I. PENDAHULUAN
1
Sistem Transportasi
Tujuan dari sistem transportasi adalah untuk mencapai proses transportasi penumpang dan
barang secara optimum dalam ruang dan waktu tertentu, dengan mempertimbangkan faktor
keamanan, kenyamanan dan kelancaran, serta efisiensi waktu dan biaya.
Biaya perjalanan/angkutan merupakan pula salah satu faktor yang menentukan dalam
Aksesibilitas.
Perjalanan dengan alat angkut yang lebih cepat, dengan sendirinya juga menyangkut biaya
yang lebih besar.
Biaya ini dinyatakan dalam bentuk nilai uang yang terdiri atas jumlah biaya perjalanan
(harga tiket, biaya parkir, bahan bakar/bensin, dan biaya operasi kendaraan lainnya) dan
nilai waktu perjalanan.
Jadi Aksesibilitas dapat dinyatakan dalam bentuk jarak, waktu, atau biaya.
3
Sistem Transportasi
SISTEM
PENDUDUK
SISTEM TRANSPORTASI
SISTEM
PRASARANA
DAN SARANA
SISTEM SISTEM
PERGERAKAN KEGIATAN
SISTEM
TATA RUANG
Sistem pergerakan lalu lintas timbul karena adanya proses pemenuhan kebutuhan. Orang
perlu bergerak karena kebutuhannya tidak dapat dipenuhi di tempat ia berada.
Sistem kegiatan sebagai sistem mikro yang pertama, mempunyai jenis kegiatan tertentu
yang akan membangkitkan pergerakan dan menarik pergerakan dalam proses pemenuhan
kebutuhan.
Pergerakan yang berupa pergerakan manusia (penduduk) dan/atau barang, jelas
membutuhkan moda transportasi (sarana) dan media (prasarana) tempat moda transportasi
tersebut bergerak. Prasarana transportasi yang diperlukan, merupakan sistem mikro yang
kedua, yang biasa dikenal dengan sistem jaringan yang meliputi sistem jaringan jalan raya,
kereta api, terminal bus dan stasiun kereta api, bandar udara dan pelabuhan laut.
Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan (prasarana) ini menghasilkan
pergerakan manusia dan/atau barang dalam bentuk kendaraan (sarana) dan/atau orang
(pejalan kaki).
Sistem mikro ketiga atau sistem pergerakan yang aman, capat, nyaman, murah, handal dan
sesuai dengan lingkungannya, dapat tercipta jika pergerakan tersebut diatur oleh sistem
rekayasa dan manajemen lalu lintas yang baik.
Permasalahan kemacetan lalu lintas yang sering terjadi di kota-kota besar di Indonesia,
biasanya timbul karena kebutuhan akan transportasi akan lebih besar daripada prasarana
transportasi yang tersedia, atau prasarana tersebut tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya.
4
Sistem Transportasi
Sistem penduduk juga berpengaruh terhadap pergerakan yang terjadi. Kepadatan penduduk,
skala lokasi (lokal, kota, regional, desa), serta proses pertumbuhan penduduk (pesat, lambat,
stagnan, tertinggal) mempengaruhi besarnya pergerakan yang terjadi.
Sistem penduduk bersama sistem kegiatan, sistem jaringan (prasarana dan sarana), dan
sistem pergerakan akan saling mempengaruhi.
Perubahan pada sistem kegiatan jelas akan mempengaruhi sistem jaringan melalui
perubahan pada tingkat pelayanan sistem pergerakan. Begitu pula pada sistem jaringan akan
dapat mempengaruhi sistem kegiatan melalui peningkatan mobilitas dan Aksesibilitas dari
sistem pergerakan tersebut.
Selain itu sistem pergerakan berperan penting dalam menampung pergerakan
penduduk/orang dan/atau barang agar tercipta pergerakan yang lancar, yang pada akhirnya
akan mempengaruhi kembali sistem penduduk, sistem kegiatan dan sistem jaringan yang
ada, dalam bentuk Aksesibilitas dan mobilitas. Keempat sistem mikro ini saling berinteraksi
dalam sistem transportasi makro.
5
Sistem Transportasi
7
Sistem Transportasi
8
Sistem Transportasi
K
e m
b e
u m
t p
u u
h n
a y
n a
i
a c
k i
a r
n i
y
p a
e n
r g
g
e b
r e
a r
k b
a e
n d
a
i –
t b
u e
d
s a
e ,
n s
d e
i p
r e
i
9
Sistem Transportasi
r l
t t
i r
a
p n
e s
r p
b o
e r
d t
a a
a s
n i
,
t d
u a
j n
u
a w
n a
k
p t
e u
r
j t
a e
l r
a j
n a
a d
n i
, n
y
m a
o
d p
a e
10
Sistem Transportasi
r k
g a
e n
r .
a
Apabila ada satu set volume pergerakan pada suatu jaringan (V), satu set kecepatan (S), dan kapasitas
operasional (Q) yang beroperasi di bawah sistem manajemen transportasi tertentu (M), secara umum dapat
dikatakan, bahwa arus pergerakan dalam jaringan tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan :
S = f (Q, V, M) ................ (1.1)
Kecepatan (velocity) dapat dianggap sebagai indikator umum dalam menyatakan tingkat
pelayanan (level of service = LOS) dari sistem jaringan tersebut.
Dalam bentuk yang lebih umum, LOS tergantung dari kombinasi kecepatan atau waktu
tempuh, waktu tunggu dan tarif (bus atau parkir), dan lain-lain.
Sistem manajemen (M) meliputi manajemen lalu lintas, sistem koordinasi lampu lalu lintas,
batasan lalu lintas, biaya penggunaan jalan, atau peraturan yang diberlakukan bagi setiap
moda transportasi.
