Referat BPH
Referat BPH
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Prostat hipertrofi merupakan kelainan yang sering dijumpai di klinik urologi di
Indonesia. Di Jakarta prostat hipertrofi merupakan kelainan kedua tersering setelah
batu saluran kemih. Di Rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), subbagian
urologi
setiap tahun ditemukan antara 200- 300 penderita baru dengan prostat
hipertrofi.1
Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat oleh karena sebenarnya yang terjadi
ialah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak jaringan prostat
yang asli ke perifer. 1 BPH umumnya tumor jinak yang ditemukan pada laki- laki dan
kejadiannya berhubungan dengan umur, kira- kira 20% BPH ditemukan pada umur
41- 50 tahun, 50% pada umur 51-60% dan lebih 90% pada umur lebih dari 80%.2
Berdasarkan data yang ada, sedikitnya gejala yang timbul pada BPH
berhubungan dengan umur, pada umur 55 tahun 25% gejala berkaitan dengan obtruksi
yaitu susah untuk buang air kecil. Pada umur 75 tahun, 50% laki- laki mengeluh
kekuatan dan pancaran urine berkurang. 2
Mengingat tingginya angka kejadian BPH, maka dari itu penulis tertarik untuk
mempelajari lebih lanjut tentang penyakit ini.
2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut diatas, dapat diambil perumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Benign Prostatic Hyperplasia?
2. Bagaimana pathogenesis Benign Prostatic Hyperplasia?
3. Apa saja gejala dan tanda dari Benign Prostatic Hyperplasia?
4. Jenis pemeriksaan apa sajakah yang dapat dilakukan pada Benign Prostatic
Hyperplasia?
5. Apa saja diagnosis banding dari Benign Prostatic Hyperplasia?
6. Bagiamana penatalaksanaan penyakit Benign Prostatic Hyperplasia?
3. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui lebih mendalam tentang Benign Prostatic Hyperplasia.
2. Tujuan khusus
a.
Mengetahui terminologi Benign Prostatic Hyperplasia
b.
Mengetahui pathogenesis dari penyakit Benign Prostatic Hyperplasia
c.
Mengetahui Klasifikasi dan derajat dari penyakit Benign Prostatic
Hyperplasia
1
d.
e.
f.
g.
3. Manfaat
Bagi Mahasiswa.
a.
Meningkatkan kemampuan dalam penyusunan suatu makalah dari
b.
c.
Prostatic
Hyperplasia
Bagi instansi terkait (RSPAD GATOT SOEBROTO)
a.
Menambah bahan referensi bagi dokter dalam memahami penyakit
b.
Hyperplasia
Bagi masyarakat
Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang
penyakit Benign Prostatic Hyperplasia
BAB II
PEMBAHASAN
1. Anatomi Kelenjar Prostat
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti pyramid
terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars
prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar
aksesori terbesar pada pria; tebalnya 2 cm dan panjangnya 3 cm dengan lebarnya 4
cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian
posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.3
Batas-batas prostat 3
a. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot
polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.
b. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis.
Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.
c. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis, dipisahkan
dari
simphisis
oleh
lemak
ekstraperitoneal
yang
terdapat
pada
cavum
os
pubis
dan
ligamentum
puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan
kondensasi vascia pelvis.
d. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan anterior
ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia Denonvillier).
Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavatio
rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah menuju corpus
perinealis.
e. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator ani
waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius menembus
bagian atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars prostatica pada
pinggir lateral orificium utriculus prostaticus
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus : 3
a. Lobus medius
b. Lobus lateralis (2 lobus)
c.
Lobus anterior
d. Lobus posterior
5 zona pada kelenjar prostat: 3
a. Zona Anterior atau Ventral .
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular.
Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
b. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.Zona ini
rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak.
4
c. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi
25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar
sepanjang segmen uretra proksimal.
Aliran darah prostat
Merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri vesikalis inferior dan
arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam kapsula dan stroma, dan
berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam lamina propria. Pembuluh
vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus sekeliling kelenjar. Pleksus vena
mencurahkan isinya ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam
stroma dan mengikuti pembuluh darah dan mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama
dicurahkan ke nodus iliaka interna dan nodus sakralis. Persarafan prostat berasal dari
pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus prostatikus. Prostat mendapat
persarafan terutama dari serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel
5
ganglion otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin
terutama simpatis, tampak mempersarafi sel- sel otot polos di stroma dan kapsula sama
seperti dinding pembuluh darah. 3
estrogen-testosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4)
Berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5) Teori Stem sel.5
Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting
pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat
oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk
berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan
sel selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel
prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan
pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi
dibandingkan dengan prostat normal. 5
Ketidakseimbangan antara estrogen testosterone
Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar
estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone relatif
meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya
proliferasi sel- sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat
terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan
menurunkan jumlah kematian sel- sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan
ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan
testosterone menurun, tetapi sel sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih
panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. 5
Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu mediator
(growth factor) tertentu. Setelah sel- sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan
estradiol, sel- sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel- sel stroma itu sendiri secara intrakin dan autokrin, serta
7
mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya
proliferasi sel- sel epitel maupun stroma. 5
5. Faktor Predisposisi Hiperplasia Prostat Jinak
Pada usia 40an, seorang pria mempunyai kemungkinan terkena BPH sebesar 25%.
Menginjak usia 60-70 tahun, kemungkinannya menjadi 50%. Dan pada usia diatas 70
tahun, akan menjadi 90%.4
6. Patofisiologi Hiperplasia Prostat Jinak
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan
pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini
sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar prostat
hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan
enzim 5 reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di
dalam sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu
pertumbuhan kelenjar prostat. 5
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik bulibuli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli- buli. Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan
sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom
(LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatimus. 5
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis,
bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. 5
Hiperplasia Prostat
Buli-buli:
Ginjal dan ureter:
8
Refluks VU
Hidroureter
Hidronefrosis
Gagal ginjal
Hidronefrosis
Hidroureter
Hipertofi otot detrusor
Benigna prostat hiperplasi
7. Gambaran klinis
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) 5
Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi
Obstruksi
Hesitansi
Iritasi
Frekuensi
Nokturi
Intermitensi
Urgensi
Disuria
sfingter
ani/reflex
bulbo-kavernosus
untuk
menyingkirkan
buli-
bulineurogenik
2) mukosa rectum
3) keadaan prostat antara lain :
Kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simetris antar lobus dan
batas prostat. Pada colok dubur pembesaran prostat benigna menunjukan konsistensi
prostat kenyal, seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak
didapatkan nodul. Volume yang normal pada dewasa adalah 20-30 g. Pengukuran
lebih tepat dapat menggunakan transrektal ultrasonografi (TRUS). Raba apakah
terdapat fluktuansi (abses prostat)/ nyeri tekan (prostatitis). Konsistensi prostat
keras/teraba nodul dan mungkin diantara lobus prostat tidak simetris.
10
9. Diagnosa banding 8
Diagnosa banding BPH
Kondisi
Diabetes mellitus
Sistitis , kanker buli, batu buli
Prostatitits
Divertikulum buli
Gejala
Frekuansi, aliran dan volume urin normal
Gejala iritasi
Gejala iritasi dan obstruksi
Striktur uretra
Kontraktur/striktur buli
Gejala obstruksi
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas.
Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk insufisiensi ginjal kronis pada pasien
yang memiliki postvoid residu (PVR) yang tinggi.
d. Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan
kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)
e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Jika curiga adanya keganasan prostat
11. Pemeriksaan Patologi Anatomi 9
BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di prostat.
Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni, meskipun
kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia
12
c. Sistoskopi 7,11
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan urethra di
dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs bagian dalam penis
sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut sebuah cystoscope , berisi lensa dan
sistem cahaya yang membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung
kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran kelenjar dan
mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.
13
Gambar 11.Gambaran Elevasi Dasar Buli yang Mengindikasikan Benigna Prostat Hiperplasia
13. Pemeriksaan lain5,12 :
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:
Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG setelah
miksi
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik)
atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Aliran
yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya kurang
dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin. Post-void residual mengukur jumlah
air seni yang tertinggal di dalam kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari
50 mL umum menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan
pengukuran 100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta
untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau
kateterisasi.
14
Keterangan :
Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih dari
15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat, terlihat
waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s, pasien ini urin
residunya 100 mL.
14. Komplikasi 13
Retensi urine akut ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin, distensi kandung
kemih, nyeri suprapubik
Retensi urine kronik residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli teraba, tidak nyeri
Batu buli
Hematuri
Inkontinensia-urgensi
Hidroureter
15. Penatalaksanaan5
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadang-kadang
mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi
apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi
medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah.
15
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan
fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi
dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa,
pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invasif.
