Anda di halaman 1dari 22

DUTA STIKES KARYA PUTRA BANGSA

Blog ini disusun oleh Aria dan Arum sebagai perwakilan mahasiswa
STIKes Karya Bangsa Tulungagung yang akan memposting terkait paper,
tugas, dll.
MAKALAH REAKSI REDOKS
May 30, 2017

MAKALAH KIMIA ANALISIS

“REDUKSI OKSIDASI (REDOKS)”

Oleh:

1. A’afif Amirul Amin (1413206001)

2. Arum Fajarwati (1413206007)

3. Dwi Ambika P. (1413206015)

4. Narrullita Erriga P. (1413206030)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

STIKes KARYA PUTRA BANGSA

TULUNGAGUNG

2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Reduksi Oksidasi (Redoks)”
ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada
Bapak Arif Santoso selaku Dosen mata kuliah Kimia Analisis Stikes Karya Putra Bangsa yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai teori reaksi redoks, jenis-jenis reaksinya, prinsip reaksi redoks, indikator
redoks, dan aplikasi analisis reaksi redoks dalam analisis obat dan bahan obat beserta contoh obatnya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Tulungagung, 19 November 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

JUDUL................................................................................................... i

KATA PENGANTAR......................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1

1.2 Tujuan................................................................................................ 2

1.3 Manfaat............................................................................................. 2

BAB II ISI

2.1 Teori Reaksi Redoks......................................................................... 3

2.2 Jenis – Jenis Reaksi Redoks.............................................................. 4

2.3 Prinsip Reaksi Redoks....................................................................... 13

2.4 Indikator Redoks.............................................................................. 14

2.5 Aplikasi Analisis Reaksi Redoks Dalam Analisis Obat Dan Bahan Obat Beserta Beberapa
Contohnya.......................................................................................................... 17

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan........................................................................................ 21

3.2 Saran.................................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Reaksi – reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi lebih sering dipergunakan dalam
analisa titirimetrik daripada reaksi-reaksi asam-basa, pembentukan kompleks, ataupun
pengendapan. Ion-ion dari berbagai unsur hadir dalam wujud oksidasi yang berbeda-beda,
mengakibatkan timbulnya banyak kemungkinan reaksi-reaksi oksidasi-reduksi (redoks).
Kebanyakan dari reaksi-reaksi ini layak digunakan dalam analisa titrimetrik, dan aplikasinya
sangat beranekaragam (Day and Underwood, 2002).

Oksidasi adalah kehilangan satu atau lebih electron yang dialami oleh suatu atom, molekul,
atau ion, sementara reduksi adalah perolehan electron. Tidak ada electron bebas dalam sistem
kimiawi yang biasa, dan kehilangan elektron yang dialami oleh suatu spesies kimiawi selalu
disertai oleh perolehan elektron pada bagian yang lainnya. Istilah reaksi
transfer electron terkadang dipergunakan untuk reaksi-reaksi redoks (Day and Underwood,
2002).

Reaksi redoks memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari, baik yang merugikan
maupun menguntungkan. Reaksi redoks yang menguntungkan misalnya saja reaksi yang
berlangsung dalam proses respirasi pada tumbuhan. Dalam proses ini, karbohidrat dioksidasi
menjadi karbondioksida dan uap air dengan melepas energi, adapun contoh redoks yang
merugikan, yaitu korosi besi (besi berkarat). Korosi ini sangat merugikan karena merusak
banyak bangunan dan benda-benda yang terbuat dari besi.

Reaksi redoks memiliki aplikasi yang luas dalam bidang industri. Misalnya prinsip reaksi
redoks mendasari pembuatan baterai dan aki, ekstrasi dan pemisahan logam dengan logam lain,
seperti emas, perak, dan kromium. Selain itu, reaksi redoks juga digunakan untuk membuat
senyawa kimia, seprti natrium hidroksida yang merupakan bahan baku dalam banyak kegiatan
industri. Oleh karena itu disusun makalah ini tentang reaksi reduksi oksidasi (redoks) agar dapat
mengetahui dan memahami reaksi redoks.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui teori reaksi redoks

2. Mengetahui jenis – jenis reaksi redoks

3. Mengetahui prinsip reaksi redoks

4. Mengetahui indikator redoks

5. Mengetahui aplikasi analisis reaksi redoks dalam analisis obat dan bahan obat beserta
beberapa contohnya.

1.3 Manfaat

1. Untuk mengetahui teori reaksi redoks

2. Untuk mengetahui jenis – jenis reaksi redoks

3. Untuk mengetahui prinsip reaksi redoks


4. Untuk mengetahui indikator redoks

5. Untuk mengetahui aplikasi analisis reaksi redoks dalam analisis obat dan bahan obat beserta
beberapa contohnya.

BAB II

ISI

2.1 Teori Reaksi Redoks

Reaksi reduksi oksidasi atau reaksi redoks berperan dalam banyak hal dalam kehidupa
sehari-hari. Reaksi redoks dapat berguna bagi pemekaran bahan bakar minyak bumi, dan
digunakan juga sebagai cairan pemutih. Selain itu, sebagai unsure logam dan non logam
diperoleh dari bijihnya melalui proses oksidasi atau reduksi. (Chang, 2005).

Proses elektrokimia adalah reaksi redoks (reduksi-oksidasi) di mana dalam reaksi ini energi
yang dilepas oleh reaksi spontan diubah menjadi listrik atau di mana energy listrik digunakan
agar reaksi yang nonspontan bias terjadi. Dalam reaksi redoks, electron-elektron ditransfer dari
satu zat ke zat lain (Chang,2005).

Elektrolisis merupakan salah satu bagian dari elektrokimia. Elektrolisis ialah proses di mana
energy listrik digunakan untuk mendorong agar reaksi redoks yang nonspontan bias terjadi.
Hubungan kualitatif antara arus yang dipasok dan produk yang terbentuk dirumuskan oleh
Faraday. Elektrolisis merupakan cara utama untuk memproduksi logam aktif serta nonlogam
aktif dan banyak lagi bahan kimia yang penting di industry (Chang, 2005)

Pada reaksi redoks terdapat reduktor dan oksidator dimana reduktor adalah zat yang
dalam reaksi mengalami oksidasi, zat yang mampu mereduksi zat lain dan zat yang dapat
memberikan electron kepada zat lain sedangkan oksidator adalah zat yang dalam reaksi
mengalami penurunan bilangan oksidasi, zat yang mampu mengoksidasi zat lain, zat yang
menangkap elaktron dari zat lain (Keenan, 1986).

Reaksi kimia dapat digolongkan kedalam reaksi redoks atau bukan redoks. Istilah dari
redoks berkaitan dengan peristiwa reduksi dan oksidasi. Pengertian reaksi reduksi dan oksidasi
itu telah mengalami perkembangan. Pada awalnya reaksi reduksi dan oksidasi berkaitan dengan
pelepasan dan pengikatan oksigen, oksidasi sebagai pengikat oksigen sedangkan reduksi
dikaitkan denga pelepasan oksigen. Pada perkembangan selanjutnya oksidasi dan reduksi
dikaitkan dengan pengkapan dan pelepasan electron dan dengan perubahan bilangan
oksidasinya (Underwood,1998).

Batasan yang lebih umum dari reaksi oksidasi reduksi adalah berdasarkan pemakaian
bilangan oksidasi pada pemakaian bilangan oksidasi pada atom karbon dengan cara
memasukkan bilangan oksidasi pada keempat ikatannya. Contohnya atom H yang berikatan
dengan C mempunyai bilagan oksidasi 0, dan atom C mempunyai bilangan oksidasi +1 jika
berikatan tunggal pada heteroatom seperti oksigen, nitrogen atau sulfur (Riswiyanto, 2009, hal:
108).

Potensial system redoks merupakan peubah yang paling khas yang berubah selama
berlangsungnya titrasi redoks. Karena itu, potensial yang diukur dapat dibuat pada kertas grafik
sebagai fungsi volume peniteryang ditambahkan sehingga diperoleh kurva titrasi redoks.
Sedangkan titrasi dapat dengan persamaan ners, yaitu hubungan antara potensial elektroda
baku kedua pasangan redoks dan kesetimbangan massanya. Biasanya kurva teoritis ini
bersesuaian dengan kurva yang diperoleh dengan percobaan. Karena itu, kurva teoritis ini
sangat berguna untuk meramalkan ketelitian pengukuran, memilih indicator dan memilih
persyaratan titrasi yang bersesuaian (Rivai, 1995).

2.2 Jenis-jenis Reaksi Redoks

Titrasi redoks melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi antara titran dan analit. Titrasi redoks
banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa yang bersifat sebagai
oksidator atau reduktor. Aplikasi dalam bidang industri misalnya penentuan sulfite dalam
minuman anggur dengan menggunakan iodine, atau penentuan kadar alkohol dengan
menggunakan kalium dikromat. Beberapa contoh yang lain adalah penentuan asam oksalat
dengan menggunakan permanganate, penentuan besi(II) dengan serium(IV), dan sebagainya.
Karena melibatkan reaksi redoks maka pengetahuan tentang penyetaraan reaksi redoks
memegang peran penting, selain itu pengetahuan tentang perhitungan sel volta, sifat oksidator
dan reduktor juga sangat berperan. Dengan pengetahuan yang cukup baik mengenai semua itu
maka perhitungan stoikiometri titrasi redoks menjadi jauh lebih mudah.

Titrasi redoks merupakan jenis titrasi yang paling banyak jenisnya, diantaranya :

1. Titrasi Iodin (Iodometri dan Iodimetri)

Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan dua cara yaitu titrasi langsung
(iodimetri) dan titrasi tak langsung (iodomotri).

a. Titrasi langsung (iodimetri)

Iodimetri merupakan Metode Titrasi redoks yang melibatkan iodin yang bereaksi secara
langsung. Iodium merupakan oksidator yang relative kuat dengan nilai potensial reaksi sebesar +0,535
V. Iodium akan mereduksi senyawa – senyawa yang memilki potensial reduksi lebih kecil dibandingkan
dengan iodium. Pada reaksi oksidasi, iodium akan mengalami reduksi menjadi iodida sesuai dengan
reaksi:

I2 + 2e 2I-

larutan baku iodium dapat digunakan untuk analisis kuantitatif senyawa- senyawa
yang mempunyai potensial oksidasi lebih kecil dari pada sistem iodium-iodida sebagaimana
persamaan di atas atau dengan kata lain digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat
reduktor yang cukup kuat seperti vitamin C, tiosulfat, arsenit, sulfida, sulfit, Stibium(III),
timah(II), dan ferosianida. Daya mereduksi dari berbagai macam zat ini tergantung pada
konsentrasi ion hydrogen, dan hanya dengan penyesuaian pH dengan tepat yang dapat
menghasilkan reaksi dengan iodium secara kuantitatif.

Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil daripada iodium sehingga
dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium. Reaksi yang terjadi:

b. Titrasi tak langsung (iodometri)

Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-
senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih besar daripada sistem iodium- iodida atau
senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO45H2O. Iodometri terjadi pada zat yang bersifat
oksidator seperti besi (III), tembaga (II), dimana zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan
membentuk iodin.

Sebagai contoh adalah penentuan kandungan klorin (Cl2) dalam agen pemutih. Klorin akan
mengoksidasi iodide untuk menghasilkan iodium. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

Cl2+2I- 2Cl- + I2

Selanjutnya iodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat menurut
reaksi:

2S2O32- + I2 S4O62- + 2I-

c. penyerapan iodium oleh senyawa – senyawa penisilin

masalah stabilitas yang utama dalam senyawa-senyawa penisilin adalah hidrolisis


cincin β-laktan sebagaimana ditunjukkan oleh gambar dibawah:

Jika cincin β-laktan terbuka makaakan mengkonsumsi iodium. Tiap 1 mol cincin β-
laktan yang terbuka akan bereaksi dengan 8 ekivalen iodium, sementara cincin β-laktan yang
utuh tidak akan bereaksi dengan iodium, sementara cincin β-laktan yang utuh tidak akan
bereaksi dengan iodium. Dalam jenis titrasi ini , iodium berlebihan ditambahkan pada sampel
penisilin dan iodium sisa (yang tidak bereaksi) dititrasi kembali dengan larutan baku natrium
tiosulfat.

2. PERMANGANOMETRI

Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium


permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi antara
KMnO4 dengan bahan baku tertentu.

Kalium permanganate adalah oksidator kuat. Reagen ini dapat diperoleh dengan mudah, tidak
mahal, dan tidak membutuhkan indicator terkecuali untuk larutan yang amat encer. Satu tetes 0,1 N
permanganate memberikan warna merah muda yang jelas pada volume dari larutan yang biasa
dipergunakan dalam sebuah titrasi. Warna ini digunakanuntuk mengindikasi kelebihan reagen
tersebut. Kelemahannya adalah dalam medium HCL. Cl- dapat teroksidasi, demikian juga larutannya,
memiliki kestabilan yang terbatas.

Reaksi yang paling umum ditemukan dalam laboratorium adalah reaksi yang terjadi dalam
larutan-larutan yang bersifat asam, 0.1 N atau lebih besar:

(1)

Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan reaksi ini,
namun beberapa substansi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk
mempercepat reaksi. Sebagai contoh, permanganat adalah agen unsur pengoksidasi yang cukup kuat
unuk mengoksidasi Mn(II) menjadi MnO2 , titik akhir permanganate tidak permanen dan warnanya
dapat hilang karena reaksi:

Ungu Tidak berwarna

Reaksi ini berjalan lambat dalam keadaan asam, tapi cepat dalam keadaan netral. Kelebihan
sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup untuk mengakibatkan terjadinya
pengendapan sejumlah MnO2. Bagaimanapun juga, mengingat reaksinya berjalan lambat, MnO2 tidak
diendapkan secara normal pada titik akhir titrasi-titrasi permanganat.

Larutan-larutan permanganat yang bersifat asam tidak stabil karena asam permanganat
terdekomposisi dan air teroksidasi dengan persamaan:

Ini adalah sebuah reaksi lambat di dalam larutan-larutan encer pada suhu ruangan.
Penguraiannya dikatalisis oleh cahaya panas asam-basa, ion Mn(II) dan MnO2. Namun demikian,
jangan pernah menambahkan permanganat berlebih ke dalam sebuah unsur reduksi dan kemudian
menaikkan suhu untuk mempercepat oksidasi, karena reaksi yang nantinya muncul akan berlangsung
dengan laju yang rendah.
Pembuatan larutan baku kalium permanganat harus dijaga faktor-faktor yang dapat
menyebabkan penurunan yang besar dari kekuatan larutan baku tersebut, antara lain dengan
pemanasan dan penyaringan untuk menghilangkan zat-zat yang mudah dioksidasi.

3. SERIMETRI

Larutan serium(IV) sulfat dalam asam sulfat encer merupakan zat pengoksidasi yang kuat dan
lebih stabil daripada larutan kalium permanganat, dengan suatu syarat bahwa asam sulfat cukup
mampu menghindari hidrolisis dan pengendapan garam basanya. Kalau larutan kalium permanganate
dapat direduksi menjadi beberapa macam keadaan hasil reduksi, maka reduksi larutan serium(III),
menurut reaksi:

Ce4+ + e- Ce3+

Ion Ce(IV) dipergunakan dalam larutan-larutan dengan keasaman tinggi karena hidrolisisa
akan menghasilkan pengendapan pada larutan-larutan dengan konsentrasi ion hydrogen yang
rendah.potensial redoks dari pasangan Ce(IV)/ Ce(III) tergantung pada sifat dan konsentrasi dari asam
yang ada.

Keuntungan serium (IV)sulfat sebagai suatu zat pengoksidasi standar adalah :

1. Larutan serium (IV)sulfat secara mencolok stabil selama dalam jangka waktu yang lama
.larutan ini tidak perlu dilindungi dari cahaya , dan bahkan dapat didihkan selama waktu
yang singkat tanpa perubahan yang berarti dalam konsentrasi.

2. Serium(IV)sulfat dapat digunakan dalam penetapan zat – zat pereduksi dengan adanya
konsentrasi HCl yang tunggi.

3. Larutan – larutan serium (IV)sulfat dalam larutan 0,1 N tidak terlalu berwarna untuk
dapat mengaburkan penglihatan ketika membaca miniskus dalam buret dan alat – alat
titrimetri lainnya .

4. Dalam reaksi garam serium (IV)sulfat dalam larutan asam dengan zat – zat
pereduksi,perubahan valensi yang terjadi adalah : Ce4++e-↔ Ce3+. Dengan demikian maka
dianggap bobot ekivalennya adalah 1 mol atau 1 Mr .

5. Ion serium (IV) tidak berwarna (dibandingkan ion Mn (II) yang btidak berwarna dari
KMnO4 , dan ion serium (III) yang hijau dari kalium dikhromat).

6. Serium (IV)sulfat adalah zat pengoksid yang serba guna . ia dapat digunakan dalam
banyak titrasi yang sama permangganat telah digunakan ,dan juga untuk penetapan -
penetapan lainnya .

7. Larutan serium (IV) sulfat paling baik distandarisasikan dengan arsen (III)oksida atau
natrium oksalat .
Larutan serium(IV)sulfat dalam larutan asam sulfat encer adalah stabil, bahkan pada
temperature – temperature didih .larutan dalam HCl dari garam ini tidak stabil , karena reduksi
menjadi Ce (III) oleh asam tersebut dengna dibarengi pembebasan klor. Reaksinya:

2Ce4++2Cl- ↔ 2Ce3++Cl2

Reaksi ini berlangsung benar – benar cepat pada pendidihan , maka HCl tidak dapat digunakan
dalam oksidasi – oksidasi yang memerlukan pendidihan dengan serium(IV)sulfat berlebih dalam
larutan asam .asam sulfat harus digunakan dalam oksidasi demikian .adanya asam fluoride
membentuk suatu kompleks stabil dengan serium (IV) sulfat dan menghilangkan warna dari larutan
yang kuning itu .

4. KALIUM IODAT

Larutan kalium iodat dibuat dengan melarutkan sejumlah tertentu kalium iodat dalam
air secukupnya. Kalium iodat dapat diperoleh dalam keadaan murni dan bersifat stabil
sehingga larutan ini tidak perlu dibakukan kembali. Larutan baku kalium iodat tidak
menggunakan normalitasnya akan tetapi menggunakan molalitasnya karena normalitasnya
terdapat macam-macam,tergantung reaksinya. Dalam hal ini, maka reduksi kalium iodat
menjadi iodide tidak bisa seragam sebagaimana kalium bromate. Pada reaksi berikut :

IO3- + 6H+ +6e I- + 3H2O (I)

Maka 1 mol kalium iodat setara denagn 6 elektron akibatnya valensinya adalah 6
sehingga 0,05 M sama dengan 0,3 N, akan tetapi jika digunakan kelebihan iodat maka yang
terjadi pada reaksi (I) akan terbentuk iodium, sehingga kelebihan iodat dan iodium dapat
ditetapkan secara iodometri. Reduksi iodat menjadi iodium dapat ditulis dengan reaksi
berikut:

2IO3- +12H+ +10e I2 + 6h2O (II)

Pada reaksi (II) ini maka 2 mol iodat setara dengan 10 elektron sehingga valensinya 5
akibatnya larutan 0,05 setara dengan 0,25 N. Reaksi ini tidak digunakan untuk penetapan
yang resmi.

5. TITRASI DENGAN KALIUM BROMAT


Bromo-bromatometri merupakan salah satu metode penetapam kadar suatu zat
dengan prinsip reaksi reduksi-oksidasi. Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan
hilangnya aatu elektron atau lebih dari dalam zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur
dioksidasi, keadaan oksidasinya berubah ke harga yang lebih positif. Suatu zat pengoksidasi
adalah zat yang memperoleh elektron, dan dalam proses itu zat tersebut direduksi.

Reduksi adalah suatu proses yang mengakibatkan diperoleh satu elektron atau lebih
oleh zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur direduksi, keadaan oksidasi berubah
menjadi lebih negatif (kurang positif), jadi suatu zat pereduksi adalah zat yang kehilangan
elektron, dalam proses itu zat ini dioksidasi.

Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengan dasar reaksi dari ion
bromat (BrO3). Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem ini menunjukkan bahwa
kalium bromat adalah oksidator kuat. Hanya saja kecepatan reaksinya tidak cukup tinggi.
Untuk menaikkan kecepatan ini titrasi dilakukan dalam keadaan panas dan dalam lingkungan
asam kuat. Adanya sedikit kelebihan kalium bromat dalam larutan akan menyebabkan ion
bromida bereaksi dengan ion bromat, dan bromin yang dibebaskan akan merubah larutan
menjadi warna kuning pucat, warna ini sangat lemah sehingga tidak mudah untuk
menetapkan titik akhir.

Bromin yang dibebaskan ini tidak stabil, karena mempunyai tekanan uap yang tinggi
dan mudah menguap, karena itu penetapan harus dilakukan pada suhu terendah mungkin,
serta labu yang dipakai untuk titrasi harus ditutup. Metode bromometri dan bromatometri ini
terutama digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa organik aromatis dengan
membentuk tribrom substitusi. Metode ini dapat juga digunakan untuk menetapkan senyawa
arsen dan stibium dalam bentuk trivalent walaupun tercampur dengan stanum valensi empat.
Dalam suasana asam, ion bromat mampu mengoksidasi iodida menjadi iod, sementara dirinya
direduksi menjadi brimida :

BrO3- +6H+ +6e Br - + 3H2O

O Tidak mudah mengikuti serah terima elektron dalam hal ini, karena suatu reaksi
asam basa (penetralan H+ menjadi H2O) berimpit dengan tahap redoksnya. Namun nampak
bahwa 6 ion iodida kehilangan 6 elektron, yang pada gilirannya diambil oleh sebuah ion
bromat tunggal.

6. TITRASI YANG MELIBATKAN BROM (Br2)

Brom yang digunakan sebagai oksidator seperti iodium. Brom akan direduksi oleh zat-zat
organic dengan terbentuknya senyawa hasil substitusi yang tidak larut dalam air misalnya
tibromofenol, tribomoanilin, dan sebgainya yang raksinya berlangsung secara kuantitatif. Brom juga
dapat digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa organic yang mampu bereaksi secara
adisi atau subsitusi dengan brom.
Selain bromnya sendiri, brom yang dapat juga diperoleh dari hasil pencampuran kalium bromate dan
kalium bromide dalam lingkungan asam kuat sesuai reaksi berikut :

KBrO3+5KBr + 6HCl 3Br2+ 6KCl + 3H2O

Brom yang dibebaskan ini kemudian mengoksidasi iodide yang setara dengan jumlah iodium yang
dihasilkan menurut reaksi:

Br2+2KI I2 + 2KBr

Iodium ini selanjutnya ditirasi dengan larutan baku natrium tiosulfat menurut reaksi

I2 + 2Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6

Adanya brom tidak langsung dititrasi dngan natrium tiosulfat dikarenakan perbedaan
potensialnya yang sangat besar, akibatnya jika brom langsung dititrasi dengan natrium tiosulfat maka
yang dihasilkan tidak hanya tetrationat (S4O62-) tetapi juga sulfat (SO42) Bahkan mungkin sulfide yang
berupa endapan kuning.

Larutan baku brom dapat digunakan untuk menetapkan kadar fenol dengan cara sebagai
berikut: timbang secara seksamakurang lebih 2 gram, msukkan kedalam labu takar 1000 ml, dan
encerkan dengan air sampai tanda batas. Pipet 20,0 ml larutan ini dan masukkan ke dalam labu iodium.
Tambahnkan 30 ml larutan brom 0,1 N secara tepat dan 5 ml HCL pekat dan segera goyangkan elama
30 menit dan diamkan selam 15 menit. Tambahkan 5 ml larutan Ki 20%, Hati-hati terhadap uap brom
yang dilepaskan, segera ttup dan gojog baik-baiksupaya kelebihan brom bereaksi dengan KI
menghasilkan iodium yang setara dengan brom sisa. Tambahkan 5 ml kloroform. Iodium yang
terbentuk dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat 0,1 N dengan menggunakan 3 ml larutan
kanji 0,5% sebelum titik akhir sebagai indicator. Lakukan titrasi blanko. Tiap ml brom 0,1 N setara
dengan 1,569 mg fenol.

Ketika asam klorida pekat ditambahkan maka brom akan dibebaskan, dan bro mini akan
bereaksi dengan fenol untuk menghasilkan endapan putih tribromofenol dan asam bromide menurut
reaksi :
Labu yang digunakan harus tertutup rapat untuk menghindari menguapanya brom, sedangkan
penggojokan selama 30 menit bertujuan supaya reaksi fenol dengan brom berlangsung secara
sempurna. Penambahan KI bertujuan untuk mengubah brom menjadi iodium sesuai denagn reaksi:

Br2 + 2KI I2 + 2KBr

Sedangkan penambahan 5 ml kloroform bertujuan untuk melarutkan endapan tribromofenol.


Iodium yang terbentuk selanjutnya dititrasi dengan baku natrium tiosulfat.

Beberapa senyawa yang ditetapkan kadarnya dengan larutan baku brom dalam farmakope Indonesia
Edisi IV : klorokresol, fenol, fenol cair, fenileprin Hcl, resorsinol dan timol.

2.3 Prinsip Reaksi Redoks

Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan penangkapandan
pelepasan elektron. Dalam setiap reaksi redoks, jumlah elektron yang dilepaskan oleh reduktor
harus sama dengan jumlah elektron yang ditangkap oleh oksidator. Ada dua cara untuk
menyetarakan persamaan reaksi redoks yaitu metode bilangan oksidasi dan metode setengah
reaksi (metode ion elektron).

Hubungan reaksi redoks dan perubahan energi adalah sebagai berikut: Reaksi redoks
melibatkan perpindahan elektron; Arus listrik adalah perpindahan elektron; Reaksi
redoks dapat menghasilkan arus listrik, contoh: sel galvani; Arus listrik dapat menghasilkan
reaksi redoks, contoh sel elektrolisis. Sel galvani dan sel elektrolisis adalah sel
elektrokimia. Persamaan elektrokimia yang berguna dalam perhitungan potensial sel adalah
persamaan Nernst. Reaksi redoks dapat digunakan dalam analisis volumetri bila memenuhi
syarat. Titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan standar oksidator dengan suatu reduktor atau
sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-reduksi antara analit dengan titran.

2.4 Indikator Redoks

Indikator Redoks adalah indikator yang berubah warnanya karena terjadi reaksi reduksi-
oksidasi (redoks). Disini indikator memperlihatkan warna teroksidasi dan warna tereduksi.
2.4.1 Jenis – jenis Indikator Redoks

Dalam titrasi redoks ada 4 jenis indikator :

a. Indikator Redoks Reversibel

Indikator oksidasi - reduksi yang sebenarnya yang tidak tergantung dari salah satu zat,
tetapi hanya pada perubahan potensial larutan selama titrasi. Indikator ini dapat dioksidasi
dan direduksi secara reversibel (bolak-balik).

Untuk titrasi dengan Ce4+ dapat dipakai Ferroin; sedangkan untuk titrasi dengan
Cr2O7 = Ferroin tidak cocok karena potensial perubahan ferroin terlalu tinggi dibandingkan
dengan potensial TE. Maka dipakai difenilamin atau difenilamin sulfonat. Sebenarnya kedua
indikator ini kebalikan dari ferroin dalam arti potensial peralihannya terlalu rendah. Namun
dengan asam fosfat 3 M kesulitan ini teratasi karena potensial TE diturunkan sehingga sesuai
untuk penggunaan difenilamin atau garam sulfonatnya. Penurunan potensial terjadi karena
asam fosfat (H3PO4) mengkompleks Fe3+ tetapi tidak mengkompleks Fe2+, sehingga
konsentrasi Fe3+ bebas selalu rendah. Berikut Beberapa Contoh – contoh Indikator Redoks
yang sering digunakan :

1. Kompleks Fe ( II ) – ortofenentrolin

Suatu golongan senyawa organik yang dikenal dengan nama 1,10 fenantrolin (
Ortofenantrolin ) yang membentuk kompleks yang stabil dengan Fe ( II ) dan ion-ion lain
melalui kedua atom N pada struktur induknya. Sebuah ion Fe2+ berikatan dengan tiga buah
molekul fenantrolin dan membentuk kelat dengan struktur. Kompleks ini terkadang disebut
FERROIN dan ditulis (Ph)3Fe2+ agar sederhana. Besi yang terikat dalam ferroin itu mengalami
oksidasi reduksi secara reversible.

Walaupun kompleks (Ph)3 Fe2+ berwarna biru muda, dalam kenyataannya, warna dalam
titrasi berubah dari hampir tak berwarna menjadi merah. Karena kedua warna berbeda
intensitas, maka titik akhir dianggap tercapai pada saat baru 10 % dari indikator berbentuk
(Ph)3Fe2+. Oleh sebab itu maka potensial peralihannya kira – kira 1,11 Volt dalam larutan
H2SO4 1 M.

Diantara semua indikator redoks, Ferroin paling mendekati bahan yang ideal. Perubahan
warnanya sangat tajam, larutannya mudah dibuat dan sangat stabil. Bentuk teroksidasinya
amat tahan terhadap oksidator kuat. Reaksinya cepat dan reversibel. Diatas 60 oC, Ferroin
terurai.

2. Difenilamin dan turunannya

Ditemukan pertama kali dan penggunaannya dianjurkan oleh Knop pada tahun 1924
untuk titrasi Fe2+ dengan kalium bikhromat. Reaksi pertama membentuk difenilbenzidine
yang tak berwarna; reaksi ini tidak reversibel. Yang kedua membentuk violet difenilbenzidine,
reversibel dan merupakan reaksi indikator yang sebenarnya.
Potensial reduksi reaksi kedua kira – kira 0.76 volt. Walaupun ion H+ tampak terlibat,
ternyata perubahan keasaman hanya berpengaruh kecil atas potensial ini, mungkin karena
asosiasi ion tersebut denga hasil yang berwarna itu.

Kekurangan difenilamain antara lain ialah indikator ini harus dilarutkan dalam asam sulfat
pekat karena sulit larut dalam air. Hasil oksidasi ini membentuk endapan dengan ion Wolfram
sehingga dalam Analisa, ion tersebut tidak dapat dipakai. Akhirnya ion merkuri memperlambat
reaksi indikator ini.

Derivat difenilamin yaitu Asam Difenilamin Sulfonat, tidak mempunyai kelemahan –


kelemahan diatas :

Garam Barium atau Natrium dari asam ini dapat digunakan untuk membuat larutan indikator
dalam air dan sifatnya serupa dengan induknya. Perubahan warna sedikit lebih tajam, dari tak
berwarna , melalui hijau menjadi violet. Potensial peralihannya 0.8 volt dan juga tak
tergantung dari konsentrasi asam. Asam sulfonat derivat ini sekarang banyak digunakan dalam
titrasi redoks.

b. Indikator Redoks Irreversibel

Indikator yang berubah warnanya karena oksidasi dari oksidator dan sifatnya tidak dapat
berubah kembali seperti semula. Indikator ini digunakan pada titrasi Bromatometri. Contoh
yang sering digunakan adalah Methyl Red (MR) dan Methyl Orange (MO).

Reaksi yang terjadi berupa oksidasi dari indikator MR atau MO menjadi senyawa yang tidak
berwarna oleh Brom bebas (Br2). Brom ini berasal dari :

KBrO3 + HCl ------> KCl + HBr + 3 O

2 HBr + O ------> H2O + Br2

Br2 + MO / MR ------> Teroksidasi (Tidak berwarna)

c. Indikator Redoks Khusus (Tidak terpengaruh Potensial redoks)

Indikator khusus yang bereaksi dengan salah satu komponen yang bereaksi, Contoh
indikator Amilum, yang membentuk kompleks biru tua dengan ion triIodida. Indikator yang
sebenarnya jauh lebih luas penerapannya karena hanya tergantung dari perubahan potensial
larutan . Sudah dikemukakan bahwa indikator tersebut sebenarnya juga dapat dioksidasi –
reduksi dan mempunyai warna yang berbeda dalam bentuk tereduksi.

Indikator ini dipakai pada Iodometri dan Iodimetri, indikator yang biasa digunakan adanya
Amylum dan Chloroform. Pemakaian indikator ini tidak terpengaruh oleh naik turunnya
bilangan oksidasi atau potensial larutan, melainkan berdasarkan pembentukan kompleks
dengan iodium.

1. Amylum

Penggunaan Indikator ini berdasarkan pembentukan kompleks Iod-Amylum yang


larut dengan Iodium (I2) yang berwarna biru cerah. Mekanisme pewarnaan biru ini karena
terbentuknya suatu senyawa dalam dari amilum dan atom iod. Fraksi Amilosa-amilum
mempunyai bentuk helikal dan dengan itu membentuk celah berbentuk saluran. Dalam
saluran itu terdapat suatu rantai iod linear, Warna biru disebabkan oleh ketujuh elektron luar
atom Iod yang mudah bergerak.

I2 + Amylum -------> Iod-Amylum (biru)

Iod-Amylum + S2O32- -------> Warna Hilang

Setelah penambahan titrant Tiosulfat maka kompleks ini dipecah dan bila konsentrasi
Iod habis maka warna biru tadi akan hilang. Penambahan indikator amylum sebaiknya
menjelang titik akhir titrasi karena kompleks iod-amilum yang terbentuk sukar dipecah pada
titik akhir titrasi sehingga penggunaan Tiosulfat kelebihan berakibat terjadi kesalahan titrasi.
Bila Iod masih banyak sekali bahkan dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini
mengganggu perubahan warna pada titik akhir titrasi.

2. Chloroform

Penggunaan indikator ini untuk titrasi Iodometri, berdasarkan fungsi Chloroform


sebagai pelarut organik yang melarutkan iodium dalam fase organik (fase nonpolar).
Melarutnya Iodium dalam Chloroform memberi warna violet. Hal ini patut dipahami karena
Iodium sukar larut dalam air, larut hanya sekitar 0,0013 mol perliter pada suhu 25O C. Tetapi
sangat mudah larut dalam larutan KI karena membentuk Ion TriIodida (I3-)dan dalam
Chloroform. Setelah penambahan titrant Tiosulfat maka Iodium akan diubah menjadi Iodida
dan bila konsentrasi iod habis maka warna violet tadi akan hilang.

d. Auto Indikator ( warna dari pereaksinya sendiri)

Apabila pereaksinya sudah mempunyai warna yang kuat, kemudian warna tersebut
hilang atau berubah bila direaksikan dengan zat lain maka pereaksi tersebut dapat bertindak
sebagai indikator.

2.4.2 Tipe – tipe Indikator Redoks

Ada beberapa tipe dari indikator yang dapat dipergunakan dalam titrasi-titrasi redoks (Day
and Underwood, 2002):
1. Suatu substansi berwarna dapat bertindak sebagai indikatornya sendiri. Sebagai contoh,
larutan kalium permanganate mewakili warna yang begitu gelap sehingga sedikit saja
kelebihan dari reagen ini dalam sebuah titrasi dapat secara mudah terdeteksi.

2. Suatu indikator yang spesifik adalah substansi yang bereaksi dengan cara yang spesifik
dengan salah satu dari reagen-reagennya dalam suatu titrasi untuk menghasilkan sebuah
warna. Contoh-contohnya adalah kanji, yang menghasilkan warna biru gelap dengan iodin,
dan ion tiosianat, yang menghasilkan warna merah dengan ion besi (III).

3. Indikator-indikator luar, atau spot test, dulu pernah dipergunakan ketika indikator internal
belum tersedia. Ion ferrisianida dipergunakan untuk mendeteksi ion besi (II) melalui
pembentukan besi (II) ferrisianida (biru Turnbull) pada sebuah piringan di luar bejana
titrasi.

4. Potensial redoks dapat diikuti selama titrasi, dan titik ekivalen yang dideteksi dari
perubahan potensial yang besar dalam kurva titrasi. Prosedur semacam ini desebut titrasi
potensiometrik, dan kurva titrasi dapat diplot secara manual ataupun dicatat secara
otomatis.

5. Akhirnya, sebuah indikator yang menjalani sendiri oksidasi-reduksi dapat dipergunakan.

Gambar…

Tabel memuat daftar beberapa indikator-indikator redoks sebenarnya, dengan


warna-warna yang teramati dan “potensial-potensial transisi” dari pasangan-pasangan
redoksnya. Pembahasan dalam paragraph di atas beranggapan bahwa kedua bentuk yang
berwana dari indikatornya memiliki intensitas yang sama kuatnya untuk mata. Hal ini tidak
selalu terjadi, sehingga potensial-potensial transisinya tidak dapat mempresentasikan
tepat 50% konversi dari satu bentuk indikator lainnya; artinya, potensial-potensial ini
mungkin saja tidak sama dengan potensial-potensial formal. Dengan ferroin, contohnya,
potensial formalnya dalam 1 M asam adalah sekitar +1,06 V, namun karena warnanya
berubah dari merah gelap menjadi biru pucat, analis tidak akan melihat titik akhir visual
sebelum potensial sekitar +1,11 V dicapai.

Indikator redoks yang baik akan memberikan respon terhadap perubahan potensial
elektroda suatu sistem. Indikator ini secara suatu subtansial lebih banyak digunakan jika
dibandingkan dengan indikator yang spesifik. Persamaan kimia dari setengah reaksi dari
indikator redoks dapat ditulis sebagai berikut.

lnox + n e- ↔ lnred

Perubahan indikator dari bentuk teroksidasi kebentuk tereduksi tergantung dari


perbandingan kosentrasi sebesar;

lnred / lnox
Perubahan warna indikator redoks haruslah kira-kira 100 kali perubahan pada
perbandingan dari kosentrasi kedua bentuk.

Untuk indikator yang menggunakan peralihan warna, titrasi seharusnya dapat menyebabkan
perubahan potensial sebesar 0.118/n dari suatu sistem.

2.5 Aplikasi Analisis Reaksi Redoks dalam Analisis Obat dan Bahan Obat Beserta Beberapa
Contohnya

1. Salah satu aplikasi titrasi redoks khususnya iodometri dengan I2 sebagai titran untuk menetukan
bilangan iod lemak dan minyak karena mengoksidasi yang tidak besar, tidak banyak zat yang dapat
dititrasi berdasarkan iodometri langsung.

2. Untuk penentuan kadar air cara karl fischer. Pereaksi kari fischer terdiri dari iod, belerang dioksida,
piridini, dan methanol. Iod dan belerang dioksida membentuk kompleks dengan piridin, dan bila
terdapat air, maka kedua kompleks ini dengan kelebihan piridin beraksi dengan air.

3. Penggunaan titrasi permanganometri

a. Penentuan kadar besi(II) dalam obat, contohnya: Sangobion, Etabion dll.

b. Hidrogen perioksida

Peroksida bertindak sebagai zat pereduksi

2MnO4-+ 5H2O2 + 6H+ 2Mn2++ 5O2(g) + 8H2

c. Kalsium (secara tak langsung)

Mula-mula kalsium diendapkan sebagai CaC2O4. Setelah penyaringan dan pencucian,


endapan dilarutkan dalam asam sulfat dan oksalatnya dititrasi dengan permanganate.

4. Penggunaan utama titrasi dikromatometri adalah untuk penentuan kadar besi (II) dalam
larutan asam klorida, penentuan kadar alcohol dalam minuman anggur.

5. Penggunaan titrasi iodimetri adalah untuk penentuan kadar asam askorbat dalam obat vitamin C dan
untuk penentuan kadar arsen (lll), ferosianida, belerang (sulfide), belerang (sulfit), tiosulfat.

6. Penggunaan titrasi iodometri adalah untuk penentuan kadar bromat, klorin, tembaga (ll), dikromat,
hydrogen peroksida.

7. Penggunaan titrasi diazotasi untuk menetapkan kadar: benzokain primakuin fosfat dan
sediaan tabletnya, prokain HCl, sulfasetamid, natrium sulfasetamid, sulfametazin, sulfadoksin,
sulfametoksazol, tetrakain, dan tetrakain HCl (Gandjar, 2007).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Reaksi redoks (reduksi-oksidasi) di mana dalam reaksi ini energi yang dilepas oleh reaksi
spontan diubah menjadi listrik atau di mana energy listrik digunakan agar reaksi yang nonspontan
bias terjadi. Jenis reaksinya yaitu reaksi yang melibatkan permanganate, kalium kromat, kalium
iodat, dll. Aplikasi titrasi redoks iodimetri, iodometri, permanganometri menggunakan titrant
kalium permanganat untuk penentuan Fe2+ dan oksalat, Kalium dikromat dipakai untuk
titran penentuan Besi(II) dan Cu(I) dalam CuCl. Bromat dipakai sebagai titrant untuk penentuan
fenol, dan iodida (sebagai I2 yang dititrasi dengan tiosulfat), dan Cerium(IV) yang bisa dipakai
untuk titrant titrasi redoks penentuan ferosianida dan nitrit.

3.2 Saran

Sebaiknya dilakukan penjelasan materi agar lebih memahami teori dan analisa tentang
reaksi redoks.
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep – Konsep Inti. Jilid 1. Edisi 3 Erlangga : Jakarta

Day, R.A. and A.L. Underwood. (2002). Analisis kimia kuantitatif. Edisi keenam. Jakarta : Penerbit
Erlangga

Hamdani.2013. Jenis Indikator Titrasi. Available Online at http://catatankimia.com/catatan/jenis-


indikator-titrasi.html

Haeria,S.si. 2011. Praktikum Kimia Analisis. Uin Alauddin Makassar: Makassar.

Khopkar. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. UIP: Jakarta

Prof. Dr. Gholib Ibnu dan R.Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar

Rivai, Haeeizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. UIP: Jakarta

Comments

Popular posts from this blog


RHEOLOGI PENENTUAN VISKOSITAS LARUTAN NEWTON DAN NON NEWTON
September 05, 2017

READ MORE

LAPORAN PRAKTIKUM PENENTUAN UKURAN PARTIKEL


September 02, 2017

READ MORE

Powered by Blogger

Theme images by badins


Contributors

UNKNOWN

ARUM FANILA

Archive

Report Abuse

Anda mungkin juga menyukai