Kapasitas (Q) akan sangat tergantung pada sistem manajemen (M) dan tingkat penyediaan investasi (I)
selama beberapa tahun, sehingga :
Q = f (I, M) .................. (1.2)
Sistem manajemen juga dapat digunakan untuk mendistribusikan kembali kapasitas setiap
prasarana transportasi, yang akan menghasilkan Q dan/atau memberikan prioritas khusus
pada pengguna tertentu, seperti misalnya : efisiensi (pengguna angkutan umum, pengendara
sepeda), lingkungan (kendaraan berbahan bakar gas atau listrik), atau hak pengguna
prasarana yang adil (pejalan kaki).
Seperti dalam kasus barang dan pelayanannya, tingkat kebutuhan akan pergerakan (D) akan
tergantung pada tingkat pelayanan yang disediakan oleh sistem transportasi dan juga
pengalokasian aktivitas (A) dalam ruang :
D = f (S, A) ............................ (1.3)
11
Sistem Transportasi
Dengan menghubungkan persamaan (1.1) dan (1.3) untuk suatu sistem aktivitas yang sudah
tetap, akan ditemukan satu set titik keseimbangan antara kebutuhan akan pergerakan dengan
prasarana transportasi. Namun demikian sistem aktivitas tersebut mungkin akan berubah
sejalan dengan perubahan tingkat pelayanan prasarana ruang dan waktu. Karenanya akan
ditemukan beberapa set titik keseimbangan untuk jangka pendek dan jangka panjang.
Tujuan perencanaan transportasi adalah meramalkan dan mengelola evolusi titik
keseimbangan ini sejalan dengan waktu, sehingga kesejahteraan sosial dapat
dimaksimumkan, dan ini tidak mudah.
Pemodelan titik keseimbangan akan menolong dalam memahami evolusi tersebut dengan
lebih baik, untuk dapat menyarankan berbagai macam kebijakan, strategi sistem manajemen
transportasi (M), dan program investasi (I).
Model adalah bentuk penyederhanaan suatu realita atau dunia yang sebenarnya untuk tujuan
tertentu seperti memberikan penjelasan, pengertian, serta peramalan (Tamin, 2008),
termasuk diantaranya:
12
Sistem Transportasi
a. Model fisik (model arsitek, model teknik sipil, wayang golek, dan lain-lain).
b. Peta dan diagram (grafik)
c. Model statistik dan matematik (persamaan), yang menerangkan beberapa aspek fisik,
sosial ekonomi, dan model transportasi.
Semakin mirip suatu model dengan realitanya, semakin sulit model itu dibuat. Model yang
canggih belum tentu merupakan model yang baik. Kadang-kadang model yang jauh lebih
sederhana ternyata lebih cocok untuk tujuan, situasi dan kondisi tertentu. Model utama
adalah model grafik dan model matematik.
Model grafik adalah model yang menggunakan gambar, warna dan bentuk, sebagai media
penyampaian informasi mengenai realita (kenyataan).
Model grafik sangat diperlukan, khususnya untuk transportasi. Di sini terjadinya pergerakan
(arah dan besarnya) yang beroperasi secara spasial (ruang) diilustrasikan dengan gambar
(secara grafik).
Model matematik menggunakan persamaan atau fungsi matematika sebagai media dalam
usaha mencerminkan realita.
Meskipun merupakan penyederhanaan, model tersebut dapat saja sangat kompleks dan
membutuhkan data yang sangat banyak dan waktu penyelesaian yang lama.
Dengan pemakaian model matematik dalam perencanaan transportasi, ada beberapa
keuntungan yang dapat diperoleh, seperti para perencana dapat banyak belajar (melalui
eksperimen, sewaktu pembuatan formulasi, kalibrasi, serta penggunaannya) tentang
kelakuan dan mekanisme internal dari sistem yang sedang dianalisis.
Pemodelan transportasi hanya merupakan salah satu unsur dalam perencanaan transportasi.
Lembaga (instansi), pengambil keputusan, masyarakat, administrator, peraturan dan
penegakan hukum, merupakan unsur-unsur lain yang harus direncanakan dengan baik untuk
mendapatkan sistem perencanaan transportasi yang baik.
Pemodelan transportasi dan pengambil keputusan dapat dikombinasikan dengan cara yang
berbeda-beda, tergantung pada pengalaman, kondisi lokal (setempat), dan tradisi
(kebiasaan).
13
Sistem Transportasi
a. Pengambil keputusan
Keputusan dapat bersifat strategis, taktis atau operasional. Yang penting adalah, bahwa sifat
keputusan tersebut dapat menentukan tingkat kedalaman analisis, apakah hanya faktor
transportasi saja, atau ada faktor lain yang ikut mempengaruhi atau terpengaruh.
Dari sisi sistem transportasi, apakah hanya tertarik pada kebutuhan akan pergerakan saja,
atau termasuk juga sistem prasarananya, dan sebagainya.
Banyak pilihan yang harus dipertimbangkan dalam menentukan suatu kebijakan, juga
merupakan hal yang perlu diperhatikan.
b. Persyaratan ketepatan
Ketepatan hasil kajian perencanaan dan pemodelan transportasi sangat diperlukan, dan
tergantung pada tujuan kajian tersebut. Ketepatan data sangat menentukan ketepatan hasil
pemodelan, sedangkan ketepatan data sangat tergantung pada kualitas peralatan yang
digunakan untuk mendapatkan data tersebut, serta kualitas surveyor yang menggunakan
peralatan itu.
d. Kemutakhiran pemodelan
Pemodelan adalah pencerminan dan penyederhanaan realita. Jadi semakin dapat
dicerminkan realita, model tersebut menjadi semakin baik. Namun demikian untuk
mencapai hal tersebut dibutuhkan data yang sangat banyak dan dana yang sangat besar.
14
Sistem Transportasi
Dengan keterbatasan biaya dan waktu, dibutuhkan kemampuan dalam memilih model yang
sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
15
Sistem Transportasi
Dapat dibuat model untuk satu sistem dengan suatu struktur sederhana berupa fungsi dari
beberapa alternatif yang saling tidak berhubungan, atau perlu dibuat model yang sangat
kompleks, yang digunakan untuk menghitung peluang dari suatu peristiwa yang pernah
terjadi.
Model kontemporer selalu mempunyai banyak para meter untuk dapat menunjukkan aspek
struktural model tersebut, dan dengan metodologi yang sudah berkembang sekarang, sangat
mungkin untuk membentuk model yang sangat umum dan memiliki banyak peubah
(variables).
2) Bentuk fungsional
Untuk pemecahan suatu permasalahan, dapat digunakan bentuk linier atau pemecahan yang
bersifat tidak linier (nonlinier). Pemecahan nonlinier akan mencerminkan realita secara
lebih cepat, tetapi membutuhkan lebih banyak sumber daya dan teknik untuk
pengkalibrasian model tersebut.
16
Sistem Transportasi
Kedua prosedur ini (pengkalibrasian model dan penaksiran model) sering dilakukan oleh
para ahli teknik dan ekonomi yang bertanggung jawab dalam pengembangan model
selanjutnya yang lebih mementingkan perilaku statistika model tersebut. Namun demikian
kedua prosedur tersebut pada dasarnya sama, karena cara untuk menentukan paramater
mana yang lebih baik akan digunakan, ditentukan oleh ukuran kesesuaian.
Suatu model yang sudah di kalibrasi dengan data tertentu, belum tentu cocok dipakai untuk
penerapan yang lain. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya realita antara kedua terapan
tersebut berbeda, terutama peubah yang mungkin tidak sama. Oleh karena itu sebelum
diterapkan di tempat lain, model tersebut perlu diabsahkan terlebih dahulu dengan
menggunakan data asli daerah tersebut.
4.1. PENDAHULUAN
Penyelenggaraan transportasi dapat bermacam-macam, tetapi pada hakikatnya adalah
perpindahan orang dan barang dari satu tempat asal ke tempat tujuan. Karena kondisi
geografik yang beragam, serta teknologi transportasi yang terus berkembang, maka jenis-
jenis sarana dan prasarana tertentu akan sesuai untuk suatu kondisi geografis tertentu pula.
Pengelompokan berbagai jenis transportasi dengan memperhatikan medium (tempat
berjalan) serta kesamaan sifat-sifat fisiknya disebut moda. Secara garis besar, dari perbedaan
17
Sistem Transportasi
mediumnya dapat diperoleh moda darat, air, dan udara. Lebih jauh moda darat dipisahkan
lagi menjadi misalnya moda jalan raya dan moda jalan kereta api.
Pengembangan teknologi tiap moda mendorong perkembangan moda tersebut, yang
selanjutnya akan mendorong sektor transportasi secara keseluruhan.
Dalam perencanaan transportasi, moda-moda tersebut harus diintegrasikan untuk
memperoleh layanan transportasi yang aman, murah dan cepat bagi penggunanya (users).
Catatan : Angkutan sungai, danau dan penyeberangan (ferry) dianggap sebagai moda darat,
karena kedekatannya dengan moda darat yang lain.
18
a. Transportasi Jalan Raya
Dua unsur pokok transportasi jalan raya adalah jalan dan kendaraan (bermotor).
3) Keuntungan lain :
Dapat membuka, membangkitkan dan mengembangkan wilayah
Menaikkan nilai lahan/tanah
Melindungi kawasan atau kota (contoh : jalan arteri, by pass)
Dari ketiga hal di atas, biaya pembuatan prasarana adalah yang termahal.
d. Transportasi Gantung
Jenis transportasi ini biasanya untuk keperluan khusus, seperti wisata, dan bukan untuk
keperluan sehari-hari. Di negara maju, sistem transportasi gantung lebih banyak dikelola
oleh pihak swasta.
Sebagai sarana transportasi air, bentuk maupun ukuran kendaraan air harus cukup beragam,
mulai dari perahu dayung yang sangat sederhana, rakit, sampai kapal laut dengan daya
angkut yang besar.
Kapal dapat dikelompokkan dalam :
a. Kapal berukuran kecil, untuk pesiar dan olah raga
b. Kapal Dagang, untuk mengangkut penumpang dan/atau barang
c. Kapal penolong atau untuk kegunaan khusus (kapal keruk, kapal patroli, kapal pemandu,
kapal penarik/tug boat)
Lintasan penerbangan adalah angkasa yang bebas dan lurus, namun yang dalam
kenyataannya harus diatur guna menghindari kecelakaan.
Lintasan penerbangan berupa lorong angkasa yang ditentukan oleh batas ketinggian,
kerendahan dan lebar bidang datarnya, sehingga membentuk lorong bertingkat dan berjajar
di angkasa.
Pengawasan pergerakan lalu lintas udara diatur dalam dua peraturan, yaitu Visual Flight
Rule (VFR) dan Instrument Flight Rule (IFR).
4.6. TERMINAL
Hal penting dalam transportasi adalah bahwa setiap sistem transportasi harus dapat
mengangkut muatan dan membongkarnya kembali pada akhir perjalanan. Selain itu perlu
diperhatikan pula, bahwa sepanjang perjalanan dari tempat asal ke tujuan, mungkin
diperlukan lebih dari satu moda transportasi. Pergantian moda ini dilakukan di tempat yang
disebut terminal.
Bagi transportasi pada umumnya, terminal sangat penting dan biasanya memerlukan fasilitas
yang sangat lengkap, seperti pada bandar udara, pelabuhan laut, stasiun kereta api. Tempat
lain yang mempunyai fungsi sejenis, yaitu tempat perhentian kendaraan umum pada suatu
ruas jalan, yang barangkali hanya menyediakan sekedar tempat untuk calon penumpang
berdiri menunggu, dilengkapi sejumlah rambu yang diperlukan.
Untuk transportasi jalan raya, fungsi terminal dapat muncul hampir di sepanjang lintasan. Di
daerah yang belum cukup berkembang, sering terjadi kereta api, bus, truk dapat dihentikan
di setiap tempat menurut keinginan penumpang.
Fungsi Terminal :
sebuah terminal mempunyai empat fungsi pokok, yaitu :
a. Menyediakan akses ke kendaraan yang bergerak pada jalur khusus.
b. Menyediakan tempat dan kemudahan perpindahan/pergantian moda transportasi.
c. Menyediakan sarana simpul lalu lintas, tempat konsolidasi lalu lintas.
d. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang/kendaraan.
