Anda di halaman 1dari 11

STATISTIK PENCACAH RADIASI NUKLIR (Co-60, Cs-137, Ra-226) DENGAN

MENGGUNAKAN DETEKTOR GEIGER MULLER


Jovi Savitri Eka Putri
I. Pendahuluan
Atom merupakan struktur mikroskopik dari suatu materi. Atom sederhana
tersusun atas inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya.
Inti atom paling sederhana memiliki struktur pembentuk inti yaitu proton dan neutron
(Murniati dkk, 2014:4). Inti atom terdapat inti yang stabil dan yang tidak stabil. Suatu
unsur dinyatakan telah mencapai kestabilan inti ketika unsur tersebut mengalami
kesesuaian perbandingan neutron terhadap proton, sedangkan inti atom yang tidak
stabil terdiri atas sejumlah neutron yang tidak seimbang. Inti tidak stabil tersebut
menjadi tegang dan mempunyai kelebihan energi, inti tersebut tidak dapat bertahan.
Suatu saat inti tersebut akan melepaskan kelebihan energi dan mungkin melepaskan
satu atau dua partikel radiasi sekaligus. Inti yang tidak stabil mengakibatkan inti atom
menjadi zat radioaktif (Murniati dkk:2014:41).
Radioaktivitas merupakan peristiwa peluruhan secara spontan inti atom tidak
stabil menjadi inti atom stabil (Murniati dkk, 2014:42). Menurut (Susetyo dikutip
Nugraheni dkk, 2012:32) radioaktivitas merupakan proses perubahan keadaan inti
atom secara spontan yang disertai radiasi berupa zarah atau gelombang
elektromagnetik. Inti yang ringan dengan sedikit nukleon menjadi stabil setelah hanya
mengalami satu kali proses peluruhan, tetapi inti yang berat mengandung ratusan
nukleon akan mengalami beberapa kali peluruhan hingga mencapai kondisi yang
stabil.
Radiasi merupakan salah satu cara perambatan energi dari suatu sumber energi
ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau bahan penghantar tertentu. Salah
satu bentuk energi yang dipancarkan secara radiasi adalah energi nuklir. Radiasi ini
memiliki sifat yang khas, yaitu tidak dapat dirasakan secara langsung oleh panca indra
manusia dan beberapa jenis radiasi dapat menembus berbagai jenis bahan.
Berdasarkan sifat khas tersebut maka untuk menentukan ada atau tidaknya radiasi
diperlukan suatu alat, yaitu pegukur radiasi yang merupakan suatu susunan peralatan
untuk mendeteksi dan mengukur radiasi baik kuantitas, energi atau dosisnya
(www.batan.go.id,----:3).
Alat pengukur radiasi dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu untuk
kegiatan proteksi radiasi dan untuk kegiatan aplikasi/penelitian radiasi. Alat ukur
1|Page

radiasi yang digunakan untuk proteksi radiasi harus dapat menunjukkan nilai dosis
radiasi yang mengenai alat tersebut, sedangkan alat ukur radiasi yang digunakan untuk
bidang aplikasi radiasi dan penelitian biasanya ditekankan untuk dapat menampilkan
nilai kuantitas radiasi atau spektrum energi radiasi yang memasukinya. Setiap alat
ukur radiasi terdiri atas dua bagian utama yaitu detektor dan peralatan penunjang.
Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang jadi bila dikenai
radiasi akan menghasilkan suatu tanggapan (response) tertentu yang lebih mudah
diamati, sedangkan peralatan penunjang biasanya merupakan peralatan elektronik
yang berfungsi untuk mengubah tanggapan detektor menjadi suatu informasi yang
dapat diamati oleh pana indra manusia (www.batan.go.id,----:4).
Eksperimen mengenai statistik pencacah radiasi dengan menggunakan
berbagai macam detektor telah banyak dilakukan diantaranya, menggunakan detektor
sintilasi, detektor proporsional dan detektor Geiger Muller telah banyak dilakukan
untuk mengetahui karakteristik detektor geiger muller dan menghitung laju cacahan
radiasi dan resolving time suatu bahan seperti didalam jurnal Kholimatussadiah dkk,
mendapatkan hasil resolving time detektor Geiger Muller adalah 607,9 mikrodetik dan
laju cacahan untuk Co-60 adalah 13,917 sedangkan Cs-137 adalah 146,002.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, tampak bahwa percobaan
statistik pencacah radiasi nuklir dengan menggunakan detektor geiger nuklir dapat
dilakukan dengan memiliki beberapa kelebihan, diantaranya: konstruksi alat
sederhana, biaya murah dan operasionalnya mudah. Detektor ini hanya bisa mengukur
radiasi alpha dan beta, namun pada kondisi tertentu dapat digunakan mengukur radiasi
gamma dengan tingkat reliabilitas yang kurang dan juga detektor ini tidak bisa
digunakan untuk mendeteksi neutron (Kholimatussadiah dkk, 2012:6). Pada
penelitian ini digunakan lebih dari dua zarah radiasi yang masuk ke dalam detektor
berurutan dalam waktu yang berdekatan maka hal tersebut menyebabkan peristiwa
avalanche ion dari zarah radiasi pertama melumpuhkan detektor. Selama beberapa
saat detektor tidak dapat mencatat adanya zarah radiasi yang datang kemudian. Suatu
saat avalanche ion akan mulai lagi hal tersebut membutuhkan waktu yang disebut
waktu mati, kemudian detektor baru bisa digunakan untuk mencacah radiasi kembali.
Dalam keadaan tersebut detektor dapat dikatakan telah pulih kembali dari keadaan
mati. Selang waktu antara akhir waktu mati dengan pulih disebut recovery time, dan
penjumlahan waktu mati (dead time) dengan recovery time disebut resolving time.
Resolving time perlu untuk dihitung guna mengoreksi laju cacahan yang terbaca pada

2|Page

laju cacahan yang cukup tinggi. Resolving time merupakan ciri dari sistem
pencacahan, semakin kecil resolving time sistem pencacah semakin baik untuk
mencacah pada laju cacahan yang tinggi (Utami dkk, 2014:13).
Berdasarkan latar belakang masalah diatas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dibidang eksperimen dengan judul Statistik Pencacah Radiasi Nuklir
(Co-60, Cs-137, Ra-226) dengan Menggunakan Detektor Geiger Muller yang
bertujuan untuk menentukan statistik cacahan radiasi dan resolving time dengan
menggunakan detektor Geiger Muller.
II. Tinjauan Pustaka
II.1 Detektor Geiger Muller
Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang bila dikenai
radiasi akan menghasilkan tanggapan tertentu yang lebih mudah diamati. Suatu bahan
yang sensitif terhadap suatu jenis radiasi belum tentu sensitif terhadap jenis radiasi
yang lain, seperti halnya detektor Geiger Muller yang hanya dapat mendeteksi radiasi
alpha dan beta, namun pada kondisi tertentu dapat digunakan mengukur radiasi
gamma dengan tingkat reliabilitas yang kurang dan juga detektor ini tidak bisa
digunakan untuk mendeteksi neutron (Kholimatussadiah dkk, 2012:6).
Detektor ini berbentuk tabung dari gelas yang bagian dalamnya dilapisi logam.
Lapisan ini berfungsi sebagai katoda. Sepanjang sumbu tabung ini diberi kawat logam
yang berfungsi sebagai anoda. Antara anoda dan katoda dipasang tegangan tinggi.
Tabung ini berisi gas mulia Argon dan gas poliatomik (Halogen). Jika ada radiasi
pengion masuk kedalam tabung maka akan terbentuk sejumlah pasangan ion positif
dan elektron akibat proses eksitasi ataupun ionisasi primer atom gas. Pulsa timbul
akibat elektron lebih cepat sampai ke anoda aripada ion positif ke katoda dan juga
menentukan tinggi pulsa (Utami, 2014:12).
Proses ionisasi berantai (avalance) merupakan regenerasi pasangan ion akibat
kelebihan tenaga setelah bertumbukan dengan atom-atom gas dalam tabung. Ada
kalanya avalance terjadi karena radiasi dari luar sehingga diperlukan sejumlah gas
yang dapat meredam radiasi luar ini sehingga digunakanlah halogen. Sifat penting alat
ini adalah bahwa pulsa keluarnya cukup besar akibat pulsapulsa avalance yang
mencapai jenuh, meskipun berakibat tidak dapat membedakan tenaga radiasi yang
masuk.
Banyaknya pasangan eleklron-ion yang terjadi pada deteklor Geiger-Muller
tidak sebanding dengan tenaga zarah radiasi yang datang. Hasil ionisasi ini disebut
elektron primer, karena antara anode dan katode diberikan beda tegangan maka akan

3|Page

timbul medan listrik di antara kedua elekltrode tersebut. Ion positif akan bergerak ke
arah dinding tabung (katoda) dengan kecepatan yang relative lebih lambat bila
dibandingkan dengan elektron-elektron yang bergerak ke arah anoda (+) dengan
cepat. Kecepatan geraknya tergantung pada besarnya tegangan V. Sedangkan besarnya
tenaga yang diperlukan untuk membentuk elektron dan ion tergantung pada macam
gas yang digunakan. Dengan tenaga yang relatif tinggi maka elektron akan mampu
mengionisasi atom-atom sekitarnya, sehingga menimbulkan pasangan elektron ion
sekunder. Pasangan elektron-ion sekunder ini pun masih dapat menimbulkan
pasangan elektron-ion tersier dan seterusnya, sehingga akan terjadi lucutan yang
terus-menerus (avalence).
Apa bila tegangan V dinaikkan lebih tinggi lagi maka peristiwa pelucutan
elektron sekunder atau avalanche makin besar dan elektron sekunder yang terbentuk
makin banyak. Akibatnya, anoda diselubungi serta dilindungi oleh muatan negatif
elektron, sehingga peristiwa ionisasi akan terhenti. Karena gerak ion positif ke
dinding tabung (katoda) lambat, maka ion-ion ini dapat membentuk semacam lapisan
pelindung positif pada permukaan dinding tabung. Keadaan yang demikian tersebut
dinamakan efek muatan ruang atau space charge effect. Tegangan yang menimbulkan
efek muatan ruang adalah tegangan maksimum yang membatasi berkumpulnya
elektron-elektron pada anoda. Dalam keadaan seperti ini detektor tidak peka lagi
terhadap datangnya zarah radiasi. Oleh karena itu efek muatan ruang harus dihindari
dengan menambah tegangan V. Penambahan tegangan V dimaksudkan supaya terjadi
pelepasan muatan pada anoda sehingga detektor dapat bekerja normal kembali.
Pelepasan muatan dapat terjadi karena elektron mendapat tambahan tenaga kinetik
akibat penambahan tegangan V. Apabila tegangan dinaikkan terus menerus, pelucutan
alektron yang terjadi semakin banyak. Pada suatu tegangan tertentu peristiwa
avalanche elektron sekunder tidak bergantung lagi oleh jenis radiasi maupun energi
(tenaga) radiasi yang datang. Maka dari itu pulsa yang dihasilkan mempunyai tinggi
yang sama sehingga detektor Geiger muller tidak bisa digunakan untuk mengitung
energi dari zarah radiasi yang datang. Kalau tegangan V tersebut dinaikkan lebih
tinggi lagi dari tegangan kerja Geiger Muller, maka detektor tersebut akan rusak,
karena sususan molekul gas atau campuran gas tidak pada perbandingan semula atau
terjadi peristiwa pelucutan terus-menerus yang disebut continuous discharge.
Hubungan antara besar tegangan yang dipakai dan banyaknya ion yang dapat
dikumpulkan dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
4|Page

Gambar 1. Hubungan antara besar tegangan yang dipakai dan banyaknya ion
Pembagian daerah tegangan kerja tersebut berdasarkan jumlah ion yang terbentuk
akibat kenaikan tegangan yang diberikan kepada detektor isian gas. Adapun
pembagian tegangan tersebut dimulai dari tegangan terendah adalah sebagai berikut:
I. = daerah rekombinasi
II. = daerah ionisasi
III. = daerah proporsional
IV. = daerah proporsioanl terbatas
V. = daerah Geiger Muller
Kurva yang atas adalah ionisasi Alpha, sedangkan kurva bawah adalah ionisasi oleh
Beta. Kedua kurva menunjukkan bahwa pada daerah tegangan kerja tersebut, detektor
ionisasi dan detektor proporsional masih dapat membedakan jenis radiasi dan energi
radiasi yang datang. Dengan demikian, detektor ionisasi dan detektor proporsional
dapat digunaknan pada analisis spectrum energi. Sedangkan detektor Geiger Muller
tidak dapat membedakan jenis radiasi dan energi radiasi (Kholimatussadiah dkk,
2012:46).
Besarnya sudut datang dari sumber radiasi tidak mempengaruhi banyaknya
cacah yang terukur karena prinsip dari detektor Geiger Muller adalah mencacah zarah
radiasi selama radiasi tersebut masih bisa diukur. Berbeda dengan detektor lain
misalnya detektor sintilasi dimana besarnya sudut datang dari sumber radiasi akan
mempengaruhi banyaknya pulsa yang dihasilkan.
II.2

Resolving Time (Waktu Pisah)


Resolving time merupakan selisih waktu minimum yang diperlukan untuk dapat

meperlihatkan hasil cacahan radiasi sumber radioaktif, atau selang waktu minimum
antara satu cacahan hingga cacahan berikutnya. Keadaan dimana detektor tidak dapat

5|Page

mendeteksi radiasi yang masuk disebut keadaan mati (dead time). Ketika ion positif
sudah terkumpul pada katoda, kuat medan listrik telah pulih kembali seperti semula
dan tinggi pulsa kembali. Selang waktu antara akhir waktu mati (dead time) sampai
dengan pulihnya kembali disebut waktu pemulihan (recovery-time). Waktu pisah
(resolving time) dengan simbol yaitu selisih waktu minimum yang diperlukan oleh
radiasi yang berurutan agar radiasi dapat tercacah.
Akibat adanya dead time dan recovery time, maka partikel-partikel radiasi yang
masuk kedalam tabung Geiger Muller, selama dead time dan recovery time tidak akan
tercatat sehingga menimbulkan hilangnya cacahan. Untuk mendapatkan laju cacahan
seharusnya perlu ditentuakn terlebih dahulu resolving time kemudian digunakan untuk
mengoreksi laju cacahan yang terbaca. Koreksi ini menjadi penting terutama pada laju
cacahan yang cukup tinggi. Resolving time merupakan karateristik dari sistem
pencacahan, karena makin kecil resolving time sistem pencacah makin baik untuk
mencacah pada laju cacahan yang tinggi.
Cacahan sebenarnya dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :
.....................................(1)
Sedangkan rumus yang digunakan untuk menentukan resolving time adalah :
..........................(2)

II.3

Distribusi Pancaran Radiasi


Radiasi merupakan salah satu cara perambatan energi dari suatu sumber energi

ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau bahan penghantar tertentu.


Radiasi yang timbul gejalanya bersifat random. Tidak semua inti meluruh pada saat
yang sama, dan tidak ada yang dapat menentukan inti mana yang akan meluruh pada
saat tertentu. Suatu bahan radioaktif memancarkan partikel radiasi yang keluar dari
inti belum tentu dapat masuk ke tabung Geiger Muller dan tentu saja belum tentu
dapat tercatat dalam pencacah. Kalau diadakan beberapa kali pengamatan (k kali)
jumlah atau harga cacahan pada selang waktu tertentu, jarak tertentu, kondisi
pencacah tertentu, maka akan dihasilkan harga cacahan yang berbeda. Hasil ini
dikelompokkan hingga diperoleh cacahan pengamatan N(m) kali pengamatan untuk
hasil cacah m. Bila cacah pengamatan N(m) dibagi dengan k pengamatan akan
diperoleh probabilitas nilai m atau :

6|Page

..............................(3)
Grafik probabilitas nilai m yang diperoleh P(m) dengan m menunjukkan distribusi
statistik suatu cacahan. Adapun harga cacahan rata-ratanya dapat diperoleh dari
persamaan :
................................................(4)

atau
.......................................(5)

Jika diambil harga k yang besar (tak berhingga), maka harga N rata- rata akan
mendekati harga N yang sebenarnya. Karena tidak mungkin mengambil harga m tak
berhingga, maka m diambil harga yang memadai (Utami, 2014:4).
III. Metode Penelitian
III.1 Alat dan Bahan
1. Tabung detektor Geiger Muller
2. Sangkup pelindung detektor
3. Penyedia tegangan
4. Stopwatch
5. Bahan radiasi
6. Digit counter

III.2

Desain Alat

Gambar 2. Susunan alat percobaan cacahan radiasi menggunakan detektor Geiger


Muller.
III.3 Langkah Percobaan
A. Penentuan Distribusi Statistik Latar dan Sumber
1. Susunlah rangkaian percobaan seperti pada gambar dibawah ini:
Tabung GM
7|Page
Sumber Radiasi

Digit Counter

2.
3.
4.
5.

Gambar 1. Bagan Percobaan Tabung GM.


Hidupkan Peralatan dan biarkan dalam jangka waktu 5 menit.
Atur tegangan hingga digit counter menunjukkan respon.
Cacah radiasi latar dengan interval waktu 10 detik sebanyak 24 kali.
Gunakan Cs-137 sebagai sumber radiasi, lakukan pencacahan sebanyak

24 kali dengan interval waktu masing-masing 10 detik.


6. Buat grafik antara probabilitas nilai m yang diperolah P(m) dengan m
adalah jumlah cacahan pada langkah 4 dan 5.
B.

Penentuan Resolving Time Detektor


1. Cacah radiasi latar dengan interval waktu 10 detik sebanyak 20 kali
pengulangan.
2. Sumber radiasi pertama Co-60 diletakkan pada tempatnya, lalu dicacah
dengan interval waktu 10 detik sebanyak 20 kali pengulangan (g1).
3. Sumber kedua Ra-266 diletakkan di sebelah sumber pertama, dan
keduanya dicacah dengan interval waktu 10 detik sebanyak 20 kali
pengulangan dan catat hasilnya (g12).
4. Sumber pertama diambil, sumber kedua dibiarkan tetap pada tempatnya,
kemudian sumber kedua saja yang dicacah dengan interval waktu 10 detik

sebanyak 20 kali pengulangan dan catat hasilnya (g2).


5. Resolving time dan laju cacah sesungguhnya (n1, n2, n3) dapat dihitung.
III.4 Data Hasil Pengamatan
A. Penentuan Distribusi Statistik Latar dan Sumber

No

N
(cacahan)
Latar
Cs-137

N (cacahan)
Latar

No

Cs-137

N (cacahan)
Latar

17

10

18

11

19

12

20

13

21

14

22

15

23

16

24

Dengan memasukkan nilai:


8|Page

No

Cs-137

m
: jumlah cacahan
N(m) : frekuensi jumlah cacahan
k
: jumlah perulangan pengukuran (24)

dengan
Latar
m

N(m)

P(m) Poisson

(m.N(m)

m!

P(m)

P(m) Poisson

(m.N(m)

m!

P(m)

Sumber Cs-137

N(m)

B.

No
1
2
3
4
5
6

9|Page

Penentuan Resolving Time Detektor


Latar
(b)

Jumlah Cacahan
Co-60
Co-60 dan
(g1)
Ra-266 (g12)

Ra-266
(g2)

(b)2

(g1)2

(g2)2

(g12)2

7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Rerata

Keterangan :
b
: laju cacahan pada latar atau background
g1
: laju cacahan pada sumber pertama (Co-60)
g12
: laju cacahan pada kedua sumber (Co-60 dan Ra-266)
g2
: laju cacahan pada sumber kedua (Ra-266)
Rumus:

Rumus:

Rumus:

Rumus:

,
,

Penentuan resolving time ( )

10 | P a g e

,
,

Penentuan laju cacah sesungguhnya

III.5

Pembahasan

IV. Daftar Pustaka


Kholimatussadiah, Septia., Andiana, Mirza., Badriyah, Lailatul. 2012. Eksperimen
Detektor Geiger Muller. Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Airlangga.
Murniati., Wiyono, Ketang. 2014. Bahan Ajar Pendahuluan Fisika Inti. Progam Studi
Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sriwijaya.
Nugraheni, A., Dwijananti, P., Sayono. 2012. Penentuan Aktivitas Unsur Radioaktif
Thorium Yang Terkandung Dalam Prototipe Sumber Radiasi Kaos Lampu
Petromaks. Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Negeri Semarang.
Utami, Budi, Mei., Maghfirol, Imroatul., Lutvia, Hanu., Sari, Karmila, Dewi.,
Mahardika, Patria. 2012. Penentuan watak statistik dari pencacah radiasi
nuklir dan Resolving-time Geiger Muller. Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Airlangga.
Www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/pengukuran_radiasi/_private/ diakses 9 Februari
2015 Pukul 19.00 WIB.

11 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai