Anda di halaman 1dari 31

All About World

Minggu, 04 September 2011


Laporan Kimia Organik II FMIPA
ACARA 1
REAKSI OKSIDASI SENYAWA AROMATIK POLISIKLIK
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan : - Mempelajari reaksi oksidasi senyawa aroamtik polisiklik.
Mempelajari proses refluks dan pemurnian senyawa dengan
metode sublimasi.
Hari, tanggal :
Rabu,11 Mei 2011
Tempat :
Laboratorium Kimia Lantai III Fakultas MIPA Universitas Mataram.
LANDASAN TEORI
Senyawa aromatic polisiklik lebih reaktif terhadap oksidasi, reduksi dan sublimasi elektrofilik
daripada benzene. Reaktifitas yang lebih besar ini disebabkan oleh dapatnya senyawa polisiklik
bereaksi pada suatu cincin dan masih tetap mempunyai satu cincin benzene atau lebih yang masih
utuh dan zat antara dalam produk. Diperlukan energy yang lebih kecil untuk mengatasi karakter
aromatic suatu cincin tunggal dan senyawa polisiklik daripada energy yang diperlukan untuk
benzene. Benzene tidak mudah dioksidasi, namun naftalena dapat dioksidasi menjadi produk
dimana sebagian besar aromasifitas dipertahankan, anhidrida asam flatilat dibuat secara komersial
dengan cara mengoksidasi naftalena, reaksi ini agaknya berlangsung lewat asam o-ftalat(Fessenden,
2010: 476).
Reaksi senyawa organic yang tidak dapt dilihat dari perubahna bilangan oksidasi atom-atom
senyawa yang bereaksi. Aturan sederhana untuk menentuksn bahwa senyawa organic itu teroksidasi
adalah jika sebuah molekol memperoleh oksigen dan jika suatu molekol kehilangan o2 atau
memperoleh H2 makamolekol tersebut tereduksi. Senyawa aromatic polisiklik ditandai dengan
adanya beberapa cincin siklik yang menggunakan atom karbon tertentu secara bersama-sama dan
adanya electron aromatis diseluruh sistim siklik (Sudarma. 2008 : 45).
Sistem Cincin senyawa aromatic polisiklik mempunyai nama, individual berbeda dengan
penomeran benzene suatu cincin sikloalkana , yang dimulai pada posisi substituent . kenomeran
suatu cincin polisiklik ditetapkan sesuai perjanjian dan tidak berubah sebagaimanapun posisi
substituent . senyawa aromatic polisiklik lebih reaktif terhadap oksidasi, reduksi dan subsitusi
elektrofilik terhadap benzene . reaktivitas yang lebih besar ini disebabkan oleh dapatnya senyawa
polisiklik bereaksi pada suatu cincin dan masih tetap utuh dalam zat antara dan dalam produk

(Fessenden, 1982 :251-253).


Istilah sublimasi harus digunakan untuk perubahan uap yang dapat langsung menjadi padatan
tanpa pembentukan cairan. Pada kenyataannya senyawa yang pada pemanasan meleleh kemudian
mendidih dan pendingina n menjadi uap langsung menjadi padatan. Proses ini disebut sublimasi.
Untuk memahami kondisi yang mengontrol sublimasi perlu dipelajari keseimbangan padat- cairuap. Titik leleh normal suatu senyawa adalah suhu dimana padatan dan cairan berada pada
keseimbangan yakni pada tekanan atmosfer. Pada titik berkala tiga tekanan itu seimbang dengan
tekanan uap system itu (padat-cair-uap) dan suhu ini berada pada titik leleh. Jelaslah bahwa uap di
bawah tekanan titik berkai tiga jika didinginkan akan berkondensasi langsung ke bentuk padat atau
sublimasi (sudjadi, 1988: 31).
Naftalenaa ialah senyawa induk dari deret hidrokarbon polisiklik berfusi (fused polycyclic
hydrocarbon) dengan beberapa contohnya ialah antrasena, fenantreana, dan pirena. Perluasan tak
terbatas dari cincin seperti ini menghasilkan lembaran karbon yang tersusun secara heksagon yaitu
struktur grafit (satu bentuk dari karbon unsure). Panjang ikatan naftalena tidak semuanya sama,
tetapi kira-kira mirip dengan panjang ikatan pada benzene. Meskipun memiliki cincon yang
beranggotakan enam, naftalena memiliki energy resonansi sedikit lebih rendah dibandingkan pada
dua benzene yaitu sekitar 60 kkal/mol. Mengingat simetrinya, naftalen memiliki tiga set atom
karbon yang setara : C-44 dan C-1, C-4, C-5, dan C-8. Dan C-2, C-3, dan C-7, seperti halnya
benzene, naftalena mengalami reaksi substitusi elektrofilik ( halogenasi, nitrasi, dan strukturnya).
Biasanya pada kondisi yang lebih sedikit ringan dibandingkan benzene (Hart, 2003: 146).
Jika suatu cairan didinginkan akan terjadi padatan pada suatu suhu dan untuk senyawa murni titik
leleh sama dengan titik beku karena titik leleh suatu Kristal padat adalah suhu dimana padatan itu
dimulai berubah menjadi cair dibawah tekanan 1 atm. Untuk senyawa murni perubahan dari
keadaan padat menjadi cair sangat tajam (dalam 0,5oC). oleh karena itu senyawa ini berguna untuk
identifikasi selanjutnya titik leleh dipengaruhi senyawa lain dank arena itu titik leleh sangat penting
untuk kemurnian suatu senyawa (Arini, 2010).
ALAT DAN BAHAN
Alat :
Alat refluks
Penyaring Buchner
Alat sublimasi
Pipet tetes
Gelas kimia
Gelas ukur
Pengaduk
Gunting
Timbangan
Labu alas bulat
Stop watch
Bahan:
Antrasena
Asam asetat glacial
Asam sulfat pekat
Na2Cr2O7 8 gr
Aquades
Kertas saring

SKEMA KERJA
2 gr antrasena
Dimasukan dalam labu alas bulat 250 mL
+ 50 mL asam asetat galsial
Dipanaskan dalan Healting mantle 15 menit
+ tetes demi tetes 6 mL H2SO4 pekat
+ tetes demi tetes Na2Cr2O7 4 gram dalam 5 mL air
Hasil
Direfliks 15 menit
Hasil
+ 100 mL aquades
Disaring dengan penyaring Buchner
Endapan 1
Dicuci dengan aquades
Dikering anginkan
Endapan 2
Disublimasi
Hasil
(ditimbang beratnya)

HASIL PENGAMATAN
Percobaan Hasil 2 gr antrasena
+ 50 mL asam asetat galsial
Dipanaskan dalan Healting mantle 15 menit
+ tetes demi tetes 6 mL H2SO4 pekat
+ tetes demi tetes Na2Cr2O7 4 gram dalam 5 mL air

Direfliks 15 menit
+ 100 mL aquades
Disaring dengan penyaring Buchner
Dicuci dengan aquades
Disublimasi

Ditimbang beratnya.
Warna = cream
Warna larutan = cream dan terdapat endapan putih keruh
Warna kuning bening
Warna endapan kream
Warna larutan hijau kebiruan dan endapannya hijau lumut
Warna larutan orange cerah / pekat
Warna larutan coklat pekat dan keruh karena bercampur dengan endapan.
Warna larutan coklat pekat endapannya seperti kerak berwarna hijau
Warna larutan hijau kehitaman dan keruh
Warna larutan hijau pekat
Warna endapan krem keputih-putihan
Berbentuk serebuk yang lebih halus dan berwarna kuning
Berat = 0,32 gr

ANALISIS DATA
Persamaan reaksi dan mekanismenya:
Perhitungan
% antrakuinon
Secara teori
mol antrasena = mol antrakuinon
m/Mr
= m/Mr
m antrakuinon = m/Mr x Mr
= 2/178 x 200
= 2,34 gr
Massa percobaan = 0,32 gr
% antrakuinon = (m percobaan)/(m teori) x 100%
= 0,32/2,34 x 100%
= 13,67 %
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai reaksi oksidasi senyawa aromatic
polycyclic, dimana prcobaan ini bertujuan untuk mempelajari reaksi oksidasi senyawa aromatic
polisiklik dan proses refluks dan pemurnian senyawa dengan metode sublimasi. Digunakannya
antrasena pada percobaan ini dalam bentuk padat karena hidrokarbon aromatic polisiklik dan
sebagian besar turunannya berbentuk padat (Fessenden, 1986: 249). Antrasena yang memiliki 3
cincin benzene dimana oksidasinya akan menghasilkan antrakuinon yang berasal dari reaksi cincin
bagian tengah karena paling reaktif sehingga dihasilkan antrakuinon yang memiliki gugus fungsi
yang terikat pada karbon 9 dan 10. Dalam pembentukannya antrasena menjadi antrakuinon
memerlukan pelarut, katalis, dan oksidator dimana antrasena merupakan salah satu senyawa organic

yang tidak larut dalam air.


Pada percobaan pertama, kedalam antrasena dimasukan asam asetat qlasial sebagai pelarut, dimana
antrasena yang bersifat non polar tidak larut dalam yang bersifat polar, sehingga antrasena dapat
larut atau mengalami pencampuran yang tidak sempurna, karena asam asetat glacial bersifat polar.
Asam asetat glacial merupakan asam yamg lebih kuat dari basa-basa yang jauh lebih lemah
daripada air. Setelah itu campuran antrasena dengan asam asetat glacial(berwarna cream)
dipanaskan 15 menit untuk mengoptimalkan pelarutan antrasena atau untuk mempercepat reaksi,
karena ketika suhu dinaikkan pada larutan maka jumlah energy tumbukan molekul pereaksi menjadi
bertambah (Syukri,1999). Lalu ditambahkan H2SO4 pekat setetes demi setetes agar reaksi
berlangsung pada suhu yang konstan dan dapat berjalan seimbang (Purwoko,2006), sehingga dapat
mempercepat laju reaksi, karena H2SO4 sebagai katalis. Lalu ditambahkan Na2Cr2O7 setetes demi
setetes agar tidak terjadi kenaikan suhu secara tiba-tiba atau drastis karena antrasena yang bersifat
flammable sehingga rentan terhadap suhu yang mengakibatkan rusaknya molekul antrasena.
Penambahan Na2CrO7 adalah sebagai oksidator untuk membentuk antakuinon yang ditandai
dengan berubahnya warna menjadi hijau kebiruan dengan warna endapan hijau lumut.Na2Cr2O7
adalah dikenal sebagai oksidator kuat karena memiliki potensial standar +1,33V dengan reaksi :
Cr2O72- + 14H+ + 6e- 2Cr3+ + 7H2O
Pembentukan ion Cr3+ ditujukan dengan warna hijau pekat yang timbul saat penambahan
Na2Cr2O7. Lalu pada reaksi ini juga terjadi reduksi ion Cr2O72- oleh ion H+ menjadi ion Cr3+
yang akan mengoksidasi antrasena menjadi antrakuinon. Lalu direfluks untuk mengubah reaksi
menjadi hasil yang diinginkan atau untuk mendapatkan hasil akhir yang diinginkan karena karena
sebelumnya yang dihasilkan hanya reaksi antara karena reaksinya lambat. Sehingga dengan
pemanasan pada refluks reaksi akan cepat berlangsung tanpa mengurangi volume analit karena
uapnya akan langsung terkondensasi, dan dengan refluks akan memanaskan dengan suhu tidak lebih
titik didih pelarutnya, lalu ditambahkan aquader untuk mengencerkan larutan sehingga akan
mempermudah proses penyaringan. Lalu setelah itu disaring dengan penyaringan buchner, dimana
dengan adanya vakum dan didasarkan pada tekanan tekanan diluar yang lebih besar daripada
didalambuch ner sehingga terdapat penyedot untuk mempercepat proses penyaringan sehingga lebih
mengoptimalkan proses penyaringan dan lebih cepat. Pada waktu penyaringan sesekali substrat
dicuci dengan aquader untuk menghilangkan pengotor baik berupa sisa pelarut ataupun senyawa
lain yang mungkin terbentuk yang kemudian substrat dianginkan untuk dikeringkan, sehingga
terbentuk antrakuinon.
Untuk memperoleh antrakuinon murni, substrat disublimasi dimana sublimasi adalah jika senyawa
padat dipanaskan akan langsung menyublim dan terjadi perubahan dari padat padat ke uap tanpa
melaui fasa cair terlebih dahulu dan jika diinginkan akan berubah menjadi fasa padat kembali. Bila
partikel zat padat kenaikan suhu, maka partikel tersebut akan menyublim menjadi gas sebaliknya
jika gas tersebut didinginkan akan berubah menjadi padat. Senyawa yang dimurnikan harus
mempunyai tekanan uap yang tinggi pada suhu dibawah titik lelehnya sehingga laju penguapan dari
padatan akan berlangsung cepat dan uap terkondensasi kembali menjadi padat jika berada pada
permukaan yang dingin. Prose ini berlangsung pada ruang yang bertekanan rendah biasanya dibantu
denga alat vakum untuk mengurangi tekanan (Anonim,2009:3). Senyawa padat yang dihasilkan
lebih murni dari yang semula ini disebabkan pada saat dipanaskan hanya senyawa antrakuinon yang
menyublim sedangkan kotoran tertinggal. Adapun yang diperoleh antrakuinon yang didapat yaitu
13,67% dari 2 gram antrasana yang teroksidasi. Hasil yang berbeda dari teori dikarenakan
kemungkinan besar terjadi pada praktikum sehingga memicu hasil yang sangat minim. Senyawa
antrakuinon yang dihasilkan mempunyai gugus fungsi keton pada karbon no 9 dan no 10. Hal ini
disebabkan cincin atrasenon yang terletak ditengah, ini merupakan salah satu cincin target dan
merupakan salah satu yang paling reaktif , hal ini dapat diketahui dari data panjang ikatan antar
atom karbon yang menunjukan tidak semua panjang ikatan karbon dalam senyawa aromatic plisikik
sangat identik (Aninim,2009).

H. KESIMPULAN
Antrasena merupakan senyawa organik yang kurang larut dalam asam asetat glasial pada suhu
kamar.
Oksidasi antrasena terjadi pada cincin aromatic bagian tengaj dan menghasilkan 9,10 antrakuinon.
Untuk mengoksidasi antrasena diperlukan pelarut asam asetat glasial dan H2SO4 sebagai katalis
dan Na2Cr2O7 sebagai oksidator untuk membentuk antrasena menjadi antrakuinon dan pemutusan
oksigen.
Refluks bertujuan untuk mempercepat reaksi tanpa menguragi volume larutan
Pemurnian antrakuinon dapat dilakukan dengan metode sublimasi dengan pemanasan senyawa
padat yang langsung menyublim dan terjadi perubahan dari padat keuap tanpa melalui fasa cair
terlebih dahulu
Ion Cr3+ yang dihasilkan akan menjadi reduktor yang mengoksidasi antrasena menjadi
antrakuinon
Kadar antrakuinon yang diperoleh adalah sebesar 13,67%.

DAFTAR PUSTAKA
Arini, Karin. 2010. Oksidasi Polisiklik Dengan Sublimasi. Didownload dari
http://arinikarin/oksidasipolisiklik/ac.id.html. pada tanggal 28 Mei 2011 pukul 19.00 WITA.
Fessenden, Ralph. J dan Fessenden. 2010.Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Hart, Harold. 2003. Kimia Organik. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Purwoko, Agus Abhi. 2006. Kimia Dasar I. Mataram: Unram Press.
Sudarma, I Made. 2008. Petunjuk Praktikum Kimia Organik II. Mataram: Universitas Mataram.
Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Yogyakarta: Kanisus.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar II. Bandung: ITB,

ACARA II
PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK DENGAN CARA EKSTRAKSI
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan
: - Mempelajari teknik pemisahan campuran Naftalena dan naftol
dengan Cara ekstraksi.
- Mempelajari tujuan penggaraman pada ekstraksi cair-cair.
- Mempelajari teknik pengeringan dalam medium cair.
- Mempelajari teknik isoslasi kafein dari teh.
Hari/Tanggal
:
Selasa, 12 April 2011
Tempat
: Laboratorium Kimia Lantai III Fakultas MIPA Universitas Mataram.
LANDASAN TEORI
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi suatu zat dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi dapat digolongkan berdasarkan bentuk campuran yang
diekstraksi dari proses pelaksanaanya. Ekstraksi pelarut atau sering juga disebut ekstraksi cair
merupakan metode pemisahan atau pengambilan zat terlarut dalam larutan (biasanya dalam air)
dengan menggunakan pelarut lain (biasanya organik). Prinsip ini diasarkan pada distribusi zat
terlarut dengan perbandingan antara 2 pekarut yang tidak saling bercampur seperti eter, kloroform,
karbon tetraklorida, dan karbon disulfide. Diantara berbagai jenis metode pemisahan ekstraksi
pelarut merupakan yang paling baik dan popular. Alasannya karena metode ini dilakukan baik
dalam tingkat makro maupun mikro. Pemisahannya tidak memrlukan alat canggih hanya berupa
corong pisah. Pemisahan yang dilakukan bersifat sederhana, bersih, cepat dan mudah (yazid, 2005 :
181).
Diantara berbagai jenis metode pemisahan ,ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air
merupakan metode pemisahan yang paling baik dan popular ,alas an utamanya adalah bahwa
pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro ataupun mikro. Seseorang tidak
memerlukan alat yang khusus atau canggih kecuali corong pemisah. Prinsip metode ini didasarkan
pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling
bercampur seperti benzene,karbontetra kloridaatau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat
ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase tersebut. Tekinik ini dapat digunakan untuk
kegunaan preparative, pemurnian, memperkaya pemisahan serta analisis pada semua skala kerja
(Khopkar.2005: 115).
Partisi zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak dapat bercampur (immiseible) menawarkan
banyak kemungkinan yang menarik untuk pemisahan analitik. Bahkan dimana tujuan primernya
bukanlah analisis namun preparative, ekstraksi pelarut dapat merupakan suatu langkah penting
dalam urutan yang menuju ke suatu produk murninya. Dalam hal ini banyak campuran ion logam
pemisahan akan tidak sempurna dalam suatu ekstraksi tahap tunggal. Ekstraksi dapat ditingkatkan
dengan keasaman yang rendah dan dengan konsentrasi zat penjepit yang tinggi. System ekstraksi
yang melibatkan pasangan ion dan solvent, umumnya garam logam yang cenderung lebih dapat
larut dari pelarut yang sangat polar seperti ini daripada pelarut organic yang tetapan dielektriknya
jauh lebih rendah. Suatu pemisahan yang lebih ideal oleh ekstraksi pelarut, seluruh zat yang
menjadi pengganggunya dalam pelarut yang lain ( Underwood, 2002: 469).
Naftalena mudah diisolasi karena senyawa ini menyublim dari tar menjadi padatan. Kristal tak
berwarna yang indah dengan titik didih 80oC, yang merupakan molekul planar dengan dua cincin
benzene yang berdifusi. Panjang ikatan pada naftalena tidak semuanya sama, tetapi kira-kira mirip
dengan panjang ikatan pada benzene (1,39 A). meskipun memiliki dua cincin beranggotakan enam,
naftalena memiliki energy resonansi sedikit lebih rendah dibandingkan pada 2 benzena, yaitu
sekitar 660 kkal/mol mengingat simetrinya, naftalena menjalani reaksi substitusi elektrofilik
(halogenasi, nitrasi dan seterusnya) ( Thati, 2000: 15).

