Anda di halaman 1dari 19

Makalah Dasar-Dasar Kimia Analitik

(Titrasi Redoks)
Dibimbing oleh:
Dra. Hayuni Retno Widarti.,M.Si

Oleh:
Kelompok 2
Humam Abdillah/180331616099
Muhammad Nur Rasyid/180331616061
Mafazatun Nabila/180331616078

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
JULI 2020

1
Daftar Isi
JUDUL
DAFTAR ISI 2
KATA PENGANTAR 3
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang 4
Tujuan 4
Manfaat 5
BAB II ISI 6
Teori Reaksi Redoks 6
Jenis – Jenis Reaksi Redoks 7
Prinsip Reaksi Redoks 8
Indikator Redoks 13
Aplikasi Analisis Reaksi Redoks Dalam Analisis Obat Dan Bahan Obat Beserta Beberapa
Contohnya 17
BAB III PENUTUP
Kesimpulan 19
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 19

2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Reduksi
Oksidasi (Redoks)” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga
kami berterima kasih kepada Ibu Hayuni dan Pak Yudi selaku Dosen mata kuliah Dasar-
Dasar Kimia Analitik Universitas Negeri Malang yang telah memberikan tugas ini kepada
kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai teori reaksi redoks, jenis-jenis reaksinya, prinsip reaksi
redoks, indikator redoks, dan aplikasi analisis reaksi redoks dalam analisis obat dan bahan
obat beserta contoh obatnya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 1 Juli 2020

Penyusun

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Reaksi – reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi lebih sering
dipergunakan dalam analisa titirimetrik daripada reaksi-reaksi asam-basa,
pembentukan kompleks, ataupun pengendapan. Ion-ion dari berbagai unsur hadir
dalam wujud oksidasi yang berbeda-beda, mengakibatkan timbulnya banyak
kemungkinan reaksi-reaksi oksidasi-reduksi (redoks). Kebanyakan dari reaksi-reaksi
ini layak digunakan dalam analisa titrimetrik, dan aplikasinya sangat beranekaragam
(Day and Underwood, 2002).
Oksidasi adalah kehilangan satu atau lebih electron yang dialami oleh suatu
atom, molekul, atau ion, sementara reduksi adalah perolehan electron. Tidak ada
electron bebas dalam sistem kimiawi yang biasa, dan kehilangan elektron yang
dialami oleh suatu spesies kimiawi selalu disertai oleh perolehan elektron pada bagian
yang lainnya. Istilah reaksi transferelectron  terkadang dipergunakan untuk reaksi-
reaksi redoks (Day and Underwood, 2002).
Reaksi redoks memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari, baik
yang merugikan maupun menguntungkan. Reaksi redoks yang menguntungkan
misalnya saja reaksi yang berlangsung dalam proses respirasi pada tumbuhan. Dalam
proses ini, karbohidrat dioksidasi menjadi karbondioksida dan uap air dengan melepas
energi, adapun contoh redoks yang merugikan, yaitu korosi besi (besi berkarat).
Korosi ini sangat merugikan karena merusak banyak bangunan dan benda-benda yang
terbuat dari besi.
Reaksi redoks memiliki aplikasi yang luas dalam bidang industri. Misalnya
prinsip reaksi redoks mendasari pembuatan baterai dan aki, ekstrasi dan pemisahan
logam dengan logam lain, seperti emas, perak, dan kromium. Selain itu, reaksi redoks
juga digunakan untuk membuat senyawa kimia, seprti natrium hidroksida yang
merupakan bahan baku dalam banyak kegiatan industri. Oleh karena itu disusun
makalah ini tentang reaksi reduksi oksidasi (redoks) agar dapat mengetahui dan
memahami reaksi redoks.

4
B. Tujuan
1. Mengetahui teori reaksi redoks
2. Mengetahui jenis – jenis reaksi redoks
3. Mengetahui prinsip reaksi redoks
4. Mengetahui indikator redoks
5. Mengetahui aplikasi analisis reaksi redoks dalam analisis obat dan bahan obat beserta
beberapa contohnya.
C. Manfaat
1. Untuk mengetahui teori reaksi redoks
2. Untuk mengetahui jenis – jenis reaksi redoks
3. Untuk mengetahui prinsip reaksi redoks
4. Untuk mengetahui indikator redoks
5. Untuk mengetahui aplikasi analisis reaksi redoks dalam analisis obat dan bahan obat
beserta beberapa contohnya.

5
BAB II
ISI
A. Teori Reaksi Redoks
Reaksi reduksi oksidasi atau reaksi redoks berperan dalam banyak hal dalam
kehidupa sehari-hari. Reaksi redoks dapat berguna bagi pemekaran bahan bakar
minyak bumi, dan digunakan juga sebagai cairan pemutih. Selain itu, sebagai unsure
logam dan non logam diperoleh dari bijihnya melalui proses oksidasi atau reduksi.
(Chang, 2005).
Proses elektrokimia adalah reaksi redoks (reduksi-oksidasi) di mana dalam
reaksi ini energi yang dilepas oleh reaksi spontan diubah menjadi listrik atau di mana
energy listrik digunakan agar reaksi yang nonspontan bias terjadi. Dalam reaksi
redoks, electron-elektron ditransfer dari satu zat ke zat lain (Chang,2005).
Elektrolisis merupakan salah satu bagian dari elektrokimia. Elektrolisis ialah
proses di mana energy listrik digunakan untuk mendorong agar reaksi redoks yang
nonspontan bias terjadi. Hubungan kualitatif antara arus yang dipasok dan produk
yang terbentuk dirumuskan oleh Faraday. Elektrolisis merupakan cara utama untuk
memproduksi logam aktif serta nonlogam aktif dan banyak lagi bahan kimia yang
penting di industry (Chang, 2005)
Pada reaksi redoks terdapat reduktor dan oksidator dimana reduktor adalah zat
yang dalam reaksi mengalami oksidasi, zat yang mampu mereduksi zat lain dan zat
yang dapat memberikan electron kepada zat lain sedangkan oksidator adalah zat yang
dalam reaksi mengalami penurunan bilangan oksidasi, zat yang mampu mengoksidasi
zat lain, zat yang menangkap elaktron dari zat lain (Keenan, 1986).
Reaksi kimia dapat digolongkan kedalam reaksi redoks atau bukan redoks.
Istilah dari redoks berkaitan dengan peristiwa reduksi dan oksidasi. Pengertian reaksi
reduksi dan oksidasi itu telah mengalami perkembangan. Pada awalnya reaksi reduksi
dan oksidasi berkaitan dengan pelepasan dan pengikatan oksigen, oksidasi sebagai
pengikat oksigen sedangkan reduksi dikaitkan denga pelepasan oksigen. Pada
perkembangan selanjutnya oksidasi dan reduksi dikaitkan dengan pengkapan dan
pelepasan electron dan dengan perubahan bilangan oksidasinya (Underwood,1998).
Batasan yang lebih umum dari reaksi oksidasi reduksi adalah berdasarkan
pemakaian bilangan oksidasi pada pemakaian bilangan oksidasi pada atom karbon
dengan cara memasukkan bilangan oksidasi pada keempat ikatannya. Contohnya atom
H yang berikatan dengan C mempunyai bilagan oksidasi 0, dan atom C mempunyai

6
bilangan oksidasi +1 jika berikatan tunggal pada heteroatom seperti oksigen, nitrogen
atau sulfur (Riswiyanto, 2009, hal: 108).
Potensial system redoks merupakan peubah yang paling khas yang berubah
selama berlangsungnya titrasi redoks. Karena itu, potensial yang diukur dapat dibuat
pada kertas grafik sebagai fungsi volume peniteryang ditambahkan sehingga
diperoleh kurva titrasi redoks. Sedangkan titrasi dapat dengan persamaan ners, yaitu
hubungan antara potensial elektroda baku kedua pasangan redoks dan kesetimbangan
massanya. Biasanya kurva teoritis ini bersesuaian dengan kurva yang diperoleh
dengan percobaan. Karena itu, kurva teoritis ini sangat berguna untuk meramalkan
ketelitian pengukuran, memilih indicator dan memilih persyaratan titrasi yang
bersesuaian (Rivai, 1995).
B. Jenis-jenis Reaksi Redoks
Titrasi redoks melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi antara titran dan analit.
Titrasi redoks banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa yang
bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Aplikasi dalam bidang industri misalnya
penentuan sulfite dalam minuman anggur dengan menggunakan iodine, atau
penentuan kadar alkohol dengan menggunakan kalium dikromat. Beberapa contoh
yang lain adalah penentuan asam oksalat dengan menggunakan permanganate,
penentuan besi(II) dengan serium(IV), dan sebagainya.
Karena melibatkan reaksi redoks maka pengetahuan tentang penyetaraan
reaksi redoks memegang peran penting, selain itu pengetahuan tentang perhitungan
sel volta, sifat oksidator dan reduktor juga sangat berperan. Dengan pengetahuan yang
cukup baik mengenai semua itu maka perhitungan stoikiometri titrasi redoks menjadi
jauh lebih mudah.
Titrasi redoks merupakan jenis titrasi yang paling banyak jenisnya,
diantaranya :
a. Titrasi Iodin (Iodometri dan Iodimetri)
Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan dua cara yaitu titrasi
langsung (iodimetri) dan titrasi tak langsung (iodomotri).
b. Titrasi langsung (iodimetri)
Iodimetri merupakan Metode Titrasi redoks yang melibatkan iodin yang
bereaksi secara langsung. Iodium merupakan oksidator yang relative kuat dengan nilai
potensial reaksi sebesar +0,535 V. Iodium akan mereduksi senyawa – senyawa yang
memilki potensial reduksi lebih kecil dibandingkan dengan iodium.

7
Larutan baku iodium dapat digunakan untuk analisis kuantitatif senyawa-
senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih kecil dari pada sistem iodium-
iodida sebagaimana persamaan di atas atau dengan kata lain digunakan untuk
senyawa-senyawa yang bersifat reduktor yang cukup kuat  seperti vitamin C, tiosulfat,
arsenit, sulfida, sulfit, Stibium(III), timah(II), dan ferosianida. Daya mereduksi dari
berbagai macam zat ini tergantung pada konsentrasi ion hydrogen, dan hanya dengan
penyesuaian pH dengan tepat yang dapat menghasilkan reaksi dengan iodium secara
kuantitatif.
c. Titrasi tak langsung (iodometri)
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan
senyawa- senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih besar daripada sistem
iodium- iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO 45H2O.
Iodometri terjadi pada zat yang bersifat oksidator seperti besi (III), tembaga (II),
dimana zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin.
Sebagai contoh adalah penentuan kandungan klorin (Cl2) dalam agen pemutih.
C. PERMANGANOMETRI
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh
kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan
reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu.
Kalium permanganate adalah oksidator kuat. Reagen ini dapat diperoleh
dengan mudah, tidak mahal, dan tidak membutuhkan indicator terkecuali untuk
larutan yang amat encer. Satu tetes 0,1 N permanganate memberikan warna merah
muda yang jelas pada volume dari larutan yang biasa dipergunakan dalam sebuah
titrasi. Warna ini digunakanuntuk mengindikasi kelebihan reagen tersebut.
Kelemahannya adalah dalam medium HCL. Cl- dapat teroksidasi, demikian juga
larutannya, memiliki kestabilan yang terbatas.
Reaksi yang paling umum ditemukan dalam laboratorium adalah reaksi yang
terjadi dalam larutan-larutan yang bersifat asam, 0.1 N atau lebih besar.
Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan
reaksi ini, namun beberapa substansi membutuhkan pemanasan atau penggunaan
sebuah katalis untuk mempercepat reaksi. Sebagai contoh, permanganat adalah agen
unsur pengoksidasi yang cukup kuat unuk mengoksidasi Mn(II) menjadi MnO 2 , titik
akhir permanganate tidak permanen dan warnanya dapat hilang.

8
Reaksi ini berjalan lambat dalam keadaan asam, tapi cepat dalam keadaan
netral. Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi
cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2. Bagaimanapun
juga, mengingat reaksinya berjalan lambat, MnO2 tidak diendapkan secara normal
pada titik akhir titrasi-titrasi permanganat.
Larutan-larutan permanganat yang bersifat asam tidak stabil karena asam
permanganat terdekomposisi dan air teroksidasi. Reaksi ini lambat di dalam larutan-
larutan encer pada suhu ruangan. Penguraiannya dikatalisis oleh cahaya panas asam-
basa, ion Mn(II) dan MnO2. Namun demikian, jangan pernah menambahkan
permanganat berlebih ke dalam sebuah unsur reduksi dan kemudian menaikkan suhu
untuk mempercepat oksidasi, karena reaksi yang nantinya muncul akan berlangsung
dengan laju yang rendah.
Pembuatan larutan baku kalium permanganat harus dijaga faktor-faktor yang
dapat menyebabkan penurunan yang besar dari kekuatan larutan baku tersebut, antara
lain dengan pemanasan dan penyaringan untuk menghilangkan zat-zat yang mudah
dioksidasi.
D. SERIMETRI
Larutan serium(IV) sulfat dalam asam sulfat encer merupakan zat
pengoksidasi yang kuat dan lebih stabil daripada larutan kalium permanganat, dengan
suatu syarat bahwa asam sulfat cukup mampu menghindari hidrolisis dan
pengendapan garam basanya. Kalau larutan kalium permanganate dapat direduksi
menjadi beberapa macam keadaan hasil reduksi, maka reduksi larutan serium(III),
menurut reaksi:

Ce4+ + e-  Ce3+
Ion Ce(IV) dipergunakan dalam larutan-larutan dengan keasaman tinggi
karena hidrolisisa akan menghasilkan pengendapan pada larutan-larutan dengan
konsentrasi ion hydrogen yang rendah.potensial redoks dari pasangan Ce(IV)/ Ce(III)
tergantung pada sifat dan konsentrasi dari asam yang ada.
Keuntungan serium (IV)sulfat sebagai suatu zat pengoksidasi standar adalah :
a. Larutan serium (IV)sulfat secara mencolok stabil selama dalam jangka waktu yang
lama .larutan ini tidak perlu dilindungi dari cahaya , dan bahkan dapat didihkan
selama waktu yang singkat tanpa perubahan yang berarti dalam konsentrasi.

9
b. Serium(IV)sulfat dapat digunakan dalam penetapan zat – zat pereduksi dengan adanya
konsentrasi HCl yang tunggi.
c. Larutan – larutan serium (IV)sulfat dalam larutan 0,1 N tidak terlalu berwarna untuk
dapat mengaburkan penglihatan ketika membaca miniskus dalam buret dan alat – alat
titrimetri lainnya .
d. Dalam reaksi garam serium (IV)sulfat dalam larutan asam dengan zat – zat
pereduksi,perubahan valensi yang terjadi adalah : Ce4++e-↔ Ce3+. Dengan demikian
maka dianggap bobot ekivalennya adalah 1 mol atau 1 Mr .
e. Ion serium (IV) tidak berwarna (dibandingkan ion Mn (II) yang btidak berwarna dari
KMnO4 , dan ion serium (III) yang hijau dari kalium dikhromat).
f. Serium (IV)sulfat adalah zat pengoksid yang serba guna . ia dapat digunakan dalam
banyak titrasi yang sama permangganat telah digunakan ,dan juga untuk penetapan -
penetapan lainnya .
g. Larutan serium (IV) sulfat paling baik distandarisasikan dengan arsen (III)oksida atau
natrium oksalat.
Larutan serium(IV)sulfat dalam larutan asam sulfat encer adalah stabil, bahkan pada
temperature – temperature didih .larutan dalam HCl dari garam ini tidak stabil , karena
reduksi menjadi Ce (III) oleh asam tersebut dengna dibarengi pembebasan klor.
Reaksinya:
2Ce4++2Cl- ↔ 2Ce3++Cl2
Reaksi ini berlangsung benar – benar cepat pada pendidihan , maka HCl tidak dapat
digunakan dalam oksidasi – oksidasi yang memerlukan pendidihan dengan
serium(IV)sulfat berlebih dalam larutan asam .asam sulfat harus digunakan dalam
oksidasi demikian .adanya asam fluoride membentuk suatu kompleks stabil dengan
serium (IV) sulfat dan menghilangkan warna dari larutan yang kuning itu .
E. KALIUM IODAT
` Larutan kalium iodat dibuat dengan melarutkan sejumlah tertentu kalium iodat
dalam air secukupnya. Kalium iodat dapat diperoleh dalam keadaan murni dan
bersifat stabil sehingga larutan ini tidak perlu dibakukan kembali. Larutan baku
kalium iodat tidak menggunakan normalitasnya akan tetapi menggunakan
molalitasnya karena normalitasnya terdapat macam-macam,tergantung reaksinya.
Dalam hal ini, maka reduksi kalium iodat menjadi iodide tidak bisa seragam

sebagaimana kalium bromate. Pada reaksi berikut : IO3- + 6H+ +6e  I- + 3H2O (I)

10
Maka 1 mol kalium iodat setara denagn 6 elektron akibatnya valensinya
adalah 6 sehingga 0,05 M sama dengan 0,3 N, akan tetapi jika digunakan kelebihan
iodat maka yang terjadi pada reaksi (I) akan terbentuk iodium, sehingga kelebihan
iodat dan iodium dapat ditetapkan secara iodometri. Reduksi iodat menjadi iodium
dapat ditulis dengan reaksi berikut:

2IO3- +12H+ +10e   I2 + 6h2O (II)


Pada reaksi  (II) ini maka 2 mol iodat setara dengan 10 elektron sehingga
valensinya 5 akibatnya larutan 0,05 setara dengan 0,25 N. Reaksi ini tidak digunakan
untuk penetapan yang resmi.
F. TITRASI DENGAN KALIUM BROMAT
Bromo-bromatometri merupakan salah satu metode penetapam kadar suatu zat
dengan prinsip reaksi reduksi-oksidasi. Oksidasi adalah suatu proses yang
mengakibatkan hilangnya aatu elektron atau lebih dari dalam zat (atom, ion atau
molekul). Bila suatu unsur dioksidasi, keadaan oksidasinya berubah ke harga yang
lebih positif. Suatu zat  pengoksidasi adalah zat yang memperoleh elektron, dan dalam
proses itu zat tersebut direduksi.
Reduksi adalah suatu proses yang mengakibatkan diperoleh satu elektron atau
lebih oleh zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur direduksi, keadaan oksidasi
berubah menjadi lebih negatif (kurang positif), jadi suatu zat pereduksi adalah zat
yang kehilangan elektron, dalam proses itu zat ini dioksidasi.
Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengan dasar reaksi
dari ion bromat (BrO3). Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem ini
menunjukkan bahwa kalium bromat adalah oksidator kuat. Hanya saja kecepatan
reaksinya tidak cukup tinggi. Untuk menaikkan kecepatan ini titrasi dilakukan dalam
keadaan panas dan dalam lingkungan asam kuat. Adanya sedikit kelebihan kalium
bromat dalam larutan akan menyebabkan ion bromida bereaksi dengan ion bromat,
dan bromin yang dibebaskan akan merubah larutan menjadi warna kuning pucat,
warna ini sangat lemah sehingga tidak mudah untuk menetapkan titik akhir.
Bromin yang dibebaskan ini tidak stabil, karena mempunyai tekanan uap yang
tinggi dan mudah menguap, karena itu penetapan harus dilakukan pada suhu terendah
mungkin, serta labu yang dipakai untuk titrasi harus ditutup. Metode bromometri dan
bromatometri ini terutama digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa organik
aromatis dengan membentuk tribrom substitusi. Metode ini dapat juga digunakan

11
untuk menetapkan senyawa arsen dan stibium dalam bentuk trivalent walaupun
tercampur dengan stanum valensi empat. Dalam suasana asam, ion bromat mampu
mengoksidasi iodida menjadi iod, sementara dirinya direduksi menjadi brimida :

                        BrO3- +6H+ +6e  Br - + 3H2O


O Tidak mudah mengikuti serah terima elektron dalam hal ini, karena suatu
reaksi asam basa (penetralan H+ menjadi H2O) berimpit dengan tahap redoksnya.
Namun nampak bahwa 6 ion iodida kehilangan 6 elektron, yang pada gilirannya
diambil oleh sebuah ion bromat tunggal. 
G. TITRASI YANG MELIBATKAN BROM (Br2)
Brom yang digunakan sebagai oksidator seperti iodium. Brom akan direduksi
oleh zat-zat organic dengan terbentuknya senyawa hasil substitusi yang tidak larut
dalam air misalnya tibromofenol, tribomoanilin, dan sebgainya yang raksinya
berlangsung secara kuantitatif. Brom juga dapat digunakan untuk menetapkan kadar
senyawa-senyawa organic yang mampu bereaksi secara adisi atau subsitusi dengan
brom.
Selain bromnya sendiri, brom yang dapat juga diperoleh dari hasil
pencampuran kalium bromate dan kalium bromide dalam lingkungan asam kuat
sesuai reaksi berikut :

KBrO3+5KBr + 6HCl   3Br2+ 6KCl + 3H2O


Brom yang dibebaskan ini kemudian mengoksidasi iodide yang setara dengan
jumlah iodium yang dihasilkan menurut reaksi:

            Br2+2KI  I2 + 2KBr


Iodium ini selanjutnya ditirasi dengan larutan baku natrium tiosulfat menurut reaksi

            I2 + 2Na2S2O3  2NaI + Na2S4O6


Adanya brom tidak langsung dititrasi dngan natrium tiosulfat dikarenakan
perbedaan potensialnya yang sangat besar, akibatnya jika brom langsung dititrasi
dengan natrium tiosulfat maka yang dihasilkan tidak hanya tetrationat (S4O62-) tetapi
juga sulfat (SO42) Bahkan mungkin sulfide yang berupa endapan kuning.
Larutan baku brom dapat digunakan untuk menetapkan kadar fenol dengan
cara sebagai berikut: timbang secara seksamakurang lebih 2 gram, msukkan kedalam
labu takar 1000 ml, dan encerkan dengan air sampai tanda batas. Pipet 20,0 ml larutan
ini dan masukkan ke dalam labu iodium. Tambahnkan 30 ml larutan brom 0,1 N
secara tepat dan 5 ml HCL pekat dan segera goyangkan elama 30 menit dan diamkan
12
selam 15 menit. Tambahkan  5 ml larutan Ki 20%, Hati-hati terhadap uap brom yang
dilepaskan, segera ttup dan gojog baik-baiksupaya kelebihan brom bereaksi dengan
KI menghasilkan iodium yang setara dengan brom sisa. Tambahkan 5  ml kloroform.
Iodium yang terbentuk dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat 0,1 N dengan
menggunakan 3 ml larutan kanji 0,5% sebelum titik akhir sebagai indicator. Lakukan
titrasi blanko. Tiap ml brom 0,1 N setara dengan 1,569 mg fenol.
Ketika asam klorida pekat ditambahkan maka brom akan dibebaskan, dan bro
mini akan bereaksi dengan fenol untuk menghasilkan endapan putih tribromofenol
dan asam bromide
Labu yang digunakan harus tertutup rapat untuk menghindari menguapanya
brom, sedangkan penggojokan selama 30 menit bertujuan supaya reaksi fenol dengan
brom berlangsung secara sempurna. Penambahan KI bertujuan untuk mengubah brom
menjadi iodium sesuai denagn reaksi:

            Br2 + 2KI  I2 + 2KBr


Sedangkan penambahan 5 ml kloroform bertujuan untuk melarutkan endapan
tribromofenol. Iodium yang terbentuk selanjutnya dititrasi dengan baku natrium
tiosulfat.
Beberapa senyawa yang ditetapkan kadarnya dengan larutan baku brom dalam
farmakope Indonesia Edisi IV : klorokresol, fenol, fenol cair, fenileprin Hcl,
resorsinol dan timol.
H. Prinsip Reaksi Redoks
Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan
penangkapandan pelepasan elektron. Dalam setiap reaksi redoks, jumlah elektron
yang dilepaskan oleh reduktor harus sama dengan jumlah elektron yang ditangkap
oleh oksidator. Ada dua cara untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks yaitu
metode bilangan oksidasi dan metode setengah reaksi (metode ion elektron).
Hubungan reaksi redoks dan perubahan energi adalah sebagai berikut: Reaksi
redoks melibatkan perpindahan elektron; Arus listrik adalah perpindahan elektron;
Reaksi redoks dapat menghasilkan arus listrik, contoh: sel galvani; Arus listrik dapat
menghasilkan reaksi redoks, contoh sel elektrolisis. Sel galvani dan sel elektrolisis
adalah sel elektrokimia. Persamaan elektrokimia yang berguna dalam perhitungan
potensial sel adalah persamaan Nernst. Reaksi redoks dapat digunakan dalam analisis
volumetri bila memenuhi syarat. Titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan standar

13
oksidator dengan suatu reduktor atau sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-
reduksi antara analit dengan titran.
I. Indikator Redoks
Indikator Redoks adalah indikator yang berubah warnanya karena terjadi
reaksi reduksi-oksidasi (redoks). Disini indikator memperlihatkan warna teroksidasi
dan warna tereduksi.
J. Jenis – jenis Indikator Redoks
Dalam titrasi redoks ada 4 jenis indikator :
1) Indikator Redoks Reversibel
Indikator oksidasi - reduksi yang sebenarnya yang tidak tergantung dari salah
satu zat, tetapi hanya pada perubahan potensial larutan selama titrasi. Indikator ini
dapat dioksidasi dan direduksi secara reversibel (bolak-balik).
Untuk titrasi dengan Ce4+ dapat dipakai Ferroin; sedangkan untuk titrasi
dengan Cr2O7 = Ferroin tidak cocok karena potensial perubahan ferroin terlalu tinggi
dibandingkan dengan potensial TE. Maka dipakai difenilamin atau difenilamin
sulfonat. Sebenarnya kedua indikator ini kebalikan dari ferroin dalam arti potensial
peralihannya terlalu rendah. Namun dengan asam fosfat 3 M kesulitan ini teratasi
karena potensial TE diturunkan sehingga sesuai untuk penggunaan difenilamin atau
garam sulfonatnya. Penurunan potensial terjadi karena asam fosfat (H3PO4)
mengkompleks Fe3+ tetapi tidak mengkompleks Fe2+, sehingga konsentrasi Fe3+
bebas selalu rendah. Berikut Beberapa Contoh – contoh Indikator Redoks yang sering
digunakan :
2) Kompleks Fe ( II ) – ortofenentrolin
Suatu golongan senyawa organik yang dikenal dengan nama 1,10 fenantrolin (
Ortofenantrolin ) yang membentuk kompleks yang stabil dengan Fe ( II ) dan ion-ion
lain melalui kedua atom N pada struktur induknya. Sebuah ion Fe2+ berikatan dengan
tiga buah molekul fenantrolin dan membentuk kelat dengan struktur. Kompleks ini
terkadang disebut FERROIN dan ditulis (Ph)3Fe2+ agar sederhana. Besi yang terikat
dalam ferroin itu mengalami oksidasi reduksi secara reversible.
Walaupun kompleks (Ph)3 Fe2+ berwarna biru muda, dalam kenyataannya,
warna dalam titrasi berubah dari hampir tak berwarna menjadi merah. Karena kedua
warna berbeda intensitas, maka titik akhir dianggap tercapai pada saat baru 10 % dari
indikator berbentuk (Ph)3Fe2+. Oleh sebab itu maka potensial peralihannya kira –
kira 1,11 Volt dalam larutan H2SO4 1 M.

14
Diantara semua indikator redoks, Ferroin paling mendekati bahan yang ideal.
Perubahan warnanya sangat tajam, larutannya mudah dibuat dan sangat stabil. Bentuk
teroksidasinya amat tahan terhadap oksidator kuat. Reaksinya cepat dan reversibel.
Diatas 60 oC, Ferroin terurai.
3) Difenilamin dan turunannya
Ditemukan pertama kali dan penggunaannya dianjurkan oleh Knop pada tahun
1924 untuk titrasi Fe2+ dengan kalium bikhromat. Reaksi pertama membentuk
difenilbenzidine yang tak berwarna; reaksi ini tidak reversibel. Yang kedua
membentuk violet difenilbenzidine, reversibel dan merupakan reaksi indikator yang
sebenarnya.
Potensial reduksi reaksi kedua kira – kira 0.76 volt. Walaupun ion H+ tampak
terlibat, ternyata perubahan keasaman hanya berpengaruh kecil atas potensial ini,
mungkin karena asosiasi ion tersebut denga hasil yang berwarna itu.
Kekurangan difenilamain antara lain ialah indikator ini harus dilarutkan dalam
asam sulfat pekat karena sulit larut dalam air. Hasil oksidasi ini membentuk endapan
dengan ion Wolfram sehingga dalam Analisa, ion tersebut tidak dapat dipakai.
Akhirnya ion merkuri memperlambat reaksi indikator ini.
Derivat difenilamin yaitu Asam Difenilamin Sulfonat, tidak mempunyai
kelemahan – kelemahan diatas :
 Garam Barium atau Natrium dari asam ini dapat digunakan untuk membuat larutan
indikator dalam air dan sifatnya serupa dengan induknya. Perubahan warna sedikit
lebih tajam, dari tak berwarna , melalui hijau menjadi violet. Potensial peralihannya
0.8 volt dan juga tak tergantung dari konsentrasi asam. Asam sulfonat derivat ini
sekarang banyak digunakan dalam titrasi redoks.
4) Indikator Redoks Irreversibel
Indikator yang berubah warnanya karena oksidasi dari oksidator dan sifatnya
tidak dapat berubah kembali seperti semula. Indikator ini digunakan pada titrasi
Bromatometri. Contoh yang sering digunakan adalah Methyl Red (MR) dan Methyl
Orange (MO.
Reaksi yang terjadi berupa oksidasi dari indikator MR atau MO menjadi
senyawa yang tidak berwarna oleh Brom bebas (Br2). Brom ini berasal dari :
KBrO3 + HCl ------> KCl + HBr + 3 O
2 HBr + O ------> H2O + Br2
Br2 + MO / MR ------> Teroksidasi (Tidak berwarna)
15
5) Indikator Redoks Khusus (Tidak terpengaruh Potensial redoks)
Indikator khusus yang bereaksi dengan salah satu komponen yang bereaksi,
Contoh indikator Amilum, yang membentuk kompleks biru tua dengan ion triIodida.
Indikator yang sebenarnya jauh lebih luas penerapannya karena hanya tergantung dari
perubahan potensial larutan . Sudah dikemukakan bahwa indikator tersebut
sebenarnya juga dapat dioksidasi – reduksi dan mempunyai warna yang berbeda
dalam bentuk tereduksi.
Indikator ini dipakai pada Iodometri dan Iodimetri, indikator yang biasa
digunakan adanya Amylum dan Chloroform. Pemakaian indikator ini tidak
terpengaruh oleh naik turunnya bilangan oksidasi atau potensial larutan, melainkan
berdasarkan pembentukan kompleks dengan iodium.
6) Amylum
Penggunaan Indikator ini berdasarkan pembentukan kompleks Iod-Amylum
yang larut dengan Iodium (I2) yang berwarna biru cerah. Mekanisme pewarnaan biru
ini karena terbentuknya suatu senyawa dalam dari amilum dan atom iod. Fraksi
Amilosa-amilum mempunyai bentuk helikal dan dengan itu membentuk celah
berbentuk saluran. Dalam saluran itu terdapat suatu rantai iod linear, Warna biru
disebabkan oleh ketujuh elektron luar atom Iod yang mudah bergerak.
I2 + Amylum -------> Iod-Amylum (biru)
Iod-Amylum + S2O32- -------> Warna Hilang
Setelah penambahan titrant Tiosulfat maka kompleks ini dipecah dan bila
konsentrasi Iod habis maka warna biru tadi akan hilang. Penambahan indikator
amylum sebaiknya menjelang titik akhir titrasi karena kompleks iod-amilum yang
terbentuk sukar dipecah pada titik akhir titrasi sehingga penggunaan Tiosulfat
kelebihan berakibat terjadi kesalahan titrasi. Bila Iod masih banyak sekali bahkan
dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini mengganggu perubahan warna
pada titik akhir titrasi.
7) Chloroform
Penggunaan indikator ini untuk titrasi Iodometri, berdasarkan fungsi
Chloroform sebagai pelarut organik yang melarutkan iodium dalam fase organik (fase
nonpolar). Melarutnya Iodium dalam Chloroform memberi warna violet. Hal ini patut
dipahami karena Iodium sukar larut dalam air, larut hanya sekitar 0,0013 mol perliter
pada suhu 25O C. Tetapi sangat mudah larut dalam larutan KI karena membentuk Ion
TriIodida (I3-)dan dalam Chloroform. Setelah penambahan titrant Tiosulfat maka

16
Iodium akan diubah menjadi Iodida dan bila konsentrasi iod habis maka warna violet
tadi akan hilang.
8) Auto Indikator ( warna dari pereaksinya sendiri)
Apabila pereaksinya sudah mempunyai warna yang kuat, kemudian warna
tersebut hilang atau berubah bila direaksikan dengan zat lain maka pereaksi tersebut
dapat bertindak sebagai indikator.
K. Tipe – tipe Indikator Redoks
` Ada beberapa tipe dari indikator yang dapat dipergunakan dalam titrasi-titrasi
redoks (Day and Underwood, 2002):
a. Suatu substansi berwarna dapat bertindak sebagai indikatornya sendiri. Sebagai
contoh, larutan kalium permanganate mewakili warna yang begitu gelap sehingga
sedikit saja kelebihan dari reagen ini dalam sebuah titrasi dapat secara mudah
terdeteksi.
b. Suatu indikator yang spesifik adalah substansi yang bereaksi dengan cara yang
spesifik dengan salah satu dari reagen-reagennya dalam suatu titrasi untuk
menghasilkan sebuah warna. Contoh-contohnya adalah kanji, yang menghasilkan
warna biru gelap dengan iodin, dan ion tiosianat, yang menghasilkan warna merah
dengan ion besi (III).
c. Indikator-indikator luar, atau spot test, dulu pernah dipergunakan ketika indikator
internal belum tersedia. Ion ferrisianida dipergunakan untuk mendeteksi ion besi
(II) melalui pembentukan besi (II) ferrisianida (biru Turnbull) pada sebuah
piringan di luar bejana titrasi.
d. Potensial redoks dapat diikuti selama titrasi, dan titik ekivalen yang dideteksi dari
perubahan potensial yang besar dalam kurva titrasi. Prosedur semacam ini desebut
titrasi potensiometrik, dan kurva titrasi dapat diplot secara manual ataupun dicatat
secara otomatis.
e. Akhirnya, sebuah indikator yang menjalani sendiri oksidasi-reduksi dapat
dipergunakan.
L. Aplikasi Analisis Reaksi Redoks dalam Analisis Obat dan Bahan Obat Beserta
Beberapa Contohnya 
1. Salah satu aplikasi titrasi redoks khususnya iodometri dengan I2 sebagai titran
untuk menetukan bilangan iod lemak dan minyak karena mengoksidasi yang tidak
besar, tidak banyak zat yang dapat dititrasi berdasarkan iodometri langsung.

17
2. Untuk penentuan kadar air cara karl fischer. Pereaksi kari fischer terdiri dari iod,
belerang dioksida, piridini, dan methanol. Iod dan belerang dioksida membentuk
kompleks dengan piridin, dan bila terdapat air, maka kedua kompleks ini dengan
kelebihan piridin beraksi dengan air.
3. Penggunaan titrasi permanganometri
4. Penentuan kadar besi(II) dalam obat, contohnya: Sangobion, Etabion dll.
5. Hidrogen perioksida
Peroksida bertindak sebagai zat pereduksi
2MnO4-+ 5H2O2 + 6H+ 2Mn2++ 5O2(g) + 8H2
6. Kalsium (secara tak langsung)
Mula-mula kalsium diendapkan sebagai CaC2O4. Setelah penyaringan dan pencucian,
endapan dilarutkan dalam asam sulfat dan oksalatnya dititrasi dengan permanganate.
Penggunaan utama titrasi dikromatometri adalah untuk penentuan kadar besi (II) dalam
larutan asam klorida, penentuan kadar alcohol dalam minuman anggur.
 Penggunaan titrasi iodimetri adalah untuk penentuan kadar asam askorbat dalam obat
vitamin C dan untuk penentuan kadar arsen (lll), ferosianida, belerang (sulfide),
belerang (sulfit), tiosulfat.
 Penggunaan titrasi iodometri adalah untuk penentuan kadar bromat, klorin, tembaga
(ll), dikromat, hydrogen peroksida.
 Penggunaan titrasi diazotasi untuk menetapkan kadar: benzokain primakuin fosfat dan
sediaan tabletnya, prokain HCl, sulfasetamid, natrium sulfasetamid, sulfametazin,
sulfadoksin, sulfametoksazol, tetrakain, dan tetrakain HCl (Gandjar, 2007).

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Reaksi redoks (reduksi-oksidasi) di mana dalam reaksi ini energi yang dilepas oleh
reaksi spontan diubah menjadi listrik atau di mana energy listrik digunakan agar reaksi yang
nonspontan bias terjadi. Jenis reaksinya yaitu reaksi yang melibatkan permanganate, kalium
kromat, kalium iodat, dll. Aplikasi titrasi redoks  iodimetri, iodometri, permanganometri
menggunakan titrant kalium permanganat untuk penentuan Fe2+ dan oksalat, Kalium
dikromat dipakai untuk titran  penentuan Besi(II) dan Cu(I) dalam CuCl. Bromat dipakai
sebagai titrant untuk penentuan fenol, dan iodida (sebagai I2 yang dititrasi dengan tiosulfat),
dan Cerium(IV) yang bisa dipakai untuk titrant titrasi redoks penentuan ferosianida dan nitrit.

B. Saran
Sebaiknya dilakukan penjelasan materi agar lebih memahami teori dan analisa tentang
reaksi redoks.

DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep – Konsep Inti. Jilid 1. Edisi 3 Erlangga :
Jakarta

Day, R.A. and A.L. Underwood. (2002). Analisis kimia kuantitatif. Edisi keenam.
Jakarta : Penerbit Erlangga

Hamdani.2013. Jenis Indikator Titrasi. Available Online at


http://catatankimia.com/catatan/jenis-indikator-titrasi.html

Haeria,S.si. 2011. Praktikum Kimia Analisis. Uin Alauddin Makassar: Makassar.

Khopkar. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. UIP: Jakarta

Prof. Dr. Gholib Ibnu dan R.Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar

19

Anda mungkin juga menyukai