya dibutuhkan keahlian dan para profesional yang terlatih.
c. Perencanaan strategis (jangka panjang)
Berhubungan dengan struktur dan kapasitas jaringan jalan utama dan transportasi umum,
keterkaitan antara transportasi dan tata guna lahan, keseimbangan antara permintaan dan
penawaran, keterkaitan antara tujuan transportasi dan ekonomi, tujuan lingkungan dan
sosial, yang kesemuanya merupakan masalah yang sulit untuk dimengerti, meskipun untuk
para perencana transportasi profesional sekalipun.
Perkembangan lebih lanjut mengarah kepada perencanaan sistem transportasi yang
berkelanjutan (sustainable tranportation system), yang memadukan antara efisiensi
transportasi, pertumbuhan ekonomi, dan kelestarian budaya.

Secara garis besar, transportasi dapat dilihat sebagai suatu sistem dengan tiga komponen
utama yang saling mempengaruhi, yaitu :
a. Subsistem tata guna lahan
Subsistem ini mengamati pengguna lahan tempat kegiatan/aktivitas masyarakat dilakukan,
seperti : tipe, struktur, dan ukuran intensitas aktivitas sosial dan ekonomi (populasi, tenaga
kerja, output industri).
b. Subsistem penyediaan transportasi (transpotation supply)
Subsistem ini merupakan penyediaan penghubung fisik antara tata guna lahan dan manusia
pelaku aktivitas dalam masyarakat. Penyediaan ini meliputi berbagai moda transportasi.
Seperti : jalan raya, jalan rel, rute bis dan sebagainya, dan menyatakan karakteristik
operasional moda tersebut (waktu tempuh, biaya, frekuensi pelayanan, dan lain-lain).
c. Lalu lintas, merupakan akibat langsung dari interaksi antara tata guna lahan dan
penyediaan transportasi (transportation supply) yang berupa pergerakan barang dan jasa.
Interaksi antara Tata Guna Lahan dan Transportasi dapat digambarkan dalam hubungan
berikut :

Tata Guna Lahan Penyediaan transportasi


(transportation supply)

Lalu lintas

Gambar Komponen Utama Perencanaan Transportasi

Pembangunan suatu wilayah lahan akan menyebabkan timbulnya lalu lintas yang akan
mempengaruhi prasarana transportasi. Sebaliknya ada prasarana transportasi yang baik akan
mempengaruhi pola pemanfaatan lahan. Interaksi ke tiga subsistem tersebut dipengaruhi
oleh peraturan dan kebijakan.
Dalam jangka panjang, pembangunan prasarana transportasi ataupun penyediaan prasarana
transportasi dengan teknologi modern akan mempengaruhi bentuk dan pola tata guna lahan,
sebagai akibat Aksesibilitas yang meningkat.
Perencanaan transportasi dibutuhkan sebagai konsekuensi dari pertumbuhan lalu lintas dan
perluasan wilayah.

6.2. TEKNIK PERENCANAAN TRANSPORTASI


Secara konvensional, perencanaan transportasi perkotaan (urban transportation planning)
dilaksanakan dalam empat tahap (for step planning), yaitu :
a. Bangkitan perjalanan (trip generation)
b. Distribusi perjalanan (trip distribution)
c. Pemilihan moda (modal split)
d. Pelimpahan rute (trip assignment)
Dalam hubungannya dengan tata guna lahan, sistem zona, dan jaringan transportasi, maka
model transportasi empat tahap ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Tata Guna Lahan dan


Karakteristik sosial- Sistem Zona Jaringan
Ekonomi Transportasi

Trip Generation

Trip Distribution

Modal Split

Trip Assignment

Volume lalu lintas

Gambar Model Perencanaan Transportasi

6.2.1. Bangkitan Perjalanan


a. Umum :
Bangkitan perjalanan adalah jumlah perjalanan yang dibangkitkan oleh suatu zona atau
suatu pusat kegiatan, yang dapat dibagi menjadi dua :
1) Perjalanan meninggalkan lokasi (trip production)
2) Perjalanan menuju ke lokasi (trip attraction)

A B
Perjalanan berasal Perjalanan menuju
dari zona A zona B

Gambar Tarikan Perjalanan

Perhitungan bangkitan perjalanan adalah jumlah kendaraan atau orang (atau jumlah
angkutan barang) persatuan waktu (misal: kendaraan/jam).
Bangkitan lalu lintas tergantung pada dua aspek tata guna lahan, yaitu :
 Tipe tata guna lahan
 Jumlah aktivitas (dan intensitas) pada lahan tersebut.

b. Tipe Tata Guna Lahan :


Tata guna lahan yang berbeda (misal : pemukiman, pendidikan, komersial) akan mempunyai
karakteristik bangkitan lalu lintas yang berbeda, meliputi jenis lalu lintas yang berbeda
(contoh : kawasan perkantoran menghasilkan lalu lintas pada pagi dan sore hari secara
teratur, sedangkan kawasan pertokoan menghasilkan lalu lintas yang berfluktuasi sepanjang
hari).

c. Model
Dalam perencanaan transportasi, umumnya hubungan antar faktor dinyatakan dalam model.

Model teoritik secara umum adalah : P = f ( x1 , x 2 ,..........) dengan


x1 , x 2 , .......... dan seterusnya adalah variable tata guna lahan.

Penyelesaian dengan menggunakan analisis regresi :


1) Analisis regresi linier (Liniear regression analysis) : teknik ini dapat digunakan untuk
menghasilkan hubungan dalam bentuk numerik, dan untuk melihat bagaimana dua (regresi
sederhana) atau lebih (regresi berganda) variabel saling berkaitan :
y = a + bx.
2) Analisis regresi berganda (Multiple regression analysis) :
di sini dijumpai lebih dari satu variabel bebas dari tata guna lahan yang akan mempengaruhi
bangkitan lalu lintas.
Model yang umum : y = a + b1x1 + b2 x 2 + ....... + bm x m
dengan :y = variabel tidak bebas
x1 , x 2 ,........, x m = variabel bebas

b1 , b2 ,........, bm = koefisien regresi


A = konstanta
Beberapa asumsi statistik diperlukan dalam melakukan analisis regresi :
 Variabel tidak bebas adalah fungsi linier dari variabel bebas. Jika hubungan tidak linier,
kadang-kadang perlu ditransformasikan menjadi linear.
 Variabel bebas adalah tetap, atau telah diukur (tanpa kesalahan).
 Tidak ada korelasi (hubungan) di antara variabel bebas.
 Variasi darin variabel tidak bebas tentang garis regresi adalah sama untuk semua variabel
tidak bebas.
 Nilai variabel tidak bebas harus berdistribusi normal atau mendekati normal.

d. Studi empirik menggunakan regresi :


Hasil kajian empirik yang ditulis oleh Mitchell dan Rapkin pada tahun 1945, “Urban
Trafic : A Function of Land Use”, merupakan kajian empirik yang kemudian diikuti oleh
banyak penelitian dan studi empirik yang mempelajari bangkitan lalu lintas untuk seluruh
tipe tata guna dan semua tipe pergerakan.
 Produksi perjalanan untuk daerah permukiman :
Studi yang telah ada menggunakan empat variabel untuk menghitung bangkitan lalu lintas :
 Kepemilikan kendaraan (car ownership)
 Kepadatan permukiman
 Jarak ke pusat perdagangan (Central Business District)
 Pendapatan (income)
Catatan : 80 – 90% dari pergerakan di negara Barat adalah home Based.
 Tarikan/atraksi perjalanan (trip attraction) – (untuk pergerakan home based) :
Variabel yang sesuai dapat diselidiki dengan analisis regresi, tetapi persamaan yang
dihasilkan umumnya tidak lebih handal dibandingkan dengan persamaan trip production.
Dari hasil studi diperoleh, bahwa variabel tata guna lahan untuk trip attraction adalah :
 Lapangan pekerjaan
 Luas daerah
 Luas perkantoran
 Luas tempat penjualan
6.2.2. Distribusi Perjalanan
Tujuan pemodelan distribusi perjalanan adalah untuk mengkalibrasi persamaan-persamaan
yang akan menghasilkan hasil observasi (pengamatan) lapangan dari pola pergerakan asal
tujuan (origin-destination) perjalanan seakurat mungkin.

a. Data :
Data yang dibutuhkan untuk membuat model distribusi perjalanan adalah :
 Data matriks asal tujuan (O-D matrix)
 Data matriks impedansi (hambatan) matriks antar zona (jarak, waktu, atau biaya)
 Distribusi frekuensi pergerakan untuk setiap kategori impedansi transportasi.

b. Model faktor pertumbuhan (lalu lintas) :


Didasarkan pada asumsi, bahwa pola pergerakan pada saat ini dapat diproyeksikan ke masa
yang akan datang dengan menggunakan tingkat pertumbuhan zona.
Ada lima model faktor pertumbuhan, yaitu model :
 Uniform (seragam)
 Average (rata-rata)
 Fratar
 Detroit
 Furness

Keuntungan dan kerugian metoda faktor pertumbuhan :


 Keuntungan :
 Mudah dimengerti dan diterapkan
 Data yang dibutuhkan hanya data asal tujuan dan faktor pertumbuhan lalu lintas
 Dapat menggunakan iterasi komputer untuk mendapatkan keseimbangan perjalanan
dalam matriks (hasil model dan observasi)

 Kerugian :
 Distribusi perjalanan hanya tergantung pada pola perjalanan saat ini dan perkiraan
pertumbuhan
 Tidak dapat diperhitungkan perubahan/tambahan fasilitas baru di masa yang akan datang
 Tidak sesuai untuk daerah dengan pertumbuhan yang pesat
 Tidak sesuai untuk prediksi waktu yang panjang

c. Model gravitasi (gravity model)


Model ini diturunkan dari prinsip dasar fisika yang didasarkan kepada pemikiran, bahwa
daya tarik antara dua buah tata guna lahan (populasi) sama dengan gaya pada model
gravitasi.
Di sini ada empat model :
 Unconstrained (tak ada batasan)
 Production Constrained (batasan produksi)
 Double Constrained (batasan rangkap)

6.2.3. Pemilihan Moda


Model ini bertujuan untuk mengetahui proporsi perjalanan yang menggunakan satu moda
(misal : kendaraan pribadi, atau kendaraan umum).
Proses ini dilakukan dengan maksud mengkalibrasi model pemilahan moda pada tahun
awal. Dengan mengetahui variabel-variabel yang berpengaruh, dapat dilakukan prediksi
pemilahan moda dengan menggunakan nilai variabel untuk masa mendatang. Variabel yang
biasa digunakan adalah :
a. Karakteristik pergerakan (jarak, waktu, tujuan), karakteristik orang/pelaku pergerakan,
atau tempat mereka tinggal (pemilikan kendaraan, pendapatan).
b. Karakteristik sistem transportasi (waktu tempuh, biaya, waktu tunggu dan waktu berjalan,
frekuensi bis, kenyamanan, pelayanan, dan lain-lain).
c. Karakteristik kota atau zona.
Dalam pemodelan modal split perlu diperhatikan adanya biaya aktual dan biaya yang
diperkirakan oleh pemakai jalan (road users) dalam mengambil keputusan, serta adanya
pemakai angkutan umum yang tidak memiliki kebebasan untuk memilih moda. Jika terdapat
lebih dari dua moda pilihan, maka pemilihan moda yang dibuat akan menjadi lebih rumit.

6.2.4. Pemilihan Rute


Pelimpahan rute adalah suatu proses di mana pergerakan antara dua zona untuk suatu moda
tertentu dibebankan atau dilimpahkan ke suatu rute yang terdiri atas ruas-ruas jalan tertentu.
Analisis pelimpahan rute terdiri atas dua bagian utama :
a. Alasan pemakai jalan memilih rute tertentu.
b. Pengembangan model yang menggabungkan sistem transportasi dengan alasan pemilihan
rute.

Ada tiga hipotesis yang digunakan, yang akan menghasilkan tiap model yang berbeda, yaitu:
 All or nothing assignment :
Pemakaian jalan secara rasional akan memilih rute terpendek yang meminimumkan
transport impedance (jarak, waktu, dan biaya). Semua lalu lintas antara zona dengan zona
asal akan menggunakan satu rute yang sama.
 Multipath assignment :
Diasumsikan pengguna jalan tidak mengetahui informasi yang tepat mengenai rute tercepat.
Pengendara akan mengambil rute yang dianggap sebagai yang tercepat. Persepsi yang
berbeda akan mengakibat berbagai macam rute yang dipilih antara zona tertentu.
 Probabilistic assignment :
Di sini pemakai jalan menggunakan beberapa faktor dalam memilih rute selain transport
impedance. Contoh : faktor-faktor yang tidak kuintatif seperti rute yang aman dan rute
dengan panorama indah.

Model pelimpahan rute yang disesuaikan dengan hipotesis di atas adalah :


 All or nothing assignment
 Multipath assignment
 Probabilistic assignment
 Capacity restraint (pembatasan kapasitas)
6.3. PROSES PERENCANAAN TRANSPORTASI
Tujuan perencanaan transportasi adalah untuk menetapkan arahan bagi penyediaan lahan
transportasi, disesuaikan dengan kebutuhan melalui cara yang paling tepat dan
menggunakan sumber daya yang ada.

Perencanaan transportasi pada dasarnya adalah memperkirakan kebutuhan transportasi di


masa datang, yang harus dikaitkan dengan masalah ekonomi, sosial dan lingkungan.
Transportasi harus memberikan keuntungan maksimum kepada masyarakat dengan
meminimumkan pengguna waktu dan biaya. Pada saat yang sama, harus diperhitungkan
peningkatan tuntutan dan perkembangan kota atau tata guna lahan, serta perluasan wilayah
perkotaan.

Secara umum proses perencanaan transportasi dapat digambarkan sebagai berikut :

Perumusan tujuan Pengumpulan Pemakaian


dan sasaran Data

Pemilihan Evaluasi Analisis Perencanaan


dan alternatif jaringan
Pelaksanaa

Gambar Proses Perencanaan Transportasi

Proses Perencanaan Transportasi Sederhana (Bruton, 1985)


a. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dan sasaran perencanaan transportasi adalah untuk mengoptimumkan prasarana
transportasi agar sistem transportasi dapat menjadi efisien, baik dalam ekonomi, lingkungan,
dan sebagainya.
Tujuan ini harus sesuai dengan tujuan pengembangan wilayah atau kota itu sendiri.
b. Pengumpulan data
Meliputi data organisasi, pelaksanaan survey dan analisis kondisi yang ada (existing
condition), kalibrasi model tata guna lahan dan model pergerakan.
c. Penaksiran
Meliputi perkiraan (estiminasi) pola perjalanan pada masa mendatang sesuai dengan rencana
atau tata guna lahan. Data yang diperkirakan adalah tata guna lahan, populasi, tenaga kerja,
dan pergerakan.
d. Perencanaan jaringan
Pengembangan alternatif jaringan jalan raya dan angkutan (transportasi) umum sesuai
dengan rencana tata guna lahan dan estiminasi pergerakan di masa mendatang.
e. Analisis alternatif
Pengalokasian estiminasi pergerakan ke dalam alternatif jaringan melalui moda dan rute
tertentu.
f. Evaluasi
Evaluasi alternatif jaringan untuk biaya, keuntungan, dampak, dan pelaksanaan.
g. Pemilihan dan pelaksanaan
Memilih dan melaksanakan strategi pengembangan jaringan transportasi yang sesuai untuk
kondisi yang ada.