Kafein adalah sejenis senyawa alkaloid yang termasuk golongan metilxanthine (1,3,7
trimetilxantine ). Efek psikologis yang dihasilkan dapat beragam dan dapat menyebabkan
ketergantungan. Kafein cukup banyak terkandung dalam the ( 30-75 mg/cangkir), selain itu daun
the juga mengandung tannin dan sejumlah kecil klorofil. Struktur kafein terbangun dari system
cincin purin, yang secara biologis penting dan diantaranya banyak ditemukan dalam asam nukleat.
Kafein berupa Kristal yang berwarna putih dan rasanya pahit yang bias digunakan sebagai
perangsang saraf (pshicoactif somblaut) dan juga efek diuretic pada manusia ( Ronquillo, 2009: 1).
ALAT DAN BAHAN
Alat :
Corong pisah
Erlemeyer
Rotary evaporater
Alat sublimasi
Penyaring Buchner
Pemanas
Neraca analitik
Statif
Corong
Bulb
Gelas ukur
Pipet volum
Gelas ukur
Gelas kimia
Bahan:
Naftalena
Naftol
HCl 1M
NaOH 1M
DCM
Teh
Larutan Pb asetat 10%
Aquades
Kertas saring whatman
Sodium sulfat
Kertas sarin
SKEMA KERJA
Isolasi kafein dari teh

+ NaSO4 anhidrat
Disaring
Diuapkan
Ditimbang berat hasil kotor
Hasil
Pemisahan naftol dan naftalena
Campuran naftol dan naftalena

lapisan DCM lapisan

HASIL PENGAMATAN
Isolasi kafein dari teh
PercobaanHasil Kedalam fltrat
+ Pb asetat 10% 100 ml

Disaring dengan penyaring buchner


Diuapkan hingga 100 ml

Didinginkan
+ 5 ml DCM

diekstraksi
+ NaSO4 anhidrat
Disaring
Diuapkan
Ditimbang berat hasil kotor

Warna larutan menjadi keruh dan terbentuk endapan.


Warna larutan menjadi kuning bening.
Warna larutan menjadi coklat dari sebelumnya.
DCM dan larutan tidak saling bercampur.
Warna larutan menjadi krem dan agak kental dan seperti memiliki 2 fasa.
Berat = 5,42 gr.
2. Pemisahan naftol dan naftalena
Percoban Hasil Campuran neftol dan naftalena
+10 mL DCM
+1 mL NaOH 15 tetes
Diekstrak

Bila tak terekstrak + 10 mL aquades

Lapisan DCM 1
+ NaSO4 anhidrat disaring
DCm diuapkan
Ditimbang
Lapisan DCM 2
+ NaSO4 anhidrat
Disaring
Ditimbang
Warna larutan menjadi coklat
Terbentuk lapisan seperti minyak dan air, berwarna abu-abu
Sisa naftalena mengkristal pada gelas kimia pada sat dimasukkan kedalam corong pisah.
Tidak menyatu dan terbentuk dua fasa. Fasa atas adalah air dan fasa bawahnya adalah DCM.
Warna DCM = merah bata.
Berbentuk gumpalan seperti lemak
Naftalen murni berupa padatan seperti kerak dan terlihat seperti lemak.
Berat = 0,6 gr
Warna NaSO4 menjadi coklat pekat.
Berat zat = 0,18 gr
ANALISIS DATA
Persamaan reaksi dan mekanisme:
Perhitungan
Persen naftalena dan naftol dalam campuran
%naftalena=(0,6 gr)/(1 gr) x 100%=60%
%naftol=(0,18 gr)/(1 gr) x 100%=18 %
Persen kafein dalam teh
% kafein kotor=(5,42 gr)/(50 gr) x 100%=10,84%
PEMBAHASAN
Eksraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut
antara dua pelarut yang tidak dapat bercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu
pelarut kepelarut yang lain. Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan pada kelarutan komponen

terhadap komponen lain dalam campuran. Ekstrakssi cair-cair merupakan pemisahan yang
dilakukan baik dalam tingkat makro maupun mikro. Prinsip distribusi ini didasarkan pada distribusi
zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur seperti
benzene,karbontetra kloridaatau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada
jumlah yang berbeda dalam kedua fase tersebut. Tekinik ini dapat digunakan untuk kegunaan
preparative, pemurnian, memperkaya pemisahan serta analisis pada semua skala kerja
(Khopkar.2005: 115).
Pada praktikum ini dilakukan dua percobaan dengan metode pemisahan yang sama. Percobaan
pertama, pemisahan campuran antara naftalena dalam pelarut DCM, Dalam DCM, baik naftalena
maupun naftol memiliki kelarutan yang sama, hal ini dikaerakan struktur dari kedua senyawa ini
hampir sama, perbedaannya hanya pada gugus fungsi- OH yang dimiiki naftol (Tim Kimia
Organik ,2009 :8). DCM merupakan pelarut organic yang tidak berwarna dan berbau seperti
kloroform, dan dapat diuiraikan dalam air pada 473 K. Kristal-kristal naftelena lebih sukar larut.
Perbedaan yang dimiliki oleh naftol ini penyebab tidak bisa langsung menggunakan metode
ekstraksi. Dan juga untuk mengubah kelarutan senyawa tersebut, selanjutnya ditambahkan NaOH,
yang menyebabkan Naftol dapat larut dalam air sehingga mudah dipisahkan dari naftalena yang
sudah larut dalam DCM, selain itu juga akan membentuk garam dengan naftol yang larut dalam air
sedangkan naftalena tidak sehingga kedua senyawa dapat terdistribusi kemasing-masing fasa
organic dan air. Adapun penambahan aquades bertujuan untuk memastikan mana lapisan aquos dan
mana lapisan air yang berada diatas, sedangkan lapisan DCM berada dibawah berwwarna merah
bata. Dan lapisan air berwarna agak pudar dari warna lapisan DCM. hal ini menyebabkan kesulitan
dalam pemisahan, meskipun lapisan DCM berada di bagian bawah, tapi justru lapisan airlah yang
duluan keluar. Sehingga untuk mengeluarkan lapisan DCM perlu ditambahkan aquades dalam
corong, lapisan DCM tersebut mengandung naftalena. Lalu Kristal yang didapat hasil penimbangan
sebesar 0,6 gr dan berwarna agak kecoklatan dari hasil penyaringan lapisan DCM yang berwarna
merah bata dan berbentuk gumpalan. Kristal naftalen berbentuk padatan seperti kerak dan kelihatan
seperti lemak. Selanjutnya untuk mendapatkan kembali naftol dalam air tersebut, lapisan aquades
ditambahkan HCL 1M untuk menetralkan garam naftol, agar kembali kebentuk semula sehingga
bisa larut kembali dalam DCM (Tim organic, 2009:9). Kemudian barulah diekstraks kembali
dengan DCM, sam seperti dengan percobaan untuk mendapatkan naftalena. Namun, kali ini untuk
mengeringkan lapisan DCM, digunakan Na2SO4 an hidrat untuk menyerap air yang ikut keluar
pada waktu pemisahan. Setiap 1 mol Na2SO4 anhidrat akan menyisakan 5 mol molekul H2O
(Anonim, 2010). Dan kemudian penyaringan dilakukan untuk memisahkan Na2SO4. Filtrate dari
ini diuapkan, sehingga didapat naftol sebanyak 0.18 gram. Adapun berat total dari campuran naftol
dan naftalena adalah 1 gram. Jadi sisa kemungkinan masih ada dalam pelarut-pelarutnya, karena
ekstraksi yang kurang baik. Fasa air diekstrak kembali dengan DCM yang ditambahkan HCl
sebelumnya berfungsi untuk memecah struktur garam sehingga mengembalikan struktur naftol yang
sebelumnya berubah karena penambahan NaOH sehingga dengan kembalinya dengan struktur ini
maka naftol kembali tidak larut dalam air dan larut dalam DCM sehingga naftol dapat dipisahkan
dalam fasa air.
Untuk percobaan kedua, yaitu isolasi kafein dari teh. Penggunaan air panas dan pemanasan 15
menit pada pada teh, tujuan untuk memaksimalkan pemisahan antara fasa padat (selulosa, dsb) serta
untuk menghancurkan ikatan ikatan sehingga kafein dalam the akan terekstrak atau telarut dalam air
karena dengan meningkatnya suhu maka kelarutannya dalam air akan bertambah. Air panas sebagai
pengekstrak teh yang larut dalam air didasarkan pada kelarutan kafein yang semakin meningkat
seiring bertambahnya suhu. Karena kafein merupakan senyawa organic, dalam tujuan untuk
memaksimalkan pemisahan antara fasa padat dengan menggunakan zat terlarut (kafein,tannin).
Penambahan Pb-Asetat 10% pada larutan the bertujuan untuk mengikat tannin agar larut dalam air,
ion tannin akan berikatan dipole dengan Pb (CH3COO)2 sehingga lepas atau terpisah dari kafein
(Widodo, 2009). Sehingga diperoleh kafein murni tanpa adanya campuran tannin. Jadi apabila Pb
(CH3COO)2 ditambah tannin akan menghasilkan garam tannin yang larut dalam air. Kemudian
garam ini dipisahkan dari larutan teh dengan cara disaring dengan penyaring Buchner yang

