Dosen Pembimbing :
Rara Sandhy Winanda, S.Pd.,MSc
KELOMPOK 8:
DEPARTEMEN MATEMATIKA
2024
ANALISIS KESTABILAN PADA REAKSI OSILASI FEROSIANIDA-IODAT-
SULFIT
1. PENDAHULUAN
Salah satu contoh paling terkenal dari reaksi osilasi adalah Reaksi Belousov-
Zhabotinsky. Reaksi ini melibatkan senyawa-senyawa seperti bromat, malonat, dan ion
logam transisi. Reaksi ini ditandai oleh perubahan warna dalam larutan dari satu warna
ke warna lain secara periodik tanpa adanya pemicu eksternal.
3𝐵𝑟𝑂3− + 4𝐶𝐻2 (𝐶𝑂2 𝐻)2 + 𝑀𝑛2+ → 3𝐵𝑟 − + 4𝐶𝐻2 (𝐶𝑂2− )2 + 𝑀𝑛3+ + 2𝐻2 𝑂
Reaksi ini menghasilkan pola-pola osilasi dalam konsentrasi beberapa spesies dalam
sistem, termasuk ion-ion bromin (𝐵𝑟 − yang menyebabkan perubahan warna yang dapat
diamati secara visual.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Laju Reaksi
▪ Pengertian Laju Reaksi
Laju menyatakan seberapa cepat atau seberapa lambat suatu proses berlangsung.
Laju juga menyatakan besarnya perubahan yang terjadi dalam satu satua waktu. Satuan
waktu dapat berupa detik, menit, jam, hari atau tahun.
Reaksi kimia adalah proses perubahan zat pereaksi menjadi produk. Seiring dengan
bertambahnya waktu reaksi, maka jumlah zat peraksi semakin sedikit, sedangkan
produk semakin banyak. Laju reaksi dinyatakan sebagai laju berkurangnya pereaksi
atau laju terbentuknya produk.
satuan waktu
∆[𝑃]
+ = laju penambahan konsentrasi molar salah satu produk dalam satu satuan
∆𝑡
waktu.
Jika diketahui satuan dari konsentrasi molar adalah mol/L. Maka satuan dari
laju reaksi adalah mol/L.det atau M/det.
B. Laju Sesaat
Laju sesaat adalah laju pada saat tertentu. Sebagai telah kita lihat sebelumnya,
laju reaksi berubah dari waktu ke waktu. Pada umumnya, laju reaksi makin kecil
seiring dengan bertambahnya waktu reaksi. oleh karena itu, plot konsentrasi
terhadap waktu berbentuk garis lengkung, seperti gambar di bawah ini. Laju sesaat
pada waktu t dapat ditentukan dari kemiringan (gradien) tangen pada saat t tersebut,
sebagai berikut.
• Lukis garis singgung pada saat t
• Lukis segitiga untuk menentukan kemiringan
• laju sesaat = kemiringan tangen
2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
Pengalaman menunjukan bahwa serpihan kayu terbakar lebih cepat daripada
balok kayu, hal ini berarti bahwa laju reaksi yag sama dapat berlangsung dengan
kelajuan yang berbeda, bergantung pada keadaan zat pereaksi. Dalam bagian ini akan
dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Pengetahuan tentang hal ini
memungkinkan kita dapat mengendalikan laju reaksi, yaitu melambatkan reaksi yang
merugikan dan menambah laju reaksi yang menguntungkan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi laju reaksi yaitu:
1. Konsentrasi Pereaksi
Konsentrasi memiliki peranan yang sangat penting dalam laju reaksi, sebab
semakin besarkonsentrasi pereaksi, maka tumbukan yang terjadi semakin banyak,
sehingga menyebabkan laju reaksi semakin cepat. Begitu juga, apabila semakin
kecil konsentrasi pereaksi, maka semakin kecil tumbukan yang terjadi antar
partikel, sehingga laju reaksi pun semakin kecil.
2. Suhu
Suhu juga turut berperan dalam mempengaruhi laju reaksi. Apabila suhu pada
suatu rekasi yang berlangusng dinaikkan, maka menyebabkan partikel semakin
aktif bergerak, sehingga tumbukan yang terjadi semakin sering, menyebabkan laju
reaksi semakin besar. Sebaliknya, apabila suhu diturunkan, maka partikel semakin
tak aktif, sehingga laju reaksi semakin kecil.
