Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PROYEK AKHIR

PENGANTAR SISTEM DINAMIK

ANALISIS KESTABILAN PADA REAKSI OSILASI FEROSIANIDA-IODAT-


SULFIT

Dosen Pembimbing :
Rara Sandhy Winanda, S.Pd.,MSc

KELOMPOK 8:

1. Arsilla Uswatunnisa (20030028)

2. Atika Destia (20030005)

3. Atika Fazila (20030029)

4. Hanifah Shiddiq (20030036)

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN ALAM DAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2024
ANALISIS KESTABILAN PADA REAKSI OSILASI FEROSIANIDA-IODAT-
SULFIT

1. PENDAHULUAN

Reaksi Ferosianida-Iodat-Sulfit (atau sering disebut reaksi iodometri) merupakan


suatu reaksi kimia yang digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu senyawa yang
dapat dioksidasi oleh ion iodat (𝐼𝑂3− ) menjadi ion iod (𝐼 − ). Reaksi ini umumnya
digunakan dalam analisis kuantitatif kimia untuk menentukan konsentrasi zat-zat
seperti tiosianat, sulfida, dan senyawa lain yang dapat dioksidasi oleh ion iodat. Reaksi
Ferosianida-Iodat-Sulfit (FIS) merupakan reaksi kimia yang menghasilkan osilasi.
Reaksi osilasi pada reaksi kimia mengacu pada fenomena di mana konsentrasi beberapa
zat dalam sistem kimia berubah secara periodik antara dua atau lebih keadaan. Ini
berarti bahwa dalam suatu rentang waktu, komponen-komponen tertentu dalam reaksi
mengalami fluktuasi atau perubahan periodik dalam konsentrasi mereka.

Salah satu contoh paling terkenal dari reaksi osilasi adalah Reaksi Belousov-
Zhabotinsky. Reaksi ini melibatkan senyawa-senyawa seperti bromat, malonat, dan ion
logam transisi. Reaksi ini ditandai oleh perubahan warna dalam larutan dari satu warna
ke warna lain secara periodik tanpa adanya pemicu eksternal.

Contoh reaksi umum dalam Reaksi Belousov-Zhabotinsky adalah sebagai berikut:

3𝐵𝑟𝑂3− + 4𝐶𝐻2 (𝐶𝑂2 𝐻)2 + 𝑀𝑛2+ → 3𝐵𝑟 − + 4𝐶𝐻2 (𝐶𝑂2− )2 + 𝑀𝑛3+ + 2𝐻2 𝑂

Reaksi ini menghasilkan pola-pola osilasi dalam konsentrasi beberapa spesies dalam
sistem, termasuk ion-ion bromin (𝐵𝑟 − yang menyebabkan perubahan warna yang dapat
diamati secara visual.

Reaksi osilasi seperti Reaksi Belousov-Zhabotinsky menarik perhatian karena


menunjukkan kompleksitas perilaku dinamis dalam sistem kimia. Mekanisme reaksi
yang melibatkan siklus redoks kompleks antar ion-ion dalam sistem menyebabkan
osilasi periodik dalam konsentrasi. Fenomena ini memiliki relevansi dalam pemahaman
dasar tentang dinamika reaksi kimia dan juga memiliki aplikasi dalam bidang-bidang
seperti kimia teoretis dan biokimia.
Untuk itu, penulis akan membahas reaksi FIS yang melibatkan senyawa belerang
yaitu reaksi campuran Landolt yang menimbulkan osilasi pada PH, konsentrasi
𝐻𝑆𝑂3− , 𝑆𝑂32− dan 𝐼2 dalam suatu continuous flow stirred tank reactor (CSTR) dengan
konsentrasi iodat dan ferosianida dipertahankan tetap. (Tanasale, 2006).

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Laju Reaksi
▪ Pengertian Laju Reaksi
Laju menyatakan seberapa cepat atau seberapa lambat suatu proses berlangsung.
Laju juga menyatakan besarnya perubahan yang terjadi dalam satu satua waktu. Satuan
waktu dapat berupa detik, menit, jam, hari atau tahun.
Reaksi kimia adalah proses perubahan zat pereaksi menjadi produk. Seiring dengan
bertambahnya waktu reaksi, maka jumlah zat peraksi semakin sedikit, sedangkan
produk semakin banyak. Laju reaksi dinyatakan sebagai laju berkurangnya pereaksi
atau laju terbentuknya produk.

▪ Ungkapan Laju Reaksi untuk Sistem Homogen


Untuk sistem homogen, laju reaksi umum dinyatakan sebagai laju penguragan
konsentrasi molar pereaksi atau laju pertambahan konsentrasi molar produk untuk satu
satuan waktu, sebagai berikut:
Reaksi : mR → nP
∆[𝑅] ∆[𝑃]
𝑣=− 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑣 = +
∆𝑡 ∆𝑡
Keterangan :
R = pereaksi
P = produk
v = laju reaksi
∆[𝑅] = perubahan konsentrasi molar pereaksi
∆[𝑃] = perubahan konsentrasi molar produk
∆[𝑅]
− = laju pengurangan konsentrasi molar salah satu pereaksi dalam satu
∆𝑡

satuan waktu
∆[𝑃]
+ = laju penambahan konsentrasi molar salah satu produk dalam satu satuan
∆𝑡

waktu.
Jika diketahui satuan dari konsentrasi molar adalah mol/L. Maka satuan dari
laju reaksi adalah mol/L.det atau M/det.