menggunakan kertas saring whatman yang memiliki kerapatan pori-pori lebih tinggi dan terdapat
mesin penyedot dari bawah untuk mempercepat penyaringan sehingga penyaringan ini didapat
filtrate berwarna kuning bening. Lalu guna memisahkan dengan larutannya dilakukan ekstraksi
dengan corong pisah menggunakan fasa organic berupa DCM, karena kafein larut dalam DCM
disebabkan kemiripan kepolaran antara keduanya sehingga kelarutan kafein cukup baik dalam
DCM. Kafein juga memiliki koefisien distribusi yang lebih besar daripada air. Penambaham DCM
akan memberikan dua fasa larutan, fasa air dan fasa organic. Untuk mendapatkan kafein murni
dimana fasa air pada ekstrak pertama diekstrak lagi dengan DCM lalu dipisahkan, lalu diekstrak
lagi dengan DCM atau dua kali ekstrak. Lalu ditambahkan Na2SO4 anhidrat untuk mengikat air dan
mengeringkan. Karena waktu hanya sampai pemisahan atau penyaringan sangat lama sehingga
ketika mendapat Kristal waktu yang dibutuhkan lama sehingga diperoleh berat kafein yang
diperoleh sebesar 5,42 gr.
KESIMPULAN
Pemisahan naftalena dan naftol dengan ekstraksi tidak dapat langsung dilakukan karena kedua
senyawa ini memiliki tingkat kelarutan yang sama dalam pelarut DCM.
Penggaraman pada ektraksi naftalena dan naftol bertujuan untuk mentransformasikan naftol agar
larut dalam air sehingga mudah dipisahkan.
Pengeringan pada medium cair dilakukan dengan menambahkan MgSO4 anhidrat sebagai drying
agent (pengikat air) sehingga zat yang akan dipisahkan bebas air
Isolasi kafein dari daun teh dengan metode ektraksi juga menggunakan tehnik penggaraman, untuk
menggumpalkan senyawa-senyawa yang tidak diinginkan agar mudah dipisahkan.
Kafein diisolasi dari the dengan melarutkan daun the pada suhu tinggi, kemudian menambah
PbAsetat 10% untuk memisahkannya dengan tannin.
Pb asetat dan tannin akan membentuk garam dengan berikatan secara dipole.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2010.Kafein. Diacces dari: http://id.wikipedia.org/wiki/kafein.Tanggal 13 april pukul 10:30
wita.
Khopkar.2003.Dasar-Dasar Pemisahan Analitik.jakarta : UI press.
Ronquillo. 2009. Struktur Kafein. Diacces dari http://www.ron-kafein.blog.com/html. pada tanggal
23 April pukul 12.00 WITA.
Thati, Widjayanti. 2000. Senyawa Aromatis. Bandung: Adi Jaya.
Widodo.2010.bahaya kafein.Diacces dari : www.gizi.net.Tanggal 13 april pukul 10.50 wita.
Yazid, estien. 2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis. Yogyakarta : Penerbit Andi.

ACARA III
REAKSI ESTERIFIKASI
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan : - Mempelajari teknik esterifikasi etil asetat dari etanol.
- Mempelajari mekanisme reaksi esterifikasi etil asetat dari
etanol.
Hari / Tanggal : Senin, 19 April 2011
Tempat : Laboratorium Kimia Lantai III Fakultas MIPA Universitas
Mataram.
LANDASAN TEORI
Ester dapat dibuat dari asam dan alcohol atau dari anhidrida asam dan alcohol. Esterifikasi atau
pembuatan ester terjadi jika asam karboksilat dipanaskan bersama alcohol primer atau sekunder
dengan sedikit asam mineral sebagai katalis. Metil salisilat, yang juga disebut minyak gandapura
digunakan untuk membentuk cita rasa dan dalam obat gosok untuk mengurangi nyeri otot.
Beberapa cara digunakan untuk mengganggu kesetimbangan reaksi tersebut agar hasil produksinya
meningkat. Reaksi esterifiksi dapat digeser kearah reaksi sempurna jika digunakan salah satu
pereaksi (asam atau alcohol) secara berlebihan, atau air yang terbentuk dibuang dari campuran
reaksi. produksi ester secara industry dilakukan dengan mereaksikan anhidrida asam dengan alcohol
( Antony. 1992: 149-150).
Alkil ester yang tidak dihalangi dapat dibuat melalui esterifikasi sederhana dengan memanaskan
suatu asam karboksilat dengan suatu alcohol dan sedikit asam kuat. Ester estrik terhalangi dan fenil
ester tidak dapat dibuang dengan esterifikasi sederhana. Ester-ester ini seperti ester alkil yang tidak
terhalangi dapat dibuat dari reaksi karboksilat yang reaktif - suatu asam halide atau anhidrida
dengan suatu alcohol atau fenol. Hiidrolisis dari suatu ester menghasilkan asam karboksilat dan
alcohol. Reaksi ini adalah reaksi kebalikan dari esterifikasi langsung suatu asam karboksilat dan
alcohol. Untuk mandorong reakksi ke arah pembentukn ester digunakan asam karboksilat atau
alcohol berlebih menghasilkan air. Untuk hidrolisis dalam suasana asam kita gunakan air yang
sangat berlebihan untuk mendorong kesetimbangan kea rah karboksilat alcohol ( Fessenden.
2009: 481-482).
Senyawaan yang dapat dianggap ditiurunkan dari asam karboksilat deng n menggantiukan hydrogen
dan gugus hidroksinya dari suatu hidrokarbon disebut ester ahgaknya ester yang paling lazim adalah
etil asetat, CH3CO2 CH2CH3, suatu pelarut lazim yang digunakan daalam banyak pelarut cat dan
cat kuku maupun perekat. Etil asetat dan ester lain dengan sepuluh karbon atau kurang merupakan
cairan yang mudah menguap dengan bau enak yang mirip buah-buahan dan sering dijumpai dalam
buah-buahan dan bunga-bungaan. Banyak ester baik alamiah maupun buatan yang digunakan
sebagai penyedapan (Flauring Agent) (keenan, 2002: 193).
Pembuatan ester juga dapat dilakukan melalui sublimasi nukleofil oleh alkoho; pada atom karbon
karbonil asam karboksilat atau turunannya. Metode ini mencapai asilasi dari sebuah alcohol. Alur
lain keester ialah alkilasi atom oksigen garam karboksilat. Pengesteran yang dikatalis asam dan
hidrolisis ester biasanya mencakup pembentukan atau pemutusan ikatan antara atom karbon
karbonil dan atom oksigen alcohol. Sebuah ikatan asil oksigen terbentuk atau terputus. Akan tetapi
alkilasi nukleofil karboksilat menangkap pembentukan ikatan akil oksigen ( Stanley, 2008: 458).
Monosakarida mengandung beberapa gugus hidroksil. Tidak mengherankan jika monosakarida
menjalani reaksi-reaksi alcohol. Misalnya ia dapat diubah menjadi ester melalui reaksi dengan
turunan asam, misalnya perubahan -D-glikosa menjadi penta asetat dengan asam anhidrida.
Hidroksil hemiasetal pada C-1 serta semua hidroksilnya teresterifikasi. Ester dapat dibuat dari asam
dan alcohol atau dari anhidrida asam dan alcohol. Esterifikasi atau pembuatan ester terjadi jika
asam karboksilat dipanaskan bersama alcohol primer atau sekunder dengan sedikit asam mineral
sebagai katalisnya. Jika asam salisilat dan metal alcohol nereaksi hasilnya metal salisilat. Produk
ester secara industry dilakukan dengan mereaksikan anhidrida asam dengan alcohol, ester paling
penting yang dibuat dengan cara ini (Hart, 2005: 75).

Ester dalah turunan asam karboksilat yang gugus OH dari karboksilatnya diganti dengan OR dari
alcohol. Ester mengandung ikatan eter dengan karbon karbonil. Rumus umumnya adalah:
Rumus singkat untuk eter adalah RCOOR. Gugus R dapat berupa rantai pendek atau panjang.
Alifatik (Alkil) atau aromatic (Aril), jenuh atau tak jenuh (Wilbhraham, 2002: 12).
ALAT DAN BAHAN
Alat :
Alat Refluks
Alat destilasi
Corong Pisah
Erlenmeyer
Labu alas Bundar
Pipet tetes
Pipet Volum
Statif
Penyaring
Stop watch
Thermometer
Gelas kimia
Gelas ukur
Bahan:
Ettanol
Asam asetat Glasial
Asam Sulfat Pekat
NaHCO3 Jenuh
MgSO4 anhidrat
Aquades
Kertas saring
SKEMA KERJA
Etanol 20 mL
Dimasukkan dalam labu alas bulat
+sedikit demisedikit asam sulfat pekat 14 mL
+asam asetat glacial 30 mL
Hasil
Direfluks campuran larutan kurang lebih 1 jam pada suhu 700C
Hasil
Didinginkan sebentar
Didestilasi (pada suhu 76-770C)
Hasil
+ aquades 30 mL
Diekstraksi
Lapisan aquades lapisan ester

+aquades 25 mL
+14 mL NaHCO3 jenuh
Diekstraksi
Lapisan ester lapisan aquades
Lapisan ester
Diekstraksi
+4 gr MgSO4 anhidrat
Dikocok
Disaring
Hasil
(Berupa cairan tak berwarna dan berbau sedap )
HASIL PENGAMATAN
Percobaan Hasil Etanol 20 mL
Dimasukkan dalam labu alas bulat
+sedikit demisedikit asam sulfat pekat 14 mL
+asam asetat glacial 30 mL

Direfluks campuran larutan kurang lebih


1 jam pada suhu 700C
Didinginkan sebentar
Didestilasi (pada suhu 76-770C)
+ aquades 30 mL
Diekstraksi
lapisan ester 1:
+aquades 25 mL
+14 mL NaHCO3 jenuh
Diekstraksi
Diekstraksi
Lapisan ester 2: +aquades 25 +14 mL NaHCO3 jenuh
Diekstraks
+4 gr MgSO4 anhidrat
Dikocok
Disaring
Diekstraksi
Warna larutan coklat pekat dan terbentuk seperti gel yang berwarna hitam pekat berbau menyengat
dan larutannya panas.
Larutannya panas, gelnya larut dan warna larutan menjadi hitam pekat.
Ester yang diperoleh sangat sedikit, berbau menyengat dan warna larutan menjadi bening.

