Anda di halaman 1dari 44

SIKLUS DAN PERILAKU CHAOS DALAM PERCOBAAN MODEL

DINAMIS KANKER TERKAIT AIDS

LAPORAN PROYEK

Oleh:
Kelompok 2

1. Clara Febby Adellia 20030031


2. Devira Yuliana Fitri 20030006
3. Difitria Oktaviani 20030007
4. Dwiki Dzakwan Yanata 20030033
5. Fanessa Elrika Defitri 20030010

Dosen Pengampu:
Rara Sandhy Winanda, S.Pd., M.Sc.

PROGRAM STUDI MATEMATIKA


DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmatnya sehingga

penulis dapat menyusun laporan proyek tentang " Siklus dan Perilaku Chaos Dalam

Percobaan Model Dinamis Kanker Terkait Aids" dengan sebaik-baiknya. Adapun

tujuan dari penulisan laporan proyek ini adalah untuk melengkapi tugas akhir pada

mata kuliah Pengantar Sistem Dinamik.

Kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu Ibu Rara Sandhy

Winanda, S.Pd., M.Sc., selaku dosen mata kuliah Pengantar Sistem Dinamik.

Berkat tugas yang diberikan ini dapat menambah wawasan penulis berkaitan

dengan topik yang diberikan. Penulis juga terima kasih kepada semua pihak yang

membantu dalam proses penyusunan laporan proyek ini. Penulis menyadari bahwa

dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak kesalahan.

Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan

ketaksempurnaan yang pembaca temukan dalam laporan proyek ini. Penulis juga

mengharapkan adanya kritik serta saran dari pembaca apabila menemukan

kesalahan dalam laporan proyek ini. Akhir kata, berharap laporan proyek ini dapat

menambah referensi keilmuan kita semua.

Padang, 2 Januari 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan........................................................................................................... 3
C. Variabel Penelitian ....................................................................................... 3
BAB II KAJIAN TEORI ......................................................................................... 4
A. Kanker .......................................................................................................... 4
B. Bilangan Reproduksi Dasar ......................................................................... 5
C. Bifurkasi Horps ............................................................................................ 6
D. Chaos ......................................................................................................... 10
E. Persamaan Diferensial ................................................................................ 12
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................ 17
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 19
A. Model ......................................................................................................... 19
B. Keadaan Stabil dan Stabilitasnya ............................................................... 20
C. Simulasi ...................................................................................................... 30
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 37
A. Kesimpulan ................................................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 39

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Nilai Parameter ........................................................................................ 31

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kurva Bifurkasi Hops............................................................................ 7


Gambar 2. Kurva Bifurkasi Maju............................................................................ 9
Gambar 3. Kurva Bifurkasi Mundur ....................................................................... 9
Gambar 4. Butterfly Effect .....................................................................................11
Gambar 5. Daerah keberadaan dan kestabilan 𝐸 ∗ dengan parameter 𝑞 dan 𝑘1... 31
Gambar 6. Daerah keberadaan dan kestabilan 𝐸 ∗ dengan parameter 𝑞 dan 𝑘1... 31
Gambar 7. Daerah keberadaan dan kestabilan 𝐸 ∗ dengan parameter 𝑠 dan 𝑘1 ... 32
Gambar 8. Jika 𝑘1 = 𝑘1 ∗ +5 × 10 − 5, periode 1 muncul; Jika 𝑘1 = 𝑘1 ∗
+3 × 10 − 5, muncul periode 2. .......................................................................... 32
Gambar 9. Jika 𝑘1 = 𝑘1 ∗ +1.75 × 10 − 5, periode 8 muncul; Jika 𝑘1 = 𝑘1 ∗
+1.71 × 10 − 5, muncul periode 16. ................................................................... 34
Gambar 10. Jika 𝑘1 = 𝑘1 ∗ +1.7 × 10 − 5, muncul kekacauan; Jika 𝑘1 = 𝑘1 ∗
+1.39 × 10 − 5, muncul periode 3 ...................................................................... 35
Gambar 11. Jika 𝑘1 = 𝑘1 ∗ +1.3 × 10 − 5, muncul kekacauan lagi; Jika 𝑘1 =
𝑘1 ∗ +1.1 × 10 − 5, muncul periode 2 lagi ......................................................... 36

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selama dekade terakhir, sejumlah model telah dikembangkan untuk

menggambarkan sistem kekebalan tubuh dan interaksinya dengan Human

Immunodeficiency Virus (HIV). Model ini dapat berupa tipe stokastik atau

deterministik. Populasi tipikal yang dipertimbangkan dalam model ini adalah

sel T CD4+ dan virus bebas. Populasi sistem kekebalan lainnya seperti sel B

atau sel CD8+ juga dimasukkan dalam beberapa model ini. Namun sel kanker

yang sering muncul pada individu yang terinfeksi HIV belum dipertimbangkan

dalam literatur. Kanker masih menjadi beban besar bagi orang yang terinfeksi

HIV.

Beberapa jenis kanker yang berbeda telah diamati pada pasien dengan

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang frekuensinya meningkat

dan pada individu dengan imunosupresi lainnya. Kebanyakan dari penyakit ini

adalah kanker yang berhubungan dengan virus. Non-Hodgkin Lymphomas

(NHL) tingkat menengah dan tinggi dengan fenotip sel B adalah penyakit

terdefinisi AIDS. Kejadian NHL pada sebuah sistem saraf pusat primer telah

meningkat 3000 kali lipat, dan penyakit Hodgkins telah meningkat sekitar

sepuluh kali lipat pada populasi yang terinfeksi HIV.

Terapis juga menemukan bahwa tidak ada urutan virus dalam DNA sel

kanker. Jadi ada dugaan bahwa partikel HIV-1 tidak dengan sendirinya

membawa tumor ke pasien HIV.

1
2

Mengenai penyebaran HIV di dalam tubuh, diketahui bahwa ada dua cara

yang mungkin dilakukan HIV-1 untuk menyebar dalam tubuh yaitu: selain

memasuki sel sebagai partikel menular bebas, HIV-1 juga dapat ditularkan

melalui kontak sel ke sel. Bukti telah disajikan bahwa HIV-1 dapat menyebar

dengan cepat dari satu sel ke sel lainnya dengan (atau tanpa) pembentukan

partikel yang sudah terbentuk sempurna. Oleh karena itu, penyebaran HIV-1

pada inang dapat terjadi melalui transfer sel ke sel (melalui inti atau virion)

serta dari virus bebas yang bersirkulasi.

Mengenai model ini digunakan asumsi sebagai berikut: kanker terkait

AIDS dibangun oleh mekanisme klon tunggal. Sel kanker mempunyai

beberapa gen khusus sehingga berkembang biak dengan cara khusus yang

berbeda dari sel normal. Terakhir, sistem kekebalan tubuh dapat mengenali

perbedaan antara sel kanker dan sel normal, sehingga dapat mensurveinya dan

kemudian menjalankan fungsi pembunuhannya. Limfosit CD4+ memainkan

peran penting dalam model ini karena digunakan untuk mewakili sistem

kekebalan.

Perelson dkk. menyajikan model interaksi HIV-1 dengan sel T CD4+

yang mempertimbangkan empat populasi: sel T yang tidak terinfeksi, sel T

yang terinfeksi secara laten, sel T yang terinfeksi aktif, dan virus bebas. Mereka

menggambarkan dinamika populasi ini dengan sistem empat persamaan

diferensial biasa. Namun mereka hanya mempertimbangkan satu jalur

penyebaran HIV dalam tubuh manusia: sel T virus bebas. Dalam makalah ini

diselidiki hubungan antara HIV-1 dan kanker pada individu yang terinfeksi
3

HIV-1, jadi dimasukkan empat komponen berikut: sel kanker, sel T CD4+ yang

tidak terinfeksi, sel T CD4+ yang terinfeksi, dan sel T CD4+ yang terinfeksi,

dan sel T CD4+ yang terinfeksi. virus HIV bebas. Dengan mempertimbangkan

dua rute penyebaran HIV-1 dalam tubuh.

B. Tujuan

Untuk mengembangkan model dinamis yang dapat menjelaskan

hubungan antara HIV-1 dan kanker terkait AIDS, serta untuk mengeksplorasi

kemungkinan orbita periodik, kekacauan, dan transisi antara berbagai tipe

gerakan seiring perubahan parameter.

C. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa variabel yang digunakan, yaitu:

𝐶(𝑡) : konsentrasi sel kanker pada waktu 𝑡.

𝑇(𝑡) : konsentrasi sel sehat pada waktu 𝑡.

𝐼(𝑡) : konsentrasi sel terinfeksi pada waktu 𝑡.

𝑉(𝑡) : konsentrasi sel yang bebas virus HIV-1 pada waktu 𝑡.

Variabel-variabel ini digunakan dalam model dinamis yang dikembangkan

untuk memahami hubungan antara HIV-1 dan kanker terkait AIDS.


BAB II
KAJIAN TEORI

A. Kanker

Kanker merupakan suatu kondisi dimana sel telah kehilangan

pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan

yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali, serta mengancam nyawa individu

penderitanya (Siburian dan Wahyuni, 2012). Kanker adalah pertumbuhan sel-

sel jaringan tubuh yang tidak normal, berkembang dengan cepat, tidak

terkendali, dan akan terus membelah diri, selanjutnya menyusup ke jaringan

sekitar (invasive) dan terus menyebar melalui jaringan ikat, darah, dan

menyerang organ-organ penting serta syaraf tulang belakang. Sel-sel yang

berkembang ini akan menumpuk, mendesak dan merusak jaringan dan organ

yang ditempati.

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang

sistem kekebalan Human tubuh manusia. HIV dapat ditularkan melalui

hubungan seksual, penggunaan jarum suntik yang tidak steril, dan dari ibu hamil

yang terinfeksi HIV kepada anaknya. Secara genetik, HIV dibedakan menjadi

dua kelompok HIV type 1 (HIV-1) dan type 2 (HIV-2) tetapi berhubungan

secara antigen. Berikut adalah beberapa perbedaan antara HIV-1 dan 2:

Karakteristik HIV-1 HIV-2

Frekuensi Lebih umum Lebih jarang

Penyebaran Lebih mudah menyebar Lebih sulit menyebar melalui

melalui hubungan seksual hubungan seksual

4
5

Karakteristik HIV-1 HIV-2

Kematian Lebih cepat Lebih lambat

Salah satu mekanisme yang diduga berperan dalam hubungan antara

HIV-1 dan kanker adalah penurunan sistem kekebalan tubuh. HIV-1 menyerang

sel-sel sistem kekebalan tubuh, sehingga dapat menyebabkan penurunan sistem

kekebalan tubuh. Penurunan sistem kekebalan tubuh membuat tubuh lebih

rentan terhadap infeksi, termasuk infeksi kanker. HIV-1 dapat mempengaruhi

pertumbuhan kanker lebih awal dalam tubuh individu yang terinfeksi. Hal ini

menunjukkan bahwa HIV-1 dapat memberikan kontribusi terhadap

pertumbuhan kanker pada individu yang terinfeksi.

B. Bilangan Reproduksi Dasar

Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk melihat tingkat

penyebaran suatu penyakit adalah dengan menggunakan bilangan reproduksi

dasar. Bilangan reproduksi dasar adalah rata-rata banyaknya individu rentan

yang terinfeksi secara langsung oleh individu lain yang telah terinfeksi dan

masuk ke dalam populasi yang seluruhnya masih rentan. Kondisi yang menjadi

kemungkinan yang akan timbul, yaitu:

1. Jika 𝑅0 < 1 maka penyakit akan menghilang.

2. Jika 𝑅0 > 1 maka penyakit akan meningkat menjadi wabah.

3. Jika 𝑅0 = 1 maka kestabilan dari kedua titik ekuilibrium tidak dapat

ditentukan.
6

Apabila nilai dari reproduksi dasar tinggi maka tingkat penyebaran

penyakit juga tinggi dalam hal ini terjadi endemik. Agar kemungkinan individu

terinfeksi tidak ada lagi maka dilihat 𝑅0 < 1 yang menunjukkan apakah satu

individu itu menginfeksi kurang dari satu individu rentan atau tidak terjadi

penyebaran. Tetapi, jika bilangan reproduksi dasar lebih dari 1 (𝑅0 > 1) maka

terjadi penyebaran atau 1 individu menginfeksi lebih dari satu individu rentan.

Bilangan 𝑅0 > 1 terjadi jika dan hanya jika semua nilai eigen mempunyai

bagian real negatif (Brauer & Castilo, 2011).

C. Bifurkasi Horps

Bifurkasi merupakan suatu kondisi dimana terjadinya perubahan jumlah

atau kestabilan titik ekuilibrium pada sistem ketika melewati sebuah titik

tertentu (Fajri, dkk, 2020). Bifurkasi mengacu pada perubahan keadaan dinamik

suatu persamaan atau sistem yang memiliki parameter. Ada beberapa jenis

bifurkasi yang berdimensi satu, yaitu bifurkasi saddle-node, bifurkasi

transcritical, dan bifurkasi pitchfork (Martin, Vickerman & Hickman, 2011).

Dan terdapat pula bifurkasi dua dimensi, yaitu bifurkasi hopf.

Bifurkasi hopf merupakan bifurkasi yang terjadi ketika matriks jacobi

dari sistem memiliki sepasang bilangan kompleks dengan nilai eigen bagian real

bernilai nol dan nilai bagian imaginer tidak sama dengan nol. Bifurkasi hopf

digunakan untuk menentukan eksistensi lintasan tertutup yang mengelilingi

orbit periodik dari suatu sistem.


7

Definisi:

(Winggins.S, 2003) Bifurkasi hopf terjadi disekitar titik ekuilibrium dan

parameter 𝜇 tertentu 𝜇 = 𝜇, dengan dua kondisi berikut ini dipenuhi pada titik

setimbang yang terjadi, yaitu:

1. Matriks jacobi dari sistem autonomus nonlinear mempunyai dua nilai eigen

kompleks

𝜆1,2 (𝜇) = 𝜃(𝜇) ± 𝑖𝜔(𝜇)

dalam persekitaran dari 𝜇 dan untuk 𝜇 = 𝜇̅ nilai eigen ini adalah imaginer

murni yaitu 𝜃(𝜇̅ ) = 0 dan 𝜃(𝜇̅ ) ≠ 0

2. Nilai eigen-nilai eigen kompleks berlaku syarat transveral

𝑑𝜃(𝜇)
| ≠0
𝑑𝜇 𝜇=𝜇̅

Sepasang dari nilai eigen-nilai eigen kompleks konjugat melintasi sumbu

imaginer dan muncul sebuah atau lebih limit cycle

Gambar 1. Kurva Bifurkasi Hops

Gambar 1 merempresentasikan diagram bifurkasi untuk sistem dua

dimensi. Di mana titik ekuilibrium sistem berbentuk spiral stabil untuk 𝜇 < 0,

spiral tidak stabil untuk 𝜇 > 0, dan titik ekuilibrium akan stabil dan spiral pada

𝜇 = 0.
8

Pada beberapa model epidemologi dikenal juga beberapa jenis bifurkasi,

yaitu bifurkasi maju dan bifurkasi mundur. Jenis bifurkas ini memiiliki nilai

ambang batas berdasarkan 𝑅0 bertujuan untuk mengukur jumlah rata-rata dari

kasus baru yang dihasilkan populasi rentan menuju populasi terinfeksi.

Sehingga, ketika 𝑅0 < 1, laju populasi rendah dan tidak akan menyebabkan

penyebaran suatu penyakit yang luas maka penyakit tersebut akan hilang (dalam

kasus ini titik ekuilibrium non endemik memiliki kestabilan yang asimtotik).

Pada kasus yang lain, penyakit akan mengalami penyebaran jika 𝑅0 > 1,

dimana terdapat titik ekuilirium endemik yang stabil. Pada kejadian ini, dimana

titik ekuilibrium non endemik kehilangan kestabilannya, sedangkan terdapat

titik ekuilibrium endemik yang stabil.

Skema dari bifurkasi maju dapat dilihat pada Gambar 2. Untuk model

epidemologi yang menunjukkan bifurkasi maju, syarat 𝑅0 < 1 merupakan hal

yang diperlukan dan cukup untuk untuk menekan penyebaran suatu penyakit.

Hal tersebut dinamakan bifurkasi maju yang memiliki karakteristik sebagai

berikut:

1. Tidak terdapat titik ekuilibrium yang bernilai positif disekitar titik

ekuilibrium non endemik.

2. Tingkat endemik yang rendah ketika 𝑅0 < 1


9

Gambar 2. Kurva Bifurkasi Maju

Gambar 3. Kurva Bifurkasi Mundur

Jenis bifurkasi yang dapat ditemukan pada model penyebaran suatu

penyakit adalah bifurkasi mundur. Dimana terdapat stabilitas titik ekuilibrium

endemik dan non endemik ketika 𝑅0 < 1, pada kejadian ini terjadi penyebaran

penyakit dan pada saat 𝑅0 > 1 penyebaran suatu penyakit terjadi semakin tinggi

dan tidak dapat dikontrol. Sehingga untuk pengurangan nilai 𝑅0 hanya dapat

mengurangi sedikit penyebaran tapi tidak dapat menghilangkan penyebaran

suatu penyakit (Gumel, 2012).


10

D. Chaos

Teori chaos adalah konsep matematika yang menjelaskan bahwa hasil

acak dapat diperoleh dari persamaan normal. Sederhananya, teori chaos adalah

upaya untuk melihat dan memahami tatanan mendasar dari sistem kompleks

yang sekilas tampak tidak teratur. Eksperimen nyata pertama dalam teori chaos

dilakukan pada tahun 1960 oleh seorang ahli meteorologi, Edward Lorenz.

Salah satu konsep utama teori chaos adalah efek kupu-kupu, yang menyatakan

bahwa variasi yang sangat kecil pada kondisi awal suatu model dapat

mengakibatkan variasi yang besar pada kondisi akhir.

Teori chaos merupakan suatu teori yang menjelaskan perubahan yang

bersifat kompleks dan tak dapat diprediksi atau sistem-sistem dinamik yang

peka terhadap kondisi awal. Sistem keos secara matematis bersifat deterministik

(sebagai lawan sifat probabilistik), yakni mengikuti hukum-hukum yang persis,

tetapi perilaku ketakberaturannya dapat tampak seperti bersifat acak bagi

pengamat awam. Perilaku keos dapat terjadi pada berbagai sistem seperti

rangkaian listrik, penyebaran penyakit campak, laser, roda bergigi (gir) yang

meleset, irama denyut jantung, aktivitas elektris otak, irama sirkulasi darah

dalam tubuh, populasi binatang, dan reaksi kimia.

Sistem dinamik adalah sistem yang statusnya ditentukan secara unik oleh

sekumpulan variabel, bergantung pada waktu, dan yang perilakunya dijelaskan

oleh aturan yang telah ditentukan sebelumnya (Hiroki Sayama, 2022). David P.

Feldman (2019) menyatakan persamaan diferensial adalah sistem dinamik.

Sistem dinamik tidak selalu memiliki sifat dinamis sederhana dan bisa
11

menunjukkan perilaku kompleks yang mengejutkan, menunjukkan transisi

dadakan, dan juga dapat berkembang dengan cara yang tidak dapat dibedakan

dari acak (chaotic). Selanjutnya David P. Feldman (2019) juga menjelaskan dan

merangkum dari beberapa pernyataan peneliti, sebuah sistem dinamik bersifat

chaotic jika memiliki semua sifat berikut:

1. Memiliki kumpulan titik yang padat dengan orbit yang periodik.

2. Sensitif terhadap kondisi awal sistem (sehingga titik-titik terdekat diawal

bisa berubah secara cepat ke kondisi yang berbeda), atau dikenal dengan

butterfly effect.

Gambar 4. Butterfly Effect

3. Transitif secara topologi

Sebagai tambahan, terdapat beberapa sistem chaotic yang aperiodik.

Salah satu cara untuk menentukan tingkat kompleksitas dari sistem dinamik

yang chaotic adalah dengan menghitung sample entropy dan lyapunov

exponent-nya.
12

E. Persamaan Diferensial

1. Persamaan Diferensial

Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat satu atau

lebih turunan dari fungsi yang tidak diketahui. Berdasarkan banyaknya

variabel bebas yang dimiliki, persamaan diferensial dibagi menjadi dua,

yaitu persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial.

Persamaan diferensial biasa adalah persamaan yang memuat satu variabel

bebas sedangkan persamaan diferensial parsial adalah persamaan yang

memuat lebih dari satu variabel bebas.

Persamaan diferensial biasa orde n secara umum dapat dituliskan

sebagai berikut

𝐹[𝑡, 𝑥(𝑡), 𝑥 ′ (𝑡), … , 𝑥 (𝑛) (𝑡)] = 0 , (a)

Dengan 𝑡 merupakan variabel bebas, 𝑥 variabel tak bebas dan 𝑥 (𝑛)

adalah turunan ke- 𝑛 dari 𝑥 terhadap 𝑡. Persamaan diferensial biasa disebut

linear jika 𝐹 pada persamaan (a) merupakan fungsi linear dari variabel

𝑥(𝑡), 𝑥 ′ (𝑡), … , 𝑥 (𝑛) (𝑡). Selanjutnya, bentuk umum persamaan diferensial

biasa linear orde 𝑛 dapat dituliskan sebagai

𝑎0 (𝑡)𝑥 (𝑛) (𝑡) + 𝑎1 (𝑡)𝑥 (𝑛−1) (𝑡) + ⋯ + 𝑎𝑛 (𝑡)𝑥(𝑡) = 𝑔(𝑡) , (b)

Dengan 𝑎0 (𝑡) ≠ 0. Persamaan diferensial biasa dikatakan nonlinear

apabila variabel tak bebas atau turunannya berderajat lebih dari satu atau

memuat perkalian antara variabel tak bebas dengan turunannya.

Sistem persamaan diferensial biasa orde satu berdimensi 𝑛 adalah

suatu sistem yang terdiri dari 𝑛 persamaan diferensial biasa dengan 𝑛 fungsi
13

yang tidak diketahui, dengan 𝑛 ≥ 2. Bentuk umum sistem persamaan

diferensial biasa orde satu berdimensi 𝑛 yang mengandung 𝑛 + 1 variabel

dapat dituliskan sebagai berikut

𝑑𝑥1
= 𝐹1 (𝑡, 𝑥1 , … , 𝑥𝑛 )
𝑑𝑡

𝑑𝑥2
= 𝐹2 (𝑡, 𝑥1 , … , 𝑥𝑛 )
𝑑𝑡

𝑑𝑥𝑛
= 𝐹𝑛 (𝑡, 𝑥1 , … , 𝑥𝑛 )
𝑑𝑡

(Boyce dan DiPrima, 2009)

2. Sistem Persamaan Diferensial Non Linear

Suatu persamaan diferensial biasa nonlinear adalah persamaan

diferensial biasa yang tak linear. Sistem persamaan diferensial biasa

dikatakan tidak linear apabila sistem tersebut terdiri dari dua atau lebih

persamaan nonlinear yang saling terkait. Misalkan suatu sistem persamaan

diferensial biasa dinyatakan sebagai berikut:


𝑑𝑥
𝑥̇ = = 𝑓(𝑥, 𝑡) (c)
𝑑𝑡

Dengan

𝑥1 (𝑡)
𝑥 (𝑡)
𝑥=[ 2 ] (d)

𝑥𝑛 (𝑡)

Dan
14

𝑓1 (𝑡, 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 )
𝑓 (𝑡, 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 )
𝑓(𝑥, 𝑡) = [ 2 ] (e)

𝑓𝑛 (𝑡, 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 )

Adalah fungsi tak linear dalam 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 . Sistem persamaan (e) disebut

sistem persamaan diferensial biasa nonlinear (Braun,1983).

3. Sistem Dinamik

Sistem dinamik adalah suatu sistem yang dapat diketahui kondisinya

di masa mendatang jika diketahui kondisinya di masa sekarang atau di masa

lalu (Nagle, dkk., 2012). Dalam penerapannya sistem dinamik dibagi

menjadi dua, yaitu sistem dinamik diskrit (𝑡 𝜖 ℤ 𝑎𝑡𝑎𝑢 ℕ) dan system

dinamik kontinu (𝑡 𝜖 ℝ). Sistem dinamik diskrit dinyatakan sebagai

persamaan beda, yaitu

𝑥⃗𝑡+1 = 𝑓⃗(𝑥⃗𝑡 ), 𝑡 𝜖 ℤ 𝑎𝑡𝑎𝑢 ℕ

Ketika 𝑡 kontinu, sistem dinamik dinyatakan sebagai persamaan diferensial,

yaitu

𝑑𝑥⃗
= 𝑓⃗(𝑥⃗, 𝑡), 𝑡 ∈ ℝ
𝑑𝑡

(Arrowsmith dan Place, 1990)

4. Sistem Otonomus

Sistem otonomus adalah suatu sistem persamaan diferensial orde

satu berbentuk

𝑑𝑥
= 𝑓(𝑥), 𝑥 ∈ 𝑅 2
𝑑𝑡
15

Dengan fungsi 𝑓(𝑥) adalah fungsi kontinu ang tidak bergantung secara

eksplisit terhadap variabel bebas 𝑡.

5. Titik Kesetimbangan

Misalkan diberikan suatu sistem autonomus

𝑑𝑥1
= 𝑓1 (𝑥1 , 𝑥2 , 𝑥3 )
𝑑𝑡

𝑑𝑥2
= 𝑓2 (𝑥1 , 𝑥2 , 𝑥3 )
𝑑𝑡

𝑑𝑥3
= 𝑓3 (𝑥1 , 𝑥2 , 𝑥3 )
𝑑𝑡

Titik (𝑥1 ∗ , 𝑥2 ∗ , 𝑥3 ∗ ) yang memenuhi 𝑓1 (𝑥1 ∗ , 𝑥2 ∗ , 𝑥3 ∗ ) =

𝑓2 (𝑥1 ∗ , 𝑥2 ∗ , 𝑥3 ∗ ) = 𝑓3 (𝑥1 ∗ , 𝑥2 ∗ , 𝑥3 ∗ ) = 0 disebut titik kesetimbangan pada

sistem persamaan diatas. Jika titik (𝑥1 ∗ , 𝑥2 ∗ , 𝑥3 ∗ ) adalah titik kesetimbangan

autonomus pada sistem diatas, maka fungsi konstan 𝑥1 (𝑡) = 𝑥1 ∗ , 𝑥2 (𝑡) =

𝑥2 ∗ ,dan 𝑥3 (𝑡) = 𝑥3 ∗ merupakan penyelesaian dari sistem autonomus diatas.

Kestabilan Lokal Pada Titik Kesetimbangan

Misalkan suatu sistem autonomus dikatakan linear bila variabelnya

memiliki pangkat tertinggi satu atau berderajat satu. Persamaan berikut

merupakan sistem autonomus linear.

𝑑𝑥1
= 𝑎11 𝑥1 + 𝑎12 𝑥2 + 𝑎13 𝑥3
𝑑𝑡

𝑑𝑥2
= 𝑎21 𝑥1 + 𝑎22 𝑥2 + 𝑎23 𝑥3
𝑑𝑡
16

𝑑𝑥3
= 𝑎31 𝑥1 + 𝑎32 𝑥2 + 𝑎33 𝑥3
𝑑𝑡

Dengan 𝑎𝑖,𝑗 adalah konstanta rill, untuk 𝑖, 𝑗 = 1,2,3. Dan kita dapat

membentuk matriks Jacobi.

𝜕𝐹1 𝜕𝐹1 𝜕𝐹1


𝜕𝑥1 𝜕𝑥2 𝜕𝑥3
𝜕𝐹2 𝜕𝐹2 𝜕𝐹2
𝐽=
𝜕𝑥1 𝜕𝑥2 𝜕𝑥3
𝜕𝐹3 𝜕𝐹3 𝜕𝐹3
[𝜕𝑥1 𝜕𝑥2 𝜕𝑥3 ]

Jika nilai eigen yang diperoleh dari matriks Jacobi adalah 𝜆1 ≠ 𝜆2 ≠

𝜆3 dan 𝑅𝑒(𝜆𝑖 ) ≠ 0, (𝑖 = 1,2,3) maka kestabilan dari titik kesetimbangan

sistem autonomus nonlinear ang dilinearkan dapat ditentukan berdasarkan

analisis kestabilan dari sistem autonomus linear, seperti pada tabel.

Nilai Eigen Kriteria Kestabilan

𝜆12,3 > 0 Tak stabil

𝜆1,2,3 ∈ ℝ 𝜆1,2,3 < 0 Stabil asimtotik

Minimal satu 𝜆 > 0 Tak sabil

𝑎>0 Tak stabil

𝜆1,2,3 = 𝑎 ± 𝑏𝑖 ∈ ℂ 𝑎<0 Stabil asimtotik

𝑎=0 Tak dapat ditentukan


BAB III
METODE PENELITIAN

Pada bagian ini diuraikan beberapa metode penelitian yang digunakan untuk

mencapai tujuan penelitian.

1. Studi Literatur

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka diperlukan

studi literatur lebih lanjut sebagai bahan acuan untuk pemecahan masalah. Studi

literatur ini bisa dilakukan dengan mempelajari pengembangan model

matematis dinamis untuk memahami hubungan antara HIV-1 dan kanker terkait

AIDS, persamaan diferensial, simulasi numerik untuk memeriksa perilaku

model dalam berbagai, analisis numerik untuk memahami stabilitas keadaan

model terbaik dan kemungkinan orbita periodik serta kekacauan dalam sistem

biologis.

2. Pengembangan Model Dinamis

Penelitian ini melibatkan pengembangan model matematis dinamis yang

mencakup sel kanker, limfosit T CD4+ sehat, limfosit T CD4+ terinfeksi, dan

virus HIV-1 bebas.

3. Analisis Stabilitas

Pada tahap ini dilakukan analisis stabilitas keadaan model terbaik,

termasuk keadaan positif kanker-HIV, serta mengeksplorasi hubungan antara

HIV-1 dan kanker. Hal ini mencakup penelitian tentang potensi solusi periodik,

urutan bifurkasi penggandaan periode, dan munculnya kekacauan.

17
18

4. Simulasi Numerik

Pada tahap ini model yang dikembangkan dianalisis dan disimulasikan

secara numerik untuk menyelidiki hubungan antara parameter, serta untuk

menganalisis keberadaan dan stabilitas keadaan positif kanker-HIV.

5. Eksplorasi Model Dinamis

Penelitian ini juga membahas model dinamis untuk fenomena kanker

akibat infeksi HIV-1, mengeksplorasi stabilitas dan ketidakstabilan solusi

seiring dengan peningkatan parameter, serta membahas implikasi dinamika

HIV-1 dan kanker.

6. Referensi dan Saran

Artikel ini merujuk pada penelitian sebelumnya tentang infeksi HIV-1

dan sistem kekebalan tubuh, dan memberikan saran untuk penelitian masa

depan yang mencakup penambahan keterlambatan waktu ke dalam model.


BAB IV
PEMBAHASAN

A. Model

Pada model ini, digunakan variabel 𝐶(𝑡) untuk konsentrasi sel kanker

pada waktu 𝑡, 𝑇(𝑡) untuk konsentrasi sel sehat pada waktu 𝑡, 𝐼(𝑡) untuk

konsentrasi sel terinfeksi pada waktu 𝑡, 𝑉(𝑡) untuk konsentrasi sel yang bebas

virus HIV-1 pada waktu 𝑡. Berdasarkan respon imun (kekebalan tubuh) yang

disebabkan oleh HIV-1 di dalam tubuh. Sehingga dikembangkan model sebagai

berikut:

𝑑𝐶(𝑡) 𝐶(𝑡)+𝑇(𝑡)+𝐼(𝑡)
= 𝑟1 𝐶(𝑡) (1 − ) − 𝑘1 𝐶(𝑡)𝑇(𝑡)
𝑑𝑡 𝑚

𝑑𝑇(𝑡) 𝐶(𝑡)+𝑇(𝑡)+𝐼(𝑡)
= 𝑠 + 𝑟2 𝑇(𝑡) (1 − )
𝑑𝑡 𝑚
−µ𝑇(𝑡) − 𝑘2 𝑇(𝑡)𝑉(𝑡) − 𝑘3 𝑇(𝑡)𝐼(𝑡)
(1)
𝑑𝐼(𝑡)
= 𝑘2 𝑇(𝑡)𝑉(𝑡) + 𝑘3 𝑇(𝑡)𝐼(𝑡) − µ𝐼 𝐼(𝑡)
𝑑𝑡

𝑑𝑉(𝑡)
{ = 𝑞µ𝐼 𝐼(𝑡) − 𝛿 𝑉(𝑡)
𝑑𝑡

Parameter:

𝑘1 ∶ laju kematian sel kanker oleh sistem kekebalan tubuh

𝑘2 ∶ kecepatan virus bebas menginfeksi sel sistem imun

𝑘3 ∶ kecepatan sel sistem imun yang terinfeksi menginfeksi sel T yang sehat

melalui jalur sel kanker

𝑟1 ∶ mewakili laju pertumbuhan sel kanker pada individu yang terinfeksi

𝑟2 ∶ mewakili laju pertumbuhan intrinsik sel sehat

𝜇 ∶ laju kematian

19
20

𝑚 ∶ daya dukung

𝑞 ∶ jumlah total partikel virus menular yang dihasilkan oleh satu sel yang

terinfeksi selama hidupnya

𝑠 ∶ laju sumber pembentukan sel sistem imun baru dari prekursor disumsum

tulang dan timus

𝛿 ∶ efek membunuh HIV-1 oleh seluruh sistem kekebalan tubuh

Diasumsikan bahwa kondisi awal untuk infeksi oleh virus bebas dan oleh sel

dan virus yang terinfeksi adalah

𝐶(0) = 𝐶0 , 𝑇(0) = 𝑇0 , 𝐼(0) = 0, 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐼(0) = 𝐼0 , 𝑉(0) = 𝑉0

B. Keadaan Stabil dan Stabilitasnya

1. Keadaan Stabil yang mungkin terjadi

Dari model tersebut dapat dikatakan bahwa tidak ada populasi yang

menjadi negatif dan populasi yang tumbuh tanpa batas.

𝑑𝐶(𝑡) 𝑑𝑇(𝑡)
| = 0, | =𝑠≥0
𝑑𝑡 𝐶=0 𝑑𝑡 𝑇=0

𝑑𝐼(𝑡) 𝑑𝑉(𝑡)
| = 𝑘2 𝑇𝑉 ≥ 0, | = 𝑞µ𝐼 𝐼 ≥ 0
𝑑𝑡 𝐼=0 𝑑𝑡 𝑉=0

Dari sifat persamaan logistik untuk pertumbuhan sel kanker dan sel

T, diperoleh bahwa keempat populasi tersebut berbatas. Maksudnya adalah

jika 𝑇(0) < 𝑚, maka 𝑇(𝑡) < 𝑚 untuk semua t. Hasil yang sama juga

berlaku untuk 𝐶(𝑡). Oleh karena itu, kehadiran HIV-1 hanya menurunkan

populasi sel T, sifat ini harus tetap berlaku untuk jumlah total sel: 𝐶(𝑡) +
21

𝑇(𝑡) + 𝐼(𝑡). Sehingga dalam system orthant non negatif 𝑅+4 = {𝑥 ∈ 𝑅 4 |𝑥 ≥

0} adalah daerah invarian positif dari sistem (1).

Ada empat kemungkinan keadaan titik ekuilibrium dalam orthant

(kuadran) non negatif untuk system (1).

a. Titik ekuilibrium sehat: 𝑬𝟎 = (𝟎, 𝑻𝟎 , 𝟎, 𝟎), dimana

𝑚(𝑟2 −𝜇𝑇 )+√𝑚2 (𝑟2 −𝜇𝑇 )2 +4𝑚𝑠𝑟2


𝑇0 = (2)
2𝑟2

Dengan parameter
𝑟2
𝑝 = 𝑟2 − 𝜇 𝑇 , 𝜏 =
𝑚

Sehingga persamaan (2) dapat ditulis sebagai berikut:

𝑝+√𝑝2 +4𝑠𝜏
𝑇0 = (3)
2𝑟

b. Titik ekuilibrium terinfeksi HIV: 𝐸𝐻 = (0, 𝑇𝐻 , 𝐼𝐻 , 𝑉𝐻 )

𝛿𝑘3
Parameter: 𝛼 = 𝑞𝑘2 + , maka
𝜇𝐼

𝛿
𝑇𝐻 = ,
𝛼
𝑠𝛼2 +𝛿𝛼𝑝−𝜏𝛿 2
𝐼𝐻 = (4)
𝛼(𝛿𝜏+𝛼𝜇𝐼 )

𝑞𝜇𝐼
𝑉𝐻 = 𝐼
𝛿 𝐻
𝑠𝛼+𝛿𝑝−𝛿𝜇𝐼
Dapat dihitung bahwa 𝑇𝐻 + 𝐼𝐻 = , dan 𝐸𝐻 ketika parameter
𝛿𝜏+𝛼𝜇𝐼

terpenuhi:

𝑠𝛼 2 + 𝛿𝛼𝑝 > 𝜏𝛿 2 (5)


22

c. Titik ekuilibrium kanker: 𝐸𝐶 = (𝐶𝐶 , 𝑇𝐶 , 0,0).

𝑚𝑘1
Dengan parameter ℎ = 1 + , maka
𝑟1

𝑟1 𝜇 𝑇 ± √𝑟12 𝜇 2𝑇 − 4𝑠𝑟1 𝑟2 𝑘1
𝑇𝐶(1,2) =
2𝑘1 𝑟2

𝐶𝐶 = 𝑚 − ℎ𝑇𝐶 (6)

Jadi syarat perlunya kondisi 𝐸𝐶 adalah:

4𝑠𝑘1 𝑟2
𝜇 2𝑇 ≥
𝑟1

Yang ekuivalen dengan

𝑘1 𝜇2
≤ 4𝑠𝑟𝑇 (7)
𝑟1 2

Misal 𝑇𝐶(1) menyatakan 𝑇𝐶(1,2) yang lebih besar dan 𝑇𝐶2 yang lebih

kecil, maka untuk titik ekuilibrium kanker dapat disimpulkan sebagai

berikut:

Proposisi 1. Misal

𝑟1 𝜇 2𝑇 𝑚
𝑅0𝑐𝑒 = , 𝑅1𝑐𝑒 = , 𝑅2𝑐𝑒 = 𝑚/ℎ𝑇𝐶2
4𝑠𝑘1 𝑟2 ℎ𝑇𝐶1

Maka dalam system (1) dimiliki:

(a) Ketika 𝑅0𝑐𝑒 < 1, titk ekuilibrium kanker 𝐸𝐶 tidak ada

(b) Ketika 𝑅0𝑐𝑒 > 1,dan

(i) Ketika 𝑅2𝑐𝑒 ≤ 1, 𝐸𝐶 tidak ada

(ii) Ketika 𝑅1𝑐𝑒 ≤ 1 < 𝑅2𝑐𝑒 , maka hanya ada satu 𝐸𝐶

(iii) Jika 𝑅1𝑐𝑒 > 1, ada dua 𝐸𝐶


23

(c) Ketika 𝑅0𝑐𝑒 = 1, hanya ada satu kondisi stabil kanker

Arti Biologis:

Kondisi (7) maksudnya adalah: apabila laju pertumbuhan sel

kanker, 𝑟1 , cukup besar; atau Tingkat pembersihan system imun

(kekebalan tubuh) terhadap sel kanker ini, 𝑘1 , cuku kecil, maka di

beberapa wilayah yang sesuai dari data awal system (1) akan terjadi

kerentanan terhadap kanker.

d. Titik ekuilibrium kanker-HIV: 𝐸∗ = (𝐶∗ , 𝑇∗ , 𝐼∗ , 𝑉∗ ), dan

𝛿𝑘1 𝛿
𝐶∗ = 𝑚 (1 − )− − 𝐼∗ ;
𝛼𝑟1 𝛼

𝛿
𝑇∗ = 𝛼 ; (8)

𝑠𝑟1 𝛼 2 + 𝑘1 𝑟2 𝛿 2 − 𝛼𝛿𝑟1 𝜇 𝑇
𝐼∗ =
𝑟1 𝜇𝐼 𝛼 2

𝑞𝜇𝐼
𝑉∗ = 𝐼
𝛿 ∗

Untuk keberadaan dari parameter 𝐸∗ harus memenuhi:

𝑘1 𝑟2 𝛿 2
𝑠𝛼 2 + > 𝛼𝛿𝜇 𝑇 (9)
𝑟1

Kondisi untuk titik ekuilibrium diberikan pada proposisi (2).

Proposisi 2. Misalkan

𝑚𝛼 𝑚𝑟1 𝛼 𝑠𝑟1 𝛼 2 + (𝑟2 𝛿 + 𝑚𝛼𝜇𝐼 )𝑘1 𝛿


𝑅1𝐸 = = 𝐸
,𝑅 = ,
ℎ𝛿 (𝑟1 + 𝑚𝑘1 )𝛿 2 ℎ𝑟1 𝜇𝐼 𝛼 2 𝑇𝐶

Maka

(1) Ketika 𝐸𝐻 ada dan 𝑅1𝐸 ≤ 1, 𝐸∗ tidak ada (karena 𝐼∗ > 0 𝑡𝑎𝑝𝑖 𝐶∗ <

0);
24

(2) Ketika 𝐸∗ ada dan 𝑅1𝐸 > 1, maka 𝐸𝐻 ada, artinya 𝐸∗ 𝑑𝑎𝑛 𝐸𝐻 dapat

berdampingan;

𝐼
(3) Ketika 𝐸𝐶 ada dan 𝑅2𝐸 ≤ 1 (𝑇𝐶 ≥ 𝑇∗ + ℎ∗) , 𝐸∗ ada, artinya

𝐸∗ 𝑑𝑎𝑛 𝐸𝐶 dapat berdampingan;

𝐼
(4) Ketika 𝐸∗ ada dan 𝑅2𝐸 > 1 (𝑇𝐶 < 𝑇∗ + ℎ∗) , 𝐸𝐶 ada, artinya 𝐸∗ dan 𝐸𝐶

dapat berdampingan.

2. Stabilitas dari Kondisi Stabil

a. Stabilitas titik ekuilibrium sehat: 𝐸0 (0, 𝑇0 , 0, 0)

Matriks jacobian dari titik ekuilibrium sehat 𝐸0 (0, 𝑇0 , 0,0) adalah:

𝑇0
𝑟1 (1 − ) − 𝑘1 𝑇0 0 0 0
𝑚 𝑇0 𝑟2 𝑟2
𝐽|𝐸0 =
𝑟2 𝑟2 (1 − ) − 𝑇0 − 𝜇 𝑇 − (𝑚 + 𝑘3 ) 𝑇0 −𝑘2 𝑇0
− 𝑇0 𝑚 𝑚 𝑘2 𝑇0
𝑚 0 𝑘3 𝑇0 − 𝜇𝐼
0 𝑞𝜇𝐼 −𝛿 )
( 0 0

Jadi, nilai dari 𝐸0 adalah

𝑇0
𝜆1 = 𝑟1 (1 − ) − 𝑘1 𝑇0 ,
𝑚

𝑇0 𝑟2 𝑠 𝑟2
𝜆2 = 𝑟2 (1 − ) − 𝑇0 − 𝜇 𝑇 = − − 𝑇0 < 0 ,
𝑚 𝑚 𝑇0 𝑚

Dan 𝜆3, 𝜆4 adalah akar-akar dari persamaan berikut:

𝜆2 + (𝛿 + 𝜇𝐼 − 𝑘3 𝑇0 )𝜆 + 𝛿𝜇𝐼 − 𝑞𝜇𝐼 𝑘2 𝑇0 − 𝛿𝑘3 𝑇0 = 0,

Maka

1
𝜆3,4 = {(𝑘3 𝑇0 − 𝜇𝐼 − 𝛿) ± √𝑘3 𝑇0 − 𝜇𝐼 − 𝛿)2 + 4(𝑞𝑘2 𝜇𝐼 𝑇0 + 𝛿𝑘3 𝑇0 − 𝛿𝜇𝐼 )
2

Jadi, ketika (𝑞𝑘2 𝜇𝐼 + 𝛿𝑘3 )𝑇0 − 𝛿𝜇𝐼 < 0, ekuivalen dengan


25

𝛿(𝜇𝐼 −𝑘3 𝑇0 )
𝑞 < 𝑞𝑐𝑟𝑖𝑡 = (10)
𝑘2 𝜇𝐼 𝑇0

Maka 𝑘3 𝑇0 − 𝜇𝐼 − 𝛿 < 0. Jadi didapatkan bahwa 𝜆3,4 < 0 jika dan

hanya jika dibawah (10). Memperkirakan:


𝑇
𝑘1 1− 0
> 𝑚
, (11)
𝑟1 𝑇0

Maka 𝜆1 < 0.

Catatan: ekspresi 𝑇0 tidak bergantung pada parameter: 𝑞, 𝑘1 , 𝑑𝑎𝑛 𝑟1 .

Jadi titik ekuilibrium 𝐸0 stabil pada kondisi (10) dan (11). Jika tidak 𝐸0

tidak stabil.

Arti Biologis:

Kondisi (10) dan (11) menunjukkan bahwa, jika virulensi HIV-

1 lebih rendah dari nilai kritis: 𝑞𝑐𝑟𝑖𝑡 dan pada saat yang sama jika

tingkat pembunuhan kekebalan tubuh terhadap kanker cukup besar; dan

(atau) tingkat peningkatan sel kanker cukup kecil, maka pada wilayah

yang sesuai dengan data awal system (1) individu tersebut tidak akan

tertular HIV-1 atau terkenan kanker.

Sangat mudah untuk memeriksa bahwa kondisi keberadaan 𝐸𝐻 ,

(5), bertentangan dengan (10), kondisi satbil asimtotik dari 𝐸0 .

Sehingga:

Proposisi 3. Misalkan

𝑟1 (𝑚 − 𝑇0 ) 𝑆 𝑞𝑘2 𝜇𝐼 𝑇0
𝑅1𝑆 = , 𝑅2 =
𝑚𝑘1 𝑇0 𝛿(𝜇𝐼 − 𝑘3 𝑇0 )

Maka

(a) Titik ekuilibrium 𝐸0 selalu ada


26

(b) Ketika 𝑅1𝑆 < 1 dan 𝑅2𝑆 < 1, 𝐸0 stabil asimtotik, dan kondisi stabil

terinfeksi HIV 𝐸𝐻 tidak ada

(c) Ketika 𝑅1𝑆 > 1 (𝑞 > 𝑞𝑐𝑟𝑖𝑡 ), 𝐸0 menjadi tidak stabil dan 𝐸𝐻 ada.

b. Stabilitas titik ekuilibrium terinfeksi HIV: 𝐸𝐻 = (0, 𝑇𝐻 , 𝐼𝐻 , 𝑉𝐻 )

Matriks jacobian dari titik ekuilibrium yang terinfeksi HIV adalah

𝑇𝐻 + 𝐼𝐻 0
𝑟1 (1 − ) − 𝑘1 𝑇𝐻 𝑠 𝑟2 0 0
𝑚 − − 𝑇𝐻 𝑟2
𝑟2 𝑇𝐻 𝑚 − ( + 𝑘3 ) 𝑇𝐻 −𝑘2 𝑇𝐻
𝐽|𝐸𝐻 = − 𝑇𝐻 𝜇𝐼 𝐼𝐻 𝑚
𝑚 𝑘3 𝑇𝐻 − 𝜇𝐼 𝑘2 𝑇𝐻
0 𝑇𝐻 𝑞𝜇𝐼 −𝛿
( 0 0 )

Maka salah satu kondisi yang diperlukan untuk kestabilan local 𝐸𝐻

adalah
𝑇 +𝐼
𝑘1 1− 𝐻 𝐻
> 𝑚
(12)
𝑟1 𝑇𝐻

Ekuivalen dengan

𝑘1 𝛼 𝑠𝛼+𝑝𝛿+𝛼𝛿𝜇𝐼
= 𝛿 (1 − ) (13)
𝑟1 𝑚(𝛿𝑇 +𝛼𝜇𝐼 )

Catatan: perhatikan bahwa ekspresi 𝑇𝐻 dan 𝐼𝐻 tergantung pada

parameternya dari 𝑘1 𝑑𝑎𝑛 𝑟1 .

Arti biologis dari kondisi (12) mirip dengan (11). Menunjukkan bahwa:
𝑠 𝑟2
𝐴= + 𝑇𝐻
𝑇𝐻 𝑚

Maka nilai karakteristik 𝜆1 , 𝜆2 , 𝑑𝑎𝑛 𝜆3 dari system linear 𝐸𝐻 harus

memenuhi:

𝜆3 + 𝑎1 𝜆2 + 𝑎2 𝜆 + 𝑎3 = 0 (14)

Dimana
27

𝑎1 = (𝐴 + 𝛿 − 𝑘3 𝑇𝐻 );

2𝛿𝑟2
𝑎2 = (𝛿 + 𝜇𝐼 )𝐴 + [ + 𝑞𝜇𝐼 𝑘2 + (𝛿 + 𝐴)𝑘3 ] 𝑇𝐻
𝑚
𝜇𝐼 𝑟2
−( + 𝜇𝐼 𝑘3 ) 𝐼𝐻 ;
𝑚
𝑟2
𝑎3 = 𝛿𝜇𝐼 𝐴 − 𝐴(𝑞𝜇𝐼 𝑘2 + 𝛿𝑘3 )𝑇𝐻 + 𝛿𝜇𝐼 ( + 𝑘3 ) 𝐼𝐻 − 𝑞𝑘2 𝜇𝐼2 𝑇𝐻 𝐼𝐻
𝑚

Jadi, titik ekuilibrium 𝐸𝐻 stabil secara asimtotik jika pertidaksamaan

(12) dan (15) terpenuhi.

𝑎1 > 0, 𝑎3 > 0, 𝑑𝑎𝑛 𝑎1 𝑎2 − 𝑎3 > 0 (15)

c. Stabilitas titik ekuilibrium kanker: 𝐸𝐶 = (𝐶𝐶 , 𝑇𝐶 , 0,0)

Matriks jacobian pada titik ekuilibrium kanker adalah

𝑟1 𝑟1 𝑟1
− 𝐶 −( + 𝑘1 ) 𝐶𝐶 − 𝐶𝐶 0
𝑚 𝐶 𝑚 𝑚
𝑟2 𝑠 𝑟2 𝑟2 −𝑘2 𝑇𝐶
𝐽|𝐸𝐶 = − 𝑇𝐶 − − 𝑇𝐶 − ( + 𝑘3 ) 𝑇𝐶
𝑚 𝑇𝐶 𝑚 𝑚 𝑘2 𝑇𝐶
0 0 𝑘 3 𝑇𝐶 − 𝜇𝐼
( 0 0 𝑞𝜇𝐼 −𝛿 )

Maka nilai karakteristik 𝜆1,2 merupakan akar persamaan berikut:

𝑟1 𝑠 𝑟2 1 𝑠𝑟1
𝜆2 + ( 𝐶𝐶 + + 𝑇𝐶 ) 𝜆 + ( − 𝑘1 𝑟2 𝑇𝐶 ) 𝐶𝐶 = 0
𝑚 𝑇𝐶 𝑚 𝑚 𝑇𝐶

Jadi 𝜆1,2 mempunyai bagian real megatif jika dan hanya jika
𝑟1 𝑠
. 𝑟 > 𝑇𝐶2 (16)
𝑘1 2

Dan 𝜆3,4 adalah akar-akar persamaan berikut:

𝜆2 + (𝛿 + 𝜇𝐼 − 𝑘3 𝑇𝐶 )𝜆 + 𝛿𝜇𝐼 − (𝑞𝜇𝐼 𝑘2 + 𝛿𝑘3 )𝑇𝐶 = 0

𝛿𝜇𝐼
Ketika 𝑞𝜇 𝑘 > 𝑇𝐶 , ekuivalen dengan
𝐼 2 +𝛿𝑘3
28

𝑞𝑘2 𝑘 1
+ 𝜇3 < 𝑇 (17)
𝛿 𝐼 𝐶

Dipunyai 𝑘3 𝑇𝐶 − 𝜇𝐼 − 𝛿 < 0. Maka diperoleh bahwa 𝜆3,4

mempunyai bagian real negative jika dan hanya jika kondisi (17)

terpenuhi. Dapat disimpulkan bahwa 𝐸𝐶 stabil local ketika kondisi (16)

dan (17) terpenuhi.

Arti Biologis:

Kondisi (16) berarti, bila laju produksi sel kanker 𝑟1 cukup besar,

dan (atau) kemampuan sel imun membunuh sel kanker, 𝑘1 , tidak cukup

besar, maka pada wilayah yang sesuai dengan data awal system (1),

kerentanan terhadap kanker akan terjadi.

Kondisi (17) berarti jika virulensi HIV-1, 𝑞𝑘2 𝑑𝑎𝑛 𝑘3 kecil; dan

(atau) kemampuan pembersihan system imun, 𝛿, dan 𝜇𝐼 , cukup besar.

Maka pada wilayah yang sesuai dengan data awal system (1), individu

tersebut tidak akan tertular HIV-1.

d. Stabilitas titik ekuilibrium kanker-HIV: 𝐸∗ (𝐶∗ , 𝑇∗ , 𝐼∗ , 𝑉∗ )

Matriks jacobian dari kondisi stabil kanker-HIV adalah


𝑟1
𝑟1 −( + 𝑘1 ) 𝐶∗ 𝑟1
− 𝐶∗ 𝑚 − 𝐶∗ 0
𝑚 𝑠 𝑟2 𝑚
𝑟2 − − 𝑇∗ 𝑟2 −𝑘2 𝑇∗
𝐽|𝐸∗ = − 𝑇∗ 𝑇∗ 𝑚 − ( + 𝑘3 ) 𝑇∗
𝑚 𝑚 𝑘2 𝑇∗
𝜇𝐼 𝐼∗
0 𝑘3 𝑇∗ − 𝜇𝐼
𝑇∗ 𝑞𝜇𝐼 −𝛿
( 0 0 )

Misalkan:
𝑠 𝑟2
𝐴1 = + 𝑇;
𝑇∗ 𝑚 ∗

𝐴2 = 𝑘3 𝑇∗ 𝜇𝐼 − 𝛿;
29

𝐴3 = 𝑞𝑘2 𝜇𝐼2 𝐼∗ ;

𝑟2
𝐴4 = 𝜇𝐼 ( + 𝑘3 ) 𝐼∗ ;
𝑚
𝑟
𝐴5 = 𝑞𝜇𝐼 𝑘2 (𝑚1 + 𝑘1 ) 𝑇∗ 𝐶∗ ; (18)

𝑟1
𝐵 = (𝑘1 + )𝐶 ;
𝑚 ∗
𝑟2
𝐷= 𝑇;
𝑚 ∗

𝑟1 𝜇𝐼 𝐶∗ 𝐼∗
𝐸=
𝑚𝑇∗

Maka persamaan karakteristik system linearisasi 𝐸∗ adalah

𝜆4 + 𝑎1′ 𝜆3 + 𝑎2′ 𝜆2 + 𝑎3′ 𝜆 + 𝑎4′ = 0 (19)

Dimana
𝑟1
𝑎1′ = 𝐶 + 𝐴1 − 𝐴2
𝑚 ∗
𝑟1
𝑎2′ = 𝐴4 − 𝐴1 𝐴2 − 𝐶 (𝐴 − 𝐴1 ) − 𝐵𝐷
𝑚 ∗ 2
𝑟1
𝑎3′ = 𝐴3 + 𝛿𝐴4 + 𝐷𝐸 + 𝐵𝐷𝐴 − 𝐶 (𝐴 𝐴 − 𝐴4 )
𝑚 ∗ 1 2
𝑟1
𝑎4′ = 𝐷𝐴5 + 𝛿𝐵𝐷(𝑘3 𝑇∗ − 𝜇𝐼 ) + 𝐶 (𝐴 + 𝛿𝐴4 ) − 𝛿𝐷𝐸
𝑚 ∗ 3

Untuk menetapkan stabilitas titik ekuilibrium 𝐸∗ , persamaan berikut

harus dipenuhi:

𝑎1′ > 0, 𝑎2′ > 0, 𝑎3′ > 0, 𝑎4′ > 0, (𝑎1′ 𝑎2′ − 𝑎3′ )𝑎3′ > (𝑎1′ )2 𝑎4′ (20)
30

C. Simulasi

Berikut ini, terutama akan dibahas stabilitas keseimbangan positif

𝐸∗ (𝐶∗ , 𝑇∗ , 𝐼∗ , 𝑉∗ ).

Dari Tabel 1 diperoleh beberapa nilai parameter dari literatur 14,16.

Tujuannya adalah untuk menyelidiki bagaimana kanker dapat dipengaruhi oleh

HIV-1, jadi akan membahas hubungan antara parameter 𝑘1 dan 𝑞. Kecepatan

sel kanker dibunuh oleh sistem imun, 𝑘1 , dapat berkisar antara 10−5 ∼ 10−3

dan q yang mencerminkan virulensi HIV-1, diperkirakan berjumlah ratusan

bahkan ribuan.

Ada tiga parameter bifurkasi Hopf dalam sistem ini: 𝑘1 , 𝑞 dan 𝑠. Maka

dapat diperoleh wilayah keberadaan pada ketiga parameter bifurkasi Hopf

(Gambar 5). Jika dengan menetapkan 𝑠 = 5 dan mengubah 𝑘1 dan 𝑞, akan

diperoleh daerah keberadaan dan stabilitas 𝐸∗ (Gambar 6). Pada Gambar 6, garis

hijau dan biru merupakan garis batas keberadaan 𝐸∗ . Di wilayah di luar garis

hijau dan biru, 𝐸∗ tidak ada. Garis merah dan cyan adalah garis bifurkasi Hopf,

di dalamnya muncul solusi periodik stabil asimtotik dan kekacauan untuk

parameter 𝑞 atau 𝑘1 . Mengenai parameter bifurkasi Hopf 𝑠 dan 𝑘1 , ada pada

Gambar 7. Arti dari Gambar 7 mirip dengan Gambar 6.

Arti biologis:

Tetapkan 𝑘1 , maka dari Gambar 6 kita menemukan bahwa semakin

besar 𝑞, maka semakin cepat 𝐸∗ dan stabil. Karena 𝑞 mewakili virulensi HIV-1,

hasilnya berimplikasi pada fenomena biologis yang penting: bersama dengan

HIV-1, kanker dapat tumbuh jauh lebih awal dalam tubuh. Jadi kami
31

membuktikan secara teoritis bahwa HIV-1 membantu pertumbuhan kanker.

Hasilnya sangat sesuai dengan pengamatan klinis bahwa beberapa jenis kanker

diamati pada frekuensi yang meningkat pada orang yang terinfeksi HIV-1.

Tabel 1. Nilai Parameter

𝒓𝟏 𝒌𝟏 𝒔 𝒎 𝒓𝟐 𝝁𝑻
𝟎. 𝟓 𝒅𝒂𝒚−𝟏 𝑣𝑎𝑟𝑦 5 (𝑑𝑎𝑦)−1 (𝑚𝑚−3 ) 1500 𝑚𝑚−3 0.03 𝑑𝑎𝑦 −1 0.02 𝑑𝑎𝑦 −1
𝜹 𝑞 𝑘2 𝑘3 𝜇𝐼
𝟑 𝒅𝒂𝒚 −𝟏
𝑣𝑎𝑟𝑦 −5 3
2.4 × 10 𝑚𝑚 𝑑𝑎𝑦 −1 −5
2 ∗ 10 𝑚𝑚 𝑑𝑎𝑦 −3 −1
0.24 𝑑𝑎𝑦 −1

Gambar 5. Daerah keberadaan dan kestabilan 𝑬∗ dengan parameter 𝒒 dan 𝒌𝟏

Gambar 6. Daerah keberadaan dan kestabilan 𝑬∗ dengan parameter 𝒒 dan 𝒌𝟏


32

Gambar 7. Daerah keberadaan dan kestabilan 𝑬∗ dengan parameter 𝒔 dan 𝒌𝟏

Gambar 8. Jika 𝒌𝟏 = 𝒌∗𝟏 + 𝟓 × 𝟏𝟎−𝟓 , periode 1 muncul;


Jika 𝒌𝟏 = 𝒌∗𝟏 + 𝟑 × 𝟏𝟎−𝟓 , muncul periode 2.
33

Berikut ini akan ditampilkan beberapa hasil simulasi. Mari kita

tetapkan nilai parameter terlebih dahulu seperti pada Tabel 1 dan pilih 𝑞 = 200

pada Gambar 6. Misalkan [𝑘1∗ , 𝑘1∗∗ ] adalah rentang keberadaan 𝐸∗ dan 𝑘1𝑐 adalah

titik yang memenuhi 𝑓(𝑘1𝑐 ) ≡ (𝑎1′ 𝑎2′ − 𝑎3′ )𝑎3′ − (𝑎1′ )2 𝑎4′ = 0 maka pada

situasi ini 𝑘1∗ = 0.3249768518𝑒 − 3, 𝑘1∗∗ = 0.4996844428𝑒 − 3 dan 𝑘1𝑐 =

0.4305602472𝑒 − 3. Tanda 𝑓(𝑘1 ) berubah dari negatif ke positif setelah

melewati 𝑘1𝑐 . Sekarang lihat apa yang terjadi jika 𝑘1 berubah dari 𝑘1∗ sampai

𝑘1∗∗ .

Untuk 𝑘1 dalam kisaran [𝑘1𝑐 , 𝑘1∗∗ ], kondisi stabil 𝐸 ∗ yang terinfeksi

kanker-HIV stabil secara asimtotik. Ketika 𝑘1 menjadi lebih kecil dari 𝑘1𝑐 ,

terjadi bifurkasi Hopf, yang berarti, 𝐸 ∗ menjadi tidak stabil untuk 𝑘1 < 𝑘1𝑐 dan

muncul kelompok orbit periodik. Pada gambar berikut, pertama-tama kita

tunjukkan orbit periode 1 (Gambar 8). Ketika 𝑘1 terus menurun, percabangan

lebih lanjut dapat terjadi di mana orbit periodik aliran tersebut menggandakan

periodenya berulang kali. Jadi dalam simulasi, dapat dilihat percabangan dua

kali lipat periode (Gambar 8) dan kemudian periode 4 dan kemudian periode 8

dan kemudian periode 16 orbit (Gambar 9) muncul satu per satu.


34

Gambar 9. Jika 𝒌𝟏 = 𝒌∗𝟏 + 𝟏. 𝟕𝟓 × 𝟏𝟎−𝟓 , periode 8 muncul;


Jika 𝒌𝟏 = 𝒌∗𝟏 + 𝟏. 𝟕𝟏 × 𝟏𝟎−𝟓 , muncul periode 16.

Ini terakumulasi pada titik di mana terjadi transisi dari gerakan periodik

ke gerakan non-periodik yang tampaknya kacau – kekacauan (Gambar 10).

Dengan penurunan lebih lanjut 𝑘1 , kekacauan menghilang dan periode 3

muncul (Gambar 10). Setelah itu, kekacauan muncul untuk kedua kalinya

(Gambar 11). Seiring dengan berkurangnya 𝑘1 , periode 1 dan periode 2

(Gambar 11) kemudian muncul periode 1 satu per satu untuk kedua kalinya.

Akhirnya 𝐸 ∗ tidak lagi stabil dan orbitnya cenderung stabil.


35

Gambar 10. Jika 𝒌𝟏 = 𝒌∗𝟏 + 𝟏. 𝟕 × 𝟏𝟎−𝟓 , muncul kekacauan;


Jika 𝒌𝟏 = 𝒌∗𝟏 + 𝟏. 𝟑𝟗 × 𝟏𝟎−𝟓 , muncul periode 3

Sekarang pilih 𝑞 = 250 pada Gambar 6 dan lihat apa yang terjadi jika

𝑘1 berubah. Mudah untuk mengetahui bahwa rentang keberadaan 𝑘1 untuk 𝐸∗

adalah [𝑘1∗ , 𝑘1∗∗ ], dimana 𝑘1∗ = 0.0003327546285 dan 𝑘1∗∗ =

0.000693887998. Gambar 12 menggambarkan perubahan tanda 𝑓(𝑘1 ) ≡

(𝑎1′ 𝑎2′ − 𝑎3′ )𝑎3′ − (𝑎′1 )2 𝑎′4 dengan parameter 𝑘1 . Kita dapat melihat bahwa

terdapat dua nilai penting dari 𝑘1 , yang mana 𝑓(𝑘1 ) mengubah tandanya, dan

kita menyebutnya masing-masing sebagai 𝑘1𝑐1 dan 𝑘1𝑐2 . Pada kondisi ini 𝑘1𝑐1 =

0.0003665124734 dan 𝑘1𝑐1 = 00005640306292.


36

Gambar 11. Jika 𝒌𝟏 = 𝒌∗𝟏 + 𝟏. 𝟑 × 𝟏𝟎−𝟓 , muncul kekacauan lagi;


Jika 𝒌𝟏 = 𝒌∗𝟏 + 𝟏. 𝟏 × 𝟏𝟎−𝟓 , muncul periode 2 lagi

Mari pertimbangkan apa yang terjadi pada solusi ketika 𝑘1 meningkat

dari kecil ke besar. Ketika 𝑘1∗ < 𝑘1 < 𝑘1𝑐1 , 𝐸∗ stabil secara lokal karena

𝑓(𝑘1 ) > 0. Ketika 𝑘1 bertambah menjadi 𝑘1𝑐1 , 𝑓(𝑘1 ) = 0. Pada saat ini

persamaan karakteristik 𝐸∗ , Persamaan. (19), punya akar imajiner murni

sehingga terjadi bifurkasi Hopf. 𝐸 ∗ menjadi tidak stabil untuk 𝑘1 > 𝑘1𝑐1 , dan

orbit periodik muncul (Gambar 13). Seiring dengan bertambahnya 𝑘1 menjadi

𝑘1𝑐2 , 𝑓(𝑘1 ) berubah tandanya kembali menjadi positif. Jadi orbit periodik

menghilang dan 𝐸∗ menjadi stabil asimtotik lagi (Gambar 13). Ketika 𝑘1

meningkat menjadi lebih besar dari 𝑘1∗∗ , maka kesetimbangan positif 𝐸∗ tidak

ada lagi.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan menggabungkan elemen baru, sel kanker, telah dikembangkan

model dinamis untuk fenomena kanker akibat infeksi HIV-1. Dalam

menganalisis hubungan antara kecepatan sistem kekebalan tubuh dalam

membunuh sel kanker, 𝑘1 , dan parameter 𝑞, yang mencerminkan virulensi HIV-

1 selama infeksi. Dari Gambar 6 kita menemukan bahwa untuk 𝑘1 yang tetap,

semakin besar 𝑞, semakin awal 𝐸∗ ada dan stabil, yang berarti bahwa HIV-1,

kanker dapat tumbuh jauh lebih awal dalam tubuh. Jadi terbukti secara teoritis

bahwa HIV-1 membantu pertumbuhan kanker. Hasilnya sangat sesuai dengan

pengamatan klinis bahwa beberapa jenis kanker diamati pada frekuensi yang

meningkat pada orang yang terinfeksi HIV-1.

Apabila laju pertumbuhan sel kanker, 𝑟1 , cukup besar; atau tingkat

pembersihan sistem imun (kekebalan tubuh) terhadap sel kanker ini, 𝑘1 , cukup

kecil, maka di beberapa wilayah yang sesuai dari data awal sistem (1) akan

terjadi kerentanan terhadap kanker.

Jika virulensi HIV-1 lebih rendah dari nilai kritis: 𝑞𝑐𝑟𝑖𝑡 dan pada saat

yang sama jika tingkat pembunuhan kekebalan tubuh terhadap kanker cukup

besar; dan (atau) tingkat peningkatan sel kanker cukup kecil, maka pada

wilayah yang sesuai dengan data awal sistem (1) individu tersebut tidak akan

tertular HIV-1 atau terkenan kanker.

37
38

Jika virulensi HIV-1, 𝑞𝑘2 dan 𝑘3 kecil; dan (atau) kemampuan

pembersihan system imun, 𝛿, dan 𝜇𝐼 , cukup besar. Maka pada wilayah yang

sesuai dengan data awal system (1), individu tersebut tidak akan tertular HIV-

1.

Stabilitas dari titik ekuilibrium Cancer-HIV (𝐸∗ (𝐶∗ , 𝑇∗ , 𝐼∗ , 𝑉∗ )) serta

persamaan karakteristik dari sistem linearisasi dari 𝐸∗ dibahas. Simulasi

digunakan untuk menyelidiki hubungan antara parameter 𝑘1 dan 𝑞, serta

menganalisis keberadaan dan stabilitas dari 𝐸∗ . Hasilnya menunjukkan bahwa

HIV-1 dapat membantu pertumbuhan kanker, yang konsisten dengan observasi

klinis. Simulasi juga menunjukkan munculnya orbit periodik, kekacauan, dan

transisi antara berbagai jenis gerakan seiring perubahan parameter. Model

dinamis untuk fenomena kanker akibat infeksi HIV-1, menjelaskan stabilitas

dan ketidakstabilan dari solusi saat parameter meningkat.


DAFTAR PUSTAKA

Arrowsmith, D. K and C. M. Place. (1990). Ordinary Differential Equations.


Chapter and Hall, Singapore.
Boyce, W.E., dan DiPrima, R.C. (2009). Elementary Differential Equation and
Boundary Value Problems 9th Edition. New York: John Wiley & Sons.
Brauer, F. dan Castillo, C.C.. (2011). Mathematical Models in Population and
Epidemiology 2th Edition. New York: Springer.
Braun, M. (1983). Differential Equation and Their Application. New York: Springer
Verlag.
Fajri, N., Sianturi, P., Bakhtiar, T. (2015). Model Matematika SIS-SI dalam
Penyebaran Penyakit Malaria dengan Vaksinasi Taksempurna. Institut
Pertanian Bogor (IPB).
Feldman, D.P. (2019). Chaos and Dynamical System. Princeton University Press.
Gumel, A.B. (2012). Cause of Backward Bifurcations in some Epidemological
Models. Journal of Mathematical Analysis and Applications, Vol. 395, No. 12,
355-365.
Lou, J., Rugerri, T., dan Ma, Z. 2007. Cycles and Chaotic Behavior In An Aids-
Related Cancer Dynamic Model In Vivo. Journal of Biological Systems, Vol.
15, No. 2 (2007) 149–168.
Martin, N. K, dkk. (2011). Can antiviral therapy for hepatitis C reduce the
prevalence of HCV among injecting drug user populations? A modeling
analysis of its prevention utility. National Library of Medicine. DOI:
10.1016/j.jhep.2010.08.029.
Siburian, C. H., & Wahyuni, S. E. (2012). Dukungan Keluarga dan Harga Diri
Pasien Kanker Payudara Di RSUP. Adam Malik Medan. E-jurnal Jurnal
keperawatan Klinis. 2 (1).

39

Anda mungkin juga menyukai