Cekungan Pulau Jawa Bagian Selatan
Cekungan Pulau Jawa Bagian Selatan
Cekungan pulau jawa bagian selatan terletak di daerah Jawa Tengah, yang
merupakan bagian dari Pulau Jawa, menunjukan bagian yang menjorok ke dalam
atau indentasi pada garis pantai sebelah utara dan selatannya apabila
dibandingkan dengan garis pantai di Jawa Timur dan Jawa Barat. Indentasi ini
merupakan expresi dari gejala tektonik di Pulau Jawa. Gejala tektonik Paleogene
Pulau Jawa yang berbelok ke arah Meratus (Kalimantan) menimbulkan zona sesar
anjakan yang berkembang menjadi Zona strike-slip fault (sinistral) pada bagian
Muria hingga Kebumen dan dalam mencapai keseimbangannya terbentuk
Antithetic fault berupa zona sesar anjakan yang berkembang menjadi strike-slip
fault (dextral) pada Daerah Pamanukan hingga Cilacap.
Dua sesar utama ini yang menyebabkan perubahan kondisi geologi dan
morfologi di Jawa Tengah. Dua sesar utama ini menyebabkan beberapa tinggian
serta bagian yang subsidence (basin). Beberapa tinggian serta subsidence yang
disebabkan oleh dua sesar ini adalah tinggian Pegunungan Serayu Utara dan
Selatan, terexpose-nya batuan pra-Tersier di kompleks mlange Luk Ulo,
subsidence di bagian utara dan selatan Jawa Tengah dan perubahan garis pantai
di utara dan selatan Pulau Jawa.
Cekungan Banyumas / Banyumas Basin merupakan salah satu cekungan yang
terdapat di selatan Jawa Tengah, cekungan ini diduga terbentuk dari proses
subsidence akibat expresi dari salah satu sesar utama di Jawa Tengah
(Pemanukan-Cilacap Fault) yang berarah Tenggara-Barat Laut. Pemanukan-
Tengah bagi menjadi tiga blok dimana pada masa Neogen berkembang sebagai
sub cekungan Banyumas, Kebumen dan Jogjakarta. Yang terpisah satu sama lain
oleh patahan Karang Bolong dan Purwerejo. Selama perkembangan cekungan,
secara berkelanjutan area terangkat dan juga membentuk area di sepanjang
utara (Jawa Geantiklin).
Dataran tinggi Kebumen terangkat di bagian utara dan blok yang turunnya
di bagian selatan. Karena dua pergerakan yang berlawanan, sebuah sistem blok
patahan sekunder juga berkembang pada basement cekungan. Subsiden
(penurunan dasar cekungan) maksimum di sub cekungan Kebumen terbentuk di
sepanjang patahan Karang Bolong. Sub cekungan Banyumas mulai terbentuk
secara intensif hanya pada akhir Miosen Tengah, dimana cekungan kecil
terbentuk di selatan Majenang (depresi dari Majenang-Wangon). Cekungan ini
merupakan efek dari pengangkatan geantiklinal dari selatan (dataran tinggi
Majenang). Sub cekungan Jogjakarta belum mulai terbentuk secara pasti tapi
tempat pengendapannya kemungkinan terhampar di sekitar kota Jogjakarta.
Konfigurasi dari cekungan berlanjut hingga akhir Pliosen, meskipun
sebagian besar dari cekungan terisi hampir penuh. Hanya pada bagian selatan
dan perpanjang dari lepas pantai cekungan masih berkembang.
STRATIGRAFI
STRATIGRAFI
Penyusunan unit batuan berdasarkan penulis terdahulu (Harloff 1933,
Marks 1957, Mulhadiono 1973, Asikin 1974).
laut
terbuka.
Di
area
Besuki
marl
dari
Formasi
Penanjung
dan
batugamping
yang
berlapis
(akhir
Miosen
N13-N14).
Perkembangan dari Kalipucang tidak mencapai area Besuki dan Karang Bolong
Area secara tepat terhampar di atas formasi Gabon.
