Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori


2.1.1 Transportasi
Transportasi adalah suatu usaha pemindahan atau pergerakan orang maupun barang dari lokasi
asal ke lokasi tujuan untuk keperluan tertentu dengan mempergunakan alat tertentu. Permintaan
akan transportasi timbul akibat adanya aktivitas kehidupan sosial ekonomi manusia. Manusia
membutuhkan barang seperti barang-barang pangan dan aktivitas sosial dalam memenuhi
kebutuhan hidup. Dalam hal ini, transportasi berperan dalam mendukung dan mempermudah
manusia dalam mencapai kehidupan sosial dan ekonominya, sehingga transportasi tidak dapat
berdiri sendiri melainkan harus merupakan suatu kesatuan utuh dan menyeluruh yang disebut
dengan sistem transportasi (Miro, 1997). Menurut Tamin (2000), sistem transportasi secara
menyeluruh (makro) terdiri dari beberapa sistem transportasi mikro. Beberapa bagian dari sistem
transportasi mikro tersebut diantaranya:
a. Sistem Kegiatan
Sistem kegiatan merupakan sistem pola kegiatan tata guna lahan yang terdiri dari sistem pola
kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain. dimana setiap tata guna lahan memiliki jenis
kegiatan tertentu yang dapat membangkitkan pergerakan dan menarik pergerakan dalam proses
pemenuhan kebutuhan. Besarnya pergerakan tersebut sangat berkaitan dengan jenis dan
intensitas kegiatan yang dilakukan.
b. Sistem Jaringan
Pergerakan berupa pergerakan manusia atau barang membutuhkan moda transportasi (sarana)
dan media (prasarana) transportasi untuk bergerak. Sarana transportasi meliputi kereta api, bus,
tram, dan sebagainya. Sedangkan prasarana transportasi meliputi jaringan jalan raya, terminal,
pelabuhan, stasiun, dan sebagainya.
c. Sistem Pergerakan
Sistem pergerakan merupakan interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan yang
menghasilkan pergerakan manusia atau barang dalam bentuk pergerakan kendaraan dan/atau
orang (pejalan kaki). Sistem pergerakan dapat diatur dengan manajemen lalu lintas, fasilitas
angkutan umum, atau pembangunan jalan.
d. Sistem Kelembagaan
Sistem kelembagaan merupakan sistem yang mengatur tiga sistem diatas, yakni sistem kegiatan,
sistem jaringan, dan sistem pergerakan agar tercipta suatu sistem yang aman, nyaman, lancar,
mudah, handal, dan sesuai dengan lingkungan. Sistem kelembagaan diatur oleh individu,
kelompok, lembaga, dan instansi pemerintah serta swasta yang terlibat secara langsung maupun
tidak langsung.

Sistem Kegiatan Sistem Jaringan

Sistem
Pergerakan

Sistem
Kelembagaan

Sumber: Tamin, 2000


Gambar 2. 1
Sistem Transportasi Makro
Gambar 2. 2
Sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan saling mempengaruhi satu sama lain.
Apabila terjadi perubahan pada salah satu sistem, akan mempengaruhi sistem yang lainnya.
Perubahan pada sistem kegiatan akan mempengaruhi sistem jaringan dengan perubahan tingkat
pelayanan pada sistem pergerakan. Begitu pula dengan perubahan pada sistem jaringan akan
mempengaruhi sistem kegiatan dengan peningkatan mobilitas dan aksesibilitas dari sistem
pergerakan. Selain itu, sistem pergerakan memiliki peranan penting yang mempengaruhi kembali
sistem kegiatan dan sistem jaringan yang ada dalam bentuk akesibilitas dan mobilitas.
Integrasi antar sistem kegiatan, sistem jaringan dan sistem pergerakan lalu lintas dapat menjadi
acuan dalam implementasi konsep TOD pada suatu kawasan, dimana konsep tersebut merupakan
konsep pengembangan kawasan dengan integrasi antar sistem kegiatan dan sistem jaringan yang
akhirnya mempengaruhi sistem pergerakan. Transportasi juga berhubungan dengan tata guna
lahan. Adanya aktivitas guna lahan di sekitar stasiun akan mempengaruhi bangkitan dan tarikan
lalu lintas yang berada di dalam kawasan tersebut. Bangkitan dan tarikan lalu lintas tersebut
bergantung pada dua aspek yakni jenis tata guna lahan dan jumlah aktivitas pada tata guna lahan
tersebut. Jenis tata guna lahan yang berbeda memiliki bangkitan lalu lintas yang berbeda dan
semakin tinggi aktivitas suatu tata guna lahan, makin tinggi pula tingkat kemampuan dalam
menarik lalulintas. Sehingga, hubungan transportasi dan tata guna lahan dalam implementasi
konsep TOD adalah sebagai demand dalam menarik penumpang untuk menggunakan angkutan
umum dan sebagai pelaku kegiatan di stasiun akibat adanya bangkitan dan tarikan dari timbulnya
aktivitas tata guna lahan di dalam stasiun tersebut.