▪ Laju Rerata dan Laju Sesaat


A. Laju rerata
Laju rerata adalah rerata laju untuk selang waktu tertentu. Perbedaan antara laju
rerata dengan laju sesaat dapat diandaikan dengan laju kendaraan. Misalnya suatu
kendaraan menempuh jarak 300 km dalam 5 jam. Laju rerata kendaraan itu adalah
300 km/5 jam = 60 km/jam. Tentu saja laju kendaraan tidak selalu 60 km/jam. Laju
sesaat ditunjukkan oleh speedometer kendaraan

B. Laju Sesaat
Laju sesaat adalah laju pada saat tertentu. Sebagai telah kita lihat sebelumnya,
laju reaksi berubah dari waktu ke waktu. Pada umumnya, laju reaksi makin kecil
seiring dengan bertambahnya waktu reaksi. oleh karena itu, plot konsentrasi
terhadap waktu berbentuk garis lengkung, seperti gambar di bawah ini. Laju sesaat
pada waktu t dapat ditentukan dari kemiringan (gradien) tangen pada saat t tersebut,
sebagai berikut.
• Lukis garis singgung pada saat t
• Lukis segitiga untuk menentukan kemiringan
• laju sesaat = kemiringan tangen
2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
Pengalaman menunjukan bahwa serpihan kayu terbakar lebih cepat daripada
balok kayu, hal ini berarti bahwa laju reaksi yag sama dapat berlangsung dengan
kelajuan yang berbeda, bergantung pada keadaan zat pereaksi. Dalam bagian ini akan
dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Pengetahuan tentang hal ini
memungkinkan kita dapat mengendalikan laju reaksi, yaitu melambatkan reaksi yang
merugikan dan menambah laju reaksi yang menguntungkan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi laju reaksi yaitu:

1. Konsentrasi Pereaksi
Konsentrasi memiliki peranan yang sangat penting dalam laju reaksi, sebab
semakin besarkonsentrasi pereaksi, maka tumbukan yang terjadi semakin banyak,
sehingga menyebabkan laju reaksi semakin cepat. Begitu juga, apabila semakin
kecil konsentrasi pereaksi, maka semakin kecil tumbukan yang terjadi antar
partikel, sehingga laju reaksi pun semakin kecil.
2. Suhu
Suhu juga turut berperan dalam mempengaruhi laju reaksi. Apabila suhu pada
suatu rekasi yang berlangusng dinaikkan, maka menyebabkan partikel semakin
aktif bergerak, sehingga tumbukan yang terjadi semakin sering, menyebabkan laju
reaksi semakin besar. Sebaliknya, apabila suhu diturunkan, maka partikel semakin
tak aktif, sehingga laju reaksi semakin kecil.
3. Tekanan
Banyak reaksi yang melibatkan pereaksi dalam wujud gas. Kelajuan dari
pereaksi seperti itu juga dipengaruhi tekanan. Penambahan tekanan dengan
memperkecil volume akan memperbesar konsentrasi, dengan demikian dapat
memperbesar laju reaksi.
4. Katalis
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu,
tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis
berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis
memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada
suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis
menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis
mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi.
5. Luas Permukaan Sentuh
Luas permukaan sentuh memiliki peranan yang sangat penting dalam laju
reaksi, sebab semakin besar luas permukaan bidang sentuh antar partikel, maka
tumbukan yang terjadi semakin banyak, sehingga menyebabkan laju reaksi semakin
cepat. Begitu juga, apabila semakin kecil luas permukaan bidang sentuh, maka
semakin kecil tumbukan yang terjadi antar partikel, sehingga laju reaksi pun
semakin kecil. Karakteristik kepingan yang direaksikan juga turut berpengaruh,
yaitu semakin halus kepingan itu, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan
untuk bereaksi; sedangkan semakin kasar kepingan itu, maka semakin lama waktu
yang dibutuhkan untuk bereaksi.

2.2 Reaksi Oksidasi dan Reduksi


Istilah oksidasi mengacu pada pelepasan elektron, sedangkan istilah reduksi
mengacu pada penangkapan elektron.
▪ Oksidasi
Beberapa contoh oksidasi
1. Perkaratan logam, misalnya besi
4(𝑠) + 3𝑂2(𝑔) → 2𝑒2 𝑂3(𝑠)
2. Pembakaran gas Alam (C𝐻4 )
C𝐻4 (𝑔) + 2𝑂2 (𝑔) →C𝑂2 (𝑔) + 2𝐻2 𝑂(𝑔)
3. Oksidasi glukosa dalam tubuh
𝐶6 𝐻12 𝑂6 (𝑎𝑞) + 6𝑂2 (𝑔) + 6𝐻2 𝑂(𝑖)
Sumber oksigen pada reaksi oksidasi disebut Oksidator
▪ Reduksi
Reduksi banyak dilakukan pada pengolahan bijih logam
Contoh:
1. Reduksi bijih besi (hematit) dengan karbon monoksida
𝐹𝑒2 𝑂3 (𝑠) + 3𝐶𝑂(𝑔) → 2Fe(s)+3C𝑂2(g)
2. Reduksi kromium(III)oksida oleh aluminium
C𝑟2 𝑂3(s)+2AI(s) → A𝑙2 𝑂3 (𝑠) + 2𝐶𝑟(𝑠)
3. Reduksi tembaga(II) oksida oleh gas hidrogen
CuO(s)+ 𝐻2 (g) → Cu(s)+ 𝐻2 𝑂(𝑔)
Zat yang menarik oksigen pada reaksi reduksi disebut Reduktor
Oksidasi adalah pelepasan Elektron, sedangkan reduksi adalah penyerapan
electron.Pelepasan dan penerimaan electron terjadi secara simultan, artinya jika
suatu spesi melepas electron berarti ada spesi lain yang menyerapnya. Hal ini
berarti bahwa setiap oksidasi disertai reduksi

2.3 Reaksi Ferosianida-Iodat-Sulfit (FIS)


Reaksi Ferosianida-Iodat-Sulfit (FIS) merupakan reaksi kimia yang
menghasilkan osilasi. Reaksi Ferosianida-Iodat-Sulfit (FIS) dapat menunjukkan gejala
osilasi ketika kondisinya ditemukan di dalam kisaran tertentu. Reaksi osilasi adalah
reaksi kimia yang menghasilkan perubahan berkala antara dua atau lebih keadaan.
Terdapat beberapa reaksi FIS yang menunjukkan adanya gejala reaksi osilasi yaitu :

(𝑅1) 𝑆𝑂32− + 𝐻 + ⇌ 𝐻𝑆𝑂3−

(𝑅2) 𝐼𝑂3− + 3𝐻𝑆𝑂3− → 𝐼 − + 3𝑆𝑂42− + 3𝐻 +

(𝑅3) 𝐼𝑂3− + 5𝐼 − + 6𝐻 + → 3𝐼2 + 3𝐻2 𝑂

(𝑅4) 𝐼2 + 𝐻𝑆𝑂3− + 𝐻2 𝑂 → 2𝐼 − + 𝑆𝑂42− + 3𝐻 +

(𝑅5)𝐼2 + 2𝐹𝑒(𝐶𝑁)4− − 3−
6 → 2𝐼 2𝐹𝑒(𝐶𝑁)6

2.4 Sistem Persamaan Diferensial


Sistem persamaan diferensial adalah kumpulan lebih dari satu persamaan
diferensial yang terkait satu sama lain dan memodelkan perubahan suatu sistem
terhadap waktu. Sistem ini dapat muncul dalam berbagai bidang seperti fisika, biologi,
ekonomi, dan rekayasa. Secara umum. Sistem persamaan diferensial adalah suatu
sistem yang memuat n buah persamaan diferensial, dengan n buah fungsi yang tidak
diketahui, dimana n merupakan bilangan bulat positif lebih besar sama dengan 2. sistem
persamaan diferensial dapat dituliskan sebagai berikut :
2.5 Sistem Persamaan Diferensial Linier
Sistem persamaan diferensial linier adalah sistem persamaan diferensial yang
memiliki bentuk linier dalam variabel dan turunan variabelnya. Bentuk umum dari
sistem persamaan diferensial linier orde pertama adalah sebagai berikut:
𝑑𝑥1
= 𝑎11 𝑥1 + 𝑎12 𝑥2 + ⋯ + 𝑏1
𝑑𝑡
𝑑𝑥2
= 𝑎21 𝑥2 + 𝑎22 𝑥2 + ⋯ + 𝑏2
𝑑𝑡

𝑑𝑥𝑛
= 𝑎𝑛1 𝑥1 + 𝑎𝑛2 𝑥2 + ⋯ + 𝑏𝑛
𝑑𝑡
Misalkan sistem persamaan diferensial linier dinyatakan sebagai berikut :
𝑥̇ = 𝐴𝒙 + 𝒃, 𝑥(0) = 𝑥0 𝑥 ∈ ℝ𝑛 (1)
Dengan A adalah koefisien berukuran 𝑛 × 𝑛, vektoe konstan 𝒃 ∈ ℝ𝑛 dan kondisi awal
𝑥(𝟎) = 𝒙𝟎 . Sistem (1) disebut homogen jika 𝒃 = 𝟎 dan disebut non homogen jika 𝒃 ≠
𝟎.

2.6 Titik Kritis


Titik kritis adalah titik di dalam domain suatu fungsi di mana turunan pertama
fungsi tersebut sama dengan nol atau turunan pertamanya tidak eksis. Titik-titik ini bisa
menjadi titik minimum, maksimum, atau titik datar (saddle point) dari fungsi. Untuk
fungsi satu variabel, titik kritis dapat diidentifikasi dengan menyelesaikan persamaan
𝑑𝑓
= 0, sementara untuk fungsi beberapa variabel, dapat menggunakan turunan parsial.
𝑑𝑥

Diberikan sistem persamaan diferensial berbentuk


𝑑𝑥
= 𝑥̇ = 𝑓(𝑥), 𝑥 ∈ ℝ𝑛 (2)
𝑑𝑡
Titik 𝑥̇ disebut titik kritis dari persamaan (2), jika 𝑓(𝑥̇ ) = 0 titik kritis disebut juga titik
tetap atau titik kesetimbangan.

2.7 Pelinieran
Misalkan system persamaan diferensial tak linear pada sistem (2) untuk n = 2
diberikan sebagai berikut
𝑑𝑥1
= 𝑓1 (𝑥1 , 𝑥2 )
𝑑𝑡
𝑑𝑥2
= 𝑓2 (𝑥1 , 𝑥2 ) (3)
𝑑𝑡

Dengan turunan-turunan parsial fungsi 𝑓1 dan 𝑓2 kontinu di ℝ2 . Dengan menggunakan


ekspansi Taylor di sekitar titik krisis (𝑥1 ∗ , 𝑥2 ∗ ), ruas kanan dari sistem (3) menjadi
𝜕𝑓1 (𝑥1 ∗ ,𝑥2 ∗ ) 𝜕𝑓1 (𝑥1 ∗ ,𝑥2 ∗ )
𝑓1 (𝑥1 , 𝑥2 ) = 𝑓1 (𝑥1 ∗ , 𝑥2 ∗ ) + (𝑥1 − 𝑥1 ∗ ) + (𝑥2 − 𝑥2 ∗ ) +
𝜕𝑥1 𝜕𝑥2
1 𝜕𝑓1 (𝑥1 ∗ ,𝑥2 ∗ ) 𝜕𝑓1 (𝑥1 ∗ ,𝑥2 ∗ ) 𝜕𝑓1 (𝑥1 ∗ ,𝑥2 ∗ )
[ (𝑥1 − 𝑥1 ∗ )2 + 2 (𝑥1 − 𝑥1 ∗ )(𝑥2 − 𝑥2 ∗ ) + (𝑥2 −
2! 𝜕𝑥1 𝑥1 𝜕𝑥1 𝑥2 𝜕𝑥2 𝑥2

𝑥2 ∗ )2 ] +. ..

𝜕𝑓2 (𝑥1 ∗ ,𝑥2 ∗ ) 𝜕𝑓2 (𝑥1 ∗ ,𝑥2 ∗ )


𝑓2 (𝑥1 , 𝑥2 ) = 𝑓2 (𝑥1 ∗ , 𝑥2 ∗ ) + (𝑥1 − 𝑥1 ∗ ) + (𝑥2 − 𝑥2 ∗ ) +
𝜕𝑥1 𝜕𝑥2
1 𝜕𝑓2 (𝑥1 ∗ ,𝑥2 ∗ ) 𝜕𝑓2 (𝑥1 ∗ ,𝑥2 ∗ ) 𝜕𝑓2 (𝑥1 ∗ ,𝑥2 ∗ )
[ (𝑥1 − 𝑥1 ∗ )2 + 2 (𝑥1 − 𝑥1 ∗ )(𝑥2 − 𝑥2 ∗ ) + (𝑥2 −
2! 𝜕𝑥1 𝑥1 𝜕𝑥1 𝑥2 𝜕𝑥2 𝑥2