Formasi Pemali dan Kalipucang menindih Formasi Halang pada akhir
Miosen hingga awal Pliosen (N14-N19), yang terdiri dari dominasi marl,
interkalasi breksi di bagian tengah dan batupasir di bagian atas (pegunungan
Gabon). Di area Besuki, formasi ini terbagi menjadi dua anggota, yaitu MS1 dan
MS2. MS1 terdiri dari sikuen turbidit dari batuan pasir vulkanik, breksi mikro dan
marl tufaan. Pada struktur dari gunung Wetan terdapat interkalasi delapan aliran
basalatik. Ketebalan Formasi Halang mencapai 500 hingga 1000 m. Sikuen tebal
batuan vulkanik dikenal sebagai Formasi Kumbang yang menindih Anggota MS1
Formasi Halang.
Formasi Kumbang terdiri dari breksi dan intrusi dan pada beberapa tempat
ditemukan bongkah marl tak beraturan. Keberadaan dari marl menandakan
bahwa unit ini terbentuk pada lingkungan laut dalam dengan aliran gravititasi
pada sedimen laut yang belum terkonsolidasi (Reineck dan Singh 1973). Formasi
Kumbang yang berusia akhir Miosen dan awal Pliosen (N15-N19) mencapai
ketebalan lebih dari 1 km. Formasi ini saling menjemari dengan Formasi Halang.
MS2
berusia
awal
Pliosen
(N19)
terdiri
dari
batupasir
kasar,
batupasir
dari
lignit
yang
mengindikasikan
tipe
dari
lingkungan
laguna.
intermiten dari laut yang transgresi selama akhir Pliosen. Batu vulkanik Kuarter
yang ditemukan disekitar kota Banyaumas mengandung konglomerat dan breksi
dengan komponen batuan vulkanik yang bersubordinasi dengan lempunglempung dan kuarsit-kuarsit. Unit ini diendapkan tidak pada kondisi marin.
lempung)
berusia
akhir
Oligosen
hingga
awal
Miosen
(N3
pada
Karangsambung, N3-N5 pada area Lamuk) terdiri dari lempung hitam yang
terdeformasi sangat tinggi dan marl. Lempung-lempung terkadang mengandung
bongkah marl, kuarsit atau batugamping diperkirakan ada pada endapan
olistostrome. Di atas Totogan adalah Formasi Waturanda yang berusia awal
Miosen (N5-N8) yang berkomposisi vulkanik turbidit yang mencapai ketebalan
900m.
Formasi Penosogan yang terhampar diatas Formasi Waturanda terdiri atas
dominasi marl yang beusia awal Miosen hingga Miosen Tengah (N7-N13). Lapisan
basal ditemukan dalam kandungan komponen-komponen yang mengandung
batupasir dan fragmen-fragmen karang. Struktur turbidit dan slump juga
ditemukan (daerah Worawari). Ketebalannya lebih dari 1000 meter.
Di atasnya terhampar Tuff marl horizon ketiga yang berusia akhir Miosen
(N14-N18) yang terdiri dari dominasi batupasir sangat kasar pada bagian paling
bawah dan marl tufaan di bagian teratas. Pada dasar batupasir mengandung
bongkah batuan tertua. Formasi ini memiliki ketebalan 500m. struktur patahan
Tubidit,
batulempung dengan lignit dan interkalasi dari karbon. Formasi ini kebanyakan
diendapkan pada lingkungan paralik, tapi pada bagian atas mengandung
sedimen laut. Ketebalannya lebih dari 100m. Diatasnya terhampar andesit tua
yang terdiri dari breksi vulkanik dan intrusi. Fosil tidak ditemukan pada unit ini,
tapi dari korelasi dan hukum superposisi diperkirakan umurnya adalah Oligosen.
Unit ini menindih Formasi Sentolo dan Formasi Sambipitu yang berkembang
dalam dua fasies berbeda.
