Anda di halaman 1dari 27

ILMU DASAR KEPERAWATAN

AGEN - AGEN INFEKSIUS

KELOMPOK 3
Ayu Rohmawati 302022068
Rapli hidayat 302022097
Silvi Nur Rosmayanti 302022088
Sindi Trifani Daeli 302022074
Syifa apriani 302022102

PROGRAM STUDY SARJANA KEPERAWATAN


FAKULITAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS AISYIYAH BANDUNG
Jalan K.H Dahlan Dalam No.6 Bandung
Kata pengantar

Puji syukur kehadiran Tuhan yang Maha Kuasa karena telah memberikan kesempatan
pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayahnya lah kami dapat
menyelesaikan maklah dengan berjudul Agen - agen infeksius Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan di kampus Universitas Aisyiyah
Bandung.

Selain itu kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca. Kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada selaku dosen mata kuliah
Ilmu Dasar Keperawatan . Tugas yang telah digunakan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang ditekuni kami.

Penulis menyadari akan kekurangan-kekurangan dalam pembuatan laporan ini yang


harus dibenahi, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan, kritikan dan saran yang
bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini, akhir kata penulisan mohon maaf atas
segala kesalahan maupun kekurangan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.

Bandung, 16 Febuari 2023

Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................................................
Daftar Isi........................................................................................................................................
Bab I. Pendahuluan......................................................................................................................
1. Latar Belakang Masalah................................................................................................
2. Rumusan Masalah.........................................................................................................
3. Tujuan Penulisan...........................................................................................................
1.3.1 Tujuan Umum........................................................................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus.......................................................................................................................
Bab II. Pembahasan......................................................................................................................
clamidia
s

anisme

n transmisi
Bab III. PENUTUP.......................................................................................................................
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................
3.2 Saran.............................................................................................................................
Daftar Pustaka..............................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penyakit infeksi merupakan ancaman yang besar untuk umat manusia. Infeksi
ditimbulkan karena adanya agen infeksius yang menyerang tubuh manusia, baik secara
langsung maupun melalui perantara. Agen infeksius dapat berupa bakteri, virus, jamur
dan parasite (Arias, 2003)
Saat menuju sel inang (host cell), virus akan menghadapi kondisi lingkungan yang
keras seperti pengaruh suhu atau adanya serangan dari suatu enzim. Oleh karena itu,
cangkang memiliki peranan penting sebagai pelindung genom (genom merupakan materi
genetik pada virus) (Zhang dan Zhang, 2020).
Hal menarik mengenai virus adalah cangkangnya, yakni cangkang virus yang
komposisinya terdiri dari protein yang disebut sebagai kapsid yang berfungsi sebagai
pelindung genom Ribonucleic Acid (RNA) maupun Deoxyribonucleic Acid (DNA).
Setiap virus memiliki lapisan kapsid akan tetapi tidak semua virus memiliki suatu
pelindung tambahan yang disebut sebagai lapisan lipid.
Karakteristik setiap virus beragam seperti sifat mekanik virus yaitu konstanta
elastisitas (kekakuan) cangkang dan sifat intrinsik cangkang kapsid maupun cangkang
lipid. Salah satu hal yang unik dan menarik dari sifat mekanik yang dimiliki virus, yaitu
sifat elastisitas yang dimiliki virus. Elastisitas merupakan suatu kemampuan sebuah
benda untuk menahan suatu pengaruh yang menyimpang, dan tentunya untuk kembali
menuju ukuran, dan bentuk semula ketika pengaruh suatu gaya tersebut ditiadakan.
Sedangkan kekakuan ialah sejauh mana suatu benda menahan suatu deformasi sebagai
respon (tanggapan) terhadap gaya terkonsentrasi yang diberikan terhadap benda tersebut.
Semakin elastis suatu benda, semakin tidak kaku benda tersebut (Atanackovic dan Guran,
2000). Setiap jenis virus, yakni enveloped dan non-enveloped virus, memiliki sifat intrisik
elastis dan kekakuan yang berbeda-beda, yang dapat dibuktikan dengan menggunakan
Atomic Force Microscopy (AFM) (Mateu, 2012).
Penelitian mengenai sistem mekanis virus tentunya bermanfaat untuk mengetahui dan
memahami sifat yang dimiliki virus. Dengan menggunakan AFM, ukuran virus dan sifat
mekanik virus dapat diukur. AFM mengukur nilai kekakuan atau konstanta pegas virus,
disebut sebagai konstanta pegas (spring constant) karena virus diasumsikan sebagai
sebuah pegas. Kekakuan cangkang virus berkaitan erat dengan penginfeksian yang
dilakukan oleh virus (Zhang dan Zhang, 2020).

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan pokok-pokok yang akan diuraikan. Pokok


permasalahan utama adalah memberitahukan apa yang di maksud dengan Penyakit
Jantung Koroner .Oleh sebab itu, rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut.
1. Bagaimana isi dari Definisi Agen-agen infeksius virus, bakteri, jamur, parasit,
riketsia, dan clamidia?
2. Bagaimana Faktor-faktor yang mempengaruhi transmisi agen-agen infeksius?
3. Bagaimana Perbedaan proses infeksi berbagai agen infeksius?
4. Bagaimana Kondisi yang melemahkan pertahan pejamu melawan mikroorganisme
5. Apakah isi dari definisi Infeksi oportuistik?
6. Bagaimana Pengontrolan pertumbuhan mikroorganisme?
7. Bagaimana Menurunkan jumlah mikroorganisme kontaminan& pengegahan transmisi?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan merupakan sesuatu yang ingin dicapai dari suatu makalah. Adapun tujuan
penulisan dalam makalah ini terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus yang diuraikan
sebagai berikut.
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum merupakan tujuan secara menyeluruh yang ingin dicapai dari
pembuatan makalah ini. Adapun tujuan umum dalam makalah ini adalah untuk
memahami apa itu Agen-agen infeksius
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus merupakan tujuan terperinci yang ingin dicapai dari pembuatan
makalah ini. Adapun tujuan khusus dalam makalah ini sebagai berikut :

1. mampu memberikan pengetahuan Definisi Agen-agen infeksius virus, bakteri,


jamur, parasit, riketsia, dan clamidia

2. untuk menganalisis Faktor-faktor yang mempengaruhi transmisi agen-agen


infeksius
3. mampu mengidentifikasikan Bagaimana Perbedaan proses infeksi berbagai agen
infeksius
4. mampu mengidentifikasikan Kondisi yang melemahkan pertahan pejamu melawan
mikroorganisme
5. mampu memberikan Apakah isi dari definisi Infeksi oportuistik
6. mampu mengidentifikasikan Pengontrolan pertumbuhan mikroorganisme
7. untuk menganalisis Menurunkan jumlah mikroorganisme kontaminan&
pengegahan transmisi

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Agen-agen infeksius virus, bakteri, jamur, parasit, riketsia, dan clamidia

A. Virus

Keunikan virus menempatkannya sebagai bagian dari mahluk hidup. Sifat heterogen
yang dimiliki virus dipastikan oleh sifat ketergantungannya pada suatu inang untuk
bereplikasi. Pengertiannya, virus dapat dilihat sebagai suatu perluasan genetika dari
inangnya. Interaksi antara virus-inang cenderung menjadi sangat spesifik, dan macam-macam
sifat biologik virus mencerminkan perbedaan kemampuan dari sel-sel inang.Perbedaan
selanjutnya diperlihatkan oleh variasi yang luas mengenai strategi untuk bereplikasi dan
bertahan hidup.

Partikel virus terdiri dari sebuah molekul asam nukleat, baik berupa DNA ataupun
RNA, yang ter- bungkus dalam mantel protein atau kapsid. Protein- protein-seringkali
glikoprotein-dalam kapsid menentukan spesifisitas interaksi suatu virus dengan sel inangnya.
Kapsid melindungi asam nukleat dan mempermudah perlekatan dan penetrasi virus pada sel
inang. Di dalam sel, asam nukleat virus mengalihkan arah mekanisme enzimatik milik inang
untuk melaku- kan fungsi yang berhubungan dengan replikasi virus. Pada beberapa kasus,
informasi genetik dari virus dapat digabungkan menjadi bentuk DNA ke dalam sebuah
kromosom inang. Dalam lingkungan yang ber- beda, informasi genetik virus dapat dipakai
sebagai dasar untuk pembuatan sel dan pelepasan jiplakan virus. Proses ini digunakan untuk
replikasi DNA virus dan menghasilkam protein virus yang spesifik. Pematangan dilakukan
dengan perakitan asam nukleat dan berbagai subunit protein yang baru terbentuk men- jadi
partikel virus yang matang; partikel-partikel virus ini kemudian dilepaskan ke lingkungan
luar sel. Virus juga diketahui menginfeksi sejumlah besar jenis ta- naman dan binatang serta
prokariota, dan paling sedi- kit satu alga eukariotik. Partikel-partikel menyerupai virus (yang
tidak memiliki fase luar sei yang infeksius) ditemukan dalam jamur dan sejumlah genus alga.

Sejumlah penyakit menular pada tanaman dise- babkan oleh viroid, yaitu lingkaran
molekul RNA kecil, beruntai tunggal, tertutup secara kovalen serta berbentuk menyerupai
batang; viroid tidak memiliki kapsid. Bobot molekul viroid diperkirakan berkisar antara
75.000-100.000.Tidak diketahui apakah viroid mengalami perubahan dalam inang menjadi
polipep- tida atau secara langsung mempengaruhi fungsi-fung- si inang (sebagai RNA); bila
yang pertama yang benar, maka viroid terbesar hanya dapat diubah menjadi poli- peptida
yang sepadan dengan polipeptida tunggal yang kurang lebih mengandung 55 asam amino. Vi-
roid RNA mengalami replikasi dengan bantuan poli- merase RNA bergantung-DNA dari
tumbuhan inang; adanya enzim ini dapat memperbesar patogenisitas viroid.

RNA dalam viroid ternyata memiliki urutan basa berulang yang terbalik pada ujung-
ujungnya, suatu ciri elemen transposabel dan retrovirus . Karena itu, viroid mungkin
berkembang dari unsur transposabel atau retrovirus lewat penghapusan urutan internalnya
Skrapi (scrapie), suatu penyakit degenerasi sistem saraf pusat pada domba, disebabkan oleh
zat yang bergaris tengah kurang dari 50 nm dan dapat melalui saringan. Zat ini tahan terhadap
nuklease dan bahan lain yang menonaktifkan asam nukleat, tetapi zat ini dapat dinonaktifkan
oleh protease dan bahan lain yang dapat bereaksi dengan protein. Partikel infeksius ter- sebut
disebut prion; partikel ini dimurnikan bersama dengan protein khusus, tetapi adanya asam
nukleat dalam partikel itu tidak dapat disingkirkan.

Dengan menggunakan teknik rekombinan DNA. gen yang memberi sandi protein
utama prion telah diklon dari otak tupai. Gen ini-serta mRNA-nya- ada (jadi diekspresikan)
dalam jaringan otak normal maupun yang terinfeksi skrapi. Ada tiga model yang bersaing (1)
Skrapi adalah virus biasa dengan genom asam nukleat yang sangat kecil yang luput dari
deteksi, (2) partikel infeksius itu adalah molekul RNA kecil tanpa sandi, yang terikat erat
pada protein prion, se- hingga mengubah struktur prion menjadi bentuk patologik, dan (3)
protein prion itu sendiri yang meru- pakan zat infeksius itu, menginduksi sintesis enzim
pemodifikasi pascatranslasi yang mengubah protein normal menjadi bentuk patologik, bentuk
prion. Ke- tiga model ini juga berlaku untuk zat penyebab penya- kit Creutzfeldt-Jacob dan
kuru, yang menyebabkan penyakit yang amat mirip pada manusia.

B. Bakteri

Bakteri sebagai bagian dari mikroorganisme, adalah salah satu bentuk kehidupan
pertama yang muncul di bumi, dan hadir di sebagian besar habitat di dunia ini. Adalah sejenis
sel biologis yang merupakan domain besar mikroorganisme prokariotik. Kata bakteri berasal
dari bahasa latin "bacterium", adalah kelompok organisme yang tidak memiliki membran inti
sel. Biasanya memiliki panjang beberapa mikrometer, memiliki sejumlah bentuk, mulai dari
berbentuk bola sampai ke bentuk batang dan spiral. Bakteri mendiami tanah, air, mata air
panas asam. limbah radioaktif, dan biosfer dalam kerak bumi. Bakteri juga hidup dalam
hubungan simbiotik dan parasit dengan tanaman dan hewan. Sebagian besar bakteri belum
dikarakterisasi, dan hanya sekitar 27 persen dari filum bakteri memiliki spesies yang dapat
tumbuh di laboratorium. Studi tentang bakteri dikenal sebagai bakteriologi, yakni sebagai
cabang mikrobiologi.

C. Jamur

Jamur merupakan protista tidak fotosintetik yang tumbuh sebagai suatu massa filamen
("hifa") yang bercabang-cabang dan saling menjalin dan dikenal sebagai miselium. Meskipun
hifa mempunyai dinding bersekat, dinding itu berlubang-lubang sehingga inti sel dan
sitoplasma dapat melewatinya. Jadi seluruh mikroorganisme ini ialah suatu senosit (suatu
massa sitoplasma yang bersambungan dengan banyak inti) yang terkurung dalam rangkaian
tabung yang ber- cabang-cabang. Tabung-tabung ini, yang terbuat dari polisakarida misalnya
kitin, homolog dengan dinding sel. Bentuk-bentuk bermiselium dinamakan jamur; beberapa
tipe, sel-sel ragi, tidak membentuk miselium tetapi mudah dikenal sebagai jamur karena sifat
proses reproduksi seksualnya dan adanya bentuk-bentuk transisi.

Jamur mungkin merupakan hasil evolusi dari pro- tozoa; jamur tidak berhubungan
dengan aktino- misetes, bakteri bermiselium yang secara selintas mirip. Jamur dibagi sebagai
berikut: Zygomycotina (fikomisetes), Ascomycotina (askomisetes), Basi- diomycotina
(basidiomisetes), dan Deuteromycotina (jamur tidak sempurna).

Evolusi askomisetes dari fikomisetes terlihat pada suatu kelompok transisi, yang
anggota-anggotanya membentuk zigot tetapi kemudian langsung mengu bahnya menjadi
askus. Diperkirakan evolusi Asko- misetes kemudian menghasilkan basidiomisetes

 Jamur berlendir

Organisme ini ditandai dengan adanya suatu massa sitoplasma ameboid berinti
banyak, yang dinamakan plasmodium, sebagai suatu tahap dalam siklus hidup- nya.
Plasmodium jamur berlendir analog dengan mi- selium pada jamur asli. Keduanya
merupakan senosit tetapi yang terakhir aliran sitoplasmanya terbatas dalam jaringan tabung
kitin yang bercabang-cabang, sedangkan pada yang pertama sitoplasmanya dapat mengalir ke
segala penjuru. Aliran ini menyebabkan plasmodium berpindah arah ke sumber makanannya.
seringkali berupa bakteri. Dalam respons terhadap tanda kimia, 3,5-AMP siklik ,
plasmodium, yang mencapai ukuran makroskopik, berubah menjadi bentuk bertangkai yang
dapat menghasilkan sel-sel motil tersendiri. Sel-sel ini, bentuk flagela atau ameboid,
mengawali suatu putaran baru dalam siklus kehidupan jamur berlendir. Siklus ini sering
diawali dengan penyatuan seksual dari sel-sel tunggal. Siklus kehidupan jamur berlendir
menggambarkan topik utama dari bab ini: sifat saling bergantung di antara mahluk hidup.
Pertumbuhan jamur berlendir bergantung pada bahan-bahan nutrisi yang disediakan oleh
bakteri atau, dalam beberapa kasus, sel-sel tum- buhan. Perkembangbiakan jamur berlendir
melalui plasmodia dapat bergantung pada pengenalan inter- seluler dan penyatuan sel-sel dari
spesies yang sama. Untuk mengerti secara sempurna mengenai mikroor- ganisme
memerlukan pengetahuan tentang organisme lain beserta perkembangannya, maupun
pengertian mengenai besarnya respons fisiologik yang dapat mendukung untuk bertahan
hidup.

D. Parasit

Parasit dianggap sebagai jenis cacing (helminths),jenis serangga(ectoparasites), atau


protozoa.

 Cacing Kremi (Thread Worms)

Merupakan cacing kecil yang menginfeksi usus besar dan bertelur di sekitar anus.
Dapat menyebabkan gatal di daerah dubur dan vagina-disebabkan oleh lendir yang
dikeluarkan oleh cacing. Gatal bisa meningkat pada malam hari. Dapat ditularkan oleh tangan
setelah menggaruk dan dapat menularkan ke orang lain. Kondisi yang relatif ringan yang
dapat diobati dengan mebendazole-ketika seseorang terinfeksi, seluruh anggota rumah tangga
mereka harus diobati dan penting untuk menjaga kebersihan tangan. Kondisi ini biasanya
ditemukan di masyarakat.

 Cacing Pita (Tape Worms)

Cacing ini juga menginfeksi usus besar, tetapi tidak seperti cacing kremi yang lebih
kecil, dapat tumbuh sepanjang 9 meter. Ditularkan melalui rute fekal- oral dan melalui
makanan yang terkontaminasi. Seringkali tidak ada gejala, tetapi beberapa orang dapat
mengalami sakit perut, diare, dan muntah. Obat-obatan hanya membunuh cacing, bukan
telurnya, sehingga menjaga kebersihan sangat penting. Beberapa orang dapat mengamati
cacing di fesesnya saat di toilet. Tergantung pada jenis cacing pita yang menyebabkan
infeksi, pengobatan dapat menjadi rumit dan sekalipun kebanyakan orang dikelola di
masyarakat, beberapa mungkin memerlukan operasi untuk mengangkat cacing. Jika dirawat
di rumah sakit karena komplikasi yang disebabkan oleh cacing pita, standar tindakan
pencegahan dapat dilaksanakan

E. Riketsia

Seperti sudah dijelaskan bahwa Rickettsia lebih kecil dibandingkan dengan


mikroorganisme lainnya seperti bakteri. Seperti virus, Rickettsia ini juga belum diketahui
masuk golongan apa, tumbuh-tumbuhan atau hewan. Rickettsia lebih besar dari virus.

a) Bentuk kuman:

Kuman berbentuk seperti coccus (bulat), atau ada juga yang berbentuk seperti batang
pendek. Ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan Staphylococcus yang ukuran tengahnya
rata- rata 1 mikron, tetapi Rickettsia hanya berukuran rata-rata 0,3 mikron (300 milimikron).

b) Patogenitas.

Beberapa jenis Rickettsia bersifat patogen.

c) Identifikasi
Sifatnya kecil dan terlihat hanya seperti titik-titik, dapat di- tahan dengan saringan
Seitz. Dalam sel-sel jaringan dapat mem- buat elementary bodies. Hanya dapat hidup dalam
perbenihan hidup.

d) Penyakit yang ditimbulkan.

Penyakit yang ditimbulkan antara lain:

1. Vlek typhus

2. Brill diseases

3. Roky mountain spotted fever

4. Tabardile

5. Tropical typhus.

F. Chlamydia

Chlamydia trachomatis merupakan penyebab tersering dari penyakit menular seksual


pada wanita yang paling banyak dilaporkan pada saat ini. Di Amerika dilaporkan lebih dari 3
juta kasus setiap tahunnya. Di mana 70-90% kasus adalah asimtomatis. Infeksi C trachomatis
lebih tinggi kejadiannya pada seseorang dengan seksual aktif, dilaporkan angka kejadiannya
lebih dari 20%. Manifestasi klinis infeksi Chlamydia trachomatis pada wanita dapat
menyebabkan terjadinya servisitis, uretritis, bartolinitis, PID dan LGV yang pada tahap lebih
lanjut dapat menimbulkan infertilitas, kehamilan ektopik dan inflamasi/nyeri kronis pada
pelvis.

Infeksi Chlamydia sering ditemukan pada wanita dewasa yang seksual aktif, dan
berhubungan erat dengan usia muda pertama kali kontak seksual serta lamanya waktu
aktivitas seksual. Pada wanita urban, ditemukan 15% infeksi endoserviks yang disebabkan
oleh Chlamydia, sedangkan pada wanita hamil dengan sosio-ekonomi rendah ditemukan
sebanyak lebih dari 20%

Infeksi C. trachomatis juga didapatkan pada bayi dan anak-anak. Infeksi pada bayi
didapatkan pada masa perinatal. Risiko penularan dari ibu dengan infeksi C. trachomatis pada
bayinya saat kelahiran diperkirakan sekitar 50%. Infeksi pada bayi mungkin terjadi pada
beberapa tempat, seperti pada konjungtiva, nasofaring, rektum dan vagina. Infeksi pada bayi
yang paling sering didapatkan adalah konjungtivitis neonatal, erjadi pada 20-50% bayi yang
dilahirkan dengan infeksi C. trachomatis. Infeksi C. trachomatis pada ktum dan vagina juga
didapatkan pada anak-anak dengan seksual abuse. Dengan frekuensi lebih jarang kurang dari
5%. Infeksi ini sering kali asimtomatis.

Chlamydia trachomatis adalah parasit obligat intraselular, mempunyai DNA, RNA,


ribosom dan dinding sel yang menyerupai bakteri gram negatif. Dalam perkembangannya
Chlamydia trachomatis mengalami 2 fase, fase 1 disebut fase non-infeksiosa, dan fase 2
adalah fase penularan. Infeksi chlamydia juga memegang peranan penting pada peningkatan
kepekaan dan transmisi infeksi HIV. Infeksi Chlamydia trachomatis pada umumnya adalah
asimtomatis, sehingga sering kali tidak terdeteksi. Untuk itu skrining dan identifikasi awal
pada orang yang berisiko tinggi terjadi infeksi menular seksual, dapat mencegah dari
komplikasi yang lebih lanjut.

Metode diagnostik untuk mendeteksi infeksi Chlamydia trachomatis akhir-akhir ini


telah berkembang pesat. Metode yang dapat digunakan antara lain kultur jaringan, deteksi
antigen dengan DFA (Direct Fluorescent Antibody) atau dengan ELA (Enzym Immuno
Assay).

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai infeksi C. trachomatis pada wanita dan anak-anak,
baik mengenai gejala dan tanda klinis, pemeriksaan laboratorium, penegakan diagnosis,
terapi, komplikasi, serta upaya pencegahannya.

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi transmisi agen-agen infeksius

 Patogenesis

Patogenesis adalah kemampuan untuk menghasilkan penyakit dengan gejala klinik


yang jelas. Bila pada suatu populasi tertentu dilakukan penelitian laboratorium selama dan/
atau mengikut suatu letusan (kejadian luar biasa) suatu penyakit tertentu dengan
menggunakan cara diagnosis laboratorium yang tepat, cukup sensitif dan spesifik, maka
patogenesis atau proporsi infeksi yang muncul dengan gejala klinik jelas dapat
ditentukan/dihitung. Seperti halnya dengan derajat infektivitas, maka faktor pejamu dan
faktor lingkungan, dosis penyebab, serta cara masuknya penyebab ke dalam pejamu serta
bentuk sumber penularan mungkin dapat mengubah atau mempengaruhi tingkat patogenesis
penyebab atau penyakit menular tertentu. Sebagai contoh, Staphilococccus tidak bersifat
patogen bila berada dalam rektum, tetapi dengan organisme yang sama bila ditemukan di
rongga peritoneum atau selaput otak, akan menimbulkan penyakit yang cukup serius. Bentuk
ini merupakan penyakit infeksi dan bukan suatu bentuk penyakit menular. Beberapa
mekanisme lain di mana satu penyebab patogen akan mengakibatkan kelainan yang sedang
atau berat pada pejamu akan diterangkan tersendiri.

 Virulensi

Virulensi dapat diartikan sebagai nilai proporsi penderita dengan gejala klinis yang
berat, terhadap seluruh penderita dengan gejala klinis jelas. Dalam hal ini maka Case Fatality
Rate (CFR) dapat pula merupakan ukuran virulensi. Virulensi dapat tergantung pada dosis,
cara masuknya faktor penyebab atau cara penularan, serta faktor pejamu sendiri seperti umur,
jenis kelamin, ras dan lainnya. Contoh dapat kita lihat pada penyakit pes yang akan menjadi
berat bila masuk melalui pernapasan ke paru-paru (bubonik) daripada masuk tubuh pejamu
melalui gigitan kutu tikus (pes kelenjar). Begitu pula penyakit oleh bakteri Nisseria
Meningitis akan sangat ringan bila hanya infeksi pada nasopharinx, tetapi dapat berat bahkan
fatal bila terjadi meningitis. Pada penyakit poliomyelitis, kemungkinan akan lebih berat bila
mengenai orang dewasa bila dibanding dengan infeksi pada anak. Sedangkan untuk penyakit
tetanus, akan banyak dipengaruhi oleh cara masuknya ke dalam tubuh serta umur penderita di
mana tetanus neonatorum biasanya lebih fatal dibanding tetanus pada orang dewasa.

 Imunogenisitas

Imunogenisitas adalah kemampuan menghasilkan kekebalan atau imunitas.


Tergantung pada jenis patogen penyebab, maka bentuk kekebalan dapat berupa kekebalan
humoral primer, kekebalan seluler atau campuran keduanya. Imunitas dapat dipengaruhi oleh
faktor keadaan pejamu seperti umur, ras, status gizi, dan juga dapat oleh dosis dan virulensi
daripada infeksi yang terjadi. Unsur penyebab yang berkembang biak pada tempat tertentu
seperti pada saluran pemapasan, saluran genitalia serta permukaan/mukosa saluran
pencernaan akan mungkin hanya menghasilkan imunitas lokal/setempat dan bukan dalam
bentuk sistemik. Di samping itu berbagai unsur penyebab juga berbeda dalam kesanggupan
intrinsiknya merangsang pembentukan dan kelangsungan imunitas. Umpamanya unsur
penyebab penyakit campak dapat menghasilkan kekebalan seumur hidup, sedangkan di lain
pihak, gonococcus tidak memiliki kemampuan semacam itu sehingga seseorang dapat
terserang gonorrhoe beberapa kali.
2.3 Perbedaan proses infeksi berbagai agen infeksius

A. Proses Infeksi Bakteri

Begitu masuk ke dalam tubuh, bakteri harus melekat atau menempel pada sel pejamu,
biasanya sel epitel. Setelah menempati tempat infeksi primer, bakteri-bakteri
memperbanyak diri dan menyebar secara langsung ke aliran darah melalui jaringan atau
sistem limfatik. Infeksi tersebut (bakteremia) dapat bersifat sementara atau persisten.
Bakteremia memungkinkan bakteri menyebar luas dalam tubuh dan mencapai jaringan
yang cocok untuk multiplikasinya.

Pneumonia yang disebabkan oleh pneumokokus merupakan suatu contoh proses


infeksi. S pneumoniae dapat dibiakkan dari nasofaring pada 5-40% orang sehat. Kadang-
kadang, pneumokokus dari nasofaring teraspirasi ke dalam paru; aspirasi terjadi paling
sering pada orang yang lemah dan dalam keadaan koma ketika refleks muntah dan batuk
yang normal berkurang. Infeksi berkembang dalam ruang udara terminal paru pada orang
yang tidak mempunyai antibodi protektif terhadap jenis polisakarida kapsular
pneumokokus. Multiplikasi pneumokokus dan peradangan yang terjadi menyebabkan
pneumonia. Pneumokokus memasuki limfatik paru dan bergerak ke aliran darah. Antara
10-20% orang dengan pneumonia yang disebabkan oleh pneumokoku mengalami
bakteremia pada saat diagnosis pneumonia dibuat. Begitu terjadi bakteremia,
pneumokokus dapat menyebar ke tempat infeksi sekunder (misal, caitan serebrospinalis,
katup jantung, dan ruang sendi). Komplikasi utama pneumonia yang disebabkan oleh
pneumokokus adalah meningitis, endokarditis, dan artritis septik.

Proses infeksi pada penyakit kolera melibatkan penelanan Vibrio cholerae, penarikan
bakteri secara kemotaktik ke epitel usus, motilitas bakteri dengan satu flagel polar, dan
penetrasi lapisan mukosa pada permukaan usus. Pelekatan V cholerae pada permukaan sel
epitel diperantarai oleh pili dan mungkin juga adhesin lainnya. Produksi toksin kolera
menyebabkan mengalirnya klorida dan air ke dalam lumen usus, yang menyebabkan diare
dan ketidakseimbangan elektrolit
 Pertumbuhan Bakteri
Pertumbuhan diartikan se bagal penambahan dan dapat dihubungkan dengan penam-
bahan ukuran, jumlah bobot, masa, dan banyak parameter lainnya dari suatu bentuk hidup.
Penambahan ukuran atau masa suatu sel Individual biasanya terjadi pada proses pendewa-
saan (maturasi) dan perubahan ini pada umumnya bersifat sementara (temporer) untuk
kemudian dilanjutkan dengan proses multipikasi dari sel ter- sebut. multipikasi terjadi dengan
cara pembelahan sel.

Pada individu multiseluler, bila sel-selnya membelah individunya menjadi bertambah


banyaknya, pada mikroorganisme uniseluler pembelahan berarti bertambah banyaknya
individu, jadi dalam hal ini pembelaha berarti multiplikasi. Bakteri bermultipikasi secara
aseksual dengan pembelahan menjadi dua, dua menjadi empat, empat menjadi delapan, dan
seterusnya. Setiap keturunannya secara individual dapat melanjutkan proses reproduksi
secara tidak terbatas dengan cara yang sama dengan induknya atau individu sebelumnya
dengan syarat tersedia makanan dan energi yang cukup dan keadaan lingkungan (pH, suhu)
bebas polusi oleh sisa buang yang beracun dan sebagainya. Kebanyakan bakteri
bermultipikasi dengan pembelahan biner melintang, yaitu pembelahan menjadi dua sel yang
sama. Tidak semua faktor yang memprakarsai dan menguasai pembelahn sel ini diketahui
dengan jelas.

B. Proses Infeksi Virus

Untuk menimbulkan penyakit, virus harus masuk ke dalam pejamu, melakukan


kontak dengan sel yang rentan, bereplikasi, dan menimbulkan cedera Sel. Pemahaman
patogenesis virus pada tingkat molekular diperlukan untuk merancang strategi antivirus yang
efektif dan spesifik. Banyak pengetahuan kita mengenai patogenesis virus didasarkan atas
hewan peraga, karena cara tersebut sudah dapat dimanipulasi dan dipelajari.

Langkah spesifik yang terlibat pada patogenesis virus adalah sebagai berikut:
masuknya virus ke dalam pejamu, replikasi virus primer, penyebaran virus, cedera sel,
respons imun pejamu, pembersihan virus atau terjadinya infeksi virus yang persisten, dan
pelepasan virus.

Agar terjadi infeksi pada pejamu, pertama-tama virus harus menempel dan memasuki
sel pada salah saru permukaan tubuh kulit, saluran pernapasan, saluran pencernaan, saluran
urogenital, atau konjungtiva. Kebanyakan virus memasuki pejamu melalui mukosa saluran
pernapasan atau pencernaan. Pengecualian utama adalah virus yang dimasukkan langsung ke
dalam aliran darah melalui jarum (hepatitis B, virus imunodefisiensi manusia [HIV)), melalui
transfusi darah, atau vektor serangga (arbovirus).

Virus biasanya bereplikasi di tempat pertama masuk. Beberapa virus, seperti virus
influenza (infeksi pernapasan) dan rotavirus (infeksi pencernaan), menimbulkan penyakit di
port d'entree dan tidak harus menyebar secara sistemik. Penyakit tersebut menyebar secara
lokal pada permukaan epitel, tetapi tidak terdapat invasi jaringan di bawahnya atau
penyebaran ke tempat yang jauh.

 Reproduksi virus

Karena virus tidak memiliki system enzim dan tidak dapa bermetabolisme, maka virus
tidak dapat melakukan reproduksi sendiri. Um berkembang biak, mereka harus menginfeksi
sel inang. Inang virus benga makhluk hidup lain yaitu bakteri, sel tumbuhan, maupun sel
hewan. Di dala sel inang, virus ini akan "memerintahkan" sel inang untuk membentuk vin
virus baru. Tahap-tahap yang dilakukan dalam reproduksi virus adalah adsorpsi (fase
penempelan) virus pada sel inang, injeksi (fase memasukkan asam inti), sintes (fase
pembentukan), perakitan, dan lisis (fase pemecahan sel inang).

C. Proses Infeksi Parasit

Perjalanan penyakit parasit dibedakan antara infeksi (infection) yaitu invasi yang
disebabkan oleh endoparasit dan infestasi (infestation) yang disebabkan oleh ektoparasit atau
external parasitism, misalnya yang ditimbulkan oleh artropoda atau parasit-parasit yang
berasal dari tanah atau tanaman. Gejala klinis infeksi parasit dipengaruhi oleh berbagai hal,
yaitu jumlah parasit yang masuk ke dalam tubuh, perubahan-perugahan patologis yang
timbul, kerusakan mekanis dan akibat iritasi parasit, toksin yang dihasilkan parasit dan organ
dan jaringan yang mengalami gangguan. Jika terjadi keseimbangan antara parasit dengan
hospes, maka hospes yang menjadi pembawa (carrier) ini tidak menunjukkan gejala klinis
yang nyata.
Daya tahan tubuh atau imunitas hospes dapat berupa imunitas alami sesuai dengan
spesiesnya, ras, atau imunitas individual terhadap parasit pada umumnya atau spesies parasit
tertentu. Imunitas dapat bersifat mutlak (absolut) namun lebih sering bersifat tidak mutlak
(parsial). Sebagai contoh imunitas terkait dengan ras, orang berkulit hitam (negro) lebih kebal
atau resisten terhadap infeksi cacing tambang dan malaria vivax dibanding orang. kulit putih.

Kelompok umur anak-anak dan orang berusia lanjut merupakan kelompok yang paling sering
menderita infeksi parasit. Infeksi pertama dapat terjadi pada usia yang sangat muda, misalnya
askariasis misalnya pernah dilaporkan terjadi pada bayi berusia 4 bulan sedangkan pada
trichuriasis umur termuda adalah 5 bulan. Pada cacing tambang dapat terjadi pada usia 6
bulan dan hal ini dapat terjadi bila anak diletakkan begitu saja di tanah tanpa alas, sehingga
larva infektif cacing tambang dapat menginfeksi melalui kulitnya.

2.4 Kondisi yang melemahkan pertahan pejamu melawan mikroorganisme

Hasil akhir infeksi ditentukan oleh kemampuan mi- kroba menginfeksi, mengoloni,
dan merusak jaringan pe- jamu serta kemampuan mekanisme pertahanan pejamu untuk
membasmi infeksi. Pertahanan pejamu terhadap infeksi mencegah mikroba masuk ke dalam
tubuh dan berupa pertahanan imun bawaan dan didapat . Mekanisme pertahanan imun
bawaan sudah ada sebelum infeksi dan berespons cukup cepat terhadap mikroba. Mekanisme-
mekanisme ini mencakup sawar fisik terhadap infeksi, sel fagositik dan sel natural killer serta
protein plasma, terma- suk protein sistem komplemen dan mediator respons pe radangan
lainnya (sitokin, kolektin, reaktan fase akut). Respons imun adaptif diaktifkan oleh pajanan
terhadap mikroba dan menambah kekuatan, kecepatan, dan efekti- vitasnya seiring dengan
pajanan selanjutnya oleh mikroba yang bersangkutan. Imunitas adaptif diperantarai oleh
limfosit T dan B beserta produk-produknya.

Seseorang biasanya toleran terhadap imunogen jaringan yang dikenali sebagai diri.
Namun, pada ke- adaan tertentu, toleransi terhadap diri mungkin hilang dan dapat timbul
reaksi imun terhadap imunogen diri. Bakteri, virus, dan obat dilaporkan berkaitan dengan
penyebab perubahan jaringan yang memicu peng- aktifan sel T dan B untuk menyerang sel-
sel tubuh sendiri.
Istilah mimikri molekul digunakan untuk menjelas- kan situasi ini. Bakteri atau virus
pemicu sangat mirip dengan suatu komponen tubuh sehingga serangan imun malah ditujukan
kepada komponen tersebut dan bukan bakteri atau virus pemicu. Banyak penyakit autoimun
memperlihatkan insiden familial yang tinggi (predisposisi genetik) yang dapat dikaitkan
dengan an- tigen MHC. Penyakit autoimun yang dapat disebabkan oleh fenomena mimikri
molekul antara lain adalah penyakit jantung rematik, lupus eritematosus sistemik, artritis
rematoid, diabetes melitus tipe 1, miastenia gravis, sklerosis multipel, dan penyakit Graves.

Mikroba dapat masuk ke dalam tubuh melalui inha- lasi, ingesti, hubungan seks,
gigitan serangga atau hewan, atau suntikan. Sawar pertama terhadap infeksi adalah per-
mukaan kulit dan mukosa pejamu yang utuh serta produk- produk sekretoriknya. Umumnya,
infeksi saluran napas, cerna, atau kemih-kelamin terjadi pada orang sehat dan disebabkan
oleh organisme yang relatif virulen yang mampu merusak atau menembus sawar epitel yang
utuh. Sebaliknya, sebagian besar infeksi kulit pada orang sehat disebabkan oleh organisme
yang kurang virulen yang masuk ke kulit melalui bagian yang rusak (luka dan luka bakar).

2.5 Infeksi oportuistik

Infeksi oportunistik merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas orang


dengan HIV\AIDS (ODHA) untuk mengelola infeksi oportunistik dengan baik,praktisi
kesehatan memerlukan data epidemiologis mengenai spektrum infeksi oportunistik. lstilah
infeksi oportunistik berbeda dari infeksi biasa yang terjadi pada inang imunokompeten. Pada
inang yang sehat infeksi oportunistik umumnya asimtomatik, tidak memberi gejala atau bila
timbul gejala biasanya ringan dan bersifat self limited, dapat sembuh dengan sendirinya tanpa
pengobatan, sedangkan pada inang dengan kesehatan terganggu terutama defisiensi imun
(immunodeficierzcy) seringkali mengakibatkan gejala ringan sampai berat.

Infeksi oportunistrk mulai dikenal sejak awal kejadian epidemi HIV (human
immunodeficiency virus) di dunia yang ditandai dengan komplikasi klinik yang berperan
besar sebagai penyebab diare kronis, dan peningkatan angka kematian penderita HIV.
Sebelumnya kejadian infeksi oportunistik ini jarang terjadi pada manusia. Sekarang infeksi
oportunisfik diketahui tersebar luas di dunia terutama di daerah tropik dan di negara
berkembang dengan keadaan higiene dan sanitasi yang buruk. Infeksi oportunistik umumnya
asimtomatis, timbul gejala ringan dan bersifat self limited, yang dapat sembuh dengan
sendirinya tanpa pengobatan.
Infeksi oportunistrk mulai dikenal sejak awal kejadian epidemi HIV (human
immunodeficiency virus) di dunia yang ditandai dengan komplikasi klinik yang berperan
besar sebagai penyebab diare kronis, dan peningkatan angka kematian penderita HIV.
Sebelumnya kejadian infeksi oportunistik ini jarang terjadi pada manusia.

2.6 Pengontrolan pertumbuhan mikroorganisme

Pertumbuhan adalah peningkatan secara teratur jumlah semua komponen suatu


organisme. Pertumbuhan mikrobia memerlukan polimerisasi bahan bangunan biokimia
menjadi protein, asam nukleat, polisakarida dan lemak. Kebutuhan biosintetis tambahan
ditetapkan oleh kebutuhan koenzim yang berperan dalam katalisis enzimatik. Pertumbuhan
membutuhkan sumber energi metabolik untuk sistesis ikatan anhydride dan untuk
mempertahankan gradien ion dan metabolit trans membrane.

 Pembiakan mikroorganisme

Pembiakan adalah proses perbanyakan organisme melalui penyediaan kondisi


lingkungan yang sesuai. Nutrisi harus menyediakan elemen ini dalam bentuk yang mudah
dimetabolisme. Faktor-faktor yang harus di kontrol selama pertumbuhan meliputi Nutrisi,
pH, temperatur, aerasi, konsentrasi garam dan kekuatan ionik medium.

 Pengontrolan Pertumbuhan metabolisme

Pertumbuhan adalah peningkatan secara teratur jumlah semua komponen suatu


organisme. Pertumbuhan mikrobia memerlukan polimerisasi bahan bangunan biokimia
menjadi protein, asam nukleat, polisakarida dan lemak. Kebutuhan biosintetis tambahan
ditetapkan oleh kebutuhan koenzim yang berperan dalam katalisis enzimatik.

 Kebutuhan untuk pertumbuhan

Kebanyakan berat kering dari mikroorganisme adalah bahan-bahan organik yang


mengandung elemen-elemen karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, phospor, dan belerang. Di
samping itu, ion-ion anorganik seperti potasium, sodium, besi, magnesium, kalsium, dan
klorida dibutuhkan untuk memfasilitasi katalis enzim dan mempertahankan gradien kimia
yang melalui membran sel.

 Pengukuran Konsentrasi Mikroba


Konsentrasi mikroba dapat diukur dari segi kon- sentrasi sel (jumlah sel hidup per
unit volume biakan) atau dari segi konsentrasi biomassa (bobot kering sel per unit volume
biakan). Kedua parameter ini tidak. selalu sama, karena rata-rata berat kering sel berbeda-
beda pada berbagai tahap biakan itu. Tetapi, keduanya juga tidak selalu sama maknanya:
dalam penelitian genetika mikroba atau inaktivasi sel, konsentrasi sel- lah yang perlu; dalam
penelitian biokimia atau gizi mikroba. konsentrasi biomassa-lah yang dipen- tingkan.
Konsentrasi Sel: Jumlah sel yang hidup biasanya dianggap sebagai ukuran konsentrasi sel.
Namun, pada umumnya, kekeruhan suatu biakan yang diukur dengan cara fotolistrik dapat
dikaitkan dengan jumlah sel hidup dalam bentuk kurva stan.

2.7 Bagaimana Menurunkan jumlah mikroorganisme kontaminan & pencegahan


transmisi

Pemberian obat yang aman dan akurat adalah tugas seorang perawat. Perawat
seharusnya memahami masalah kesehatan klien saat ini dan sebelumnya untuk menentukan
apakah obat tertentu aman dikonsumsi klien. Obat merupakan sebuah alat utama terapi yang
digunakan oleh dokter untuk mengubati klien yang memiliki masalah kesehatan. Perawat
harus mengetahui apa keunggulan efek samping dari obat yang diberikan. Dokter, perawat
dan ahli farmasi menggunakan standar kualitas dan permurnian obat yang digunakan oleh
pemerintahan Amerika Serikat, yaitu Pure Food and Drug Act (Undang-undang makanan dan
obat murni). Standar ini digunakan untuk memastikan klien menerima obat yang alami dalam
dosis yang aman dan efektif. Standar yang diterima masyarakat harus memiliki kriteria
sebagai berikut:

1. Kemurnian. Pabrik harus memenuhi standar kemurnian untuk tipe dan konsentrasi zat lain
yang diperbolehkan dalam produksi obat.

2. Potensi. Konsentrasi obat aktif dalam preparat obat memengaruhi kekuatan atau potensi
obat.

3. Bioavailability. Kemampuan obat untuk lepas dari bentuk dosisnya dan melarut,
diabsorpsi, dan diangkut tubuh ketempat kerjanya disebut bioavailability.

4. Kemanjuran. Pemeriksaan laboratorium yang terinci dapat membantu menentukan


efektivitas obat.
5. Keamanan. Semua obat harus terus dievaluasi untuk menentukan efek samping obat
tersebut.

Penggunaan obat secara tidak bijaksana menimbulkan masalah kesehatan yang serius
bagi pengguna, keluarga, dan komunitas. Perawat memiliki kewajiban untuk memahami
masalah individu yang menyalahgunakan obat. Ketika perawat merawat seorang klien yang
diduga menyalahgunakan obat atau mengalami ketergantungan obat, perawat harus
menyadari nilai dan sikap klien terhadap penyalahgunaan obat seperti alasan klien
menggunakan obat tersebut agar perawat dapat mengidentifikasi dan memahami masalah
klien.

Perawat harus mengetahui karakteristik umum obat dalam setiap golongan. Setiap
golongan obat memiliki implikasi keperawatan untuk pemberian dan pemantauan yang tepat.
Misalnya, Implikasi keperawatan yang berhubungan dengan pemberian diuretik yaitu
memantau masukan dan haluaran cairan,menimbang barat badan klien setiap hari, mengkaji
adanya edema pada jaringan tubuh, dan memantau kadar elektrolit serum.

Menurunkan jumlah mikroorganisme kontaminan dan mencegah transmisi dapat


dilakukan dengan mencuci tangan. Mencuci tangan merupakan metode terbaik mencegah
transmisi mikroorganisme. Telah terbukti bahwa tindakan mencuci tangan secara signifikan
menurunkan infeksi pada ICU dan infeksi saluran pencernaan. Faktor penting untuk
mempertahankan higiene yang baik dan mempertahankan integritas kulit seperti:

(1) lama mencuci tangan;

(2) paparan semua area tangan dan pergelangan tangan ke alat yang digunakan,

(3) menggosok dengan keras hingga terjadi friksi

(4) pembilasan menyeluruh;

(5) memastikan tangan telah dikeringkan.

Hampir semua bakteri transien dapat dihilangkan dengan sabun dan air, tetapi bakteri
residen akan tetap tinggal. Pencuci tangan bakterisida, misalnya Hibicrub Povidone-iodine.
Yang perlu perhatian khusus saat mencuci tangan adalah area tempat berkumpulnya
mikroorganisme. seperti di sela-sela jari. Walaupun mencuci tangan dengan menggunakan
bakterisida, namun tidak semua bakteri dapat dihilangkan. Tangan tidak pernah steril maka
dari itu kita memerlukan sarung tangan steril dalam melakukan tindakan-tindakan steril.
Selain itu pakaian pelindung yang digunakan ketika memasuki ruangan steril juga dapat
mencegah transmisi mikroorganisme. Dalam menurunkan jumlah organisme kontaminan hal
yang perlu diperhatikan adalah kebersihan, baik itu kebersihan diri maupun kebersihan
lingkungan.

BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas dihasilkan beberapa kesimpulan. Adapun kesimpulan
tersebut sebagai berikut:

1. Agen-agen infeksius terdiri dari virus, bakteri, jamur, parasit, riketsia, dan
clamidia
 Virus adalah bagian dari makhluk hidup yang bersifat heterogen yaitu sifat
ketergantungannya pada suatu inang untuk bereplikasi.
 Bakteri adalah salah satu bentuk kehidupan pertama yang muncul di bumi, dan
hadir di sebagian besar habitat di dunia ini.
 Jamur adalah protista tidak fotosintetik yang tumbuh sebagai suatu masa filamen
yang bercabang-cabang dan saling menjalin juga dikenal sebagai miselium.
 Parasit adalah makhluk yang dianggap sebagai jenis cacing , jenis serangga, atau
protozoa.
 Riketsia ini belum diketahui masuk golongan apa, tumbuhan-tumbuhan atau
hewan. Riketsia lebih besar daripada virus tetapi lebih kecil dibandingkan dengan
mikroorganisme yang lain seperti bakteri.
 Chkamydia adalah penyebab tersering dari penyakit menular seksual pada wanita
yang paling banyak dilaporkan pada saat ini.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi transmisi agen-agen infkesius
 Patogenesis

Patogenesis adalah kemampuan untuk menghasilkan penyakit dengan gejala


klinik yang jelas. Bila pada suatu populasi tertentu dilakukan penelitian
laboratorium selama dan/ atau mengikut suatu letusan (kejadian luar biasa) suatu
penyakit tertentu dengan menggunakan cara diagnosis laboratorium yang tepat,
cukup sensitif dan spesifik, maka patogenesis atau proporsi infeksi yang muncul
dengan gejala klinik jelas dapat ditentukan/dihitung.

 Virulensi
Virulensi dapat diartikan sebagai nilai proporsi penderita dengan gejala klinis
yang berat, terhadap seluruh penderita dengan gejala klinis jelas. Dalam hal ini
maka Case Fatality Rate (CFR) dapat pula merupakan ukuran virulensi. Virulensi
dapat tergantung pada dosis, cara masuknya faktor penyebab atau cara penularan,
serta faktor pejamu sendiri seperti umur, jenis kelamin, ras dan lainnya

 Imunogenisitas
Imunogenisitas adalah kemampuan menghasilkan kekebalan atau imunitas.
Tergantung pada jenis patogen penyebab, maka bentuk kekebalan dapat berupa
kekebalan humoral primer, kekebalan seluler atau campuran keduanya.

3. Perbedaan proses infeksi berbagai agen infeksius

 Proses Infeksi Bakteri


Begitu masuk ke dalam tubuh, bakteri harus melekat atau menempel pada sel
pejamu, biasanya sel epitel. Setelah menempati tempat infeksi primer, bakteri-bakteri
memperbanyak diri dan menyebar secara langsung ke aliran darah melalui jaringan
atau sistem limfatik. Infeksi tersebut (bakteremia) dapat bersifat sementara atau
persisten. Bakteremia memungkinkan bakteri menyebar luas dalam tubuh dan
mencapai jaringan yang cocok untuk multiplikasinya.
 Proses Infeksi Virus
Untuk menimbulkan penyakit, virus harus masuk ke dalam pejamu, melakukan
kontak dengan sel yang rentan, bereplikasi, dan menimbulkan cedera Sel. Pemahaman
patogenesis virus pada tingkat molekular diperlukan untuk merancang strategi
antivirus yang efektif dan spesifik. Banyak pengetahuan kita mengenai patogenesis
virus didasarkan atas hewan peraga, karena cara tersebut sudah dapat dimanipulasi
dan dipelajari
 Proses Infeksi Parasit
Perjalanan penyakit parasit dibedakan antara infeksi (infection) yaitu invasi yang
disebabkan oleh endoparasit dan infestasi (infestation) yang disebabkan oleh
ektoparasit atau external parasitism, misalnya yang ditimbulkan oleh artropoda atau
parasit-parasit yang berasal dari tanah atau tanaman.

4. Kondisi yang melemahkan pertahan pejamu melawan mikroorganisme

Hasil akhir infeksi ditentukan oleh kemampuan mi- kroba menginfeksi,


mengoloni, dan merusak jaringan pe- jamu serta kemampuan mekanisme pertahanan
pejamu untuk membasmi infeksi. Pertahanan pejamu terhadap infeksi mencegah
mikroba masuk ke dalam tubuh dan berupa pertahanan imun bawaan dan didapat .
Mekanisme pertahanan imun bawaan sudah ada sebelum infeksi dan berespons cukup
cepat terhadap mikroba. Mekanisme- mekanisme ini mencakup sawar fisik terhadap
infeksi, sel fagositik dan sel natural killer serta protein plasma, terma- suk protein
sistem komplemen dan mediator respons pe radangan lainnya (sitokin, kolektin,
reaktan fase akut). Respons imun adaptif diaktifkan oleh pajanan terhadap mikroba
dan menambah kekuatan, kecepatan, dan efekti- vitasnya seiring dengan pajanan
selanjutnya oleh mikroba yang bersangkutan. Imunitas adaptif diperantarai oleh
limfosit T dan B beserta produk-produknya.

Seseorang biasanya toleran terhadap imunogen jaringan yang dikenali sebagai


diri. Namun, pada ke- adaan tertentu, toleransi terhadap diri mungkin hilang dan dapat
timbul reaksi imun terhadap imunogen diri. Bakteri, virus, dan obat dilaporkan
berkaitan dengan penyebab perubahan jaringan yang memicu peng- aktifan sel T dan
B untuk menyerang sel-sel tubuh sendiri.

5. Infeksi oportuistik
Infeksi oportunistik merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas orang
dengan HIV\AIDS (ODHA) untuk mengelola infeksi oportunistik dengan
baik,praktisi kesehatan memerlukan data epidemiologis mengenai spektrum infeksi
oportunistik

6. Pengontrolan pertumbuhan mikroorganisme

 Pembiakan mikroorganisme
Pembiakan adalah proses perbanyakan organisme melalui penyediaan kondisi
lingkungan yang sesuai.
 Pengontrolan Pertumbuhan metabolisme
Pertumbuhan adalah peningkatan secara teratur jumlah semua komponen suatu
organisme.
 Kebutuhan untuk pertumbuhan
Kebanyakan berat kering dari mikroorganisme adalah bahan-bahan organik yang
mengandung elemen-elemen karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, phospor, dan
belerang
 Pengukuran Konsentrasi Mikroba
Konsentrasi mikroba dapat diukur dari segi kon- sentrasi sel (jumlah sel hidup per
unit volume biakan) atau dari segi konsentrasi biomassa (bobot kering sel per unit
volume biakan).
7. Bagaimana Menurunkan jumlah mikroorganisme kontaminan & pencegahan
transmisi
Menurunkan jumlah mikroorganisme kontaminan dan mencegah transmisi dapat
dilakukan dengan mencuci tangan. Mencuci tangan merupakan metode terbaik
mencegah transmisi mikroorganisme. Telah terbukti bahwa tindakan mencuci tangan
secara signifikan menurunkan infeksi pada ICU dan infeksi saluran pencernaan.
Faktor penting untuk mempertahankan higiene yang baik dan mempertahankan
integritas kulit seperti:
(1) lama mencuci tangan;
(2) paparan semua area tangan dan pergelangan tangan ke alat yang digunakan,
(3) menggosok dengan keras hingga terjadi friksi
(4) pembilasan menyeluruh;
(5) memastikan tangan telah dikeringkan.
Hampir semua bakteri transien dapat dihilangkan dengan sabun dan air, tetapi
bakteri residen akan tetap tinggal. Pencuci tangan bakterisida, misalnya Hibicrub
Povidone-iodine. Yang perlu perhatian khusus saat mencuci tangan adalah area
tempat berkumpulnya mikroorganisme. seperti di sela-sela jari. Walaupun mencuci
tangan dengan menggunakan bakterisida, namun tidak semua bakteri dapat
dihilangkan. Tangan tidak pernah steril maka dari itu kita memerlukan sarung tangan
steril dalam melakukan tindakan-tindakan steril. Selain itu pakaian pelindung yang
digunakan ketika memasuki ruangan steril juga dapat mencegah transmisi
mikroorganisme. Dalam menurunkan jumlah organisme kontaminan hal yang perlu
diperhatikan adalah kebersihan, baik itu kebersihan diri maupun kebersihan
lingkungan.

3.2 SARAN

Setelah melihat dampak negatif dari permasalahan tersebut, maka kami sebagai
penyusun makalah menyarankan beberapa hal berikut ini:

 Menjaga kebersihan lingkungan


 Mencuci tangan dengan sempurna
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, K. (2015). Spektum infeksi oportunistik. J Med Udayana, 1.

Jawetaz, M. (2004). Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: salemba medika.

Jawetaz, M. (2005).Mikrobiologi kedokteran. Jakarta: salemba medika.

Robbins &Cotran. (2006). Dasar Patologis Penyakit. Jakarta: EGC.

Ward, D. (2016). Mikrobiologi medis,pencegahan & kontrol pada infeksi untuk keperawatan.
yogyakarta: Rapha publishe

Horrison (2002). Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.


Murtiastutik, D . Infeksi Menular Seksual.

Anda mungkin juga menyukai