𝑥2 ∗ )2 ] +. .. (4)

Hasil ekspansi Taylor pada persamaan (4) juga dapat ditulis sebagai berikut

𝜕𝑓1 (𝑥1 ∗ ,𝑥2 ∗ ) 𝜕𝑓1 (𝑥1 ∗ ,𝑥2 ∗ )


𝑓1 (𝑥1 , 𝑥2 ) = 𝑓1 (𝑥1 ∗ , 𝑥2 ∗ ) + (𝑥1 − 𝑥1 ∗ ) + (𝑥2 − 𝑥2 ∗ ) + 𝜑1 (𝑥1 −
𝜕𝑥1 𝜕𝑥2

𝑥1 ∗ , 𝑥2 − 𝑥2 ∗ )

𝜕𝑓2 (𝑥1 ∗ ,𝑥2 ∗ ) 𝜕𝑓2 (𝑥1 ∗ ,𝑥2 ∗ )


𝑓2 (𝑥1 , 𝑥2 ) = 𝑓2 (𝑥1 ∗ , 𝑥2 ∗ ) + (𝑥1 − 𝑥1 ∗ ) + (𝑥2 − 𝑥2 ∗ ) + 𝜑2 (𝑥1 −
𝜕𝑥1 𝜕𝑥2

𝑥1 ∗ , 𝑥2 − 𝑥2 ∗ ) (5)

Dimana 𝜑1 dan 𝜑2 adalah fungsi tak linear.

Jika didefenisikan variable-variabel baru ξ1 = 𝑥1 − 𝑥1 ∗ dan ξ2 = 𝑥2 − 𝑥2 ∗


maka diperoleh
𝜕𝑓1 (𝑥1 ∗ , 𝑥2 ∗ ) 𝜕𝑓1 (𝑥1 ∗ , 𝑥2 ∗ )
𝑑 ξ1 𝑑𝑥1 𝑑𝑥2 ξ 𝜑 (ξ , ξ )
[ ]= ∗ ∗ ∗ ∗ [ 1] + [ 1 1 2 ] (7)
𝑑𝑡 ξ2 𝜕𝑓2 (𝑥1 , 𝑥2 ) 𝜕𝑓2 (𝑥1 , 𝑥2 ) ξ2 𝜑2 (ξ1 , ξ2 )
[ 𝑑𝑥1 𝜕𝑥2 ]

𝜑𝑖 (ξ1 ,ξ2 )
𝑙𝑖𝑚𝑟→0 = 0, dimana i = 1,3 dan 𝑟 = √ξ1 2 + ξ2 2
𝑟

Sehingga sistem (7) menjadi

𝜕𝑓1 (𝑥1 ∗ , 𝑥2 ∗ ) 𝜕𝑓1 (𝑥1 ∗ , 𝑥2 ∗ )


𝑑 ξ1 𝑑𝑥1 𝑑𝑥2 ξ
[ ]= ∗ ∗ [ 1] (8)
ξ
𝑑𝑡 2 𝜕𝑓2 1 , 𝑥2 )
(𝑥 𝜕𝑓2 (𝑥1 ∗ , 𝑥2 ∗ ) ξ2
[ 𝑑𝑥1 𝜕𝑥2 ]

Bentuk sistem (8) disebut pelinieran dari sistem persamaan diferensial tak linier pada
sistem (2).

Secara umum, jika diberikan n persamaan diferensial tak linier

ẋ = 𝐟(𝐱) (9)

Dengan menggunakan ekspansi Taylor di sekitar titik kritis x*, persamaan (9) dapat
ditulis sebagai

ẋ = 𝐀𝐱 + 𝛗(𝐱) (10)

Dimana persamaan (10) adalah persamaan diferensial tak linier dengan

𝜕𝑓1 𝜕𝑓1
...
𝑥1 𝑥𝑖 |
𝐴 ≡ 𝐷𝒇(𝒙 ∗) ≡ 𝐷𝒇(𝒙)𝒙=𝒙∗ = ⋮ ⋱ ⋮
𝜕𝑓𝑖 𝜕𝑓𝑖 |
...
[ 𝑥1 𝑥𝑖 ] 𝒙=𝒙∗

𝑎11 ... 𝑎1𝑖


= [ ⋮ ⋱ ⋮ ]
𝑎𝑖1 ... 𝑎𝑖𝑖

Dengan i = 1,2,3,…, n dan 𝛗(𝐱) adalah fungsi tak linier yang memenuhi kondisi
𝛗(𝐱)
𝒍𝒊𝒎𝒙→0 = 0. Ax pada sistem (10) merupakan pelinieran sistem (10) dalam bentuk
𝒙

ẋ = 𝐀𝐱. Matriks koefisien A untuk sistem (10) merupakan matriks Jacobi di sekitar
titik kritis x*. (Tu, 1994)
2.8 Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Diberikan persamaan diferensial linier homogen sebagai berikut
𝒙𝟏 𝑎11 . . . 𝑎1𝑖
ẋ = 𝐀𝐱, 𝐱 = [ ] , 𝑨 = [ ⋮
⋮ ⋱ ⋮ ] (11)
𝒙𝒊 𝑎𝑖1 . . . 𝑎𝑖𝑖

Dengan i= 1,2,3,...,n. Solusi sistem (11) adalah x(t) = 𝑒 𝜆𝑡 𝒗 , v adalah vektor konstan.
Untuk mengetahui x(t) = 𝑒 𝜆𝑡 𝒗 solusi dari sistem (11) dengan mensubstitusi x(t) = 𝑒 𝜆𝑡 𝒗
ke sistem (11)

𝑑
(𝑒 𝜆𝑡 𝒗) = λ𝑒 𝜆𝑡 𝒗 dan A(𝑒 𝜆𝑡 𝒗) = 𝑒 𝜆𝑡 𝑨𝒗
𝑑𝑡

Maka 𝜆𝑒 𝜆𝑡 𝒗 = 𝑒 𝜆𝑡 𝑨𝒗

Bagi kedua ruas persamaan tersebut dengan 𝑒 𝜆𝑡 sehingga diperoleh

Av = 𝜆𝒗 (12)

Sehingga x(t) = 𝑒 𝜆𝑡 𝒗 adalah solusi dari sistem persamaan (11) jika dan hanya
jika v dan 𝜆 memenuhi sistem (12). Suatu vektor tak nol v yang memenuhi sistem (12)
disebut vektor eigen dari A dengan nilai eigen 𝜆.

𝟎 = 𝑨𝒗 − 𝜆𝒗 = (𝑨 − 𝑰𝜆)𝒗 (13)

Tetapi sistem (13) memiliki solusi tak nol v jika dan hanya jika det(A-I𝜆) = 0.
Sehingga nilai eigen 𝜆 dari A adalah suatu akar persamaan

Dan vektor eigen dari 𝐴 adalah solusi tak nol dari persamaan 𝐴 − 𝜆𝐼 𝐯 = 𝟎,
untuk suatu nilai 𝜆. Determinan 𝐴 − 𝜆𝐼 disebut polinom karakteristik dari 𝐴 yang dapat
dinotasikan sebagai 𝑝(𝜆).

𝑝(𝜆) = det 𝐴 − 𝜆𝐼 = (−1)k 𝜆k + (−1)k-1 𝜆k-1 c1 +...+ck = 0 (14)

Suatu koefisien 𝑐𝑟 adalah penjumlahan minor utama berderajat r(1 ≤ 𝑟 ≤ 𝑘) dengan

𝑐1 = ∑𝑘1 𝑎11 = 𝑡𝑟𝑎𝑐𝑒 𝐴 yaitu penjumlahan minor utama berderajat 1 atau penjumlahan
semua suku diagonal matriks 𝐴.

𝑐2 = penjumlahan semua minor utama berderajat dua, dan seterusnya.

𝑐k = det 𝐴
2.9 Kestabilan titik kritis
Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial biasa sebarang 𝑥̇ =
𝑓(𝑥), 𝑥 𝜖 𝑅 𝑛 dengan 𝑥̅ sebagai titik kesetimbangan. Kestabilan titik kesetimbangan 𝑥̅
dapat ditentukan dengan memperhatikan nilai-nilai eigen, yaitu 𝜆𝑖 , 𝑖 = 1,2, … , 𝑛 yang
diperoleh dari persamaan karakteristik.

Berikut sifat-sifat stabilitas sistem linier dengan det(𝐴 − 𝜆𝐼) = 0 dan det (𝐴) ≠ 0.

Tabel 1 Kriteria kestabilan titik kesetimbangan berdasarkan nilai eigen

Jenis Titik
Nilai Eigen Kestabilan
Kesetimbangan

Real berbeda, bertanda


Node Tidak stabil
sama, bernilai positif

Real berbeda, bertanda


Node Stabil asimtotik
sama, bernilai negatif

Real berbeda, berlawanan


Saddle Tidak stabil
tanda

Real sama, bernilai positif Improrer node Tidak stabil

Proper node atau improrer


Real sama, bernilai negatif Stabil asimtotik
node

Kompleks sekawan bukan


imajiner murni, bagian real Spiral Tidak stabil
bernilai positif

Kompleks sekawan bukan


imajiner murni, bagian real Spiral Stabil asimtotik
bernilai negatif

Imajiner murni center stabil


2.10 Bifurkasi Hopf
Bifurkasi Hopf merupakan suatu peristiwa perubahan kestabilan suatu titik
kesetimbangan disertai munculnya limit-cycle yang mengisolasi titik kesetimbangan
tersebut yang kestabilannya berlawanan dengan titik kesetimbangannya. Pada sistem
dengan orde-fraksional, salah satu yang memicu terjadinya bifurkasi Hopf yaitu ketika
orde dari turunannya digerakkan. Oleh karena itu, syarat terjadinya bifurkasi Hopf
yaitu titik kesetimbangan tersebut memiliki sepasang nilai eigen kompleks konjugat
dengan bagian real positif. Pada model

bifurkasi Hopf terjadi pada titik kesetimbangan di interior seperti yang ditunjukkan oleh
teorema berikut.

Teorema 1.

𝑎𝑏𝑚 2 𝑎(𝑏𝑑𝑛+𝑎𝑑+𝑏𝑚) 𝑚
Jika (2(𝑎+𝑏𝑛)2 ) < maka titik kesetimbangan 𝐸1 = (𝑥 ∗ , 𝑦 ∗ ) = (𝑎+𝑏𝑛 +
𝑎+𝑏𝑛
𝑑 𝑎
, ) mengalami bifurkasi Hopf pada saat melewati 𝛼 ∗ .
𝑏 𝑏

Dari fenomena bifurkasi Hopf, diperoleh gambaran dinamika yang lebih luas
dibandingkan dengan mempelajari kestabilan titik kesetimbangan baik lokal ataupun
global. Meskipun terdapat kondisi yang menunjukkan bahwa untuk nilai-nilai
parameter tertentu mengakibatkan titik kesetimbangan 𝐸1 tidak stabil, kedua populasi
tidak akan menuju kepunahan, namun hanya terjadi perubahan kepadatan populasi
secara periodik.

3. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dikategorikan ke dalam jenis studi literatur karena penelitian ini
membahas tentang analisis kestabilan pada reaksi berosilasi Ferosianida-Iodat-Sulfit
(FIS) berdasarkan referensi-referensi yang mendukung. Dari studi literatur menunjukkan
bahwa reaksi berosilasi Ferosianida-Iodat-Sulfit (FIS) dapat dianalisis kestabilannya
dengan menggunakan linierisasi.
3.2 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian dalam skripsi ini dideskripsikan sebagai berikut:

1. Penulis mengumpulkan sumber-sumber dari jurnal, buku cetak, dan internet.

2. Dari literatur yang diperoleh, penulis memodelkan reaksi osilasi FIS.

3. Lalu menentukan titik kritis yang memenuhi dari model reaksi osilasi FIS.

4. Kemudian model reaksi osilasi FIS dilinierisasi di sekitar titik kritisnya.

5. Setelah itu menentukan nilai eigen pada model reaksi osilasi Ferosianida-Iodat-
Sulfit(FIS).

6. Lalu menganalisis kestabilan dan jenis masing- masing titik kritis berdasarkan nilai
eigennya.

7. Melakukan simulasi numerik menggunakan software Matcont.

8. Menarik kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan di atas

4. PEMBAHASAN

Gaspar dan Showalter berhasil menggunakan model dari 4 variabel konsentrasi dan 5
tahap reaksi untuk menjelaskan reaksi berosilasi antara iodat dan sulfit dalam larutan
ferosianida. Model tersebut telah direduksi sehingga hanya terdiri dari 2 variabel
konsentrasi. Kelima tahap reaksi dibutuhkan untuk menunjukkan adanya gejala reaksi
osilasi. Reaksi FIS yang dimaksud adalah

(𝑅1) 𝑆𝑂32− + 𝐻 + ⇌ 𝐻𝑆𝑂3−

(𝑅2) 𝐼𝑂3− + 3𝐻𝑆𝑂3− → 𝐼 − + 3𝑆𝑂42− + 3𝐻 +

(𝑅3) 𝐼𝑂3− + 5𝐼 − + 6𝐻 + → 3𝐼2 + 3𝐻2 𝑂

(𝑅4) 𝐼2 + 𝐻𝑆𝑂3− + 𝐻2 𝑂 → 2𝐼 − + 𝑆𝑂42− + 3𝐻 +

(𝑅5)𝐼2 + 2𝐹𝑒(𝐶𝑁)4− − 3−
6 → 2𝐼 2𝐹𝑒(𝐶𝑁)6

Kelima reaksi FIS masing-masing mempunyai laju reaksi. Berikut ini merupakan
besarnya tetapan laju reaksi untuk model reaksi FIS (Tanasale, 2006)
Tabel 4.1 Besarnya tetapan laju reaksi untuk model reaksi FIS
FIS
𝑘2 0.1 𝑀 −1 𝑠 −1
𝑘3 1 𝑀−1 𝑠 −1
𝑘4 2 𝑀−1 𝑠 −1

4.1 Pemodelan matematika

4.1.1 Pemodelan 4 Variabel

Dari kelima reaksi FIS, selanjutnya dimisalkan setiap senyawa pada masing-masing
reaksi.

Tabel 4.2 Identifikasi simbol dari senyawa-senyawa pada reaksi FIS


A 𝑆𝑂32−
X 𝐻𝑆𝑂3−
Y 𝐻+
Z 𝐼2

(𝑅1′ ) 𝐴 + 𝑌 ⇋ 𝑋 … (𝑁1 )
(𝑅2′ ) 3𝑋 → 3𝑌
𝑋 → 𝑌 … (𝑁2 )
(𝑅3′ ) 6𝑌 → 3𝑍
2𝑌 → 𝑍 … . (𝑁3 )
(𝑅4′ ) 𝑍 + 𝑋 → 3𝑌 … (𝑁4 )
(𝑅5′ ) 𝑍 → … (𝑁5 )
Pemodelan kelima reaksi di atas menghasilkan 4 variabel yang diberikan oleh reaksi
di bawah ini
(𝑁1 ) 𝐴+𝑌 ⇆ 𝑋
(𝑁2 ) 𝑋 → 𝑌
(𝑁3 ) 2𝑌 → 𝑍
(𝑁4 ) 𝑍 + 𝑋 → 3𝑌
(𝑁5 ) 𝑍 →
Reaksi (𝑁1 ) − (𝑁5 ) dapat disederhanakan menjadi 4 reaksi dengan mensubstitusi (𝑁3 )
ke (𝑁4 ) menjadi satu langkah yaitu
(𝑁1 ) 𝐴+𝑌 ⇆ 𝑋
(𝑁2 ) 𝑋 → 𝑌
(𝑁3 + 𝑁4 ) 2𝑌 + 𝑋 → 3𝑌
(𝑁5 ) 𝑍 →

4.1.2 Pemodelan 2 variabel

Reaksi FIS yang terdiri dari 4 variabel variabel konsentrasi dapat direduksi menjadi 2
variabel konsentrasi. Model tereduksi tersebut adalah:

(1) 𝑃 → 𝑋

(2) 𝑋 → 𝑌

(3) 2𝑌 + 𝑋 → 3𝑌

(4) 𝑌 → 𝐶

Table 4.3 identifikasi symbol dari senyawa-senyawa pada reaksi FIS

P 𝑆𝑂32− + 𝐻 +
X 𝐻𝑆𝑂3−
Y 𝐻+
C Produk pembatas
konsentrasi

Laju reaksi dari reaksi FIS tersebut dapat ditulis :

(1) 𝑃 → 𝑋 𝑣 = 𝑘1 [𝑃]

(2) 𝑋 → 𝑌 𝑣 = 𝑘2 [𝑋]

(3) 2𝑌 + 𝑋 → 3𝑌 𝑣 = 𝑘3 [𝑋][𝑌]2

(4) 𝑌 → 𝐶 𝑣 = 𝑘4 [𝑌]
Persamaan diferensial laju reaksi terhadap waktu pada persamaan reaksi FIS yang telah
ditransformasikan di atas untuk 𝑃, 𝑋 dan 𝑌. Pada zat pereaksi, laju reaksi bernilai negatif (-),
dan pada produk laju reaksi bernilai positif (+).

Sehingga dapat ditunjukkan sebagai berikut:

𝑑𝑃
= −𝑘1 [𝑃]
𝑑𝑡

𝑑𝑋
= 𝑘1 [𝑃] − 𝑘2 [𝑋] − 𝑘3 [𝑋][𝑌]2
𝑑𝑡

𝑑𝑌
= 𝑘2 [𝑋] + 𝑘3 [𝑋][𝑌]2 − 𝑘4 [𝑌]
𝑑𝑡

𝑑𝑃
Karena konsentrasi 𝑃 dibuat tetap (konstan), maka =0
𝑑𝑡

Sehingga persamaan laju reaksi untuk reaksi FIS:

𝑑𝑋
= −𝑘1 [𝑃] − 𝑘2 [𝑋] − 𝑘3 [𝑋][𝑌]2 (14)
𝑑𝑡

𝑑𝑋
= 𝑘1 − 𝑘2 [𝑋] − 𝑘3 [𝑋][𝑌]2 (15)
𝑑𝑡

𝑑𝑌
= 𝑘2 [𝑋] + 𝑘3 [𝑋][𝑌]2 − 𝑘4 [𝑌] (16)
𝑑𝑡

Persamaan (14) dapat ditulis sebagai persamaan (15) karena konsentrasi 𝑃 dibuat tetap.

4.2 Pendekatan Steady State terhadap Suatu Konsentrasi

Steady state merupakan keadaan dimana suatu reaksi berada pada kesetimbangan.
Konsentrasi ion bisulfit [𝐻𝑆𝑂3− ] (disimbolkan 𝑥) dalam steady state berhubungan dengan
konsentrasi ion
𝑑𝑥
𝐻 + (disimbolkan 𝑦). Nilai kondisi steady state 𝑥 adalah = 0 dan nilai kondisi steady state
𝑑𝑡
𝑑𝑦
𝑦 adalah = 0, persamaan (15) dan (16) menjadi:
𝑑𝑡

𝑘1 − 𝑘2 𝑥 − 𝑘3 𝑥𝑦 2 = 0 (17)

𝑘2 𝑥 + 𝑘3 𝑥𝑦 2 − 𝑘4 𝑦 = 0 (18)
Eliminasi persamaan (17) dan (18)

𝑘1 − 𝑘2 𝑥 − 𝑘3 𝑥𝑦 2 = 0

𝑘2 𝑥 + 𝑘3 𝑥𝑦 2 − 𝑘4 𝑦 = 0
+
𝑘1 − 𝑘4 𝑦 = 0

𝑘4 𝑦 = 𝑘1

𝑘1
𝑦𝑠𝑠 = (19)
𝑘4

𝑑𝑥
Untuk mendapatkan nilai kondisi steady state untuk 𝑥 adalah = 0, dengan mensubstitusi
𝑑𝑡

persamaan (19) ke persamaan (17) yaitu

𝑘1 − 𝑘2 𝑥 − 𝑘3 𝑥𝑦 2 = 0

𝑘1 2
𝑘1 − 𝑘2 𝑥 − 𝑘3 𝑥 ( ) = 0
𝑘4

𝑘1 𝑘4 2 − 𝑘2 𝑥𝑘4 2 − 𝑘3 𝑥𝑘1 2 = 0

𝑘1 𝑘4 2 = (𝑘2 𝑘4 2 + 𝑘3 𝑘1 2 )𝑥

𝑘1 𝑘4 2
𝑥𝑠𝑠 = (20)
𝑘2 𝑘4 2 + 𝑘3 𝑘1 2

4.3 Analisis Kestabilan Titik Kritis

Analisis kestabilan titik kritis model FIS dilakukan dengan menggunakan nilai eigen matriks
Jacobian dari persamaan Linierisasinya.

Dari persamaan (15) dan (16) dapat dicari titik kestabilannya.

𝑑𝑥
= 𝑘1 − 𝑘2 𝑥 − 𝑘3 𝑥𝑦 2
𝑑𝑡

𝑑𝑦
= 𝑘2 𝑥 + 𝑘3 𝑥𝑦 2 − 𝑘4 𝑦
𝑑𝑡

Untuk menentukan kestabilan dari sistem persamaan model FIS terlebih dahulu ditentukan titik
𝑑𝑥 𝑑𝑦
kritis dengan mengambil = 0 dan =0
𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑘1 − 𝑘2 𝑥 − 𝑘3 𝑥𝑦 2 (17)

𝑘2 𝑥 + 𝑘3 𝑥𝑦 2 − 𝑘4 𝑦 (18)

𝑘1 𝑘4 2 𝑘
Dari persamaan (17) dan (18) akan diperoleh titik kritis yaitu 𝐴 [𝑘 2 , 1]
2 𝑘4 +𝑘1 2 𝑘3 𝑘4

Matriks Jacobian dari persamaan (15) dan (16) di titik kritis (𝑥𝑠𝑠 , 𝑦𝑠𝑠 ) adalah

− 𝑘2 𝑥 − 𝑘3 𝑦 2 −2𝑘3 𝑥𝑦
𝐽 = [ ]
𝑘2 + 𝑘3 𝑦 2 2𝑘3 𝑥𝑦 − 𝑘4 (𝑥̃,𝑦̃)

Untuk menentukan sifat kestabilan dari titik seimbang A maka langkah yang dilakukan adalah
mencari nilai eigen dari matriks jacobiannya.

𝑘1 𝑘4 2 𝑘
Dengan mensubstitusi 𝐴 [ 2 2 , 1 ] menjadi
𝑘2 𝑘4 +𝑘1 𝑘3 𝑘4

𝑘3 𝑘1 2 2𝑘3 𝑘1 2 𝑘4
− 𝑘2 − −
𝑘4 2 𝑘2 𝑘4 2 + 𝑘1 2 𝑘3
𝐽𝐴 =
𝑘3 𝑘1 2 2𝑘3 𝑘1 2 𝑘4
𝑘2 + − 𝑘4
[ 𝑘4 2 𝑘2 𝑘4 2 + 𝑘1 2 𝑘3 ]

Dengan mensubstitusi nilai parameter 𝑘2 = 0.1, 𝑘3 = 1, 𝑑𝑎𝑛 𝑘4 = 2 sehingga menjadi

𝑘1 2 4𝑘1 2
− 0.1 − −
4 0.4 + 𝑘1 2
𝐽𝐴 =
𝑘1 2 4𝑘1 2
0.1 + −2
[ 4 0.4 + 𝑘1 2 ]

Nilai eigen ditentukan oleh persamaan |𝐽𝐴 − λ𝐼| = 0 dengan 𝐼 adalah matriks identitas dan 𝜆
adalah nilai eigen maka diperoleh

𝑘1 2 4𝑘1 2
− 0.1 − −𝜆 −
4 0.4 + 𝑘1 2
=0
𝑘1 2 4𝑘1 2
0.1 + −2−𝜆
[ 4 0.4 + 𝑘1 2 ]

𝑘1 2 4𝑘1 2 𝑘1 2 4𝑘1 2
(− 0.1 − − 𝜆) ( − 2 − 𝜆) − (0.1 + ) (− )=0
4 0.4 + 𝑘1 2 4 0.4 + 𝑘1 2

Dengan nilai eigen (akar-akar karakteristik) adalah =


2 4 4 2 6 2
1 −14𝑘1 + 108 + 𝑘1 − √320𝑘1 − 46872 𝑘1 − 184𝑘1 + 21744 + 𝑘1
𝜆1 = −
8 0.4 + 𝑘1 2

2 4 4 2 6 2
1 −14𝑘1 + 108 + 𝑘1 + √320𝑘1 − 46872 𝑘1 − 184𝑘1 + 21744 + 𝑘1
𝜆2 = −
8 0.4 + 𝑘1 2

Nilai eigen 𝜆1 𝑑𝑎𝑛 𝜆2 bergantung pada nilai 𝑘1 > 0, maka:

a. Untuk 0 < 𝑘1 < 0.70824666541


Diperoleh nilai eigen 𝜆1 dan 𝜆2 bergantung pada nilai 𝑘1 , maka:
Untuk 0 < 𝑘1 < 0.70824666541, misal diambil 𝑘1 = 0.6 . Karena 𝜆1,2 dengan bagian
real bernilai negatif, maka titik seimbang A berupa fokus stabil.
b. Untuk 𝑘1 = 0.70824666541
Diperoleh nilai eigen 𝜆1 dan 𝜆2 bergantung pada nilai 𝑘1 , maka:
Pada 𝑘1 = 0.70824666541, 𝜆1,2 dengan bagian real bernilai 0, maka titik seimbang A
berupa fokus stabil tetapi membutuhkan waktu lebih lama untuk menuju titik seimbang.
c. Untuk 𝑘1 > 0.70824666541
Diperoleh nilai eigen 𝜆1 dan 𝜆2 bergantung pada nilai 𝑘1 , maka:
Untuk 𝑘1 > 0.70824666541, misal diambil 𝑘1 = 1. Karena 𝜆1,2dengan bagian real
bernilai positif, maka titik seimbang A berupa fokus tidak stabil.

4.4 Simulasi numerik

Untuk mengetahui jenis dari setiap titik kritis yang diperoleh dari sistem persamaan (15) dan
(16) maka dapat mengambil dari beberapa kemungkinan parameter. Dari kasus tersebut kita
tetapkan satu variabel sebagai parameter yaitu 𝑘1 dan variabel yang lain sudah ditetapkan.

a. Simulasi numerik pada saat 𝒌𝟏 = 𝟎. 𝟔


Akan diamati perubahan perilaku yang terjadi pada saat 0 < 𝑘1 < 0.7082466541,
misal diambil 𝑘1 = 0.6 maka nilai eigennya adalah 𝜆1,2 = −0.1476315790 ±
0.598502281 𝐼. Terlihat bahwa nilai eigennya adalah imajiner dengan bilangan real
bernilai negatif. Dengan demikian titik setimbang (3.157894737,0.3) merupakan titik
fokus yang stabil.
b. Simulasi numerik pada saat 𝒌𝟏 = 𝟎. 𝟕𝟎𝟖𝟐𝟒𝟔𝟔𝟓𝟒𝟏
Akan diamati perubahan perilaku yang terjadi pada saat 𝑘1 = 0.7082466541 maka
nilai eigennya adalah 𝜆1,2 = 0 ± 0.6714213739 𝐼. Terlihat bahwa nilai eigennya
adalah imajiner dengan bilangan real bernilai 0. Dengan demikian titik setimbang
(3.142130383, 0.3541233270) merupakan titik fokus yang stabil tetapi membutuhkan
waktu lebih lama untuk menuju titik setimbang.
c. Simulasi numerik pada saat 𝒌𝟏 = 𝟏
Akan diamati perubahan perilaku yang terjadi pada saat 𝑘1 > 0.7082466541 misal
diambil 𝑘1 = 1 maka nilai eigennya adalah 𝜆1,2 = 0.2535714286 ±
0.7973089305 𝐼. Terlihat bahwa nilai eigennya adalah imajiner dengan bilangan real
bernilai positif. Dengan demikian titik setimbang (2.857142857,0.5) merupakan titik
fokus yang tidak stabil.

Dari gambar 4.1-gambar 4.3 menunjukkan terjadinya Bifurkasi Hopf dengan


𝑘1 = 0.7082466541 merupakan titik bifurkasi. Dimana terjadi perubahan dari titik
fokus yang stabil menjadi titik fokus yang tidak stabil dan diikuti dengan munculnya
limit cycle.

5. KESIMPULAN
1. Model matematika dari reaksi Ferosianida-Iodat-Sulfit (FIS) dalam bentuk sistem
𝑑𝑥 𝑑𝑦
persamaan diferensial adalah = 𝑘1 − 𝑘2 𝑥 − 𝑘3 𝑥𝑦 2 dan = 𝑘2 𝑥 − 𝑘3 𝑥𝑦 2 𝑘4 𝑦
𝑑𝑡 𝑑𝑡

2. Dari model matematika reaksi Ferosianida-Iodat-Sulfit (FIS) dalam bentuk sistem


persamaan diferensial dapat ditentukan penyelesaian sistem persamaan diferensialnya
𝑘1 𝑘4 2 𝑘
berupa titik kritis yaitu 𝐴 [𝑘 2 2 , 1]
2 𝑘4 +𝑘1 𝑘3 𝑘4

3. Analisis kestabilan titik kritis dari sistem persamaan model FIS dapat dilakukan
dengan menentukan nilai eigen matriks Jacobian dari persamaan linierisasinya.
Sehingga dapat diketahui bahwa pada saat 𝑘1 = 0.5 dan 𝑘1 = 0.6 yang terdapat pada
0 < 𝑘1 < 0.7082466541 menunjukkan titik setimbang A berupa fokus stabil. Saat 𝑘1 =
0.7082466541, titik setimbang A berupa fokus stabil tetapi membutuhkan waktu lebih
lama untuk menuju titik setimbang. Sedangkan pada 𝑘1 = 0.8, 𝑘1 = 0.9, 𝑑𝑎𝑛 𝑘1 = 1
untuk 𝑘1 > 0.7082466541 menunjukkan titik setimbang A berupa fokus tidak stabil.

Anda mungkin juga menyukai