Kelemahan dari proses perencanaan transportasi ini adalah :


 Terlalu berhubungan dengan masalah teknis yang berkaitan dengan estiminasi lalu lintas
dan perencanaan jaringan.
 Sedikit membahas kebutuhan transpor bagi komunitas yang lebih besar dan hanya
menguntungkan kendaraan bermotor selain kendaraan umum.
 Terlalu sedikit alternatif perencanaan.
 Terlalu sedikit dari sisi konsep kawasan.

Selanjutnya dikembangkan pendekatan baru yang lebih didasarkan pada pendekatan sistem,
yang ditandai dengan keinginan untuk mengidentifikasi dan mendefinisikan tujuan dari
sistem transportasi secara menyeluruh. Evaluasi secara rasional dan prosedur pembuatan
keputusan (decision making procedure) dibutuhkan untuk melihat apakah tujuan awal
dipenuhi.

6.4. CIRI DASAR PERENCANAAN TRANSPORTASI

Kajian perencanaan transportasi mempunyai ciri yang berbeda dengan kajian bidang lain,
dikarenakan obyek penelitian suatu kajian perencanaan transportasi cukup luas dan
beragam, serta umumnya melibatkan aspek yang cukup banyak dan beragam pula.
Ciri kajian perencanaan transportasi ditandai dengan : multi moda, multi displin, multi
sektoral, dan multi masalah.

a. Multi moda
Kajian perencanaan transportasi selalu lebih dari satu moda transportasi sebagai bahan
kajian, mengingat obyek dasar kajian perencanaan transportasi adalah pergerakan manusia
dan/atau barang, yang pasti melibatkan banyak moda transportasi.
Indonesia dikenal sebagai negara yang terdiri atas ribuan pulau, sehingga pergerakan dari
suatu tempat asal ke tempat tujuan sangat tidak mungkin hanya menggunakan satu moda
saja. Dengan demikian konsep utama dari Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) adalah
konsep sistem integrasi antar moda.
Meskipun kajian ini difokuskan pada daerah tertentu, misalnya terminal bis atau bandar
udara, aspek multi moda akan selalu timbul ke permukaan.
Bagaimanapun perencanaan harus memperhatikan interaksi antar pergerakan internal di
dalam daerah kajian (terminal bis atau bandar udara) dengan pergerakan eksternalnya, yang
berarti harus memperhatikan moda transportasi yang lain selain bis (untuk terminal bis) atau
pesawat udara (untuk bandar udara).
b. Multi disiplin
Kajian perencanaan transportasi melibatkan banyak disiplin keilmuan karena aspek kajian
yang sangat beragam, mulai dari ciri pergerakan, pengguna jasa, sampai dengan prasarana
ataupun sarana transportasi itu sendiri. Di dalam pelaksanaannya, semua aspek kajian
tersebut harus dapat diantisipasi.
Kajian perencanaan transportasi biasanya melibatkan bidang keilmuan seperti rekayasa
(engineering), ekonomi, geografi, penelitian operasional, sosial politik, matematika,
informatika, dan psikologi.
Sebagai contoh, dalam melakukan kajian penyusunan rencana induk terminal bis antar kota,
diperlukan seorang ahli perencana wilayah untuk menentukan lokasi terminal bis yang baik,
ditinjau dari sudut pada tata ruang dan daerah. Selanjutnya juga dibutuhkan seorang ahli
teknik untuk mengkaji tata letak bangunan di areal terminal, serta untuk mengkaji jenis
konstruksi setiap prasarana terminal.
Selain itu dalam kajian ini juga dibutuhkan seorang ahli transportasi untuk mengkaji dan
memperkirakan potensi jumlah penumpang ataupun jumlah bis yang akan dilayani oleh
terminal bis itu pada tahun rencana, dan untuk mengkaji sistem sirkulasi internal dan
eksternal yang terbaik bagi terminal bis itu. Di samping itu, seorang ahli ekonomi juga
dibutuhkan untuk mengkaji sistem dan besaran tarif di lingkungan terminal, serta tingkat
kelayakan ekonomi dan keuangan dari rencana pengembangan terminal antar kota itu.

c. Multi sektoral
Yang dimaksudkan di sini adalah banyaknya lembaga atau pihak terkait yang
berkepentingan dengan kajian perencanaan transportasi.
Kajian perencanaan transportasi biasanya melibatkan beberapa lembaga pemerintah ataupun
swasta yang masing-masing mempunyai kepentingan yang berbeda, sehingga diperlukan
koordinasi dan penanganan yang baik. Sebagai contoh, untuk kasus perencanaan terminal
bis antara kota, melibatkan lembaga pemerintah ataupun swasta yang terkait, seperti DLLAJ
(Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan), Kepolisian (Polantas), Dipenda (Dinas Pendapatan
Daerah), Organisasi Sopir/Operator Bis, Organda(Organisasi Angkutan Darat), dan lain-
lain.

d. Multi Masalah
Karena kajian perencanaan transportasi merupakan kajian multi moda, multi disiplin, dan
multi sektoral, sudah tentu akan menimbulkan multi masalah, di mana permasalahan yang
dihadapi mempunyai dimensi yang cukup luas dan beragam, mulai dari yang berkaitan
dengan aspek pengguna jasa, rekayasa, operasional, ekonomi, sampai pada aspek sosial.
Untuk contoh kasus pengembangan terminal bis antar kota di atas, masalah yang mungkin
timbul meliputi masalah rekayasa (lapisan tanah yang jelek atau sistem drainase yang
buruk), masalah ekonomi (alokasi dana pemerintah yang terbatas, daya beli masyarakat
yang rendah), masalah pertanahan (lahan yang terbatas), masalah sosial (perilaku
penumpang bis yang tidak disiplin, atau timbulnya premanisme), masalah lalu lintas
(gangguan lalu lintas di pintu masuk dan keluar terminal, atau perilaku pengemudi yang
tidak disiplin).
Meskipun terdapat perbedaan antar kota-kota di berbagai negara, pergerakan di dalam
daerah perkotaan mempunyai beberapa ciri yang sama, yang berlaku hampir sama pada
semua kota kecil dan kota besar di dunia. Ciri ini merupakan prinsip dasar yang merupakan
titik tolak kajian transportasi. Ciri ini juga mendefinisikan konsep yang digunakan oleh
perencana dan perekayasa transportasi untuk memahami dan mempelajari pergerakan.
Oleh sebab itu dikaji beberapa konsep dasar yang melatarbelakangi kajian angkutan dan
bagaimana konsep ini saling berkaitan untuk membentuk sistem transportasi.

a. Konsep mengenai ciri pergerakan tidak spasial (tanpa batas ruang) di dalam kota,
misalnya yang menyangkut pertanyaan : mengapa orang melakukan perjalanan, kapan orang
melakukan perjalanan, dan jenis angkutan apa yang mereka pergunakan.

b. Konsep mengenai ciri pergerakan spasial (dengan batas ruang) di dalam kota, termasuk
pola tata guna lahan, pola perjalanan orang, dan pola perjalanan angkutan barang.

Sebagian besar konsep ini telah dikembangkan pada tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an,
baik di Eropa maupun di Amerika Serikat. Kemudian muncul permasalahan mengenai
relevansinya dengan negara sedang berkembang seperti Indonesia. Meskipun demikian,
sebelum data kota di Indonesia dikumpulkan secara rutin, tidak akan dapat diketahui secara
pasti bagaimana konsep ini harus disesuaikan dengan keadaan kota di Indonesia.
6.5. MANAJEMEN TRANSPORTASI
Manajemen transportasi meliputi tiga aspek utama dalam sistem transportasi :
a. Pengaturan, yaitu aspek legal berupa peraturan perundang-undangan.
b. Pembinaan, yaitu menyangkut pengawasan dalam sistem transportasi.
c. Pengelolaan, yaitu menyangkut pengendalian dalam sistem transportasi.

