ELEKTROKIMIA
“ KONSEP REDOKS“
Disusun Oleh:
Nama : Shafira Dwinanda Jafandeva
Nim : 20036074
Prodi : Kimia Nk
Kelompok : Lima (5)
Anggota : 1. Cyntia
2. Fitria Eka Putri
3. Nelma Fadila
4. Rasmi Anggrsini Eka Putri
5. Wahyu Adam
Dosen : 1. Alizar, S.Pd.,M.Sc. Ph.
2. Prof. Dr. Rahadian Z., S.Pd.,M.Si
3. Trisna Kumala Sari, S.Si, M.Si,
Ph.D
Asisten Dosen : 1. M. Iqbal Saputra Gemasih, S.Si.
2. Mutiara Suciandica, S.Si.
3. Septian Budiman, S.Si.
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
Konsep Redoks
A. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah:
a. Mengetahui bagaimana terjadinya reaksi reduksi dan oksidasi
b. Mengetahui logam yang lebih oksidatif dan reduktif
C. Teori Dasar
Reaksi Redoks adalah reaksi yang didalamnya terjadi perpindahan elektron
secara berurutan dari satu spesies kimia ke spesies kimia lainnya, yang
sesungguhnya terdiri atas dua reaksi yang berbeda, yaitu oksidasi (kehilangan
elektron) dan reduksi (memperoleh elektron). Reaksi ini merupakan pasangan,
sebab elektron yang hilang pada reaksi oksidasi sama dengan elektron yang
diperoleh pada reaksi reduksi. Masing masing reaksi (oksidasi dan reduksi)
disebut reaksi paruh (setengah reaksi), sebab diperlukan dua setengah reaksi ini
untuk membentuk sebuah reaksi dan reaksi keseluruhannya disebut reaksi
redoks.
Ada tiga definisi yang dapat digunakan untuk oksidasi, yaitu kehilangan
elektron, memperoleh oksigen dan kenaikan bilangan oksidasi. Dalam
pembahasan ini, kita menggunakan definisi kehilangan elektron. Sementara
definisi lainnya berguna saat menjelaskan proses fotosintesis dan pembakaran.
Oksidasi adalah reaksi dimana suatu senyawa kimia kehilangan elektron selama
perubahan dari reaktan menjadi produk. Sebagai contoh, ketika logam Kalium
bereaksi dengan gas Klorin membentuk garam Kalium Klorida (KC), logam
Kallum kehilangan satu elektron yang kemudian akan digunakan oleh klorin.
Seperti halnya oksidasi, ada tiga definisi yang dapat digunakan untuk
menjelaskan reduksi, yaitu memperoleh elektron, kehilangan oksigen dan
penurunan bilangan oksidasi. Reduksi sering dilihat sebagai proses memperoleh
elektron. Sebagai contoh, pada proses penyepuhan perak pada perabot rumah
tangga, kation perak direduksi menjadi logamperak dengan cara memperoleh
elektron. Contoh reaksi redoks adalah sebagai beriku:
(TimElektrokimia, 2023)
Dalam proses oksidasi, elektron-elektron yang hilang dapat diambil oleh zat
lain yang memiliki kemampuan untuk menerima elektron tersebut. Zat yang
menerima elektron dalam proses oksidasi disebut sebagai agen reduktor,
sedangkan zat yang kehilangan elektron disebut sebagai agen oksidator. Dalam
proses reduksi, elektron-elektron yang diterima dapat berasal dari zat lain yang
kehilangan elektron. Zat yang memberikan elektron dalam proses reduksi
disebut sebagai agen oksidator, sedangkan zat yang menerima elektron disebut
sebagai agen reduktor (Skoog, 2013).
Bilangan Oksidasi (BO) adalah bilangan yang menunjukkan jumlah elektron
yang dimiliki atau dipindahkan oleh sebuah unsur dalam suatu senyawa.
Bilangan oksidasi juga dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu
senyawa atau ion mengalami oksidasi atau reduksi dalam suatu reaksi kimia.
Bilangan oksidasi sering juga disebut sebagai bilangan valensi.
Contoh bilangan oksidasi dari beberapa unsur dalam senyawa umum adalah
sebagai berikut:
Pada reaksi redoks, bilangan oksidasi dari unsur dapat berubah karena adanya
transfer elektron. Jika bilangan oksidasi suatu unsur meningkat, maka ia
mengalami oksidasi, sementara jika bilangan oksidasi suatu unsur berkurang,
maka ia mengalami reduksi. Dalam reaksi redoks, oksidasi dan reduksi terjadi
secara bersamaan (Marciniak & Bobrowski, 2022).
Oksidator dan reduktor adalah konsep yang sangat penting dalam kimia dan
berkaitan erat dengan konsep redoks. Oksidator adalah zat yang menyebabkan
oksidasi dalam suatu reaksi kimia dengan menerima elektron dari zat lain.
Sebaliknya, reduktor adalah zat yang menyebabkan reduksi dalam suatu reaksi
kimia dengan memberikan elektron ke zat lain. Dalam konsep redoks, oksidator
selalu berpasangan dengan reduktor.
Konsep oksidator dan reduktor sering diterapkan dalam reaksi redoks. Reaksi
redoks adalah reaksi kimia di mana terjadi transfer elektron antara zat-zat yang
terlibat dalam reaksi. Dalam reaksi redoks, zat yang kehilangan elektron disebut
sebagai reduktor, sementara zat yang memperoleh elektron disebut sebagai
oksidator (Zeng et al., 2022).
1. Sel Volta
Sel Volta adalah sel elektrokimia pertama yang ditemukan oleh Alessandro
Volta pada tahun 1800. Sel ini terdiri dari dua elektroda yang berbeda material,
yaitu logam tembaga dan logam seng, yang dicelupkan dalam elektrolit asam.
Reaksi redoks terjadi pada antarmuka elektroda-elektrolit, dan muatan listrik
yang dihasilkan dapat diambil dari sirkuit eksternal yang terhubung dengan
elektroda (Hamid et al., 2021).
2. Sel Daniell
Sel Daniell adalah sebuah sel elektrokimia yang terdiri dari dua elektroda,
yaitu elektroda tembaga dan elektroda seng, yang dicelupkan dalam larutan
elektrolit. Elektrolit yang digunakan pada sel Daniell adalah larutan garam
tembaga(II) sulfat dan larutan garam seng sulfat. Pada sel ini, reaksi oksidasi
terjadi pada elektroda seng, dan reaksi reduksi terjadi pada elektroda tembaga.
Muatan listrik yang dihasilkan dari sel Daniell dapat digunakan untuk
mengalirkan arus listrik pada rangkaian tertentu (Dong et al., 2014).
4. Sel Surya
Potensial Reduksi Standar (PRS) adalah ukuran kemampuan suatu zat kimia
untuk menerima elektron. Dalam reaksi redoks, zat yang teroksidasi kehilangan
elektron dan zat yang tereduksi mendapatkan elektron. Satuan dari PRS adalah
volt (V). Semakin positif PRS, semakin kuat kemampuan reduktor suatu
senyawa atau ion. Begitu pula sebaliknya, semakin negatif PRS, semakin kuat
kemampuan oksidator suatu senyawa atau ion.
Pada skala PRS, logam alkali seperti litium (Li) dan natrium (Na) memiliki
PRS yang paling negatif, sedangkan logam logam alkali tanah seperti kalsium
(Ca) dan magnesium (Mg) memiliki PRS yang sedikit lebih positif. Logam
seperti tembaga (Cu) dan perak (Ag) memiliki PRS yang lebih positif dari logam
alkali dan alkali tanah (Ezawa et al., 2020).
Konsep redoks digunakan dalam pembuatan baterai dan sel listrik. Di dalam
baterai terdapat reaksi redoks antara anoda dan katoda yang menghasilkan arus
listrik. Contohnya, baterai alkaline menggunakan reaksi redoks antara seng (Zn)
sebagai anoda dan mangan dioksida (MnO2) sebagai katoda. Selain itu, konsep
redoks juga digunakan dalam sel bahan bakar, yaitu menghasilkan listrik dari
reaksi oksidasi bahan bakar seperti hidrogen dan oksigen.
2. Elektrolisis
3. Industri Kimia
Konsep redoks digunakan dalam industri kimia dalam proses produksi dan
pemurnian logam, pengolahan bahan makanan dan minuman, serta pembuatan
produk farmasi. Contohnya, pada proses produksi baja, besi (Fe) direduksi
menjadi besi kasar menggunakan karbon monoksida (CO) sebagai agen reduktor
dalam reaksi redoks. Pada industri makanan dan minuman, oksidasi alkohol
dalam proses fermentasi menghasilkan energi yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang.
4. Lingkungan
5. Biologi
Konsep redoks juga memiliki peran penting dalam biologi, yaitu dalam
proses respirasi seluler dan fotosintesis. Pada proses respirasi seluler, glukosa
(C6H12O6) dioksidasi menjadi karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) dengan
melepaskan energi dalam bentuk ATP melalui reaksi redoks. Sedangkan pada
proses fotosintesis, energi cahaya digunakan untuk meregenerasi senyawa
organik dari karbon dioksida dan air melalui reaksi oksidasi-reduksi (Zeng et al.,
2022).
D. Alat dan Bahan
1. Kawat tembaga (Cu) 10 cm
2. Lempengan seng (Zn) 2x5 cm
3. Larutan AgNO3 (1 M)
4. Larutan CuSO4 (0,1 M)
5. Gelas kimia 10 ml
6. Batang pengaduk kaca
E. Prosedur Kerja
Prosedur Kerja Reaksi Pengamatan
1. Cu(s) + 2 AgNO3(aq) → - warna larutan awal
Buat kawat menjadi Cu(NO3)2(aq) + 2 Ag(s) sebelum di tambah Cu
spiral adalah bening
- setelah 10 menit
5 cm warna larutan berubah
menjadi merah seulas
Gelas kimia -setelah 20 menit warna
larutan berubah menjadi
+ 5 ml larutan coklat kemerahan
AgNO3 (1 M) - kawat tembaga
+ Cu berbentuk bewarna hitam
spiral
Dalam hal ini, kita akan membahas konsep redoks dari peristiwa
pengendapan tembaga (Cu) dengan larutan AgNO3.
Dalam reaksi ini, tembaga mengalami oksidasi, sedangkan ion perak dalam
larutan AgNO3 mengalami reduksi. Tembaga awalnya berada dalam bentuk
padat, dan ia kehilangan dua elektron untuk membentuk ion tembaga (II), yang
terlarut dalam larutan Cu(NO3)2.
Cu(s) → Cu2+(aq) + 2 e-
Di sisi lain, ion perak dalam larutan AgNO3 awalnya memiliki muatan
positif satu, dan ia menerima satu elektron dari tembaga untuk membentuk
partikel perak padat.
2 Ag+(aq) + 2 e- → 2 Ag(s)
Dengan demikian, reaksi antara tembaga dan larutan AgNO3 adalah contoh
reaksi redoks, di mana terjadi transfer elektron antara dua zat.
Dalam umumnya, artikel jurnal tentang reaksi redoks antara tembaga dan
larutan AgNO3 akan menjelaskan reaksi kimia secara lebih mendetail dengan
menggunakan data hasil percobaan dan analisis spektroskopi atau kromatografi.
Artikel jurnal juga dapat menambahkan informasi tentang peran masing-masing
senyawa dalam reaksi dan bagaimana mekanisme reaksi yang terjadi.
Namun, pada dasarnya konsep reaksi redoks antara tembaga dan larutan
AgNO3 yang dijelaskan di atas adalah konsisten dengan konsep redoks yang
terjadi dalam reaksi tersebut. Dalam reaksi ini, tembaga teroksidasi dan
kehilangan elektron, sementara ion perak dalam larutan AgNO3 tereduksi dan
menerima elektron. Oleh karena itu, reaksi antara tembaga dan larutan AgNO 3
dapat dianggap sebagai reaksi redoks, di mana terjadi transfer elektron antara
dua zat (Salian et al., 2019).
Pada percobaan ini, terdapat reaksi redoks antara lempengan seng (Zn) dan
larutan tembaga sulfat (CuSO4) yang membentuk produk yang berbeda dengan
sifat kimia yang berbeda. Reaksi yang terjadi antara lempengan seng dengan
larutan CuSO4 (0,1 M) merupakan sebuah reaksi redoks, dimana terjadi transfer
elektron dari zat yang tereduksi ke zat yang teroksidasi.
Lempengan seng akan melepaskan elektron menjadi ion seng (Zn) dan
teroksidasi menjadi ion seng (Zn2+), sedangkan ion tembaga (Cu2+) dalam larutan
akan menerima elektron dan tereduksi menjadi logam tembaga (Cu).
Pada reaksi ini, lempengan seng bertindak sebagai agen reduksi karena
melepaskan elektron, sedangkan ion tembaga bertindak sebagai agen oksidasi
karena menerima elektron. Dalam hal ini, terjadi pengurangan bilangan oksidasi
(reduksi) pada ion tembaga (dari +2 menjadi 0) dan peningkatan bilangan
oksidasi (oksidasi) pada atom seng (dari 0 menjadi +2).
Reaksi antara lempengan seng (Zn) dan larutan tembaga sulfat (CuSO4)
dapat juga diinterpretasikan sebagai suatu reaksi sel. Lempengan seng (Zn)
berfungsi sebagai katoda, sementara ion tembaga (Cu 2+) berfungsi sebagai
anoda. Elektron-elektron yang dilepaskan oleh seng (Zn) mengalir ke dalam
larutan melalui kawat penghubung, sedangkan ion tembaga (Cu 2+) dioksidasikan
menjadi tembaga (Cu) dan terendapkan pada permukaan lempengan seng (Zn).
Dalam reaksi ini, larutan CuSO4 bertindak sebagai agen oksidasi karena
menerima elektron dari Zn, sedangkan lempengan seng bertindak sebagai agen
reduksi karena menyerahkan elektronnya. Oleh karena itu, reaksi ini disebut
reaksi oksidasi-reduksi atau reaksi redoks.
Pada reaksi ini, terbentuk lapisan tipis tembaga pada permukaan seng
setelah reaksi berlangsung. Penelitian menunjukkan bahwa ketebalan lapisan
tembaga tergantung pada berbagai faktor, termasuk konsentrasi larutan CuSO4,
suhu, dan waktu kontak antara seng dan larutan.
2. Kenapa terjadi pelapis pada logam dan logam apa yang melapisi serta yang
dilapisi pada masing masing percobaan?
→ Pelapisan logam terjadi ketika satu logam dilapisi dengan logam lain
melalui suatu proses yang disebut dengan deposisi elektrokimia atau
elektroplating. Proses ini melibatkan penggunaan suatu sel elektrokimia,
yang terdiri dari dua elektroda yang dicelupkan ke dalam larutan elektrolit.
Elektroda yang akan dilapisi dengan logam baru disebut elektroda kerja,
sedangkan elektroda yang membawa ion-ion logam baru disebut elektroda
sumber.
Ezawa, K., Nishi, N., & Sakka, T. (2020). In-situ electrochemical SPR study of gold
surface smoothing by repetitive cathodic deposition and anodic dissolution of
copper in an ionic liquid. Journal of Electroanalytical Chemistry, 877, 114611.
https://doi.org/10.1016/J.JELECHEM.2020.114611
Hamid, A., Brigjend Hasan Basry Banjarmasin, J. H., & Selatan Indonesia, K. (2021).
Analysis of Critical Thinking and Learning Outcomes in the Project Based
Learning Model using Science, Technology, Engineering and Mathematics
(STEM) Volta Cell Materials. Journal of Chemistry And Education, 4(3).
Ni, F., Chen, J., Tai, Z., Wang, L., Liu, L., & Yang, J. (2022). Iron Nanoparticles
Confined in Periodic Mesoporous Organosilicon as Nanoreactors for Efficient
Nitrate Reduction. ACS Applied Nano Materials, 5(4).
https://doi.org/10.1021/acsanm.2c00186
Salian, A., Pujar, P., & Mandal, S. (2019). Facile in situ formation of high conductive
Ag and Cu x O y composite films: a role of aqueous spray combustion. Journal of
Materials Science: Materials in Electronics, 30(3).
https://doi.org/10.1007/s10854-018-00565-6
Shevela, D., Kern, J. F., Govindjee, G., & Messinger, J. (2023). Solar energy
conversion by photosystem II: principles and structures. In Photosynthesis
Research. https://doi.org/10.1007/s11120-022-00991-y
Zeng, J., Castellino, M., Fontana, M., Sacco, A., Monti, N. B. D., Chiodoni, A., &
Pirri, C. F. (2022). Electrochemical Reduction of CO2 With Good Efficiency
on a Nanostructured Cu-Al Catalyst. Frontiers in Chemistry, 10.
https://doi.org/10.3389/fchem.2022.931767
Lampiran
1. Percobaan 1
Setelah 20 menit
2. Percobaan 2