V. TEKNOLOGI TRANPORTASI
b. Transportasi Air
Sebelum mampu memanfaatkan tenaga angin, maka rakit dan sampan merupakan pilihan
utama untuk angkutan penumpang dan barang.
Dengan didukung perkembangan teknologi otomotif, mekanik, metal, dan elektronika,
manusia akhirnya setahap demi setahap mulai berhasil mengatasi keterbatasan kapasitas
angkut penumpang dan barang, jarak tempuh dan kecepatan pergerakan, dengan
menciptakan perahu bermotor, kapal laut dalam berbagai jenis, fungsi dan ukuran.
Teknologi propulsi juga berkembang dari dayung, kipas, hingga turbin.
c. Transportasi Udara
Pemanfaatan burung merpati sebagai sarana transportasi informasi antar wilayah, bahkan
antar benua, cukup mampu mengatasi kebutuhan kecepatan pergerakan (informasi), namun
terbatas pada kapasitas angkut.
Belajar dari kemampuan alamiah tersebut, manusia mengembangkan teknologi otomotif,
elektronika, dan mekanika di dalam usaha mewujudkan suatu bentuk teknologi transportasi
yang mampu secara cepat dan nyaman memindahkan penumpang dan barang dalam jumlah
yang lebih banyak sampai ke tempat-tempat yang jauh.
Gambar Teknologi Sederhana Transportasi Udara
Pesawat terbang, helikopter, dan jenis-jenis angkutan lainnya merupakan bukti hasil kerja
keras manusia, bahkan kini manusia mampu mencapai bulan/luar angkasa.
Teknologi propulsi berkembang dari motor bakar, turbin/jet, seperti : turbo-prop, turbo-jet,
turbo-fan, ram-jet, hingga mesin roket.
Dengan tetap berorientasi pada indikator yang menunjukkan tingkat-tingkat keterbatasan
kapasitas angkut, jarak tempuh, kecepatan pergerakan, kenyamanan dan biaya transport,
berbagai penelitian dilakukan untuk mengembangkan kemampuan teknologi transportasi,
yang secara umum dapat memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut :
a. Mudah mengangkut/memindahkan barang dan penumpang dalam jumlah yang relatif
banyak tanpa menimbulkan kerusakan.
b. Mempunyai kemampuan sistem pengendalian pergerakan, sehingga dapat mengatur
kecepatan dan mudah dikendalikan (locomotion), yang antara lain dilakukan dengan
pengaturan gaya-gaya mekanik (desain bentuk dan massa), yang bekerja pada suatu
teknologi transportasi.
c. Menjamin kenyamanan dan keselamatan penumpang dan barang dari
gangguan/kerusakan akibat pergerakan teknologi transportasi tersebut, antara lain berupa
bentuk-bentuk pemeliharaan suhu/temperatur lingkungan, pengaturan tekanan dan
kelembaban, serta pemakaian bahan baku pembentukan fisik alat angkut yang berkualitas
baik.
Perkembangan teknologi transportasi itu sendiri mendapat dukungan yang sangat besar dari
bidang-bidang teknologi lainnya, seperti teknologi informatika, elektronika, mekanika, yang
memperlihatkan semakin sedikitnya penggunaan tenaga penggerak alamiah (manusia dan
hewan), dan di hampir setiap aspek teknologi, penggunaan sistem komputerisasi/otomatisasi
setelah diterapkan secara merata dan simultan. Dalam perkembangan ini manusia telah
menjadi operator dan supervisor dalm usaha produktivitas barang, dan dengan sistem
penghematan biaya transportasi semakin besar, yang menunjukkan keberhasilan
pengembangan teknologi itu sendiri.
Tingkat Kebutuhan
Kualitas Pelayanan
(Keselamatan, keandalan, dsb)
Tingkat Pelayanan
(kapasitas, Kecepatan, Biaya, dll)
- Energi
- Daya tarik/ - Awal dan akhir - Penjadwalan
Dorong perjalanan - Perambuan/
- Transmisi - Transfer Signal
Tahanan Beban/ Peran- Penen- - Pemeliharaan - Komunikasi
gerak muatan cangan tuan - Bongkar muat
teknik lokasi
(Sumber : Diadopsi dan dimodifikasi dari : Hay, William W., 1977 “An Introduction to
nd
Transportation Engineering”, 2 edition, John Wiley, New York)
VI. PERENCANAAN TRANSPORTASI
6.1. PENDAHULUAN
Perencanaan transportasi adalah suatu kegiatan perencanaan sistem transportasi yang
sistematik, yang bertujuan untuk menyediakan layanan transportasi, baik sarana maupun
prasarananya, disesuaikan dengan kebutuhan transportasi bagi masyarakat di suatu wilayah,
serta tujuan-tujuan kemasyarakatan yang lain.
Perencanaan transportasi mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan orang
akan pergerakan orang ataupun barang (“derived demand”). Faktor-faktor tersebut dapat
berupa tata guna lahan, ekonomi, sosial budaya, teknologi transportasi, dan faktor-faktor
lain yang mungkin terkait.
Ada tiga jenis perencanaan transportasi :
a. Perencanaan operasional (jangka pendek)
Meliputi pembuatan denah untuk persimpangan, penyeberangan pejalan kaki, lokasi parkir,
penempatan pemberhentian bis (bus shelter), metode pemberian karcis, langkah-langkah
keselamatan, dan sebagainya.
b. Perencanaan taktis (jangka menengah)
Tingkat perencanaan ini berkaitan dengan pola manajemen (pengelolaan) lalu lintas,
pembuatan jalan lokal, pengendalian parkir, pengorganisasian angkutan umum, koordinasi
pemberlakuan tarif, pembuatan kawasan pejalan kaki, dan sebagainya. Kesemuanya itu
memunculkan permasalahan yang kompleks, saling berkaitan dan memiliki efek samping,
yang untuk menanganinya dibutuhkan keahlian dan para profesional yang terlatih.
c. Perencanaan strategis (jangka panjang)
Berhubungan dengan struktur dan kapasitas jaringan jalan utama dan transportasi umum,
keterkaitan antara transportasi dan tata guna lahan, keseimbangan antara permintaan dan
penawaran, keterkaitan antara tujuan transportasi dan ekonomi, tujuan lingkungan dan
sosial, yang kesemuanya merupakan masalah yang sulit untuk dimengerti, meskipun untuk
para perencana transportasi profesional sekalipun.
Perkembangan lebih lanjut mengarah kepada perencanaan sistem transportasi yang
berkelanjutan (sustainable tranportation system), yang memadukan antara efisiensi
transportasi, pertumbuhan ekonomi, dan kelestarian budaya.
Secara garis besar, transportasi dapat dilihat sebagai suatu sistem dengan tiga komponen
utama yang saling mempengaruhi, yaitu :
a. Subsistem tata guna lahan
Subsistem ini mengamati pengguna lahan tempat kegiatan/aktivitas masyarakat dilakukan,
seperti : tipe, struktur, dan ukuran intensitas aktivitas sosial dan ekonomi (populasi, tenaga
kerja, output industri).
b. Subsistem penyediaan transportasi (transpotation supply)
Subsistem ini merupakan penyediaan penghubung fisik antara tata guna lahan dan manusia
pelaku aktivitas dalam masyarakat. Penyediaan ini meliputi berbagai moda transportasi.
Seperti : jalan raya, jalan rel, rute bis dan sebagainya, dan menyatakan karakteristik
operasional moda tersebut (waktu tempuh, biaya, frekuensi pelayanan, dan lain-lain).
c. Lalu lintas, merupakan akibat langsung dari interaksi antara tata guna lahan dan
penyediaan transportasi (transportation supply) yang berupa pergerakan barang dan jasa.
Interaksi antara Tata Guna Lahan dan Transportasi dapat digambarkan dalam hubungan
berikut :
Lalu lintas
Pembangunan suatu wilayah lahan akan menyebabkan timbulnya lalu lintas yang akan
mempengaruhi prasarana transportasi. Sebaliknya ada prasarana transportasi yang baik akan
mempengaruhi pola pemanfaatan lahan. Interaksi ke tiga subsistem tersebut dipengaruhi
oleh peraturan dan kebijakan.
Dalam jangka panjang, pembangunan prasarana transportasi ataupun penyediaan prasarana
transportasi dengan teknologi modern akan mempengaruhi bentuk dan pola tata guna lahan,
sebagai akibat Aksesibilitas yang meningkat.
Perencanaan transportasi dibutuhkan sebagai konsekuensi dari pertumbuhan lalu lintas dan
perluasan wilayah.
Trip Generation
Trip Distribution
Modal Split
Trip Assignment
A B
Perjalanan berasal Perjalanan menuju
dari zona A zona B
Perhitungan bangkitan perjalanan adalah jumlah kendaraan atau orang (atau jumlah
angkutan barang) persatuan waktu (misal: kendaraan/jam).
Bangkitan lalu lintas tergantung pada dua aspek tata guna lahan, yaitu :
Tipe tata guna lahan
Jumlah aktivitas (dan intensitas) pada lahan tersebut.
c. Model
Dalam perencanaan transportasi, umumnya hubungan antar faktor dinyatakan dalam model.
a. Data :
Data yang dibutuhkan untuk membuat model distribusi perjalanan adalah :
Data matriks asal tujuan (O-D matrix)
Data matriks impedansi (hambatan) matriks antar zona (jarak, waktu, atau biaya)
Distribusi frekuensi pergerakan untuk setiap kategori impedansi transportasi.
Kerugian :
Distribusi perjalanan hanya tergantung pada pola perjalanan saat ini dan perkiraan
pertumbuhan
Tidak dapat diperhitungkan perubahan/tambahan fasilitas baru di masa yang akan datang
Tidak sesuai untuk daerah dengan pertumbuhan yang pesat
Tidak sesuai untuk prediksi waktu yang panjang
Ada tiga hipotesis yang digunakan, yang akan menghasilkan tiap model yang berbeda, yaitu:
All or nothing assignment :
Pemakaian jalan secara rasional akan memilih rute terpendek yang meminimumkan
transport impedance (jarak, waktu, dan biaya). Semua lalu lintas antara zona dengan zona
asal akan menggunakan satu rute yang sama.
Multipath assignment :
Diasumsikan pengguna jalan tidak mengetahui informasi yang tepat mengenai rute tercepat.
Pengendara akan mengambil rute yang dianggap sebagai yang tercepat. Persepsi yang
berbeda akan mengakibat berbagai macam rute yang dipilih antara zona tertentu.
Probabilistic assignment :
Di sini pemakai jalan menggunakan beberapa faktor dalam memilih rute selain transport
impedance. Contoh : faktor-faktor yang tidak kuintatif seperti rute yang aman dan rute
dengan panorama indah.
Selanjutnya dikembangkan pendekatan baru yang lebih didasarkan pada pendekatan sistem,
yang ditandai dengan keinginan untuk mengidentifikasi dan mendefinisikan tujuan dari
sistem transportasi secara menyeluruh. Evaluasi secara rasional dan prosedur pembuatan
keputusan (decision making procedure) dibutuhkan untuk melihat apakah tujuan awal
dipenuhi.
Kajian perencanaan transportasi mempunyai ciri yang berbeda dengan kajian bidang lain,
dikarenakan obyek penelitian suatu kajian perencanaan transportasi cukup luas dan
beragam, serta umumnya melibatkan aspek yang cukup banyak dan beragam pula.
Ciri kajian perencanaan transportasi ditandai dengan : multi moda, multi displin, multi
sektoral, dan multi masalah.
a. Multi moda
Kajian perencanaan transportasi selalu lebih dari satu moda transportasi sebagai bahan
kajian, mengingat obyek dasar kajian perencanaan transportasi adalah pergerakan manusia
dan/atau barang, yang pasti melibatkan banyak moda transportasi.