3. Tekanan
Banyak reaksi yang melibatkan pereaksi dalam wujud gas. Kelajuan dari
pereaksi seperti itu juga dipengaruhi tekanan. Penambahan tekanan dengan
memperkecil volume akan memperbesar konsentrasi, dengan demikian dapat
memperbesar laju reaksi.
4. Katalis
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu,
tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis
berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis
memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada
suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis
menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis
mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi.
5. Luas Permukaan Sentuh
Luas permukaan sentuh memiliki peranan yang sangat penting dalam laju
reaksi, sebab semakin besar luas permukaan bidang sentuh antar partikel, maka
tumbukan yang terjadi semakin banyak, sehingga menyebabkan laju reaksi semakin
cepat. Begitu juga, apabila semakin kecil luas permukaan bidang sentuh, maka
semakin kecil tumbukan yang terjadi antar partikel, sehingga laju reaksi pun
semakin kecil. Karakteristik kepingan yang direaksikan juga turut berpengaruh,
yaitu semakin halus kepingan itu, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan
untuk bereaksi; sedangkan semakin kasar kepingan itu, maka semakin lama waktu
yang dibutuhkan untuk bereaksi.
(𝑅5)𝐼2 + 2𝐹𝑒(𝐶𝑁)4− − 3−
6 → 2𝐼 2𝐹𝑒(𝐶𝑁)6
2.7 Pelinieran
Misalkan system persamaan diferensial tak linear pada sistem (2) untuk n = 2
diberikan sebagai berikut
𝑑𝑥1
= 𝑓1 (𝑥1 , 𝑥2 )
𝑑𝑡
𝑑𝑥2
= 𝑓2 (𝑥1 , 𝑥2 ) (3)
𝑑𝑡
𝑥2 ∗ )2 ] +. ..
𝑥2 ∗ )2 ] +. .. (4)
Hasil ekspansi Taylor pada persamaan (4) juga dapat ditulis sebagai berikut
𝑥1 ∗ , 𝑥2 − 𝑥2 ∗ )
𝑥1 ∗ , 𝑥2 − 𝑥2 ∗ ) (5)
𝜑𝑖 (ξ1 ,ξ2 )
𝑙𝑖𝑚𝑟→0 = 0, dimana i = 1,3 dan 𝑟 = √ξ1 2 + ξ2 2
𝑟
Bentuk sistem (8) disebut pelinieran dari sistem persamaan diferensial tak linier pada
sistem (2).
ẋ = 𝐟(𝐱) (9)
Dengan menggunakan ekspansi Taylor di sekitar titik kritis x*, persamaan (9) dapat
ditulis sebagai
ẋ = 𝐀𝐱 + 𝛗(𝐱) (10)
𝜕𝑓1 𝜕𝑓1
...
𝑥1 𝑥𝑖 |
𝐴 ≡ 𝐷𝒇(𝒙 ∗) ≡ 𝐷𝒇(𝒙)𝒙=𝒙∗ = ⋮ ⋱ ⋮
𝜕𝑓𝑖 𝜕𝑓𝑖 |
...
[ 𝑥1 𝑥𝑖 ] 𝒙=𝒙∗
Dengan i = 1,2,3,…, n dan 𝛗(𝐱) adalah fungsi tak linier yang memenuhi kondisi
𝛗(𝐱)
𝒍𝒊𝒎𝒙→0 = 0. Ax pada sistem (10) merupakan pelinieran sistem (10) dalam bentuk
𝒙
ẋ = 𝐀𝐱. Matriks koefisien A untuk sistem (10) merupakan matriks Jacobi di sekitar
titik kritis x*. (Tu, 1994)
2.8 Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Diberikan persamaan diferensial linier homogen sebagai berikut
𝒙𝟏 𝑎11 . . . 𝑎1𝑖
ẋ = 𝐀𝐱, 𝐱 = [ ] , 𝑨 = [ ⋮
⋮ ⋱ ⋮ ] (11)
𝒙𝒊 𝑎𝑖1 . . . 𝑎𝑖𝑖
Dengan i= 1,2,3,...,n. Solusi sistem (11) adalah x(t) = 𝑒 𝜆𝑡 𝒗 , v adalah vektor konstan.
Untuk mengetahui x(t) = 𝑒 𝜆𝑡 𝒗 solusi dari sistem (11) dengan mensubstitusi x(t) = 𝑒 𝜆𝑡 𝒗
ke sistem (11)
𝑑
(𝑒 𝜆𝑡 𝒗) = λ𝑒 𝜆𝑡 𝒗 dan A(𝑒 𝜆𝑡 𝒗) = 𝑒 𝜆𝑡 𝑨𝒗
𝑑𝑡
Maka 𝜆𝑒 𝜆𝑡 𝒗 = 𝑒 𝜆𝑡 𝑨𝒗
Av = 𝜆𝒗 (12)
Sehingga x(t) = 𝑒 𝜆𝑡 𝒗 adalah solusi dari sistem persamaan (11) jika dan hanya
jika v dan 𝜆 memenuhi sistem (12). Suatu vektor tak nol v yang memenuhi sistem (12)
disebut vektor eigen dari A dengan nilai eigen 𝜆.
𝟎 = 𝑨𝒗 − 𝜆𝒗 = (𝑨 − 𝑰𝜆)𝒗 (13)
Tetapi sistem (13) memiliki solusi tak nol v jika dan hanya jika det(A-I𝜆) = 0.
Sehingga nilai eigen 𝜆 dari A adalah suatu akar persamaan
Dan vektor eigen dari 𝐴 adalah solusi tak nol dari persamaan 𝐴 − 𝜆𝐼 𝐯 = 𝟎,
untuk suatu nilai 𝜆. Determinan 𝐴 − 𝜆𝐼 disebut polinom karakteristik dari 𝐴 yang dapat
dinotasikan sebagai 𝑝(𝜆).
𝑐1 = ∑𝑘1 𝑎11 = 𝑡𝑟𝑎𝑐𝑒 𝐴 yaitu penjumlahan minor utama berderajat 1 atau penjumlahan
semua suku diagonal matriks 𝐴.
𝑐k = det 𝐴
2.9 Kestabilan titik kritis
Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial biasa sebarang 𝑥̇ =
𝑓(𝑥), 𝑥 𝜖 𝑅 𝑛 dengan 𝑥̅ sebagai titik kesetimbangan. Kestabilan titik kesetimbangan 𝑥̅
dapat ditentukan dengan memperhatikan nilai-nilai eigen, yaitu 𝜆𝑖 , 𝑖 = 1,2, … , 𝑛 yang
diperoleh dari persamaan karakteristik.
Berikut sifat-sifat stabilitas sistem linier dengan det(𝐴 − 𝜆𝐼) = 0 dan det (𝐴) ≠ 0.
Jenis Titik
Nilai Eigen Kestabilan
Kesetimbangan
bifurkasi Hopf terjadi pada titik kesetimbangan di interior seperti yang ditunjukkan oleh
teorema berikut.
Teorema 1.
𝑎𝑏𝑚 2 𝑎(𝑏𝑑𝑛+𝑎𝑑+𝑏𝑚) 𝑚
Jika (2(𝑎+𝑏𝑛)2 ) < maka titik kesetimbangan 𝐸1 = (𝑥 ∗ , 𝑦 ∗ ) = (𝑎+𝑏𝑛 +
𝑎+𝑏𝑛
𝑑 𝑎
, ) mengalami bifurkasi Hopf pada saat melewati 𝛼 ∗ .
𝑏 𝑏
Dari fenomena bifurkasi Hopf, diperoleh gambaran dinamika yang lebih luas
dibandingkan dengan mempelajari kestabilan titik kesetimbangan baik lokal ataupun
global. Meskipun terdapat kondisi yang menunjukkan bahwa untuk nilai-nilai
parameter tertentu mengakibatkan titik kesetimbangan 𝐸1 tidak stabil, kedua populasi
tidak akan menuju kepunahan, namun hanya terjadi perubahan kepadatan populasi
secara periodik.
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dikategorikan ke dalam jenis studi literatur karena penelitian ini
membahas tentang analisis kestabilan pada reaksi berosilasi Ferosianida-Iodat-Sulfit
(FIS) berdasarkan referensi-referensi yang mendukung. Dari studi literatur menunjukkan
bahwa reaksi berosilasi Ferosianida-Iodat-Sulfit (FIS) dapat dianalisis kestabilannya
dengan menggunakan linierisasi.
3.2 Rancangan Penelitian
3. Lalu menentukan titik kritis yang memenuhi dari model reaksi osilasi FIS.
5. Setelah itu menentukan nilai eigen pada model reaksi osilasi Ferosianida-Iodat-
Sulfit(FIS).
6. Lalu menganalisis kestabilan dan jenis masing- masing titik kritis berdasarkan nilai
eigennya.
4. PEMBAHASAN
Gaspar dan Showalter berhasil menggunakan model dari 4 variabel konsentrasi dan 5
tahap reaksi untuk menjelaskan reaksi berosilasi antara iodat dan sulfit dalam larutan
ferosianida. Model tersebut telah direduksi sehingga hanya terdiri dari 2 variabel
konsentrasi. Kelima tahap reaksi dibutuhkan untuk menunjukkan adanya gejala reaksi
osilasi. Reaksi FIS yang dimaksud adalah
(𝑅5)𝐼2 + 2𝐹𝑒(𝐶𝑁)4− − 3−
6 → 2𝐼 2𝐹𝑒(𝐶𝑁)6
Kelima reaksi FIS masing-masing mempunyai laju reaksi. Berikut ini merupakan
besarnya tetapan laju reaksi untuk model reaksi FIS (Tanasale, 2006)
Tabel 4.1 Besarnya tetapan laju reaksi untuk model reaksi FIS
FIS
𝑘2 0.1 𝑀 −1 𝑠 −1
𝑘3 1 𝑀−1 𝑠 −1
𝑘4 2 𝑀−1 𝑠 −1
Dari kelima reaksi FIS, selanjutnya dimisalkan setiap senyawa pada masing-masing
reaksi.
(𝑅1′ ) 𝐴 + 𝑌 ⇋ 𝑋 … (𝑁1 )
(𝑅2′ ) 3𝑋 → 3𝑌
𝑋 → 𝑌 … (𝑁2 )
(𝑅3′ ) 6𝑌 → 3𝑍
2𝑌 → 𝑍 … . (𝑁3 )
(𝑅4′ ) 𝑍 + 𝑋 → 3𝑌 … (𝑁4 )
(𝑅5′ ) 𝑍 → … (𝑁5 )
Pemodelan kelima reaksi di atas menghasilkan 4 variabel yang diberikan oleh reaksi
di bawah ini
(𝑁1 ) 𝐴+𝑌 ⇆ 𝑋
(𝑁2 ) 𝑋 → 𝑌
(𝑁3 ) 2𝑌 → 𝑍
(𝑁4 ) 𝑍 + 𝑋 → 3𝑌
(𝑁5 ) 𝑍 →
Reaksi (𝑁1 ) − (𝑁5 ) dapat disederhanakan menjadi 4 reaksi dengan mensubstitusi (𝑁3 )
ke (𝑁4 ) menjadi satu langkah yaitu
(𝑁1 ) 𝐴+𝑌 ⇆ 𝑋
(𝑁2 ) 𝑋 → 𝑌
(𝑁3 + 𝑁4 ) 2𝑌 + 𝑋 → 3𝑌
(𝑁5 ) 𝑍 →
Reaksi FIS yang terdiri dari 4 variabel variabel konsentrasi dapat direduksi menjadi 2
variabel konsentrasi. Model tereduksi tersebut adalah:
(1) 𝑃 → 𝑋
(2) 𝑋 → 𝑌
(3) 2𝑌 + 𝑋 → 3𝑌
(4) 𝑌 → 𝐶
P 𝑆𝑂32− + 𝐻 +
X 𝐻𝑆𝑂3−
Y 𝐻+
C Produk pembatas
konsentrasi
(1) 𝑃 → 𝑋 𝑣 = 𝑘1 [𝑃]
(2) 𝑋 → 𝑌 𝑣 = 𝑘2 [𝑋]
(3) 2𝑌 + 𝑋 → 3𝑌 𝑣 = 𝑘3 [𝑋][𝑌]2
(4) 𝑌 → 𝐶 𝑣 = 𝑘4 [𝑌]
Persamaan diferensial laju reaksi terhadap waktu pada persamaan reaksi FIS yang telah
ditransformasikan di atas untuk 𝑃, 𝑋 dan 𝑌. Pada zat pereaksi, laju reaksi bernilai negatif (-),
dan pada produk laju reaksi bernilai positif (+).
𝑑𝑃
= −𝑘1 [𝑃]
𝑑𝑡
𝑑𝑋
= 𝑘1 [𝑃] − 𝑘2 [𝑋] − 𝑘3 [𝑋][𝑌]2
𝑑𝑡
𝑑𝑌
= 𝑘2 [𝑋] + 𝑘3 [𝑋][𝑌]2 − 𝑘4 [𝑌]
𝑑𝑡
𝑑𝑃
Karena konsentrasi 𝑃 dibuat tetap (konstan), maka =0
𝑑𝑡
𝑑𝑋
= −𝑘1 [𝑃] − 𝑘2 [𝑋] − 𝑘3 [𝑋][𝑌]2 (14)
𝑑𝑡
𝑑𝑋
= 𝑘1 − 𝑘2 [𝑋] − 𝑘3 [𝑋][𝑌]2 (15)
𝑑𝑡
𝑑𝑌
= 𝑘2 [𝑋] + 𝑘3 [𝑋][𝑌]2 − 𝑘4 [𝑌] (16)
𝑑𝑡
Persamaan (14) dapat ditulis sebagai persamaan (15) karena konsentrasi 𝑃 dibuat tetap.
Steady state merupakan keadaan dimana suatu reaksi berada pada kesetimbangan.
Konsentrasi ion bisulfit [𝐻𝑆𝑂3− ] (disimbolkan 𝑥) dalam steady state berhubungan dengan
konsentrasi ion
𝑑𝑥
𝐻 + (disimbolkan 𝑦). Nilai kondisi steady state 𝑥 adalah = 0 dan nilai kondisi steady state
𝑑𝑡
𝑑𝑦
𝑦 adalah = 0, persamaan (15) dan (16) menjadi:
𝑑𝑡
𝑘1 − 𝑘2 𝑥 − 𝑘3 𝑥𝑦 2 = 0 (17)
𝑘2 𝑥 + 𝑘3 𝑥𝑦 2 − 𝑘4 𝑦 = 0 (18)
Eliminasi persamaan (17) dan (18)
𝑘1 − 𝑘2 𝑥 − 𝑘3 𝑥𝑦 2 = 0
𝑘2 𝑥 + 𝑘3 𝑥𝑦 2 − 𝑘4 𝑦 = 0
+
𝑘1 − 𝑘4 𝑦 = 0
𝑘4 𝑦 = 𝑘1
𝑘1
𝑦𝑠𝑠 = (19)
𝑘4
𝑑𝑥
Untuk mendapatkan nilai kondisi steady state untuk 𝑥 adalah = 0, dengan mensubstitusi
𝑑𝑡
𝑘1 − 𝑘2 𝑥 − 𝑘3 𝑥𝑦 2 = 0
𝑘1 2
𝑘1 − 𝑘2 𝑥 − 𝑘3 𝑥 ( ) = 0
𝑘4
𝑘1 𝑘4 2 − 𝑘2 𝑥𝑘4 2 − 𝑘3 𝑥𝑘1 2 = 0
𝑘1 𝑘4 2 = (𝑘2 𝑘4 2 + 𝑘3 𝑘1 2 )𝑥
𝑘1 𝑘4 2
𝑥𝑠𝑠 = (20)
𝑘2 𝑘4 2 + 𝑘3 𝑘1 2
Analisis kestabilan titik kritis model FIS dilakukan dengan menggunakan nilai eigen matriks
Jacobian dari persamaan Linierisasinya.
𝑑𝑥
= 𝑘1 − 𝑘2 𝑥 − 𝑘3 𝑥𝑦 2
𝑑𝑡
𝑑𝑦
= 𝑘2 𝑥 + 𝑘3 𝑥𝑦 2 − 𝑘4 𝑦
𝑑𝑡
Untuk menentukan kestabilan dari sistem persamaan model FIS terlebih dahulu ditentukan titik
𝑑𝑥 𝑑𝑦
kritis dengan mengambil = 0 dan =0
𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑘1 − 𝑘2 𝑥 − 𝑘3 𝑥𝑦 2 (17)
𝑘2 𝑥 + 𝑘3 𝑥𝑦 2 − 𝑘4 𝑦 (18)
𝑘1 𝑘4 2 𝑘
Dari persamaan (17) dan (18) akan diperoleh titik kritis yaitu 𝐴 [𝑘 2 , 1]
2 𝑘4 +𝑘1 2 𝑘3 𝑘4
Matriks Jacobian dari persamaan (15) dan (16) di titik kritis (𝑥𝑠𝑠 , 𝑦𝑠𝑠 ) adalah
− 𝑘2 𝑥 − 𝑘3 𝑦 2 −2𝑘3 𝑥𝑦
𝐽 = [ ]
𝑘2 + 𝑘3 𝑦 2 2𝑘3 𝑥𝑦 − 𝑘4 (𝑥̃,𝑦̃)
Untuk menentukan sifat kestabilan dari titik seimbang A maka langkah yang dilakukan adalah
mencari nilai eigen dari matriks jacobiannya.
𝑘1 𝑘4 2 𝑘
Dengan mensubstitusi 𝐴 [ 2 2 , 1 ] menjadi
𝑘2 𝑘4 +𝑘1 𝑘3 𝑘4
𝑘3 𝑘1 2 2𝑘3 𝑘1 2 𝑘4
− 𝑘2 − −
𝑘4 2 𝑘2 𝑘4 2 + 𝑘1 2 𝑘3
𝐽𝐴 =
𝑘3 𝑘1 2 2𝑘3 𝑘1 2 𝑘4
𝑘2 + − 𝑘4
[ 𝑘4 2 𝑘2 𝑘4 2 + 𝑘1 2 𝑘3 ]
𝑘1 2 4𝑘1 2
− 0.1 − −
4 0.4 + 𝑘1 2
𝐽𝐴 =
𝑘1 2 4𝑘1 2
0.1 + −2
[ 4 0.4 + 𝑘1 2 ]
Nilai eigen ditentukan oleh persamaan |𝐽𝐴 − λ𝐼| = 0 dengan 𝐼 adalah matriks identitas dan 𝜆
adalah nilai eigen maka diperoleh
𝑘1 2 4𝑘1 2
− 0.1 − −𝜆 −
4 0.4 + 𝑘1 2
=0
𝑘1 2 4𝑘1 2
0.1 + −2−𝜆
[ 4 0.4 + 𝑘1 2 ]
𝑘1 2 4𝑘1 2 𝑘1 2 4𝑘1 2
(− 0.1 − − 𝜆) ( − 2 − 𝜆) − (0.1 + ) (− )=0
4 0.4 + 𝑘1 2 4 0.4 + 𝑘1 2
2 4 4 2 6 2
1 −14𝑘1 + 108 + 𝑘1 + √320𝑘1 − 46872 𝑘1 − 184𝑘1 + 21744 + 𝑘1
𝜆2 = −
8 0.4 + 𝑘1 2
Untuk mengetahui jenis dari setiap titik kritis yang diperoleh dari sistem persamaan (15) dan
(16) maka dapat mengambil dari beberapa kemungkinan parameter. Dari kasus tersebut kita
tetapkan satu variabel sebagai parameter yaitu 𝑘1 dan variabel yang lain sudah ditetapkan.
5. KESIMPULAN
1. Model matematika dari reaksi Ferosianida-Iodat-Sulfit (FIS) dalam bentuk sistem
𝑑𝑥 𝑑𝑦
persamaan diferensial adalah = 𝑘1 − 𝑘2 𝑥 − 𝑘3 𝑥𝑦 2 dan = 𝑘2 𝑥 − 𝑘3 𝑥𝑦 2 𝑘4 𝑦
𝑑𝑡 𝑑𝑡
3. Analisis kestabilan titik kritis dari sistem persamaan model FIS dapat dilakukan
dengan menentukan nilai eigen matriks Jacobian dari persamaan linierisasinya.
Sehingga dapat diketahui bahwa pada saat 𝑘1 = 0.5 dan 𝑘1 = 0.6 yang terdapat pada
0 < 𝑘1 < 0.7082466541 menunjukkan titik setimbang A berupa fokus stabil. Saat 𝑘1 =
0.7082466541, titik setimbang A berupa fokus stabil tetapi membutuhkan waktu lebih
lama untuk menuju titik setimbang. Sedangkan pada 𝑘1 = 0.8, 𝑘1 = 0.9, 𝑑𝑎𝑛 𝑘1 = 1
untuk 𝑘1 > 0.7082466541 menunjukkan titik setimbang A berupa fokus tidak stabil.