Anda di halaman 1dari 33

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Anamnesis
1.1.1
Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis kelamin
Agama
Pekerjaan
Alamat
Datang ke RS
Tanggal periksa
No.MR
1.1.2

:
:
:
:
:
:
:
:
:

Tn. S
52 tahun
Laki-laki
Islam
Petani
Sapto Mulyo, Kota Gajah
15 November 2016
16 November 2016
277331

Data Dasar
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis

pada tanggal

16

November 2016
1. Keluhan Utama : Perut terasa kembung sejak 1 minggu SMRS
2. Keluhan Tambahan : Mual, muntah, nafsu makan menurun, serta
tidak bisa BAB dan tidak bisa buang angin.
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Bedah RS Ahmad Yani pada pukul 10.30
WIB dengan tujuan kontrol pasca rawat inap. Pasien mengeluhkan
perut terasa kembung sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Kembung dirasakan terus-menerus dan semakin lama semakin
memberat. Keluhan kembung diperberat dengan makan dan ketika
melakukan aktivitas. Pasien mengeluhkan tidak bisa BAB dan tidak
bisa buang angin. Keluhan juga disertai dengan mual dan muntah
setiap kali hendak makan, muntah berwarna hijau, konsistensi cair,
volume 50 cc, serta nafsu makan menurun. Perut terasa kembung
1

sudah dirasakan hilang timbul sejak 1 bulan belakangan ini. Pasien


kemudian dibawa ke UGD dan masuk ruang rawat inap bedah pada
pukul 22.00 WIB.
Riwayat hipertensi (+), Riwayat DM (-).
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien sudah pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
Pasien memiliki riwayat rawat inap sebanyak 2x di ruang bedah
dengan diagnosis obstruksi usus kecil 1 bulan yang lalu dan 3
-

minggu yang lalu.


Pasien pernah menderita penyakit tetanus dan dirawat di ruang

rawat inap saraf 2 tahun yang lalu.


5. Riwayat Penyakit Keluarga
- Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang serupa.
- Riwayat Diabetes Mellitus (DM) (-)
- Riwayat hipertensi tidak diketahui.
6. Riwayat Pribadi
- Pasien memiliki riwayat merokok sejak 30 tahun yang lalu dan
1.2

sudah berhenti sejak 2 tahun yang lalu.


Pasien jarang mengkonsumsi sayur dan buah.

Pemeriksaan Fisik
1.2.1 Status General
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis (GCS 15 : E4 V5 M6)
Status Gizi
: Normal (IMT : 19 kg/m2)
1.2.2 Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah
: 140/90 mmHg
Nadi
: 86x/menit
Laju Pernapasan
: 21x/menit
Suhu
: 36 0C
1.2.3 Pemeriksaan Head to Toe
a. Kepala
: Bentuk normocephal, wajah simetris, rambut
warna hitam, tidak mudah dicabut, persebaran merata.

b. Mata

: Konjungtiva tidak anemis, tidak ada ikterik, pupil

bulat isokhor, refleks cahaya (+/+).


c. Leher
: Trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-),
pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP tidak meningkat.
d. Thoraks : Bentuk normochest, simetris, retraksi (-), sela iga
dalam batas normal, pembesaran kelenjar getah bening aksilla (-)
e. Jantung : Ictus cordis tak terlihat, tidak teraba thrill, batas
jantung normal. Bunyi jantung I-II reguler, intensitas BJ I sama
dengan BJ II, tidak terdengar bising sistolik maupun diastolik,
tidak ada suara tambahan.
f. Paru
: Simetris, penggunaan otot bantu nafas (-), sonor (+/+),
fremitus vokal dan fremitus taktil simetris kanan dan kiri, suara
dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
g. Abdomen :
Inspeksi : Tampak cembung, darm contour (+), darm steifung (-)
Auskultasi : BU (+) meningkat, metallic sound (+)
Perkusi : Hipertimpani (+), shifting dullness (-)
Palpasi
: Nyeri tekan (-), organomegali (-).
h. Genitalia :
Rectal toucher
: tonus spincter ani baik, ampula tidak kolaps,
serta tidak ditemukan feses, lendir dan darah.
i. Ekstremitas :
Ekstremitas superior : Edema (-/-), sianosis (-/-)
Ekstremitas inferior : Edema (-/-), sianosis (-/-)

1.3

Pemeriksaan Penunjang
1.3.1 Pemeriksaan Hematologi Rutin (17 November 2016)

No

Parameter

Hasil

Nilai Normal

Satuan

1.

