Anda di halaman 1dari 28

Dosen pengampu : Loneli Costaner S.Kom., M.

Kom

TUGAS MAKALAH
TENTANG HIV/AIDS

Oleh
Bla bla bla

FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI S1
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat, dan anugerah-Nya kami dapat menyusun Makalah ini dengan judul
“HIV/AIDS” yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan
Reproduksi yang diberikan oleh dr. Ekawati Sutikno, MM.

Tidak sedikit kesulitan yang kami alami dalam proses penyusunan makalah ini.
Namun berkat dorongan dan bantuan dari semua pihak yang terkait, baik secara
moril maupun materil, akhirnya kesulitan tersebut dapat diatasi. Tidak lupa pada
kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih kepada Dosen yang telah
membimbing kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.

Kami menyadari bahwa untuk meningkatkan kualitas makalah ini kami


membutuhkan kritik dan saran demi perbaikan makalah di waktu yang akan
datang. Akhir kata, besar harapan kami agar makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.

Pekanbaru, 13 Maret 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL...............................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar belakang ..................................................................................................... 1
1.2. Tujuan Masalah ................................................................................................... 2
BAB 2 PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
1.1. Human Immunodeficiency Virus (HIV) ............................................................. 3
1.2. Deskripsi penyakit .............................................................................................. 4
1.3. Deskripsi Epidemiologi....................................................................................... 6
1.4. Mekanisme dan cara transisi ............................................................................... 6
1.5. Perjalanan penyakit ........................................................................................... 10
1.6. Aspek Imunitas ................................................................................................. 14
1.7. Aspek Psikososial ............................................................................................. 15
1.8. Pencegahan dan Pengendalian .......................................................................... 15
1.9. Pengobatan/ Treatment dan Immunisasi/Pemberian Vaksin ............................. 19
BAB 3 PENUTUP ............................................................................................................ 21
3.1. Kesimpulan ....................................................................................................... 21
3.2. Saran ................................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... v

ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Struktur virus HIV .............................................................................................. 3

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Pola Transmisi AIDS ............................................................................................. 9
Tabel 2 Klasifikasi klinis CD4 pada pasien remaja dan orang dewasa menurut CDC
(Depkes, 2003) .................................................................................................................. 11
Tabel 3 Empat Tahap Derajat Infeksi HIV ....................................................................... 12
Tabel 4 Klasifikasi klinis Infeksi HIV menurut WHO (Depkes, 2003) ............................ 13

iv
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Kesehatan mempunyai peranan besar dalam meningkatkan derajat hidup


masyarakat, maka semua negara berupaya menyelenggarakan pelayanan
kesehatan yang sebaik-baiknya. Pelayanan kesehatan ini berarti setiap upaya yang
diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dam mengobati penyakit,
serta memulihkan kesehatan perseorangan, kelompok, ataupun masyarakat.

HIV/AIDS merupakan salah satu topik yang sangat diperlukan dalam bidang
kesehatan dalam suatu masyarakat, serta merupakan kajian studi yang sangat
menarik untuk dipelajari dalam dunia pendidikan.

Adanya perilaku menyimpang masyarakat mulai dari pekerja seks komersial,


homo seksual, dan penggunaan narkoba suntik yang saling bergantian sangat
memengaruhi meningkatnya penyebaran HIV/AIDS. Adanya pola transmisi yang
berkembang selain hanya transmisi seksual, transmisi non seksual melalui
mekanisme transmisi parenteral dan transmisi transplasental (dari ibu kepada
janinnya) menjadi ancaman baru yang melahirkan korban yang tidak berdosa.

Pada saat ini, Indonesia tengah menghadapi memburuknya situasi epidemi


HIV/AIDS. Sejak tahun 1999 di beberapa tempat telah menjadi concentrated level
of epidemic. Bahkan dibeberapa provinsi seperti DKI Jakarta, Papua, Riau, Bali,
Jabar dan Jatim adalah tempat epidemi penduduk yang berperilaku resiko tinggi
tertular HIV secara seksual atau NAPZA suntik.

Untuk itu, makalah ini dibuat dengan harapan kita sebagai mahasiswa yang
nantinya akan menjadi tenaga kesehatan dapat peka terhadap masalah-masalah
penyakit yang terdapat dalam masyarakat, terutama HIV/AIDS. Dengan
mengetahui penyebabnya, cara penularannya, gejala-gejala, serta cara
pencegahannya, kita dapat dengan segera mengenali penyakit ini, dan dapat

1
dengan segera merencanakan tindakan selanjutnya, sehinnga diharap dapat
mengurangi penderita HIV/AIDS di Indonesia.

1.2. Tujuan Masalah


1.2.1. Tujuan Umum
1. Sebagai media informasi bagi masyarakat umum.
2. Digunakan sebagai inventaris perpustakaan.
3. Bahan bacaan untuk keluarga ataupun masyarakat umum.
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Bahan pertimbangan bagi tenaga kesehatan mengenai
tindakan yang akan dilakukan untuk menangani penyakit
HIV/AIDS.
2. Mahasiswa dapat peka mengenali penyakit yang terdapat
disekitarnya, terutama penyakit HIV/AIDS, dengan
mengetahui tanda-tanda serta gejalanya.
3. Masyarakat ataupun tenaga kesehatan dapat melakukan
tindakan pencegahan, untuk mengurangi persebaran penyakit
AIDS di Indonesia.

2
BAB 2 PEMBAHASAN

1.1. Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Virus HIV termasuk virus ss RNA positif yang berkapsul, dari famili
Retroviridae. Diameternya sekitar 100 nm dan mengandung dua salinan genom
RNA yang dilapisi oleh protein nukleokapsid. Pada permukaan kapsul virus
terdapat glikoprotein transmembran gp41 dan glikoprotein permukaan gp120. Di
antara nukleokapsid dan kapsul virus terdapat matriks protein. Selain itu juga
terdapat tiga protein spesifik untuk virus HIV, yaitu enzim reverse transkriptase
(RT), protease (PR), dan integrase (IN). Enzim RT merupakan DNA polimerase
yang khas untuk retrovirus, yang mampu mengubah genom RNA menjadi salinan
rantai ganda DNA yang selanjutnya diintegrasikan pada DNA sel pejamu.
Retrovirus juga memiliki sejumlah gen spesifik sesuai dengan spesies virusnya,
antara lain gag (fungsi struktural virus), pol (fungsi struktural dan sintesis DNA),
serta env (untuk fusi kapsul virus dengan membran plasma sel pejamu).
(Wordpress.com)

Gambar 1 Struktur virus HIV

3
Replikasi retrovirus berbeda dengan virus RNA lainnya. Segera setelah inti
virus memasuki sitoplasma sel yang terinfeksi, RNA disalin ke DNA rantai ganda
dengan RT. Penyalinan dimungkinkan oleh aktivitas RNAse H dari RT, sehingga
rantai RNA dapat dipecah menjadi campuran DNA (-) dan RNA (+). Baru
kemudian campuran ini berubah menjadi molekul DNA rantai ganda. DNA hasil
salinan akan memasuki inti sel yang terinfeksi dan menyatu dengan kromosom sel
pejamu. Provirus (gen virus spesifik) juga ikut mengalami penyatuan dengan
kromosom sel yang terinfeksi. Integrasi ini dimungkinkan dengan adanya sisipan
rantai pengulangan yang disebut long terminal repeats (LTR) pada ujung-ujung
salinan genom RNA. Rantai LTR ini memuat informasi sinyal yang diperlukan
untuk transkripsi provirus oleh RNA polimerase dari pejamu. Selain itu juga
protein integrase berperan dalam proses ini. Setelah DNA pejamu terintegrasi
dengan materi genetik virus, akan terjadi proses transkripsi yang menghasilkan
satu rantai genom RNA yang utuh dan satu atau beberapa mRNA. mRNA yang
dihasilkan ini mengkode protein regulator virus. (Wordpress.com)

1.2. Deskripsi penyakit

Penyakit ini pertama kali muncul di Afrika, Haiti, Amerika Serikat pada tahun
1978. Pada tahun 1979 pertama kali dilaporkan adanya kasus-kasus sarcoma,
kaposi, dan penyakit-penyakit infeksi yang jarang terjadi di Eropa. Penyakit ini
menyerang orang-orang di Afrika yang bermukim di Eropa. Sampai saat itu belum
disadari oleh para ilmuan bahwa kasus-kasus tersebut adalah kasus AIDS. Pada
tahun 1981 Amerika Serikat melaporkan kasus sarcoma, kaposi, dan penyakit
infeksi yang jarang terjadi di kalangan homoseksual. Hal ini menimbulkan dugaan
yang kuat bahwa transmisi penyakit ini terjadi melalui hubungan seksual. Namun
pada tahun 1982-1983 mulai diketehaui adanya transmisi di luar jalur hubungan
seksual yaitu melalui transfusi darah penggunaan jarum suntik secara bersama
oleh para penyalah guna narkotika suntik.(Wiku Adisasmito, 2010)

4
HIV( Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia.Virus HIV akan masuk dalam sel darah putih dan
merusaknya, sehingga sel darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap
infeksi akan menurun jumlahnya. Akibatnya sistem kekebalan tubuh menjadi
lemah dan penderita mudah terkena berbagai penyakit. Kondisi ini disebut AIDS.
(Yani Widyastuti dkk, 2009)

AIDS(Acquired Immuno Deficiency Syndrome) atau sindrom penurunan


kekebalan yang didapatkan adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul karena
rendahnya daya tahan tubuh. Pada awalnya penderita HIV positif sering
menampakkan gejala sampai bertahun-tahun(5-10 tahun). Banyak faktor yang
mempengaruhi panjang pendeknya masa tanpa gejala ini, namun pada masa ini
penderita dapat menularkan penyakitnya pada orang lain. Sekitar 89% penderita
HIV akan berkembang menjadi AIDS. Semakin lama penderita akan semakin
lemah dan akhirnya akan berakhir dengan kematian, karena saat ini belum
ditemukan obat untuk mencegah atau menyembuhkan HIV/AIDS. (Yani
Widyastuti dkk, 2009)

Hal-hal yang perlu diketahui tentang HIV/AIDS :

1. virus HIV masuk ke dalam tubuh, virus tersebut akan mewnetap dalam
tubuh untuk selamanya.
2. Virus HIV hidup dalam darah, air mani, cairan dalam jalan lahir, dan
cairan tubuh Sekali lainnya.
3. Sebagian besar infeksi HIV ditularkan melalui hubungan seksual,
disamping penularan melalui jarum suntik dan transfusi darah serta
penularan dari ibu kepada janinnya.
4. HIV tidak hanya menular pada kaum homoseksual.
5. Perempuan lima kali lebih mudah tertular HIV/AIDS dari pada laki-laki,
karena bentuk alat kelamin perempuan lebih luas permukannya sehingga
mudah terpapar oleh cairan mani yang tinggal lebih lama dalam tubuh.
6. Permukaan pada saluran kelamin memudahkan masuknya virus HIV.

5
7. Hubungan seks melalui anus lebih beresiko dalam penularan dari pada
cara hubungan seks lainnya, karena jaringan anus lebih lembut.
8. Kekerasan seksual atau hubungan seksual dengan gadis remaja lebih
memudahkan terjadinya penularan. (Yani Widyastuti dkk, 2009)

1.3. Deskripsi Epidemiologi

AIDS atau SIDA ( Syndrom Imuno Defisiensi Akuisita) adalah suatu penyakit
yang dengan cepat telah menyebar ke seluruh dunia ( pandemik). Saat ini
diperkirakan ada 5-10juta orang mengidap HIV yang belum menunjukkan gejala
apapun, tetapi potensial sebagai sumber penularan. Disamping itu, telah
dilaporkan adanya kurang lebih 100.000 orang penderita AIDS dan 300.000-
500.000 orang penderita ARC ( AIDS Related Complex). Sampai dengan bulan
Meret 1989 kasus AIDS telah dilaporkan 141.000 kasus ke-WHO oleh 145
negara. (Wiku Adisasmito, 2010)

AIDS adalah suatu penyakit yang sangat berbahaya karena mempunyai Case
Fatality Rate 100% dalam lima tahun setelah diagnosis AIDS ditegakkan, semua
penderita akan meninggal. Pada populasi normal Aadult Mortality Rate adalah
50/10.000, bila sero prevalensi infeksi HIV adalah 10%, maka dalam 5 tahun
mendatang Adult Mortality Rate ini akan meningkat dua kalinya menjadi
100/100.000. (Wiku Adisasmito, 2010)

1.4. Mekanisme dan cara transisi

Ada lima unsur yang perlu diperhatikan pada transmisi suatu penyakit
menular, yaitu sumber penyakit, vehikulum yang membawa, agent penyakit, host
yang rentan, adanya tempat keluar, adanya tempat masuk (port d entrée). (Wiku
Adisasmito, 2010)

6
HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel limfosit T dan sel otak
sebagai organ sasarannya. HIV sangat lemah dan mudah mati di luar tubuh.
Sebagai vehikulum yang dapat membawa HIV ini keluar tubuh adalah berbagai
cairan tubuh, tetapi yang terbukti dalam epidemiologi hanya semen, caran vagina
atau serviks dan darah. Selain itu, HIV telah dapat diisolasikan dari air susu ibu,
airmata, air liur atau saliva yang semuanya tidak terbukti dapat menularkan HIV.
Pola transmisi yang berhubungan dengan unsur tempat keluar dan masuknya
agent adalah sebagai berikut (Wiku Adisasmito, 2010);

1. Transmisi seksual yang berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau
serviks.

Cara hubungan seksual ano-genital merupakan perilaku seksual dengan


resiko tertinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasiv
menerima ejakulasi semen dari seorang pengidap HIV. Mukosa rektum sangat
tipis dan mudah sekali mengalami perlukaan saat berhubungan seksual secara
ano-genital. Resiko ini bertambah bila terjadi perlukaan dengan tangan
(fisting) pada anus/rektum.

Tingkat resiko kedua adalah hubungan oro-genital termasuk menelan


semen dari mitra seksual mengidap HIV. Tingkat resiko ketiga adalah
hubungan genito-genital/heteroseksual. (Wiku Adisasmito, 2010)

2. ransmisi nonseksual yang berhubungan dengan darah yaitu transmisi


parenteral dan transmisi transplasental ( dari ibu kepada janinnya)

Transmisi perenteral yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk
lainnya seperti alat tindik yang terkontaminasi HIV. Di beberapa negara
khususnya Thailand untuk negara berkembang cara transmisi ini terutama
terjadi pada penyalahgunaan narkotika suintik. Di negara berkembang lainnya
cara transmisi ini terjadi melalui jarum suntik yang dipakai untuk banyak
orang oleh petugas kesehatan. Resiko tertular lewat cara transmisi parenteral
ini kurang dari 1%.

7
Dari data-data CDC-NIH (centers for disease control dan national institute
of health) Amerika Serikat, hanya 4 orang tertular HIV dari 973 orang yang
tertusuk jarum suntik yang terkontaminasi HIV. Transmisi parenteral lainnya
adalah lewat donor atau transfusi darah yang mengandung HIV. (Wiku
Adisasmito, 2010)

Transmisi transplasental, yaitu transmisi dari ibu kepada janinnya saat


hamil atau dapat juga terjadi saat melahirkan anak. Resiko cara transmisi ini
50%, yaitu bila seorang ibu mengidap HIV melahirkan anak, maka
kemungkinan anak itu tertular HIV. Transmisi lewat air susu ibu masih
menjadi bahan perdebatan para pakar AIDS. Transmisi melalui transplantasi
alat tubuh atau bagian-bagian alat tubuh juga termasuk transmisi nonseksual
ini. (Wiku Adisasmito, 2010)

3. Transmisi yang belum terbukti

Transmisi lewat air susu ibu; Hiv teelah dapat diisolasi dari air susu ibu
tiga orang pengidap HIV. Banyak laporan ibu-ibu pengidap HIV yang
menyusui bayinya, tetapi tidak menularkan HIV pada bayinya sehingga dapat
disimpulkan bahwa transmisi lewat air susu ibu belum dapat dibuktikan
dengan pasti.

Transmisi lewat saliva/air liur;HIV dapat diisolasi dari saliva pengidap


HIV. Transmisi lewat jalan ini mungkin dapat terjadi saat melakukan ciuman
yang mengakibatkan perlukaan mukosa mulut.

Transmisi lewat air mata; HIV dapat diisolasi dari air mata maupun kontak
lensa pengidap HIV. Penularan kepada petugas kesehatan/ Dokter ahli mata
belum terbukti dapat terjadi.

Transmisi lewat urine; HIV dapat diisolasi dalam konsentrasi rendah pada
urine dan juga tidak terbukti dapat menularkan HIV.

Transmisi lewat hubungan sosial dan pada orang serumah dan bukan mitra
seksual tidak terbukti penularan HIV.

8
Transmisi lewat gigitan serangga; secara teoritis transmisi ini dapat terjadi
melalui transmisi biologis dengan adanya perkembangbiakan HIV didalam
tubuh serangga/dengan cara transmisi mekanis. Berdasarkan penelitian tidak
terbukti penularan melalui serangga,HIV tidak dapat hidup pada tubuh
serangga, pada percobaan melalui serangga kutu busuk dan nyamuk. (Wiku
Adisasmito, 2010)

Tabel 1 Pola Transmisi AIDS

Pola Seksual Darah Ibu-anak Negara

I Homo +++ Penyalahgunaan Jarang karena Amerika


Hetero + narkoba suntik heteroseksual Utara, Eropa
sedikit Barat,
Australia,
New
Zealand,
Amerika
Latin
II Hetero +++ Transfusi jarum Banyak Afrika Sub-
suntik Sahara,
Karibia

III Insidens Komponen Sangat jarang Eropa


rendah darah. karena Timur,
hubungan insidens masih Afrika Utara,
seksual Penyalahgunaan rendah Timur
dengan narkotika suntik Tengah,
orang asing. Asia, dan
Transmisi Pasifik.
dengan
orang
senegara

Catatan : (+) menyatakan jumlah secara gradual

9
1.5. Perjalanan penyakit

Perjalanan HIV/AIDS dibagi dalam dua fase :

1. Fase Infeksi Awal

Pada proses awal infeksi(immunokompeten) akan terjadi respon imun


berupa peningkatan aktivasi imun, yaitu pada tingkat seluler(HLA-DR;sel-
T;IL-2R) serum atau humoral(beta 2 mikroglobulin, neopterin, CD8, IL-R)
dan antibodi apregulation(gp120, antip24;igA) (kam, 1996) induksi sel T-
helper dan sel-sel lain diperlukan untuk mempertahankan fungsi sel-sel faktor
sistem imun agar tetaap berfungsi dengan baik. Infeksi HIV akan
menghancurkan sel-T, sehingga T-helper tidak dapat memberikan induksi
kepada sel-sel efektor sistem imun. Dengan tidak adanya T-helper sel-sel
efektor sistem imun seperti T8 sitotoksik, sel NK, monosit dan sel B tidak
dapat berfungsi dengan baik. Daya taha tubuh menurun sehingga pasien jatuh
ke dalam stadium lebih lanjut. (Dr. Nursalam,dkk; 2005)

2. Fase Infeksi Lanjut

Fase ini disebut dengan imunnodefisien, karena dalam serum pasien yang
terinfeksi HIV ditemukan adanya supresif berupa antibodi terhadap proliferasi
sel-T. Adanya supresif pada proliferasi sel-T tersebut dapat menekan sintesis
dan sekresi limfokin, sehingga sel-T tidak mampu memberikan respon
terhadap mitogen dan terjadi disfungsi imun yang ditandai dengan penurunan
kadar CD4+, sitokin(IFNc;IL2;IL6), antibodi down regulation(gp120;antip24,
TNFa, dan antinef. (Dr. Nursalam,dkk; 2005).

10
Tabel 2 Klasifikasi klinis CD4 pada pasien remaja dan orang dewasa
menurut CDC (Depkes, 2003)

CD4 Kategori Klinis


A
B C
Total % (Asimtomatis, Infeksi
(Simtomatis) (AIDS)
Akut)
≥ 500/ml ≥ 29% A1 B1 C1
200-499 14-28% A2 B2 C2
< 200 < 14% A3 B3 C3

Pembagian stadium :

1. Stadium Pertama:HIV

Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti dengan terjadinya


perubahan serologis ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari
negatif menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk kedalam tubuh
sampai test antibodi terhadap HIV menjadi positif disebut dengan window
period. Lama window period adalah antara 1-3 bulan bahkan ada yang dapat
berlangsung sampai 6 bulan.

2. Stadium Kedua:Asimptomatis (tanpa gejala)

Asimptomatik berarti bahwa didalam organ tubuh terdapat HIV, tetapi


tidak menunjukkan gejala apapun. Keadaan ini dapat berlangsung rata-rata
selama 5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang tampak sehat ini
sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.

3. Stadium Ketiga:Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata


(Persistent Generalized Lympadenopathy)

Hal ini tidak hanya muncul pada satu tempat saja dan berlangsung lebih
dari 1 bulan.

11
4. Stadium Keempat:AIDS

Keadaan ini disertai dengan adanya bermacam-macam penyakit, antara


lain penyakit konstitusional, penyakit saraf, dan penyakit infeksi sekunder.
(Dr. Nursalam,dkk; 2005)

Gejala klinis pada stadium AIDS dibagi antara lain:

1. Gejala utama/ mayor:


a. Demam berkepanjangan lebih dari tiga bulan.
b. Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus
menerus.
c. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam tiga bulan.
2. Gejala minor:
a. Betuk kronis selama lebih dari satu bulan.
b. Infeksi pad mulut dan tenggorokan yang disebabkan oleh jamur
Candida albicons
c. Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap diseluruh
tubuh.
d. Munculnya harpes zorter berulang dan bercak-bercak gatal
diseluruh tubuh.

Tabel 3 Empat Tahap Derajat Infeksi HIV

Fase Derajat
1 Infeksi HIV primer
2 HIV dengan defisiensi imun dini (CD4+ >500/ul)
3 Adanya HIV dengan defisiensi imun yang sedang (CD4+: 200-
500/ul)
4 HIV dengan defisiensi imun yang berat (CD4+ <200/ul) disebut
dengan AIDS. Sehingga menurut CDC Amerika (1993), pasien
masuk dalam kategori AIDS bila CD4+ <200/ul.

12
Tabel 4 Klasifikasi klinis Infeksi HIV menurut WHO (Depkes, 2003)

Stadium Gambaran Klinis Skala Aktivitas


I 1. Asimptomatis Asimptomatis, aktivitas
2. Limfadenopati generalisata normal
II 3. Berat badan menurun Simptomatis, aktivitas
< 10% normal
4. Kelainan kulit dan mukosa yang
ringan seperti, dermatitis seburoik,
prurigo, onikomikosis, ulkus oral
yang rekuren, dan kheilitis
angularis
5. Herpes zoster dalam 5 tahun
terakhir
6. Infeksi saluran nafas bagian atas
seperti, sinusistis bakterialis
III 7. Berat badan menurun > 10% Pada umumnya lemah,
8. Diare kronis yang berlangsung aktivitas ditempat tidur
lebih dari 1 bulan kurang dari 50%
9. Demam yang berkepanjangan lebih
dari 1 bulan
10. Kandidiasis orofaringeal
11. Oral hairy leukoplakia
12. TB Paru dalam tahun terakhir
13. Infeksi bacterial yang berat seperti
pnemonia, piomiositis
IV 14. HIV wasting syndrome seperti Pada umumnya sangat
yang didefinisikan oleh CDC lemah, aktivitas di tempat
15. Pneumonia Pneumocystis Carinii tidur lebih dari 50%
16. Taxoplasmosis otak
17. Diare kriptosporidiosis lebih dari 1
bulan
18. Kriptokokosis ekstrapulmonal
19. Retinitis virus sitomegalo
20. Herpes simpleks mukokutan >
1bulan
21. Leukoensefalopati multifokal
progresif
22. Mikosis diseminata seperti
histoplasmosis
23. Kandidiasis di esophagus, trakea,
bronkus, dan paru
24. Mikobakteriosis atipika diseminata
25. Septisemia salmonelosis nontifoid
26. Tuberkulosis di luar paru
27. Limfoma

13
1.6. Aspek Imunitas

Secara imunologis, sel T yang terdiri dari limfosit T-helper yang disebut
limfosit CD4+ akan mengalami perubahan baik secara kwalitas maupun kualitas.
Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat
fungsi sel T (toxic HIV). Secara tidak langsung, lapisan luar protein HIV yang
disebut sampul gp 120 dan anti p24 berinteraksi dengan CD4+ yang kemudian
menghambat aktivitas sel yang mempresentasikan antigen (APC). Setelah HIV
melekat melalui reseptor CD4+ dan co-reseptornya, bagian sampul tersebut
melakukan fusi dengan membran sel dan bagian intinya masuk kedalam
membaran. Pada bagian inti terdapat enzim reverse transcripatase yang terdiri dari
DNA polinerase dan ribonuclease. Pada inti yang mengandung RNA, enzim DNA
polomerase menyusun kopi DNA dari RNA tersebut, sementara enzim
Ribonuclease memusnahkan RNA asli. Enzim pilimerase kemudian membentuk
kopi DNA ke dua dari DNA pertama yang tersusun sebagai cetakan(Stewart,
1997; Baratawidjaja, 2000).

Kode genetik DNA berupa untai ganda setelah terbentuk akan masuk ke inti
sel. Kemudian oleh enzim integrase,DNA copi dari virus disisipkan dalam DNA
pasien. HIV provirus yang berada pada limfosit CD4+ kemudian bereplikasi,
sehingga menyebabkan sel limfosit CD4 mengalami sitolisis. (Dr. Nursalam,dkk;
2005)

Virus HIV yang telah berhasil masuk dalam tubuh pasien juga menginfeksi
berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag, sel-sel mikroglia diotak, sel-sel
hobfour plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar limfe, sel-sel epitel pada usus, dan
sel langerhans dikulit. Efek dari infeksi pada sel mikroglia diotak adalah
encepalopati, sementara pada sel epitel usus adalah diare yang kronis (Stewart,
1997).

Gejala-gejala klinis yang ditimbulkan akibat infeksi tersebut biasanya baru


disadari oleh pasien setelah beberapa waktu lamanya tidak mengalami
kesungguhan.

14
Pasien yang terinfeksi virus HIV dapat tidak memperlihatkan tanda dan gejala
selama bertahun – tahun. Sepanjang perjalanan penyakit tersebut, sel CD4+
mengalami penurunan jumlahnya dari 1000 / ul sebelum terinfeksi menjadi sekitar
200 – 300/ul setelah terinfeksi selama 2-10 tahun. (Dr. Nursalam,dkk; 2005)

1.7. Aspek Psikososial

Aspek psikososial menurut Stewart (1997) dibedakan menjadi 3 aspek yaitu:

1. Stigma sosial yang memperparah depresi dan pandangan yang negatif


tentang harga diri pasien dan keluarga.
2. Diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi HIV, misalnya, penolakan
untuk bekerja dan hidup serumah, juga akan berpengaruh terhadap kondisi
kesehatan. Bagi pasien yang homoseksual, penggunaan obat-obat
narkotika akan berakibat terhadap kurangnya dukungan sosial. Hal ini
akan memperparah ster pasien.
3. Respon psikologis yang memerlukan waktu yang lama,mulai dari
penolakan, marah-marah, tawar-menawar dan depresi berakibat terhadap
keterlambatan upaya pencegahan dan pengobatan. Pasien akhirya
mengonsumsi obat-obat terlarang untuk menghilangkan stres yang
dialami.

1.8. Pencegahan dan Pengendalian


1.8.1. Program Nasional Pencegahan dan Pemberantasan AIDS
Sesuai dengan himbauan WHO/GPA yang diperkuat oleh
keputusan sidang WHA yang ke-40 di Jenewa (Mei 1987), yang
menyatakan bahwa setiap negara anggota perlu melaksanakan
Program Nasional Pencegahan dan Pemberantasan AIDS. Maka sejak
beberapa tahun yang lalu Indonesia telah ikut serta dalam program
ini.

15
Pemerintah (Depkes RI) menyadari bahwa Indonesia adalah negara
terbuka untuk lalu lintas orang asing terutama wisatawan sehingga
kemungkinan masuknya AIDS ke Indonesia tidak dapat dihindari.
Oleh karena itu pemerintah selalu siap dan waspada terhadap
kemungkinan tersebut. Sejak bulan Juni 1988, Depkes telah
menandatangani persetujuan bantuan dari WHO/GPA untuk
melaksanakan kegiatan rencana jangka pendek (SPT) yang
diantaranya peningkatan fasilitas laboraturium beberapa provinsi di
Indonesia. (Wiku Adisasmito, 2010)
1.8.2. Kebijakan Pemerintah dalam Program Pencegahan dan
Pemberantasan AIDS
A. Kebijakan umum
1. Penanggulangan AIDS dilakukan secara terpadu baik lintas
program maupun lintas sektoral, sesuai dengan tugas dan
wewenang serta fungsi unit tersebut dalam kaitannya dengan
AIDS.
2. Tidak perlu resah, bersikaplah terbuka tetapi selalu waspada.
3. Menempatkan masalah AIDS pada proporsi yang wajar
sebagai masalah kesehatan penyakit biasa.
4. AIDS tidak dikhususkan dalam pemberantasannya, tetapi
tetap ditangani oleh unit sistem pelayanan keshatan yang
sudah ada.
B. Kebijakan Khusus
1. Dalam upaya mendiagnosis AIDS di Indonesia digunakan
defisiensi menurut kriteria WHO?CDC Atlanta ditunjang
dengan pemeriksaan laboraturium (tes ELISA yang
dikonfirmasi dengan tes western blot).
2. Pemeriksaan antibodi terhadap infeksi virus HIV untuk
skrining donor darah belum dianggap perlu sampai saat ini.
3. Produk darah yang diimpor maupun yang dibuat di dalam
negeri harus memenuhi persyaratan bebas AIDS.

16
4. Interpretasi terhadap hasil ELISA positif dilakukan dengan
hati-hati. Konseling hanya dilakukan bila konfirmasi dengan
tes westwrn blot positif.
5. Kerahasiaan pribadi penderita AIDS harus dipegang teguh.
6. Pendidikan atau penyuluhan kesehatan merupakan upaya
terpenting saat ini dalam rangka pencegahan dan
pemberantasan AIDS.
1.8.3. Strategi Pencegahan dan Pemberantasan AIDS
1. Pencegahan Penularan Melalui Hubungan Seksual
Penularan infeksi HIV melalui hubungan seksual
merupakan yang paling banyak terjadi. Pencegahan penularan
HIV melalui hubungan seksual memerlukan pendidikan dan
penyuluhan yang intensif dan ditujukan untuk mengubah perilaku
seksual masyarakat tertentu sedemikian rupa sehingga
mengurangi kemungkinan penularan HIV sehingga pencegahan
AIDS perlu difokuskan pada hubungan seksual. Dalam rangka ini
dianjurkan 3 hal yang berkaitan dengan perilaku sehat:
1. Mengadakan hubungan seksual dengan jumlah
pasangan yang terbatas. Dengan membatasi pasangan
seksual maka resiko terinfeksi HIV juga akan
berkurang.
2. Memilih pasangan seksual yang mempunyai resiko
rendah terhadap infeksi HIV.
3. Mempraktikkan protectivesex, yaitu hubungan seksual
dimana tidak ada pertukaran atau kontak dengan seme,
cairan vagina atau darah antar pasangan. (Wiku
Adisasmito, 2010)
2. Pencegahan Penularan Melalui Darah
Penularan melalui darah cukup besar kejadiannya,
umumnya terjadi melalui beberapa hal berikut;

17
1. Transfuse darah; untuk mencegahnya sedapat mungkin
menghindari transfuse darah yang tidak jelas asalnya,
sebaiknya dilakukan skrining setiap donor darah yang
akan menyumbangkan darahnya dengan memeriksa
darah tersebut terhadap antibody HIV, kelemahannya
biaya yang harus dikeluarkan mahal. (Wiku Adisasmito,
2010)
2. Alat suntik dan alat-alat lain yang dapat melukai kulit,
penularan infeksi HIV dapat terjadi melalui alat suntik
yang terkontaminasi, baik dalam system pelayan
kesehatan yang forman maupun diluar system tersebut,
misalnya pemakaian alat/jarum lainnya yang dapat
melikai kulit atau menyebabkan luka /perdarahan (tato,
tusuk jarum, alat cukur, dsb). Hal ini dapat dicegah
dengan cara dsinfeksi alat-alat tersebut dengan
pemanasan atau larutan desinfektan. Perlu dilakukan
pengawasan ketat agar setiap alat suntik dan alat
lainnya yang dipergunakan dalam sistem pelayanan
kesehatan selalu dalam keadaan steril.
3. Penularan infeksi HIV melalui alat suntik yang tidak
steril dan dipakai bersama sering dipakai bersama oleh
para penyalahguna narkotika suntik.
4. Petugas kesehatan yang merawat penderita AIDS
mempunyai kemungkinan terpapar oleh cairan tubuh
penderita (darah, semen, cairan vagina), perlu
melakukan langkah-langkah pencegahan. (Wiku
Adisasmito, 2010)

18
3. Mengurangi Dampak Negatif Infeksi HIV
Upaya ini dilakukan terhadap individu, golongan, maupun
masyarakat umumnya. Kepada mereka perlu diberikan
pendidikan/penyuluhan, konseling atau cara lain untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Hal ini penting dilakukan
sehubungan dengan dampak infeksi HIv di bidang psikologis dan
bidang lainnya yang sangat mempengaruhi kehidupan mereka
selanjutnya. (Wiku Adisasmito, 2010)

1.9. Pengobatan/ Treatment dan Immunisasi/Pemberian Vaksin


1.9.1. Pengobatan
1. Terhadap Etiologi
Meningkatnya pengetahuan tentang Etiologi AIDS dan
kaitannya dengan pengobatan rupanya tidak menunjukkan hal
yang menggembirakan, beberapa obat telah dicoba diantaranya
adalah
1. Zidovudine (Azidothymidine) mempunyai efek
mempengaruhi peoses replikasi virus.
2. Suramin, HPA 23, Ribavirin, terbukti menghambat
replikasi virus.
3. Foscarnet, masih dalam tahap penelitian. (Wiku
Adisasmito, 2010)
2. Terhadap Infeksi Sekunder
Pada umumnya penderita AIDS menderita infeksi berat,
multiple dan berulang. Respon pengobatan seringkali buruk
karena adanya strain yang resisten. Jenis-jenis mikroba yang
menimbulkan infeksi sekunder adalah protozoa (Pnemocytis
carinii, toxoplasma, dan cryptotosporidium), jamur (kandidiasis),
virus (herpes, cytomegalovirus/CMV, papovirus), dan bakteri
(Mycobacterium TBC, Mycobacterium ovarium intra
cellular,streptococcus). Penanganan terhadap infeksi sekunder ini

19
disesuaikan dengan jenis mikroorganisme penyebabnya,
diberikan terus-menerus sampai gejala infeksi sekunder
menghilang dan tidak menimbulkan komplikasi lebih lanjut.
(Wiku Adisasmito, 2010)
3. Mengatasi Status Defisiensi Immune
Sampai saat ini belum ditemukan adanya obat-obatan yang dapat
meningkatkan status immun penderita AIDS. Obat yang sampai
sekarang masih diuji coba adalah sbb;
1. Biological Respons Modifier, misalnyaa alpha
interferon, gamma interferon, interleukin, thymic
hormone, transplantasi sumsum tulang, dan
transplantasi timus.
2. Immunomodular agent, misalnya Isoprinosine.
3. Semua obat ini secara in vitro menunjukkan hasil yang
baik, namun secara in vivo tidak. (Wiku Adisasmito,
2010)
1.9.2. Vaksin

Walaupun saat ini kemungkinan pemberian vaksinsedang


dikembangkan dan ditujukan untuk mencegah infeksi oleh HIV, tetapi
prospek pengguaan dalam waktu yang dekat agak sulit untuk
direalisasikan. Adanya variasi yang bermacam-macam pada struktur setiap
strain HIV mempersulit keberhasilan kerja vaksin. Keadaan ini disebabkan
oleh virus HIV dapat berpindah dari sel-ke sel sehingga induksi vaksin
oleh system immune humoral atau seluler tampaknya tidak dapat
mencegah infeksi pada sel yang rentan. (Wiku Adisasmito, 2010)

20
BAB 3 PENUTUP

3.1. Kesimpulan

HIV( Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem


kekebalan tubuh manusia.Virus HIV akan masuk dalam sel darah putih dan
merusaknya, sehingga sel darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap
infeksi akan menurun jumlahnya. Akibatnya sistem kekebalan tubuh menjadi
lemah dan penderita mudah terkena berbagai penyakit. Kondisi ini disebut AIDS.

AIDS(Acquired Immuno Deficiency Syndrome) atau sindrom penurunan


kekebalan yang didapatkan adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul karena
rendahnya daya tahan tubuh. Pada awalnya penderita HIV positif sering
menampakkan gejala sampai bertahun-tahun(5-10 tahun). Banyak faktor yang
mempengaruhi panjang pendeknya masa tanpa gejala ini, namun pada masa ini
penderita dapat menularkan penyakitnya pada orang lain. Sekitar 89% penderita
HIV akan berkembang menjadi AIDS. Semakin lama penderita akan semakin
lemah dan akhirnya akan berakhir dengan kematian, karena saat ini belum
ditemukan obat untuk mencegah atau menyembuhkan HIV/AIDS.

Ada lima unsur yang perlu diperhatikan pada transmisi suatu penyakit
menular, yaitu sumber penyakit, vehikulum yang membawa, agent penyakit, host
yang rentan, adanya tempat keluar, adanya tempat masuk (port d entrée).
Transmisi tersebut dapat melalui transmisi seksual yang berhubungan dengan
semen dan cairan vagina atau serviks, transmisi nonseksual yang berhubungan
dengan darah yaitu transmisi parenteral dan yang belum terbukti seperti lewat air
susu ibu dll.

Pencegahan dapat dilakukan untuk mengurangi persebaran penyakit tersebut.


Bahkan pemerintah juga telah membuat kebijakan-kebijakan untuk
mengendalikan penyakit ini. Sedang untuk obatnya sampai saat ini belum
ditemukan, beberapa mesih dalam percobaan namun tetap memberikan dampak
lainnya pula.

21
3.2. Saran
1. Untuk Masyarakat
Sebaiknya lebih menambah informasi mengenai penyakit HIV/AIDS
sehingga keluarga serta lingkungan aman dari kemungkinan terjangkit
penyakit ini.
2. Untuk Mahasiswa
Sebaiknya kita sebagai generasi penerus dapat menjaga diri, dan
menghindari perbuatan yang nantinya kita menjadi orang yang beresiko
terserang virus HIV.
3. Untuk Institusi
Seharusnya mengadakan pembelajaran ataupun seminar mengenai
HIV/AIDS sehingga kita mendapat informasi yang penting tentang
HIV/AIDS.
4. Untuk tenaga kesehatan
Diharapkan dapat peka mengenali jenis penyakit ini dan merencanakan
tindakan yang tepat untuk menangani penyakit ini.

22
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, & Wiku. (2010). Sistem Keksehatan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Depkes. (2003). Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan, dan Pelayanan ODHA.


Jakarta: Dirjen P2M Depkes RI, hal 80-177.

Nursalam, & Dkk. (2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika.

Stewart. (1997). Mananging HIV. Sidney: MJA Published, hal 17-21, 42-44.

Widyastuti, Y., & Dkk. (2009). Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya.

Anda mungkin juga menyukai