2.1.2 Peranan Transportasi Dalam Tata Ruang Kota dan Wilayah


Perencanaan transportasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perencanaan kota dan
wilayah. Rencana kota tanpa mempertimbangkan keadaan dan pola transportasi yang akan terjadi
sebagai akibat dari rencana itu sendiri, akan menghasilkan kesemrawutan lalu lintas di kemudian
hari. Akibat lebih lanjut adalah meningkatnya jumlah kecelakaan, pelanggaran, dan menurunnya
sopan-santun berlalu-lintas, serta meningkatnya pencemaran udara.
Sektor transportasi merupakan salah satu sektor yang sangat berperan dalam pembangunan
ekonomi yang menyeluruh. Perkembangan sektor transportasi akan secara langsung
mencerminkan pertumbuhan pembangunan ekonomi yang berjalan, namun demikian sektor ini
dikenal pula sebagai salah satu sektor yang dapat memberikan dampak terhadap lingkungan
dalam cakupan spasial dan temporal yang besar. Transportasi sebagai salah satu sektor kegiatan
perkotaan, merupakan kegiatan yang potensial mengubah kualitas udara perkotaan.
Perkembangan perkotaan berjalan secara dinamik, mengikuti perkembangan sosial-ekonomi
perkotaan itu sendiri.
Semakin berkembangnya perkotaan dalam hal wilayah spasial (ruang) dan aktivitas ekonominya,
akan semakin besar pula beban pencemaran udara yang dikeluarkan ke atmosfer perkotaan.
Dampak ini akan semakin terasa di daerah-daerah pusat kegiatan kota. Transportasi yang
berwawasan lingkungan perlu memikirkan implikasi atau dampak terhadap lingkungan yang
mungkin timbul, terutama pencemaran udara dan kebisingan. Ada tiga aspek utama yang
menentukan intensitas dampak terhadap lingkungan, khususnya pencemaran udara dan
kebisingan, dan penggunaan energi di daerah perkotaan (Moestikahadi, 2000: 42), yaitu:
a. Aspek perencanaan transportasi (barang dan manusia);
b. Aspek rekayasa transportasi, meliputi pola aliran moda transportasi, sarana jalan, sistem
lalu lintas, dan faktor transportasi lainnya; dan
c. Aspek teknik mesin dan sumber energi (bahan bakar) alat transportasi. Sistem
transportasi di perkotaan adalah faktor utama yang menentukan pola ruang (spatial
pattern), derajat kesemrawutan, dan tingkat pertumbuhan ekonomi dari suatu daerah
perkotaan.
Ada tiga jenis utama transportasi yang digunakan orang di perkotaan (Miller, 1985), yaitu:
a. Angkutan pribadi (individual transit), seperti mobil pribadi, sepeda motor, sepeda,
atau berjalan kaki;
b. Angkutan masal (mass transit), seperti kereta api, bis, opelet, dan sebagainya;
c. Angkutan sewaan (para transit), seperti mobil sewaan, taksi yang menjalani rute tetap
atau yang disewa untuk sekali jalan, dan sebagainya.
Setiap jenis angkutan mempunyai keuntungan dan kerugian tersendiri. Sistem transportasi
perkotaan yang berhasil, memerlukan gabungan dari cara angkutan pribadi, massal, dan sewaan,
yang dirancang memenuhi kebutuhan daerah perkotaan tertentu.
Kebanyakan orang memerlukan perjalanan untuk mencapai tempat-tempat tujuan bekerja,
bersekolah atau ke tempat-tempat pendidikan yang lain, berbelanja, ke tempat-tempat pelayanan,
mengambil bagian dalam berbagai kegiatan sosial dan bersantai di luar rumah, serta banyak
tujuan yang lain. Hal yang utama dalam masalah perjalanan adalah adanya hubungan antara
tempat asal dan tujuan, yang memperlihatkan adanya lintasan, alat angkut (kendaraan) dan
kecepatan. Pola perjalanan di daerah perkotaan dipengaruhi oleh tata letak pusat-pusat kegiatan
di perkotaan (permukiman, perbelanjaan, perkantoran, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain).
2.1.3 Kebijakan Transportasi
Pola jaringan jalan dapat mempengaruhi perkembangan tata guna lahan. Jaringan jalan yang
direncanakan secara tepat akan merupakan pengatur lalu lintas yang baik. Ada kaitan antara
perencanaan kota dengan perencanaan transportasi. Perencanaan kota mempersiapkan kota untuk
menghadapi perkembangan dan mencegah timbulnya berbagai persoalan agar kota menjadi suatu
tempat kehidupan yang layak. Sedangkan perencanaan transportasi mempunyai sasaran
mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan orang atau barang bergerak dengan
aman, murah, cepat, dan nyaman, dan mencegah terjadinya kemacetan lalu lintas di jalan-jalan
dalam kota. Penyusunan kebijakan transportasi dilakukan oleh Kementerian Perhubungan,
setelah berkoordinasi dengan beberapa departemen lain yang terkait, misalnya Kementerian
Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian
Keuangan. Selanjutnya pelaksanaan dari kebijakan transportasi tersebut dilakukan secara terpadu
oleh unsur-unsur pelaksana di daerah, seperti Dinas Perhubungan, Dinas Bina Marga,
Kepolisian, dan instansi lain yang terkait, serta pihak swasta (perusahaan pengangkutan).
Transportasi merupakan salah satu hal yang sangat berperan dalam pembangunan secara
menyeluruh. Transportasi juga sangat berkaitan dengan penggunaan lahan, baik di desa maupun
di kota.

2.1.4 Pola Pergerakan


Menurut Tamin (2000), Pola Pergerakan dalam sistem transportasi sering dijelaskan dalam
bentuk arus pergerakan baik kendaraan, penumpang maupun barang. Arus pergerakan tersebut
mempunyai arah dan jumlah yang menggambarkan besarnya pergerakan penumpang. Arus ini
bergerak dari zona asal ke zona tujuan di suatu daerah tertentu dan selama periode tertentu. Dari
pola tersebut, dapat ditentukan zona-zona yang mengalami pergerakan tinggi, sedang dan rendah.
Pola pergerakan dibagi dua yaitu pergerakan tidak spasial dan pergerakan spasial. Pola
pergerakan tidak spasial adalah pola pergerakan yang tidak dibatasi oleh ruang. Sedangkan
konsep mengenai ciri pergerakan spasial di dalam kota berkaitan dengan distribusi spasial tata
guna lahan yang terdapat di dalam suatu wilayah. Konsep dasarnya adalah bahwa suatu
perjalanan dilakukan untuk melakukan suatu kegiatan tertentu di lokasi yang dituju dan lokasi
tersebut ditentukan oleh tata guna lahan kota tersebut.
1. Sebab terjadinya pergerakan
Sebab terjadinya pergerakan dapat dikelompokan berdasarkan maksud perjalanan biasanya
maksud perjalanan dikelompokkan sesuai dengan ciri dasarnya yaitu berkaitan dengan
ekonomi, sosial budaya, pendidikan, agama. Kenyataan bahwa lebih dari 90 % perjalanan
berbasis tempat tinggal, artinya mereka memulai perjalanan dari tempat tinggal (rumah) dan
mengakhiri perjalanan kembali ke rumah.
2. Waktu Terjadinya Pergerakan
Waktu terjadi pergerakan sangat tergantung pada kapan seseorang melakukan aktifitasnya
sehari-hari. Dengan demikian waktu perjalanan sangat tergantung pada maksud
perjalanannya.
3. Jenis Sarana Angkutan yang Digunakan
Selain berjalan kaki, dalam melakukan perjalanan orang biasanya dihadapkan pada pilihan
jenis angkutan seperti sepeda motor, mobil dan angkutan umum. Dalam menentukan pilihan
jenis angkutan, orang memepertimbangkan berbagai faktor, yaitu maksud perjalanan, jarak
tempuh, biaya, dan tingkat kenyamanan.
Sedangkan menurut Miro (1997), terdapat empat pola pergerakan di perkotaan yang menjadi
pola dasar pergerakan, yaitu:
1. Pola pergerakan Eksternal-Eksternal
Pola pergerakan seperti ini mempunyai tempat asal dan tempat tujuan diluar wilayah studi
dan hanya melewati wilayah studi saja
2. Pola pergerakan Eksternal-Internal
Simpul titik asal berasal di luar wilayah studi, dan simpul tujuan berada di wilayah studi
3. Pola pergerakan Internal-Internal
Simpul titik awal berada di wilayah studi dan titik tujuan di wilayah studi
4. Pola pergerakan Internal-Eksternal
Simpul titik awal berada di wilayah studi dan titik tujuan di luar wilayah studi

2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Moda


Menurut Setiyohadi (2008), faktor yang mempengaruhi pemilihan moda dapat dikelompokan
menjadi tiga yaitu sebagai berikut:
1. Ciri Pengguna Jalan. Beberapa faktor berikut ini yang diyakini akan sangat mempengaruhi
pemilihan moda :
a. Ketersediaan atau pemilikan kendaraan pribadi
b. Pemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM)
c. Struktur rumah tangga (pasangan muda, keluarga dengan anak, pensiun, bujangan, dan
lain-lain).
d. Pendapatan; semakin tinggi pendapatan akan semakin besar peluang menggunakan
kendaraan pribadi.
e. Faktor lain misalnya keharusan menggunakan mobil ke tempat kerja dan keperluan
mengantar anak ke sekolah.
2. Ciri Pergerakan. Pemilihan moda juga akan sangat di pengaruhi oleh:
a. Tujuan pergerakan
b. Waktu terjadinya pergerakan
c. Jarak Perjalanan
3. Ciri Fasilitas Moda Transportasi. Hal ini di kelompokan menjadi kategori seperti:
a. Waktu perjalanan
b. Biaya transportasi
c. Ketersedian ruang dan tarif parkir
4. Ciri Kota atau Zona. Ciri yang dapat mempengaruhi pemilihan moda adalah jarak dari pusat
kota dan kepadatan penduduk

2.1.6 Interaksi Tata Guna Lahan dan Transportasi


Tata guna lahan suatu perkotaan pada hakikatnya berhubungan erat dengan system pergerakan
yang ada. Salah satu karakteristik yang paling khas dari suatu tata guna lahan adalah
kemampuan atau memiliki sebuah potensi untuk membangkitkan lalu lintas. Sistem transportasi
perkotaan terdiri dari berbagai aktivitas seperti bekerja, sekolah, olah raga, belanja dan bertamu
yang berlangsung di atas sebidang tanah (kantor, pabrik, pertokoan, rumah dan lain-lain). Setiap
manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari akan melakukan perjalanan diantara tata guna
lahan tersebut dengan menggunakan sistem jaringan transportasi (misalnya berjalan kaki atau
naik kendaraan). Hal ini menimbulkan pergerakan arus manusia, kendaraan dan barang.
Kebutuhan perjalanan antara guna lahan tersebut akan menentukan jumlah dan pola perjalanan
penduduk suatu kota. Dengan kata lain, jumlah dan pola perjalanan yang terjadi dalam kota atau
dapat disebut dengan pola bangkitan dan tarikan perjalanan tergantung pada dua aspek tata guna
lahan.

2.1.7 Karateristik Pengguna Kereta Komuter


Menurut Black (1995) dalam bukunya yang berjudul Urban Mass Transportation Planning,
berikut ini merupakan beberapa variable yang berkaitan dengan karakteristik pengguna kereta
komuter yaitu:
a. Tujuan Perjalanan, yaitu untuk daerah perkotaan sebagai tujuan perjalanan adalah untuk
bekerja. Tujuan perjalanan yang lain adalaha untuk sekolah, rekreasi, belanja dan lain-
lainnya.
b. Waktu Perjalanan, yaitu jumlah perjalanan terbesar yang biasanya terjadi saat jam puncak
atau jam sibuk yaitu pada saat jam kerja. Oleh karena itu pengguna kendaraan pribadi
maupun angkutan umum menjadi lebih bersaing selama jam puncak. Sehingga hal ini
mengakibatkan jalanan menjadi padat dan pelaku perjalanan berupaya mencari moda
transportasi alternative yang bisa mengemat waktu tempuh.
c. Lokasi dan Arah Perjalanan, yaitu lokasi stasiun berpengaruh terhadap operasional kereta,
karena penempatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat umum berarti pelayanan
kereta komuter menjadi optimal. Sedangkan arah perjalanan berpengaruh terhadap tujuan
perjalanan pengguna karena biasanya tujuan perjalanan adalah menuju ke daerah pusat
bisnis (CBD).
d. Usia, yaitu faktor usia juga mempengaruhi karakteristik pengguna kereta komuter, karena
biasanya dengan bertambahnya usia seseorang maka semakin malas menggunakan angkutan
umum. Terutama angkutan umum yang mengangkut dalam jumlah besar seperti KA
Komuter karena pertimbangan beberapa hal, antara lain rasa tidak nyaman jika harus
berdesakan dengan penumpang yang lain.
e. Jenis Kelamin, yaitu dari pengguna kereta komuter yang mendominasi adalah wanita. Hal
ini bisa disebabkan karena peran sosial seorang wanita; wanita lebih suka bekerja di rumah
sebagai ibu rumah tangga, wanita cenderung mendapatkan gaji yang lebih rendah daripada
pria dan juga kebanyakan dari mereka tidak bisa mengemudi. Namun semua itu bisa berubah
seiring dengan perkembangan jaman.
2.1.8 Bangkitan Perjalanan
Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan
jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan atau jumlah pergerakan
yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona (Tamin, 1997). Bangkitan Pergerakan (Trip
Generation) adalah jumlah perjalanan yang terjadi dalam satuan waktu pada suatu zona tata
guna lahan (Hobbs, 1995). Waktu perjalanan bergantung pada kegiatan kota, karena penyebab
perjalanan adalah adanya kebutuhan manusia untuk melakukan kegiatan dan mengangkut
barang kebutuhannya. Setiap suatu kegiatan pergerakan mempunyai zona asal dan tujuan,
dimana asal merupakan zona yang menghasilkan perilaku pergerakan, sedangkan tujuan adalah
zona yang menarik pelaku melakukan kegiatan. Jadi terdapat dua pembangkit pergerakan,
yaitu : 1. Trip Production adalah jumlah perjalanan yang dihasilkan suatu zona 2. Trip
Attraction adalah jumlah perjalanan yang ditarik oleh suatu zona Trip production dan trip
attraction dapat dilihat pada Gambar II.1 berikut ini:

Gambar 2. 3
Trip Production Dan Trip Attraction

Trip production digunakan untuk menyatakan suatu pergerakan berbasis rumah yang
mempunyai asal dan/atau tujuan adalah rumah atau pergerakan yang dibangkitkan oleh
pergerakan berbasis bukan rumah. Trip attraction digunakan untuk menyatakan suatu
pergerakan berbasis rumah yang mempunyai tempat asal dan/atau tujuan bukan rumah atau
pergerakan yang tertarik oleh pergerakan berbasis bukan rumah (Tamin, 1997), seperti terlihat
pada Gambar II.2 berikut ini:
Gambar 2. 4
Bangkitan dan Tarikan Pergerakan

Bangkitan dan tarikan pergerakan digunakan untuk menyatakan bangkitan pergerakan pada masa
sekarang, yang akan digunakan untuk meramalkan pergerakan pada masa mendatang. Bangkitan
pergerakan ini berhubungan dengan penentuan jumlah keseluruhan yang dibangkitkan oleh
sebuah kawasan. Parameter tujuan perjalanan yang berpengaruh di dalam produksi perjalanan
(Levinson, 1976), adalah:
1. Tempat bekerja
2. Kawasan Belanja
3. Kawasan Pendidikan
4. Kawasan Usaha (bisnis)
5. Kawasan Hiburan (rekresasi)
Dalam model konvensional dari bangkitan perjalanan yang berasal dari kawasan perumahan
terdapat asumsi bahwa kecenderungan masyarakat dari kawasan tersebut untuk melakukan
perjalanan berkaitan dengan karakteristik status sosial–ekonomi dari masyarakatnya dan
lingkungan sekitarnya yang terjabarkan dalam beberapa variabel, seperti: kepemilikan
kendaraan, jumlah anggota keluarga, jumlah penduduk dewasa dan tipe dari struktur rumah.
Menurut Warpani (1990), beberapa penentu bangkitan perjalanan yang dapat diterapkan di
Indonesia:
a. Penghasilan keluarga
b. Jumlah kepemilikan kendaraan
c. Jarak dari pusat kegiatan kota
d. Moda perjalanan
e. Penggunaan kenderaan
f. Saat/waktu
Dalam sistem perencanaan transportasi terdapat empat langkah yang saling terkait satu dengan
yang lain (Tamin, 1997), yaitu:
1. Bangkitan pergerakan (Trip generation)
2. Distribusi perjalanan (Trip distribution)
3. Pemilihan moda (Modal split)
4. Pembebanan jaringan (Trip assignment)
Untuk lingkup penelitian ini tidak semuanya akan diteliti, tetapi hanya pada lingkup bangkitan
pergerakan (trip generation).

2.1.9 Aksebilitas
Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan lokasi tata guna lahan
berinteraksi satu dengan yang lain dan mudah atau sulitnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem
jaringan transportasi (Black, 1981). Pernyataan mudah dan sulit merupakan hal yang sangat
subyektif dan kualitatif, mudah bagi seseorang belum tentu mudah bagi orang lain, begitu pula
dengan pernyataan sulit, oleh karena itu diperlukan kinerja kualitatif yang dapat menyatakan
aksesibilitas.
Metode pengukuran sikap diukur dalam mempersepsi suatu obyek. Sikap tersebut adalah respon
psikologis seseorang atas faktor yang berasal dari suatu obyek, respon tersebut menunjukkan
kecenderungan mudah atau sulit. Pengukuran sikap seseorang atas suatu obyek dipengaruhi oleh
stimuli, sebagai stimuli adalah peubah-peubah bebasnya. Dengan demikian maka pengukuran
aksesibilitas transportasi dari seseorang merupakan pengukuran sikap orang tersebut terhadap
kondisi aksesibilitas transportasinya.
Banyak orang di daerah permukiman mempunyai akses yang baik dengan mobil atau sepeda
motor atau kendaraan pribadi, tetapi banyak pula yang bergantung pada angkutan umum atau
berjalan kaki. Jadi aksesibilitas zona asal dipengaruhi oleh proporsi orang yang menggunakan
moda tertentu dan harga ini dijumlahkan untuk semua moda transportasi yang ada untuk
mendapatkan aksesibilitas zona (Tamin, 1997).
2.1.10 Integrasi Moda Transportasi
Integrasi secara umum memiliki arti pembauran atau keterpaduan hingga menjadi kesatuan yang
utuh atau bulat.Sedangkan moda adalah bentuk atau jenis. Indonesia merupakan negara
kepulauan sehingga tidak bisa dihindari perlunya pertukaran moda transportasi dalam suatu
perjalanan, baik untuk penumpang maupun barang dari tempat asal menuju tempat tujuan. Biaya
transportasi dari tempat asal ke tempat tujuan ini merupakan kombinasi dari biaya transportasi
setiap moda ditambah dengan biaya transit dari suatu moda ke moda lainnya (Tamin 2008).
Padahal, integrasi jaringan merupakan kunci kesuksesan sistem pelayanan transportasi publik di
suatu wilayah atau kota (Neumann dan Nagel, 2011). Hal ini dikarenakan dengan sistem jaringan
transportasi publik yang terintegrasi dapat ditentukan rute jaringan terbaik yang tidak hanya
didasarkan pada permintaan kebutuhan perjalanan masyarakat tetapi juga mekanisme jangkauan
pelayanan yang optimal (Murray, 2001; Fernandez et al, 2008; Hadas dan Ceder, 2010; Cortes et
al, 2011). Bahkan, integrasi jaringan dapat berdampak pada timbulnya integrasi yang lain, seperti
integrasi fisik, jadwal, dan tarif (Currie dan Bromley, 2005; Potter, 2010; Hadas dan Ranjitkar,
2012). Jadi Integrasi moda transportasi bisa diartikan keterpaduan secara utuh dari jenis atau
bentuk (angkutan) yang digunakan untuk memindahkan orang dan/ barang dari satu tempat (asal)
ketempat lain (tujuan).

2.2 Transit Oriented Development (TOD)


2.2.1 Definisi Transit Oriented Development
Secara teoritik, tidak ada definisi universal mengenai konsep TOD yang dapat diterima karena
maknanya akan berbeda menurut lokasi/tempat yang berbeda (Cervero et al, 2004). Beberapa
definisi TOD dikaitkan dengan prinsip smart growth dan prinsip keberlanjutan. Definisi yang lain
mengaitkan dengan karakteristik desain lingkungan (urban design) yang menekankan pada
lingkungan yang mendukung pejalan kaki (walkable environment), penggunaan lahan bercampur,
serta kepadatan tinggi di sekitar titik transit.
Konsep TOD bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang mengurangi ketergantungan tinggi
terhadap kendaraan pribadi dan mendorong penggunaan transportasi publik (bus, kereta api,
angkutan umum, dan sebagainya) melalui promosi aksesibilitas dan mobilitas yang baik menuju
titik-titik transit (stasiun, terminal, halte/bus stop). Oleh karena itu, definisi TOD berkaitan
dengan upaya peruntukan lahan (perumahan, perdagangan jasa, dan sebagainya) yang dipusatkan
pada titik-titik transit atau simpul transportasi dengan karakter desain peruntukan yang
bercampur, kemudahan akses kendaraan tidak bermotor (kemudahan berjalan kaki), tingkat
kepadatan tinggi di sekitar titik-titik transit. Secara general, konsep TOD diaplikasikan pada
kawasan yang berlokasi di sekitar titik-titik transit atau simpul transportasi dengan radius 400
hingga 800 meter. Ukuran radius ini dipertimbangkan terkait dengan skala/ukuran jarak berjalan
kaki. Oleh karena itu, prinsip perencanaan TOD dikaitkan dengan kemudahan menjangkau pusat-
pusat kegiatan kota dari titik-titik transit atau sebaliknya yang didukung dengan desain kawasan
yang ramah bagi pejalan kaki. Hal ini diilustrasikan seperti gambar di bawah ini.

Sumber : Mu and Jong, 2012


Gambar 2. 5
Ilustrasi Kawasan TOD

2.2.2 Karakteristik Transit Oriented Development


Transit Oriented Development (TOD) merupakan konsep yang berfokus pada pola penggunaan
lahan yang memberikan penekanan kuat pada campuran jenis kegiatan, mobilitas, konektivitas,
kepadatan dan intensitas tinggi serta ramah bagi pejalan kaki. Dalam hal ini, skala TOD
merupakan kawasan yang memiliki radius ¼ - ½ mil (400-800 meter) atau kemudahan dalam
berjalan kaki selama 5-10 menit dari premium transit. TOD berada pada kawasan dengan
pembangunan yang kompak dengan kepadatan tinggi dan mix-used yang berorientasi pada bentuk
perkotaan yang ramah bagi pejalan kaki dalam melakukan perjalanan dari lokasi transit pusat
kegiatan lainnya (Florida TOD Guidebook, 2012).

Sumber: Florida TOD Guidebook, 2012


Gambar 2. 6
Radius Kawasan Transit

Menurut Peter Calthorpe (1993), terdapat dua tipe pengembangan kawasan Transit Oriented
Development, yakni:
a. Urban TOD, merupakan pengembangan kawasan yang terletak di jaringan utama
transportasi publik yang berdekatan dengan campuran kegiatan penggunaan lahan
seperti perkantoran, perumahan, perdagangan, dan kegiatan lain dalam meningkatkan
akses pencapaian masyarakat secara efisien.
b. Neighborhood TOD, merupakan pengembangan kawasan yang terkoneksi dengan
transportasi lokal atau feeder yang dapat menunjang kebutuhan masyaraat dan
meminimalisir penggunaan kendaraan pribadi sehingga mendukung pergerakan
dengan non-motorized seperti berjalan kaki atau bersepeda.
Sumber: Calthorpe, 1993
Gambar 2. 7
Tipe Pengembangan Kawasan TOD,
urban TOD (kiri) dan neighborhood TOD (kanan)

Cervero (2004) menjelaskan karakteristik kawasan TOD memiliki prinsip 3Ds yaitu kepadatan
(Density), keberagaman (Densify) dan desain (Design). Prinsip kepadatan dilihat dari kepadatan
bangunan dan intensitas pemanfaatan ruangnya seperti KDB dan KLB. Prinsip keberagaman
dilihat dari keberagaman penggunaan lahan di kawasan tersebut seperti perumahan, perkantoran,
fasilitas umum, perdagangan dan jasa. Serta prinsip desain dilihat dari desain kawasan yang
mendukung aksesibilitas seperti ketersediaan fasilitas pejalan kaki.
Karakteristik kawasan TOD juga dijelaskan oleh Watson (2003) yakni kawasan kepadatan tinggi
dengan penggunaan lahan campuran berupa perumahan, fasilits umum, perdagangan dan jasa
yang terpusat di sekitar lokasi transit dengan lingkungan yang ramah dan nyaman bagi pejalan
kaki, sehingga mengoptimalkan penggunaan transportasi publik yang merupakan kunci dari
konsep ini.
Menurut Renne (2009), TOD merupakan kategori pembangunan yang efisien, dimana
meningkatkan aksesibilitas dengan pengalihan kendaraan pribadi ke transportasi umum serta
penggunaan lahan campuran yang berkelompok dan berdekatan, yang terletak di dekat lokasi
transit sehingga memungkinkan perjalanan dengan berjalan kaki dan bersepeda. Faktor khusus
yang diperlukan dalam pembangunan TOD adalah dengan memiliki aksesibilitas tinggi, sehingga
masyarakat mengurangi penggunaan pribadi dan beralih ke moda, seperti transportasi umum,
bersepeda, dan berjalan kaki. Penjelasan mengenai indikator dan variabel dalam konsep TOD
adalah sebagai berikut.
Tabel 2. 1
Variabel Kawasan TOD
Indikator Variabel
Mix - Kepadatan Tinggi
- Tipe Hunian Campuran
- Penggunaan Lahan (perkantoran,
perdagangan dan jasa)
Accesssibility - Pola jalan
- Ketersediaan parkiran
- Desain pedestrian dan jalur sepeda
Sumber : Renne, 2009
Dalam Florida TOD Guidebook (2012), merumuskan prinsip-prinsip pembentukan kawasan
TOD, diantaranya:
1. Street Design
Jalan merupakan komponen penting dalam pembentukan kawasan TOD, dimana harus
menyediakan komponen yang ramah bagi pejalan kaki, seperti fasilitas sidewalk dan jalur
sepeda yang aksesibel, serta fasilitas penunjang parkir baik on-street maupun off-street.
2. Density
Dengan layanan transit, mobilitas di kawasan transit meningkat. Hal ini harus didukung
dengan kepadatan bangunan tinggi dan kompak, sehingga masyarakat dapat dengan
mudah menjangkau pusat kegiatan yang berada di sekitar kawasan transit
3. Mix Use
Penggunaan lahan campuran yang termasuk didalamnya perumahan, perkantoran dan
ritel diperlukan dalam mendukung mobilitas dan kelayakan huni dalam pengembangan
TOD.

Anda mungkin juga menyukai