Warna larutan menjadi putih keruh dan baunya menyengat


Warna larutan bening dan berbau.
ANALISIS DATA
PEMBAHASAN
Ester diturunkan dari asam karboksilat. Sebuah asam karboksilat mengandung gugus COOH, dan
pada sebuah ester hidrogen dari gugus ini digantikan oleh sebuah gugus hidrokarbon. Ester
dihasilkan apabila asam karboksilat dipanaskan bersama alcohol dengan bantuan katalis asam.
Katalis ini biasaya adalah asam sulfat pekat. Terkadang juga digunakan gas hidrogen klorida kering,
tetapi katalis-katalis ini cenderung melibatkan ester-ester aromatic ( yakni ester yang mengandung
sebuah cincin benzene). Reaksi esterifikasi berlangsung lambat dan dapat dibalik (reversible).
Persamaan untuk reaksi antara sebuah asam RCOOH dengan sebuah alcohol ROH ( dimana R dan
R bias sama atau berbeda ) adalah sebagai berikut :
Pada praktikum kali ini dalam pembuatan ester digunakan asam asetat glasial, etanol absolute serta
H2SO4 sebagai katalis. Prosesnya pada penambahan H2SO4 dilakukan perlahan lahan agar tidak
terjadi letupan karena reaksi bersifat eksoterm dan pada campuran tersebut produknya
menghasilkan molekul air. Fungsi H2SO4 sebagai katalis untuk meningkatkan energy aktifasi
sehingga reaksi mudah terjadi dan berlangsung cepat. Dalam hal ini digunakan katalis yaitu asam
sulfat karena semakin pekat semakin banyak mengandung ion H+ yang akan mengikat atau
menyerang pada saat terjadi reaksi. Reaksi esterifikasi bersifat reversible, sehingga untuk
memperoleh rendemen yang tinggi dari ester itu, kesetimbangan harus digeser kearah ester itu
sendiri (Fessenden, 2009). Reaksi dari pencampuran dan penambahan katalis cukup lambat oleh
karena itu diperlukan perlakuan yang biasa mempercepat reaksi sekaligus memperlambat reaksi
baliknya. Pada umumnya untuk mempercepat reaksi dilakukan pemanasan karena reaksi akan
berjalan lebih cepat pada suhu tinggi. Namun jika dipanaskan secara langsung maka ester yang
dihasilkan akan habis menguap disebabkan kevolatilannya tinggi atau titik didihnya rendah,
sehingga untuk memperoleh proses seperti ini digunakan refluks untuk menggeser keseimbangan
dan memaksimalkan reaksi. Refluks adalah suatu pemanasan berulang yang dimaksudkan untuk
menyempurnakan reaksi sehingga reaksi berjalan kearah produk, dimana terjadi proses kondensasai
yang dapat meningkatkan energy kinetic dengan adanya tumbukan antar partikel (Anonim, 2007).
Dalam refluks larutan dari campuran ini dipanaskan hingga reaksi berjalan semakin cepat namun
uapnya segera dikondensasi dalam kondensor sehingga uap segera mencair kembali. Refluks juga
alat yang pemanas yang panasnya tidak akan lebih besar dari titik didih pelarutnya. Proses ini
bertujuan untuk memisahkan campuran dengan ester yang sudah terbentuk. Pada praktikum ini
refluks dilakukan kuarang lebih selam 1 jam dengan penangas air,karena suhu refluks dibawah titik
didih air,yaitu 70C lalu setelah direfluks, larutan perlu didinginkan untuk memudahkan langkah
selanjutnya. Lalu didestilasi yang merupakan salah satu cara salah satu cara ntuk mengisolasi suatu
senyawa oraganik yang terdapat pada suatu campuaran dari dua larutan titik.Umumnya destilasi
menyangkut pemisahan cairan diman perbedaan tekanan uap diambil sebagai keuntungan untuk
memisahkan materi tersebut(Debbig,1987). Dengan destilasi dapat mencegah terjadinya reaksi
balik. Pemisahan dengan destilasi ini dapat dilakukan dengan baik karena ester memiliki titik didih
yang paling rendah diantara semua zat yang ada dalam larutan hasil, ester merupakan satu-satunya
zat dalam campuran yang tidak membentuk ikatan hydrogen sehingga memiliki gaya antar molekul
yang rendah / paling lemah. Ester-ester yang lebih besar cenderung terbentuk lebih lambat. Dalam
hal ini, akan diperlukan untuk memanaskan dengan refluks tersebut (Exel, 2009). Proses destilasi

digunakan pada suhu 76-77oC dimana pada suhu tersebut campuran langsung memisah dengan
ester.
Ketika destilat dipindahkan kecorong pisah, lalu ditambahkan aquades sebagai fasa cair,
penggunaan ini untuk mendorong reaksi kearah pembentukan ester digunakan etanol berlebih
menghasilkan air dan untuk hidrolisis dalam suasana asam maka digunakan air yang sangat berlebih
untuk mendorong kesetimbangan ( Fessenden, 2009). Selain itu juga karena etanol merupakan
larutan polar sehingga larut dalam air yang juga polar dapat diketahui dari massa jenis air yang
lebih besar daripada etanol, sedangkan ester tidak larut dalam air sehingga dengan pengocokan
etanol akan terpisah dan terdistribusi kefasa air sehingga diperoleh ester yang murni. Lalu
diekstraksi dan terpish menjadi dua fasa. Pada lapisan ester diekstraksi lagi dengan aquades dan
NaHCO3 yang bertujuan untuk mengikat pengotor yang ada dalam destilatnya,karena pada destilat
itu,bukan ester murni. Lalu diekstrak lagi dan pada lapisan ester diekstrak dan dimurnikan dengan
MgSO4 anhidrat yang berfungsi untuk menghilangkan kemungkinana masih adanya air yang
terlarut karena MgSO4 anhidrat merupakan senyawa yang sering dipakai untuk dehidrasi karena
kemampuannya untuk menarik air dari zat lain sehingga setelah penyaringan diperoleh ester yang
benar-benar murni walaupun makin lama diekstrak bau harum seperti balon pasta dari ester semakin
memudar karena pada saat mengekstraksi dan pengambilan lapisan aquadesnya. Sangat sulit
dibedakan mana fasa air dan fasa organic, karena warnanya putih keruh yang hampir sama dari
warna kedua fasa. Sehingga pada mekanisme reaksinya, ketika etanol, asam asetat dengan katalis
H2SO4, pada awalnya gugus karbonil pada asam diprotonasi yang akan menaikkan muatan positif
pada atom karbon dan reaktif bagi serangan nukleofil. Lalu terjadi adisi nukleofil paa alcohol dalam
asam diprotonasi dalam kondisi oksigen miskin elektron sehingga melepas hidrogen agar stabil dan
apabila berikatan dengan salah satu gugus OH sehingga molekul air terikat karena tidak stabil yang
dibarengi dengan pemutusan ikatan C-O yang sebelumnya diprotonasi sehingga ester berproton
melepaskan protonnya dan terbentuk ester murni (Anonim,2007). Ester yang dihasilkan berupa
bening, berbau khas, mudah menguap.
KESIMPULAN
Ester dapat dibuat dengan asam asetat glasial,etanol absolut dengan katalis H2SO4 pekat dengan
metode refluks dan destilasi yang dilanjutkan dengan ekstraksi pada destilatnya.
Untuk memercepat reaksi karena reaksi sebelumnya sangat lambat maka dengan refluks yaitu
pemanasan berulang ulang.
Destilasi berfungsi untuk mencegah terjadinya reaksi balik dan mengisolasi suatu senyawa organic
yang terdapat pada campuran dari dua larutan.
Etanol larut dalam air, sedangkan ester tidak.
Pemurnian ester dapat dihasilkan dengan menambahkan NaHCO3 untuk mengikat pengotor dan
MgSO4 untuk menarik air dari zat lain sehingga setelah penyaringan didapat ester yang paling
murni.
Pemisahan dengan destilasi karena ester memiliki titik didih rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2007. Esterification. diacces dari: http://en.gop.au/ database/ subtance info/ profile/
38.html. pada tanggal 25 april 2010 pukul :19.30 WITA.
Hart.Harlod. 2003. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga.
Keenan,dkk. 2005.Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Wilbrahan,A.Cdan Michael Matta. 2002.Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Bandung: ITB.
Fessenden, Ralph. J. and Joan, Fessenden. 2009. Dasar-Dasar Kimia Organik. Jakarta : Erlangga.

Stanley. 2008. Bahan Pembentukan Ester Melalui Sulimasi Nukleofilik. Didownload dari
http://stanleysesterpembentukan/en.ui.id/data.prepare/mekanisme.html. pada tanggal 24 April
pukul 15.00 WITA.

ACARA IV
SINTESIS ASAM SULFANILAT
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan : - Mempelajari teknik sulfonasi terhadap amina aromatik.
Mempelajari mekanisme subtitusi kedua dengan pengarah orto dan para pada benzene tersubtitusi.
Hari,Tanggal :
Selasa, 26 April 2011
Tempat :
Laboratorium Kimia Dasar Lantai III Fakultas MIPA Universitas
Mataram.
B. LANDASAN TEORI
Benzena merupakan caiaran yang tak berwarna yang mudah terbakar yang mudah diperoleh
terutama dari minyak bumi dan aspal cair barangkali sifat benzena yang paling luar biasa adalah
sifatnya reaktif inert,kestabilan benzena merupakan akibat delokalisasi elektron. Kenyataannya
benzena dapat dihidrogenasi tetapi sangat sulit (Chang, 2004: 348).
Reaksi-reaksi yang umum terjadi pada benzena dan turunanya adalah reajsi substitusi elektrofilik.
Hal ini karena cincin benzena memiliki awan elektron (pi) yang merupakan sumber elektronbagi
pereaksi elekrtrofil. Reaksi substitusi elektrofilik pada benzena berlangsumg pada 3 tahap yaitu:
1.pembentukan elektrofil,2. Serangan elektrofil pada inti benzena membentuk zat antar kation
benzenonium ,3. Pelepasan proton menghasilkan produk. Salah satu reaksi pada benzena adalah
reaksi sulfonasi. Sulfonasi pada benzena terjadi jika benzena direaksikan dengan H2SO4 yang
mengandung SO3 yang terlarut. Reaksi sulfonasi pada benzena merupakan reaksi yang dapat balik
dan dituliskan dengan persamaan reaksi:
C6H6 + HO SO3H
C6H5SO3H + H2O
Reaksi sulfonasi pada hidrokarbon aromatik berlangsung dengan cepat . hal ini berlawanan dengan
cepat. Hal ini berlawanan dengan hidrokarbon arlifatik yang pada umumnya tahan terhadap
pengaruh asam sulfat ( Parlan,2005: 82-83).
Sulfonasi benzena dengan asam sulfat berasap menghasilkan asam benzena sulfonat. Sulfonasi tidak
seperti substitusi, sulfonasi lebih mudah digantikan dengan keanekaragaman gugus lain. Oleh
karena itu asam sulfanilat diperoleh dari sintesis suatu senyawa. Asam sulfanilat bisa juga diperoleh
dengan mereaksikan anilin dan asam sulfat pekat berlebih dan dipanaskan. Tahap awal terjadi
substitusi elektrofilik yakni protonasi pada pasangan elektron bebas nitrogen dari anilin kemudian
dipanaskan sehingga terjadi perpindahan dan menghasilkan para anilin benzena sulfonat atau asam
sulfanilat (Petrucci, 2007: 151).
Aniline adalah suatu senyawa yng memiliki gugus NH2 pengarah orto-para pada cincin benzene.
Struktur resonansi untuk benzene menunjukkan bahwa gugus NH2 itu bersifat melepaskan electron

secara resonansi meskipun N merupakan atom elektronegatif. Akibat stabilisasi resonansi aniline
ialah bahwa cincin menjadi negative sebagian dan sangat menarik bagi elektrofil yang masuk.
Semua posisi orto, meta, para pada cincin aniline teraktifkan terhadap substitusi elektrofilik, namun
posisi orto-para lebih teraktifkan daripada posisi meta (Fessenden, 2002: 157 ).
Asam sulfanilat dan anilin merup&an produk degradasi pewarna azo. Chryseobacterium
indologenes ID 6016 diduga mampu mendegradasi amina aromatik ini karena bersamasama dengan
Enterococcusfaecalis 11)6016 dilaporkan mampu melakukan dekolorisasi beberapa pewarna azo.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan C. indologenes ID6016 untuk menggunakan
dan tumbuh pada media yang mengandung asam sulfanilat atau anilin (Meitiniarti, 2005).

C. ALAT DAN BAHAN


Alat
Kondensor
Heating mantel
Satu set alat penyaring buchner
Pipet tetes
Pipet volum
Gelas ukur
Gelas kimia 100 mL
Erlenmeyer
Labu alas bulat
Pengaduk / spatula
Pemanas elektrik
Timbangan analitik
Statif dan klem
Bulb
Gelas ukur
Thermometer
Bahan
Anilin
Larutan H2SO4 pekat
Air
Es batu
Kertas saring
NaOH 2 N
Aquades
Norit
D. SKEMA KERJA
20 ml aniline
Masukkan dalam labu alas bulat 250 mL
+ 40 ml H2SO4 pekat setetes demi setetes
Aduk setiap penambahan
Dinginkan dalam es dan aquades
(dikerjakan dalam lemari asam)
Campuran
Refluks (1,5 jam)
160oC
Campuran

Diuji 2 tetes campuaran dengan


dimasukam kedalam NaOH 2 N 3-4 ml
(hasil sulfonasi sempuna jika campuran bening)
Campuran
Campuran
Didinginkan hingga suhu 50C
Dituang ke dalam aquadest
Diaduk kuat-kuat
Didiamkan selama 10 menit
Disaring dengan penyaring buchner
Filtrat

substrat

+ norit 4 gram
Dididihkan selma 15 menit
Disaring kembali
Filtrat substrat
Filtrat dinginkan selma 1 malam
Disaring endapan yang terbentuk
Filtrat substrat
Substrat ditimbang
Hasil akhir
E. HASIL PENGAMATAN
No.PercobaanHasil Pengamatan1Anilin dimasukkan kedalam labu alas bulat ditambahkan asam
sulfat pekat setetes demi setetes, diaduk, didinginkan dalam es Aniline berwarna merah coklat tua.
Pada labu alas bulat terdapat asap bagian bawah aniline terdapat seperti kerak berwarna coklat
muda lama kelamaan terdapat kerak di dinding labu berwarna putih cream, dan pada bagian bawah
labu terdapat larutan hitam ditengah bawah dan seperti mengkristal. Pada bagian bawah seperti
kerak / karang berwwarna cream keunguan. 2Campuran direfluks 1,5 jam 160o CTerdapat kabut,
kerak,endapan mencair3NaOH 3 4 mL ditambahkan 2 tetes campuran hasil refluksLarutan
berwarna hitam pekat4Campuran ( 50oC), dituang kedalam aquades,diaduk,didiamkan 10 menit,
disaring dengan penyaring buchnerLarutan lebih encer dari semula5
Filtrate ditambah norit, didihkanWarn norit hitam, ditengah larutaan ada seperti buih warna
hitam6Disaring kembaliWarna larutan hitam tidak terlalu pekat menjadi coklat pekat dan berbau
seperti the. Warna coklat pekatnya agak transparan.7Filtrat didiinginkan selama 1 malamWarna
masih kehitaman karena masih terdapat pengotornya10Endapan ditimbang2,77gram

F. ANALISIS DATA
1. Persamaan reaksi
Migrasi 180oC

2. Perhitungan
Diketahui : anilin = 1,03 kg/ L
Mr anilin = 93,13 gr/ mol
Volume = 20 mL = 0,02 L
Ditanya : massa aniline dan mol aniline
Jawab:
m = . V
= (1,03 kg/ L) (0,02 L)
= 0,0206 kg
= 20,6 gr
mol = m/Mr
= 20,6/93,13
= 0,22 mol
Diketahui : asam sulfat = 1,84 kg/ L
Mr asam sulfat = 98 gr/ mol
Volume asam sulfat = 40 mL = 0,04 L
Ditanya : gr asam sulfat dan mol asam sulfat
Jawab:
gr = . V
= (1,84 kg/ L) (0,04 L)
= 0,0736 kg
= 73,6 gr
Mol = m/Mr
= 73,6/98
= 0,75 mol
Reaksi
C6H5NH2 (aq) + H2SO4 (aq) C6H5NH2SO3 + H2O(l)
awal: 0,22 0,75
reaksi: 0,22 0,22 0,22
setimbang 0,53 0,22
Massa asam sulfanilat = n x Mr
= 0,22 mol x 173,19 gr/mol
= 38,102 gram
Persen rendemen = (gram percobaan)/(gram perhitungan) x 100 %
= 2,77/38,102 x 100%
= 7,27%
G. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini akan dibahas mengenai teknik sulfonasi terhadap amina aromatik juga
tentang mekanisme substitusi kedua dengan pengarah orto dan para pada suatu benzena
tersubstitusi. Dalam percobaan, teknik sulfonasi merupakan reaksi kimia yang melibatkan
penggabumgan gugus fungsi asam sulfonasi, SO3H ke dalam suatu molekul ataupun ion, termasuk
dalam reaksi-reaksi yang melibatkan gugus sulfonil halide ataupun garam-garam yang berasal dari

gugus asam sulfonat. reaksi-reaksi yang menggunakan pereaksi sulfonasi yang umum seperti asam
sulfat pekat, oleum, dan pereaksi lainnya yang mengandung sulfur trioksida.
Pada saat aniline ditambahkan H2SO4, asam slfat yang digunakan menagndung sulfur trioksida
(oleum), dan digunakannya asam sulfat pekat karena dengan SO3 anhidrat, air akan bertindak murni
sebagai pelarut. Pada proses sulfonasi temperature dapat mempengaruhi buka hanya terhadap laju
reaksi,tetapi juga terhadap sifat dari produk yang dihasilkan (Ulanaria.blogspot.com). senyawa
aromatic yang digunakan aniline yaitu senyawa benzene yang mengandung gugus amina, ketika
aniline direaksikan dengan asam sulfat karena mengandung gugus SO3 yang merupakan zat
pensulfonasi yang palig efisien, karena hanya melibatkan satu reaksi adisi secara langsung
direaksikannya dalam lemari asam agar gas-gas yang keluar dapat langsung tertarik keatas sehingga
tidak terhirup oleh praktikan dan digunakannya aniline yang murni, sebab aniline yang tidak murni
akan menghasilkan asam sulfanilat yang lebih kecil. Pada saat direaksikan terbentuk gas berwarna
putih karena gugus NH2 pada benzene terprotonasi menjadi NH3+ karena penambahan H2SO4,
reaksi ini perlu pendinginan karena reaksi ini menghasilkan panas atau berlangsung secara eksoterm
sehingga memerlukan penurunan suhu karena eksoterm sendiri yaitu melepaskan energy atau panas
kelingkungan. Perlakuan ini adalah untuk keamanan karena reaksi eksoterm yang dibuktikan
dengan cepatnya es dalam bejana mencair dan terdapat asap pada tetesan terakhir H2SO4 pekat.
Tujuannya dilakukan pendinginan juga dikarenakan asam sulfanilat mudah larut , dan juga pada
penambahan asam sulfat timbul asap-asap putih yang disebabkan karena berubahnya gugus NH2
menjadi NH3+. Reaksi antara aniline dan asam sulfat termasuk reaksi sulfonasi (Purwoko,2006).
Pada saat direaksikan asap putih tersebut merupakan aniline monosulfat. Pada penambahan asam
sulfat harus setetes demi setetes atau perlahan-lahan agar tidak terjadi proses eksoterm secara tibatiba. Ketika aniline direaksikan dengan H2SO4 terbentuk asam sulfanilat dan produk samping air,
asam sulfanilat adalah asam yang penting dimana dengan sulfonasi yang berasal dari suatu benzena
tersubtitusi yang dapat mengalami substitusi gugus kedua. Beberapa benzene , contohya aniline
dapat tersubstitusi bereaksi lebih mudah daripada benzenanya sendiri, sementara benzene substitusi
lain lebih sukar bereaksi dan pada saat itu dilakukan pengadukan agar larutan homogenya, semua
partikel dalam partikel tersebut menyebar merata. Pada saat itu terbentuk padatan berwarna coklat
kehitaman berbentuk seperti kerak atau karang karena asam sulfat pekat menarik molekul air yang
ada pada aniline dan pada saat itu terjadi protonasi pasangan elektron bebas nitrogen dari aniline.
Aniline dapat bereakis substitusi elektrofilik sejuta kali lebih efektif daripada benzene, sehingga
dikatakan NH2 merupakan gugus aktifasi yang menyebabkan cincin lebih terbuka terhadap
substitusi lanjut, gugus aktivasi yang pengarah orto da para dan aniline memiliki gugus tersebut
karena dalam struktur resonansi aniline menunjukkan bahwa NH2 melepas elektron secara
resonansi meskipun N adalah asam elektronegatif sehingga stabilitas resonansi menjadikan cincin
menjadi negative sebagian dan dapat menarik elektrofil yang masuk karena posisi o,m ,p pada
cincin aniline teraktifkan terhadapt substitusi elektrofilik,namun posisi orto dan para lebih
teraktifkan daripada meta, namun karakter tersebut dapat berubah pada suatu campuran yang
bersifat asam lewis yaitu H2SO4, dalam hal ini gugus amino dalam senyawa tersebut breaksi
dengan H2SO4 membentuk ion ammonium yang bersifat mengarahka atu mendetivasi ( Fessenden,
2002: 474-479).
Ketika aniline direaksikan dengan asam sulfat pada tahap awalbelum ada terbentuk asam sulfanilat
melainkan hanya terbentuk senyawa intermediet yang merupakan zat antara yang membutuhkan
pemantapan menjadi produk akhir. Senyawa intermediet berupa kerak dan larutan berwarna hitam,
maka dari itu untuk menyempurnakan reaksi maka larutan harus direfluks 1,5 jam pada suhu
160oC, untuk memanfaatkan kembali sisa aniline dan sulfat agar tidak terbuang begitu saja,
sehingga semua kerak atau karang mencair membentuk larutan hitam, yang pada prosesnya
bermigrasi kearah para, refluks dapat menurunkan energy aktifasi balik sehingga dapat diperoleh
hasil lebih banyak dari reaksi balik, sedangkan refluks sendiri merupakan alat pemanas yang
langsung dilengkapi dengan kondensor sehingga apabila terbentuk uap akan langsung mengembun
membentuk air dan air tersebut akan kembali kesistem reaksi tersebut. Suhu refluks dijaga agar
larutan tidak menguap keseluruhan. Pemanasan yang cepat dan tinggi tidak menyebabkan

perubahan refluks (suhu), tetapi menyebabkan sebagian uap keluar dari system reaksi melalui pucak
pendingin. Setelah mendidih, refluks dihentikan karena jika telah mencapai titik didih pelarut akan
menggerakkan larutan dan larutan dapat dikataakan sempurna dalam suatu reaksi dalam pelarut
volatile akan menyebabkan lepasnya molekul pelarut menjadi uap panas atau menguap dan
mengeluarkan asap (Fessenden, 2002:315). Sulfonasi sempurna didapat jika 2 tetes campuran
dimasukkan dalam larutan NaOH akan menjadi bening. Namun dalam praktikum tidak menjadi
bening karena proses refluks tidak sempurna, hasil yang didapat tidak jernih karena proses refluks
yang dilakukan tidak secara berlanjut dan waktu saat pemanasan yang tidak sempurna. Pada
penambahna campuran ke NaOH, reaksi ini menggunakan prinsip asam basa dimana campuran
aniline dan asam sulfat akan menghasilkan warna bening yang diharuskan.
Campuran yang sudah direfluks didinginkan pada suhu 50oC lalu dituangkan kedalam aquades.
Dalam hal ini akuades berfungsi sebagai pelarut, lalu diaduk kuat agar campuran homogeny dengan
cepat. Lalu didiamkan selama 10 menit agar larutan melarut dengan sempurna, lalu disaring dengan
penyaring Buchner untuk menyaring pengotor secara lebih efisien atau lebih baik dibandingkan
dengan menggunakan kertas saring biasa. Namunketika disaring hasilnya berupa lebih encer dari
sebelumnya karena endapannya sudah menempel pada kertas saring karena endapan dan filtrate
masih berwarna hitam, maka ditambahkan norit untuk menyerap zat warna dan menyerap kelebihan
air, sehingga didapatkan hasil endapan yang lebih murni pada penyaringan kedua, pada saat
ditambahkna norit lalu didihkan selama 15 menit agar reaksi dapat berjalan dengan cepa. Partikelpartikel pengotor dapat terserap oleh norit karena luas permukaan norit yang memiliki rongga dan
dapat menyerap kotoran, apalagi dengan ditambahkan pemanasan yang dapat mempercepat
penyerapan kotoran oleh norit. Dan menghasilkan warna coklat yang transparan. Lalu disaring
kembali dan filtrate didiamkan sehari semalam agar terbentuk Kristal berwarna putih pada suhu
kamar. Ketika disaring, warna kristalnya tidak putih karena adanya kesalahan praktikum. Lalu
substrat ditimbang dan diperoleh berat 2,77 gr yang seharusnya dala perhitungan mendapatkan
38,102 dan didapatkan persen rendemen 7,27%. Perbedaan gram perhitungan dan percobaan karena
reaksi tiddak berjalan sempurna. Kristal asam sulfanilat seharunya berbentuk memanjang , tipis, dan
bening.
H. KESIMPULAN
Asam sulfanilat dihasilkan dengan mereaksikan aniline dengan asam sulfat pekat yang dilanjutkan
dengan proses refluks dengan produk samping air.
Reaksi pembuatan asam sulfanilat pada percobaan menggunakan prinsip reaksi sulfonasi.
Gugus amina pada anilin merupakan pengarah orto para karena bersifat melepas elektron secara
resonansi, sehingga gugus SO3H pada asam sulfanilat tersubstitusi pada arah para.
Tahap awal terjadi substitusi elektrofilik yakni protonasi pada pasangan elektron bebas nitrogen dari
aniline kemudian dipanaskan sehinga terjadi perpindahan dan menghasilkan pada aniline benzene
sulfonat atau asam sulfanilat.
Suhu refluks dijaga agar larutan tidak menguap keseluruhan, pemanasan yang cepat dan tinggi
menyebabkan perubahan suhu pada refluks.
Hasil Kristal asam sulfanilat yang didapat adalah 2,77 garm dengan persen rendemen 7,27%.

DAFTAR PUSTAKA
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Fessenden, Ralph, J. and Joan . Fessenden. 2005. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.

Meitiniarti. 2005. Kultivasi Curah Chyseobacterium Indologens 106016 Pada Media Yang
Mengandung Asam Sulfanilat Dan Anilin. Didownload dari http://i-lib-ugm-ac.id/jurnal.php?
jrnlId=1350.html/ pada tanggal 29 April pukul 19.00 WITA.
Parlan, dan Wahyudi. 2005. Kimia Organik. Malang: UM Press.
Petrucci, Ralph. 2007. Kimia Dasar Prinsip- Prinsip Dan Terapan. Jakarta: Erlangga.
Purwoko, Agus Abhi. 2006. Kimia Unsur. Mataram: Universitas Mataram.

ACARA V
KARBOHIDRAT
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan : - Mempelajari pengertian gula reduksi dan gula non reduksi.
Memperoleh pengalaman tentang katalisa enzim katalisa asam pada hidrolisa gugus asetal.
Hari, tanggal :
Senin, 10 Mei 2010
Tempat :
Laboratorium Kimia Dasar Lantai III Fakultas MIPA Universitas
Mataram.
LANDASAN TEORI
Karbohidrat adalah polyhidroksi aldehid atau polihidroksi keton yang mempunyai rumus umum
(CH2O)n. Yang pertama lebih dikenal sebagai golongan aldosan, yang kedua adalah ketosa. Dari
rumus umum dapat diketahui bahwa karbohidrat adalah suatu polimer. Senyawa-senyawa yang
menyusunnya adalah monomer-monomer. Karbohidrat menjadi tiga golongan yaitu monosakarida,
disakarida, dan oligosakarida. Oligosakarida mengandung 2 sampai 10 monomer dan polisakarida
lebih dari sepuluh (Martaharsono, 2006: 23)
Monosakarida adalah monomer gula atau gula yang tersusun dari satu molekul gula berdasarkan
letak gugus karbonilnya monosakarida dibedakan menjadi : aldosa dan ketosa. Sedang kan menurut
jumlah atomnya dibedakan menjadi :triosa , tetrosa, dll. Monosakarida yang mengandung gugus
aldehid dan gugus keton dapat mereduksi senyawa-senyawa pengoksidasi seperti : ferrisianida,
hidrogen peroksida dan ion cupro. Pada reaksi ini gula direduksi pada gugus karbonilnya oleh
senyawa pengoksidasi reduksi. Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk
mareduksi.Sifat mereduksi ini disebabkan adanya gugus hidroksi yang bebas dan reaktif. Kerangka
monosakarida adalah rantai karbon berikatan tunggal yang tidak bercabang. Satu diantara atom
karbon berikatan ganda terhadap suatu atom oksigen, membentuk gugus karbonil; masingmasing
atom karbon lainnya berikatan dengan gugus hidroksil. Jika gugus karbonil berada pada ujung
rantai karbon, monosakarida tersebut adalah suatu aldehida dan disebut suatu aldosa; jika gugus
karbonil berada pada posisi lain, monosakarida tersebut adalah suatu keton dan disebut suatu ketosa
(Wilbraham, 2002: 183).
Sukrosa merupakan salah satu disakarida. Karena sukrosa tidak mempunyai gugus karbonil,
karena atom karbon anomerik pada residu glukosa dan fruktosa saling berikatan melalui ikatan
asetal yang menghubungkan 2 residu tersebut. Ia tidak memberi reaksi yang khas untuk gula yang
dapat merduksi. Jadi ia tidak dapat mereduksi larutan tembaga alkali, membentuk osazon, atau

menunjukkan mutatotasi. Hidrolisis sukrosa menghasilkan suatu campuran yang kasar yang sering
disebut gula invert sebab fruktosa dengan levorotasi yang terbentuk kuat merubah (invert) kerja
sukrosa yang sebelumnya adalah dekstrorotasi. Trehalosa juga nerupakan gula yang tidak
mereduksi, karena alasan ytang sama (Meyer, 1992 : 169).
Semua monosakarida dan disakarida mampu mereduksi larutan tembaga (II) hidroksida. Setiap
karbohidrat yang mampu mereduksi tembaga ini tanpa terlebih dahulu mengalami hidrolisa disebut
gula reduksi. Reaksi yang umum dipakai untuk mengetahui ada atau tidaknya gula reduksi adalah
reagen fehling, benedict, dan tollen. Indikasi ada tidaknya gula reduksi dapat dilihat dari warna
endapan. Jika reagen fehling dan benedict memberikan warna endapan merah bata pada sampel
yang diuji maka menandakan adanya gula reduksi sedangkan larutan tollen akan memberikan warna
seperti kaca hias (Stanley, 2008: 23).
Glukosa adalah monomer penyusun selulosa yang dikenal sebagai gu;a darah. Glukosa ini
merupakan sumber energy dalam makhluk hidup dan merupakan produk antara metabolisme.
Glukosa merupakan karbohidrat produk utama fotosintesis yang penting. Glukosa dalam hewan dan
fungi dihasilkan melalui proses pemecahan glikogen dan dalam tanaman dihasilkan berasal dari
pemecahan pati. Glukosa dalam makhluk hidup umumnya adalah D-glukosa yang dalam larutan
membentuk struktur ring piranosa yang terjadi karena ikatan antara aldehid C1 dengan hidroksil
pada C, seperti pada gambar 2.3a. D(+)- glukosa adalah isomer optic glukosa yang memutar bidang
polarisasi kea rah (+). Keberadaan gugus-gugus OH yang terdapat pada ujung-ujung rantai glukosa
menentukan sifat glukosa ( Anwar, 2008: 12).

ALAT DAN BAHAN


Alat:
Tabung reaksi
Kertas lakmus
Pipet tetes
Pipet volum
Pemanas
Penjepit pipet
Plat tetes
Gelas kimia
Rak tabung reaksi
Bahan:
Sukrosa 2%
Glukosa 2 %
Fruktosa 2 %
Laktosa 2 %
Larutan Amilum (pati) 2 %
Larutan NaOH 3M
Larutan H2SO4 3M
Larutan Iodin 0,01 M dalam KI
Pereaksi Fehling A
Pereaksi Fehling B
Aquades
Saliva/ air ludah
SKEMA KERJA
Karbohidrat Reduksi dan Non Reduksi

Hidrolisa Karbohidrat
Hidrolisa Sukrosa (katalis asam dan basa)

Hidrolisis Pati (katalis asam dan basa)

Hidrolisis pati dengan katalis asam


Larutan Pati 2% (50mL)
dimasukkan dalam erlenmeyer 125 ml
+ H2SO4 3M (10 ml)
dalam penangas air mendidih (5 menit)
Hasil 1
Larutan Hasil (Hasil)
diambil 3 tetes
ditempatkan dalam plat mikrospot
+ 2 tetes larutan iodin
diamati dan catat warna yang terbentuk
Hasil 2
Larutan Hasil (Hasil)
dipanaskan lagi
dilakukan uji iodin setiap selang 5 menit
Sampai larutan tidak lagi memberikan warna biru dengan iodin , hentikan pemanasan
dicatat waktu pemanasan yang dibutuhkan hidrolisa
Hasil akhir
HASIL PENGAMATAN
NoPercobaanPengamatan1Uji sukrosaWarna larutan sebelum pemanasan yaitu berwarna biru tua,
setelah pemanasan menjadi hijau kecoklatan dan dibagian dasar tabung berwarna coklat dan
terbentuk 2 fasa.2Uji patiSebelum dan sesudah pemanasan, larutan tetap berwarna biru langit. 3Uji
glukosaSebelum pemanasan larutan berwarna biru tua, dan setelah pemanasan menjadi coklat dan
bagian bawah tabung terdapat warna merah bata.4Uji FruktosaSebelum pemanasan berwarna biru
langit dan setelah pemanasan berwarna hijau kebiruan dan ada endapan merah bata5 Uji Laktosa
Warna larutan sebelum pemanasan berwarna biru langit dan setelah pemanasan berwarna hijau
keruh dengan endapan merah bata6Hidrolisa sukrosa katalis asam dan basa Pada saat penambahan
H2SO4, larutan asm sulfat seperti minyak dan lama kelamaan larut dan bening. Pada saat
penambahan fehling A + B warna larutan menjadi biru.
Saat ditambahkan NaOH dan dipanaskan, larutan berwarna kuning bening, setelah ditambah fehling
A +B warna larutan menjadi hijau keruh.

7Hidrolisa pati katalisis asam dan enzim Pada tabung pertama yang berisi air ludah terdapat busa
kental dan pada saat ditambahkan dengan asam sulfat terdapat bening halus berwarna putih. Pada
saat dipanas kan lama kelamaan busanya menghilang.
Pada tabung keduan yang ditambahkan dengan larutan iodine warna larutan menjadi coklat. Pada
saat ditambahkan engan asam sulfat terdapat endapan seperti serabut yang melayang-layang dan
pada saat di panaskan serabut serabut yang terbentuk masih ada tetapi larutan agak jernih yang
kemudian di tambah kan dengan 2 tetes iodine warna larutan menjadi kuning bening.8Hidrolisa pati
denagn katalisa asam Pada saat ditambahkan dengan larutan asam sulfat warna larutan menjadi
putih bening , sementara setelah ditambahkan dengan 2 tetes iodine warna larutan menjadi biru
Pada saat dipanas kan dilakukan uji iodine setiap selang 5 menit dimana warna larutan yang
terbentuk :
Menit 1 : biru pekat
2 : coklat
3 : kuning bening
Waktu yang diperlukan untuk hidriolisis tersebut sebesar 15 menit.
ANALISIS DATA
Karbohidrat Reduksi dan Non Reduksi
Glukosa

Fruktosa
Sukrosa

Laktosa

Pati
Hidolisa karbohidrat
Hidrolisa Sukrosa (katalis asam dan basa)
Dengan Katalis Asam

Dengan Katalis Basa

Hidrolisis Pati dengan katalis Enzim

Hidrolisis Pati dengan Katalisa Asam


PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini yang bertujuan untuk mempelajari pengertian gula reduksi dan non reduksi
serta memperoleh pengalaman tentang katalisa. Pada percobaan percobaan pertama yang dilakukan
adalah identifikasi sampel-sampel apakah termasuk gula reduksi atau gula non reduksi. Gula
reduksi adalah gula yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas dalam suasana basa dapat
mereduksi logam-logam, sedangkan gula itu sendiri teroksidasi menjadi asam-asam ( asam aldonat,
asam ketonat, atau asam uronat).gula reduksi merupakan setiap karbohidrat yang mampu mereduksi
tanpa terlebih dahulu mengalami hidrolisis disebut gula reduksi sehingga pereaksi yang digunakan
untuk mengetahui ada atau tidaknya gula reduksi adalah campuran dari larutan fehling A dan
fehling B, karena larutan fehling A merupakan larutan CuSO4 dalam air, sedangkan larutan fehling
B merupakan larutan garam atau campuran alkali ( NaOH dan KNaC4H4O6 ) dalam air sifat
mereduksi yang dimiliki oleh karbohidrat ini disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton
bebas dalam karbohidrat. Sifat ini yang akan mereduksi ion Cu2+ menjadi Cu+ yang dalam
s
Diposkan oleh Winda Wenz di 21.56
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
1 komentar:

1.
2. ice purwanti7 November 2012 04.08
Thanks...
ini sangat membantu
Balas

Muat yang lain...

Posting Lebih Baru Beranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Pengikut

Arsip Blog

2011 (2)
September (2)
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK I
Laporan Kimia Organik II FMIPA

Mengenai Saya
Winda Wenz

Lihat profil lengkapku

Baris Video

powered by

Template Ethereal. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai