Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN SEMENTARA

PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS

“ Reduksi – Oksidasi “

Disusun Oleh :

Nama : Nanda Ulfiyanti


NIM : 2111102415017
Kelas :C
Dosen : Chaerul Fadly Mochtar Lutfi S.Farm, M.Biomed

PROGRAM STUDI S1
FARMASI FAKULTAS
FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMATAN TIMUR
SAMARINDA 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. JUDUL

Analisis Kuantitatif Dengan Metode Volumetrik ( Redoks)

B. TUJUAN

Mahasiswa mampu untuk menetapkan kadar suatu sampel


menggunakan prinsip oksidasi dan reduksi

C. LATAR BELAKANG

Reduksi adalah reaksi yang mengalami penurunan bilangan


oksidasi dan kenaikan elektron. Dapat dikatakan bahwa reduksi adalah
reaksi dimana suatu zat kehilangan oksigen.
Oksidasi adalah reaksi yang mengalami peningkatan bilangan
oksidasi dan penurunan elektron. Dapat dikatakan bahwa oksidasi adalah
reaksi dimana suatu zat mengikat oksigen.
Reaksi oksidasi dan reduksi merupakan reaksi yang menggabungkan
ion, dalam hal ini bilangan oksidasi (valensi) spesi-spesi yang bereaksi tidak
mengalami perubahan. Namun, ada beberapa reaksi yang menunjukkan
keadaan oksidasi berubah yang disertai dengan pertukaran elektron antara
pereaksi, ini disebut reaksi oksidasi- reduksi atau disingkat reaksi redoks.
Berdasarkan sejarahnya istilah oksidasi diterapkan untuk proses-proses
ketika oksigen diambil oleh suatu zat dan reduksi dianggap sebagai proses
ketika oksigen diambil dari dalam suatu zat. Kehilangan hidrogen dapat juga
disebut sebagai oksidasi dan penangkapan hidrogen disebut sebagai
reduksi. Reaksi-reaksi lain yang tidak melibatkan oksigen dan hidrogen
belum dapat digolongkan sebagai oksidasi dan reduksi sebelum munculnya
definisi umum oksidasi dan reduksi yang didasarkan pada pelepasan dan
pengambilan elektron (Svehla, dkk. 1997: 107).
Reaksi redoks (reduksi-oksidasi) melibatkan keadaan transfer elektron
sehingga akan terjadi perubahan tingkat atau bilangan oksidasi dari spesies
yang berkaitan. Identifikasi pada tingkat oksidasi atau bilangan oksidasi
spesies yang terlibat dalam reaksi perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah
elektron yang terlibat. Secara sederhana, bilangan oksidasi didefinisikan
sebagai bilangan positif atau negatif yang mengarah pada muatan suatu
spesies saat elektron-elektron dianggap terdistribusi pada atom-atom
menurut aturan yang sesuai. Aturan distribusi tersebut yakni secara ionik bagi
spesies heteronuklir yang berarti terjadi perpindahan elektron pada atom
yang lebih bersifat elektronegatif dan secara kovalen murni bagi spesies
homonuklir (Sugiyarto, 2004: 111).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar Teori
Reaksi redoks (reduksi-oksidasi) melibatkan keadaan transfer elektron
sehingga akan terjadi perubahan tingkat atau bilangan oksidasi dari spesies yang
berkaitan. Identifikasi pada tingkat oksidasi atau bilangan oksidasi spesies yang
terlibat dalam reaksi perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah elektron yang terlibat.
Secara sederhana, bilangan oksidasi didefinisikan sebagai bilangan positif atau
negatif yang mengarah pada muatan suatu spesies saat elektron- elektron dianggap
terdistribusi pada atom-atom menurut aturan yang sesuai. Aturan distribusi tersebut
yakni secara ionik bagi spesies heteronuklir yang berarti terjadi perpindahan elektron
pada atom yang lebih bersifat elektronegatif dan secara kovalen murni bagi spesies
homonuklir (Sugiyarto, 2004: 111).
Reaksi oksidasi dalam kimia organik umumnya disebut sebagai penambahan
oksigen kedalam molekul atau lepasnya hidrogen dari suatu molekul. Reaksi reduksi
diartikan sebagai masuknya hidrogen ke dalam molekul organik atau keluarnya
oksigen dari dalam molekul organik. Batasan yang lebih umum pada reaksi oksidasi-
reduksi adalah berdasarkan pemakaian bilangan oksidasi pada atom karbon dengan
cara memasukkan bilangan oksidasi pada keempat ikatannya. Contohnya, atom H
yang berikatan dengan atom C memiliki bilangan oksidasi -1, atom C yang berikatan
dengan atom C memiliki bilangan oksidasi 0, dan atom C jika berikatan tunggal pada
heteroatom seperti oksigen, nitrogen, dan sulfur maka atom C memiliki bilangan
oksidasi +1 (Riswiyanto, 2009: 108).
Oksidasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan
hilangnya satu atau lebih elektron dari dalam zat berupa atom, ion atau molekul.
Saat suatu unsur dioksidasi maka keadaan oksidasinya akan berubah ke harga atau
nilai yang lebih positif. Suatu zat pengoksidasi adalah zat yang memperoleh elektron
dan saat proses itu, zat itu direduksi. Reduksi adalah suatu proses yang
mengakibatkan didapatkannya satu atau lebih elektron oleh zat berupa atom, ion
atau molekul. Saat suatu unsur direduksi, keadaan oksidasi berubah menjadi lebih
negatif, sehingga suatu zat pereduksi adalah zat yang kehilangan elektron dan
dalam proses itu, zat tersebut dioksidasi. Definisi tersebut sangat umum sehingga
dapat berlaku untuk proses dalam zat padat, lelehan atau gas. Proses oksidasi dan
reduksi berlangsung bersamaan karena elektron-elektron yang dilepaskan oleh
sebuah zat harus diambil oleh zat yang lain. Oleh karena itu reaksi oksidasi-reduksi
atau reaksi redoks akan merujuk pada proses- proses yang melibatkan serah terima
muatan (Svehla, dkk. 1997: 108).
Menurut Sugiyarto (2004: 111) bilangan oksidasi dapat ditentukan
berdasarkan aturan berikut:
1. Bilangan oksidasi untuk setiap atom unsur adalah nol.
2. Bilangan oksidasi ion monoatomik adalah sama dengan muatan ion yang
bersangkutan.
3. Jumlah aljabar bilangan oksidasi suatu spesies poliatomik netral adalah nol dam
suatu spesies ion poliatomik sama dengan muatan ion yang bersangkutan.
4. Dalam suatu senyawa, unsur yang lebih elektronegatif mempunyai bilangan
oksidasi negatif dan unsur yang lebih elektropositif mempunyai bilangan oksidasi
positif.
5. Untuk suatu senyawa yang dalam molekulnya tersusun lebih dari satu atom yang
sama, dikenal adanya bilangan oksidasi rata-rata maupun bilangan oksidasi
individual bagi masing-masing atom berdasarkan ikatannya. Jadi atom unsur yang
sama dalam satu molekul dapat memiliki tingkat oksidasi yang berbeda dan ini
sebagi dampak dari kedudukan ikatan yang berbeda pula.
Menurut Sukardjo (1985: 264) Oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron dan reduksi
adalah reaksi pengikatan elektron. Contohnya, saat logam Zn dimasukkan kedalam
larutan yang berisi Zn+ terdapat beda potensial antara larutan dan elektrode,
begitupula dengan saat logam inert seperti Pt dimasukkan dalam larutan yang berisi
ion dalam bentuk reduksi dan oksidasinya akan timbul beda potensial antara larutan
dan elektrodenya yang disebut potensial redoks. Besarnya potensial redoks,
dinyatakan oleh rumus:
Reaksi redoks dimulai dari pemahaman batasan yang tradisional yaitu reaksi oksidasi
adalah reaksi pengikatan oksigen atau reaksi pelepasan hidrogen dan pelepasan
elektron sedangkan reaksi reduksi adalah reaksi pelepasan oksigen atau reaksi
pengikatan hidrogen atau pengikatan elektron. Batasan lain menyebutkan bahwa
reaksi oksidasi adalah reaksi penaikan bilangan oksidasi dan reaksi reduksi adalah
reaksi penurunan bilangan oksidasi. Reaksi reduksi dan reaksi oksidasi berlangsung
secara bersamaan yang berarti bahwa ada spesies yang teroksidasi dan spesies lain
tereduksi sehingga penamaan yang lebih tepat adalah reaksi reduksi-oksidasi atau
reaksi redoks. Contohnya, saat sebatang tembaga dicelupkan ke dalam larutan perak
nitrat maka lapisan putih mengkilat akan muncul pada permukaan batang tembaga
dan larutan berubah menjadi biru. Dalam hal ini bilangan oksidasi tembaga
meningkat dari 0 menjadi +2 dan bilangan oksidasi perak turun dari +1 menjadi 0, jadi
tembaga mengalami oksidasi dan perak mengalami reduksi (Sugiyarto, 2004: 112-
113).
Menurut Svehla, dkk (1997: 110-111) zat-zat yang terlibat dalam kesetimbangan
kimia dalam reaksi setengah sel membentuk sistem redoks. Sistem redoks dapat
dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu:
1. Sistem redoks biasa adalah sistem yang menunjukkan bahwa dalam oksidasi dan
reduksi zat yang dipertukarnya hanya elektron.
2. Sistem redoks dan asam basa gabungan adalah sistem yang tidak hanya melibatkan
pertukaran elektron tetapi juga melibatkan pertukaran proton seperti dalam sistem
asam-basa. Sistem ini adalah gabungan dari tahap redoks dan asam-basa.
Potensial reduksi berkaitan dengan sel elektrokimia. Suatu sel elektrokimia terdiri
atas dua eletrode yang berupa dua setengah sel, yakni setengah sel reduksi dan
setengah sel oksidasi yang memiliki nilai potensial reduksi standar bagi masing-
masing elektrodenya. Nilai potensial reaksi redoks yang terjadi disebut sabagai
potensial sel yang menunjukkan perbedaan voltase antara kedua elektrode yang
sering disebut electromotive force (emf) sel atau Esel.
Jadi, saat satu sel dibangung oleh Cu(S)|Cu2+
(aq) (aq) || Ag+ |Ag(s), maka sel ini
mempunyai nilai potensia standar (Eºsel) sebesar +0,46V. Cara penulisan lambang
sel ini adalah anode || katode, simbol || disebut jembatan garam penghubung, |
disebut tanda pembatas fase yang berbeda dan tanda koma digunakan jika fasenya
sama. Anode tersusun oleh eletrode diikuti elektrolitnya dan katode tersusun oleh
elektrolit diikuti elektrodenya (Sugiyarto, 2004: 117).
Proses elektrokimia tersebut mengakibatkan logam mengalami kemerosotan atau
kerusakan sifat logam yang disebut sebagai korosi. Korosi berasal dari bahasa latin
“corrodere” yang artinya perusakan logam atau berkarat akibat lingkungannya. Korosi
adalah suatu reaksi reduksi oksidasi antara logam dengan berbagai zat yang ada
dilingkungannya sehingga akan menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak
dikehendaki (Hadi, 2015: 74).
Menurut Sukardjo (1985: 267-268) terdapat beberapa cara penetapan potensial
redoks,
yaitu:
1. Cara potensiometri
Potensial redoks ditetapkan dengan memasukkan elektrode Pt ke dalam
larutan dan mengukur potensialnya terhadap elektrode pembanding, seperti
elektrode kalomel. Cara ini memberikan hasil yang baik untuk sistem redoks
anorganik. Cara ini digunakan juga pada titrasi potensiometri oksidasi reduksi dan
dilakukan untuk zat-zat organik dan cairan biologi. Umumnya oksigen udara dapat
bereaksi dengan beberapa sistem redoks, hal ini dapat dicegah dengan mengukur
potensialnya dalam bejana tertutup berisi gas inert, seperti nitrogen yang
dimasukkan kedalam larutan.
2. Cara kalorimetri
Cara ini menggunakan indikator redoks dan diupayakan agar potensial
redoks dan indikator berdekatan dengan potensial redoks larutan yang diselidiki.
Perubahan warna indikator harus tajam dan tidak dipengaruhi oleh warna larutan
yang ditentukan. Warna larutan yang diperoleh dibandingkan dengan warna-warna
standar yang telah dibuat, warna yang cocok menunjukkan potensial redoks dari
larutan. Cara ini banyak dipakai untuk menentukan potensial redoks sel-sel hidup
karena cara potensiometri tidak memungkinkan. Indikator redoks disuntikkan
kedalam sel atau dibiarkan berdifusi melalui dinding sel.
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Alat
1. Labu ukur
2. Gelas arloji
3. Corong kaca
B. Bahan
1. Kalium iodida
2. Asam klorida encer
3. Air
4. Na bikarbonat
5. Larutan kanji
C. Cara Kerja
1. Pembuatan larutan iodium 0,1n
Larutkan 20 g kalium iodida dalam 30 ml air dalam labu bertutup. Timbang
sekitar 12,7 g yodium dalam gelas arloji, tambahkan sedikit demi sedikit
kedalam larutan kalium iodida pekat. Tutup labu dan kocok sampai
yodiumnya larut. Diamkan larutan pada suhu kamar dan tambahkan air
hingga 1000 mL.
2. Pembuatan larutan baku iodium
Lebih kurang 100 mg arsentriosida yang ditimbang seksama dilarutkan dalam
20 mL NaOH 1N, jika perlu dipanaskan . encerkan dengan 40 mL,
tambahkan 2 tetes jingga metil dan lanjutkan dengan penambahan asam
klorida encer hingga warna kuning berubah menjadi jingga. Kemudian
tambahkan 2 gram Na bikarbonat, 20 mL air, dan 3mL larutan kanji. Titrasi
larutan dengan baku yodium perlahan-lahan hingga timbul warna biru
tetap.
3. Penetapan kadar vitamin C
Lebih kurang 400 mg sampel yang ditimbang seksama dilarutkan dalam
campuran yang terdiri deri 50 mL air bebeas CO2 dan 10 mL H2SO4 encer.
Titrasi segera dengan yodium 0,1 N menggunakan indikator kanji 1 mL
hingga terjadi warna biru mantap selama 1 menit .

Reaksi : C6H8O6 + I → C6H6O6


BAB IV
HASIL PENGAMATAN

A. DATA KELOMPOK 1
BAB V
PEMBAHASAN

Praktikum kali ini berjudul tentang analisis kuantitatif dengan metode volumetric
(redoks). Tujuan dari praktikum ini agar ahasiswa mampu untuk menetapkan kadar
suatu sampel menggunakan prinsip reaksi oksidasi dan reduksi. Reaksi-reaksi kimia
yang melibatkan reduksi-oksidasi dipergunakan secara luas dalam analisis titrimetrik.
Ion-ion dari berbagai suatu unsur dapat hadir dalam kondisi oksidasi yang berbeda
beda. Reaksi redoks adalah reaksi yang terjadi perubahan bilangan oksidasi. Reaksi
reduksi adalah reaksi yang terjadi penurunan bilangan oksidasi melalui penangkapan
elektron. Sedangkan reaksi oksidasi adalah reaksi yang terjadi peningkatan bilangan
oksidasi melalui pelepasan elektron.
Titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan oksidator dengan suatu reduktor atau
sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-reduksi antara analat dan titran.
Berdasarkan percobaan diatas yang telah dilakukan titrasi dengan oksidator kuat
yang digunakan sebagai titrant adalah kalium permangat. Kalium permangat dapat
bereaksi secara berbeda-beda, tergantung ph kelarutannya. Kekuatannya sebagai
indicator juga berbeda-beda sesuai dengan reaksi yang terjadi pada PH berbeda itu.
Indikator Redoks adalah indikator yang berubah warnanya karena terjadi reaksi
reduksi-oksidasi (redoks). Disini indikator memperlihatkan warna teroksidasi dan
warna tereduksi. Berikut ini adalah indikator yang digunakan pada penentuan titik
akhir titrasi redoks, yaitu :
 Auto Indikator Pereaksi yang dikategorikan sebagai auto indikator
adalah pereaksi yang memiliki warna yang kuat. Dan warna pereaksi
tersebut dapat berubah atau hilang apabila direaksikan dengan zat lain.
Contoh pereaksi yang bersifat auto indikator adalah KMnO4 (berwarna
ungu). Larutan KMnO4 yang berwarna ungu berubah menjadi ion Mn2+
yang tidak berwarna ketika terjadi reduksi pada proses titrasi. Selain itu
larutan I2 (berwarna kuning) juga dapat bertindak sebagai auto
indikator.Titik akhir titrasi diketahui dari hilangnya warna kuning,
perubahan ini dipertajam dengan penambahan larutan amilum.
 Indikator Redoks Indikator redoks adalah indikator yang dalam bentuk
oksidasinya memiliki warna yang berbeda dengan warna dalam bentuk
reduksinya. Contohnya difenilamin dan difenilbensidina. Namun kedua
indikator ini sukar larut di dalam air, pada penggunaannya dilarutkan
dalam asam sulfat pekat terlebih dahulu.
 Indikator eksternal Indikator eksternal dipergunakan apabila indikator
internal tidak ada. Contoh, Ferrisianida untuk penentuan ion ferro
memberikan warna biru.
 Indikator spesifik Indikator spesifik adalah zat yang bereaksi secara khas
dengan salah satu pereaksi dalam titrasi menghasilkan warna.
Contohnya amilum membentuk warna biru dengan iodium atau tiosianat
membentuk warna merah dengan ion ferri.
Indikator keberhasilan dan kegagalan dalam titrasi kuantitatif redoks ,
terdapat keberhasilan dalam titrasi redoks antara lain : 1. Digunakan untuk
menentukan kadar sampel yang bersifat oksidator. 2. Warna larutan 0,1 N
iodium adalah cukup kuat sehingga dapat bekerja sebagai indikatornya
sendiri. 3. Iodioum juga memberikan warna ungu atau merah yang kuat
kepada pelarut – pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform dan
kadang – kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. 4.
Penggunaan amilum sebagai indicator (harganya terjangkau). 5. Oksidasi
potensinya rendah, dapat mereduksi oksidatir – oksidator kuat, sehingga
iodida dapat mereduksi oksidator tersebut dan kemudian dibebaskan
iodium. Sedangkan kegagalan atau kekurangan dalam titrasi kuantitatif
redoks antara lain : 1. Dalam pengamatan harus menggunakan amilum
sebagai indicator 2. Kanji sebagai indicator dapat membentuk kompleks
berwarna biru yang tidak larut dalam air dingin dan tidak stabil dalam
suspense air 3. Kurang sederhana karena merupakan titrasi tidak langsung.
4. PH larutan harus tetap dijaga agar selalu dibawah 8 5. Iodium dapat
menghilang karena mudah menguap 6. Iodida dalam larutan asam rendah
dioksidasi dengan udara 7. Titrasi tidak boleh dilakukan dibawah sinar
matahari langsung.
BAB VI
PENUTUP

A. PEMBAHASAN
Berdasarkan kesimpulan dari praktikum kimia analisis dalam analisis
kuantitatif dengan metode volumetrik (redoks) hasil pengamatannya adalah
Reaksi redoks adalah reaksi yang terjadi perubahan bilangan oksidasi. Reaksi
reduksi adalah reaksi yang terjadi penurunan bilangan oksidasi melalui
penangkapan elektron,Sedangkan reaksi oksidasi adalah reaksi yang terjadi
peningkatan bilangan oksidasi melalui pelepasan elektron.

B. SARAN
Disarankakn agar praktikum segera dilaksanakan agar lebih memahami
laporan yang telah dibuat dan Ketika praktikum dilaksanakan mematuhi
aturan-aturan laboraturium Ketika praktikum berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA

Svehla, dkk. 1997. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro Edisi
Kelima. Jakarta: Kalman Media Pustaka.

Sugiyarto, Kristian H. 2004. Kimia Anorganik 1 Edisi Revisi. Jakarta:

JICA. Sukardjo. 1985. Kimia Anorganik. Jakarta: Rineka Cipta.

Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.

Bukhari, (2017). Pendekatan Ilmu Fisika Dan Matematika Dalam Memahami Konsep
Reaksi-Oksidasi (Redoks), Jurnal Dedikasi, Volume 1 No.2.

Damayanti, E. T., & Kurniawati, P. (2017). Perbandingan Metode Penentuan Vitamin C


Pada Minuman Kemasan Menggunakan Metode Spektrofotometer Uv-Vis Dan
Iodimetri. Prosiding Seminar Nasional Kimia Dan Pembelajarannya. 258–266.

Syukri, (2019). Kimia Dasar 3. Bandung, Institut Teknologi Bandung.

Suyanta, (2015). Kimia Analisis. Reaksi Redoks Dan Elektrokimia.

Suhendar, Dede, dan Ismunandar (2016). Jurnal Matematika Dan Sains. Penentuan
Energy Kisi Reduksi-Oksidasi. Vol.II. No.1.

Suminar, Ningsih. R, (2017). Praktikum Kimia Analisis. Analisis Kimia Reduksi Oksidasi.
Semarang : Ganesha.

Anda mungkin juga menyukai