Leukosit

11,58

5,0-10,0

ribu
/L

2.

Eritrosit

4,95

4,37- 5,63

ribu
/L

3.

Hemoglobin

13,6

14-18

g/dL

4.

Hematokrit

40,2

41-54

5.

Trombosit

279

150-450

ribu
/L

1.3.2

6.

MCV

81,3

80-92

fL

7.

MCH

27,5

27-31

Pg

8.

MCHC

33,8

32-36

g/dl

9.

RDW

12,4

12.9-15.3

Pemeriksaan Koagulasi dan Fungsi Ginjal (17 November 2016)

No

Parameter

Hasil

Nilai Normal

Satuan

1.

Masa

20

10-60

menit

130

90-150

menit

Perdarahan
2.

Masa
Pembekuan

3.

Ureum

63

19-44

mg/dL

4.

Kreatinin

0,9

0,9-13

mg/Dl

Kesan: Didapatkan sedikit peningkatan pada leukosit dan kadar ureum. Nilai
laboratorium lain dalam batas normal.

a.

1.3.3 Pemeriksaan Radiologi


Pemeriksaan Foto Abdomen 3 Posisi (16 November 2016)

Gambar 1. Foto Abdomen Posisi Supine

Gambar 2. Foto Abdomen Posisi Erect

Gambar 3. Foto Abdomen Posisi LLD (Left Lateral Decubitus)


Hasil pemeriksaan:
1. Foto abdomen 3 posisi
2. Preperitoneal fat lines tegas dan simetris
3. Distribusi udara usus dan fecal material tak prominen
4. Tampak distensi sistema usus halus.
Tampak gambaran coil spring dan herring bone.
Tampak gambaran air-fluid level.
Tak tampak udara di proyeksi cavum pelvis (di regio rectum)
5. Tak tampak penebalan dinding usus maupun pneumatisasi
intestinal.
6. Tak tampak gambaran udara subdiafragma maupun pada tempat
tertinggi pada posisi LLD.
7. Sistema tulang yang tervisualisasi baik.
Kesan :
1. Small bowel obstruction
2. Tak tampak tanda-tanda pneumoperitoneum

1.4 Diagnosis
Small bowel obstruction (obstruksi usus halus).
1.5 Penatalaksanaan
1.5.1
Terapi non-Farmakologi
-Tirah baring
-Nutrisi parenteral (nasogastric tube)
1.5.2
Terapi Farmakologi
-IVFD RL 500 ml/ 8 jam
-Inj. Ranitidin 2x1 ap (2x50 mg/2 ml) bolus IV
-Inj. Ceftriaxone 2x1 gram bolus IV
1.5.3
Terapi Operatif
a. Laparotomi eksplorasi + Herman procedure

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi
Obstruksi usus (mekanik) adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna
tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena ada sumbatan/hambatan yang
disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang
menekan, atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang
menyebabkan nekrosis segmen usus tersebut (Sylvia, 2006).
Tipe obstruksi usus terdiri dari :
1. Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh
peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia strangulata
atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. misalnya intususepsi,
tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura,
perlengketan, hernia dan abses.
2. Neurogonik/fungsional (Ileus Paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan
peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi usus.
Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes
mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson (Suratun
dan Lusianah, 2010).
Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi
karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding

usus sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal


tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu (Ullah et al., 2009).
Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi
intestinal untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi
Intestinal ini merujuk pada adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik
parsial atau total dari usus besar dan usus halus (Thompson, 2005).
2.2

Etiologi
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar
pembedahan pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi
tak dapat melewati lumen intestinal karena adanya sumbatan yang
menghalangi.
Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga
mekanisme; 1. blokade intralumen (obturasi), 2. intramural atau lesi intrinsik
dari dinding usus, dan 3. kompresi lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik
dari intestinal. Berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya obstruksi
intestinal biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu pertiga dari
seluruh pasien yang mengalami ileus obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari
satu faktor etiologi yang ditemukan saat dilakukan operasi. (Thompson, 2005)

Tabel 1. Penyebab Obstruksi Mekanik dari Intestinal (Whang et al., 2005) (Thompson, 2005)
Obturasi Intraluminal

Lesi Ekstrinsik

Lesi Intrinsik

Benda Asing

Adhesi

Kongenital

Benda Asing

Iatrogenik
Tertelan
Batu Empedu
Cacing

Pengaruh Cairan
Barium
Feses
Meconium

Hernia
-

Intususepsi

Eksternal
Internal

Massa
-

Atresia, stenosis, dan


webs
Divertikulum Meckel

Inflamasi
Anomali organ atau
pembuluh darah
Organomegali
Akumulasi Cairan
Neoplasma

Divertikulitis
Drug-induced
Infeksi
Coli ulcer

Neoplasma
Post Operatif
Volvulus

Tumor Jinak
Karsinoma
Karsinoid
Limpoma
Sarcoma

Trauma
-

2.3

Intramural
Hematom

Klasifikasi
Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstrukif atau ileus mekanik dibedakan
menjadi,antara lain:
1. Ileus obstruktif letak tinggi: obstruksi mengenai usus halus (dari gaster
sampai ileum terminal).
2. Ileus obstruktif letak rendah: obstruksi mengenai usus besar (dari ileum
terminal sampai rectum).

Selain itu, ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan


stadiumnya, antara lain:
1. Obstruksi sebagian (partial obstruction): obstruksi terjadi sebagian
sehingga makana nmasih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi sedikit.
2. Obstruksi sederhana (simple obstruction): obstruksi/sumbatan yang tidak
disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah).
3. Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction): obstruksi disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir
dengan nekrosis atau gangren (Sjamsuhidajat, 2003).

2.4

Patofisiologi
Normalnya, sekitar 2 liter asupan cairan dan 8 liter sekresi dari gaster,
intestinal dan pankreaticobilier ditransfer ke intestinal setiap harinya.
Meskipun aliran cairan menuju ke intestinal bagian proksimal, sebagian besar
cairan ini akan diabsorbsi di intestinal bagian distal dan kolon. Ileus obstruktif
terjadi akibat akumulasi cairan intestinal di proksimal daerah obstruksi
disebabkan karena adanya gangguan mekanisme absorbsi normal proksimal
daerah obstruksi serta kegagalan isi lumen untuk mencapai daerah distal dari
obstruksi.

10

Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi dalam


beberapa jam dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi lumen
yang terus bertambah terkumpul dalam intestinal. Aliran darah meningkat ke
daerah intestinal segera setelah terjadinya obstruksi, terutama di daerah
proksimal lesi, yang akhirnya akan meningkatkan sekresi intestinal. Hal ini
bertujuan untuk menurunkan kepekaan vasa splanknik pada daerah obstruksi
terhadap

mediator

vasoaktif.

Pengguyuran

cairan

intravena

juga

meningkatkan volume cairan intralumen. Sekresi cairan ke dalam lumen


terjadi karena kerusakan mekanisme absorpsi dan sekresi normal. Distensi
lumen menyebabkan terjadinya kongestif vena, edema intralumen, dan
iskemia.
Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus obstruktif.
Sebagian kecil dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau dari metabolisme
bakteri. Gas di intestinal terdiri atas nitrogen (70%), oksigen (12%), dan
karbondioksida (8%), yang komposisinya mirip dengan udara bebas. Hanya
karbondioksida yang memiliki cukup tekanan parsial untuk berdifusi dari
lumen intestinal, normalnya, berusaha untuk membebaskan obstruksi mekanik
dengan cara meningkatkan peristaltik. Periode yang terjadi ialah berturutturut: terjadinya hiperperistaltik, intermittent quiescent interval, dan pada
tingkat akhir terjadi ileus. Bagian distal obstruksi segera menjadi kurang aktif.

11

Obstruksi mekanik yang berkepanjangan menyebabkan penurunan dari


frekuensi gelombang lambat dan kerusakan aktivitas gelombang spike, namun
intestinal masih memberikan respon terhadap rangsangan. Ileus dapat terus
menetap bahkan setelah obstruksi mekanik terbebaskan.

Tekanan intralumen meningkat sekitar 20 cmH2O, sehingga menyebabkan


aliran cairan dari lumen ke pembuluh darah berkurang dan sebaliknya aliran
dari pembuluh darah ke lumen meningkat. Perubahan yang serupa juga terjadi
pada absorbsi dan sekresi dari natrium dan klorida. Namun, peningkatan
tekanan intralumen tidak selalu terjadi dan mungkin terdapat mekanisme lain
yang menyebabkan perubahan pada mekanisme sekresi. Peningkatan sekresi
juga dipengarui oleh hormon gastrointestinal, seperti peningkatan sirkulasi
vasoaktif intestinal polipeptida, prostaglandin, atau endotoksin.