Indonesia dikenal sebagai negara yang terdiri atas ribuan pulau, sehingga pergerakan dari
suatu tempat asal ke tempat tujuan sangat tidak mungkin hanya menggunakan satu moda
saja. Dengan demikian konsep utama dari Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) adalah
konsep sistem integrasi antar moda.
Meskipun kajian ini difokuskan pada daerah tertentu, misalnya terminal bis atau bandar
udara, aspek multi moda akan selalu timbul ke permukaan.
Bagaimanapun perencanaan harus memperhatikan interaksi antar pergerakan internal di
dalam daerah kajian (terminal bis atau bandar udara) dengan pergerakan eksternalnya, yang
berarti harus memperhatikan moda transportasi yang lain selain bis (untuk terminal bis) atau
pesawat udara (untuk bandar udara).
b. Multi disiplin
Kajian perencanaan transportasi melibatkan banyak disiplin keilmuan karena aspek kajian
yang sangat beragam, mulai dari ciri pergerakan, pengguna jasa, sampai dengan prasarana
ataupun sarana transportasi itu sendiri. Di dalam pelaksanaannya, semua aspek kajian
tersebut harus dapat diantisipasi.
Kajian perencanaan transportasi biasanya melibatkan bidang keilmuan seperti rekayasa
(engineering), ekonomi, geografi, penelitian operasional, sosial politik, matematika,
informatika, dan psikologi.
Sebagai contoh, dalam melakukan kajian penyusunan rencana induk terminal bis antar kota,
diperlukan seorang ahli perencana wilayah untuk menentukan lokasi terminal bis yang baik,
ditinjau dari sudut pada tata ruang dan daerah. Selanjutnya juga dibutuhkan seorang ahli
teknik untuk mengkaji tata letak bangunan di areal terminal, serta untuk mengkaji jenis
konstruksi setiap prasarana terminal.
Selain itu dalam kajian ini juga dibutuhkan seorang ahli transportasi untuk mengkaji dan
memperkirakan potensi jumlah penumpang ataupun jumlah bis yang akan dilayani oleh
terminal bis itu pada tahun rencana, dan untuk mengkaji sistem sirkulasi internal dan
eksternal yang terbaik bagi terminal bis itu. Di samping itu, seorang ahli ekonomi juga
dibutuhkan untuk mengkaji sistem dan besaran tarif di lingkungan terminal, serta tingkat
kelayakan ekonomi dan keuangan dari rencana pengembangan terminal antar kota itu.
c. Multi sektoral
Yang dimaksudkan di sini adalah banyaknya lembaga atau pihak terkait yang
berkepentingan dengan kajian perencanaan transportasi.
Kajian perencanaan transportasi biasanya melibatkan beberapa lembaga pemerintah ataupun
swasta yang masing-masing mempunyai kepentingan yang berbeda, sehingga diperlukan
koordinasi dan penanganan yang baik. Sebagai contoh, untuk kasus perencanaan terminal
bis antara kota, melibatkan lembaga pemerintah ataupun swasta yang terkait, seperti DLLAJ
(Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan), Kepolisian (Polantas), Dipenda (Dinas Pendapatan
Daerah), Organisasi Sopir/Operator Bis, Organda(Organisasi Angkutan Darat), dan lain-
lain.
d. Multi Masalah
Karena kajian perencanaan transportasi merupakan kajian multi moda, multi disiplin, dan
multi sektoral, sudah tentu akan menimbulkan multi masalah, di mana permasalahan yang
dihadapi mempunyai dimensi yang cukup luas dan beragam, mulai dari yang berkaitan
dengan aspek pengguna jasa, rekayasa, operasional, ekonomi, sampai pada aspek sosial.
Untuk contoh kasus pengembangan terminal bis antar kota di atas, masalah yang mungkin
timbul meliputi masalah rekayasa (lapisan tanah yang jelek atau sistem drainase yang
buruk), masalah ekonomi (alokasi dana pemerintah yang terbatas, daya beli masyarakat
yang rendah), masalah pertanahan (lahan yang terbatas), masalah sosial (perilaku
penumpang bis yang tidak disiplin, atau timbulnya premanisme), masalah lalu lintas
(gangguan lalu lintas di pintu masuk dan keluar terminal, atau perilaku pengemudi yang
tidak disiplin).
Meskipun terdapat perbedaan antar kota-kota di berbagai negara, pergerakan di dalam
daerah perkotaan mempunyai beberapa ciri yang sama, yang berlaku hampir sama pada
semua kota kecil dan kota besar di dunia. Ciri ini merupakan prinsip dasar yang merupakan
titik tolak kajian transportasi. Ciri ini juga mendefinisikan konsep yang digunakan oleh
perencana dan perekayasa transportasi untuk memahami dan mempelajari pergerakan.
Oleh sebab itu dikaji beberapa konsep dasar yang melatarbelakangi kajian angkutan dan
bagaimana konsep ini saling berkaitan untuk membentuk sistem transportasi.
a. Konsep mengenai ciri pergerakan tidak spasial (tanpa batas ruang) di dalam kota,
misalnya yang menyangkut pertanyaan : mengapa orang melakukan perjalanan, kapan orang
melakukan perjalanan, dan jenis angkutan apa yang mereka pergunakan.
b. Konsep mengenai ciri pergerakan spasial (dengan batas ruang) di dalam kota, termasuk
pola tata guna lahan, pola perjalanan orang, dan pola perjalanan angkutan barang.
Sebagian besar konsep ini telah dikembangkan pada tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an,
baik di Eropa maupun di Amerika Serikat. Kemudian muncul permasalahan mengenai
relevansinya dengan negara sedang berkembang seperti Indonesia. Meskipun demikian,
sebelum data kota di Indonesia dikumpulkan secara rutin, tidak akan dapat diketahui secara
pasti bagaimana konsep ini harus disesuaikan dengan keadaan kota di Indonesia.
6.5. MANAJEMEN TRANSPORTASI
Manajemen transportasi meliputi tiga aspek utama dalam sistem transportasi :
a. Pengaturan, yaitu aspek legal berupa peraturan perundang-undangan.
b. Pembinaan, yaitu menyangkut pengawasan dalam sistem transportasi.
c. Pengelolaan, yaitu menyangkut pengendalian dalam sistem transportasi.
Dalam evolusi manajemen transportasi dikenal tiga konsep yang didasari oleh teori supply
dan demand terhadap perkembangan transportasi, baik sarana maupun prasarana, yaitu :
a. Managing the capacity, yaitu upaya-upaya meningkatkan kapasitas sarana dan prasarana
melalui usaha pertambahan geometri dan struktur jalan yang seimbang, serta
pertambahan jumlah armada.
b. Managing the priority, yaitu upaya-upaya meningkatkan manajemen melalui lalu lintas
melalui prioritas kepentingan.
c. Managing the demand, yaitu upaya-upaya untuk membatasi atau mengendalikan
permintaan.
Ketiga konsep di atas (mengelola kapasitas, prioritas, dan permintaan)
c. Biaya kendaraan (automobile cost), ialah jumlah yang diperlukan untuk pengadaan bahan
bakar, pelumas (oli), suku cadang (spare parts), perbaikan (reparation).
e. Biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost):
Biaya langsung ialah jumlah biaya yang diperhitungkan dalam produksi jasa-jasa
angkutan, misal untuk penerbangan. Biaya langsung terdiri atas biaya bahan bakar, gaji
awak pesawat, biaya pendaratan.
Biaya tidak langsung terdiri atas biaya harga peralatan, perbaikan/reparasi, workshop,
akutansi, dan biaya umum/kantor.
g. Biaya unit dan biaya rata-rata :
Biaya unit/satuan (unit cost) ialah biaya total dibagi unit jasa produk yang dihasilkan.
Biaya rata-rata (average cost) ialah biaya total dibagi jumlah produk atau jasa yang
dihasilkan.
Beberapa contoh peran swasta yang telah berjalan di Indonesia dalam bidang transportasi.
PT. Jasa Marga dalam mengelola dan mengembangkan jalan bebas hambatan/jalan tol.
Ini perlu dikembangkan untuk prasarana transportasi yang lain, seperti jaln rel (kereta api),
terminal, dan sebagainya.
PT. Angkasa Pura dalam mengelola sebagian bandara besar di Indonesia.
PT. ASDP (Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan) yang mengoperasikan
sebagian kapal/ferry.
Pelindo (Pelabuhan Indonesia) yang mengoperasikan pelabuhan.
Peran swasta dalam sektor perhubungan ini masih perlu ditingkatkan melalui pemberian
informasi, pembinaan pengusaha, mengembangkan bentuk-bentuk kerja sama seperti (Kerja
Sama Operasi) maupun bentuk-bentuk lain. Untuk ini perlu penelitian ataupun terobosan-
terobosan melalui deregulasi dan swastanisasi.
7.1. PENDAHULUAN
Sistem transportasi seperti proses-proses produksi lainnya dari sektor ekonomi, juga
menghasilkan produk sampingan yang tidak diduga sebelumnya, di samping produk
utamanya sendiri. Beberapa produk yang tidak diduga ini mendatangkan keuntungan,
sedangkan yang lainnya mendatangkan kerugian dan hal-hal lain yang tidak diinginkan.
Sebagai contoh : akibat adanya transportasi, terjadi perluasan jangkauan (rentang)
pemasaran barang yang dibeli oleh penduduk untuk dikonsumsi, serta menaikkan tingkat
dan standar kehidupan. Namun demikian transportasi juga menimbulkan dampak sampingan
yang tidak dikehendaki, seperti kecelakaan, polusi udara oleh gas buangan kendaraan
bermotor, kebisingan getaran, dan sebagainya.
HC (hidrokarbon), SOx, NOx, ozon, H2S (asam sulfida), Pb (timbel), partikel (debu), zat
organik, flourida. Kondisi polutan ini dalam udara ambient dipengaruhi oleh : arah dan
kecepatan angin, kelembaban dan curah hujan, suhu udara, topografi/geografi.
Gangguan kesehatan akibat bahan pencemar udara dapat berupa penyakit akut/mendadak,
menahan (kronis atau sub klinis), gejala samar, baik secara individu maupun kelompok.
dengan :
T = tingkat kebisingan rata-rata pada penerima yang berjarak d dari sumber (satuan : dBA)
d = jarak antar penerima dan lajur khayal pada pertengahan jalur lalu lintas (satuan : foot)
q = volume lalu lintas (jumlah kendaraan per jam u = kecepatan lalu lintas rata-rata (mil per
jam)
(Galloway dkk, 1969)
Catatan : persamaan di atas berlaku untuk volume lebih dari 1000 kendaraan per jam.
7.2.3. Getaran
Getaran yang berasal dari transportasi merupakan masalah yang terbatas. Getaran dapat terjadi
pada jalan-jalan arteri utama dari transportasi darat, di mana beroperasi kendaraan-kendaraan
berat pada jarak yang relatif dekat dengan bangunan-bangunan tempat kegiatan manusia yang
peka terhadap getaran.
Keadaan yang lebih serius adalah di dekat lintasan/rel kereta api, di mana getaran dapat
menimbulkan masalah pada bangunan-bangunan sekitarnya.
Gambar Contoh Polusi Air Tanah Akibat Tumpahan Minyak dan Emisi Kendaraan
Meskipun masalah seperti ini tidak atau belum banyak terjadi namun mengingat konsentrasi
besar dari berbagai kegiatan transportasi yang menghasilkan polutan, akan dapat
membahayakan kemurnian air tanah.
Di samping itu diacu pula peraturan-peraturan lain yang sudah berlaku secara umum ataupun
baku dan bersifat internasional seperti misalnya peraturan yang dikeluarkan oleh ICAO
(International Civil Aviation Organization) untuk masalah penerbangan.