Observasi
Watchful
waiting
Medikamentosa
Penghambat
adrenergi
k
Penghambat
reduktese
Fisioterapi
Hormonal
Operasi
Prostatektomi terbuka
Endourologi
Invasive minimal
TUMT
TUBD
Stent uretra
TUNA
1. TURP
2. TUIP
3. TULP
Elektovaporasi
Riwayat
Pemeriksaan fisik & DRE
Urinalisa
PSA (meningkat/tidak)
Indeks gejala
AUA
Gejala ringan
(AUA7)/
tdk ada
Gejala sedang
Tes diagnostic
Uroflow
Residu urin postvoid
Pilihan terapi
16
Terapi non-invasif
Watchful waiting
Terapi invasif
Terapi medis
Tes diagnostic
Pressure flow
Uretrosistoskopi
USG prostat
Operasi
Efek samping
Risiko kecil , dapat terjadi retensi
urinaria
Penatalaksanaan medis
Alpha-blockers
Sedang 6-8
5 alpha-reductase inhibitors
Ringan 3-4
Terapi kombinasi
Terapi invasi minimal
Transuretral microwave heat
Sedang 6-7
Gaster/usus halus-11%
Hidung berair-11%
Sakit kepala-12%
Menggigil-15%
Masalah ereksi-8%
Kehilangan hasrat sex-5%
Berkurangnya semen-4%
kombinasi
TUNA
Sedang 9
Operasi
TURP, laser & operasi
sejenis
Berat 14-20
Operasi terbuka
Berat
Sedang-berat 9-11
Urgensi/frekuensi-28-74%
Infeksi-9%
Prosedur kedua dibutuhkan-1016%
Urgensi/frekuensi-31%
Infeksi-17%
Prosedur kedua dibutuhkan-23%
Retensi urinaria-1-21%
Urgensi&frekuensi-6-99%
Gangguan ereksi-3-13%
Inkontinensia 6%
17
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu
keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat
etrapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat
memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol
setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi
buli-buli (kopi/cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung
fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedasadan asin, dan (5) jangan menahan
kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya apakah
menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan
pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi
bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.
b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistansi otot polos
prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obatobatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi
volume prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar hormone
testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5-reduktase.
Penghambat 5 reduktase
Fitofarmaka
samping
dapat
termasuk
sakit
kepala,
kelelahan,
atau
ringan.
18
Gambar 13. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinari
19
3) Fitofarmaka5
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala
akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif
yang mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi sampai sata ini belum diketahui
dengan pasti. Kemungkinan fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen, antiandrogen,
menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast
growth factos (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolism
prostaglandin, efek anti inflamasi, menuruknan outflow resistance dan memperkecil
volume prostat. Diantara fitofarmaka yang banyak dipasarkan adalah: Pyegeum
africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.
c. Terapi Invasif Minimal
Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan
1) Microwave transurethral. Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang
menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan
prostat yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut microwave thermotherapy
transurethral (TUMT), perangkat mengirim gelombang mikro melalui kateter untuk
memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya 111 derajat Fahrenheit. Sebuah
sistem pendingin melindungi saluran kemih selama prosedur.
Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara rawat
jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan disfungsi ereksi
atau inkontinensia. Meskipun terapi microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi
mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi.
20
2) Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral
jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem TUNA
memberikan energy radiofrekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar untuk region
prostat yang membesar. Shields melindungi uretra dari kerusakan akibat panas. Sistem
TUNA meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping yang
lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP).
3) Thermotherapy
dengan
air.
Terapi
ini
menggunakan
air
panas
untuk
21
4) Intra-Prostatic Stent
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena
pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di
sebelah proksimal verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen uretra
prostatika. Stent temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang
tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi jaringan. Stent yang permanen terbuat dari
anyaman dari bahan logam super alloy, nikel atau titanium. Sayangnya setelah
pemasangan kateter ini, pasien masih merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif,
perdarahan uretra atau rasa tidak enak di daerah penis.
(a)
23
(b)
(c)
Gambar 20. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca TURP
Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur ini
melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung kemih, di
mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada hiperplasi prostat yang
tidak tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada pasen yang umurnya
masih muda.
5, 7,11
24
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada suhu
yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih sedikit
komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun.
Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi
(kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah
yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah
operasi dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui
uretra ke dalam prostat menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan
beberapa semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser
menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan.
Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah
terdapat perbaikan klinis
Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan penyulit.
26
27