Manajemen transportasi dan manajemen lalu lintas (traffic management) merupakan


aplikasi, implementasi dan penanggulangan dalam pemecahan masalah lalu lintas sebagai
bagian transportasi yang dihadapi sehari-hari, meliputi :
a. Masalah kemacetan lalu lintas :
Rendahnya tingkat pelayanan yang diperlihatkan oleh indikator kemacetan, yaitu : volume,
kecepatan, dan kepadatan lalu lintas (traffic volume, velocity, and density).
b. Terbatasnya jaringan prasarana yang ditandai dengan tidak seimbangnya perkembangan
jumlah kendaraan dengan perkembangan jaringan jalan.
c. Jasa transportasi yang buruk, yang diperlihatkan oleh :
 Kapasitas, dengan melihat load factor
 Keandalan, dengan melihat frekuensi
d. Sarana angkutan yang minimum, yang ditunjukkan oleh jumlah armada dan jumlah rute
transportasi yang terbatas.

Dalam evolusi manajemen transportasi dikenal tiga konsep yang didasari oleh teori supply
dan demand terhadap perkembangan transportasi, baik sarana maupun prasarana, yaitu :
a. Managing the capacity, yaitu upaya-upaya meningkatkan kapasitas sarana dan prasarana
melalui usaha pertambahan geometri dan struktur jalan yang seimbang, serta
pertambahan jumlah armada.
b. Managing the priority, yaitu upaya-upaya meningkatkan manajemen melalui lalu lintas
melalui prioritas kepentingan.
c. Managing the demand, yaitu upaya-upaya untuk membatasi atau mengendalikan
permintaan.
Ketiga konsep di atas (mengelola kapasitas, prioritas, dan permintaan)

selanjutnya berkembang menjadi Comprehensive Transportation Management (Pengelolaan


Transportasi Terpadu) pada periode tahun 1960-1970, dan kemudian berkembang menjadi
Transportation System Management (Pengelolaan Sistem Transportation) yang melakukan
analisis, tidak hanya teknik, tetapi juga manajemennya.

6.6. ORGANISASI TRANSPORTASI


Dalam menangani transportasi orang (dan barang) dari tempat asal ke tempat tujuan,
diperlukan suatu tatanan atau organisasi. Orang sebagai subyek, dalam hal ini sebagai
pengatur atau pelaksana, sedangkan sebagai obyek, dalam hal ini sebagai penumpang, perlu
diatur agar transportasi berjalan lancar, aman, dan nyaman. Untuk mengelola semua itu
diperlukan organisasi transportasi yang jelas dan tertata dengan baik.
Kegiatan transportasi selalu melibatkan banyak instansi atau lembaga, karena beragamnya
fungsi dan peran serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan transportasi.
Pada tingkat nasional di Indonesia, masalah transportasi menyangkut beberapa departemen,
seperti Departemen Perhubungan, Departemen Pekerjaan Umum (sekarang Departemen
Pemukiman dan Prasarana Wilayah), Departemen Dalam Negeri, Departemen Pertahanan,
dan Departemen Keuangan, serta beberapa instansi terkait seperti Kepolisian, dalam hal ini
Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas POLRI), Organda (Organisasi Angkutan Darat), dan lain-
lain.
Karena banyaknya pihak yang terkait dalam masalah transportasi, antara lain: Persatuan
Insinyur Indonesia (PII), Himpunan Perkembangan Jalan Indonesia (HPJI), dan Masyarakat
Transportasi Indonesia (MTI).

6.7. PENDANAAN DAN PERAN SWASTA


Dana/biaya sangat penting bagi perencanaan dan pengambil keputusan (decision maker),
sebagai salah satu kriteria dalam mengevaluasi rencana-rencana atau desain-desain
alternatif.
Karena itu pengertian akan prinsip dasar ekonomi sehubungan dengan konsep biaya adalah
penting.
Komponen biaya yang berbeda di dalam biaya total penyediaan dan pelayanan transportasi
harus ditanggung oleh kelompok yang berbeda, sehingga dalam penyusunan biaya
transportasi harus ditentukan jenis biaya dan penanggung jawab biaya.

6.7.1. Konsep Biaya


Biaya adalah faktor yang menentukan dalam transportasi untuk penetapan tarif dan cara
penyediaan transportasi, agar pengoperasian transportasi mencapai tingkat efisiensi dan
efektivitas yang tinggi.
Biaya sebagai dasar penentu tarif jasa transportasi, diperhitungkan biaya pelayanan (cost of
service) yang terdiri atas :
 Biaya langsung
 Biaya tidak langsung

a.Biaya modal dan biaya operasional


 Biaya modal (capital cost)
Adalah biaya yang digunakan untuk investasi awal (initial investment) serta peralatan
lainnya, termasuk di dalamnya bunga uang (interest rate).
 Biaya operasional (operational cost)
Adalah biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan transportasi, meliputi:
 Biaya pemeliharaan jalan, bantalan rel kereta api, alur pelayaran, pelabuhan, dermaga,
penahanan gelombang, dam, menara, rambu-rambu jalan, udara, dan laut.
 Biaya pemeliharaan kendaraan : bis, truk, lokomotif, gerbong, pesawat udara, kapal-kapal
penyeberangan (ferry boat) barang dan penumpang.
o Biaya transportasi, meliputi biaya bahan bakar, pelumas (oli), tenaga penggerak
(generator set), upah/gaji dari awak (crew) kapal/pesawat/bis/kereta api, serta biaya
terminal (stasiun KA, pelabuhan udara, pelabuhan laut, terminal bis).
o Biaya-biaya penyebaran informasi, terdiri atas biaya iklan, promosi, penerbitan buku
tarif, administrasi, dan sebagainya.
o Biaya umum dan biaya lain-lain, seperti biaya kantor, gaji, biaya rumah tangga, biaya
humas (hubungan masyrakat), biaya akutansi, dan lain-lain.

b. Biaya tetap dan biaya variabel :


Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan setiap bulan, sedangkan biaya variabel
adalah biaya yang besarnya berubah, tergantung pada pengoperasian alat-alat transportasi.

c. Biaya kendaraan (automobile cost), ialah jumlah yang diperlukan untuk pengadaan bahan
bakar, pelumas (oli), suku cadang (spare parts), perbaikan (reparation).

d. Biaya gabungan (joint cost/common cost), dikenal dalam pengoperasian alat-alat


transportasi, seperti : biaya angkutan barang (cargo), dan biaya penumpang (passenger)
yang menghasilkan biaya gabungan.

e. Biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost):
 Biaya langsung ialah jumlah biaya yang diperhitungkan dalam produksi jasa-jasa
angkutan, misal untuk penerbangan. Biaya langsung terdiri atas biaya bahan bakar, gaji
awak pesawat, biaya pendaratan.
 Biaya tidak langsung terdiri atas biaya harga peralatan, perbaikan/reparasi, workshop,
akutansi, dan biaya umum/kantor.
g. Biaya unit dan biaya rata-rata :
 Biaya unit/satuan (unit cost) ialah biaya total dibagi unit jasa produk yang dihasilkan.
 Biaya rata-rata (average cost) ialah biaya total dibagi jumlah produk atau jasa yang
dihasilkan.

6.7.2. Sumber Dana


Pendanaan untuk penyediaan pelayanan transportasi umumnya bersumber dari pemerintah
pusat dan daerah.
Beberapa bagian dari pajak kepemilikan (kendaraan) dan pemasukan dari sektor transportasi
dapat digunakan untuk pengembangan sektor transportasi.
Untuk Indonesia saat ini, diperkirakan dana pemerintah pusat mencakup ± 64% dari
kebutuhan pelayanan total, sehingga pemerintah daerah harus menutup sisanya sebesar 
36%.
Proporsi pendanaan pemerintah pusat untuk pelayanan transportasi sangat bervariasi, dari
4% untuk transportasi umum, sampai lebih dari 60% untuk jalan perkotaan dan manajemen
lalu lintas.
Penerimaan pemerintah daerah dari sektor transportasi adalah royalty pembayaran pajak
bahan bakar, pajak pemilikan kendaraan bermotor, serta retribusi parkir, terminal, dan
angkutan umum. Penerimaan pemerintah tersebut selanjutnya di alokasikan untuk
penyelenggaraan transportasi melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),
baik yang murni ataupun dengan dana pendamping luar negeri, yang diatur sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Di samping sumber dana yang berasal dari pemerintah, juga ada sumber dana dari pihak
swasta, seperti dalam investasi jalan tol.

6.7.3. Peran Swasta


Pengeluaran yang terus meningkat untuk sektor transportasi baik untuk operasi,
pemeliharaan, dan pengembangan sistem transportasi tidak mampu lagi didukung oleh dana
pemerintah.
Sudah saatnya sektor swasta perlu dirangsang dan diarahkan untuk berinvestasi dalam
barang public (public goods), termasuk transportasi, seperti : jalan, kendaraan, terminal
maupun tempat parkir.

Beberapa contoh peran swasta yang telah berjalan di Indonesia dalam bidang transportasi.
 PT. Jasa Marga dalam mengelola dan mengembangkan jalan bebas hambatan/jalan tol.
Ini perlu dikembangkan untuk prasarana transportasi yang lain, seperti jaln rel (kereta api),
terminal, dan sebagainya.
 PT. Angkasa Pura dalam mengelola sebagian bandara besar di Indonesia.
 PT. ASDP (Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan) yang mengoperasikan
sebagian kapal/ferry.
 Pelindo (Pelabuhan Indonesia) yang mengoperasikan pelabuhan.

Peran swasta dalam sektor perhubungan ini masih perlu ditingkatkan melalui pemberian
informasi, pembinaan pengusaha, mengembangkan bentuk-bentuk kerja sama seperti (Kerja
Sama Operasi) maupun bentuk-bentuk lain. Untuk ini perlu penelitian ataupun terobosan-
terobosan melalui deregulasi dan swastanisasi.

VII. TRANSPORTASI DAN LINGKUNGAN

7.1. PENDAHULUAN
Sistem transportasi seperti proses-proses produksi lainnya dari sektor ekonomi, juga
menghasilkan produk sampingan yang tidak diduga sebelumnya, di samping produk
utamanya sendiri. Beberapa produk yang tidak diduga ini mendatangkan keuntungan,
sedangkan yang lainnya mendatangkan kerugian dan hal-hal lain yang tidak diinginkan.
Sebagai contoh : akibat adanya transportasi, terjadi perluasan jangkauan (rentang)
pemasaran barang yang dibeli oleh penduduk untuk dikonsumsi, serta menaikkan tingkat
dan standar kehidupan. Namun demikian transportasi juga menimbulkan dampak sampingan
yang tidak dikehendaki, seperti kecelakaan, polusi udara oleh gas buangan kendaraan
bermotor, kebisingan getaran, dan sebagainya.

7.2. DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN


Ada empat jenis/tipe dampak lingkungan fisik yang diakibatkan oleh sarana transportasi
pada saat ini, yaitu : polusi (pencemaran) udara, kebisingan, getaran, serta polusi air tanah.

7.2.1. Polusi Udara (air pollution)


Emisi berbagai gas dan partikel dari kegiatan transportasi ke atmosfer, dapat menimbulkan
berbagai masalah, yaitu menurunnya kualitas lingkungan hidup yang cukup
memprihatinkan.

Gambar Polusi Udara Kendaraan


Transportasi ternyata merupakan sumber polusi utama terhadap udara, yaitu 50 persen,
dibandingkan polusi akibat pembakaran bahan bakar minyak sebesar 27 persen, industri 13
persen, dan pembakaran bahan bakar buangan padat 3 persen, dan lain-lain 7 persen.
(Cooper, 1995: 1-2).
Di Jakarta angka ini mencapai 66,3 persen untuk pencemaran udara akibat kendaraan
bermotor, 18,9 persen akibat industri, 11,1 persen dari sektor rumah tangga, dan 3,7 persen
dari sektor sampah. (Bappedal).
Terlihat pentingnya usaha untuk mengurangi polusi udara yang berasal dari udara.
Emisi polutan udara ke atmosfer akan membuat polutan tadi menetap beberapa waktu
lamanya di atmosfer dan dapat dibawa oleh udara (angin) ke berbagai tempat/lokasi. Ini
dapat memberikan dua kemungkinan, yaitu polutan tersebar dan konsentrasinya berkurang,
atau konsentrasi bertambah akibat bercampur dengan polutan lain yang sudah ada. Polutan
(pencemar) udara yang sering dijumpai di daerah perkotaan adalah CO (karbon monoksida),

HC (hidrokarbon), SOx, NOx, ozon, H2S (asam sulfida), Pb (timbel), partikel (debu), zat
organik, flourida. Kondisi polutan ini dalam udara ambient dipengaruhi oleh : arah dan
kecepatan angin, kelembaban dan curah hujan, suhu udara, topografi/geografi.
Gangguan kesehatan akibat bahan pencemar udara dapat berupa penyakit akut/mendadak,
menahan (kronis atau sub klinis), gejala samar, baik secara individu maupun kelompok.

7.2.2. Polusi Bising (noise pollution)


Bising adalah bunyi/suara yang tidak dikehendaki, yang dapat mengganggu manusia atau
kegiatannya, bahkan dapat menyebabkan kecelakaan pada manusia atau makhluk hidup
lainnya.

Gambar Polusi Bising yang ditimbulakn Pesawat Udara


Sebagian besar bunyi/suara dari sistem transportasi merupakan gangguan bising, seperti
suara yang berasal dari knalpot (pipa gas buang) mobil, pukulan roda kereta api yang
melintas di atas rel (terutama di atas sambungan rel), suara pesawat udara (terutama pada
saat take off dan landing), dan sebagainya.
Batas kebisingan dinyatakan dalam satuan desibel (dBA), maksimum 45 dBA dengan batas
ekstrim sebesar 80 dBA.
Tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh sarana transportasi dalam satu lingkungan dengan
kegiatan peka (sensitive) terhadap kebisingan, dapat diperkirakan dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
T = 10 log q – 10 log d + log u +20

dengan :
T = tingkat kebisingan rata-rata pada penerima yang berjarak d dari sumber (satuan : dBA)
d = jarak antar penerima dan lajur khayal pada pertengahan jalur lalu lintas (satuan : foot)
q = volume lalu lintas (jumlah kendaraan per jam u = kecepatan lalu lintas rata-rata (mil per
jam)
(Galloway dkk, 1969)

Catatan : persamaan di atas berlaku untuk volume lebih dari 1000 kendaraan per jam.

7.2.3. Getaran
Getaran yang berasal dari transportasi merupakan masalah yang terbatas. Getaran dapat terjadi
pada jalan-jalan arteri utama dari transportasi darat, di mana beroperasi kendaraan-kendaraan
berat pada jarak yang relatif dekat dengan bangunan-bangunan tempat kegiatan manusia yang
peka terhadap getaran.
Keadaan yang lebih serius adalah di dekat lintasan/rel kereta api, di mana getaran dapat
menimbulkan masalah pada bangunan-bangunan sekitarnya.

Gambar Getaran yang disebabkan oleh Kereta Api


7.2.4. Polusi Air Tanah (ground water pollution)
Banyak sekali kemungkinan terjadinya polusi terhadap air tanah akibat emisi gas/partikel/cairan
tertentu dari sistem transportasi. Minyak yang tumpah dari kereta api akan terserap oleh tanah
dan bersama air tanah terbawa ke lokasi tertentu yang dapat mengakibatkan matinya tumbuh-
tumbuhan di sekitarnya.