Tj. Gudang
Belinyu
Lumu t
Ibul
Sungailiat
Pudinggebag
Puding Besar
Mentok
Tj. Kelan
P KL P INANG
P. BANGKA Katis
Nam ang
Sungaiselon
Lampur
Koba
P. BELITUNG
Tj. Kelay ang
Pay ung
Air Bara
Tj. P andan
Badau
Sp. Reng glang Manggar
Sp. Pedang
Tj. Ru
Gantung
Toboali Sadei
Membalong
IBUKOTA PROVINSI
IBUKOTA KABUPATEN
Kota ini merupakan daerah yang strategis ditinjau dari sudut geografisnya, dalam kaitannnya
dengan pembangunan nasional dan pembangunan daerah di provinsi baru.
Gambar Peta Jaringan Jalan Kota Pangkalpinang
(Program JICA Strada Ver. 3 Firdaus, Ormuz, 2010)
Tabel Kondisi Geometrik Ruas Jalan Utama Kota Pangkalpinang
Panjang Lebar Fungsi
No. Ruas Jalan Segmen ( m' )
( m' )
1 Jl. Sudirman 4550 12 (4/2 D) Kolektor Primer
2 Jl. Syafrie Rahman 820 12 (4/2 D) Kolektor Primer
3 Jl. Soekarno Hatta 1500 12 (4/2 UD) Kolektor Primer
4 Jl. Depati Hamzah 2000 8 (2/2 UD) Kolektor Sekunder
5 Jl. Basuki Rahmat 1000 6 (2/2 UD) Kolektor Sekunder
6 Jl. Ahmad Yani 1500 10 (4/2 UD) Kolektor Sekunder
7 Jl. Masjid Jamik 900 9 (4/2 UD) Kolektor Primer
8 Jl. Yos Sudarso 1500 5 (2/2 UD) Kolektor Sekunder
Sumber : Firdaus, Ormuz (2010)
Gambar Grafik Penggunaan Moda Pada Ruas Jalan Utama Kota Pangkalpinang
Sumber : Firdaus, Ormuz (2010)
9.1.3 Analisa Tingkat Pelayanan Jalan Pada Ruas Jalan Kota Pangkalpinang
Analisa kinerja jaringan jalan dilakukan dengan membandingkan volume lalu lintas jalan
dengan kapasitas ruas jalan tersebut. Hampir sebagian besar ruas-ruas jaringan jalan utama
menunjukkan arus lalu lintas masih stabil ditandai dengan adanya kinerja dari hasil analisa
pelayanan jalan (V/C ratio) yang mendekati atau melebihi kapasitas jalan seperti yang
ditunjukkan pada Tabel berikut :
8. Drainage
Open Drain
a. Panjang : 2.060 m
b. Lebar : 0,60 m
Open Drain
a. Panjang : 2.181 m
b. lebar : 0,60 m
Sub Drain
a. Panjang : 2 x 1.000 m
b. Lebar : 0,30 m
Sub Drain
a. Panjang : 750 m
b. Lebar : 0,40 m
9. Shoulder
a. Panjang 2.000 m
b. Lebar 120 m
10. Aproach Area
a. Panjang : 2 x 500 m
b. Lebar : 150 m
11. Marking : 6202 m2
12. Terminal Penumpang :
Informasi umum mengenai Bandar H. AS. Hanandjoeddin Belitung dapat dilihat pada
uraian berikut:
I. Umum
a. Nama : H. AS. Hanandjoeddin
b. Telp/fax : (0719) 22020 – 21385
c. Pengelola : UPT Ditjen Perhubungan Udara
d. Status : Kelas II (Pengumpan) bukan pusat
penyebaran
1. Desa : Buluhtumbang
2. Kecamatan : Berawas
3. Kabupaten : Belitung
4. Provinsi : Kepulauan Bangka Belitung
5. Jarak ke pusat kota : 11 Km (dari Kota Tanjungpandan)
6. Koordinat (ARP) : 02º 45’ 18,93” S
107º 45’ 19,07” E
e. Elevasi : 45,6 M
V. Fasilitas Security
1. X-Ray
a. Cabin / Fiscan : 1 (satu) unit
b. Bagasi /Fiscan : 1 (satu) Unit
2. Hand Held Metal
Detector
PD140/CEIA : 8 (delapan) unit
3. Walk Throught
Hipe/PTZ : 2 (dua) unit
4. PASS
TOA : 1 (satu) unit
5. FIDS
Alfa Mega : 1 (satu) unit
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2012. Kepulauan Bangka Belitung Dalam Angka 2012.
Pangkalpinang.
Badan Pusat Statistik. 2012. Pangkalpinang Dalam Angka 2012. Pangkalpinang.
Bapeda. 2007. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pangkalpinang. Pangkalpinang.
Bapeda Babel. 2012. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Pangkalpinang.
Departemen Pekerjaan Umum, 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Jakarta: Direktorat
Jenderal Bina Marga.
Dinas Perhubungan dan Telekomunikasi Kota Pangkalpinang, 2008. Laporan Akhir
Pengumpulan Data Transportasi Darat Kota Pangkalpinang Tahun 2008.
Pangkalpinang.
Hendarto, Sri. dkk. 2001. Dasar-dasar Transportasi. Bandung : Penerbit ITB.
Intel-Tech. 2006. System For Traffic Demand Analysis- STRADA Version 3. Tokyo, Japan.
Firdaus, Ormuz. 2011. Pemodelan Transportasi Kota Pangkalpinang Menggunakan JICA
STRADA Ver.3. Pangkalpinang.
Miro, Fidel. 2005. Perencanaan Transportasi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Morlok, Edward K. 1991. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Nasution, M. Nur, 2004. Manajemen Transportasi. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.
Riduwan, 2009. Rumus dan Data Dalam Analisis Statiska. Bandung: Penerbit Alfabeta
Tamin, Ofyar Z. 2008. Perencanaan, Pemodelan dan Rekayasa Transportasi. Bandung :
Penerbit ITB.
Wahyudi.2010. Makalah Sistem Transportasi. Jakarta