Anda di halaman 1dari 101

PENGARUH PERBEDAAN PELARUT TERHADAP KADAR

TOTAL FENOL CABAI RAWIT


(Capsicum frutescens L.)

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

Rizki Nur Widarjati

1608E041

PROGRAM STUDI DIII FARMASI

POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA TEGAL

2019

i
HALAMAN PERSETUJUAN

PENGARUH PERBEDAAN PELARUT TERHADAP KADAR


TOTAL FENOL CABE RAWIT

(Capsicum frutescens L.)

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

RIZKI NUR WIDARJATI

1608E041

DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH:

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

KUSNADI, M.Pd RIZKI FEBRIYANTI, M.Farm.,Apt


NIDN : 0616038701 NIDN : 0627028302

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Karya tulis ilmiah ini diajukan oleh :


NAMA : Rizki Nur Widarjati
NIM : 1608E041
Jurusan / Program Studi : Farmasi
Judul Karya Tulis Ilmiah : Pengaruh Perbedaan Pelarut Terhadap Kadar Total
Fenol Cabai Rawit (Capsicum frutescens L).

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Tim Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ahli Madya
Farmasi pada Jurusan / Program Studi DIII Farmasi, Politeknik Harapan
Bersama Tegal.

TIM PENGUJI

Penguji 1 : Wilda Amananti, S.Pd, M.Si ( )


Penguji 2 : Kusnadi, M.Pd ( )
Penguji 3 : Rizki Febriyanti, M.Farm., Apt ( )

Tegal, 26 Februari 2017


Program Studi DIII Farmasi
Ketua Program Studi

Heru Nurcahyo, S.Farm.,M.Sc.,Apt


NIPY.010.007.038

iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya sendiri,


Dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
Telah nyatakan dengan benar.

NAMA : Rizki Nur Widarjati


NIM : 1608E041
Tanda Tangan :

Tanggal : 26 Februari 2019

iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA TULIS

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Politeknik Harapan Bersama Tegal, saya yang bertanda
tangan di bawah ini :
Nama : Rizki Nur Widarjati
NIM : 1608E041
Jurusan / Program Studi : Farmasi
Jenis Karya : Karya Tulis Ilmiah

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Politeknik Harapan Bersama Tegal Hak Bebas Royalti Nonekslusif (None
exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Pengaruh Perbedaan Pelarut Terhadap Kadar Total Fenol Cabai Rawit


(Capsicum frutescens L)

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas


Royalti/Nonekslusif ini Politeknik Harapan Bersama Tegal berhak menyimpan,
mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat dan mempublikasikan karya ilmiah saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Tegal
Pada Tanggal : 26 Februari 2019

Yang Menyatakan

(Rizki Nur Widarjati)

v
MOTTO

“Pendidikan bukan hanya untuk yang muda tapi untuk segala umur.”

“Jadilah seperti karang di lautan yang kuat dihantam ombak dan kerjakanlah hal
yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain, karena hidup hanyalah sekali.
Ingat hanya pada Allah apapun dan di manapun kita berada kepada Dia-lah tempat
meminta dan memohon.”

“Memulai dengan penuh keyakinan,


Menjalankan dengan penuh keikhlasan,
Menyelesaikan dengan penuh kebahagiaan”

“Jangan ingat lelahnya belajar


tapi ingat buah manis yang akan dipetik kelak ketika sukses!”

vi
PERSEMBAHAN

Kupersembahkan buat :
Bapak Alm. Dulkarim tercinta, mama Rodiah tercinta, Terima kasih atas
doa, kasih sayang, dan dukungannya selama ini. Doa yang kupanjatkan tak
pernah berhenti untuk alm.Bapak dan Mama. Semoga aku bisa menjadi
anak yang membanggakan, membuat alm.Bapak dan mama senang dan
tersenyum dengan keberhasilanku ini.

Kakakku mba Wiwin dan Mas Toni,Terima kasih atas doa, bantuan, dan
dukungannya.

Tunanganku Robi A Maulana, Terima kasih atas doa, bantuan, dan


semangatnya. Terima kasih sudah banyak membantuku sehingga aku bisa
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan baik.

Keluarga besar Apotik Duta Sehat, Terima kasih banyak doa, bantuan dan
dukungannya selama ini.

Teman-teman satu angkatanku kelas H, Terima kasih untuk


kebersamaannya semoga bisa kompak terus, dan terima kasih untuk teman
terbaikku iza, tiara yang sudah banyak membantu terima kasih buat
kebersamaannya.

Terima kasih kepada Keluarga kecil Prodi DIII Farmasi yang sudah
membantu proses Karya Tulis Ilmiah ini.

vii
PRAKATA

Puji syukur saya panjatkan kehadirat allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat, hidayah dan karuniaNya, sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah saya yang berjudul “Pengaruh Perbedaan Pelarut Terhadap Kadar Total

Fenol Cabai Rawit (Capsicum frutescens L)” tepat pada waktunya .

Penulisan Karya Tulis ilmiah ini dilakukan dalam rangka melengkapi

salah satu syarat menyelesaikan studi III program studi Farmasi di Politeknik

Harapan Bersama Tegal. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan

dari beberapa pihak akan sulit untuk menyelesaikan Karya Tulis ilmiah ini. Oleh

karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

1. Allah SWT atas perlindungan, kemudahan, kelancaran,dan pertolongannya

yang diberikan kepada penulis sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat

terselesaikan.

2. Ir.Mc.Chambali, B.eng M.Kom selaku Direktur Politeknik Harapan Bersama

Tegal.

3. Heru Nurcahyo, S.Farm.,M.Sc,Apt selaku Ka.Prodi DIII Farmasi Politeknik

Harapan Bersama Tegal.

4. Kusnadi,M.Pd dan Rizki Febriyanti,M.Farm.,Apt selaku dosen pembimbing

yang dengan ikhlas dan sabar meluangkan waktunya dalam membimbing dan

memberikan petunjuk, arahan dan bimbingannya yang sangat berarti bagi

penulis sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

viii
5. Alm.Bapak, Ibu, Kakak, dan adikku tercinta yang telah memberikan

dukungan moral dan materil serta doa dan semangat sehingga penulis mampu

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Robi A Maulana yang selalu memberikan semangat, bantuan, doa dan

dukungannya.

7. Teman-temanku tersayang Iza, Tiara Dan Keluarga besar Apotik Duta Sehat

yang sudah memberikan doa, motivasi dan dukungannya.

8. Teman-temanku kelas H dan satu angkatan

9. Laboran Farmasi yang telah membantu dalam proses penelitian.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutka satu persatu yang turut membantu

pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna.

Untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan agar Karya Tulis Ilmiah ini menjadi lebih baik. Semoga Karya Tulis

Ilmiah ini bermanfaat bagi pembacanya.

Tegal, Januari 2019

Penyusun

ix
INTISARI

Widarjati, Rizki Nur. Kusnadi., Febriyanti, Rizki. 2019. PENGARUH


PERBEDAAN PELARUT TERHADAP KADAR TOTAL FENOL CABAI
RAWIT (Capsicum frutescens L.).

Cabai rawit (Capsicum frutescens L) merupakan komoditas sayuran


penting di indonesia, terutama dalam industri kuliner nasional. Rasa pedas pada
buah cabai disebabkan oleh kandungan capsaicinoid yang ada pada buah cabe
tersebut. Buah Cabai memiliki kandungan senyawa fenol yang didominasi oleh
kelompok senyawa capsaicinoid dan flavonoid serta beberapa asam ferulat,asam
kumarat dan asam cinamat. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar total
fenol pada cabai rawit (Capsicum frutescens L.) dengan metode Folin-ciocalteau.
Sampel yang akan digunakan pada penelitian adalah cabai rawit yang
diambil dari Desa Kepandean, Kecamatan Dukuhturi dan teknik pengambilan
sampel dilakukan secara random. Sampel yang digunakan diisolasi dengan
menggunakan metode maserasi selama 24 jam dengan menggunakan pelarut
etanol 96%, etil asetat, dan n-heksana menghasilkan ekstrak cair kemudian
penguapan bebas dan menghasilkan ekstrak kental. Sampel di uji kualitatif dengan
identifikasi reaksi warna menggunakan FeCl3 1% sebanyak 3 tetes menghasilkan
warna hijau kehitaman.
Berdasarkan hasil penelitian cabai rawit (Capsicum frutescens L) terdapat
kandungan senyawa fenol pada masing-masing pelarut, yaitu etanol 96%, etil
asetat, dan n-heksana . Hasil penelitian menunjukan bahwa panjang gelombang
maksimum fenol yang diperoleh adalah 750 nm dengan persamaan kurva baku y=
0,0132x + 0,1988(r2= 0,9649). Berdasarkan uji analisis data diketahui bahwa
kadar total fenol ekstrak cabai rawit tertinggi terdapat pada pelarut Etil Asetat
yaitu sebesar 12,17%.

Kata kunci : Cabai rawit, Kadar Fenol, Perbedaan Pelarut, Folin-Ciocalteau

x
ABSTRACT

Widarjati, Rizki Nur. Kusnadi., Febriyanti, Rizki. 2019. The Effect Of


Soluent Differences On Total Level Of Cayenne Pepper (Capsicum frutescens
L).

Cayenne pepper (Capsicum frutescens L) is an important vegetable


commodity in Indonesia, especially in the national culinary industry. The spicy
taste of is Cayenne pepper caused by the capsaicinoid content in the Cayenne
pepper. Cayenne pepper contains phenolic compounds which are dominated by
groups of capsaicinoid compounds and flavonoids and some ferulic acids, kumarat
acid and cinnamic acid. This study aimed to determine the total phenol content of
cayenne pepper (Capsicum frutescens L.) by the Folin-ciocalteau method.
The samples to be used in the study were cayenne pepper taken from
Kepandean Village, Dukuhturi District and the sampling technique was done
randomly. The sample used was isolated using maceration method for 24 hours
using 96% ethanol, ethyl acetate, and n-hexane to produce liquid extracts and then
free evaporation and produce thick extracts. The sample in the qualitative test by
identifying the color reaction using FeCl3 1% as much as 3 drops resulted in a
blackish green color.
Based on the results of research on cayenne pepper (Capsicum
frutescens L) there is a content of phenol in each solvent, namely 96% ethanol,
ethyl acetate, and n-hexane. The results show that the maximum wavelength of
phenol obtained was 750 nm with the standard curve equation y = 0.0132x +
0.1988 (r2 = 0.9649). Based on the data analysis test, it is found that the highest
total phenol level of cayenne pepper extract is found in ethyl acetate solvents
which is 12.17%.

Keywords: Cayenne pepper, Phenol Levels, Solvent Difference, Folin-


Ciocalteau

xi
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ........................................................................................ i


Halaman Persetujuan .............................................................................. ii
Halaman Pengesahan .......................................................................... ... iii
Halaman Pernyataan ............................................................................... iv
Halaman Pernyataan Persetujuan ....................................................... .... v
Halaman Moto ........................................................................................ vi
Halaman Persembahan ....................................................................... .... vii
PRAKATA ......................................................................................... .... viii
INTISARI ............................................................................................... x
ABSTRAK ......................................................................................... .... xi
DAFTAR ISI .......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiv
DAFTAR TABEL .................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 4
1.3 Batasan Masalah.................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................. 5
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................ 5
1.6 Keaslian Penelitian ................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 7
2.1 Tinjauan Pustaka...................................................................... 7
2.1.1 Cabai Rawit ................................................................... 7
1. Morfologi Tumbuhan Cabai Rawit ........................... 8
2. Kandungan Tumbuhan Cabai Rawit ......................... 10
3. Manfaat Tumbuhan Cabai Rawit .............................. 10

xii
2.1.2 Simplisia........................................................................ 11
1. Susut Pengeringan .................................................... 12
2. Rendemen ................................................................. 13
3. Proses Pembuatan Simplisia ..................................... 13
2.1.3 Pelarut ........................................................................... 14
2.1.4 Ekstraksi ........................................................................ 19
2.1.5 Maserasi ........................................................................ 20
2.1.6 Pemekatan ..................................................................... 21
2.1.7 Penapisan Fitokimia ...................................................... 22
2.1.8 Senyawa Fenol ............................................................... 22
2.1.9 Kromatografi Lapis Tipis ............................................. 24
2.1.10 Spektrofotometri UV-Vis ............................................ 26
2.2 Hipotesis .................................................................................. 29
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 30
3.1 Objek Penelitian....................................................................... 30
3.2 Sampel dan Teknik Sampling .................................................. 30
3.3 Variabel Penelitian................................................................... 30
3.4 Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 31
3.4.1 Cara Pengumpulan Data................................................ 31
3.4.2 Alat dan Bahan ............................................................. 31
3.4.3 Cara Kerja ..................................................................... 32
3.5 Analisis Hasil ........................................................................... 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................. .. 45
BAB V SIMPULAN DAN SARAN..................................................... .. 58
5.1 Simpulan.............................................................................. .... 58
5.2 Saran.................................................................................... .... 58
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... ... 59
LAMPIRAN ........................................................................................ ... 63

xiii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Tanaman Cabe Rawit ........................................................ 7
Gambar 3.1. Skema Pembuatan Serbuk Simplisia ................................. 32
Gambar 3.2. Skema Susut Pengeringan ................................................. 33
Gambar 3.3. Skema Uji Mikroskopik Buah Cabe Rawit ....................... 34
Gambar 3.4. Skema Pembuatan Ekstraksi Cabe Rawit .......................... 35
Gambar 3.5. Skema Uji Bebas Etanol 96 ............................................... 36
Gambar 3.6.Skema Uji Bebas Etil Asetat .............................................. 37
Gambar 3.7. Skema Uji Bebas N-Heksana ............................................ 37
Gambar 3.8. Skema Uji Kualitatif Pada Fenol Ekstrak Buah
Cabe Rawit. ....................................................................... 38
Gambar 3.9. Skema Kromatografi Lapis Tipis ................................... 40
Gambar 3.10. Skema Pembuatan Larutan Induk Asam Galat ............... 41
Gambar 3.11. Skema Pembuatan Larutan Na2CO3 20% ........................ 41
Gambar 3.12. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum................... . 42
Gambar 3.12. Skema Pembuatan Kurva Kalibrasi.................................. 43
Gambar 4.1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ...................... 54
Gambar 4.2.Kurva Kalibrasi Asam Galat ............................... ............... 56

xiv
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ................................................................. 6
Tabel 4.1 Hasil Uji Susut Pengeringan ............................................... ... 46
Tabel 4.2 Hasil Identifikasi Makroskopis .............................................. 46
Tabel 4.3 Hasil Identifikasi Mikroskopis ............................................... 47
Tabel 4.4 Hasil Identifikasi Uji Bebas Pelarut ........................................ 50
Tabel 4.5 Hasil Rendemen Ekstrak .................................................. ...... 50
Tabel 4.6 Identifikasi Senyawa Fenol ............................................... ..... 51
Tabel 4.7 Data Rf Hasil KLT ................................................................. 53
Tabel 4.8 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum .......................... 54
Tabel 4.9 Nilai Absorbansi Asam Galat ................................................ 55
Tabel 4.10 Kandungan Total Fenol Dalam Ekstrak Cabai Rawit ........... 56

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosentase (%) Berat Basah dan Berat Kering................... 63

Lampiran 2. Perhitungan Susut Pengeringan .......................................... 64

Lampiran 3. Perhitungan Rendemen Ekstrak ......................................... 66

Lampiran 4. Perhitungan Nilai Rf sampel dan Rf standar ...................... 69

Lampiran 5. Perhitungan Kadar Total Fenol .......................................... 70

Lampiran 6. Gambar Penelitian ............................................................. 79

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Cabai merupakan komoditas sayuran penting di Indonesia terutama

dalam industri kuliner nasional. Hal ini dapat tergambar dari ragam kuliner yang

memiliki cita rasa pedas yang diminati oleh masyarakat Indonesia. Pada

beberapa jenis cabais yang dikonsumsi masyarakat Indonesia, cabai rawit

(Capsicum frutescens L) memiliki tingkat kepedasan yang lebih tinggi

dibanding dengan jenis cabe besar (Capsicum annuum) (Dedi dkk,2017). Rasa

pedas pada buah cabai disebabkan oleh kandungan capsaicinoid yang ada pada

buah cabe tersebut. Buah cabai memiliki kandungan nutrisi yang cukup lengkap

seperti vitamin dan mineral. Selain itu buah cabe memiliki kandungan senyawa

fenol yang didominasi oleh kelompok senyawa capsaicinoid dan flavonoid serta

beberapa asam ferulat, asam kumarat, dan asam cinamat (Dedi dkk,2017)

Buah cabai rawit berkhasiat mengobati rematik, sariawan, sakit gigi, flu,

penambah nafsu makan, dan mencegah penyakit kanker (Sutomo dkk,2017).

Senyawa fenol seperti flavonoid merupakan metabolit sekunder yang tersebar

terutama pada famili Leguminosae, Liliaceae, Polygonaceae, dan

Schropulariceae dapat ditemukan pada semua bagian tumbuhan, seperti daun,

buah, biji, akar, dan kulit batang (Ikalinus et al,2015).

Fenol adalah senyawa yang mempunyai sebuah cincin aromatik dengan

satu atau lebih gugus hidroksil. Senyawa fenol pada bahan makanan dapat

1
2

dikelompokkan menjadi fenol sederhana dan asam folat (Oktaviana,

2010).Standar yang digunakan pada analisis kandungan fenolik adalah asam

galat, hal ini karena asam galat bersifat stabil, memiliki sensivitas yang tinggi,

dan harganya cukup terjangkau. Kandungan fenolik dari standar asam galat

ditentukan dengan metode Folin-Coicalteau (Rahmawati, 2015).

Beberapa faktor dalam proses ekstraksi yang mempengaruhi hasil

ekstraksi diantaranya jenis pelarut, rasio berat bahan dengan volume pelarut, suhu,

pengadukan, waktu ekstraksi, dan ukuran sampel. Salah satu metode ekstraksi

yang umum digunakan yaitu metode maserasi. Metode maserasi memiliki

kelebihan seperti cara pengerjaan dan unit alat yang digunakan sederhana,biaya

operasional relatif rendah, serta dapat menghindari rusaknya senyawa-senyawa

yang bersifat termolabil (Mukhriani, 2014).

Penelitian ini menggunakan metode maserasi satu tahap dengan pelarut

organik dengan tingkat kepolaran yang berbeda yaitu etanol 96% (polar), etil

asetat (semi polar) dan n-heksana (non polar). Metode maserasi dipilih karena

dapat mengekstraksi senyawa aktif dengan baik melalui perendaman tanpa

pemanasan sehingga dapat menghindari kerusakan komponen senyawa yang labil

dan tidak tahan panas. Adanya sistem perendaman ini maka pelarut akan

menembus dinding sel dan masuk kedalam sel yang mengandung zat aktif. Maka

zat aktif yang terdapat dalam sel akan larut dalam pelarut (Khoiriyah,2014).

Pemakaian etanol sebagai bahan pelarut karena etanol dapat larut dalam

air dan dapat juga larut pada bahan organik lainnya sehingga dapat memudarkan

proses ekstraksi pada cabai ini. Etanol adalah bahan pelarut organik yang mudah
3

menguap sehingga dapat memudahkan proses ekstraksi. Etanol 96% ini digunakan

karena merupakan pelarut pengekstraksi yang terbaik untuk hampir semua

senyawa dengan berat molekul rendah seperti saponin dan flavonoid. Etil asetat

merupakan pelarut yang bersifat semi polar sehingga dapat menarik senyawa yang

bersifat polar maupun nonpolar, memiliki titik didih yang rendah yaitu 770C ,

berwujud cairan yang tidak beracun, tidak berwarna, memiliki aroma khas, dan

mudah diuapkan sehingga dapat digunakan untuk ekstraksi buah cabai rawit

(Susanti, 2012). N-Heksana merupakan pelarut organik yang bersifat inert karena

non polarnya, banyak dipakai untuk ekstraksi minyak dari biji. Heksana biasa juga

dikenal dengan sebutan nama n-heksan yang termasuk dalam golongan pelarut

non-polar Pelarut heksana juga merupakan hidrokarbon aromatik yang sangat

mudah menguap. Pelarut heksana memiliki sifat-sifat dan karakteristik yang tidak

mudah larut dalam air, sangat larut dengan etanol, dan dapat larut dalam dietil eter

dan klorofom (Maulid, 2010).

Tujuan melakukan perlakuan perbedaan jenis pelarut adalah untuk

mengetahui pengaruh jenis pelarut terhadap karakteristik ekstrak cabe rawit

(Capsicum frutescens L.) dan menentukan jenis pelarut terbaik untuk

menghasilkan ekstrak cabe rawit (Capsicum frutescens L.). Pelarut yang dipilih

pada penelitian ini adalah etanol, etil asetat, dan n-heksana.

Berdasarkan beberapa tersebut hal diatas, maka mendorong peneliti untuk

melakukan penelitian yang berjudul “PENGARUH PERBEDAAN PELARUT

TERHADAP KADAR TOTAL FENOL CABAI RAWIT (Capsicum frutescens

L.)”.
4

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas. Maka dapat dirumuskan

permasalahan, yaitu:

1) Apakah ada kandungan senyawa fenol dari ekstrak cabai rawit (Capsicum

frutescens L.) dengan menggunakan pelarut etanol 96%, etil asetat, dan n-

heksana?

2) Manakah kadar total fenol tertinggi dari hasil ekstraksi maserasi cabai

rawit (Capsicum frutescens L.) dari pelarut etanol 96%, etil asetat, dan n-

heksana ?

1.3.Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1) Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah buah cabai rawit

(Capsicum frutescens L) diperoleh dari Desa Kepandean, Kecamatan

Dukuhturi, Tegal

2) Identifikasi serbuk cabai rawit dilakukan secara makroskopik dan

mikroskopik.

3) Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode maserasi dengan

pelarut etanol, etil asetat, dan n-heksana dengan perbandingan 1:10.

4) Identifikasi uji fenol dilakukan dengan uji pewarnaan, Kromatografi

Lapis Tipis, dan spektrofotometer UV-Vis.


5

1.4.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1) Mengetahui kandungan senyawa fenol pada buah cabai rawit (Capsicum

frutescens L.) dengan pelarut etanol 96%, etil asetat, n-heksana.

2) Mengetahui hasil total fenol tertinggi pada buah cabai rawit (Capsicum

frutescens L.) dengan pelarut etanol 96%, etil asetat, dan n-heksana.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1) Dapat menambah pengetahuan khususnya bagi para pembaca tentang

senyawa kimia yang terkandung dalam buah cabai rawit (Capsicum

frutescens L.).

2) Mengetahui jumlah kadar total fenolik yang terkandung dalam masing-

masing pelarut, yaitu etanol 96%, etil asetat, dan n-heksana, pada buah

cabai rawit (Capsicum frutescens L.).


6

1.6. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1. Keaslian Penelitian

Penulis I Penulis II Rizki Nur


No Pembeda Dwi Marga Lestari Irena Safitri widarjati,
dkk, 2018 dkk, 2017 2018
1. Judul Aktivitas Antioksidan Pengaruh Pengaruh
Penelitian Ekstrak Fenol Daun Jenis Pelarut Perbedaan
Gayam (Inocarpus Pada Metode Pelarut
fagiferus Fosb) Maserasi Terhadap
Terhadap Kadar Total
Karakteristik Fenol Cabai
Ekstrak Rawit
Sargassum (Capsicum
polycystum frutescens L.)

2. Tempat Laboratorium Kimia Laboratorium Laboratorium


Penelitian Universitas Pengolahan Politeknik
Muhammadiyah Pangan, dan Harapan
Malang Jl.Tlogo Mas Laboratorium Bersama Kota
No. 246 Malang (uji Analisis Tegal
kadar total fenol dan Pangan,
aktivitas antioksidan) Fakultas
Teknologi,
Pertanian
Universitas
Udayana

3. Sampel Ekstrak Daun Gayam Ekstrak Ekstrak Buah


(Inocarpusfagiferus Rumput Laut Cabai Rawit
Fosb) (Sargassum (Capsicum
polycystum) frutescens L.)
4. Metode Metode Folin- Metode Metode Folin
Analisis ciocalteaudan Maserasi –ciocalteau
penangkal radikal
bebas DPPH
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)

Gambar 2.1. Tanaman Cabe Rawit (Sumber : Umah, 2012)

Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) memiliki beberapa nama

lombok, japlak, mengkreng, cengis, ceplik, atau cempling. Dalam bahasa

Sunda cabai rawit disebut cengek. Sementara orang-orang di Nias dan

Gayo menyebutnya dengan nama lada imi dan pentek. Secara

internasional, cabe rawit dikenal dengan nama thai pepper (Tjandra, 2011).

Klasifikasi cabai rawit adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Order : Solanales

Family : Solanaceae

7
8

Genus : Capsicum

Species : Capsicum frutescens L. (Umah, 2012)

1. Morfologi Tumbuhan Cabai Rawit

Cabai rawit adalah tanaman perdu yang tingginya hanya sekitar 50-

135 cm, tanaman ini tumbuh tegak lurus ke atas.Bagian-bagian utama

tanaman cabe meliputi akar, batang, cabang, daun, bunga, serta buah

dan biji.

a. Akar

Akar tanaman cabai merupakan akar tunggang yang sangat kuat.,

terdiri atas akar utama (primer) dan lateral (sekunder). Akar tersier

merupakan serabut-serabut akar yang keluar dari akar lateral.

Panjang akar primer sekitar 35-50 cm dan akar lateral sekitar 35-45

cm (Umah, 2012).

b. Batang

Batang cabai umumnya berwarna hijau tua dan berkayu. Panjang

batang berkisar 30-37,5 cm dan berdiameter 1,5- 3 cm. Jumlah

cabangnya, yakni antara 7-15 per tanaman. Panjang cabangnya

sekitar 5-7 cm dengan diameter 0,5-1 cm. Di daerah percabangan

terdapat tangkai daun dan daun. Tangkai daun berfungsi untuk

menopang daun. Ukuran tangkai daun sangat pendek, yakni hanya 2-

5 cm (Umah, 2012).
9

c. Daun

Daun cabai adalah daun tunggal. Daun muncul di tunas-tunas

samping yang berurutan di batang utama yang tersusun spiral.

Umumnya berwarna hijau dan hijau tua. Bentuk daun ada yang

deltoid, ovate (oval), dan lanceolate (lanset) (Umah, 2012).

d. Bunga

Bunga cabai bersifat tunggal dan muncul di ujung ruas tunas.

Mahkotanya berwarna putih, kuning muda, kuning, ungu dengan

dasar putih, putih dengan dasar ungu, atau ungu tergantung varietas.

Alat kelamin jantan dan betina terletak di satu bunga sehingga

termasuk bunga sempurna. Setiap bunga cabai mempunyai satu

putik. Kepala putik berbentuk bulat. Putik bunga berukuran panjang

0,5 cm, berwarna putih dengan kepala berwarna hijau. Jumlah

benang sari antara 5-8 helai dan berbentuk lonjong. Posisi bunga

cabai ada yang menggantung, horizontal, dan tegak (Umah, 2012).

e. Buah

Buah cabai memiliki rongga dengan jumlah berbeda-beda sesuai

dengan varietasnya. Di dalam buahnya terdapat plasenta sebagai

tempat biji melekat. Daging buah cabai umumnya renyah dan

kadang-kadang lunak. Buah cabai ukurannya beragam, mulai dari

pendek sampai panjang dengan ujung runcing atau tumpul. Pada

dasarnya bentuk buah cabai di bedakan menjadi panjang, bulat,


10

segitiga, campanulate dan blocky. Bentuk pangkal buah, tepi buah,

dan ujung buah cabe pun juga beragam (Umah, 2012).

f. Biji

Biji cabai terdapat di dalam buah dan menempel di sepanjang

plasenta. Warnanya juga beragam, mulai dari putih hingga kuning

jerami. Bagian terluarnya terdapat lapisan keras. Biji inilah yang

berperan untuk menghasilkan bibit tanaman yang baru (Umah,

2012).

2.Kandungan Tumbuhan Cabai Rawits

Genus Capsicum merupakan sumber utama senyawa fenol.

Tanaman cabai sendiri banyak mengandung flavonoid, yang

belakangan ini banyak diteliti aktivitas antioksidannya. Senyawa

kimia yang terdapat banyak dalam buah cabai rawit adalah vitamin C,

vitamin E, beta karoten dan pigmen karetenoid. Karetenoid seperti

kapsantin, kapsorubin, dan kriptokapsin secara khusus terdapat dalam

genus ini, mempengaruhi terbentuknya warna merah pada buah dan

telah diketahui memiliki kemampuan peredaman radikal bebas yang

efektif. Kapsaisinoid adalah alkaloid yang ditemukan banyak dalam

buah Capsicum dengan kandungan utama kapsaisin dan

dihidrokapsaisin (Yunita, 2012).

3. Manfaat Tumbuhan Cabai Rawit

Cabai rawit selain untuk sayuran, cabai rawit mempunyai

kegunaan yang lain, Dengan beberapa keunggulan tersebut, cabai rawit


11

dianggap penting untuk bahan ramuan industri makanan, minuman

maupun farmasi. Malahan dengan kandungan vitamin A yang tinggi.

Selain bermanfaat untuk kesehatan mata, cabai rawit juga cukup manjur

untuk menyembuhkan sakit tenggorokan, karena rasanya yang pedas

(mengandung capsicol semacam minyak atsiri yang tinggi)

(Setiadi,2006).

Cabai bisa menggantikan fungsi minyak gosok untuk mengurangi

pegal-pegal, rematik, sesak nafas, dan gatal-gatal. Dengan ketajaman

aromanya, cabai juga digunakan untuk menyembuhkan radang

tenggorokan akibat udara dingin serta mengatasi polio. Menurut hasil

penelitian Departemen Kesehatan cabai cukup manjur untuk mengobati

sakit perut, bisul, iritasi kulit dan sekaligus untuk stimulan (perangsang)

misalnya merangsang nafsu makan (Setiadi,2006).

2.1.2.Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat

yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan

lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (DepKes RI, 1979 : 3).

Penggolongan simplisia dibedakan menjadi tiga golongan yaitu :

a. Simplisia Nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh,

bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang dimaksud eksudat

tanaman ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman

atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau

zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu atau


12

dipisahkan dari tanamannya dengan cara tertentu yang masih

berupa zat kimia murni (DepKes RI, 1995).

b. Simplisia Hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh,

bagian dari hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh

hewan dan belum berupa zat kimia murni (DepKes RI, 1995).

c. Simplisia Pelikan atau Mineral adalah simplisia yang berupa

bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah

dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

(DepKes RI, 1979: 28).

1. Susut Pengeringan

Susut pengeringan adalah kadar bagian yang menguap

suatu zat. Kecuali dinyatakan lain, suhu penetapan adalah

105oC , keringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap.

Jika suhu lebur zat lebih rendah dari suhu penetapan,

pengeringan dilakukan pada suhu antara 5oC dan 10oC

dibawah suhu leburnya selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian

pada suhu penetapan selama waktu yang ditentukan atau

hingga bobot tetap.Untuk simplisia yang tidak mengandung

minyak atsiri dan sisa pelarut organik menguap, susut

pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu kandungan

air karena simplisia berada di atmoster dan ligkungan terbuka

sehingga dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan

penyimpanan. Dengan pernyataan bobot tetap yang tertera


13

pada penetapan susut pengeringan dimaksudkan bahwa dua

kali penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,5

mg tiap gram sisa yang ditimbang. Penimbangan dilakukan

setelah zat dikeringkan lagi selama 1 jam (DepKes RI,1979 :

XXXIII).

Rumus susut pengeringan :

Bobot awal − bobot akhir


% Susut pengeringan x 100%
Bobot awal

2. Rendemen

Rendemen adalah perbandingan jumlah (kuantitas)

minyak yang dihasilkan dari ekstraksi tanaman aromatik.

Rendemen menggunakan satuan persen (%). Semakin tinggi

nilai rendemen yang dihasilkan menandakan nilai minyak atsiri

yang dihasilkan semakin banyak.

Berat ekstrak kental


% Rendemen = x 100%
Berat sampel

3. Proses Pembuatan Simplisia

Proses awal ekstraksi adalah tahapan pembuatan simplisia

kering. Dari simplisia dibuat serbuk simplisia dengan peralatan

tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Semakin halus

serbuk simplisia, maka proses ekstraksi makin efektif dan

efisien, akan tetapi semakin rumit untuk tahapan filtrasi

(Depkes RI,2000).
14

Sebelum dilakukan pembuatan serbuk, simplisia diidentifikasi

berdasarkan makroskopik dan mikroskopik:

a. Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menemukan ciri khas

simplisia dengan melihat bentuk permukaan luar dan

organoleptis seperti bau, rasa, warna, tekstur, dan ukuran

simplisia. Ukuran simplisia hanya ditetapkan pada

simplisia utuh seperti buah dan tidak digunakan untuk

simplisia bentuk serbuk atau sari simplisia.

b. Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menemukan fragmen

pengenal spesifik dari simplisia yang diuji. Dari

pemeriksaan mikroskopik ini dicari fragmen jaringan

anatomi yang khas dari serbuk simplisia (epidermis,tulang

daun,rambut penutup,dan lain-lain).

2.1.3. Pelarut

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak harus baik

(optimal) untuk mendapatkan senyawa yang berkhasiat atau yang

aktif, dengan demikian dapat memisahkan senyawa tersebut dari

bahan dan dari senyawa lainnya, serta ekstrak hanya mengandung

sebagian besar senyawa yang diinginkan. Dalam hal ekstrak total,

maka cairan pelarut yang dipilih yang melarutkan hampir semua

metabolit sekunder yang terkandung (DepKes RI, 2000 : 8).


15

Berkaitan dengan polaritas dari pelarut, terdapat tiga

golongan pelarut yaitu:

1. Pelarut Polar

Pelarut polar memiliki tungkat kepolaran yang tinggi, cocok

untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang polar dari tanaman.

Pelarut polar cenderung universal digunakan karena biasanya

walaupun polar, tetap dapat menyari senyawa-senyawa dengan

tingkat kepolaran lebih rendah. Salah satu contoh pelarut polar

adalah: air, metanol, etanol, asam asetat.

2. Pelarut Semi Polar

Pelarut semi polar memiliki tingkat kepolaran yang lebih

rendah dibandingkan dengan pelarut polar. Pelarut ini baik

untuk mendapatkan senyawa-senyawa semi polar dari

tumbuhan. Contoh pelarut ini adalah: aseton, etil asetat,

kloroform.

3. Pelarut Non Polar

Pelarut nonpolar, hampir sama sekali tidak polar. Pelarut ini

baik untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang sama sekali

tidak larut dalam pelarut polar. Senyawa ini baik untuk

mengekstrak berbagai jenis minyak. Contoh: heksana, eter.

Pemilihan pelarut merupakan faktor yang menentukan

dalam ekstraksi. Pelarut pengekstrak yang digunakan dalam proses

pembuatan ekstrak adalah pelarut yang optimal untuk menarik


16

senyawa yang terdapat dalam simplisia. Menurut (Susanti, et.al.,

2012 :10), pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh

faktor-faktor antara lain :

1. Selektivitas

Pelarut dapat melarutkan semua zat yang akan diekstrak dengan

cepat dan sempurna.

2. Titik didih pelarut

Pelarut harus mempunyai titik didih yang cukup rendah

sehingga pelarut mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu

tinggi pada proses pemurnian dan jika diuapkan tidak tertinggal

dalam minyak.

3. Pelarut tidak larut dalam air.

4. Pelarut bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan kemponen

lain.

5. Harga pelarut semurah mungkin.

6. Pelarut mudah terbakar.

Pemilihan pelarut organik yang akan digunakan dalam

ekstraksi komponen aktif merupakan faktor penting dan

menentukan untuk mencapai tujuan dan sasaran ekstraksi

komponen. Kepolaran suatu pelarut dapat ditentukan oleh besar

konstanta dielektriknya. Konstanta dielektrikum dinyatakan

sebagai gaya tolak menolak antara dua partikel yang bermuatan

listrik dalam suatu molekul. Semakin tinggi nilai konstanta


17

dielektrikum, titik didih dan kelarutan dalam air, maka pelarut

akan bersifat semakin polar (Latifah, 2015).

Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pelarut

polar (etanol 96%), pelarut semi polar (etil asetat), dan pelarut

non polar (n-heksana). Penggunaan pelarut yang berbeda

kepolaritasannya diharapkan akan diperoleh pelarut yang

optimum dalam mengekstraksi cabai rawit.

Etanol disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol

absolut, atau alkohol saja, adalah suatu cairan bening tidak

berwarna, mudah menguap, berbau merangsang dan mudah larut

dalam air (Depkes RI, 1979 : 66). Etanol termasuk kedalam

alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus

empiris C2H6O. Etanol utamanya dipengaruhi oleh keberadaan

gugus hidroksil dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus

hidroksil dapat berpartisipasi kedalam ikatan hidrogen, sehingga

membuatnya cair dan lebih sulit menguap dari pada senyawa

organik lainnya dengan masa molekul yang sama (Wikipedia,

2017). Etanol memiliki titik didih 78,3oC sehingga mudah

terbakar dan mudah menguap serta memiliki nilai konstanta

dielektikum yang tinggi sehingga etanol termasuk pelarut yang

bersifat polar. Etanol merupakan pelarut yang sering digunakan

dalam laboratorium karena mempunyai kelarutan yang relatif

tinggi dan bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan


18

komponen lainnya (Susanti dkk, 2012 : 10). Etanol 96%

merupakan pelarut yang bersifat inert, tidak beracun, mudah

diuapkan, mmudah terbakar, aman dan harganya relatif murah

serta mudah diperoleh.

Etil asetat adalah senyawa organik yang dengan rumus

kimia CH3CH2OC(O)CH3 merupakan ester dari etanol dan asam

asetat. Senyawa ini berwujud cairan tak berwarna, memiliki

aroma khas. Etil asetat adalah pelarut polar menengah yang

volatil, tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat dapat

melarutkan air hingga 3%, dan larut dalam air hingga kelarutan

8% pada suhu kamar. Kelarutannya meningkat pada suhu yang

lebih tinggi. Namun, senyawa ini tidak stabil dalam air yang

mengandung basa atau asam. Etil asetat merupakan pelarut yang

bersifat semi polar sehingga dapat menarik senyawa yang`

bersifat polar maupun nonpolar, memiliki toksisitas rendah, dan

mudah diuapkan karena memiliki titik didih 77,1oC sehingga

memudahkan pemisahan senyawa dari pelarutnya (Deasywati,

2011).

N-heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana

dengan rumus kimia C6H14 (isomer utama N-heksana memiliki

rumus CH3(CH2)4CH3). N-heksana merupakan jenis pelarut

organik. Fungsi dari heksana adalah untuk mengekstraksi lemak

atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari


19

kuning menjadi jernih. Dalam keadaan standar senyawa ini

merupakan cairan tak berwarna yang tidak larut dalam air

(Safaatul, 2010 : 75). N-heksana merupakan pelarut yang paling

ringan dengan titik didih 69oC (Deasywati, 2011). N-heksana

adalah jenis pelarut non polar yang murah, relative aman, secara

umum tidak reaktif, dan mudah diuapkan.

2.1.4. Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang

dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung

senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut

seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif yang

terdapat dalam berbagai simplisia dapat dapat digolongkan

kedalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain.

Struktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan

serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap pemanasan,

udara, cahaya, logam berat, dan derajat keasaman. Dengan

diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan

mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat

(DepKes RI, 2000).

Ekstrak adalah sediaan kental yang di peroleh dengan

mengekstraksi senyawa aktif dari simplisa nabati atau simplisa

hewani menggunakan pelarut yang sesuai (Depkes RI, 2000).


20

Ekstrak dikelompokan atas dasar sifatnya, yaitu (Voight,

1994) :

1) Ekstrak encer adalah sediaan yang memiliki konsistensi

semacam madu dan dapat dituang.

2) Ekstrak kental adalah sediaan yang liat dalam keadaan dingin

dan tidak dapat dituang. Kandungan airnya berjumlah sampai

30%. Tingginya kandungan airnya menyebabkan

ketidakstabilan sediaan obat karena cemaran bakteri.

3) Ekstrak kering adalah sediaan yang memiliki konsistensi dan

mudah dituang. Sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak

lebih dari 5%.

4) Ekstrak cair, ektrak yang dibuat sedemikian sehingga 1 bagian

simplisa sesuai dengan 2 bagian ekstrak cair.

2.1.5. Maserasi

Maserasi (macerase = mengairi, melunakkan) merupakan

cara penyarian sedarhana yang dilakukan dengan cara merendam,

serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada

suhu kamar dan terlindung dari cahaya. Prinsip maserasi adalah

serbuk simplisia direndam dalam cairan penyari yang sesuai selama

beberapa hari pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya. Cairan

penyari akan masuk kedalam sel melewati dinding sel, isi sel akan

larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan didalam

sel dengan diluar sel. Larutan yang konsentrasi tinggi akan terdesak
21

keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah

(proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi

keseimbangan konsentrasi larutan diluar sel dan didalam sel setiap

hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan

(Voight,1995 : 566).

Keuntungan dari metode maserasi adalah peralatannya

sederhana sedangkan kerugiannya waktu yang diperlukan untuk

mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan

untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras (Depkes

RI,1986). Waktu maserasi berbeda-beda, masing-masing

farmakope mencantumkan 4-10 hari. Keadaan diam selama

maserasi menyebabkan turunnya perpindahan zat aktif semakin

besar,tahap cairan ekstraksi akan semakin baik hasil yang diperoleh

jika perbandingan simplisia dan pelarut semakin besar (Voight,

1995 : 566).

2.1.6. Pemekatan

Proses pemekatan menggunakan suhu 500C sehingga

komponen senyawa metabolit sekunder tidak mengalami kerusakan

(Khunaifi,2010). Pemekatan dengan menggunakan bantuan rotary

evaporator akan menurunkan tekanan uap pelarut,sehingga pelarut

akan menguap dibawah titik didih normalnya. Tujuannya adalah

agar komponen fitokimia yang terdapat dalam ekstrak tidak

mengalami kerusakan akibat pemanasan yang berlebihan. Adanya


22

tekanan yang diberikan oleh pompa vakum mengakibatkan pelarut

menguap dari campuran kemudian terkondensasi dan masuk dalam

labu penampung (Khunaifi,2010).

2.1.7. Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia adalah pemeriksaan atau identifikasi

kandungan kimia untuk mengetahui golongan senyawa yang

terkandung dalam suatu tumbuhan.Setelah golongan ditentukan,

kemudian ditentukan jenis senyawa dalam golongan tersebut

(Harborne, 1987). Golongan senyawa yang diperiksa adalah

senyawa metabolit sekunder , seperti alkaloid, flavonoid, terpen

,tanin, saponin, glikosida, kuinon ,dan antrakuinon.

2.1.8. Senyawa Fenol

Fenol adalah senyawa yang mempunyai sebuah cincin

aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil. Senyawa fenol

cenderung mudah larut dalam air karena umumnya mereka sering

kali berikatan dengan gula sebagai glikosida. Fenol merupakan

metabolit sekunder yang tersebar dalam tumbuhan. Senyawa fenol

dalam tumbuhan dapat berupa fenol sederhana, antarquinon, asam

fenolat, flavonoid, lignin, tanin (Harbone, 1987).

Cara klasik untuk mendeteksi senyawa fenol sederhana

adalah dengan menambahkan larutan besi (III) klorida 1% dalam

air atau etanol kepada larutan cuplikan, yang menimbulkan warna

hijau, merah, ungu, biru, atau hitam yang kuat. Cara ini, yang
23

dimodifikasi dengan menggunakan campuran segar larutan besi

(III) klorida 1%, masih tetap digunakan sebagai cara umum untuk

mendeteksi senyawa fenol pada kromatogram kertas (Harbone,

1987).

1. Sifat dan fungsi senyawa fenol

Fungsi fenol sederhana pada tumbuhan antara lain sebagai

transport elektron pada fotosintesis dan pengaturan enzim

tertentu. Selain itu juga berfungsi memacu perkecambahan biji

(Robinson, 1995).

2. Fenol sebagai senyawa antioksidan

Senyawa fenol merupakan kelas utama antioksidan yang

berada dalam tumbuh-tumbuhan. Kandungan senyawa fenol

banyak diketahui sebagai terminator radikal bebas, pada

umumnya kandungan senyawa fenol berkolerasi positif terhadap

aktivitas antiradikal.

Salah satu antioksidan alami yaitu asam galat. Asam galat

termasuk dalam senyawa fenol dan memiliki aktivitas

antioksidan yang kuat. Estimasi kandungan fenol total dapat

dilakukan dengan menggunakan pereaksi Follin-Ciocalteau.

Metode ini berdasarkan kekuatan mereduksi dari gugus hidroksi

fenol. Semua senyawa fenol termasuk fenol sederhana dapat

bereaksi dengan Follin-Ciocalteau. Kandungan fenol total

dalam tumbuhan dinyatakan dalam GAE (galluc acid


24

equivalent) yaitu jumlah kesetarannya miligram asam galat

dalam 100 gram sampel (Wachidah,2013).

2.1.9. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis Yaitu kromatografi yang

menggunakan lempeng gelas atau alumunium yang dilapisi dengan

lapisan tipis alumina, silika gel, atau bahan serbuk lainnya.

Kromatografi lapis tipis pada umumnya dijadikan metode pilihan

pertama pada pemisahan dengan kromatografi.

Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan senyawa

secara cepat, dengan menggunakan zat penjerap berupa serbuk

halus yang dipaliskan serta rata pada lempeng kaca. Lempeng yang

dilapis, dapat dianggap sebagai “kolom kromatografi terbuka” dan

pemisahan dapat didasarkan pada penyerapan, pembagian atau

gabungannya, tergantung dari jenis zat penyerap dan cara

pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut. Kromatografi

lapis tipis dengan penyerap penukar ion dapat digunakan untuk

pemisahan senyawa polar. Harga Rf yang diperoleh pada

kromatografi lapis tipis tidak tetap, jika dibandingkan dengan yang

diperoleh pada kromatografi kertas. Oleh karena itu ,pada lempeng

yang sama di samping kromatogram zat yang diuji perlu dibuat

kromatogram zat pembanding kimia, lebih baik dengan kadar yang

berbeda-beda (Depkes RI, 1979). Pemisahan dengan Kromatografi


25

Lapis Tipis (KLT) digunakan untuk mencari fase gerak yang

terbaik yang akan digunakan dalam kromatografi kolom.

Fase diam yang digunakan pada KLT adalah silika gel GF

dan sebagai fase gerak digunakan kloroform, metanol, dan asam

asetat. Bejana kromatografi sebelum digunakan untuk elusi,

terlebih dahulu dijenuhkan dengan fase geraknya. Sedikit fraksi

positif flavonoid yaitu fraksi n-heksana dilarutkan dengan

pelarutnya (eluen yang akan dipakai) kemudian ditotolkan pada

plat kromatografi lapis tipis dengan menggunakan pipa kapiler.

Setelah kering lalu dimasukkan dalam bejana. Bila fase gerak telah

mencapai batas yang ditentukan, plat diangkat,dan dikeringkan di

udara terbuka. Sebagai penampak noda digunakan asam sulfat.

Noda yang terbentuk diamati dengan lampu UV 254 nm dan 366

nm kemudian dihitung Rf-nya (Asih, 2009).

Suatu perhitungan tertentu untuk memastikan Jarak antara

jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan spot

yang terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak

plat berbeda. Nilai perhitungan tersebut adalah nilai Rf, nilai ini

nya digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel.

Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam

fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi. Nilai

Rf dapat dihitung dengan rumus berikut:


26

Jarak yang ditempuh substansi


% Rf =
Jarak yang ditempuh oleh pelarut

Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar

pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi

lapis tipis. Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di

bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila

senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent

polar dari plat kromatografi lapis tipis.

2.1.10. Spektrofotometri UV-Vis.

Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang

terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer

menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang

tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang

ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan

untuk mengukur energy relatif jika energy tersebut ditransmisikan,

direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang.

Kelebihan spektrofotometer dengan fotometer adalah panjang

gelombang dari sinar putih dapat lebih di deteksi dan cara ini

diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating atau celah

optis. Pada fotometer filter dari berbagai warna yang mempunyai

spesifikasi melewatkan trayek pada panjang gelombang tertentu

(Gandjar,2007).
27

Spektrum elektromagnetik dibagi dalam beberapa daerah

cahaya. Suatu daerah akan diabsorbsi oleh atom atau molekul dan

panjang gelombang cahaya yang diabsorbsi dapat menunjukan

struktur senyawa yang diteliti. Spektrum elektromagnetik meliputi

suatu daerah panjang gelombang yang luas dari sinar gamma

gelombang pendek berenergi tinggi sampai pada panjang gelombang

mikro (Marzuki, 2012)

Spektrum absorbsi dalam daerah-daerah ultra ungu dan sinar

tampak umumnya terdiri dari satu atau beberapa pita absorbsi yang

lebar, semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-

tampak. Oleh karena itu mereka mengandung electron, baik yang

dipakai bersama atau tidak, yang dapat dieksitasi ke tingkat yang

lebih tinggi.

Panjang gelombang pada waktu absorbsi terjadi tergantung pada

bagaimana erat elektron terikat di dalam molekul. Elektron dalam

satu ikatan kovalen tunggal erat ikatannya dan radiasi dengan energy

tinggi, atau panjang gelombang pendek, diperlukan eksitasinya

(Wunas,2011)

Keuntungan utama metode spektrofotometri adalah bahwa

metode ini memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas

zat yang sangat kecil. Selain itu, hasil yang diperoleh cukup akurat,

dimana angka yang terbaca langsung dicatat oleh detector dan

tercetak dalam bentuk angka digital ataupun grafik yang sudah


28

diregresikan (Yahya S,2013). Secara sederhana instrument

spektrofotometeri yang disebut spektrofotometer terdiri dari :

1. Sumber sinar polikromatis berfungsi sebagai sumber sinar

polikromatis dengan berbagai macam rentang panjang

gelombang.

2. Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang

yaitu mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar

polikromatis menjadi cahaya monokromatis. Sel sampel

berfungsi sebagai tempat meletakan sampel UV, VIS dan UV-

VIS menggunakan kuvet sebagai tempat sampel. Kuvet biasanya

terbuat dari kuarsa atau gelas, namun kuvet dari kuarsa yang

terbuat dari silika memiliki kualitas yang lebih baik. Hal ini

disebabkan yang terbuat dari 6 kaca dan plastik dapat menyerap

UV sehingga penggunaannya hanya pada spektrofotometer sinar

tampak (VIS). Kuvet biasanya berbentuk persegi panjang dengan

lebar 1 cm.

3. Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari

sampel dan mengubahnya menjadi arus listrik. Macam-macam

detector yaitu Detektor foto (Photo detector), Photocell,

misalnya CdS, Phototube, Hantaran foto, Dioda foto, Detektor

panas.

4. Read out merupakan suatu sistem baca yang menangkap

besarnya isyarat listrik yang berasal dari detector.


29

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam spektrofotometri

adalah :

a. Pada saat pengenceran alat alat pengenceran harus betul-betul

bersih tanpa adanya zat pengotor

b. Dalam penggunaan alat-alat harus betul-betul steril

c. Jumlah zat yang dipakai harus sesuai dengan yang telah

sditentukan

d. Dalam penggunaan spektrofotometri uv, sampel harus jernih dan

tidak keruh

e. Dalam penggunaan spektrofotometri uv-vis, sampel harus

berwarna.Serapan dapat terjadi jika foton/radiasi yang mengenai

cuplikan memiliki energi yang sama dengan energi yang

dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga.

2.2. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Terdapat kandungan senyawa fenol pada pelarut etanol 96%, etil asetat,

dan n-heksana dari ekstrak buah cabai rawit (Capsicum frutescens L).

2. Adanya kadar total fenol tertinggi pada pelarut dari hasil ekstraksi

maserasi cabai rawit (Capsicum frutescens L).


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Objek yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah pengaruh perbedaan

pelarut terhadap kadar total fenol pada cabe rawit. Dalam hal ini penentuan

kadar fenol total akan menggunakan metode Folin-ciocalteau.

3.2 Sampel dan Teknik Sampling

Sampel dalam penelitian ini adalah cabe rawit yang diperoleh dari Desa

Kepandean, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal. Teknik sampling yang

digunakan adalah random.

3.3 Variabel Penelitian

Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel antara lain :

1. Variabel Bebas merupakan variabel stimulus atau variabel yang

mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas dari penelitian ini adalah

pelarut etanol 96%, etil asetat, dan n-heksana.

2. Variabel terikat merupakan variabel yang memberikan reaksi / respon

jika dihubungkan dengan variabel bebas. Variabel terikat dari penelitian

ini adalah kadar fenol total ekstrak cabai rawit dari masing-masing

pelarut.

30
31

3. Variabel terkontrol merupakan variabel yang keberadaannya dikontrol

oleh peneliti untuk menetralisasi pengaruhnya . Variabel terkontrol dari

penelitian ini adalah metode ekstraksi secara maserasi, metode

spektrofotometri UV-Vis.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

3.4.1. Cara Pengumpulan Data

1) Jenis data yang digunakan bersifat kuantitatif dan kualitatif.

2) Metode pengumpulan data menggunakan eksperimen di

laboratorium Politeknik Harapan Bersama Tegal.

3.4.2. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan

analitik, oven, beaker glass, toples hitam untuk maserasi, batang

pengaduk, kain flanel, corong kaca, cawan uap, tabung reaksi,

labu ukur, pipet volume, blender, rotavapor, mikroskop, gelas

ukur, mikro pipet, kuvet, spektrofotometri UV-Vis .

2. Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak buah

cabai rawit (Capsicum frutescens L), etanol 96%, etil asetat ,n-

heksana, metanol, reagen Folin-Ciocalteau, aquadest, asam

galat, Lar. Na2CO3 20%, FeCl3.


32

3.5. Cara Kerja

1. Pembuatan serbuk simplisia

Buah cabai rawit dikumpulkan dan dibersihkan dari kotoran,

kemudian dicuci dengan air mengalir hingga bersih, untuk selanjutnya

keringkan kedalam oven pada suhu 60oC. Setelah simplisia kering

kemudian dihaluskan dan diayak dengan ukuran 60 mesh hingga didapat

serbuk simplisia yang halus. Serbuk simplisia yang diperoleh disimpan

dalam wadah bersih,kering dan tertutup rapat.

Mengumpulkan sejumlah cabai rawit dan membersihkan dari


kotoran dengan cara dicuci dengan air mengalir

Mengeringkan dalam oven pada suhu 60oC

Menghaluskan simplisia dan mengayaknya dengan ukuran 60


mesh

Menyimpan serbuk simplisia yang diperoleh dalam wadah


bersih, kering dan tertutup rapat.

Gambar 3.1. Skema Pembuatan Serbuk Simplisia

2. Susut pengeringan

Buah cabai rawit yang telah dikeringkan serta dihaluskan selanjutnya

melakukan uji susut pengeringan, dengan menimbang botol kosong

kemudian masukan simplisia yang telah dihaluskan sebanyak 1 sampai 2


33

g kedalam botol yang telah ditimbang, masukan kedalam oven dengan

suhu 105oC, setelah selesai hitung susut pengeringannya (Depkes RI,

2008)

Menimbang botol kosong

Memasukkan simplisia yang telah dihaluskan kedalam


botol sebanyak 1-2 g.

Mengoven pada suhu 105oC

Menghitung prosentase susut pengeringan berdasarkan


rumus susut pengeringan

Gambar3.2. Skema Susut pengeringan

3. Identifikasi Serbuk Simplisia

a. Makroskopis

Mengidentifikasi serbuk simplisia buah cabai rawit (Capsicum

frutescens L) meliputi bentuk, warna, bau dan rasa.

b. Mikroskopis

Identifikasi serbuk simplisia buah cabai rawit (Capsicum

frutescens L), Letakkan serbuk buah cabai rawit (Capsicum frutescens

L) diatas objek glass secukupnya kemudian ditetesi dengan air

secukupnya (1-2 tetes). Kemudian ditutup dengan menggunakan deg

glass dan diamati pada mikroskop.


34

Menyiapkan mikroskop dan mengatur focus cahaya


mikroskop

Meletakkan serbuk buah cabai rawit secukupnya pada


objek glass

Menetesi serbuk buah cabai rawit dengan air secukupnya


(1-2 tetes) kemudian ditutup dengan deg glass

Mengamati bentuk fragmennya dengan mikroskop

Gambar3.3. Skema Uji Cabai Rawit Mikroskopik Buah Cabai

4. Pembuatan Ekstraksi Buah Cabai Rawit dengan Metode Maserasi

dengan Pelarut Etanol 96%, Etil Asetat dan N-heksana

Ekstraksi buah cabai rawit (Capsicum frutescens L) dilakukan

dengan metode maserasi dengan suhu ruang (25-30oC) menggunakan tiga

pelarut yang berbeda, yaitu etanol 96%, etil asetat, dan n-heksana. Proses

maserasi yang digunakan yaitu perbandingan rasio pelarut 1 : 10 (b/v).

Serbuk buah cabai rawit masing-masing ditimbang sebanyak 60 gram

kemudian memasukkan kedalam masing-masing wadah atau bejana

kemudian tambahkan pelarut (etanol 96%, etil asetat dan n-heksana)

masing-masing sebanyak 600 ml.

Wadah atau bejana ditutup rapat dan rendam selama 1x24 jam pada

tempat yang terhindar dari cahaya dengan pengadukan setiap 6 jam sekali,

selama 5 menit. Setelah 1x24 jam kemudian saring menggunakan kain


35

flanel, memasukkan ekstrak kedalam beaker glass dan diuapkan dengan

menggunakan waterbath pada suhu 60oC hingga diperoleh ekstrak kental

yang bebas dari pelarut. Menguji ekstrak dengan uji bebas etanol 96%, etil

asetat dan n-heksana. Menimbang dan menghitung rendemen dari tiap

ekstrak cabai rawit.


Menimbang serbuk cabai rawit masing-masing sebanyak 60 gram

Memasukkan kedalam masing-masing wadah atau bejana dan


ekstraksi dengan masing-masing pelarut 1 : 10 (b/v)

600 ml etanol 600 ml etil asetat 600 ml n-heksana


96%

Menutup wadah atau bejana dengan rapat dan rendam selama 1x24
jam pada suhu ruang dan ditempat yang terhindar dari cahaya
dengan pengadukan setiap hari 6 jam sekali selama 5 menit

Menyaring ekstrak dengan kain flanel

Memasukan maserat kedalam beaker gelas dan diuapkan dengan


menggunakan waterbath suhu 600C hingga diperoleh ekstrak kental
yang bebas dari pelarut

Melakukan uji bebas etanol 96%, etil asetat, dan n-heksana

Menimbang dan menghitung rendemen tiap ekstrak cabai rawit


36

Gambar 3.4 Skema Pembuatan Ekstraksi Cabai Rawit

a. Uji Bebas Etanol

Uji bebas etanol dilakukan dengan menggunakan pereaksi

H2SO4pekat dan asam asetat dengan cara 2 tetes ekstrak dimasukkan

kedalam tabung reaksi, kemudian menambahkan 2 tetes H2SO4pekat

dan 2 tetes asam asetat lalu dipanaskan. Mengamati perubahan bau

yaitu jika tidak berbau ester maka ekstrak sudah terbebas dari etanol

dan jika masih berbau ester maka ekstrak belum terbebas dari etanol

(Fessenden, 1982)

Memasukkan 2 tetes ekstrak ke dalam tabung reaksi

Menambahkan 2 tetes H2SO4 pekat + 2 tetes asam asetat lalu


dipanaskan

Mengamati perubahan bau yaitu jika tidak berbau ester maka


ekstrak sudah terbebas dari etanol dan jika masih berbau ester
maka ekstrakbelum terbebas dari etanol dan perlu diuapkan
kembali

Gambar 3.5 Skema Uji bebas etanol 96%

b. Uji Bebas Etil Asetat

Uji bebas etil asetat dilakukan dengan menggunakan pereaksi

NaOH, asam asetat,dan H2SO4 dengan cara 2 tetes ekstrak dimasukkan

kedalam tabung reaksi, kemudian menambahkan 2 ml NaOH, 2 ml


37

asam asetat, dan 2 ml H2SO4. Mengamati perubahan bau yaitu jika

tidak berbau etil asetat maka ekstrak sudah terbebas dari etil asetat dan

jika masih berbau etil asetat maka ekstrak belum terbebas dari etil

asetat dan perlu diuapkan kembali (Wulansari, 2013).

Memasukkan 2 tetes ekstrak ke tabung reaksi

Menambahkan 2 ml NaOH, 2 ml asam asetat, dan 2 ml H2SO4

Mengamati perubahan bau yaitu jika tidak berbau ester maka


ekstrak sudah terbebas dari etil asetat dan jika masih berbau ester
maka ekstrak belum terbebas dari etil asetat dan perlu diuapkan
kembali

Gambar 3.6 Skema Uji bebas etil asetat

c. Uji Bebas N-Heksana

Uji bebas N-Heksana dilakukan dengan cara 2 tetes ekstrak

dimasukkan kedalam tabung lalu di bakar. Mengamati api dan asap

yang terbentuk yaitu jika tidak menghasilkan api dan asap maka

ekstrak sudah terbebas dari n-heksana dan jika menghasilkan api dan

asap maka ekstrak belum terbebas dari n-heksana dan perlu diuapkan

kembali (Fessenden, 1982 : 107).


38

Memasukkan 2 tetes ekstrak

Membakar ekstrak

Mengamati api dan asap yang terbentuk yaitu jika tidak


menghasilkan api dan asap maka ekstrak sudah terbebas dari n-
heksana dan jika menghasilkan api dan asap maka ekstrak
belum terbebas dari n-heksana dan perlu diuapkan kembali

Gambar 3.7 Skema Uji bebas n-heksana

5. Uji Kualitatif Fenol Pada Ekstrak Buah Cabai Rawit (Capsicum

frutescens L)

Uji kualitatif fenol pada ekstrak buah Cabai Rawit (Capsicum

frutescens L) yaitu pertama mengambil ekstrak buah cabai rawit

(Capsicum frutescens L) secukupnya lalu ditetesi sebanyak 3 tetes dengan

FeCl3 1% yang sudah dilarutkan dengan air atau etanol. Hasil yang positif

akan menimbulkan warna hijau kehitaman.

Mengambil ekstrak buah cabai rawit secukupnya

Menetesi sebanyak 3 tetes dengan FeCl3 1%

Akan menghasilkan warna hijau kehitaman

Gambar 3.8. Skema Uji Kualitatif Fenol Pada Ekstrak

Buah Cabai Rawit


39

6. Kromatografi Lapis Tipis

Setelah mendapatkan rendemen, kemudian dilakukan uji senyawa

fenolat dengan metode KLT. Menyiapkan alat dan bahan . plat KLT lapis

silika gel yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 3 menit pada

suhu 45oC untuk mengurangi kadar air dalam plat KLT.

Selanjutnya plat KLT yang sudah dioven diberi garis batas atas dan batas

bawah masing-masing 1 cm untuk mempermudah penotolan dan

mengetahui jarak pelarut yang ditempuh sehingga mempermudah dalam

perhitungan Rf.

Kemudian membuat fase gerak dengan menggunakan kloroform :

metanol : asam asetat (95 : 1 : 5) di masukkan kedalam chamber dan di

jenuhkan dengan kertas saring sebagai tanda fase gerak yang dibuat sudah

jenuh atau belum.

Selanjutnya ekstrak yang sudah diperoleh ditotolkan pada garis

batas bawah plat KLT lapis silica gel menggunakan pipa kapiler,

kemudian plat KLT dimasukkan ke dalam chamberyang berisi fase gerak

yang sudah dijenuhkan. Menunggu hingga eluen naik sampai garis batas

atas plat KLT. Mengangkat plat KLT dan dikering anginkan. Melihat

bercak yang tampak dibawah lampu sinar UV pada panjang gelombang

254 nm dan 366 nm. Menganalisa nilai Rf dan hRf standar teoritis.
40

Menyiapkan alat dan bahan

Mengaktifkan plat KLT dengan dioven Membuat fase gerak


selama 3 menit pada suhu 45oC
Memasukkan kloroform : metanol :
Membuat garis batas atas dan batas bawah asam asetat (95 : 1 : 5) kedalam
pada plat KLT 1 cm chamber

Menotolkan sampel pada garis batas bawah Menjenuhkan dengan kertas saring
plat KLT menggunakan pipa kapiler sebagai indikatornya

Menunggu hingga kering plat KLT siap Menunggu jenuh dan fase gerak siap
digunakan digunakan

Memasukkan plat KLT kedalam chamber yang


sudah dijenuhkan

Menunggu hingga eluen naik sampai batas atas palt


KLT dan dikering anginkan

Melihat bercak yang nampak dibawah sinar UV


dengan panjang gelombang 254 dan 366 nm

Menganalisa Rf dan membandingkan dengan nilai


Rf standar teoritis

Gambar 3.9 Skema Kromatografi Lapis Tipis


41

7. Penetapan Kadar Fenol Total

a. Pembuatan Pereaksi

1) Pembuatan larutan induk asam galat

Ditimbang sebanyak 10 mg asam galat, larutkan dalam 10 ml

Metanol (1000 /mL).

10 mg asam galat 10 mL Metanol

Didapatkan konsentrasi larutan asam galat 1000 ppm

Gambar 3.10 Skema Pembuatan Larutan Induk Asam Galat

2) Pembuatan Larutan Na2CO3 20%

Ditimbang sebanyak 20 gram Na2CO3 kemudian dilarutkan dalam

100 mL aquades.

20 gram Na2CO3 100 mL aquades

Didapatkan konsentrasi Na2CO3 20%

Gambar 3.11 Skema Pembuatan Larutan Na2CO3 20%

b. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Larutan standar asam galat 100 ppm diukur serapannya pada

panjang gelombang 600-800 nm dengan interval tertentu. Hasil yang

diperoleh dibuat dalam bentuk kurva, sebagai sumbu y adalah


42

absorbansi dan panjang gelombang cahaya sebagai sumbu x. Dari

kurva tersebut dapat ditentukan panjang gelombang yang memberikan

serapan maksimum (Sari dkk,2017).

Larutan standar asam galat 100 ppm

Diukur serapannya pada panjang gelombang 600-


800 nm.

Hasil yang diperoleh dibuat dalam bentuk kurva,


sumbu y adalah absorbansi dan panjang
gelombang cahaya sebagai sumbu x

Dari kurva tersebut dapat ditentukan panjang


gelombang yang memberikan serapan maksimum
terdapat pada gelombang 750 nm.

Gambar 3.12 Skema Penentuan Panjang Gelombang Maksimum.

c. Penentuan Senyawa Fenol Total

1) Pembuatan kurva kalibrasi asam galat dengan reagen Folin-

Ciocalteau. Larutan induk asam galat (1000 ppm) dipipet sebanyak

10, 25, 50, 100, dan 200 µl ke dalam tabung reaksi . Pada masing-

masing tabung ditambahkan 3,5 ml aquades dan 250 µl Folin-

Ciocalteau dan di kocok. Didiamkan selama 8 menit ,kemudian

ditambahkan 750 µl Na2CO3 20% kocok sampai homogen,

tambahkan volume akhir menjadi 5 ml dengan aquades. Masing-


43

masing larutan diinkubasi selama 2 jam pada suhu kamar. Serapan

diukur pada panjang gelombang 750 nm.

Memipet larutan induk asam galat (1000 ppm) sebanyak 25,


50, 100, dan 200 µl kedalam tabung reaksi

Menambahkan masing-masing tabung 3,5 ml aquades dan 250


µl Folin-Ciocalteau dan di kocok dan didiamkan selama 8

Menambahkan 750 µl Na2CO3 20% kocok sampai


homogen,tambahkan volume akhir menjadi 5 ml dengan

Menginkubasi masing-masing larutan pada suhu kamar selama


±2 jam

Mengukur serapan pada panjang gelombang 750 nm.

Gambar 3.13 Skema Pembuatan Kurva Kalibrasi

2) Penentuan Kandungan Fenol Total Dengan Metode Folin-

Ciocalteau

Ditimbang 100 mg sampel ekstrak kemudian dilarutkan dalam 50

ml dengan metanol (2000 µg/ml). Dipipet sebanyak 0,5 ml larutan

ekstrak sampel dan ditambahkan 3,5 ml aquades dan 0,25 ml

Folin-Ciocalteau dan dikocok. Didiamkan selama 8 menit ,

kemudian ditambahkan 0,75 ml Na2CO3 20 % kocok sampai

homogen. Larutan didiamkan selama 2 jam pada suhu kamar.

Serapan diukur pada panjang gelombang yang akan ditentukan.


44

Pengukuran dilakukan 3 kali pengulangan sehingga kadar fenol

yang diperoleh hasilnya didapat sebagai mg ekuivalen asam

galat/100 gram sampel.

3.5 Analisis Hasil

Analisis hasil dilakukan dengan menggunakan pendekatan teoritis yaitu

untuk mikroskopis dan analisis deskriptif yaitu untuk mengetahui perbedaan

pelarut terhadap kadar total yang akan di uji.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan meneliti pengaruh perbedaan pelarut terhadap

kadar total fenol ekstrak cabai rawit (Capsicum frutescens L) dengan metode

maserasi menggunakan pelarut Etanol 96% (polar), Etil Asetat (Semi Polar), dan

N-Heksana (Non Polar).

Sampel yang digunakan adalah cabai rawit (Capsicum frutescens L).

Pengambilan sampel buah cabai rawit (Capsicum frutescens L) menggunakan

teknik random. Buah cabai rawit ini didapatkan di Desa Kepandean Kec.dukuhturi

Kab.Tegal. Langkah awal yang digunakan yaitu menimbang sampel buah cabai

rawit (Capsicum frutescens L) sebanyak 1043 g. Setelah itu dicuci hingga bersih

dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel. Selanjutnya

merajang kecil-kecil simplisia tersebut, bertujuan untuk mempercepat proses

pengeringan dan mempermudah proses penghalusan.

Proses pengeringan dilakukan dengan cara dikeringkan menggunakan

oven pada suhu 60oC. Dari proses pengeringan diperoleh berat kering sebanyak

443 g. Selanjutnya simplisia cabai rawit (Capsicum frutescens L) dihaluskan

menggunakan blender kemudian diayak menggunakan ayakan 60 mesh, bertujuan

agar mempercepat proses ekstraksi. Kemudian timbang 60 g serbuk cabai rawit

yang sudah diayak untuk masing-masing pelarut. Selanjutnya melakukan uji susut

pengeringan, uji susut pengeringan ini bertujuan untuk memahami cara penetapan

susut pengeringan dan menetapkan besarnya susut pengeringan pada simplisia

45
46

Tabel 4.1 Hasil Uji Susut Pengeringan Pada Buah Cabe Rawit

No. Perlakuan Hasil Susut Rata-rata Susut


Pengeringan Pengeringan
1. Replikasi I 5%

2. Replikasi II 4% 5,3%

3. Replikasi III 7%

Tujuan dari susut pengeringan adalah untuk memberikan batas maksimal

(rentang) besarnya senyawa yang hilang selama proses pengeringan. Nilai atau

rentang yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan kontaminasi. Susut

pengeringan yang dipersyaratkan adalah kurang dari 10% (Agoes, 2007). Hasil uji

susut pengeringan yang diperoleh pada buah cabe rawit ini adalah 5,3%, sehingga

uji susut persyaratan pada cabe rawit ini sesuai yaitu kurang dari 10%.

Setelah mendapatkan serbuk selanjutnya melakukan uji makroskopik

bertujuan untuk mengetahui bentuk, bau, warna, dan rasa. uji makroskopik

bertujuan agar mengetahui fragmen yang ada pada simplisia buah cabai rawit

(Capsicum frutescens L).

Tabel 4.2 Hasil Identifikasi Makroskopis Pada Buah Cabai Rawit

No. Organoleptis Sampel Pustaka (MMI jilid III, 1979)

1. Bentuk Bulat panjang Bulat panjang, lurus atau


bengkok, ujung meruncing.
2. Warna Merah Merah kekuningan,merah
kekuningan sampai merah tua
3. Bau Merangsang Bau merangsang
4. Rasa Sangat pedas Sangat pedas

(Sumber : Data Primer Penelitian)


47

Hasil pengamatan uji makroskopik pada buah cabai rawit (Capsicum

frutescens L) menunjukkan bahwa cabai rawit (Capsicum frutescens L) yang

digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan karakteristik karena pada buah cabai

rawit (Capsicum frutescens L) memiliki bentuk bulat panjang, lurus atau bengkok

dan ujung meruncing, berwarna merah kekuningan dan mempunyai rasa yang

sangat pedas serta bau yang khas cabai rawit .

Setelah melakukan uji makroskopik, selanjutnya melakukan uji

mikroskopik. Bertujuan untuk mengetahui fragmen yang terdapat pada Buah cabai

rawit (Capsicum frutescens L) tersebut.

Tabel 4.3 Hasil Identifikasi Mikroskopis Serbuk Simplisia Cabai Rawit

Literatur
No. Hasil Pengamatan (MMI jilid III, 1979)

1.

Epikarp

2.

Sel endokarp berdinding tebal

3.

Pembuluh kayu bernoktah


48

Lanjutan tabel 4.3 Hasil Identifikasi Mikroskopis Serbuk Simplisia Cabai


Rawit

4.

Hipodermis

5.

Serabut sklerenkim
(Sumber : Data Primer Penelitian)

Hasil pengamatan uji mikroskopik pada buah cabe rawit menunjukkan

bahwa cabe rawit yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan karakteristik

karena pada cabe rawit memiliki fragmen epikarp, fragmen sel endokarp

berdinding tebal, fragmen pembuluh kayu bernoktah, fragmen hipodermis, dan

fragmen serabut sklerenkim.

Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini yaitu maserasi.

Metode maserasi memiliki kelebihan seperti cara pengerjaan dan unit alat yang

digunakan sederhana, biaya operasional relatif rendah, serta dapat menghindari

rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat termolabil (Mukhriani, 2014). Ekstraksi

tergantung pada tekstur dan kandungan bahan dalam tumbuhan. Senyawa /

kandungan dalam tumbuhan memiliki kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut

yang berbeda. Pelarut-pelarut yang biasa digunakan antara lain kloroform, eter,

alkohol, methanol, etanol, dan etil asetat. Ekstraksi biasanya dilakukan secara

bertahap dimulai dengan pelarut yang non polar (kloroform atau n-heksana), semi

polar (etil asetat atau dietil eter), dan pelarut polar (methanol dan etanol)
49

(Harbone, 1996). Pelarut yang digunakan pada penelitian ini yaitu etanol 96%, etil

asetat dan n-heksana.

Pemakaian etanol sebagai bahan pelarut karena etanol dapat larut dalam

air dan dapat juga larut pada bahan organik lainnya sehingga dapat memudarkan

proses ekstraksi pada cabe ini. Etanol juga adalah bahan pelarut organik yang

mudah menguap sehingga dapat memudahkan proses ekstraksi. Etil asetat

merupakan pelarut yang bersifat semi polar sehingga dapat menarik senyawa yang

bersifat polar maupun nonpolar, memiliki toksisitas rendah, dan mudah diuapkan

sehingga dapat digunakan untuk ekstraksi buah cabai rawit. N-Heksana

merupakan pelarut organik yang bersifat inert karena non polarnya, banyak

dipakai untuk ekstraksi minyak dari biji.

Setelah dilakukan pengamatan serbuk cabe rawit (Capsicum frutescens L)

secara mikroskopik kemudian dilanjutkan dengan proses ekstraksi cabai rawit

(Capsicum Frutescens L) dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol

96%, etil asetat dan n-heksana masing-masing sebanyak 600 ml. Dengan

perbandingan sampel pelarut adalah 1 : 10, Proses maserasi dilakukan selama 24

jam dan 6 jam sesekali diaduk kemudian diamkan selama 18 jam. Pengadukan

bertujuan untuk mempercepat proses ekstraksi sehingga senyawa dapat terekstrak

dengan sempurna (Depkes RI, 2008). Setelah itu memasukkan ekstrak cair dari

pelarut polar, non polar, dan semi polar dalam cawan porselin setelah itu

menimbang kemudian diuapkan sampai menjadi kental di atas waterbath yang

bertujuan untuk menghasilkan ekstrak kental yang bebas dari pelarut polar, non

polar, semi polar.


50

Hasil ekstrak kental yang di dapatkan kemudian di uji bebas pelarut

(etanol 96%, etil asetat, dan n-heksana). Hal ini bertujuan untuk menghilangkan

pelarut(etanol 96%, etil asetat, dan n-heksana) yang tercampur pada ekstrak. Hasil

dari uji bebas pelarut sebagai berikut :

Tabel 4.4 Hasil identifikasi uji bebas Etanol, Etil Asetat, dan N-heksana

No Perlakuan Hasil Pustaka


1. (Etanol ) Tidak berbau (Fessenden 1982 :)
Masukkan 2ml ekstrak Ester Tidak berbau Ester
cabai rawit ke tabung reaksi
+ 2ml asam asetat dan 2ml
asam sulfat dipanaskan.

2. (Etil Asetat) Tidak berbau (Fessenden 1982 :


Masukkan ekstrak cabai eter 107)
rawit dalam tabung reaksi + Tidak berbau eter
2ml NaOH,asam asetat dan
H2SO4, amati bau yang
dihasilkan berwarna coklat

3. (N-Heksana) Tidak berbau n- (Wulandari 2013)


Masukkan 2ml ekstrak heksana Tidak berbau N-
cabai rawit ke tabung heksana
reaksi,lalu bakar sampai
bau n-heksana hilang

Setelah diperoleh ekstrak kental yang diperoleh langkah selanjutnya,

menghitung rendemen yang didapat. Hasil perhitungan rendemen ekstrak cabai

rawit dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.5 Hasil rendemen ekstrak tiap pelarut

No. Pelarut Rendemen ekstrak


1. Etanol 96% 48,17%
2. Etil Asetat 57,23%
3. N- Heksana 36,38%
51

Hasil rendemen yang didapat dengan metode maserasi adalah, bahwa Etil

Asetat menghasilkan rendemen yang paling tinggi yaitu sebesar 57,23% karena

etil asetat merupakan pelarut yang bersifat semi polar sehingga dapat menarik

senyawa yang bersifat polar maupun non polar, memiliki toksisitas rendah,dan

mudah diuapkan sehingga memudahkan pemisahan senyawa dari pelarutnya

(Deasywati, 2011 : 53). Dibandingkan pelarut N-heksana yaitu 36,38% dan Etanol

48,17%.

Uji kualitatif fenol pada serbuk simplisia buah cabe rawit menggunakan

uji warna ekstrak buah cabe rawit sebanyak 2 ml dengan penambahan FeCl3

sebanyak 5 tetes direaksikan dan memperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.6 Identifikasi Senyawa Fenol

Pustaka
Hasil penelitian Uji identifikasi
(Harbone,1987)
Etanol

Etil Asetat

2 ml sampel +5 tetes Menghasilkan warna


FeCl3 biru atau hijau
kehitaman

N-heksana

(Sumber : Data Primer Penelitian)


52

Hasil kualitatif ini bertujuan untuk memastikan bahwa ekstrak buah cabai

rawit mengandung senyawa fenol dengan reaksi :

C6H5OH + FeCl3 Fe (C6H5O)3 + HCL

Berdasarkan hasil diatas yang menunjukkan bahwa ekstrak cabai rawit

pada masing-masing pelarut menghasilkan warna hijau kehitaman artinya positif

mengandung senyawa fenol. Uji warna identifikasi ini bertujuan untuk

memastikan senyawa fenol yang terkandung dalam buah cabai rawit yang sudah

diekstraksi.

Ekstrak cabai rawit juga diidentifikasi kandungan senyawa fenol dengan

kromatografi lapis. Pada kromatografi lapis tipis, fase gerak yang digunakan yaitu

kloroform - metanol- asam asetat, dengan perbandingan pelarut ( 95: 1 :5 ) dan

fase diamnya adalah plat silika gel (MMI jilid III, 1979). Sebelum digunakan plat

KLT dikeringkan terlebih dahulu dalam oven pada suhu 45oC selama ± 3 menit.

Tujuannya adalah untuk mengeringkan silica gel supaya plat KLT tidak lembab

sehingga penyerapan dapat berlangsung dengan cepat. Selanjutnya dilakukan

penotolan larutan sampel ekstrak buah cabe rawit pada masing-masing pelarut.

Kemudian plat KLT dimasukkan kedalam bejana KLT atau chamber yang telah

berisi fase gerak. Fase gerak dibiarkan naik sampai tanda batas atas plat KLT.

Setelah mencapai tanda batas plat KLT, plat diangkat lalu dibiarkan hingga

kering. Hal ini bertujuan untuk menguapkan sisa pelarut yang masih menempel

pada plat agar spot jelas terlihat pada saat pengamatan dibawah sinar UV, panjang

gelombang sinar UV yang digunakan 254 nm dapat mendeteksi alkaloid,

flavonoid, dan triterpenoid sedangkan UV 366 nm dapat mendeteksi alkaloid,


53

flavonoid, dan lignan dengan warna yang berbeda-beda menghasilkan bercak

berwarna kuning (Fernand, 2003).

Tabel 4.7 Data Rf Hasil Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Cabe Rawit

Standar
Nilai
No. Pelarut (MMI jilid III, 1979)
Rf hRf Rf hRf
1. Etanol 96% 0,37 37
2. Etil Asetat 0,38 38 0,43-0,48 43-48
3. N-Heksana 0,43 43

Berdasarkan hasil diatas Rf isolat yang didapat pada pelarut Etanol 96%

Rf isolat yang didapat 0,37 dan hRf 37, pelarut Etil asetat Rf isolat yang didapat

0,38 dan hRf 38, dan untuk pelarut N-heksana Rf isolat yang didapat 0,43 dan hRf

43. Dari ketiga pelarut tersebut hasil Rf yang memenuhi standar adalah pelarut N-

heksana sebesar 0,43, sedangkan untuk Rf isolat pelarut Etanol 96% yaitu 0,37

dan Rf isolat pelarut Etil Asetat 0,38, Dari hasil yang diperoleh bila Rf isolat

dibandingkan dengan Rf standar , menunjukan hasilnya mendekati artinya bahwa

ekstrak buah cabe rawit mengandung senyawa fenol. Sehingga hasil KLT pada

masing- masing pelarut ekstrak buah cabe rawit mengandung senyawa fenol.

Uji selanjutnya yaitu menentukan panjang gelombang maksimum terlebih

dahulu bertujuan untuk memudahkan penyerapan absorbansi agar mendapatkan

absorbansi yang terbaik. Larutan standar asam galat 1000 ppm diukur serapannya

pada panjang gelombang 600-800 nm.


54

Tabel 4.8 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

No. Panjang gelombang Absorbansi

1. 700 0,269
2. 710 0,273
3. 720 0,281
4. 730 0,283
5. 740 0,287
6. 750 0,289 ƛ max
7. 760 0,287
8. 770 0,287
9. 780 0,286
10. 790 0,28
11. 800 0,274

0.29
0.288
0.286
0.284
0.282
Absorbansi

0.28
0.278 absorbansi
0.276
0.274
0.272
700 720 740 760 780 800 820
panjang gelombang

Gambar 4.1. penentuan panjang gelombang maksimum

Kurva tersebut dapat diketahui bahwa gelombang maksimum berada pada

puncak gelombang 750 nm. Langkah selanjutnya yaitu melakukan uji kuantitatif

penetapan kandungan total fenol. Fenol adalah senyawa yang mempunyai sebuah

cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil. Total fenol ekstrak cabe

rawit pada penelitian diukur dengan menggunakan prinsip Folin-Ciocalteau

digunakan karena senyawa fenolik dapat bereaksi dengan folin membentuk


55

larutan berwarna yang dapat diukur absorbansinya. Prinsip pengukuran

kandungan total fenol dengan reagen Folin-Ciocalteau adalah terbentuknya

senyawa kompleks berwarna biru yang dapat diukur dengan panjang gelombang

750 nm. Senyawa fenolik bereaksi dengan reagen Folin-Ciocalteau hanya dalam

suasana basa agar terjadi disosiasi proton pada senyawa fenolik menjadi ion

fenolat. Untuk menciptakan kondisi basa digunakan Na2Co3 20% warna biru yang

terbentuk akan semakin pekat, setara dengan konsentrasi ion fenolat yang

terbentuk, artinya semakin besar konsentrasi senyawa fenolik maka semakin besar

konsentrasi senyawa fenolik maka semakin banyak ion fenolat yang akan

mereduksi asam heteropoli menjadi kompleks sehingga warna biru yang

dihasilkan semakin pekat (Wachidah, 2013). Standar fenol yang digunakan yaitu

asam galat sebagai standar dikarenakan senyawa tersebut sangat efektif untuk

membentuk senyawa kompleks dengan Reagen Folin-Ciocalteau. Sebelum

pemeriksaan kadar fenol total dalam sampel, terlebih dahulu dibuat kurva baku

larutan standar asam galat terhadap absorbansi. Berikut hasil dari absorbansi asam

galat bisa dilihat dibawah ini.

Tabel 4.9 Nilai Absorbansi Asam Galat

Konsentrasi Absorbansi Absorbansi


No.
(µg/ml) I II III Rata – rata
1. 0 0 0 0 0
2. 25 0,471 0,471 0,471 0,471
3. 50 1,026 1,026 1,026 1,026
4. 100 1,773 1,773 1,773 1,773
5. 200 2,685 2,685 2,685 2,685
56

Nilai absorbansi dari buah cabe rawit diplotkan terhadap kurva standar

asam galat dan dihitung kandungan senyawa fenolnya, dapat dilihat pada grafik

dibawah ini :

Absorbansi
3
2.5 y = 0.0132x + 0.1988
R² = 0.9649
absorbansi

2
1.5
Series1
1
0.5 Linear (Series1)
0
0 100 200 300
Konsentrasi

Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Asam Galat

Kandungan senyawa total fenol dalam tumbuhan dapat ditentukan secara

spektrofotometri dengan reagen Folin-Ciocalteau. Tabel dibawah ini menunjukan

adanya kadar total fenol yang terdapat pada buah cabe rawit dari masing-masing

pelarut,yaitu pelarut etanol 96%, etil asetat, dan n-heksana.

Tabel 4.10 Kandungan Total Fenol Dalam Ekstrak Cabe Rawit

No. Pelarut Replikasi Absorbansi % Total Rata – rata %


Fenol Total Fenol
I 0,487 10,91%
1. Etanol 10,74%
II 0,481 10,68%
III 0,480 10,65%
I 0,520 12,16%
2. Etil asetat II 0,520 12,16% 12,17%
III 0,521 12,20%
I 0,399 7,58%
3. N-Heksana II 0,400 7,62% 7,60%
III 0,400 7,62%
57

Berdasarkan tabel diatas hasil dari penentuan kandungan senyawa fenolat

pada ekstrak buah cabe rawit menunjukan bahwa kandungan senyawa fenol pada

pelarut etanol sebanyak 10,74%, etil asetat sebanyak 12,17%, dan n-heksana

7,60%. Dari pelarut etanol, eti asetat dan n-heksana yang mempunyai kadar total

fenol tertinggi dihasilkan oleh pelarut etil asetat sebanyak 12,17%. Karena pelarut

etil asetat sifatnya polar menengah atau semi polar pada dinding sel seperti

aglikon flavonoid . Etil asetat tidak beracun dan tidak higroskopis . Disamping itu

etil asetat digunakan sebagai pelarut karena etil asetat dapat menyari senyawa-

senyawa yang memberikan aktivitas bakteri, diantaranya flavonoid polihidroksi

dan fenol lain (Wardhani dan Nanik,2012).


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan dapat

disimpulkan bahwa :

1. Dari hasil penelitian yang dilakukan terdapat kandungan total fenol pada

masing-masing pelarut, yaitu etanol 96%, N-heksana, dan etil asetat pada

ekstrak buah cabe rawit .

2. Dari hasil penelitian kadar total fenol tertinggi dari ekstraksi maserasi cabe

rawit dihasilkan oleh pelarut etil asetat sebesar 12,17%.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah :

1. Mengidentifikasi total fenol pada bagian lain dari buah cabai rawit

2. Perlu dilakukan uji aktivitas antioksidan dari ekstrak buah cabai rawit,agar

dapat mengetahui kadar total antioksidan pada ekstrak buah cabai rawit.

58
DAFTAR PUSTAKA

Agoes G, Teknologi Bahan Alam, ITB Press Bandung.


Asih, 2009. “Isolasi dan Identifikasi Senyawa Isoflavon Dari Kacang Kedelai
(Glacine Max)”. Jurnal Kimia 3 (1), Januari 2009 : 33-40. Universitas
Udayana,Bukit Jimbaran.
Deasywati, 2011. “Aktifitas Antimikroba dan Identifikasi Komponen Aktif
Rimpang Tsemulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb).” Depok : Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Biologi Program
Pasca Sarjana.
Dedi.K, Kusnadi Joni, dan Yunianta, 2017. ”Ekstraksi Senyawa Fenol Dan
Aktifitas Antioksidan Dari Buah Cabe Rawit Dengan Metode
Microwave Assited Extraction.” Malang : Universitas Brawijaya.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1979. “Farmakope Indonesia Edisi
III.” Jakarta : Depkes RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1979. “Materia Medika
Indonesia.Jilid III. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan
Makanan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1995. “Farmakope Indonesia Edisi
IV.” Jakarta : Depkes RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008. “Farmakope Herbal
Indonesia.” Jakarta : Depkes RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000. “Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat.” Cetakan 1. Jakarta : Depkes RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1986. “Sediaan Galenik”. Jakarta :
Depkes RI
Fessenden R.J dan J.S Fessenden, 1982. Kimia Organik Jilid 2. Erlangga : Jakarta

59
60

Gandjar, I.B. & Abdul, R. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Harborne, J.B. 1987. “Metode Fitokimia , Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan” Bandung : ITB.
Hidayah. N , Aisyah Khoirotun N, Ahmad Solikhin, Irawati, dan Dewi
Mustikaningtyas. 2016. “Uji Efektivitas Ekstrak Sargassum muticum
Sebagai Alternatif Obat Bisul Akibat Aktivitas Staphylococcus aureus”.
Semarang : Universitas Negeri Semarang.
Ikalinus, Widyastuti, Setiasih, 2015. “Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit
Batang Kelor (Moringa oleifera).” Indonesian Medicius Veterinus, 4(1),
71-79.
Khoiriyah S, Hanapi A, dan Fasya, A.G, 2014. “Uji Fitokimia Dan Aktivitas
Antibakteri Fraksi Etil Asetat, Kloroform, dan Petroleum Eter Ekstrak
Metanol Alga Coklat (Sargassum vulgare) Dari Pantai Kapong
Pamekasan Madura.” ALCHEMY: Journal of Chemistry,3(2):133-144
Khunaifi, M . 2010. “Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Binahong
(Anredera cordifolia (Ten) (Stenenis) Terhadap Bakteri Staphylococcus
aureus dan Pseudomonas aeruginosa.” UIN Maulana Malik Ibrahim :
Malang
Latifah. 2015. “Identifikasi Golongan Senyawa Flavonoid Dan Uji Aktivitas
Antioksidan Pada Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia galanga
L.)dengan Metode DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil).”Malang : UIN
Marzuki, A. 2012. Kimia Analisis Farmasi. Makassar : Dua Satu Press.
Maulid. D Z dan Naufal. 2010. Ekstraksi Antioksidan (Likopen) dari Buah Tomat
dengan Menggunakan Solven Campuran n-heksan, Aseon, dan Etanol. :
Undip.
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif.
Jurnal kesehatan. Volume VII No.2
Rahmawati. Nur Dyah, 2015. “Aktivitas Antioksidan Dan Total Fenol Teh Herbal
Daun Pacar air (Impatiens balsamina) Dengan Variasi Lama Fermentasi
Dan Metode Pengeringan.” Surakarta : Universitas Muhammadiyah.
61

Oktaviana, dan Prima Riska. 2010. “Kajian Kurkumoid, Total Fenol, dan
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Temulawak Pada Berbagai Teknik
Pengeringan dan Proporsi Pelarut.” Fakultas Pertanian UNS.
Robinson ,T. 1995. “Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi.” Bandung : ITB.
Safaatul,M dan Prima,A.H.2010. “Ekstraksi Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus
hystrik D.C) dengan Pelaut Etanol dan N-Heksana.” Semarang :
Universitas Negeri Semarang.
Sari. Anna K, dan Noverda A. “Penetapan Kadar Fenolik Total Dan
Flavonoid Total Ekstrak Beras Hitam (Oryza sativa L) Dari Kalimantan
Selatan.” Banjarmasin : Akademi Farmasi ISFI.
Setiadi. 2006. Cabai Rawit Jenis dan Budaya. Jakarta : Penebar Swadaya.
Susanti,A.D, Dwi,A, Gita, G.P., dan Yosephin, B.G.2012. “Polaritas Pelarut
Sebagai Pertimbangan Dalam PemilihanPelarut Untuk Ekstraksi Minyak
Bekatul Dari Bekatul Varietas Ketan (Oryza sativa glatinosa)”.
Simposium Nasional, ISSN 1412-9612. Surakarta. Universitas Sebelas
Maret. Hal : 10.
Sutomo, Aulea R, dan Muhammad Ikhwan Rizki. 2017. “Standarisasi Buah
Cabai Rawit Hiyung (Capsicum frutescens L) Asal Tapin Kalimantan
Selatan.” Kalimantan Selatan : ULM.
Tjandra E,.2011. Panen Cabai Rawit di Polybag. Cahaya Atma Pustaka.
Umah. Fita Khoirul, 2012.“Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati
(BIOFERTILIZER) Dan Media Tanam Yang Berbeda Pada Pertumbuhan
Dan Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L) di
POLYBAG : Universitas Airlangga.
Voight. 1994. Buku Pembelajaran Teknologi Farmasi Edisi 5. Yogyakarta : UGM
Press.
Voight. 1995. Buku Pembelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : UGM Press.
Wachidah , L.N. 2013. “Uji Aktivitas Antioksidan Serta Penentuan Kandungan
Fenolat Total Dari Buah Parijoto (Mednilla Spectosa Blume).” Jakarta :
UIN
62

Wardhani L.K. dan Nanik S.2012. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat
Daun Binahong (Anredera Scandes L.) Terhadap Shigella flexneri beserta
Profil Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal Ilmu Kefarmasian.
Wulansari, Ratih 2013. Ester
.https//ratihwulansari31.blogspot.co.id/2013/03/eter.html(14Mei2017).
Wunas. 2011.”Analisis Kimia Farmasi Kuantitatif (revisi kedua).” Makassar :
Fakultas Farmasi UNHAS.
Yahya, S. 2013. Bio-template Synthesis of SilikaRuthenium Catalyst of
Benzylation of Toluene. Journal of Physical Science. Vol. 24. No. 1. Pp.
29-35.
Yunita, 2012. “Uji Aktivitas Antioksidan Estrak Dan Fraksi Ekstrak Daun Cabai
Rawit (Capsicum frutescens L)Dan Identifikasi Golongan Senyawa Dari
Fraksi Teraktif.” Depok : UI.
LAMPIRAN 1

Prosentase (%) Berat Basah Dan Kering

- Berat Basah Cabe Rawit = 1.043 g


- Berat Kering Cabe Rawit = 443 g

!"#$% &"#'()
Prosentase (%) = , 100%
!"#$% !$*$+

--. )
= /.1-. ) , 100%

= 42,47 %

63
64

LAMPIRAN 2

Susut Pengeringan Pada Oven 105o C

Replikasi I

Bobot Awal = 1 gram

Bobot Akhir = 0,95 gram

!2!2% $3$45!2!2% $&+'#


% Prosentase = x 100 %
!2!2% $3$4

/ )#$651,89 )#$6
= x 100 %
/ )#$6

=5%

Replikasi II

Bobot Awal = 1 gram

Bobot Akhir = 0,96 gram

!2!2% $3$45!2!2% $&+'#


% Prosentase = !2!2% $3$4
x 100 %

/ )#$651,8: )#$6
= x 100 %
/ )#$6

=4%

Replikasi III

Bobot Awal = 1 gram

Bobot Akhir = 0,95 gram

!2!2% $3$45!2!2% $&+'#


% Prosentase = x 100 %
!2!2% $3$4

/ )#$651,8. )#$6
= x 100 %
/ )#$6

=7%
65

#";4'&$*' <=#";4'&$*' <<=#";4'&$*' <<<


Rata – rata susut pengeringan =
.

9%=-%=>%
= .

= 5,3%
66

LAMPIRAN 3

Rendemen Ekstrak Maserasi

Perhitungan Rendemen

Etanol 96%

• Berat beaker glass = 155,61 g

Berat Beaker glass + isi = 215,6 g

Berat beaker glass + sisa = 155,21 g

Berat sampel = b-c

= 215,6 g – 155,21 g

= 59,99 g

Banyak larutan etanol 96% = 600 ml

• Berat cawan kosong = 55,84 g

Berat cawan + isi = 84,71 g

Berat cawan + sisa = 55,81 g

Berat ekstrak kental =b-c

= 84,71 g – 55,81 g

= 28,9 g

!"#$% "&*%#$& &"(%$4


• Rendemen = !"#$% *$6;"4
, 100%
67

?
= @ x 100%

AB,8 )
= x 100%
98,88 )

= 48,17 %

Etil Asetat

• Berat beaker glass = 155,65 g


Berat Beaker glass + isi = 215,65 g
Berat beaker glass + sisa = 156,05 g
Berat sampel = b-c
= 215,65 g – 156,05 g
= 59,6 g
Banyak larutan etil asetat = 600 ml

• Berat cawan kosong = 55,62


Berat cawan + isi = 89,43
Berat cawan + sisa = 55,32
Berat ekstrak kental = b-c
= 89,43 – 55,32
= 34,11 g

!"#$% "&*%#$& &"(%$4


• Rendemen = !"#$% *$6;"4
, 100%
?
= @ x 100%
.-,// )
= x 100%
98,: )
= 57,23 %

N-Heksana

• Berat beaker glass = 150,60 g

Berat Beaker glass + isi = 210,01 g

Berat beaker glass + sisa = 150,5 g


68

Berat sampel = b-c

= 210,01 g-150,01 g

= 60 g

Banyak larutan n-heksana = 600 ml

• Berat cawan kosong = 56,17 g


Berat cawan + isi = 77,70 g
Berat cawan + sisa = 55,87 g
Berat ekstrak kental = b-c
= 77,70 g – 55,87 g
= 21,83 g
A/,B. )
= :1)
x 100%

= 36,38 %
69

LAMPIRAN 4

Perhitungan Rf Kromatografi Lapis Tipis

Fase gerak : Kloroform : Metanol : Asam Asetat (95 : 1 : 5)

Fase Diam : Plat Silika Gel

Diketahui :

Perhitungan fase gerak


89
1. Kloroform = /1/ x 101 ml = 9,4 ml

/
2. Metanol = /1/ x 101 ml = 0,1 ml

9
3. Asam Asetat = x 101 ml = 0,5 ml
/1/

Perhitungan Rf dan hRf :


C$#$& %"6;D+ *$6;"4
Rf = C$#$& %"6;D+ ;"4$#D%

hRf = Rf x 100

.
1. Etanol 96% = = 0,37
B

= 0,37 x 100 = 37,5


.,B
2. Etil Asetat = = 0,38
B

= 0,38 x 100 = 38
.,9
3. Heksana = B
= 0,43

= 0,43 x 100 = 43,75


70

LAMPIRAN 5

Perhitungan Total Fenol

Diketahui :

ETANOL 96 %

Replikasi I

Konsentrasi awal : 2000 ppm / 2000µg/ml

Volume yang diambil : 0,5 ml / 500 µl

Volume akhir : 5ml / 5000 µl

Persamaan Regresi Linier : y = 0,0132x + 0,1988

a = 0,0132

b = 0,1988
&2(*"(%#$*' $3$4 @ E24D6" ?$() F'$6!'4
Konsentrasi akhir =
E24D6" $&+'#

A111 @ 911
=
9111

= 200
&2(*"(%#$*' $3$4
Faktor pengenceran = &2(*"(%#$*' $&+'#

A111
= A1
= 10x

Kadar Total Fenol

$!*2#!$(*' *$6;"4 (5!)


$
x FP x 100%

Konsentrasi awal

1,-B>(51,/8BB)
x 10 x 100
1,1/.A

2000
71

= 10,91%

Replikasi II

Konsentrasi awal : 2000 ppm / 2000µg/ml

Volume yang diambil : 0,5 ml / 500 µl

Volume akhir : 5ml / 5000 µl

Persamaan Regresi Linier : y = 0,0132x + 0,1988

a = 0,0132

b = 0,1988
&2(*"(%#$*' $3$4 @ E24D6" ?$() F'$6!'4
Konsentrasi akhir = E24D6" $&+'#

A111 @911
= 9111

= 200
&2(*"(%#$*' $3$4
Faktor pengenceran = &2(*"(%#$*' $&+'#

A111
= = 10x
A1

Kadar Total Fenol

$!*2#!$(*' *$6;"4 (5!)


x FP x 100%
$

Konsentrasi awal

1,-B/(51,/8BB)
x 10 x 100
1,1/.A

2000

= 10,68%

Replikasi III

Konsentrasi awal : 2000 ppm / 2000µg/ml

Volume yang diambil : 0,5 ml / 500 µl


72

Volume akhir : 5ml / 5000 µl

Persamaan Regresi Linier : y = 0,0132x + 0,1988

a = 0,0132

b = 0,1988
&2(*"(%#$*' $3$4 @ E24D6" ?$() F'$6!'4
Konsentrasi akhir =
E24D6" $&+'#

A111 @ 911
= 9111

= 200
&2(*"(%#$*' $3$4
Faktor pengenceran =
&2(*"(%#$*' $&+'#

A111
= A1
= 10x

Kadar Total Fenol

$!*2#!$(*' *$6;"4 (5!)


x FP x 100%
$

Konsentrasi awal

1,-B1(51,/8BB)
x 10 x 100
1,1/.A

2000

= 10,65%
#";4'&$*' <=#";4'&$*' <<=#";4'&$*' <<<
Rata – rata % Fenol =
.

/1,8/%=/1,:B%=/1,:9%
=
.

= 10,74%

ETIL ASETAT

Replikasi I

Konsentrasi awal : 2000 ppm / 2000µg/ml


73

Volume yang diambil : 0,5 ml / 500 µl

Volume akhir : 5ml / 5000 µl

Persamaan Regresi Linier : y = 0,0132x + 0,1988

a = 0,0132

b = 0,1988
&2(*"(%#$*' $3$4 @ E24D6" ?$() F'$6!'4
Konsentrasi akhir =
E24D6" $&+'#

A111 5911
=
9111

= 200
&2(*"(%#$*' $3$4
Faktor pengenceran = &2(*"(%#$*' $&+'#

A111
= A1
= 10x

Kadar Total Fenol

$!*2#!$(*' *$6;"4 (5!)


x FP x 100%
$

Konsentrasi awal

1,9A1(51,/8BB)
1,1/.A
x 10 x 100

2000

= 12,16%

Replikasi II

Konsentrasi awal : 2000 ppm / 2000µg/ml

Volume yang diambil : 0,5 ml / 500 µl

Volume akhir : 5ml / 5000 µl

Persamaan Regresi Linier : y = 0,0132x + 0,1988

a = 0,0132
74

b = 0,1988
&2(*"(%#$*' $3$4 @ E24D6" ?$() F'$6!'4
Konsentrasi akhir =
E24D6" $&+'#

A111 @ 911
=
9111

= 200
&2(*"(%#$*' $3$4
Faktor pengenceran =
&2(*"(%#$*' $&+'#

A111
= = 10x
A1

Kadar Total Fenol

$!*2#!$(*' *$6;"4 (5!)


$
x FP x 100%

Konsentrasi awal

1,9A1(51,/8BB)
x 10 x 100
1,1/.A

2000

= 12,16%

Replikasi III

Konsentrasi awal : 2000 ppm / 2000µg/ml

Volume yang diambil : 0,5 ml / 500 µl

Volume akhir : 5ml / 5000 µl

Persamaan Regresi Linier : y = 0,0132x + 0,1988

a = 0,0132

b = 0,1988
&2(*"(%#$*' $3$4 @ E24D6" ?$() F'$6!'4
Konsentrasi akhir =
E24D6" $&+'#

A111 @ 911
= 9111
75

= 200
&2(*"(%#$*' $3$4
Faktor pengenceran =
&2(*"(%#$*' $&+'#

A111
= = 10x
A1

Kadar Total Fenol

$!*2#!$(*' *$6;"4 (5!)


x FP x 100%
$

Konsentrasi awal

1,9A/(51,/8BB)
x 10 x 100
1,1/.A

2000

= 12,20%
#";4'&$*' <=#";4'&$*' <<=#";4'&$*' <<<
Rata – rata % Fenol = .

/A,/:%=/A,/:%=/A,A1%
=
.

= 12,17%

N-HEKSANA

Replikasi I

Konsentrasi awal : 2000 ppm / 2000µg/ml

Volume yang diambil : 0,5 ml / 500 µl

Volume akhir : 5ml / 5000 µl

Persamaan Regresi Linier : y = 0,0132x + 0,1988

a = 0,0132

b = 0,1988
76

&2(*"(%#$*' $3$4 @ E24D6" ?$() F'$6!'4


Konsentrasi akhir =
E24D6" $&+'#

A111 @ 911
=
9111

= 200
&2(*"(%#$*' $3$4
Faktor pengenceran =
&2(*"(%#$*' $&+'#

A111
= = 10x
A1

Kadar Total Fenol

$!*2#!$(*' *$6;"4 (5!)


x FP x 100%
$

Konsentrasi awal

1,.88(51,/8BB)
x 10 x 100
1,1/.A

2000

= 7,58%

Replikasi II

Konsentrasi awal : 2000 ppm / 2000µg/ml

Volume yang diambil : 0,5 ml / 500 µl

Volume akhir : 5ml / 5000 µl

Persamaan Regresi Linier : y = 0,0132x + 0,1988

a = 0,0132

b = 0,1988
&2(*"(%#$*' $3$4 @ E24D6" ?$() F'$6!'4
Konsentrasi akhir = E24D6" $&+'#

A111 @ 911
=
9111

= 200
77

&2(*"(%#$*' $3$4
Faktor pengenceran =
&2(*"(%#$*' $&+'#

A111
= = 10x
A1

Kadar Total Fenol

$!*2#!$(*' *$6;"4 (5!)


$
x FP x 100%

Konsentrasi awal

1,-11(51,/8BB)
1,1/.A
x 10 x 100

2000

= 7,62%

Replikasi III

Konsentrasi awal : 2000 ppm / 2000µg/ml

Volume yang diambil : 0,5 ml / 500 µl

Volume akhir : 5ml / 5000 µl

Persamaan Regresi Linier : y = 0,0132x + 0,1988

a = 0,0132

b = 0,1988
&2(*"(%#$*' $3$4 @ E24D6" ?$() F'$6!'4
Konsentrasi akhir =
E24D6" $&+'#

A111 @ 911
= 9111

= 200
&2(*"(%#$*' $3$4
Faktor pengenceran = &2(*"(%#$*' $&+'#

A111
= = 10x
A1
78

Kadar Total Fenol

$!*2#!$(*' *$6;"4 (5!)


$
x FP x 100%

Konsentrasi awal

1,-11(51,/8BB)
x 10 x 100
1,1/.A

2000

= 7,62%
#";4'&$*' <=#";4'&$*' <<=#";4'&$*' <<<
Rata – rata % Fenol =
.

>,9B%=>,:A%=>,:A%
=
.

=7,60%
79

LAMPIRAN 6
GAMBAR PENELITIAN

No. Gambar Keterangan


1.

Buah Cabe Rawit (Capsicum


frutescens L)

2.

Simplisia Buah Cabe Rawit


(Capsicum frutescens L)

3.

Serbuk Simplisia Buah Cabe


Rawit (Capsicum frutescens
L)
80

No. Gambar Keterangan

4.

Maserasi

5.

Penguapan Hasil Maserasi

6.

Hasil Ekstrak Kental Pelarut


(Etanol 96%, Etil Asetat, dan
N-Heksana)
81

No. Gambar Keterangan

7.

Identifikasi Senyawa Fenol


Etanol 96%

8.

Identifikasi Senyawa Fenol


Etil Asetat

9.

Identifikasi Senyawa Fenol N-


Heksana
82

No. Gambar Keterangan

10.

KLT (Kromatografi
Lapis Tipis) ekstrak
cabe rawit

11.

Hasil KLT ekstrak cabe


rawit

12.

Larutan Asam Galat


83

No. Gambar Keterangan


13.

Larutan Na2Co3 20%

14.

Reagen follin-ciocalteau

15.

Larutan penentuan senyawa


Fenol
84

No. Gambar Keterangan

16.

Larutan ekstrak cabe rawit

17.

Inkubasi larutan ekstrak


cabe
rawit selama 2 jam
85

CURICULUM VITAE

Nama : Rizki Nur Widarjati


Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 19 Juni 1993
Alamat : Jl.Remaja, Desa Kepandean Rt.03/Rw.03
Kec.Dukuhturi, Kab.Tegal.
Email : rizkiwidarjati2017@gmail.com
Nomer Hp : 085642719281
Pendidikan
SD : SD Negeri 03 Kepandean
SMP : SMP Negeri 19 Tegal
SMK : SMK Al-Ikhlash Tegal
DIII : Farmasi Politeknik Harapan Bersama Tegal
Judul KTI : Pengaruh Perbedaan Pelarut Terhadap Kadar Total
Fenol Cabe Rawit (Capsicum frutescens L)
Nama Orang Tua
Ayah : Alm. Dulkarim
Ibu : Rodiyah
Pekerjaan Orang Tua
Ayah :-
Ibu : Pedagang
Alamat Orang Tua
Ayah : Jl.Remaja, Desa Kepandean Rt.03/Rw.03
Kec.Dukuhturi, Kab.Tegal.
Ibu : Jl.Remaja, Desa Kepandean Rt.03/Rw.03
Kec.Dukuhturi, Kab.Tegal.

Anda mungkin juga menyukai