Peningkatan volume intralumen menyebabkan terjadinya distensi intestinal di


bagian proksimal obstruksi, yang bermanifestasi pada mual dan muntah.
Proses obstruksi yang berlanjut, kerusakan progresif dari proses absorbsi dan
sekresi semakin ke proksimal. Selanjutnya, obstruksi mekanik ini mengarah
pada peningkatan defisit cairan intravaskular yang disebabkan oleh terjadinya
muntah, akumulasi cairan intralumen, edema intramural, dan transudasi cairan

12

intraperitoneal. Pemasangan nasogastric tube malah memperparah terjadinya


defisit cairan melalui external loss. Hipokalemia, hipokhloremia, alkalosis
metabolik merupakan komplikasi yang sering dari obstruksi letak tinggi.
Hipovolemia yang tak dikoreksi dapat mengakibatkan terjadinya insufisiensi
renal, syok, dan kematian.

Stagnasi isi intestinal dapat memfasilitasi terjadinya proliferasi bakteri.


Bakteri Aerob dan Anaerob berkembang pada daerah obstruksi. Koloni
berlebihan dari bakteri dapat merangsang absorbtif dan fungsi motorik dari
intestinal dan menyebabkan terjadinya translokasi bakteri dan komplikasi
sepsis. (Sylvia, 2006).

13

Bagan 1. Patofisiologi Ileus Obstruktif (Sylvia, 2006)

14

2.5 Manifestasi Klinis


1. Obstruksi sederhana
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya
disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam
lumen usus bagian oral dari obstruksi, maupun oleh muntah. Gejala
penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut disertai kembung.
Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang
banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi
berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen
sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas.
Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin
fekulen. Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut
dengan dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh
bisa normal sampai demam. Distensi abdomen dapat minimal atau
tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di
daerah distal. Bising usus yang meningkat dan metallic sound dapat
didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah
distal.

2. Obstruksi disertai proses strangulasi


Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai
dengan nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar
bekas operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa
nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak

15

menyurut, maka dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah


terjadinya nekrosis usus.
2.6 Penegakkan Diagnosis
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus
ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboratorium
harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang
segera. Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari:
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat
ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena
pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia (Sjamsuhidajat &
Jong, 2008). Pada ileus obstruktif usus halus kolik dirasakan di sekitar
umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik dirasakan
di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus
berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah
lama.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dengan meraba dinding perut bertujuan untuk mencari
adanya nyeri tumpul dan pembengkakan atau massa yang abnormal.
Gejala permulaan pada obstruksi kolon adalah perubahan kebiasaan
buang air besar terutama berupa obstipasi dan kembung yang kadang
disertai kolik pada perut bagian bawah. Pada inspeksi diperhatikan
pembesaran perut yang tidak pada tempatnya misalnya pembesaran
setempat karena peristaltis yang hebat sehingga terlihat gelombang
usus ataupun kontur usus pada dinding perut. Biasanya distensi terjadi

16

pada sekum dan kolon bagian proksimal karena bagian ini mudah
membesar (WHO, 2OO2) (Dinkes Sumatera Utara, 2007).
Dengan stetoskop, diperiksa suara normal dari usus yang berfungsi
(bising usus). Pada penyakit ini, bising usus mungkin terdengar sangat
keras dan bernada tinggi, atau tidak terdengar sama sekali (WHO,
2OO2) (Dinkes Sumatera Utara, 2007).

Tabel 2. Pemeriksaan Fisik Ileus Obstruktif


Inspeksi

Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Rectal
Toucher

2.7

Perut distensi, dapat ditemukan darm kontur dan darm steifung.


Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan
suatu hernia inkarserata. Pada invaginasi dapat terlihat massa
abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada
bekas luka operasi sebelumnya.
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
Hipertimpani.
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi. Pada fase lanjut bising
usus dan peristaltik melemah sampai hilang.
Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
Darah (+) : strangulasi, neoplasma
Feses mengeras : skibala
Feses (-) : obstruksi usus letak tinggi
Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

Gambaran Normal Radiografi Polos Abdomen


Udara akan terlihat hitam karena meneruskan sinar X yang dipancarkan
dan menyebabkan kehitaman pada film sedangkan tulang dengan elemen
kalsium yang dominan akan menyerap seluruh sinar yang dipancarkan
sehingga pada film akan tampak putih. Di antara udara dengan tulang
misalnya jaringan lunak akan menyerap sebagian besar sinar X yang

17

dipancarkan sehingga menyebabkan keabu-abuan yang cerah bergantung


dari ketebalan jaringan yang dilalui sinar X.
Udara akan terlihat relatif banyak mengisi lumen lambung dan usus besar
sedangkan dalam jumlah sedikit akan mengisi sebagian dari usus kecil.
Sedikit udara dan cairan juga mengisi lumen usus halus dan air fluid level
yang minimal bukan merupakan gambaran patologis. Air fluid level juga
dapat dijumpai pada lumen usus besar, dan tiga sampai lima fluid levels
dengan panjang kurang dari 2,5 cm masih dalam batas normal serta sering
dijumpai di daerah kuadran kanan bawah. Dua air fluid level atau lebih
dengan diameter lebih dari 2,5 cm panjang atau caliber merupakan kondisi
abnormal dan sealu dihubungkan dengan adanya ileus baik obstruktif
maupun paralitik.
Banyaknya udara mengisi lumen usus baik usus halus dan besar
tergantung banyaknya udara yang tertelan seperti pada keadaan banyak
bicara, tertawa, merokok dan lain sebagainya. Pada keadaan tertentu
misalnya asma atau pneumonia akan terjadi peningkatan jumlah udara
dalam lumen usus halus dan usus besar secara dramatic sehingga untuk
pasien bayi dan anak kecil dengan keluhan perut kembung sebaiknya juga
difoto kedua paru sekaligus karena sangat besar kemungkinan penyebab
kembungnya berasal dari pneumonia di paru. Beberapa penyebab lain
yang mempunyai gambaran mirip dengan ileus antara lain pleuritis,
pulmonary infarc, myocardial infarc, kebocoran atau diseksi aorta
torakalis, payah jantung, perikarditis dan pneumotoraks.

18

Selain komponen traktus gastrointestinal, juga dapat terlihat kontur kedua


ginjal dan muskulus psoas bilateral. Adanya bayangan yang menghalangi
kontur dari ginjal atau m. psoas dapat menunjukkan keadaan patologis di
daerah retroperitoneal. Foto radiografi polos abdomen biasa dikerjakan
dalam posisi pasien terlentang (supine). Apabila keadaan pasien
memungkinkan akan lebih baik lagi bila ditambah posisi berdiri. Untuk
kasus tertentu dilakukan foto radiografi polos tiga posisi yaitu posisi
supine, tegak dan miring ke kiri (left lateral decubitus). Biasanya posisi
demikian dimintakan untuk memastikan adanya udara bebas yang
berpindah-pindah bila difoto dalam posisi berbeda (Sudarmo, 2008).

Gambar 4. Foto polos abdomen normal

2.8 Gambaran Radiografi pada Small Bowel Obstruction


Untuk menegakkan diagnosis secara radiologis pada Small bowel
obstructiom atau ileus obstruktif dilakukan foto abdomen 3 posisi.
Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan foto abdomen ini antara lain:
a.
Ileus obstruksi letak tinggi :

19

- Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di ileocecal


junction) dan kolaps usus di bagian distal sumbatan.
- Coil spring appearance
- Herring bone appearance
- Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder sign)

b.
Ileus obstruksi letak rendah :
- Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi
- Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi
abdomen
- Air fluid level yang panjang-panjang di kolon.
Sedangkan pada ileus paralitik gambaran radiologi ditemukan dilatasi usus
yang menyeluruhdari gaster sampai rectum.
Gambaran radiologis ileus obstruktif dibandingkan dengan ileus paralitik :

Gambar 5. Ileus obstruktif letak tinggi


Pada ileus obstruktif letak tinggi tampak dilatasi usus di proksimal
sumbatan (sumbatan paling distal di iliocecal junction) dan kolaps usus
dibagian distal sumbatan. Penebalan dinding usus halus yang terdilatasi
memberikan gambaran herring bone appearance, karena dua dinding usus
halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra (dari
ikan), dan muskulus yang sirkular menyerupai kostanya. Tampak
gambaran air fluid level yang pendek-pendek yang berbentuk seperti
tangga disebut juga step ladder appearance karena cairan transudasi berada
dalam usus halus yang mengalami distensi (Khan, 2016)

20

Gambar 6. Ileus obstruktif letak rendah

Pada ileus obstruktif letak rendah tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan
(sumbatan di kolon) dan kolaps usus di bagian distal sumbatan. Penebalan dinding
usus halus yang mengalami dilatasi memberikan gambaran herring bone
appearance, karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel
membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai kosta dan
gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi abdomen.
Tampak gambaran air fluid level yang pendek-pendek yang berbentuk seperti
tangga disebut juga step ladder appearance karena cairan transudasi berada dalam
usus halus yang terdistensi dan air fluid level yang panjang-panjang di kolon.

21

Gambar 7. Ileus Paralitik

Pada ileus paralitik terdapat dilatasi usus secara menyeluruh dari gaster sampai
rektum. Penebalan dinding usus halus yang mengalami dilatasi memberikan
gambaran herring bone appearance, karena dua dinding usus halus yang menebal
dan menempel membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler
menyerupai kosta dan gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak
pada tepi abdomen. Tampak gambaran air fluid level yang pendek-pendek yang
berbentuk seperti tangga atau disebut juga step ladder appearance di usus halus
dan air fluid level yang panjang-panjang di kolon.
Pemeriksaan radiologi foto polos abdomen pada pasien dengan ileus osbtruktif
dapat ditemukan gambaran sebagai berikut:

22

Gambar 8. Dilatasi minimal usus kecil


Gambaran usus kecil pada foto ini adalah dilatasi minimal (36mm). Terdapat bukti
hilangnya pola acak normal yang berhubungan dengan usus usus kecil yang tidak
berdilatasi. Sebaliknya, usus menunjukkan tanda-tanda pola yang lebih
terorganisir daripada acak. Misalnya beberapa loop dari usus kecil yang telah
menjadi selaras / paralel.
Penampilan ini mungkin merupakan obstruksi usus kecil awal atau obstruksi usus
kecil parsial. korelasi klinis dan film tegak mungkin akan sangat membantu dalam
menentukan apakah penampilan adalah patologis.
Penampilan ini tidak khas dari ileus adinamik/obstrultig namun temuan ini tidak
dapat dikecualikan.

23

Gambar 9. Gambaran coil spring


Gambaran coil spring hanya terjadi di udara yang dipenuhi usus kecil melebar.
Gambaran ini tampak paling nyata dalam jejunum mana valvula conniventes/
plica sirkularis memiliki jarak yang berdekatan.

Gambar 10. String of pearls sign

24

Susunan curvi-linear dari gelembung udara divisualisasikan pada gambar ini


dikenal sebagai string of pearls. Gambaran ini dianggap sebagai diagnostik ileus
obstruktif untuk menyingkirkan ileus paralitik. Gambaran ini disebabkan oleh
gelembung kecil udara yang terperangkap di valvula dari usus kecil.

Gambar 10. Slit/screthch


Pasien ini memiliki obstruksi usus kecil. Terlepas dari soliter berisi udara
lingkaran pusat dilatasi dari usus kecil, juga ada bukti tanda celah atau tanda
peregangan (panah putih).
Celah tanda merupakan hasil dari sejumlah kecil udara terperangkap dalam
valvula cairan usus. Udara yang terperangkap di dalam valvula usus yang berisi
cairan dan tanda celah sangat sugestif dari obstruksi usus kecil.

25

2.9 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami
obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu
diperlukan. Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua.
Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengansendirinya tanpa
pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan. Penderita
penyumbatan usus harus di rawat di rumah sakit (WHO, 2008) (WHO,
2007).
1. Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah
aspirasi dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien
dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit
untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaanoptimum tercapai
barulah

dilakukan

laparatomi.

Pada

obstruksi

parsial

atau

karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif (WHO,


2008) (WHO, 2007).
2. Operasi
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ
vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan
adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila
-Strangulasi
-Obstruksi lengkap
-Hernia inkarserata
-Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan
pemasangan NGT, infus,oksigen dan kateter) (WHO, 2008) (WHO,
2007).
3. Pasca Bedah

26

Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan
elektrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus
memberikan kalori yang cukup.Perlu diingat bahwa pasca bedah usus
pasien masih dalam keadaan paralitik (WHO, 2008) (WHO, 2007).

BAB III
ANALISIS KASUS

Pada kasus ini, pasien laki-laki berumur 52 tahun datang dengan keluhan utama
perut terasa kembung dan tidak bisa BAB yang dirasakan hilang timbul sejak 1
bulan yang lalu dan memberat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan kembung dirasakan semakin lama semakin memberat dan memberat
setiap kali makan. Pasien juga mengeluhkan tidak bisa BAB dan tidak bisa flatus.
Keluhan juga disertai dengan mual dan muntah setiap kali hendak makan, muntah
berwarna hijau, konsistensi cair, volume 50 cc, nafsu makan menurun.

Diagnosis small bowel obstruction (SBO) dapat ditegakan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis terhadap
27

pasien, didapatkan riwayat perut terasa kembung, obstipasi atau konstipasi kronik,
mual dan muntah. Gejala tersebut menunjukkan tanda obstruksi pada usus yang
kronik, sedangkan keluhan tidak bisa BAB dan tidak bisa flatus menunjukkan
gejala obstruksi usus halus totalis.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan abdomen tampak cembung, bising usus (+)
meningkat, metallic sound (+), darm contour (+), darm steifung (-), nyeri tekan
(-), teraba massa usus (+), hipertimpani (+). Pada pemeriksaan rectal toucher
didapatkan tonus sfingter ani baik, ampula tidak kolaps,serta tidak ditemukan
feses, lendir dan darah. Pemeriksaan fisik tersebut menunjukkan bahwa etiologi
obstruksi usus halus tersebut adalah mekanik yang belum perforasi.

Kemudian dari klinis tersebut dilakukan pemeriksaan radiologi berupa foto polos
abdomen 3 posisi, yakni posisi supine, erect, dan LLD (left lateral decubitus).
Pada kondisi akut abdomen, foto polos abdomen biasanya merupakan
pemeriksaan pertama yang dilakukan. Pemeriksaan lainnya seperti USG, CT Scan
dan IVP digunakan untuk mencari kelainan yang lebih spesifik. Dalam keadaan
akut, foto polos abdomen digunakan untuk mendiagnosis:

Obstruksi usus

Perforasi saluran cerna

Pankreatitis

28

Batu ginjal atau batu empedu

Distribusi faeces

Pada pasien ini, dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi (supine,
erect, dan LLD) atas indikasi gejala abdomen akut. Pada foto polos abdomen
secara keseluruhan tidak ditemukan gambaran udara bebas pada rektum. Temuan
ini menyingkirkan etiologi ileus paralitik dan mengarah pada ileus obstruksi.
Gambaran radiologi tersebut sesuai dengan klinis pasien yakni tidak dapat flatus
maupun BAB. Temuan ini juga sesuai dengan patofisiologi ileus obstruksi yakni
hambatan pasase isi usus halus berupa gas dan cairan pada proksimal lokasi
obstruksi. Isi usus halus tidak dapat menembus daerah obstruksi sehingga pada
daerah distal obstruksi yaitu kolon dan rektum tidak didapatkan gambaran udara
bebas.
Pada posisi supine didapatkan gambaran distensi usus halus yang berhimpit
(herring bone).

Gambaran ini sesuai dengan keadaan usus halus pada

patofisiologi ileus obstruktif. Penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena


adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga
menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan
pasase lumen usus terganggu dan akan terjadi pengumpulan isi lumen usus berupa
gas dan cairan pada bagian proksimal tempat penyumbatan yang menyebabkan
pelebaran dinding usus (distensi).
Sumbatan dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi
kelenjar pencernaan. Dengan demikian, akumulasi gas dan cairan semakin
bertambah yang menyebabkan distensi usus tidak hanya terjadi pada tempat
29

sumbatan tetapi dapat terjadi sepanjang lumen usus proksimal sumbatan.


Sehingga, pada gambaran radiologi terdapat gambaran dilatasi usus yang lusen
yang menandakan terdapat udara di bagian proksimal sumbatan. Gambaran
distensi usus yang berdekatan tampak sebagai herring bone atau tulang ikan. Pada
foto polos pasien ini juga ditemukan sign of pearls dan string of pearls, yang
menandakan terdapatnya udara yang terperangkap diantara cairan dalam usus
halus.

Pada foto polos abdomen posisi erect, didapatkan gambaran coil spring pada regio
sinistra kuadran atas dan regio dextra kuadran bawah. Gambaran coil spring
terjadi pada usus halus berisi udara yang mengalami dilatasi. Gambaran coil
spring pada pasien ini tampak paling nyata dalam jejunum dimana valvula
conniventes/plica sirkularis memiliki jarak yang sangat berdekatan.

Pada foto polos abdomen posisi LLD (Left Lateral Decubitus) terdapat gambaran
udara normal pada rongga preperitoneal fat. Ditemukan gambaran air fluid level
dengan pola step ladder (bertingkat) yang menandakan terdapat udara bebas
terperangkap dalam cairan pada usus halus pada beberapa lokasi. Pada foto polos
pasien ini tidak didapatkan udara bebas pada subdiafragma maupun pada tempat
tertinggi pada posisis LLD. Gambaran radiologi ini juga sesuai dengan anamnesis
dan pemeriksaan fisik pasien yakni perut terasa kembung serta tidak dapat BAB
dan flatus.

30

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang tersebut,


maka pasien didiagnosis sebagai ileus obstruktif atau obstruksi usus halus totalis
letak tinggi. Dikatakan totalis karena tidak terdapat udara bebas dalam kolon dan
rektum yang sesuai dengan klinis pasien tidak bisa flatus dan tidak bisa BAB.
Dikatakan letak tinggi karena gambaran obstruksi hanya sebatas sampai ileum
terminal.
Tatalaksana yang dilakukan pada pasien ini sesuai dengan literarur yakni tirah
baring dan rawat inap, penatalaksanaan farmakologi yakni rehidrasi dan menjaga
keseimbangan elektrolit, serta dilakukan prosedur operatif berupa laparotomi dan
prosedur hartman.
BAB IV
KESIMPULAN
Pada kasus ini seorang pria berusia 52 tahun yang datang dengan keluhan utama
perut terasa kembung serta tidak bisa BAB dan tidak bisa flatus yang memberat
sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
perut cembung, darm contour (+), bising usus (+), metallic sound (+),
hipertimpani (+), kemudian dilakukan pemeriksaan radiologi foto polos abdomen
3 posisi (supine, erect, dan LLD).
Berdasarkan hasil pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi, didapatkan gambaran
dilatasi usus halus, herring bone, coil spring, sign of pearls, dan air fluid level
dengan pola step ladder pada usus halus. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan maka pasien atas nama Tn.
S berusia 52 tahun didiagnosis sebagai small bowel obstruction.
Rencana penatalaksanaan pada pasien ini berupa rehidrasi dan operatif yakni
laparotomi dan prosedur hartman.

31

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, A. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.
Jacob AH. 2010. Intestinal Obstruction. Diakses dari http://
www.edu/ency/article/000260pirv.htm (Diakses pada 21 November 2016)
Khan AN. 2016. Small Bowel Obstruction Imaging. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article//article/374962-overview#a2
(Diakses pada 25 november 2016)
Kemenkes RI. 2012. Penyakit tidak menular. Diakses dari
http://www.scielo.br/scielo.php?
script=sci_pdf&pid=S180683242007000200015&lng=en&nrm=iso&tlng=
en (Diakses pada 21 November 2016)
Markogiannakis, dkk. Acute Mechanical Bowel Obstruction: clinical presentation,
Etiology, Management and Outcome. World Journal of Gastroenterology.
http://www.wjgnet.com.
Depkes R.I. 2004. Profil Kesehatan Indonesia 2004. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Medscape. 2013. Ileus. Diakses dari http://
http://emedicine.medscape.com/article/178948-overview#a0199 (Diakses
pada 19 November 2014)
Mukherjee. S., 2008. Ileus. Diakses dari http//www.emedicine.com/med/topic
154.htm. (Diakses pada 20 November 2014)
Pierce, A., dan Neil, R. 2006. At Glance Ilmu Bedah. Edisi Ketiga. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Sabiston. 1992. Buku Ajar Ilmu Bedah Bagian Pertama. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

32

Sjamsuhidajat R & De Jong, Wim. 2008. Buku Ajar Ilmu Bedah . Edisi 2.
Jakarta : EGC. Hal: 623
Scwarttz. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Sudarmo, Pulunggono dan Ade Indrawan Irdam. Pemeriksaan Radiografi Polos


Abdomen pada Kasus Gawat Darurat. Majalah Kedokteran Indonesia.
2008; 58:12.
Suratun. dan Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Penerbit CV. Trans Info Medan: Jakarta.
Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi
Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Sylvia, A., dan Wilson, L. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
WHO. 2002. WHO Global Infobase Countryn Comparison. Diakses dari
http://who.int/datawhoglobainfobasecountrycomparison.htm
(Diakses
pada 20 November 2016)
WHO. 2007. Country Health Information Profiles. Diakses dari http://
www.int/WHO/en (Diakses pada 17 November 2016)
WHO. 2007. Report On Current Situation in Mortality Statistic in Nepal 2007.
Diakses
dari
http://www.searo.who.int/linkfiles2007_mortalitystatistic_nepair.en
(Diakses pada 18 November 2016)
WHO. 2008. Global Burden of Disease in 2002 WHO Global Infobase. Diakses
dari http://www.wpro.who.int (Diakses pada 19 November 2016)

33

Anda mungkin juga menyukai