Formasi Sambipitu berumur awal Miosen (N4-N7), terdiri dari braksi
vulkanik dan aglomerat pada bagian paling bawah (Nglanggran Bed) lapisan
batugamping, batuserpih dengan fosil tanaman dan greywacke dengan bongkah
gampingan pada bagian paling atas. Ketebalannya lebih dari 1000m. Formasi
Sentolo berumur awal Miosen (N4-N18), pada bagian paling bawah terdiri dari
lapisan basal tapi dominasi marl jug aditemukan pada formasi ini. Formasi in
diendapkan pada lingkungan neritik hingga bathial dan ketebalannya mencapai
1200m. Formasi Jonggrangan menindih Andesit Tua yang dikenal juga sebagai
Formasi Sambipitu. Terdiri dari longsoran karang batugamping dan pada bagian
paling atas terdapa interkalasi lempung dan lignit. Unit ini memiliki ketabalan
400m. Berusia Miosen Awal hingga Miosen Tengah (TF1-2).
Terhampar diatasnya Formasi Wonosari yang terdiri dari batugamping
dengan festoon atau crossbeding planar. Berusia Pliosen (N20-N21) dan
mencapai
900m.
diendapakan
pada
lingkungan
neritik.Vulkanik
Kuarter
SEJARAH PENGENDAPAN
1.5.1 Eosen hingga Oligosen.
Transgresi laut tersier muncul pada area tenggara. Pada waktu Eosen
Tengah, garis pantai bertambah ke arah selatan yang berhubungan dengan garis
pantai Purwekerto Banjarnegara Magelang dimana sedimennya diendapkan
pada kondisi paralik hingga laut dangkal. Transgrasi berlanjut hingga akhir Eosen
kemudian setelah akhir Eosen area masuk kedalam laut dalam ditandai dengan
kesesuaian dari zona subduksi, yang berlanjut hingga akhir Oligosen. Dimana
sedimen sangat komplek dan terubah.
Pada Oligosen Akhir terjadi vulkanisme aktif yang hadir pada garis pantai
(Gabon, Karang Bolong, dan Kulon Progo). Gunung api terbentuk pada beberapa
tempat dengan material-material halus yang terlontar dan terhampar di
lingkungan laut dalam.
Pada akhir Oligosen, area ini mengalami tektonisme regional, dimana
muncul sebagai blok patahan dan terpisah menjadi tiga bagian.
suatu
vulkanisma.
Semua
massa
besar
dari
material
vulkanik
terendapkan pada lantai samudra yang sangat tidak stabil, massa tersebut
mengalir turun membentuk turbidit-turbidit pada Formasi Waturanda.
Pada area Kulon Progo, diakhir Oligosen gunung api mungkin telah
mencapai tahap kaldera (MacDonald 1972). Area terangkat dipermulaan awal
Miosen dan sebelumnya terendapkan marl pada upper marin, lapisan-lapisan
basal juga diendapkan. Pada waktu yang sama dibagian utara terbentuk cone-
mulai
berkembang
bersamaan
dengan
ekuivalensi
dari
lapisan
dan
aliran
Gn
Wetan,
Formasi
Kumbang)
tergabung.
1.5.4 Pliosen
Selama kelanjutan dari pengangkatan geantiklin, laut mengalami regresi
dan area merupakan lingkungan litoral-neritik. Laut dalam hanya melingkupi
area sekitar Kebumen. Pada laut dangkal materal kasar dan sedimen lignit
1.5.5 Kuarter
Pada akhir dari Pliosen seluruh area secara regional terangkat dalam suatu
hubungan dengan akhir fase dari pembentukan geantiklin. Kemudian area
mengalami erosi yang sangat ekstensif bersamaan dengan vulkanisma. Erosi
menghasilkan endapan dari vulkanik kuarter dan breksi lembah Serayu.
ASPEK HIDROKARBON
Sejumlah rembesan minyak (oil seeps) dijumpai di daerah onshore Bayah.
Sebuah peningkatan pesat yang dijumpai dalam gradien geothermal di masa
Piocene hingga Pleistosen (Soenandar, 1997). Hal tersebut juga sama seperti
yang dijumpai di Cekungan Sunda, SubAsri, cekungan Jawa barat laut (NW java
basins). Daerah Banyumas, cekungan Jawa Tengah bagian selatan dijumpai
rembesan minyak. Rembesan minyak tersebut banyak yang muncul di daerah
tersebut. Cekungan Banyumas telah di bor pada sumur Cipari-1 oleh BPM dan
Karang Nangka-1, Gunung Wetan-1, Karang Gedang-1 oleh Pertamina.
Beberapa sumur dijumpai adanya keberadaan minyak dan gas. Sumur tersebut
tidak bisa menembus lebih dalam dari horison Miosen akhir akibat adanya
gangguan mekanis yang dihasilkan akibat adanya tekanan yang berlebih yang
dihasilkan oleh serpih (overpressured shale).n Pada sumur Jati-1 (Lundin) yang
sedang melakukan drilling didaerah tersebut dapat mengatasi kesulitan
operasional ini, hal terebut dilakukan dengan mencoba untuk mengevaluasi
bagian lebih dalam sampai Oligosen / Eosen dari dasar Gabon. Potensi reservoir
akhir Miosen Halang-Rambatan dijumpai sand volkaniklastik, awal miosen
dijumpai Kalipucang reefs, Oligo-Miosen Gabon dijumpai sand volkaniklastik, dan
menengah Eosen pada endapan delta Nanggulan dijumpai quartzitic sand,
mengalami fold dan fault dalam waktu Miosen akhir. Potensi dari source pada
akhir-tengah Eosen tengah daerah Nanggulan / Karangsambung shales (TOC
sampai dengan 7,5%) dan awal Miosen bituminous shale Kalipucang / formasi
Pemali (TOC sampai dengan 15,6%), hal tersebut bertahan hingga pada saat ini
dalam mature window awal pertengahan (Muchsin et al., 2002).
Lepas pantai cekungan Selatan Jawa Tengah telah dibor oleh Alveolina-1 dan
Borelis-1 (Jawa Shell, awal tahun 1970-an) daerah tersebut terletak di lepas
pantai selatan Yogyakarta. Pada sumur Alveolina-1 dijumpai reservoir yang
sangat baik dari Wonosari karbonat berumur tengah-akhir Miosen. Pada sumur
Borelis-1 kehilangan reservoir akibat dari adanya perubahan fasies menjadi
serpih. Akibatnya kedua sumur kering karena tidak adanya pengisian Hidro
karbon (Bolliger dan Ruiter, 1975).
PENUTUP
KESIMPULAN
Ada tiga sub cekungan pada jawa tengah selatan yaitu sub cekungan
Banyumas, Kebumen, dan Jogjakarta yang terpisahkan oleh dua patahan besar.
Sub cekungan Kebumen muncul sebagai blok yang turun, tipe-tipe sedimennya
bervariasi dari satu area ke area yang lain. Pada sub cekungan Kebumen,
Jogjakarta sedimen paparan secara umum ditemukan kecuali pada Halang MS1
dan Formasi Kumbang, dimana sub cekungan Kebumen terdiri oleh kebayankan
tipe batuan flysh yang monoton yang diendapkan pada kondisi laut dalam.
Formasi vuklanik Gabon yang waktunya ekuivalen dengan formasi
vulkanik Jatibarang, tetapi tidak diendapkan pada lingkungan yang sama. Gabon
merupakan lingkungan marin sedangkan Jatibarang merupkan kontinental.
Cekungan dalam dari Bumiayu (kelajutan dari cekungan bogor) terpisah oleh dua
sub basin ini.
DAPUSS
Suyanto, F.X. dan Roskamil, 1977, The Geology and hydrocarbon aspect of
southern Central Java, Majalah IAGI, j. 4 / no. 1, 61-71.
(https://anggajatiwidiatama.wordpress.com/category/geologi/)
http://geologi4ilmukepecintaalaman.blogspot.co.id/2011_04_01_archive.html
http://aryadhani.blogspot.co.id/2010/05/cekunganjawa.html
https://en.wikibooks.org/wiki/The_Geology_of_Indonesia/Java_
%26_Java_Sea#4.3_SOUTH_CENTRAL_JAVA_BASINS