Gambar Contoh Polusi Air Tanah Akibat Tumpahan Minyak dan Emisi Kendaraan

Meskipun masalah seperti ini tidak atau belum banyak terjadi namun mengingat konsentrasi
besar dari berbagai kegiatan transportasi yang menghasilkan polutan, akan dapat
membahayakan kemurnian air tanah.

VIII. ASPEK HUKUM DI BIDANG TRANSPORTASI

8.1. PERANAN HUKUM


Aspek hukum merupakan aspek utama dalam penyelenggaraan sistem transportasi, mulai dari
perencanaan, analisis, operasi, hingga pengendalian operasi, untuk mendapatkan suatu interaksi
sistem transportasi dengan pelayanan optimum, dalam arti efisien dan adil terhadap semua
unsur ataupun komponen yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam
penyelenggaraan sistem transportasi. Untuk itu mutlak diperlukan landasan hukum yang
proporsional, sehingga faktor-faktor yang merusak (destruktif) dalam penyelenggaraan sistem
transportasi dapat di hindari, sementara yang dihasilkan dapat dioptimalkan demi kepentingan
masyarakat.

8.2. KEBIJAKAN DAN REGULASI


Kebijakan dan regulasi (peraturan) yang biasanya disusun dalam rangka mencapai tujuan-tujuan
kemasyarakatan, akan dapat mempengaruhi proses perencanaan transportasi.
Kota-kota (besar) yang menderita akibat kemacetan lalu lintas dan polusi (udara dan bising)
mungkin perlu memiliki kebijakan pembatasan lalu lintas, yang akan dapat mempengaruhi
teknik-teknik pembangkitan lalu lintas (traffic generation techniques), distribusi perjalanan
(trip distribution), atau bahkan perubahan moda dan pelimpahan rute.
Pengaturan “three in one” juga akan mempengaruhi prediksi jumlah lalu lintas, meskipun
jumlah perjalanannya bisa tetap. Kota-kota tua yang memiliki program konservasi
(perlindungan) bangunan, akan mempunyai kebijaksanaan membatasi lalu lintas kendaraan
berat, karena getarannya akan mengurangi usia bangunan tua. Hal ini juga berdampak pada
prediksi perjalanan angkutan barang.
Mengingat hal-hal di atas, perencanaan transportasi perlu dilaksanakan secara komprehensif
dengan selalu melihat keterkaitan dengan aspek-aspek kebijakan dan regulasi, yang sangat
mungkin mempengaruhi tahapan teknik perencanaan transportasi (pembangkitan perjalanan,
distribusi perjalanan, pemilihan moda, dan pelimpahan rute).
8.3. DASAR PERUNDANG-UNDANGAN
Dasar perundang-undangan yang merupakan acuan dalam masalah transportasi ini, sebagian
besar semua berasal dari Indonesia sendiri, yaitu antara lain :
Undang-Undang Republik Indonesia (UURI) Nomor :
 38 tahun 2004, tentang jalan
 23 tahun 2007, tentang perkeretaapian
 22 tahun 2009, tentang lalu lintas dan angkutan jalan
 1 tahun 2009, tentang penerbangan
 17 tahun 2008, tentang pelayaran
Berikut peraturan-peraturan pelaksanaannya.

Di samping itu diacu pula peraturan-peraturan lain yang sudah berlaku secara umum ataupun
baku dan bersifat internasional seperti misalnya peraturan yang dikeluarkan oleh ICAO
(International Civil Aviation Organization) untuk masalah penerbangan.

IX. SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI DI PROVINSI


KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

IX.1. Perhubungan Darat


Transportasi darat faktor penting untuk memperlancar kegiatan perekonomian dan mobilisasi
sosial penduduk. Oleh karena itu, jalan raya sebagai prasarana utama dalam perhubungan darat
harus diperhatikan kondisi dan penggunaannya. Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
terbentang jalan kolektor primer sepanjang 530,65 km berstatus jalan negara dan 550,97 km
berstatus jalan provinsi, dengan jenis permukaan diaspal. Kondisi jalan negera 61,98 persen
tercatat dalam keadaan baik, sedangkan 8,90 persen dalam keadaan rusak.
Tabel Data Jalan di Provinsi Kep. Bangka Belitung
Jalan Jalan Jalan
Kota/ Total
Nasional Provinsi Kabupaten
Kabupaten (Km)
(Km) (Km) (Km)
Pangkal Pinang 13,80 5,55 222,89 242,24
Bangka 116,54 61,80 555,15 733,49
Bangka Barat 114,50 43,44 421,42 579,36
Bangka Tengah 65,38 59,38 214,75 339,51
Bangka Selatan 102,02 73,34 305,02 480,38
Belitung 69,16 132,78 454,03 655,97
Belitung Timur 49,25 142,88 266,00 458,13
Total 530,65 519,17 2.439,26 3.489,08
Sumber : RTRWP Kep. Bangka Belitung, 2007

Tj. Gudang

Belinyu

Lumu t

Ibul
Sungailiat
Pudinggebag

Puding Besar
Mentok
Tj. Kelan
P KL P INANG

P. BANGKA Katis
Nam ang

Sungaiselon

Lampur
Koba
P. BELITUNG
Tj. Kelay ang
Pay ung
Air Bara

Tj. P andan
Badau
Sp. Reng glang Manggar
Sp. Pedang
Tj. Ru

Gantung
Toboali Sadei

Membalong

JALAN NASIONAL, JALAN KOLEKTOR PRIMER, JALAN KELAS III A

JALAN PROVINSI, JALAN KOLEKTOR P RIMER, JALAN KELAS III B

IBUKOTA PROVINSI

IBUKOTA KABUPATEN

Sumber : RTRWP Kep. Bangka Belitung, 2007

IX.1.1. Jaringan Jalan Kota Pangkalpinang


Kota Pangkalpinang merupakan salah satu daerah otonomi yang letaknya di pulau Bangka
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sebagai pusat pengembangan wilayah Bangka Belitung
dalam perkembangannya selama beberapa tahapan pembangunan, Kota Pangkalpinang telah
mengalami kemajuan yang cukup pesat.

Gambar Ruas Jalan Utama Di Kota Pangkalpinang

Kota ini merupakan daerah yang strategis ditinjau dari sudut geografisnya, dalam kaitannnya
dengan pembangunan nasional dan pembangunan daerah di provinsi baru.
Gambar Peta Jaringan Jalan Kota Pangkalpinang
(Program JICA Strada Ver. 3 Firdaus, Ormuz, 2010)
Tabel Kondisi Geometrik Ruas Jalan Utama Kota Pangkalpinang
Panjang Lebar Fungsi
No. Ruas Jalan Segmen ( m' )
( m' )
1 Jl. Sudirman 4550 12 (4/2 D) Kolektor Primer
2 Jl. Syafrie Rahman 820 12 (4/2 D) Kolektor Primer
3 Jl. Soekarno Hatta 1500 12 (4/2 UD) Kolektor Primer
4 Jl. Depati Hamzah 2000 8 (2/2 UD) Kolektor Sekunder
5 Jl. Basuki Rahmat 1000 6 (2/2 UD) Kolektor Sekunder
6 Jl. Ahmad Yani 1500 10 (4/2 UD) Kolektor Sekunder
7 Jl. Masjid Jamik 900 9 (4/2 UD) Kolektor Primer
8 Jl. Yos Sudarso 1500 5 (2/2 UD) Kolektor Sekunder
Sumber : Firdaus, Ormuz (2010)

IX.1.2. Kapasitas Jaringan Jalan Utama Kota Pangkalpinang


Analisa kinerja jaringan jalan dilakukan dengan membandingkan volume lalu lintas jalan
dengan kapasitas ruas jalan tersebut. Hampir sebagian besar ruas-ruas jaringan jalan utama
menunjukkan arus lalu lintas cukup stabil yang ditandai dengan adanya kinerja dari hasil
analisis pelayanan jalan (V/C ratio) yang mendekati atau melebihi kapasitas jalan. Dari hasil
survei lalu lintas harian rata-rata terhadap ruas jalan utama di Kota Pangkalpinang diperoleh
kondisi jam puncak (peak hour) terjadi pada pagi hari dan persentase penggunaan moda
terbesar didominasi oleh sepeda motor.
Tabel Nilai Kapasitas Pada Ruas Jalan Utama Pangkalpinang
FC FC Kapasitas
No. Ruas Jalan Co FCsp FCsf
w c
1 Jl. Sudirman 3300 0,96 1 0,92 0,9 2623
2 Jl. Syafrie Rahman 3300 0,96 1 0,98 0,9 2794
3 Jl. Soekarno Hatta 3000 0,91 1 0,97 0,9 2383
4 Jl. Depati Hamzah 2900 1,14 1 0,89 0,9 2648
5 Jl. Basuki Rahmat 2900 0,87 1 0,93 0,9 2112
6 Jl. Ahmad Yani 2900 1,29 1 0,93 0,9 3131
7 Jl. Masjid Jamik 2900 1,25 1 0,91 0,9 2969
8 Jl. Yos Sudarso 2900 0,56 1 0,94 0,9 1374
Sumber : Firdaus, Ormuz (2010)

Tabel Kondisi Jam Puncak Ruas Jalan Utama Kota Pangkalpinang


No. Ruas Jalan Arah Jam Puncak Waktu
1 Jl. Sudirman Bandara 07.00-08.00 Pagi
2 Jl. Syafrie Rahman Bandara 07.00-08.00 Pagi
3 Jl. Soekarno Hatta Bandara 09.00-10.00 Pagi
4 Jl. Depati Hamzah Air itam 07.00-08.00 Pagi
5 Jl. Basuki Rahmat Bukit Intan 06.00-07.00 Pagi
6 Jl. Ahmad Yani Jalan Mentok 08.00-09.00 Pagi
7 Jl. Masjid Jamik Mentok 14.00-15.00 Sore
8 Jl. Yos Sudarso Pelabuhan 12.00-13.00 Siang
Sumber : Firdaus, Ormuz (2010)

Gambar Grafik Penggunaan Moda Pada Ruas Jalan Utama Kota Pangkalpinang
Sumber : Firdaus, Ormuz (2010)

9.1.3 Analisa Tingkat Pelayanan Jalan Pada Ruas Jalan Kota Pangkalpinang
Analisa kinerja jaringan jalan dilakukan dengan membandingkan volume lalu lintas jalan
dengan kapasitas ruas jalan tersebut. Hampir sebagian besar ruas-ruas jaringan jalan utama
menunjukkan arus lalu lintas masih stabil ditandai dengan adanya kinerja dari hasil analisa
pelayanan jalan (V/C ratio) yang mendekati atau melebihi kapasitas jalan seperti yang
ditunjukkan pada Tabel berikut :

Tabel Kondisi Ruas Jalan Utama Pangkalpinang


Volume ITP
No. Ruas Jalan Kapasitas V/C
(smp/jam)
1 Jl. Sudirman 1193 2623 0,45 B
2 Jl. Syafrie Rahman 1232 2794 0,44 B
3 Jl. Soekarno Hatta 1262 2383 0,53 B
4 Jl. Depati Hamzah 1368 2648 0,52 B
5 Jl. Basuki Rahmat 1223 2112 0,59 C
6 Jl. Ahmad Yani 1007 3131 0,32 A
7 Jl. Masjid Jamik 1238 2969 0,42 B
8 Jl. Yos Sudarso 594 1374 0,43 B
Sumber : Firdaus, Ormuz (2010)
9.2. Perhubungan Laut
Perhubungan laut merupakan transportasi yang strategis bagi Kepulauan Bangka Belitung
karena sebagai provinsi kepulauan dan berinteraksi dengan provinsi lain. Keberadaan
pelabuhan sebagai prasarana perhubungan laut sangat menentukan kelancaran transportasi
ini. Kunjungan kapal di pelabuhan Pangkalbalam dan Muntok pada tahun 2008 masih
didominasi oleh kapal-kapal milik pelayaran dalam negeri yang jumlahnya sebanyak 3.250
unit dengan berat 1.833.259 grosston. Sedangkan untuk pelayaran luar negeri 174 unit
dengan berat 179.870 grosston.

Gambar Aktivitas di Pelabuhan Pangkalbalam

Tabel Data Kepelabuhanan di Provinsi Bangka Belitung


Nama Luas
Kota/Kab Jumlah Kapal Area
No Nama Pelabuhan Derma Panjang Bersandar Gudang Luas Area
Lokasi ga Dermaga (DWT) Terbuka Gudang
Pelabuhan (m) (m²) Tertutup(m²)
1 Pelabuhan Jelitik Kab. Bangka 1 100 m¹ 2000 700 m2 360 m2
2 Pelabuhan
Perikanan Pantai 260 m² 80 Kapal Ikan
Sungailiat Kab. Bangka 1 ± 100 ton 408 m2 1645 m2
3 Pelabuhan Kab. Bangka
Sungaiselan Tengah 1 50 m² 200 ton 50 m2 200 m2
4 Pelabuhan 60;68;55; 2 ton/m²;3
Pangkalbalam Pangkalpinang 1 71=254 m ton/m² 1700 m2 300 m2
5 Pelabuhan
Mentok Bangka Barat 1 30 m 2 ton/m² 440 m2 485 m2
6 Pelabuhan
Tanjung Kalian Bangka Barat 1 100 m 100 M    
7 Pelabuhan Sadai Bangka Selatan 1 280 m² 2000 750 m2  
8 Pelabuhan
Tanjung Batu Kab. Belitung 1 4200 m2 2,5 ton / m2   400 m2
9 Pelabuhan
Manggar Belitung Timur 1 65,5 m   4681 m2 200 m2
10 Pelabuhan
Tanjung Gudang Kab. Bangka 1 1515 m 50 ton / m2    
Sumber : Pelindo II, 2012

9.3. Perhubungan Udara


Transportasi udara merupakan sarana transportasi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Di provinsi ini terdapat 2 (dua) pelabuhan udara yaitu, Bandar Udara Depati Amir di Pulau
Bangka dan Bandar Udara H. AS. Hanandjoeddin di Pulau Belitung. Data pada tahun 2008
menunjukkan frekuensi kedatangan dan keberangkatan pesawat di Bandara Depati Amir
sebanyak 3.578 pesawat, dengan jumlah kedatangan 393.157 orang dan penumpang yang
berangkat 400.508 orang. Dibandingkan dengan tahun 2007, arus kedatangan dan
keberangkatan pesawat mengalami peningkatan sekitar 1,09 persen. Jumlah penumpang
datang dan pergi meningkat sebesar 7,70% persen dan 12,05 persen. Frekuensi kedatangan
dan keberangkatan pesawat di Bandar H. AS. Hanandjoeddin Tanjungpandan pada tahun
2008 tercatat mengalami kenaikan (18,80 %) dibandingkan dengan tahun lalu. Demikian
halnya dengan jumlah kedatangan penumpang meningkat sekitar 16,63 persen dan
keberangkatan penumpang meningkat 22,78 persen.

9.3.1. Bandar Udara Depati Amir Bangka


Bandar Udara Depati Amir Bangka adalah Bandar Udara yang terletak pada 7 Km dari pusat
kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Indonesia. Bandar Udara Depati
Amir Bangka melayani penerbangan sipil.

Gambar Bandar Udara Depati Amir Bangka


Informasi umum mengenai Bandar Udara Depati Amir Bangka dapat dilihat pada uraian
berikut:
I. Umum
a. Nama : Depati Amir Pangkalpinang
b. Telp/fax : (0717) 421045 – 421041
c. Pengelola : PT (Persero) Angkasa Pura II sejak tahun 2007
d. Status : Kelas II (Pengumpan) bukan pusat penyebaran
1. Desa : Dul
2. Kecamatan : Pangkalan Baru
3. Kabupaten : Bangka Tengah
4. Provinsi : Kepulauan Bangka Belitung
5. Jarak ke pusat kota : 51 Km (dari Kota Koba) Kab. Bangka Tengah
7 Km (dari Kota Pangkalpinang) Ibu Kota
Pangkalpinang
6. Koordinat (ARP) : 02º 09’ 45” S 106º 08’ 29” E
R/W 16 (Utara) : 02º 10’ 15” S 106º 08’ 29” E
R/W 34 (Selatan) : 02º 10’ 13” S 106º 08’ 28” E
e. Elevasi
Bandar Udara : 109 feet
R/W 16 (Utara) : 152 feet
R/W 34 (Selatan) : 172 feet
f. Temperatur Referensi : 300
Bandara

II. Fasilitas Landasan


1. Runway (29 PCN)
a. Panjang : 2.600 m (Operasional 2000 m)
b. Lebar : 45 m (Operasional 30 m)
2. Taxiway A (29 PCN)
a. Panjang : 150 m
b. Lebar : 20 m
3. Taxiway B (29 PCN)
a. Panjang : 137,5 m
b. Lebar : 20 m
4. Apron (29 PCN) : 16.860 m2
5. Fillet : 1.008 m2
6. Turning Area : 1.500 m2
7. Overrun (29 PCN)
a. Panjang : 60 m
b. Lebar : 30 m
Overrun (29 PCN)
a. Panjang : 50 m
b. Lebar : 30 m

8. Drainage
Open Drain
a. Panjang : 2.060 m
b. Lebar : 0,60 m
Open Drain
a. Panjang : 2.181 m
b. lebar : 0,60 m
Sub Drain
a. Panjang : 2 x 1.000 m
b. Lebar : 0,30 m
Sub Drain
a. Panjang : 750 m
b. Lebar : 0,40 m
9. Shoulder
a. Panjang 2.000 m
b. Lebar 120 m
10. Aproach Area
a. Panjang : 2 x 500 m
b. Lebar : 150 m
11. Marking : 6202 m2
12. Terminal Penumpang :

Sumber: PT Angkasa Pura II (Persero)

9.3.2. BANDAR UDARA H. AS. HANANJOEDDIN TANJUNGPANDAN


Bandara HAS Hanandjoeddin atau yang juga dikenal dengan nama Bandara Buluh
Tumbang merupakan salah satu gerbang masuk menuju Pulau Belitung. Terletak di jalan
yang menghubungkan Belitung dan Belitung Timur, bandara ini melayani penerbangan
domestik menuju Jakarta serta menuju Palembang dan Pangkal pinang.

Gambar Bandar Udara H. AS. Hanandjoeddin Belitung

Informasi umum mengenai Bandar H. AS. Hanandjoeddin Belitung dapat dilihat pada
uraian berikut:
I. Umum
a. Nama : H. AS. Hanandjoeddin
b. Telp/fax : (0719) 22020 – 21385
c. Pengelola : UPT Ditjen Perhubungan Udara
d. Status : Kelas II (Pengumpan) bukan pusat
penyebaran
1. Desa : Buluhtumbang
2. Kecamatan : Berawas
3. Kabupaten : Belitung
4. Provinsi : Kepulauan Bangka Belitung
5. Jarak ke pusat kota : 11 Km (dari Kota Tanjungpandan)
6. Koordinat (ARP) : 02º 45’ 18,93” S
107º 45’ 19,07” E
e. Elevasi : 45,6 M

II. Fasilitas Landasan


1. Runway (29 PCN)
a. Panjang : 2.000 m
b. Lebar : 30 m
2. Taxiway (29 PCN)
a. Panjang : 75 m
b. Lebar : 20 m
3. Apron (29 PCN) : 235,6 m x 87,5 m (16.860 m2)
4. Turning Area : 150 m x 15 m (1.500 m2)
5. Overrun (29 PCN)
a. Panjang : 60 m
b. Lebar : 30 m
6. Open Drain
a. Panjang : 2.545 m
b. Lebar : 0,85 m
7. Sub Drain
a. Panjang : 253 m
b. Lebar : 0,50 m
8. Shoulder
a. Panjang 2.030 m
b. Lebar 60 m
9. Pagar Air Strip : 4000 m
10. Talud : 126,75 m
11. Strip Area : 2.030 m x 150 m
12. Marking : 4.341 m2
13. Terminal Penumpang : 1.668 m2

III. Fasilitas Listrik


1. Generator
Starm Ford (1 MB 15) : 250 KVA (220/380 Volt) 279.8 Ampere
2. Mesin Diesel
Deutz (BF 6 M 1150) : 231 KW

IV. Fasiliyas Navigasi


1. DVOR : 114.2 Mhz
2. DME : 1176 Mhz
3. NDB : 260 Mhz
4. ILS
a. Localizer : 109,5 MHz
b. Glide Slope : 332,6 MHz
c. DME : Channel 32 x
d. Middle Marker : 75 MHz

V. Fasilitas Security
1. X-Ray
a. Cabin / Fiscan : 1 (satu) unit
b. Bagasi /Fiscan : 1 (satu) Unit
2. Hand Held Metal
Detector
PD140/CEIA : 8 (delapan) unit
3. Walk Throught
Hipe/PTZ : 2 (dua) unit
4. PASS
TOA : 1 (satu) unit
5. FIDS
Alfa Mega : 1 (satu) unit

VI. Fasilitas PKP-PK


1. Rescue Car : Toyota / Morita Type IV (1 unit)
2. Foam Tender
a. Morita : Type II (1 unit) dan Type III (1 unit)
b. Rosenbauer : Type II (1 unit)
3. Ambulance : Mitsubishi / L 300 / 1 (satu) unit

Sumber: PT Angkasa Pura II (Persero)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2012. Kepulauan Bangka Belitung Dalam Angka 2012.
Pangkalpinang.
Badan Pusat Statistik. 2012. Pangkalpinang Dalam Angka 2012. Pangkalpinang.
Bapeda. 2007. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pangkalpinang. Pangkalpinang.
Bapeda Babel. 2012. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Pangkalpinang.
Departemen Pekerjaan Umum, 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Jakarta: Direktorat
Jenderal Bina Marga.
Dinas Perhubungan dan Telekomunikasi Kota Pangkalpinang, 2008. Laporan Akhir
Pengumpulan Data Transportasi Darat Kota Pangkalpinang Tahun 2008.
Pangkalpinang.
Hendarto, Sri. dkk. 2001. Dasar-dasar Transportasi. Bandung : Penerbit ITB.
Intel-Tech. 2006. System For Traffic Demand Analysis- STRADA Version 3. Tokyo, Japan.
Firdaus, Ormuz. 2011. Pemodelan Transportasi Kota Pangkalpinang Menggunakan JICA
STRADA Ver.3. Pangkalpinang.
Miro, Fidel. 2005. Perencanaan Transportasi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Morlok, Edward K. 1991. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Nasution, M. Nur, 2004. Manajemen Transportasi. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.
Riduwan, 2009. Rumus dan Data Dalam Analisis Statiska. Bandung: Penerbit Alfabeta
Tamin, Ofyar Z. 2008. Perencanaan, Pemodelan dan Rekayasa Transportasi. Bandung :
Penerbit ITB.
Wahyudi.2010. Makalah Sistem Transportasi. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai