Anda di halaman 1dari 70

GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT ASMA

DI RSUD Dr. SOESILO SLAWI

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

SINTA AYU HARDIYATI

16080103

PROGRAM STUDI DIII FARMASI

POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA TEGAL

2019
GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT ASMA

DI RSUD Dr. SOESILO SLAWI

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Derajat Ahli Madya Program Studi DIII Farmasi

Oleh:

SINTA AYU HARDIYATI

16080103

PROGRAM STUDI DIII FARMASI

POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA TEGAL

2019

ii
iii

HALAMAN PERSETUJUAN

GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT ASMA ASMA

DI RSUD Dr. SOESILO SLAWI

Oleh :

SINTA AYU HARDIYATI

16080103

DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Kusnadi, M.Pd. Meliyana Perwita sari, M.Farm., Apt.


NIDN.0617038701 NIDN.06.100790.03
iv

HALAMAN PENGESAHAN

Karya tulis ilmiah ini diajukan oleh :


NAMA : SINTA AYU HARDIYATI
NIM : 16080103
Jurusan / Program Studi : DIII Farmasi

Judul Karya tulis Ilmi : GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT ASMA DI


RSUD Dr. SOESILO SLAWI.

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Tim Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ahli Madya
Farmasi pada Jurusan/ Program Studi DIII Farmasi, Politeknik Harapan
Bersama Tegal.

TIM PENGUJI

Penguji 1 : Adila Prabasiwi,S.KM.M.KM (......................)

Penguji 2 : Kusnadi, M.Pd (......................)

Penguji 3 : Meliyana Perwita Sari,M.Farm.,Apt (......................)

Tegal,
Program Studi DIII Farmasi
Ketua Program Studi,
v

Heru Nurcahyo, S.Farm., M. Sc., Apt


NIPY. 010.007.038

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Tuli Ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri, dan

semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Sinta Ayu Hardiyati

Nim : 16080103

Tanda Tangan :

Tanggal :
vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


KARYA TULIS ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Politeknik Harapan Bersama Tegal, saya yang bertanda

tangan dibawah ini :

Nama : SINTA AYU HARDIYATI


NIM : 16080124
Jurusan / Program Studi : DIII Farmasi
Jenis Karya : Karya Tulis Ilmiah

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk


memberikan kepada Politeknik Harapan Bersama Tegal Hak Bebas Royalti
Noneksklusif (None-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang
berjudul : GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT ASMA DI RSUD Dr.
SOESILO SLAWI. Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak
Bebas royalti/Noneksklusif ini Politeknik Harapan Bersama Tegal berhak
menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat dan mempublikasikan karya ilmiah saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Politeknik Harapan Bersama Tegal


Pada Tanggal :

Yang menyatakan

(SINTA AYU HARDIYATI)


MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

1. Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya dan

beramallah untuk akhiratmu seakan-akan esok kau akan tiada.

2. Kegagalan adalah awal dari keberhasilan, keberhasilan penentu masa

depan, keajaiban berasal dari Tuhan.

3. Manusia yang mau berusaha lebih baik dari pada seseorang yang hanya

bicara.

4. Mencintai suatu proses adalah kunci utama dalam mengenal diri anda

sendiri.

PERSEMBAHAN

Saya persembahkan karya tulis ini kepada:

 Ayah dan Ibu Serta Kelurga Tercinta.

 Pembimbing serta penguji

 Keluarga kecil prodi DIII Farmasi

 Temen – temen satu angkatan

 Almamaterku

vii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan Rahmat dan

Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang

berjudul “GAMBARAN PENGUNAAN OBAT ASMA DI RSUD Dr. Soesilo

Slawi”

Karya tulis ilmiah ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Ahli

Madya Farmasi pada Program Studi DIII Farmasi di Politeknik Harapan Bersama

Tegal . Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini Penulis telah banyak mendapat

bimbingan, pengarahan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka dengan

ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Kusnadi M.pd. dan Meliyana Perwita Sari, M.Farm., Apt. Selaku Pembimbing

yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi

pengarahan dari awal sampai selesainya Karya Tulis Ilmiah.

2. Ayah dan Ibu saya yang selalu memberi doa dan kasih sayang yang tak ternilai

harganya dan memberi uang.

3. Teman - teman sejawat yang selalu memberikan dukungan serta saran dalam

pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.

Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, pelajar,

masyarakat, dan khususnya pada diri penulis sendiri dan semua yang membaca

Karya Tulis Ilmiah ini. Karya Tulis Ilmiah ini jauh dari kesempurnaan untuk

itu penulis mengharapkan kritik dan sarannya. Terima kasih

viii
INTISARI

Hardiyati, Sinta, Ayu., Kusnadi., Sari, Perwita, Meliyana., 2019. Gambaran


Penggunaan Obat Asma Di Rsud Dr. Soesilo Slawi

Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi


berperan, terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, netrofil dan sel
epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab
atau pencetus inflamasi saluran napas pada pasien asma. prevalensi asma, di
indonesia yang menunjukan angka sekitar 4,0% dan meningkat menjadi 4,5%.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa banyak jumlah penderita
penyakit asma di instalasi rawat inap RSUD Dr.Soesilo Slawi pada priode
Oktober – Desember 2018.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif. Populasi penelitian ini 136 resep dengan menggunakan rumus slovin
penggambilan sampel 58 pasien. analisis data menggunakan analisis statistik
deskriptif yaitu menguraikan data yang di peroleh dari resep rekam medik
penyakit Asma di RSUD Dr. Soesilo Slawi.
Hasil penelitian dari 58 sampel menunjukkan bahwa jenis kelamin
perempuan 48 pasien (82,8%) dan untuk laki-laki 10 pasien (17,2%), berdasarkan
umur pasien 26-45 tahun 33 (56,8%) dan umur pasien 46-65 tahun 14 (24,1%),
jenis obat yang digunakan pada Asma adalah kombinasi Combivent dan
Pulmicort 43 (21,3%) sedangkan salbutamol 27 (13,4%) dan seredite 32 (15,8%)
Aminofilin 32 (15,8%) Dexsamethason 30 (14,9%) pulmicort 6 (3,0%).
Combivent 9 (4,5%) dan berotec 9 (4,5%) dan metyprednisolon 14 (1,7%).
Bentuk sediaan obat paling banyak injeksi 133 (65,8).

Kata kunci : Asma, obat asma, deskriptif

ix
Abstract

Hardiyati, Sinta Ayu., Kusnadi., Sari, Meliyana Perwita., 2019. The


Overview of Using Asthma Drugs at Dr. Soesilo Regional Beneral Hospital of
Slawi.

Asthma is a chronic inflammation of the airways. Various inflammatory


cells play a role, especially mast cells, eosinophils, T lymphocyte cells,
macrophages, neutrophils and epithelial cells. Environmental factors and various
other factors act as causes or triggers of airway inflammation in asthma patients
(MOH, 2007). the prevalence of asthma, in Indonesia which shows a number of
around 4.0% and increased to 4.5%. The purpose of this study was to find out
how many patients with asthma at inpatient installation of Dr. Soesilo Regional
Beneral Hospital of Slawi in the period October - December 2018.
This type of research was descriptive research with a quantitative
approach. The study population was 136 recipes using the slovin formula taking
58 patients. Data analysis uses descriptive statistical analysis, which describes
the data obtained from the prescription of medical records of asthma in Soesilo
Regional Beneral Hospital of Slawi.
The results of this study and the discussion of 58 samples showed that
female gender is 48 patients (82.8%) and for men is 10 patients (17.2%), based on
patient age 26-45 years 33 (56.8%) and patients aged 46-65 years 14 (24.1%), the
type of drug used in asthma was a combination of Combivent and Pulmicort 43
(21.3%) while salbutamol 27 (13.4%) and seredite 32 (15.8%) Aminophylline 32
(15.8%) Dexsamethason 30 (14.9%) pulmicort 6 (3.0%). Combivent 9 (4.5%) and
berecec 9 (4.5%) and metyprednisolone 14 (1.7%). The drug dosage form is at
most injection 133 (65.8).

Keywords: Asthma, asthma medication, descriptive

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................. iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................................................ v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vi

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii

INTISARI.............................................................................................................. viii

ABSTRACT .......................................................................................................... ix

DAFTAR ISI ......................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ 37

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 3

1.3 Batasan Masalah ........................................................................................ 3

1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4

1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 4

1.6 Keaslian Penelitian / Novelty ..................................................................... 4

xi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS ............................................ 6

2.1 Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 6

2.1.1 Definisi Rumah Sakit ...................................................................... 6

2.1.2 Sejarah Rumah Sakit ....................................................................... 7

2.1.3 Rekam Medis ................................................................................... 8

2.1.4 Asma ............................................................................................... 9

2.1.5 penegakan Diagnosis ........................................................................ 10

2.1.6 Diagnosis Asma ............................................................................... 11

2.1.7 Gejala Asma ..................................................................................... 12

2.1.8 Faktor-faktor Penyebab Asma ......................................................... 13

2.1.9 Pencegahan Asma ........................................................................... 14

2.1.10 Terapi Pemeliharaan ...................................................................... 15

2.1.11 Terapi Asma .................................................................................. 17

2.1.12 Obat - Obat Asma ............................................................................ 18

2.1.13 Penggunaan Obat Rasional ........................................................... 19

2.2 Kerangka Teori.................................................................................... 25

2.3 Kerangka Konsep ............................................................................... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 27

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 27

3.1.1 Ruang Lingkup Tempat ......................................................................... 27

3.1.2 Waktu Penelitian ............................................................................. 27

3.1.3 Lingkup bidang Penelitian ............................................................... 27

3.2 Rancangan dan jenis penelitian ............................................................ 27

xii
3.3 Populasi, sampel dan teknik sampling .................................................. 27

3.3.1 Populasi penelitian ......................................................................... 27

3.3.2 Sampel penelitian ........................................................................... 28

3.3.3 Teknik Sampling .............................................................................. 28

3.4 Variabel Penelitian .................................................................................... 29

3.5 Definisi Operasional ................................................................................... 30

3.6 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 31

3.6.1 Alur Kerja ....................................................................................... ....... 31

3.6.2 Etika Penelitian ....................................................................................... 31

3.7 Alur pengumpulan data .............................................................................. 32

3.8 Cara Analisa ............................................................................................. 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 33

BAB V PENUTUP ................................................................................................ 43

5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 41

5.2 Saran ........................................................................................................ 41

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 44

LAMPIRAN ......................................................................................................... 47

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian/ Novelty ................................................................ 5

Tabel 2.1 Farmakologi Asma ................................................................................ 19

Tabel 4.1 Pasien Asma Berdasarkan Jenis Kelamin ............................................. 33

Tabel 4.2 Pasien Asma Berdasarkan Usia ............................................................ 34

Tabel 4.3 Bentuk Sediaan Obat Asma .................................................................. 36

Tabel 4.4 Jenis Pengunaan Obat Asma ................................................................ 37

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori ................................................................................ 27

Gambar 2.2 Kerangka Konsep ............................................................................ 28

Gambar 4.1 Diagram Asma Berdasarkan Jenis Kelamin ..................................... 35

xv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hal terpenting dalam kehidupan manusia

karena dengan tubuh sehat setiap individu mampu menjelaskan segala

aktivitas kehidupan sehari – hari dengan baik. Menurut undang – undang

No 36 tahun 2009 tentang kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat, baik

cara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Departemen Kesehatan

RI, 2009).

Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel

inflamasi berperan, terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag,

netrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan

sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada pasien asma

(Depkes, 2007). Prevalensi asma, di indonesia menunjukan angka sekitar

4,0% dan meningkat menjadi 4,5%. Persentase tertinggi diperoleh di

Sulawesi Tengah (7,8%) dan terendah di Lampung (1,6%) sedangkan di

Sumatra Utara (2,4%). Selain itu, hasil penelitian ISAAC (International

study on Asthma and Allergy in Children) di Jakarta mendapatkan angka

11,5% pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 12,2% pada tahun 2008

(Yunus, 2011) Di Medan, hasil survei asma pada anak SD (6 sampai 12

1
2

tahun), menunjukan prevalensi asma berkisar antara 3,7%- 6,4% (Menteri

Kesehatan Republik Indonesia, 2008)

Faktor risiko terjadinya asma merupakan interaksi antara faktor

pejamu dan faktor lingkungan. Faktor pejamu yaitu faktor predisposisi

genetik yang mempengaruhi berkembangnya asma pada suatu individu,

berupa genetik asma, riwayat alergi (atopi), hipereaktivitas bronkus, jenis

kelamin dan ras, sedangkan faktor lingkungan yaitu faktor yang

mempengaruhi suatu individu dengan predisposisi asma untuk berkembang

menjadi asma dan menyebabkan terjadinya eksaserbasi serta gejala asma

yang menetap. Faktor lingkungan ini berupa alergen, sensitisasi lingkungan

kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosial

ekonomi dan besarnya keluarga (PDPI, 2004). Paparan asap rokok selama

masa kehamilan meningkatkan kemungkinan terjadinya wheezing pada bayi.

Pada orang dewasa yang menderita asma, merokok dapat meningkatkan

derajat keparahan asma, dan menurunkan respon terhadap penggunaan

kortikosteroid inhalan (NHLBI, 2007).

Salah satu tempat pelayanan kesehatan yang melayani pengobatan

asma adalah Rumah Sakit. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana

kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan

adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi

masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan

pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit


3

(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan

(rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu

dan berkesinambungan (Siregar dan Amalia, 2004)

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr.Soesilo Slawi dengan alasan

Rumah Sakit ini merupakan salah satu Rumah Sakit terbesar dan Rumah

Sakit rujukan pertama di kota Slawi. Selain itu, jumlah pasien asma di

Rumah Sakit tersebut cukup tinggi. Sehingga mendorong peneliti untuk

melakukan penelitian di RSUD Dr. Soesilo Slawi. pada penyakit asma di

RSUD dr. Soesilo Slawi.

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan suatu

permasalahan sebagai berikut: Gambaran Pengunaan Obat Asma di RSUD

Dr.Soesilo Slawi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut: Bagaimana gambaran penggunaan obat asma di RSUD Dr Soesilo

Slawi.

1.3 Batasan Masalah

Agar didalam peneliti ini dapat di arah dan mendapatkan hasil yang

diingikan maka peneliti hanya membatasi pada:

a. Obat asma yang di gunakan pada instalasi rawat inap

b. penyakit asma tanpa komplikasi penyakit lain.

c. Priode penggunaan obat yaitu bulan Oktober – Desember 2018.

d. Penggunaan obat asma merujuk dengan bentuk sediaan obat


4

1.4 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran penggunaan obat asma di RSUD dr

Soesilo Slawi priode Oktober – Desember 2018.

2. Tujuan Khusus Penelitian ini Adalah :

untuk mengetahui gambaran penggunaan obat asma

a. Karakteristik pasien asma (jenis kelamin, usia)

b. Jenis obat asma

c. Bentuk sediaan obat

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, memper oleh pengetahuan dan pengalaman dalam

melakukan penelitian dan mengaplikasi ilmu yang telah dipelajari.

2. Menjadi bahan pembanding dan pelengkap bagi peneliti selanjutnya

1.6 Tabel Keaslian Peneliti

Anindya Carima,
No Pembeda Elivira,2014 Hardiyati 2018
2016
1 Judul Gambaran Studi penggunaan Gambaran penggunaan
peneliti penggunaan obat obat golongan B2 obat asma di RSUD dr.
asma di Pukesmas agonis pada Soesilo Slawi
Kota Medan tahun pasien asma
2014
2 Sampel pasien asma Data rekam medik Data rekam medik
penelitian berjumlah 96%

3 Variabel penggunaan obat penggunaan obat Penggunaan obat asma


Peneliti asma golongan B2 dan jenis sedian obat
agonis asma
4 Metode deskriptif melalui observasional Deskriptif dengan
peneliti pendekatan crooss retrospektif pendekatan Kuantitatif
section dengan data
Rekam Medis.
5

5 hasil Obat asma yang Pemilihan obat Penggunaan obat


peneliti paling sering Agonis beta-2 kombinasi combivent
digunakan adalah yang digunakan dan pulmicort yang
kombinasi pelega untuk terapi paling banyak 13,8 %
dan pengontrol penyakit asma digunakan di RSUD
sebanyak 83,6% telah sesuai Dr. Soesilo Slawi 2018.
dengan
rekomendasi
BAB II

TINJAUAN PUSAKA

2.1 Tinjauan Pusaka

2.1.1 Definisi Rumah Sakit

Di Indonesia, Rumah Sakit merupakan rujukan pelayanan

kesehatan untuk pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), terutama

upaya penyembuhan dan pemulihan, sebab Rumah Sakit mempunyai

fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat

penyembuhan dan pemulihan bagi penderita, yang berarti bahwa

pelayanan Rumah Sakit untuk penderita rawat jalan dan Rawat Inap

hanya bersifat spesialistik atau subspesialistik, sedang pelayanan

yang bersifat non spesialistik atau pelayanan dasar harus dilakukan

di Puskesmas. Hal tersebut diperjelas dalam keputusan menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor :983/Menkes/SK/XI/1992,

tentang pedoman organisasi Rumah Sakit Umum yang menyebutkan

bahwa tugas Rumah Sakit mengutamakan upaya penyembuhan dan

pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan

upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya

rujukan (Siregar dan Amalia, 2004).

Undang - Undang Nomer 44 tahun 2009 tentang rumah sakit

menyatakan bahwa adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

6
7

yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara

dan meningkatkan kesehatan kesehatan, bertujuan untuk

mewujudkan derajat kesehatan optimal bagi masyarakat.

(Departemen Kesehatan RI, 2009).

2.1.2 Sejarah RSUD Dr. Soeselo Slawi

Sejarah berdirinya RSUD Dr. Soeselo Kabupaten Tegal

berawal dari Balai Pengobatan Karyawan perusahaan gabungan

pabrik gula se Ex Karesidenan Pekalongan tahun 1917. Pada awal

kemerdekaan (1945-1947) Balai Pengobatan tersebut dialihkan

fungsinya sebagai RS Tentara yang dipimpin oleh Kolonel dr. HRM

Soeselo Wiriosapoetro. Seiring dengan kebijakan dan kewenangan

pemerintah, sejarah singkat RSUD Dokter Soeselo Kabupaten Tegal

sebagai berikut:

1. Tahun 1952 pengelolaannya diserahkan kepada Pemerintah

Daerah Tingkat II Tegal sampai dengan sekarang, dan mulai

dikenal dalam nomenklatur sebagai RSUD Dokter Soeselo

Slawi, namun demikian masyarakat sekitar Slawi masih banyak

yang menyebut RSU Dukuh ringin;

2. Tahun 1983 ditetapkan Pemerintah sebagai Rumah Sakit Tipe C

dengan SK Menkes RI No. 233/ Menkes/SK/VI/1983;


8

3. Tahun 2000 oleh Depkes RI telah diakreditasi penuh tingkat

dasar dengan sertifikat akreditasi No. YM.00.03.3.5.623 yang

berlaku sampai dengan 25 Februari 2003;

4. Tahun 2003 ditetapkan Pemerintah sebagai Rumah Sakit dengan

Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut melalui Keputusan Dirjen;

5. Tahun 2006 mendapatkan sertifikat akreditasi rumah sakit dai

Menkes dengan nomor HK.00.06.3.5.1876 dengan status penuh

tingkat lengkap tanggal 22 Mei 2006;

6. Bulan Mei Tahun 2008 Keputusan Bupati Tegal Nomor

445/631/2008 tentang Penetapan Pola Pengelolaan Keuangan

Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) penuh kepada

Badan Pengelola RSUD Dokter Soeselo Kabupaten Tegal.

(RSUD Dr.Soesilo)

2.1.3 Rekam Medis

Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan

dokumen tentang indentitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,

tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada pasien pada

sarana pelayanan kesehatan (Pemenkes No

269/MENKES/PER/III/2008). Tujuan terselenggaranya pelayanan

rekam medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib

administrasi. Tanpa adanya suatu sistem pengolahan rekam medis

yang baik dan benar, mustahil tertib administrasi Rumah Sakit


9

berhasil sebagai yang di harapkan. Adapun kegunaan dari Rekam

Medis itu sendiri, yaitu :

1. Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenaga kesehatan

lainnya yang ikut ambil bagian dalam memberikan pelayanan,

pengobatan, perawatan kepada pasien.

2. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan / perawatan

yang diberikan kepada seorang pasien.

3. Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan,

perkembagan penyakit dan pengobatan selama pasien

berkunjung/dirawat di Rumah Sakit Dr. Soesilo Slawi.

4. Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian dan

evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada

pasien.

5. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit

maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

6. Menyediakan data – data khusus yang sangat berguna untuk

keperluan pendidikan.

7. Sebagai dasar didalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan

media pasien.

8. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta

sebagai bahan pertanggung jawaban data laporan.


10

2.1.4 Asma

Asma merupakan suatu penyakit serius kronik yang

memberikan beban berat terhadap pasien, keluarga pasien, maupun

masyarakat. Hal tersebut menyebabkan gejala pernapasan,

pembatasan aktivitas dan serangan asma yang membutuhkan

pertolongan secepatnya dan dapat berakibat fatal. Sedangkan

pengertian dari asma adalah penyakit heterogen, biasanya ditandai

dengan inflamasi saluran napas kronik. Gejala yang terjadi adalah

gejala- gejala pernapasan diantaranya wheezing, nafas pendek, dada

terasa berat dan batuk yang intensitasnya bervariasi pada setiap

waktu bersamaan dengan keterbatasan aliran ekspirasi udara

pernafasan. (Global Initiative for Asthma, 2015)

Menurut WHO, Asma adalah penyakit inflamasi saluran

napas yang dapat menyerang semua kelompok umur, Asma dapat

mempengaruhi kualitas hidup serta beban sosial ekonomi. Asma

mempunyai tingkat fatalis yang rendah namun kasusnya cukup

banyak dinegara dengan pendapatan mengenah kebawah (Geneva:

WHO, 2013)

2.1.5 Penegakan Diagnosis

Menurut (Ikawati, Z, 2007) penanda utama untuk

mendiagnosis adanya asma dilihat dari gejalanya, yaitu:

1. Mengi saat menghirup napas.


11

2. Riwayat batuk yang memburuk pada malam hari, dada sesak

yang terjadi berulang dan tersengal – sengal

3. Hambatan pernapasan yang bersifat reversibel secara bervariasi

selama siang hari.

4. Adanya peningkatan gejala pada saat olahraga, terkena alergen,

dan perubahan musim.

5. Terbangun malam- malam seperti kejadian di atas.

2.1.6 Diagnosis Asma

Diagnosa asma dilakukan berdasarkan gejala yang bersifat

episodik, dimana pemeriksaan fisik ditandai dengan nafas yang

dangkal dan terdengar bunyi wheezing pada pemeriksaan dada,

namun terkadang bunyi wheezing tidak terdengar pada serangan

asma yang sangat berat. Pemeriksaan yang dilakukan untuk

diagnosis dan monitor asma adalah pemeriksaan fungsi paru

menggunakan nilai FEV1 (Forced Expiratory Volume) pada detik

pertama, PEFR (Peak Expiratory Flow Rate) dan variabilitas PEFR

(Departemen Kesehatan RI, 2009) Untuk menegakkan diagnosis

asma dibutuhkan pemeriksaan yaitu pemeriksaan fungsi paru.

Pemeriksaan fungsi paru sebagai paramater objektif yang standar

dipakai yaitu pemeriksaan spirometri dan peak expiratory flow

(PEF). Pemeriksaan spirometri dan PEF sangat membutuhkan

kemampuan dan kerjasama penderita bersamaan dengan pemahaman

yang jelas oleh intruksi pemeriksa. Spirometer adalah alat pengukur


12

faal paru yang penting dalam menegakkan diagnosa untuk menilai

beratnya obstruksi dan efek pengobatan (Rengganis, I., 2008).

Peak flow meter yang merupakan alat sederhana dibuat untuk

monitoring dan bukan alat diagnostik, karena dengan spirometer

lebih sensitif dari PFM. Namun PEF dapat menegakkan diagnosa

asma jika pasien tidak bisa melakukan pemeriksaan FEV1

(Rengganis, I., 2008)

Pemeriksaan foto thorax, pemeriksaan IgE, tanda inflamasi,

dan uji hiperaktivitas bronkus juga dapat membantu menegakkan

diagnosa asma. Foto thorax dilakukan untuk menyingkirkan penyakit

yang tidak disebabkan asma. Skinprick test untuk menunjukkan

adanya antibodi IgE spesifik pada kulit dimana uji ini untuk

menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Analisis sputum

yang diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah eosinofil dan

Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat

berat asma. Uji hiperreaktivitas bronkus dapat dilakukan dengan tes

provokasi, dengan menggunakan nebulasi droplet ekstrak alergen

spesifik (Rengganis, I., 2008)

2.1.7 Gejala Asma

Dasar kelainan asma adalah keadaan bronkus (saluran napas

bagian dalam) yang hipereaktif terhadap berbagai rangsangan. Jika

ada rangsangan pada bronkus yang hipereaktif maka akan terjadi:

a. bronkus akan mengerut atau menyempit.


13

b. Selaput lendir bronkus membengkak.

c. Produksi lendir menjadi banyak dan kental. Lendir yang kental

ini sulit dikeluarkan atau dibatukkan sehingga penderita menjadi

lebih sesak (Abidin dan Ekarini, 2002).

Keadaan bronkus yang sangat peka dapat hiperreaktif pada

penderita asma menyebabkan saluran napas menjadi sempit,

akibatnya pernapasan menjadi terganggu. Hal ini menimbulkan

gejala asma yang khas yaitu: batuk, sesak napas dan wheeling atau

mengi. Manifestasi serangan asma tidak sama pada setiap orang

bahkan pada satu penderita yang sama berat dan lamanya serangan

asma dapat berbeda dari waktu ke waktu. Beratnya serangan dapat

bervariasi mulai dari yang ringan sampai yang berat, demikian pula

dengan lama serangan. Serangan bisa saja singkat, sebaliknya dapat

pula berlangsung sampai berhari-hari (Abidin dan Ekasari, 2002).

2.1.8 Faktor – Faktor Penyebab Asma

Asma sering dicirikan sebagai alergi, idiopatik, non alergi

atau gabungan (Somantri, 2007).

1. Asma alergik

Asma alergik/ekstrinsik, merupakan suatu jenis asma yang

disebabkan oleh allergen (misalnya: bulu binatang, debu, ketombe,

tepung, sari makanan, dan lain-ain). Allergen yang paling umum

adalah yang perentaraan penyebarannya melalui udara airbone dan

allergen yang muncul secara musiman (seasonal). Pasien dengan


14

asma alergik biasanya mempunyai penyakit alergi pada keluarga

dan riwayat pengobatan rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi

akan mencetuskan serangan asma. Gejala umumnya dimulai saat

anak-anak.

2. Asma idiopatik atau nonalergik (intrinsic)

Asma idiopatik atau nonalergi merupakan jenis asma yang

tidak berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik.

Faktor-faktor seperti common cold infeksi saluran napas atas,

aktivitas emosi,dan polusi lingkungan dapat menimbulkan

serangan asma. Beberapa obat farmakologi, antagonis beta-2,

dengan sulfite (penyedap makanan) juga dapat berperan sebagai

faktor pencetus. Serangan asma idiopatik atau nonalergik dapat

menjadi lebih berat dan sering kali dengan berjalannya waktu dapat

berkembang menjadi bronchitis dan emfisema. Pada beberapa

pasien asma jenis ini dapat berkembang menjadi asma campuran.

Bentuk asma ini dapat dimulai saat dewasa (>35 tahun).

3. Asma campuran mixed asthma

Asma campuran ini merupakan asma yang paling sering

ditemukan. Dikarakteristikan dengan bentuk kedua jenis asma

alergik dan idiopatik atau nonlaergik.

2.1.9 Pencegahan Asma

Dalam praktik kedokteran keluarga yang lebih

mengutamakan upaya preventif dan promotif dalam manajemen


15

penyakit kronik seperti asma salah satunya, maka upaya pencegahan

yang dapat dilakukan meliputi 2 hal yaitu:

a. Mencegah Sensititasi

Langkah-langkah dalam mencegah asma berupa

pencegahan sensitisasi alergi (terjadinya atopi, diduga paling

relevan pada masa prenatal dan perinatal) atau pencegahan

terjadinya asma pada individu yang disensitisasi. Hingga kini

tidak ada bukti intervensi yang dapat mencegah perkembangan

asma selain menghindari pajanan dengan asap rokok, atau setelah

lahir (Supriyatno, 2009).

b. Mencegah Eksaserbasi.

Alergi indoor dan outdoor merupakan salah satu faktor

yang dapat menimbulkan eksaserbasi asma. Contoh alergi indoor

seperti tungau debu rumah, hewan berbulu, kecoa, dan jamur.

Sedangkan alergi outdoor seperti polen, jamur, infeksi virus.

Dokter keluarga dapat memberikan edukasi kepada orang tua

pasien maupun pengasuh agar dapat mengurangi penderita asma

dengan beberapa faktor seperti menghindarkan anak dari asap

rokok, lingkungan rumah dan sekolah yang bebas alergen,

makanan, aditif, obat yang menimbulkan gejala dapat

memperbaiki asma serta keperluan obat. Tetapi penderita bereaksi

terhadap banyak faktor lingkungan sehingga usaha menghindari

alergi sulit untuk dilakukan. Hal – hal lain yang harus pula
16

dihindari adalah indoor dan ondoor, makanan dan adetif,

obsesitas, emosi stres dan berbagai faktor lainnya (Supriyatno,

2009).

2.1.10 Terapi Pemeliharaan

Pengobatan pemeliharaan pada umumnya dilakukan secara

bertingkat, berdasarkan prinsip (baru) bahwa asma adalah suatu

penyakit peradagan, maka obat anti radang perlu digunakan sendini

mungkin. Di samping itu, penggunaan bronchodilator hendaknya

dibatasi pada terapi serangan dan atau dalam kombinasi dengan obat

anti radang. Dalam garis besar sering kali ditempuh urutan sebagai

berikut.

1. Asma ringan (serangan <1 kali sebulan) dapat bila perlu- diobati

dengan suatu B2-mimetikum yang berkerja singkat sebagai mo-

noterapi, misalnya salbutamol 1-2 inhalasi/minggu (Drs. Tan

hoan dan Drs. Kirana Raharja edisi 7).

2. Asma sedang (serangan 1-4 kali sebulan) perlu diobati dengan

obat yang menekan peradangan disaluran pernafasan, yaitu

kortikosteroida-inhalasi, seperti beklometason, flutikason atau

budesonida dalam dosis rendah (200-800 mcg/hari). Bila perlu

dikombinasi dengan salbutamol atau terbutalin sampai 3-4

inhalasi/hari atau dengan otot pencegah kromoglikat dan

nedokromil, juga perinhalasi. Untuk anak - anak dengan asma

yang bercirikan alergi dapat diberikan peroral ketotifen atau


17

oksatomida, yang juga berkhasiat mencegah degranulasi

mastcells. (Drs. Tan hoan dan Drs. Kirana Raharja edisi 7)

3. Asma agak serius (serangan > 1-2 kali seminggu) dapat

ditanggulangi oleh kortikosteroida dengan dosis lebih tinggi

(800-1200 mcg/ hari) dan dan dikombinasi dengan agonis beta-2

atau antikolinergika (ipratropium) sebagai bronchodilator untuk

menggurangi obstruksi bronchi. (Drs. Tan hoan dan Drs. Kirana

Raharja edisi 7)

4. Asma serius (serangan > 3kali seminggu) walaupun penggunaan

ICS dalam dosis cukup tinggi, tetapi pada malam hari masih

timbul sesak napas (dyspnoe). Dalam hal ini dapat diberikan

agonis beta-2 kerja – panjang sebagai inhalasi (salmeterol). Bila

perlu obat ini dapat dikombinasi dengan teofilin dalam bentuk

slow-release. (Drs. Tan hoan dan Drs. Kirana Raharja, edisi 7)

2.1.11 Terapi Asma

1. Terapi non famakologi dari asma antara lain:

a. Penyuluhan mengenai penyakit asma kepada penderita dan

keluarga

b. Menjauhi bahan – bahan yang dapat menimbulkan serangan

asma dan faktor pencetus timbulnya asma.

c. Imunoterapi kelayakan. Penderita asma, sesuai dengan

batasannya mempuyai kepekaan yang berlebihan pada

saluran pernapasan. Sehingga menjauhi paparan bahan


18

iritan adalah mutlak. Bahan iritan dan alergen dapat

menimbulkan keluhan akut dan juga meningkatkan

hyperresponsivenes saluran pernapasan. Gas iritan tidak

spesifik meliputi asap rokok, debu, bau yang berlebihan,

polusi bahan pabrik dan polusi yang berasal dari

lingkungan. Pada orang yang alergi, bahan tersebut dapat

menimbulkan asam dan cara pencegahan yang paling baik

ialah menghindari kontak dengan bahan- bahan tersebut

pengobatan imunoterapi dapat diberikan pada penderita

yang sudah mengalami seleksi tertentu ( Alsagaff dan

mukty,2002),

2. Terapi Farmakologis Penyakit Asma

Tujuan utama dari manajemen penyakit asma adalah

dengan mengontrol gejala dan menurunkan kerugian akibat

gejala tersebut. Yang dimaksud dengan gejala yang harus

dikontrol adalah eksaserbasi asma, kerusakan saluran

pernafasan, dan efek samping dari terapi yang didapatkan

(Global Initiative for Asthma, 2015) Jika penyakit asma dapat

dikontrol dengan baik maka perubahan saluran pernafasan yang

irreversibel dan kematian pada asma akan menurun (anindya

mirna, 2016)
19

Tabel 2.1 Terapi Farfamakologi Asma (Gardenhire, D.S,


2016)

Manajemen Terapi Asma


Obat Pereda Asma Obat Kontrol Asma
1. Kortikosteroid 1. Beta2-agonist
2. Antikolinergika 2. Kortikosteroid
3. beta2-agonist
4. Metilsantin

2.1.12 Obat – obat Asma

Obat- obat asma terdiri dari dua bagian yaitu saat serangan

asma dan pencegahan asma (tuon, 2007)

Obat serangan asma yaitu obat yang digunakan untuk

merelaksasi otot – otot di saluran pernafasan, memudahkan pasien

untuk bernafas, memberikan kelegaan bernafas, dan digunakan untuk

mengobati serangan asma. Contoh obat – obat saat serangan asam

seperti berikut :

a. Obat Golongan kortikosteroid

Kortikosteroid yaitu obat anti alergi dan anti peradangan,

contohnya: metil prednisolone, hidrokortison. Cara kerjanya

sebagai obat anti alergi yang kuat, mengurangi pembengkakan

saluran nafas dan memperbaiki kerja bronkodilator yang

sudahlemah. Karena banyak efek samping steroid diberikan bila

obat-obatan bronkodilator sudah tidak mempan lagi. (Tuon

Nearimas, 2016)

b. Golongan Agonis beta-2


20

Termasuk golongan ini adalah salbutamol, fenoterol, dan

salmeterol. Mempunyai waktu mulai kerja yang (onset) cepat.

Fenoterol mempunyai onset cepat dan durasi lama. Pemberian

dapat secara inhalasi atau oral, pemperian inhalasi mempunyai

onset yang lebih cepat dan efek samping minimal/tidak ada.

Mekanisme kerja sebagai agonis beta-2 yaitu releksasi otot polos

saluran napas, meningkatkan berishan mukosiliar, menurunkan

permeabilitas pembuluh darah dan modulasi penglepasan

mediator dari selmast. (Tuon Nearimas, 2016)

Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat

bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthma.

Pengunaan agonis beta-2 kerjanya singkat direkomudasikan bila

diperlukan untuk mengatasi gejala. Keputusan yang meningkat

atau bahkan setiap hari adalah petanda perburukan dan

menunjukkan perlunya terapi Antiinflamasi. Demikian pula gagal

melegakan jalan napas segara atau respon tidak memuaskan

dengan agonis beta-2 kerja singkat saat serangan asma adalah

petanda dibutuhkannya glukokosteroid oral. (Tuon Nearimas,

2016)

Efek samping adalah rangsangan kardiovaskular, tremor

otot rangka dan hipoglikemia. Pemberian secara inhalasi jauh

lebih sedikit menimbulkan efek samping dari pada oral.

Dianjurkan pemberian inhalasi, kecuali pada penderita yang dapat


21

tidak dapat/mungkin menggunakan terapi inhalasi.(Tuon

Nearimas, 2016)

c. Golongan obat Antikolinergika

Pemberian secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok

efek pelepasan asetilkolin dari saraf kolinerjik pada jalan napas.

Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurun tonus kolinergik

vagal intrinsic, selain itu juga menghambat refluk

bronkokonstriksi yang disebabkan iritan. Efek bronkodilatasi

tidak seefektif agonis beta-2 kerja singkat, onsetnya lama

dibutuhkan 30-60 menit untuk mencapai efek maksimum. Tidak

mempengaruhi reaksi alergi tipe cepat ataupun tipe lambat dan

juga tidak berpengaruh terhadap inflamasi. Termasuk dalam

golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide.

Analisis penelitian menunjukan ipratropium bromide mempunyai

efek meningkatkan bronkodilatasi agonis beta-2 kerja singkat

pada serangan asma, memperbaiki faal paru dan menurunkan

risiko perawatan rumah sakit secara permakna. Oleh kerana

disarankan menggunakan kombinasi inhalasi antikolinergik dan

agonis beta-2 kerja singkat sebagai bronkodilator pada terapi awal

serangan asma berat atau pada serangan asma yang kurag respon

dengan agonis beta-2 saja, sehingga dapat tercapai efek

bronkodilatasi maksimal. Tidak bermanfaat diberikan jangka

panjang, dianjurkan sebagai alternatif pelage pada penderita yang


22

menunujukan efek samping dengan agonis beta-2 kerja singkat

inhalasi seperti takikardia, aritmia dan tremor. Efek samping

berupa rasa kering di mulut dan rasapahit. Tidak ada bukti

mengenai efeknya pada sekresi mukus. (Tuon Nearimas, 2016)

d. Metilsantin

Termasuk dalam golongan bronkodilator walau efek

bronkodilator lebih lemah dibangdingkan agonis beta-2 kerja

singkat. Aminofilin kerja singkat dapat dipertimbangkan untuk

mengatasi gejala walau disadari onsetnya lebih lama dari pada

agonis beta-2 kerja singkat. Teofilin kerja singkat tidak

menambah efek bronkodilatasi agonis beta-2 kerja singkat,

tetapi mempunyai manfaat untuk respiratory drive, memperkuat

fungsi otot pernapasan dan mempertahankan respon tehadap

agonis beta-2 kerja singkat di antara pemberian satu dengan

berikutnya. Teofilin berpotensi menimbulkan efek samping

sebagai metilsantin tetapi dapat dicegah dengan dosis yang

sesuai dan dilakukan pemantauan.(Tuon Nearimas, 2016)

2.1.13 Penggunaan Obat Rasional.

Obat memiliki dua sisi yang bertolak belakang. Pemberian

obat yang benar dapat memberikan manfaat menyembuhkan. Akan

tetapi, penggunaan obat yang tidak benar dapat merugikan.

Kesalahan dalam penggunaan obat dapat berakibat pada

bertambahnya biaya pengobatan, tidak tercapainya tujuan


23

pengobatan hingga membahayakan kehidupan pasien (World Health

Organization, 2000). Berikut adalah beberapa contoh dampak dari

kesalahan dalam penggunaan obat:

a. Dampak kesehatan

Kesalahan penggunaan obat dapat menyebabkan timbulnya

efek samping hingga memperparah penyakit yang diderita pasien.

Penelitian (Suhet al, 2000). memperoleh data bahwa pasien lebih

lama dirawat di rumah sakit tanpa adanya perhatian untuk

mencegah timbulnya efek samping obat. Selain itu, pasien juga

menghabiskan lebih banyak biaya untuk mengatasi efek samping

yang timbul (Suhet al, 2000).

b. Dampak Ekonomi

Biaya yang dihabiskan untuk pengobatan infeksi

diperkirakan sebesar 4-5 juta dolar Amerika/tahun akibat

resistensi antibiotik. Rata-rata biaya yang dihabiskan akibat

kegagalan terapi yang berujung pada masalah kesehatan yang

baru (Bond, Raehl, & Franke, 1999).

c. Dampak kematian

Jumlah kematian akibat kesalahan pengobatan pada tahun

2005 meningkat tiga kali lipat di Amerika menjadi 15.000 orang /

tahun (Institute of Medicine of the National Academies,2006).

Selain itu, penelitian lain menyebut bahwa adanya perbedaan

sampai 195 kematian atau tahun antara rumah sakit yang


24

menjalankan aktivitas pelayanan kefarmasian dengan yang tidak

menjalankannya (Bond, Raehl, & Franke, 1999).

Penggunaan obat di sarana pelayanan kesehatan umumnya

belum rasional. Penggunaan obat yang tidak tepat ini dapat berupa

penggunaan berlebihan, penggunaan yang kurang dari seharusnya,

kesalahan dalam penggunaan resep atau tanpa resep, poli farmasi,

dan swamedikasi yang tidak tepat (WHO, 2010). Secara praktis,

menurut Kementrian RI, (2011) penggunaan obat dikatakan

rasional jika memenuhi kriteria :

1. Tepat Diagnosis

2. Tepat Indikasi Penyakit

3. Tepat Pemilihan Obat

4. Tepat Dosis

5. Tepat Penilaian Kondisi Pasien.


25

2.3 Kerangka Teori

Asma

Gejala asma : Faktor penyebab : Pencegahan asma:


1. Bronkus akan mengerut 1. Faktor Genetik 1. Mencegah sensitifitasi
atau menyempit. 2. Faktor Alergi 2. Mencegah eksaserbasi
2. Salaput lendir bronkus 3. Asma campuran
membengkak mixed asma
3. Produksi lendir menjadi
banyak.

Terapi farmakologi

Penggunaan obat Obat asma meliputi :

1. Jenis obat asma 1. Salbutamol, fenoterol,


2. Jenis kelamin salmeterol
3. Sediaan obat asma 2. Dexamethasone, pulmicort,
metil prednisolon.
3. Combivent
4. Aminopilin

Sumber : (Wawandan Dewi 2010)

Gambar 2.1 Kerangka Teori


26

2.4 Kerangka Konsep

Pasien asma

Jumlah dan presentase :

Pengobatan - Jenis kelamin perempun dan laki – laki


- Bentuk sediaan obat

Obat Golongan Agonis Salbutamol, Fenoterol


Beta-2
Salmeterol (seredite)
Obat Golongan
dexsametason
Antikolinergika
Obat Golongan
Kortikosteroida
Budesenoid (pulmicort)

Metil prednisolon
Obat Golongan
Antikolinergika Ipratropium (combivent)

Obat Golongan Metilsantin Aminopilin

Jumlah data peresepan obat asma

Gambar 2.2 Kerangka konsep


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

3.1.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Soesilo Slawi dengan

menggambarkan penggunaan obat pada pasien asma.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini di lakukan di RSUD Dr. Soesilo Slawi pada bulan

januari 2019.

3.1.3 lingkup bidang Ilmu Penelitian

Penelitian ini menjelaskan ruang lingkup bidang farmasi sosial

3.2 Rancangan dan jenis penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan

kuantitatif. Dalam bidang kesehatan masyarakat survey deskriptif digunakan

untuk menggambarkan atau memotret masalah kesehatan serta yang terikat

dengan kesehatan sekelompok penduduk atau orang yang tinggal dalam

komunitas tertentu. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menghitung

kuantitas/ jumlah penggunaan obat asma di instalasi rawat inap RSUD Dr.

Soesilo Slawi pada priode Oktober – Desember 2018.

3.3 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah seluruh objek penelitian yang memiliki

kuantitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti

27
28

untuk di teliti dan ditarik kesimpulannya (dahlan, M, Sopiyudin,

2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rekam medik

pasien asma yang di instalasi rawat inap RSUD Dr. Soesilo Slawi

pada priode Oktober – Desember 2018 berjumlah 136 pasien.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang

memiliki populasi tersebut (Dahlan, M, Sopiyudin,2010). Sampel

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data rekam medik pasien

asma tanpa komplikasi penyakit lain yang di RSUD Dr. Soesilo

Slawi pada periode 2018 berjumlah 58 pasien.

3.3.3 Teknik Sampling

Penelitian dilakukan secara retrospektif menggunakan

metode pengambilan sampel non random sampling. Purposive

sampling yaitu cara pengambilan sampel berdasarkan kriteria yang

di tentukan oleh peneliti untuk dapat dianggap mewaliki

karakteristik populasi (Supardi S, Surahman, 2014).

1. Kriteria inklusi :

a. Data resep pasien asma dalam rekam medik yang dirawat di

RSUD Dr. Soesilo Slawi pada tahun 2018.

b. Pasien yang terkena penyakit asma tanpa komplikasi

c. Data rekam medik yang memuat data pasien seperti nama

pasien, jenis kelamin, umur.


29

2. Kriteria eksklusi

a. Tulisan pada resep rekam medik yang sulit dibaca.

Jumlah sempel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian

ini adalah jumlah sempel dihitung menggunakan rumus

slovin (Enti Rikomah 2018)

N
n=
1 + N (e)2

136
n=
1 + (136 x 0,1)2

136
n=
2,36

n = 58 sampel

3.4 Variabel Penelitian

Variabel adalah karakteristik dari subyek penelitian, atau fenomena

yang memiliki beberapa nilai (variasi nilai). Variabel yang dikumpulkan

harus mengancu pada tujuan, dan kerangka konsep Variabel adalah suatu

ukuran atau ciri yang memiliki oleh anggota suatu kelompok tersebut.

Variabel adalah konsep yang mempunyai nilai bervariasi (Supardi, Sudibyo

dkk., 2014 : 44).

Variabel yang di gunakan dalam penelitian adalah jenis obat asma di

Rawat Inap Yang di keluarkan oleh Instalasi Farmasi RSUD Dr.Soesilo

Slawi pada priode Oktober –Desember tahun 2018.


30

3.5 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi yang di dasarkan pada karakteristik

yang dapat di observasi dari pada yang sedang di definisikan, atau mengubah

konsep-konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan

perilaku atau gejala yang diamati yang dapat diuji dan di tentukan

kebenerannya oleh orang lain (Supardi dan Surahman 2014).

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Cara Hasil ukur Skala


operasional ukur ukur ukur
Jenis kelamin Resep Melihat L = laki-laki Nominal
Jenis pasien baik rekam rekam P = perempuan
kelamin perempuan medik medik
maupun laki-laki.
Usia Jumlah usia Resep Melihat 1. 11 tahun Nominal
pasien pada saat rekam rekam 2. 12-25 tahun
penelitian medik medik 3. 26-45 tahun
4. 46-65 tahun
5. 66 tahun
(Depkes 2009)
Gejala Gejala pasien Resep Melihat asma tanpa Nominal
yang di derita rekam rekam komplikasi penyakit
pada saat medik medik lain
penelitian
penggunaan cara pemakaian Resep Melihat penggunaan asma Nominal
asma obat berdasarkan rekam rekam yang diresepkan:
penyakit medik medik
1. salbutamol
2. fenoterol
3. salmeterol
4. dexsamethason
5,metyleprednisolon
6. combivent
7. pulmicort
8. aminopilin
31

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medik.

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti

secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh

pihak lain). Data umumnya berupa bukti, catatan atau laporan histori yang

telah tersusun dalam arsip (data dokumentar) (McCaston,2005)

3.6.1 Alur kerja Pengumpulan dan Pengolahan Data :

Alur kerja merupakan sebagai otomatisasi prosedur ketika

dokumen, informasi atau pekerjaan dilewatkan melalui sejumlah

orang menurut aturan tertentu untuk mencapai suatu tujuan.

Pengolahan data adalah manipulasi dari data ke dalam bentuk yang

lebih berguna dan lebih berarti (Jogiyanto, 2005)

3.6.2 Etika Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, penelitian harus mendapat

rekomendasi dari Politeknik Harapan Bersama prodi DIII Farmasi

dan penelitian ijin kepada pihak yang bersangkutan sebagai subjek

yang di teliti. Penelitian mangajukan surat permohonan izin kapada

direktur Rumah Sakir Dr. Soesilo Slawi dengan memperhatikan etika

penelitian. Kerahasiaan informasi dijamin oleh peneliti,hanya

kelompok data tertentu saja yang akan disajikan sebagai hasil riset.

Alur kerja pengumpulan dan pengolahan data dapat dilihat

pada skema di bawah ini :


32

3.7 Alur Pengumpulan Data

Menyusun proposal

Membuat surat permohonan

Melaksanakan penelitian

Pengambilan data rekam medik pasien


asma pada bulan Oktober – Desember
2018
Analisis Data

Hasil dalam bentuk tabel, dan


persentase

Gambar 3.1 Alur Kerja Penggumpulan data pengolahan Data

3.8 Cara Analisa

Analisa data penelitian ini dilakukan secara deskriptif untuk melihat

gambaran penggunaan obat asma di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Soeselo

Slawi periode Oktober – Desember 2018 . Data yang telah dikumpulkan

kemudian dibuat dalam bentuk tabulasi dan dianalisis serta dibuat

pembahasan dan kesimpulannya


BAB 1V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian dari bulan Oktober – Desember 2018

sampel yang diproleh terdapat 58 resep pasien yang menjadi sampel dari 136

resep pasien yang di diagnosis penyakit asma.

4.1. Gambaran Karakteristik Pasien

4.1.1 Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Penelitian mengenai gambaran karakteristik pasien

berdasarkan jenis kelamin pada pasien asma di rawat inap RSUD Dr.

Soesilo Slawi bulan Oktober – Desember 2018. Hasil yang diproleh

dapat dilihat dalam tabel 4.1

Tabel 4.1 Pasien asma berdasarkan jenis kelamin

No Jenis kelamin Jumlah Persentase (%)


1 Perempuan 48 82,8 %
2 Laki-laki 10 17,2 %
Jumlah 58 100 %

Berdasarkan tabel 4.1 di diatas diketahui karakteristik

penderita asma lebih terjadi pada perempuan dari pada laki-laki

dengan jumlah perempuan 48 orang (82,8%) dan laki-laki 10 orang

(17,2%). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Rosma Karinna Haq, dimana berbandingan prevalensi asma pada

perempuan adalah 40 orang (76,9%) sedangkan laki-laki hanya

sejumlah 12 orang (23,1%). Kecenderungan asma lebih sering terjadi

33
34

pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki disebabkan oleh

frekuensi kadar hormon estrogen (Lim RH, 2010).

Perempuan Laki - laki

Gambar4.1 Diagram pasien Asma berdasarkan jenis kelamin.

Penelitian departemen imunologi dan bimolekuler dari

universitas Harvard, mendapatkan bahwa prevalensi asma bronkial

yang tinggi pada perempuan oleh perempuan disebabkan oleh kadar

sel darah putih yang berada dalam tubuh dapat meningkatkan

pelepasan eosinophil sehingga memudahkan terjadinya serangan

asma. Kadar estrogen yang tinggi dapat berperan sebagai substansi

proinflamasi (memicu inflamasi) terutama mempengaruhi sel mast,

dimana sel mast yang berperan dalam memicu reaksi hipersensitif

dengan melepaskan histamin dan mediator inflamasi lainnya,

sehingga memperberat morbiditas asma bronkial pada pasien

perempuan (Lim RH, 2010), (Tuon Nearimas, 2016).

4.1.2 Distribusi Gambaran Penggunaan Obat Asma Berdasarkan Usia


35

Penelitian mengenai kriteria usia gambaran penggunaan obat

asma yang di rawat inap RSUD Dr. Soesilo Slawi bulan Oktober –

Desember 2018 di bagi dalam 7 kelompok umur (Departemen

Kesehatan RI, 2009) yaitu kelompok umur 11 tahun 12-25 tahun 26-

45 tahun 46-65 tahun dan 66 tahun keatas. Hasil yang di peroleh di

RSUD Dr. Soesilo Slawi pada tahun 2018 dapat menyerang di usia

11- 66 tahun dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.2 Pasien Asma Berdasarkan Usia

Jenjang Usia Jumlah pasien Persentase (%)


11 tahun 4 6,9 %
12 - 25 tahun 4 6,9 %
26 - 45 tahun 33 56,8 %
46 – 65 tahun 14 24,1 %
66 tahun 3 5,2 %
Total Jumlah 58 100 %

Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa pasien asma di RSUD

Dr.Soesilo Slawi pada bulan Oktober – Desember 2018 terbanyak

Pada usia 26-45 tahun sebanyak 33 orang (56,8%). Asma terjadi

pada usia ini biasanya disebabkan karena faktor lingkungan

pekerjaan tersebut sehingga mudah penderita asma terpapar oleh

alergen.

Pada usia 46-65 tahun sebanyak 14 orang (24,1%). Asma

terjadi pada usia ini karena terjadi perkembangan dan perubahan

yang mempengaruhi hipotalamus dan mengakibatkan produksi

kortisol menurun yang berhubungan dengan kelainan inflamasi yang


36

umumnya terjadi pada penderita asma. Dan pada usia >66 tahun

sebanyak 3 orang (5,2%). Pada usia lanjut terjadi beberapa

perubahan daya tahan tubuh, perubahan metabolik tubuh, perubahan

anatomi-fisiologi sistem pernapasan, dan perubahan lainnya yang

memudahkan timbulnya penyakit pernapasan, salah satunya adalah

asma (R, 2008).

Pada usia 11 tahun sebanyak 4 orang (6,9 %). Pada usia ini

serangan asma sangat sering di akibatkan karena saluran nafas yang

mereka miliki masih sangat kecil, sehingga mudah sekali menyempit

jika terinfeksi atau alergi.

Pada usia 12-25 tahun terjadi sebanyak 4 orang (6,9%).

Asma pada usia ini dapat terjadi karena faktor keturunan dan alergi.

4.1.3 Gambaran Bentuk sediaan Obat Asma

Berdasarkan dari jumlah resep 58 pasien asma bahwa satu


pasien mendapatkan lebih dari satu obat atau lebih dari satu jenis
obat yang di berikan oleh pasien sehingga mendapat jumlah 202.

Tabel 4.3 Bentuk Sediaan Obat Asma di RSUD Dr. Soesilo Slawi.

Sedian Bentuk Jumlah Persentasi


133 65,8%
Injeksi
Inhalasi 43 21,3%

Oral 26 12,9%

total jumlah
B 202 100 %

Berdasarkan tabel 4,3 diatas peggunaan bentuk sediaan obat paling


37

banyak injeksi dengan jumlah 133 persentase (65,8%) injeksi

intavena memberikan efek paling cepat karena langsung di suntikan

ke pembuluh darah (WHO, 2015).

penggunaan inhalasi dengan jumlah 43 dengan persentase

(21,3%) karna reaksi obat Inhalasi yang memberikan beberapa

keuntungan dibandingkan penggobatan peroral. Efeknya lebih cepat

(Drs. Tan hoan dan Drs. Kirana Raharja, edisi 7)

Sedangkan penggunaan obat oral dengan jumlah 26 dengan

persentase 12,9% karna penggunaan obat oral mempuyai efek relatif

lebih lambat di bandingkan injeksi dan inhalasi. (Drs. Tan hoan dan

Drs. Kirana Raharja, t.t.)

4.1.4 Gambaran Jenis Pengunaan Obat Asma

Penelitian mengenai jenis obat asma yang digunakan dirawat

inap RSUD Dr.Soesilo Slawi periode Oktober – Desember 2018.

Hasil yang di peroleh dapat dilihat dalam tabel 4.4

Tabel 4.4 Jenis Penggunaan Obat Asma di Dr.Soesilo Slawi

Jenis obat dan Golongan obat Asma Jumlah Persentase(%)


Kortikosteroid Dexsamethason 30 14,9%

(Budesonida) 6 3,0%
Pulmicort
Metylprednisolon 14 6,9%

Seredite diskus 32 15,8%

Agonis beta-2 Salbutamol (oral) 27 13,4%


agnonist
Berotec 9 4,5%
38

Antikolinergika (Ipratropium +
salmeterol) 9 4,5%
Combivent
Metil satin Aminofilin 32 15,8%
Pemakaian Kombinasi
kombinasi pulmicort dan 43 21,3%
Combivent
Total Jumlah 202 100%

Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukan pengobatan Asma paling

banyak adalah kombinasi injeksi Combivent dan Pulmicort dengan

jumlah 43Persentase (21,3%) penggunaan inhalasi ipratropium

bromida (antikolinergik) dapat memperbaiki fungsi paru-paru 10-

15% lebih baik dari pada pengunaan tunggal β2 agonis. Pada anak-

anak dan dewasa, dosis ganda ipratropium bromida ditambahkan

pada awal terapi untuk mengurangi angka pasien rawat inap asma

sedang hingga parah (Bazaldua, 2017). Penggunaan kortikosteroid

yang dikombinasikan dengan antikolinergik ditujukan untuk terapi

jangka panjang asma dan agar dapat memperbaiki fungsi paru-paru

(GINA, 2018),(Sisca, 2017)

Golongan kortikosteroid dexsamethason dengan jumlah 30

dengan persentase (14,9%) penggunaan dexsamethason melalui

parenteral lebih banyak digunakan di sebabkan memiliki masa kerja

yang lama dan berguna untuk meminimalkan efek samping pada

pengobatan asma (Erny Wulandari, 2011). Sedangkan pengunaan

Metil Prednisolon mendapat jumlah 14 dengan presentase (6,9%),

Hal ini di pertimbangkan pada waktu paruh yang pendek dari metil

prednisolon (Erny Wulandari, 2011).


39

Pengobatan salbutamol oral dengan jumlah 27 dengan

persentase (13,4%). Mekanisme kerja agonis beta-2 yaitu releksasi

otot polos saluran napas, meningkatkan berishan mukosiliar,

menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan modulasi pelepasan

mediator dari selmast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut

dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induceasthma

(Tuon Nearimas, 2016).

Golongan metil santin aminofilin mendapatkan jumlah 32

dengan presentase (15,8%). Aminophilin merupakan bentuk garam

dari teofilin yang larut dalam air atau suatu campuran teofilin dengan

etilendiamin sehingga memiliki kelarutan 20 kali lebih baik

dibandingkan teofilin. Aminophilin mempunyai efek mampu

menurunkan memperbaiki pada pasien dengan penyakit obstruksi

saluran pernapasan kronis. Obat ini tidak memberikan efek

bronkodilator yang lebih kuat dari obat agonis beta 2 kerja singkat,

sehingga obat ini diberikan bersama obat agonis beta-2 untuk

meningkatkan efek bronkodilator, ketika tidak ada respon dengan

obat agonis beta-2 atau pada pasien serangan berat(Abdul Muchid,

2007), (Tuon Nearimas, 2016)

Golongan agonis beta-2 salmeterol Seredite Diskus inhalasi

mendapatkan jumlah 32 dengan presentase (15,8%) kerja cepat

setelah 10-20 menit dan bertahan selama minimal 12 jam. Pada asma

bronchial perlu di kombinasi dengan kortikosteroid inhalasi


40

Flutikason (Drs. Tan hoan dan Drs. Kirana Raharja,edisi7).

Penggunaan umum kortikoseroid inhalasi dapat mengurangi risiko

serangan asma dan sebagai pengontrol asma dalam jangka panjang.

Pada pasien dewasa, kortikosteroid inhalasi dan long acting β2

agonis digunakan sebagai profilaksis asma yang tidak terkontrol

(Peck, 2009), (Sisca, 2017)

Golongan agonis beta-2 fenoterol berotec inhalasi

mendapatkan jumlah 9 dengan persentase (4,5%). Obat fenoterol

mempunyai efek samping yang lebih sering mengakibatkan

tachycardia yaitu dimana kondisi pasien jantung berdetak lerlalu

cepat (Drs. Tan Hoan Tjay edisi 6).

Golongan antikolinergik Ipratropium. Combivent

mendapatkan jumlah 9 dengan persentase (4,5%). Mempunyai efek

mengeluarkan dari obat antikolinergika, maka amat efektif pada

pasien yang mengelurkan banyak dahak. Khususnya digunakan

sebagai inhalasi: efeknya mulai lebih lambat 15 menit dari pada dari

pada agonis beta-2. Efek maksimalnya dicapai 1-2 jam dan bertahan

rata-rata 6 jam sangat efektif sebagai obat pencegah dan

pemeliharaan, kombinasi dengan Agonis beta-2 akan memperkuat

efeknya (Drs. Tan Hoan Tjay edisi 6).

Golongan Budesonida pulmicort mendapatkan jumlah 6

dengan persentase (3,0%). Pemberian budesonida dalam bentuk

inhalasi, lebih efektif untuk mengendalikan gejala asma dengan


41

menekan peradangan saluran napas dan meningkatkan gangguan

saluran napas kecil terapi asma dengan menggunakan budesonida

merupakan manajemen terapi asma yang paling efektif untuk pasien

asma sedang hingga berat (Bousquet et al., 2007).


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan

obat Asma pada Pasien Rawat Inap di RSUD Dr. Soesilo Slawi pada

periode Oktober – Desember 2018 :

1. Karakteristik pasien Asma dirawat inap RSUD Dr. Soesilo Slawi

berdasarkan umur terbanyak menunjukan 26 - 35 tahun dengan

persentase sebanyak 31,0 %. Sedangkan Pada jenis kelamin persentase

tertinggi adalah jenis kelamin perempuan dengan persentase sebanyak

82,8%.

2. Karakteristik resep penderita pasien Asma dirawat inap RSUD Dr.

Soesilo Slawi berdasarkan penggunaan jenis obat menunjukan

persentase tertinggi sebanyak 13,8%. Yaitu penggunaan kombinasi

pulmicort combivent

3. Karakteristik peggunaan bentuk sediaan obat paling banyak injeksi

dengan persentase 65,8%

5.2 Saran

1. Bagi penderita asma maupun keluarganya untuk sering mengikuti

konseling ke petugas kesehatan agar dapat menerapkan upaya dan gaya

hidup sehat dan untuk mencegah timbulnya kecemasan pada penderita

asma yang dapat menjadi pencetus serangan asma.

42
43

2. Perlu penulisan rekam medik yang lebih lengkap.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Muchid. (2007). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma. Direktorat


Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat
Kesehatan Departmen Kesehatan RI.

Abidin dan Ekasari. (2002). Mengenal dan Mengatasi Asma pada Pllus Panduan
Senam Asma. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara, Jakarta.

anindya mirna. (2016). Studi Penggunaan Obat golonggan β2-agonis pada pasien
asma. surabaya.

Bazaldua,. (2017). Hubugan kepatuhan Terapi Kortikosteroid inhalasi dengan


derajat obstruksi saluran nafas asma brokial persisten. jurnal , fakultas
kedokteran Tanjungpura.

Bond, Raehl, & Franke,. (1999). Clinical Pharmacy Services, Pharmacist Staffing,
and Drug Costs in United States Pharmacother.

Departemen Kesehatan RI. (2009). Undang-Undang Kesehatan Republik


Indonesia. Jakarta: DepKes RI.

Drs. Tan hoan dan Drs. Kirana Raharja. (ke 6). Obat - obat penting (ke 7). pt elek
media komputindo kompas gramedia building.

WHO., 2010 The World Health Report 2010.


http://www.who.int/whr/2010/en/indek.html Akses 18 Desember 2012

Erny Wulandari. (2011). pola pengunaan obat untuk penyakit asma pada pasien
asma di instalasi rawat inap RSUD Dr. MOEWARDI.

Gardenhire, D.S. (2016). RAU’s Respiratory Care Pharmacology.


Geneva: WHO. (2013). silent killer, global public heath crises (World Health Day
2013).

Sumber:http://rsudsoesilo.com

44
45

GINA. (2018). Global Initiative for Asma, Nation 112 (3) 8. Terdapat di http//:
search ebscohost.com/loging.

Global Initiative for Asthma. (2015). Pocket Guide for Asthma Management and
Prevention.

Ikawati, Z. (2007). Pengantar Farmakologi Molekuker. gadjah mada university:


yogyakarta.

Lim RH. (2010). Comparison of the efficacy of cetirizine and terfenadine. A


double blind controlled study of chronic idiopathic urticarial.

Somantri. Keperawatan medikal bedah: Asuhan Keperawatan pada pasien


gangguan sistem pernafasan . jakarta: Selemba Medika: 2007.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Pedoman Pengendalian Penyakit


Asma. Jakarta: DepKes RI.

NHLBI. (2007). The Expert Panel Report 3 : Guidelines for the diagnosis and
management of asthma. Available from:

PDPI. (2004). Asma dan pedoman penatalaksanaan di indonesia. jakarta: balai


penerbit FKUI.

R, S. (2008). Pencetus Asma ada di mana-mana. 3 Juli http://www.


Balipost.co.id/BaliPostcet ak/2005/7/3/k315. Html. Diakses 29 Januari
2008.

Rengganis, I. (2008). Diagnosis dan tatalaksana asma bronkial. Maj Kedokteran


Indonesia.

Siregar dan Amalia. (2004). farmasi rumah sakit, teori dan penerapan. jakarta.

Sisca. (2017). Analisis efektivitas terapi inhalasi pada pasien asma rawat inap
RSUD Dr. Moewardi.
46

Suhet al. (2000). Clinical and Economic Impact of Adverse Drug Reaction in
Hospitalized Patients.

Supriyatno. (2009). Serangan asma akut. Buku ajar respirologi anak. Jakarta.
Ikatan Dokter Anak Indonesia.

tuon. (2007). Pedoman diagnosis asma dan pelaksanaan asma di indonesia.

Tuon Nearimas. (2016). Analisis Rasional Penggunaan Obat pada pasien asma
rawat inap di RSI AISYAYAH MALANG.

wawan, dewi. (2010). teori pengukuran pengetahuan, sikap dan perilaku manusia.
yogyakarta: nuha medika.

World Health Organization. (2000). Action Programme on Essential Drugs and


Vaccines, International Network for the Rational Use of Drugs. Problem
of Irrational Drug Use.Geneva: World Health Orga-nization.

Yunus,. (2011). Prevalens asma pada siswa usia 13-14 tahun berdasarkan
kuesioner ISAAC. jakarta.
47

Jenis
Nama Umur Sedian
Kelamin
Aminopilin (Injeksi)
1 55 Perempuan Combivent + Pulmicort (Injeksi)
Seredite Diskus (Inhaler)

Combivent+pulmicort (Injeksi)
2 Aminopilin (Injeksi)
65 Perempuan Dexsamethasone (Injeksi)
Salbutamol (Oral)
Seredie Diskus (Inhaler)

Comivent (Injeksi)
3 21 Perempuan Dexsamethasone (Injeksi)
Seredite Diskus (Inhaler)

Aminopilin (Injeksi)
4 56 Perempuan Combivent + Pulmicort (Injeksi)
Dexsamethasone (Injeksi)

Combivent+pulmicort (Injeksi)
5 48 Perempuan Aminopilin (Injeksi)
Salbutamol (Oral)
Seredite Diskus (Inhaler)

Combivent+Pulmicort ( Injeksi)
6 39 Perempuan Dexsamethasone (Injeksi)
Salbutamol (Oral)

Combivent+Pulmicort (Injeksi)
48

7 28 Perempuan Metil prednisolon (Injeksi)


Salbutamol (Oral)
Seredite Diskus (Inhaler)

8 43 Perempuan Combivent (Injeksi)


Salbutamol (Oral)

Pulmicort (Injeksi)
9 28 Perempuan Salbutamol (Oral)

Berotec ( Inhaler)

Combivent+pulmicort (Injeksi)
10 59 Perempuan Dexsamethasone (Injeksi)

Aminopilin (Injeksi)
Seredite Diskus (Inhaler)

11 29 Perempuan Pulmicort (Injeksi)

Salbutamol (Oral)

12 44 Perempuan Combivent + pulmicort (Injeksi)


Aminopilin (Injeksi)

Seredite (Inhaler)

13 Combivent + pulmicort (Injeksi)


11 Perempuan Metil prednisolon (Injeksi)
Seredite Diskus (Inhaler)

Combivent + pulmicort (Injeksi)


14 11 Perempuan Metil prednisolon (Injeksi)

Seredite Diskus (Inhaler)


49

Pulmicort (Injeksi)
15 33 Perempuan Aminopilin (Injeksi)
Salbutamol (Oral)

Combivent (Injeksi)
16 48 Laki – laki Dexsamethasone (Injeksi)
Salbutamol (Oral)

Aminopilin (Injeksi)
17 59 Laki – laki Combivent + Pulmicort (Injeksi)

Seredite Diskus (Inhaler)

Combivent+ pulmicort (Injeksi)


18 33 Laki - laki Aminopilin (Injeksi)
Dexsamethasone (Injeksi)
Seredite Diskus (Inhaler)

Amonipilin (Injeksi)
19 30 perempuan Combivent (Injeksi)
Dexsamethasone (Injeksi)
Seredite Diskus (Inhaler)

Combivent + pulmicort (Injeksi)


20 11 Laki - laki Metil prednisolon (Injeksi)
Berotec ( Inhaler)

Aminopilin (Injeksi)
21 66 Laki - laki Combivent+pulmicort(Injeksi)
Dexsamethasone (Injeksi)
50

Berotec (Inhaler)

Combivent (Injeksi)
22 32 perempuan Dexsamethasone (Injeksi)

Salbutamol (Oral )

Aminopilin (Injeksi)
23 44 Perempuan Combivent + pulmicort (Injeksi)
Seredite Diskus (Inhaler)

Combivent + pulmicort (Injeksi)


24 38 Perempuan Dexsametasone (Injeksi)
Aminopilin (Injeksi)
Salbutamol (oral)
Seredite Diskus (Inhaler)

25 66 perempuan Combivnet + pulmicort (Injeksi)


Aminopilin (Injeksi)
Dexsamethasone (Injeksi)

Salbutamol (Oral)
Berotec (Inhaler)

26 32 Perempuan Pulmicort (Injeksi)


Metil prednisolon (Injeksi)

Salbutamol (Oral)

27 42 Aminopilin (Injeksi)
Perempuan Dexsamethasone (Injeksi)
Pulmicort + combivent (Injeksi)
51

Seredite (Inhaler)

28 27 Combivent (Injeksi)
Perempuan Dexsamethasone(Injeksi)
Seredite Diskus (Inhaler)

Combivent + pulmicort (Injeksi)


29 11 Perempuan Dexsamethasone (Injeksi)

Berotec (Inhaler)

Pulmicort (Inhaler)
30 37 Perempuan Seredite Diskus ( Inhaler)
Salbutamol (Oral)

Aminopilin (Injeksi)
31 47 Perempuan Combivent + pulmicort (Injeksi)

Aminopilin (Injeksi)
32 37 Combivent + pulmicort (Injeksi)
Berotec (Inhaler)
Perempuan Salbutamol (Oral)

Pulmicort (Injeksi)
33 31 Metil prednisolon (Injeksi)
Seredite (Inhaler)
Perempuan
Dexsamethasone (Injeksi)
34 13 Combivent (Injeksi)
Perempuan Seredite Diskus (Inhaler)
52

Aminopilin (Injeksi)
35 40 Perempuan Combivent + pulmicort (Injeksi)
Salbutamol (Oral)
Seredite Diskus (Inhaler)

Aminopilin (Injeksi)
36 44 Perempuan Combivent + pulmicort (Injeksi)
Berotec (Inhaler)

37 41 Perempuan Combivent + pulmicort (Injeksi)


Aminopilin (Injeksi)
Salbutamol (Injeksi)

Comivent + pulmicort (Injeksi)


38 14 Perempuan Berotec (Inhaler)
Combivent + pulmicort (Injeksi)
39 14 Perempuan Seredite (Inhaler)

Aminopilin (Injeksi)
40 44 Perempuan Dexsamethasone (Injeksi)
Combivent + pulmicort (Injeksi)
Salbutamol (Oral)

Combivent + pulmicort (Injeksi)


41 56 Perempuan Aminopilin (Injeksi)

Salbutamol (Oral)
Seredite Diskus (Inhaler)

Dexsamethasone (Injeksi)
42 51 Perempuan Aminopilin (Injeksi)
53

Combivent + pulmicort (Injeksi)


Seredite Diskus ( Inhaler)

Combivent + pulmicort (Injeksi)


43 58 Laki - laki Metil perdnisolon (Injeksi)
Seredite Diskus (Inhaler)

Aminopilin (Injeksi)
44 41 Perempuan Dexsamethasone (Injeksi)

Combivent + pulmicort (Injeksi)


Salbutamol (Oral)
Seredite Diskus (Inhaler)

Dexsamethasone (Injeksi)
45 23 Laki – laki Combivent + pulmicort (Injeksi)
Salbutamol (Oral)

Metil prednisolon Injeksi)


46 43 Laki - laki Combivent + pulmicort (Injeksi)
Berotec (Inhaler)
Salbutamol (Oral)

Dexsamethasone (Injeksi)
47 35 Perempuan Combivent (Injeksi)
Seredite Diskus (Inhaler)

Metil prednisolon (Injeksi)


48 43 Laki laki Seredite Diskus (Inhaler)
Aminopilin (Injeksi)
Combivent + pulmicort (Injeksi)
54

49 Combivent (Injeksi)
31 Laki laki Dexsamethasone (Injeksi)
Seredite Diskus (Inhaler)

Combivent + pulmicort (Injeksi)


50 26 Perempuan Aminopilin (Injeksi)

Metil prednisolon (Injeksi)

Salbutamol (Oral)

Aminopilin
51 28 Perempuan Combivent + pulmicort (Injeksi)

Dexsamethasone (Injeksi)
Seredite Diskus (Inhaler)

Combivent + pulmicort (Injeksi)


52 28 Perempuan Aminopilin (Injeksi)
Metil prednisolon (Injeksi)
Seredite Diskus(Inhaler)

Combivent + pulmicort (injeksi)


53 33 Perempuan Dexsamethasone (injeksi)
Seredite Diskus (Inhaler)

Aminopilin (injeksi)
54 50 Perempuan
Combivent + pulmicort(Injeksi)
metil prednisolon (Injeksi)
55

Seredite Diskus (Inhaler)

Aminopilin (Injeksi)
55 62 Perempuan Combivent + pulmicort (Injeksi)
Salbutamol (Oral)

Seredite Diskus (Inhaler)

Dexsamethasone (Injeksi)
56 34 Perempuan Combivent + pulmicort (Injeksi)

Metil prednisolon (Injeksi)

Salbutamol (Oral)

Combivent + pulmicort (Injeksi)


57 47 Perempuan Aminopilin (Injeksi)

Seredite (Inhaler)

Combivent + pulmicort (Injeksi)


58 46 Laki laki Aminopilin (Injeksi)
Dexsamethason (Injeksi)
Salbutamol (Oral)

Anda mungkin juga menyukai