Ilmu Dasar Keperawatan Kel - 03
Ilmu Dasar Keperawatan Kel - 03
KELOMPOK 3
Ayu Rohmawati 302022068
Rapli hidayat 302022097
Silvi Nur Rosmayanti 302022088
Sindi Trifani Daeli 302022074
Syifa apriani 302022102
Puji syukur kehadiran Tuhan yang Maha Kuasa karena telah memberikan kesempatan
pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayahnya lah kami dapat
menyelesaikan maklah dengan berjudul Agen - agen infeksius Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan di kampus Universitas Aisyiyah
Bandung.
Selain itu kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca. Kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada selaku dosen mata kuliah
Ilmu Dasar Keperawatan . Tugas yang telah digunakan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang ditekuni kami.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................................................
Daftar Isi........................................................................................................................................
Bab I. Pendahuluan......................................................................................................................
1. Latar Belakang Masalah................................................................................................
2. Rumusan Masalah.........................................................................................................
3. Tujuan Penulisan...........................................................................................................
1.3.1 Tujuan Umum........................................................................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus.......................................................................................................................
Bab II. Pembahasan......................................................................................................................
clamidia
s
anisme
n transmisi
Bab III. PENUTUP.......................................................................................................................
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................
3.2 Saran.............................................................................................................................
Daftar Pustaka..............................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penyakit infeksi merupakan ancaman yang besar untuk umat manusia. Infeksi
ditimbulkan karena adanya agen infeksius yang menyerang tubuh manusia, baik secara
langsung maupun melalui perantara. Agen infeksius dapat berupa bakteri, virus, jamur
dan parasite (Arias, 2003)
Saat menuju sel inang (host cell), virus akan menghadapi kondisi lingkungan yang
keras seperti pengaruh suhu atau adanya serangan dari suatu enzim. Oleh karena itu,
cangkang memiliki peranan penting sebagai pelindung genom (genom merupakan materi
genetik pada virus) (Zhang dan Zhang, 2020).
Hal menarik mengenai virus adalah cangkangnya, yakni cangkang virus yang
komposisinya terdiri dari protein yang disebut sebagai kapsid yang berfungsi sebagai
pelindung genom Ribonucleic Acid (RNA) maupun Deoxyribonucleic Acid (DNA).
Setiap virus memiliki lapisan kapsid akan tetapi tidak semua virus memiliki suatu
pelindung tambahan yang disebut sebagai lapisan lipid.
Karakteristik setiap virus beragam seperti sifat mekanik virus yaitu konstanta
elastisitas (kekakuan) cangkang dan sifat intrinsik cangkang kapsid maupun cangkang
lipid. Salah satu hal yang unik dan menarik dari sifat mekanik yang dimiliki virus, yaitu
sifat elastisitas yang dimiliki virus. Elastisitas merupakan suatu kemampuan sebuah
benda untuk menahan suatu pengaruh yang menyimpang, dan tentunya untuk kembali
menuju ukuran, dan bentuk semula ketika pengaruh suatu gaya tersebut ditiadakan.
Sedangkan kekakuan ialah sejauh mana suatu benda menahan suatu deformasi sebagai
respon (tanggapan) terhadap gaya terkonsentrasi yang diberikan terhadap benda tersebut.
Semakin elastis suatu benda, semakin tidak kaku benda tersebut (Atanackovic dan Guran,
2000). Setiap jenis virus, yakni enveloped dan non-enveloped virus, memiliki sifat intrisik
elastis dan kekakuan yang berbeda-beda, yang dapat dibuktikan dengan menggunakan
Atomic Force Microscopy (AFM) (Mateu, 2012).
Penelitian mengenai sistem mekanis virus tentunya bermanfaat untuk mengetahui dan
memahami sifat yang dimiliki virus. Dengan menggunakan AFM, ukuran virus dan sifat
mekanik virus dapat diukur. AFM mengukur nilai kekakuan atau konstanta pegas virus,
disebut sebagai konstanta pegas (spring constant) karena virus diasumsikan sebagai
sebuah pegas. Kekakuan cangkang virus berkaitan erat dengan penginfeksian yang
dilakukan oleh virus (Zhang dan Zhang, 2020).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Agen-agen infeksius virus, bakteri, jamur, parasit, riketsia, dan clamidia
A. Virus
Keunikan virus menempatkannya sebagai bagian dari mahluk hidup. Sifat heterogen
yang dimiliki virus dipastikan oleh sifat ketergantungannya pada suatu inang untuk
bereplikasi. Pengertiannya, virus dapat dilihat sebagai suatu perluasan genetika dari
inangnya. Interaksi antara virus-inang cenderung menjadi sangat spesifik, dan macam-macam
sifat biologik virus mencerminkan perbedaan kemampuan dari sel-sel inang.Perbedaan
selanjutnya diperlihatkan oleh variasi yang luas mengenai strategi untuk bereplikasi dan
bertahan hidup.
Partikel virus terdiri dari sebuah molekul asam nukleat, baik berupa DNA ataupun
RNA, yang ter- bungkus dalam mantel protein atau kapsid. Protein- protein-seringkali
glikoprotein-dalam kapsid menentukan spesifisitas interaksi suatu virus dengan sel inangnya.
Kapsid melindungi asam nukleat dan mempermudah perlekatan dan penetrasi virus pada sel
inang. Di dalam sel, asam nukleat virus mengalihkan arah mekanisme enzimatik milik inang
untuk melaku- kan fungsi yang berhubungan dengan replikasi virus. Pada beberapa kasus,
informasi genetik dari virus dapat digabungkan menjadi bentuk DNA ke dalam sebuah
kromosom inang. Dalam lingkungan yang ber- beda, informasi genetik virus dapat dipakai
sebagai dasar untuk pembuatan sel dan pelepasan jiplakan virus. Proses ini digunakan untuk
replikasi DNA virus dan menghasilkam protein virus yang spesifik. Pematangan dilakukan
dengan perakitan asam nukleat dan berbagai subunit protein yang baru terbentuk men- jadi
partikel virus yang matang; partikel-partikel virus ini kemudian dilepaskan ke lingkungan
luar sel. Virus juga diketahui menginfeksi sejumlah besar jenis ta- naman dan binatang serta
prokariota, dan paling sedi- kit satu alga eukariotik. Partikel-partikel menyerupai virus (yang
tidak memiliki fase luar sei yang infeksius) ditemukan dalam jamur dan sejumlah genus alga.
Sejumlah penyakit menular pada tanaman dise- babkan oleh viroid, yaitu lingkaran
molekul RNA kecil, beruntai tunggal, tertutup secara kovalen serta berbentuk menyerupai
batang; viroid tidak memiliki kapsid. Bobot molekul viroid diperkirakan berkisar antara
75.000-100.000.Tidak diketahui apakah viroid mengalami perubahan dalam inang menjadi
polipep- tida atau secara langsung mempengaruhi fungsi-fung- si inang (sebagai RNA); bila
yang pertama yang benar, maka viroid terbesar hanya dapat diubah menjadi poli- peptida
yang sepadan dengan polipeptida tunggal yang kurang lebih mengandung 55 asam amino. Vi-
roid RNA mengalami replikasi dengan bantuan poli- merase RNA bergantung-DNA dari
tumbuhan inang; adanya enzim ini dapat memperbesar patogenisitas viroid.
RNA dalam viroid ternyata memiliki urutan basa berulang yang terbalik pada ujung-
ujungnya, suatu ciri elemen transposabel dan retrovirus . Karena itu, viroid mungkin
berkembang dari unsur transposabel atau retrovirus lewat penghapusan urutan internalnya
Skrapi (scrapie), suatu penyakit degenerasi sistem saraf pusat pada domba, disebabkan oleh
zat yang bergaris tengah kurang dari 50 nm dan dapat melalui saringan. Zat ini tahan terhadap
nuklease dan bahan lain yang menonaktifkan asam nukleat, tetapi zat ini dapat dinonaktifkan
oleh protease dan bahan lain yang dapat bereaksi dengan protein. Partikel infeksius ter- sebut
disebut prion; partikel ini dimurnikan bersama dengan protein khusus, tetapi adanya asam
nukleat dalam partikel itu tidak dapat disingkirkan.
Dengan menggunakan teknik rekombinan DNA. gen yang memberi sandi protein
utama prion telah diklon dari otak tupai. Gen ini-serta mRNA-nya- ada (jadi diekspresikan)
dalam jaringan otak normal maupun yang terinfeksi skrapi. Ada tiga model yang bersaing (1)
Skrapi adalah virus biasa dengan genom asam nukleat yang sangat kecil yang luput dari
deteksi, (2) partikel infeksius itu adalah molekul RNA kecil tanpa sandi, yang terikat erat
pada protein prion, se- hingga mengubah struktur prion menjadi bentuk patologik, dan (3)
protein prion itu sendiri yang meru- pakan zat infeksius itu, menginduksi sintesis enzim
pemodifikasi pascatranslasi yang mengubah protein normal menjadi bentuk patologik, bentuk
prion. Ke- tiga model ini juga berlaku untuk zat penyebab penya- kit Creutzfeldt-Jacob dan
kuru, yang menyebabkan penyakit yang amat mirip pada manusia.
B. Bakteri
Bakteri sebagai bagian dari mikroorganisme, adalah salah satu bentuk kehidupan
pertama yang muncul di bumi, dan hadir di sebagian besar habitat di dunia ini. Adalah sejenis
sel biologis yang merupakan domain besar mikroorganisme prokariotik. Kata bakteri berasal
dari bahasa latin "bacterium", adalah kelompok organisme yang tidak memiliki membran inti
sel. Biasanya memiliki panjang beberapa mikrometer, memiliki sejumlah bentuk, mulai dari
berbentuk bola sampai ke bentuk batang dan spiral. Bakteri mendiami tanah, air, mata air
panas asam. limbah radioaktif, dan biosfer dalam kerak bumi. Bakteri juga hidup dalam
hubungan simbiotik dan parasit dengan tanaman dan hewan. Sebagian besar bakteri belum
dikarakterisasi, dan hanya sekitar 27 persen dari filum bakteri memiliki spesies yang dapat
tumbuh di laboratorium. Studi tentang bakteri dikenal sebagai bakteriologi, yakni sebagai
cabang mikrobiologi.
C. Jamur
Jamur merupakan protista tidak fotosintetik yang tumbuh sebagai suatu massa filamen
("hifa") yang bercabang-cabang dan saling menjalin dan dikenal sebagai miselium. Meskipun
hifa mempunyai dinding bersekat, dinding itu berlubang-lubang sehingga inti sel dan
sitoplasma dapat melewatinya. Jadi seluruh mikroorganisme ini ialah suatu senosit (suatu
massa sitoplasma yang bersambungan dengan banyak inti) yang terkurung dalam rangkaian
tabung yang ber- cabang-cabang. Tabung-tabung ini, yang terbuat dari polisakarida misalnya
kitin, homolog dengan dinding sel. Bentuk-bentuk bermiselium dinamakan jamur; beberapa
tipe, sel-sel ragi, tidak membentuk miselium tetapi mudah dikenal sebagai jamur karena sifat
proses reproduksi seksualnya dan adanya bentuk-bentuk transisi.
Jamur mungkin merupakan hasil evolusi dari pro- tozoa; jamur tidak berhubungan
dengan aktino- misetes, bakteri bermiselium yang secara selintas mirip. Jamur dibagi sebagai
berikut: Zygomycotina (fikomisetes), Ascomycotina (askomisetes), Basi- diomycotina
(basidiomisetes), dan Deuteromycotina (jamur tidak sempurna).
Evolusi askomisetes dari fikomisetes terlihat pada suatu kelompok transisi, yang
anggota-anggotanya membentuk zigot tetapi kemudian langsung mengu bahnya menjadi
askus. Diperkirakan evolusi Asko- misetes kemudian menghasilkan basidiomisetes
Jamur berlendir
Organisme ini ditandai dengan adanya suatu massa sitoplasma ameboid berinti
banyak, yang dinamakan plasmodium, sebagai suatu tahap dalam siklus hidup- nya.
Plasmodium jamur berlendir analog dengan mi- selium pada jamur asli. Keduanya
merupakan senosit tetapi yang terakhir aliran sitoplasmanya terbatas dalam jaringan tabung
kitin yang bercabang-cabang, sedangkan pada yang pertama sitoplasmanya dapat mengalir ke
segala penjuru. Aliran ini menyebabkan plasmodium berpindah arah ke sumber makanannya.
seringkali berupa bakteri. Dalam respons terhadap tanda kimia, 3,5-AMP siklik ,
plasmodium, yang mencapai ukuran makroskopik, berubah menjadi bentuk bertangkai yang
dapat menghasilkan sel-sel motil tersendiri. Sel-sel ini, bentuk flagela atau ameboid,
mengawali suatu putaran baru dalam siklus kehidupan jamur berlendir. Siklus ini sering
diawali dengan penyatuan seksual dari sel-sel tunggal. Siklus kehidupan jamur berlendir
menggambarkan topik utama dari bab ini: sifat saling bergantung di antara mahluk hidup.
Pertumbuhan jamur berlendir bergantung pada bahan-bahan nutrisi yang disediakan oleh
bakteri atau, dalam beberapa kasus, sel-sel tum- buhan. Perkembangbiakan jamur berlendir
melalui plasmodia dapat bergantung pada pengenalan inter- seluler dan penyatuan sel-sel dari
spesies yang sama. Untuk mengerti secara sempurna mengenai mikroor- ganisme
memerlukan pengetahuan tentang organisme lain beserta perkembangannya, maupun
pengertian mengenai besarnya respons fisiologik yang dapat mendukung untuk bertahan
hidup.
D. Parasit
Merupakan cacing kecil yang menginfeksi usus besar dan bertelur di sekitar anus.
Dapat menyebabkan gatal di daerah dubur dan vagina-disebabkan oleh lendir yang
dikeluarkan oleh cacing. Gatal bisa meningkat pada malam hari. Dapat ditularkan oleh tangan
setelah menggaruk dan dapat menularkan ke orang lain. Kondisi yang relatif ringan yang
dapat diobati dengan mebendazole-ketika seseorang terinfeksi, seluruh anggota rumah tangga
mereka harus diobati dan penting untuk menjaga kebersihan tangan. Kondisi ini biasanya
ditemukan di masyarakat.
Cacing ini juga menginfeksi usus besar, tetapi tidak seperti cacing kremi yang lebih
kecil, dapat tumbuh sepanjang 9 meter. Ditularkan melalui rute fekal- oral dan melalui
makanan yang terkontaminasi. Seringkali tidak ada gejala, tetapi beberapa orang dapat
mengalami sakit perut, diare, dan muntah. Obat-obatan hanya membunuh cacing, bukan
telurnya, sehingga menjaga kebersihan sangat penting. Beberapa orang dapat mengamati
cacing di fesesnya saat di toilet. Tergantung pada jenis cacing pita yang menyebabkan
infeksi, pengobatan dapat menjadi rumit dan sekalipun kebanyakan orang dikelola di
masyarakat, beberapa mungkin memerlukan operasi untuk mengangkat cacing. Jika dirawat
di rumah sakit karena komplikasi yang disebabkan oleh cacing pita, standar tindakan
pencegahan dapat dilaksanakan
E. Riketsia
a) Bentuk kuman:
Kuman berbentuk seperti coccus (bulat), atau ada juga yang berbentuk seperti batang
pendek. Ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan Staphylococcus yang ukuran tengahnya
rata- rata 1 mikron, tetapi Rickettsia hanya berukuran rata-rata 0,3 mikron (300 milimikron).
b) Patogenitas.
c) Identifikasi
Sifatnya kecil dan terlihat hanya seperti titik-titik, dapat di- tahan dengan saringan
Seitz. Dalam sel-sel jaringan dapat mem- buat elementary bodies. Hanya dapat hidup dalam
perbenihan hidup.
1. Vlek typhus
2. Brill diseases
4. Tabardile
5. Tropical typhus.
F. Chlamydia
Infeksi Chlamydia sering ditemukan pada wanita dewasa yang seksual aktif, dan
berhubungan erat dengan usia muda pertama kali kontak seksual serta lamanya waktu
aktivitas seksual. Pada wanita urban, ditemukan 15% infeksi endoserviks yang disebabkan
oleh Chlamydia, sedangkan pada wanita hamil dengan sosio-ekonomi rendah ditemukan
sebanyak lebih dari 20%
Infeksi C. trachomatis juga didapatkan pada bayi dan anak-anak. Infeksi pada bayi
didapatkan pada masa perinatal. Risiko penularan dari ibu dengan infeksi C. trachomatis pada
bayinya saat kelahiran diperkirakan sekitar 50%. Infeksi pada bayi mungkin terjadi pada
beberapa tempat, seperti pada konjungtiva, nasofaring, rektum dan vagina. Infeksi pada bayi
yang paling sering didapatkan adalah konjungtivitis neonatal, erjadi pada 20-50% bayi yang
dilahirkan dengan infeksi C. trachomatis. Infeksi C. trachomatis pada ktum dan vagina juga
didapatkan pada anak-anak dengan seksual abuse. Dengan frekuensi lebih jarang kurang dari
5%. Infeksi ini sering kali asimtomatis.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai infeksi C. trachomatis pada wanita dan anak-anak,
baik mengenai gejala dan tanda klinis, pemeriksaan laboratorium, penegakan diagnosis,
terapi, komplikasi, serta upaya pencegahannya.
Patogenesis
Virulensi
Virulensi dapat diartikan sebagai nilai proporsi penderita dengan gejala klinis yang
berat, terhadap seluruh penderita dengan gejala klinis jelas. Dalam hal ini maka Case Fatality
Rate (CFR) dapat pula merupakan ukuran virulensi. Virulensi dapat tergantung pada dosis,
cara masuknya faktor penyebab atau cara penularan, serta faktor pejamu sendiri seperti umur,
jenis kelamin, ras dan lainnya. Contoh dapat kita lihat pada penyakit pes yang akan menjadi
berat bila masuk melalui pernapasan ke paru-paru (bubonik) daripada masuk tubuh pejamu
melalui gigitan kutu tikus (pes kelenjar). Begitu pula penyakit oleh bakteri Nisseria
Meningitis akan sangat ringan bila hanya infeksi pada nasopharinx, tetapi dapat berat bahkan
fatal bila terjadi meningitis. Pada penyakit poliomyelitis, kemungkinan akan lebih berat bila
mengenai orang dewasa bila dibanding dengan infeksi pada anak. Sedangkan untuk penyakit
tetanus, akan banyak dipengaruhi oleh cara masuknya ke dalam tubuh serta umur penderita di
mana tetanus neonatorum biasanya lebih fatal dibanding tetanus pada orang dewasa.
Imunogenisitas
Begitu masuk ke dalam tubuh, bakteri harus melekat atau menempel pada sel pejamu,
biasanya sel epitel. Setelah menempati tempat infeksi primer, bakteri-bakteri
memperbanyak diri dan menyebar secara langsung ke aliran darah melalui jaringan atau
sistem limfatik. Infeksi tersebut (bakteremia) dapat bersifat sementara atau persisten.
Bakteremia memungkinkan bakteri menyebar luas dalam tubuh dan mencapai jaringan
yang cocok untuk multiplikasinya.
Proses infeksi pada penyakit kolera melibatkan penelanan Vibrio cholerae, penarikan
bakteri secara kemotaktik ke epitel usus, motilitas bakteri dengan satu flagel polar, dan
penetrasi lapisan mukosa pada permukaan usus. Pelekatan V cholerae pada permukaan sel
epitel diperantarai oleh pili dan mungkin juga adhesin lainnya. Produksi toksin kolera
menyebabkan mengalirnya klorida dan air ke dalam lumen usus, yang menyebabkan diare
dan ketidakseimbangan elektrolit
Pertumbuhan Bakteri
Pertumbuhan diartikan se bagal penambahan dan dapat dihubungkan dengan penam-
bahan ukuran, jumlah bobot, masa, dan banyak parameter lainnya dari suatu bentuk hidup.
Penambahan ukuran atau masa suatu sel Individual biasanya terjadi pada proses pendewa-
saan (maturasi) dan perubahan ini pada umumnya bersifat sementara (temporer) untuk
kemudian dilanjutkan dengan proses multipikasi dari sel ter- sebut. multipikasi terjadi dengan
cara pembelahan sel.
Langkah spesifik yang terlibat pada patogenesis virus adalah sebagai berikut:
masuknya virus ke dalam pejamu, replikasi virus primer, penyebaran virus, cedera sel,
respons imun pejamu, pembersihan virus atau terjadinya infeksi virus yang persisten, dan
pelepasan virus.
Agar terjadi infeksi pada pejamu, pertama-tama virus harus menempel dan memasuki
sel pada salah saru permukaan tubuh kulit, saluran pernapasan, saluran pencernaan, saluran
urogenital, atau konjungtiva. Kebanyakan virus memasuki pejamu melalui mukosa saluran
pernapasan atau pencernaan. Pengecualian utama adalah virus yang dimasukkan langsung ke
dalam aliran darah melalui jarum (hepatitis B, virus imunodefisiensi manusia [HIV)), melalui
transfusi darah, atau vektor serangga (arbovirus).
Virus biasanya bereplikasi di tempat pertama masuk. Beberapa virus, seperti virus
influenza (infeksi pernapasan) dan rotavirus (infeksi pencernaan), menimbulkan penyakit di
port d'entree dan tidak harus menyebar secara sistemik. Penyakit tersebut menyebar secara
lokal pada permukaan epitel, tetapi tidak terdapat invasi jaringan di bawahnya atau
penyebaran ke tempat yang jauh.
Reproduksi virus
Karena virus tidak memiliki system enzim dan tidak dapa bermetabolisme, maka virus
tidak dapat melakukan reproduksi sendiri. Um berkembang biak, mereka harus menginfeksi
sel inang. Inang virus benga makhluk hidup lain yaitu bakteri, sel tumbuhan, maupun sel
hewan. Di dala sel inang, virus ini akan "memerintahkan" sel inang untuk membentuk vin
virus baru. Tahap-tahap yang dilakukan dalam reproduksi virus adalah adsorpsi (fase
penempelan) virus pada sel inang, injeksi (fase memasukkan asam inti), sintes (fase
pembentukan), perakitan, dan lisis (fase pemecahan sel inang).
Perjalanan penyakit parasit dibedakan antara infeksi (infection) yaitu invasi yang
disebabkan oleh endoparasit dan infestasi (infestation) yang disebabkan oleh ektoparasit atau
external parasitism, misalnya yang ditimbulkan oleh artropoda atau parasit-parasit yang
berasal dari tanah atau tanaman. Gejala klinis infeksi parasit dipengaruhi oleh berbagai hal,
yaitu jumlah parasit yang masuk ke dalam tubuh, perubahan-perugahan patologis yang
timbul, kerusakan mekanis dan akibat iritasi parasit, toksin yang dihasilkan parasit dan organ
dan jaringan yang mengalami gangguan. Jika terjadi keseimbangan antara parasit dengan
hospes, maka hospes yang menjadi pembawa (carrier) ini tidak menunjukkan gejala klinis
yang nyata.
Daya tahan tubuh atau imunitas hospes dapat berupa imunitas alami sesuai dengan
spesiesnya, ras, atau imunitas individual terhadap parasit pada umumnya atau spesies parasit
tertentu. Imunitas dapat bersifat mutlak (absolut) namun lebih sering bersifat tidak mutlak
(parsial). Sebagai contoh imunitas terkait dengan ras, orang berkulit hitam (negro) lebih kebal
atau resisten terhadap infeksi cacing tambang dan malaria vivax dibanding orang. kulit putih.
Kelompok umur anak-anak dan orang berusia lanjut merupakan kelompok yang paling sering
menderita infeksi parasit. Infeksi pertama dapat terjadi pada usia yang sangat muda, misalnya
askariasis misalnya pernah dilaporkan terjadi pada bayi berusia 4 bulan sedangkan pada
trichuriasis umur termuda adalah 5 bulan. Pada cacing tambang dapat terjadi pada usia 6
bulan dan hal ini dapat terjadi bila anak diletakkan begitu saja di tanah tanpa alas, sehingga
larva infektif cacing tambang dapat menginfeksi melalui kulitnya.
Hasil akhir infeksi ditentukan oleh kemampuan mi- kroba menginfeksi, mengoloni,
dan merusak jaringan pe- jamu serta kemampuan mekanisme pertahanan pejamu untuk
membasmi infeksi. Pertahanan pejamu terhadap infeksi mencegah mikroba masuk ke dalam
tubuh dan berupa pertahanan imun bawaan dan didapat . Mekanisme pertahanan imun
bawaan sudah ada sebelum infeksi dan berespons cukup cepat terhadap mikroba. Mekanisme-
mekanisme ini mencakup sawar fisik terhadap infeksi, sel fagositik dan sel natural killer serta
protein plasma, terma- suk protein sistem komplemen dan mediator respons pe radangan
lainnya (sitokin, kolektin, reaktan fase akut). Respons imun adaptif diaktifkan oleh pajanan
terhadap mikroba dan menambah kekuatan, kecepatan, dan efekti- vitasnya seiring dengan
pajanan selanjutnya oleh mikroba yang bersangkutan. Imunitas adaptif diperantarai oleh
limfosit T dan B beserta produk-produknya.
Seseorang biasanya toleran terhadap imunogen jaringan yang dikenali sebagai diri.
Namun, pada ke- adaan tertentu, toleransi terhadap diri mungkin hilang dan dapat timbul
reaksi imun terhadap imunogen diri. Bakteri, virus, dan obat dilaporkan berkaitan dengan
penyebab perubahan jaringan yang memicu peng- aktifan sel T dan B untuk menyerang sel-
sel tubuh sendiri.
Istilah mimikri molekul digunakan untuk menjelas- kan situasi ini. Bakteri atau virus
pemicu sangat mirip dengan suatu komponen tubuh sehingga serangan imun malah ditujukan
kepada komponen tersebut dan bukan bakteri atau virus pemicu. Banyak penyakit autoimun
memperlihatkan insiden familial yang tinggi (predisposisi genetik) yang dapat dikaitkan
dengan an- tigen MHC. Penyakit autoimun yang dapat disebabkan oleh fenomena mimikri
molekul antara lain adalah penyakit jantung rematik, lupus eritematosus sistemik, artritis
rematoid, diabetes melitus tipe 1, miastenia gravis, sklerosis multipel, dan penyakit Graves.
Mikroba dapat masuk ke dalam tubuh melalui inha- lasi, ingesti, hubungan seks,
gigitan serangga atau hewan, atau suntikan. Sawar pertama terhadap infeksi adalah per-
mukaan kulit dan mukosa pejamu yang utuh serta produk- produk sekretoriknya. Umumnya,
infeksi saluran napas, cerna, atau kemih-kelamin terjadi pada orang sehat dan disebabkan
oleh organisme yang relatif virulen yang mampu merusak atau menembus sawar epitel yang
utuh. Sebaliknya, sebagian besar infeksi kulit pada orang sehat disebabkan oleh organisme
yang kurang virulen yang masuk ke kulit melalui bagian yang rusak (luka dan luka bakar).
Infeksi oportunistrk mulai dikenal sejak awal kejadian epidemi HIV (human
immunodeficiency virus) di dunia yang ditandai dengan komplikasi klinik yang berperan
besar sebagai penyebab diare kronis, dan peningkatan angka kematian penderita HIV.
Sebelumnya kejadian infeksi oportunistik ini jarang terjadi pada manusia. Sekarang infeksi
oportunisfik diketahui tersebar luas di dunia terutama di daerah tropik dan di negara
berkembang dengan keadaan higiene dan sanitasi yang buruk. Infeksi oportunistik umumnya
asimtomatis, timbul gejala ringan dan bersifat self limited, yang dapat sembuh dengan
sendirinya tanpa pengobatan.
Infeksi oportunistrk mulai dikenal sejak awal kejadian epidemi HIV (human
immunodeficiency virus) di dunia yang ditandai dengan komplikasi klinik yang berperan
besar sebagai penyebab diare kronis, dan peningkatan angka kematian penderita HIV.
Sebelumnya kejadian infeksi oportunistik ini jarang terjadi pada manusia.
Pembiakan mikroorganisme
Pemberian obat yang aman dan akurat adalah tugas seorang perawat. Perawat
seharusnya memahami masalah kesehatan klien saat ini dan sebelumnya untuk menentukan
apakah obat tertentu aman dikonsumsi klien. Obat merupakan sebuah alat utama terapi yang
digunakan oleh dokter untuk mengubati klien yang memiliki masalah kesehatan. Perawat
harus mengetahui apa keunggulan efek samping dari obat yang diberikan. Dokter, perawat
dan ahli farmasi menggunakan standar kualitas dan permurnian obat yang digunakan oleh
pemerintahan Amerika Serikat, yaitu Pure Food and Drug Act (Undang-undang makanan dan
obat murni). Standar ini digunakan untuk memastikan klien menerima obat yang alami dalam
dosis yang aman dan efektif. Standar yang diterima masyarakat harus memiliki kriteria
sebagai berikut:
1. Kemurnian. Pabrik harus memenuhi standar kemurnian untuk tipe dan konsentrasi zat lain
yang diperbolehkan dalam produksi obat.
2. Potensi. Konsentrasi obat aktif dalam preparat obat memengaruhi kekuatan atau potensi
obat.
3. Bioavailability. Kemampuan obat untuk lepas dari bentuk dosisnya dan melarut,
diabsorpsi, dan diangkut tubuh ketempat kerjanya disebut bioavailability.
Penggunaan obat secara tidak bijaksana menimbulkan masalah kesehatan yang serius
bagi pengguna, keluarga, dan komunitas. Perawat memiliki kewajiban untuk memahami
masalah individu yang menyalahgunakan obat. Ketika perawat merawat seorang klien yang
diduga menyalahgunakan obat atau mengalami ketergantungan obat, perawat harus
menyadari nilai dan sikap klien terhadap penyalahgunaan obat seperti alasan klien
menggunakan obat tersebut agar perawat dapat mengidentifikasi dan memahami masalah
klien.
Perawat harus mengetahui karakteristik umum obat dalam setiap golongan. Setiap
golongan obat memiliki implikasi keperawatan untuk pemberian dan pemantauan yang tepat.
Misalnya, Implikasi keperawatan yang berhubungan dengan pemberian diuretik yaitu
memantau masukan dan haluaran cairan,menimbang barat badan klien setiap hari, mengkaji
adanya edema pada jaringan tubuh, dan memantau kadar elektrolit serum.
(2) paparan semua area tangan dan pergelangan tangan ke alat yang digunakan,
Hampir semua bakteri transien dapat dihilangkan dengan sabun dan air, tetapi bakteri
residen akan tetap tinggal. Pencuci tangan bakterisida, misalnya Hibicrub Povidone-iodine.
Yang perlu perhatian khusus saat mencuci tangan adalah area tempat berkumpulnya
mikroorganisme. seperti di sela-sela jari. Walaupun mencuci tangan dengan menggunakan
bakterisida, namun tidak semua bakteri dapat dihilangkan. Tangan tidak pernah steril maka
dari itu kita memerlukan sarung tangan steril dalam melakukan tindakan-tindakan steril.
Selain itu pakaian pelindung yang digunakan ketika memasuki ruangan steril juga dapat
mencegah transmisi mikroorganisme. Dalam menurunkan jumlah organisme kontaminan hal
yang perlu diperhatikan adalah kebersihan, baik itu kebersihan diri maupun kebersihan
lingkungan.
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas dihasilkan beberapa kesimpulan. Adapun kesimpulan
tersebut sebagai berikut:
1. Agen-agen infeksius terdiri dari virus, bakteri, jamur, parasit, riketsia, dan
clamidia
Virus adalah bagian dari makhluk hidup yang bersifat heterogen yaitu sifat
ketergantungannya pada suatu inang untuk bereplikasi.
Bakteri adalah salah satu bentuk kehidupan pertama yang muncul di bumi, dan
hadir di sebagian besar habitat di dunia ini.
Jamur adalah protista tidak fotosintetik yang tumbuh sebagai suatu masa filamen
yang bercabang-cabang dan saling menjalin juga dikenal sebagai miselium.
Parasit adalah makhluk yang dianggap sebagai jenis cacing , jenis serangga, atau
protozoa.
Riketsia ini belum diketahui masuk golongan apa, tumbuhan-tumbuhan atau
hewan. Riketsia lebih besar daripada virus tetapi lebih kecil dibandingkan dengan
mikroorganisme yang lain seperti bakteri.
Chkamydia adalah penyebab tersering dari penyakit menular seksual pada wanita
yang paling banyak dilaporkan pada saat ini.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi transmisi agen-agen infkesius
Patogenesis
Virulensi
Virulensi dapat diartikan sebagai nilai proporsi penderita dengan gejala klinis
yang berat, terhadap seluruh penderita dengan gejala klinis jelas. Dalam hal ini
maka Case Fatality Rate (CFR) dapat pula merupakan ukuran virulensi. Virulensi
dapat tergantung pada dosis, cara masuknya faktor penyebab atau cara penularan,
serta faktor pejamu sendiri seperti umur, jenis kelamin, ras dan lainnya
Imunogenisitas
Imunogenisitas adalah kemampuan menghasilkan kekebalan atau imunitas.
Tergantung pada jenis patogen penyebab, maka bentuk kekebalan dapat berupa
kekebalan humoral primer, kekebalan seluler atau campuran keduanya.
5. Infeksi oportuistik
Infeksi oportunistik merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas orang
dengan HIV\AIDS (ODHA) untuk mengelola infeksi oportunistik dengan
baik,praktisi kesehatan memerlukan data epidemiologis mengenai spektrum infeksi
oportunistik
Pembiakan mikroorganisme
Pembiakan adalah proses perbanyakan organisme melalui penyediaan kondisi
lingkungan yang sesuai.
Pengontrolan Pertumbuhan metabolisme
Pertumbuhan adalah peningkatan secara teratur jumlah semua komponen suatu
organisme.
Kebutuhan untuk pertumbuhan
Kebanyakan berat kering dari mikroorganisme adalah bahan-bahan organik yang
mengandung elemen-elemen karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, phospor, dan
belerang
Pengukuran Konsentrasi Mikroba
Konsentrasi mikroba dapat diukur dari segi kon- sentrasi sel (jumlah sel hidup per
unit volume biakan) atau dari segi konsentrasi biomassa (bobot kering sel per unit
volume biakan).
7. Bagaimana Menurunkan jumlah mikroorganisme kontaminan & pencegahan
transmisi
Menurunkan jumlah mikroorganisme kontaminan dan mencegah transmisi dapat
dilakukan dengan mencuci tangan. Mencuci tangan merupakan metode terbaik
mencegah transmisi mikroorganisme. Telah terbukti bahwa tindakan mencuci tangan
secara signifikan menurunkan infeksi pada ICU dan infeksi saluran pencernaan.
Faktor penting untuk mempertahankan higiene yang baik dan mempertahankan
integritas kulit seperti:
(1) lama mencuci tangan;
(2) paparan semua area tangan dan pergelangan tangan ke alat yang digunakan,
(3) menggosok dengan keras hingga terjadi friksi
(4) pembilasan menyeluruh;
(5) memastikan tangan telah dikeringkan.
Hampir semua bakteri transien dapat dihilangkan dengan sabun dan air, tetapi
bakteri residen akan tetap tinggal. Pencuci tangan bakterisida, misalnya Hibicrub
Povidone-iodine. Yang perlu perhatian khusus saat mencuci tangan adalah area
tempat berkumpulnya mikroorganisme. seperti di sela-sela jari. Walaupun mencuci
tangan dengan menggunakan bakterisida, namun tidak semua bakteri dapat
dihilangkan. Tangan tidak pernah steril maka dari itu kita memerlukan sarung tangan
steril dalam melakukan tindakan-tindakan steril. Selain itu pakaian pelindung yang
digunakan ketika memasuki ruangan steril juga dapat mencegah transmisi
mikroorganisme. Dalam menurunkan jumlah organisme kontaminan hal yang perlu
diperhatikan adalah kebersihan, baik itu kebersihan diri maupun kebersihan
lingkungan.
3.2 SARAN
Setelah melihat dampak negatif dari permasalahan tersebut, maka kami sebagai
penyusun makalah menyarankan beberapa hal berikut ini:
Ward, D. (2016). Mikrobiologi medis,pencegahan & kontrol pada infeksi untuk keperawatan.
yogyakarta: Rapha publishe