Anda di halaman 1dari 6

Menentukan Koefisien Absorbsi dari Alumunium dengan

Menggunakan Radiasi Cobalt-60 Dan Amerisium-241

Husna Dhia*, Syafitri


Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Andalas, Padang,
Kampus Unand Limau Manis, Pauh, Padang 25163
*husnadhia@yahoo.co.id

ABSTRAK
Pada eksperimen untuk menentukan koefisien absorbs dilakukan secara tiga bagian yaitu radiasi
alam, radiasi cobalt-60 dan radiasi amerisium. Eksperimen ini dilakukan dengan meletakkan
sumber radioaktif dibawah pencacah giegermuller. Shielding diletakkan diatas sumber radioaktif
dan banyaknya cacahan dihitung dari tampilan layar denganmenggunakan program data studio.
Dari eksperimen yang telah dilakukan dengan menggunakan unsur Cobalt-60 dan Amerisium-241
didapatkan bahwa shielding yang diletakkan menutupi unsur menyebabkan radiasi lebih kecil dari
pada saat dibiarkan terbuka (tanpa shielding). Hasil eksperimen yang didapatkan adalah tidak
begitu jelas hubungan pengaruh ketebalan shielding yang digunakan dengan radiasi yang
dihasilkan. Hubungannya tidak konstan berbanding lurus.
Kata Kunci : Shielding, radiasi, Cobalt-60, Amerisium-241

ABSTRACT
From experiment to calculate the coefisient of absorbsi did three part, there are nature radiation,
cobalt -60 radiation, and amerisium radiation. This experiment did to take radioaktive source in
battom of geigermuller. Shielding take in the top of source radioaktive and amount of digital can
count on program data studio. From experiment that has been done using Cobalt-60 and
Amerisium-241, we got that shielding puting close the element causes smaller radiation’s dose
than when left open (without shielding). The result of experiment obtained are not very clear
relationship of the effect of thickness of shielding used with the amount of radiation produced. The
relationship is not constantly proporsional.
Keyword : Shielding, radiation, Cobalt-60, Amerisium-241

I. PENDAHULUAN
Dalam fisika, radiasi mendeskripsikan setiap proses di mana energi bergerak melalui
media atau melalui ruang, dan akhirnya diserap oleh benda lain. Orang awam sering
menghubungkan kata radiasi ionisasi (misalnya, sebagaimana terjadi pada senjata nuklir,
reaktor nuklir, dan zat radioaktif), tetapi juga dapat merujuk kepada radiasi
elektromagnetik (yaitu, gelombang radio, cahaya inframerah, cahaya tampak, sinar ultra
violet, dan X-ray), radiasi akustik, atau untuk proses lain yang lebih jelas. Apa yang
membuat radiasi adalah bahwa energi memancarkan (yaitu, bergerak ke luar dalam garis
lurus ke segala arah) dari suatu sumber. geometri ini secara alami mengarah pada sistem
pengukuran dan unit fisik yang sama berlaku untuk semua jenis radiasi. Beberapa radiasi
dapat berbahaya.
Beberapa jenis radiasi memiliki energi yang cukup untuk mengionisasi partikel.
Secara umum, hal ini melibatkan sebuah elektron yang 'terlempar' dari cangkang atom
elektron, yang akan memberikan muatan (positif). Hal ini sering mengganggu dalam
sistem biologi, dan dapat menyebabkan mutasi dan kanker. Jenis radiasi umumnya terjadi
di limbah radioaktif peluruhan radioaktif dan sampah. Tiga jenis utama radiasi ditemukan
oleh Ernest Rutherford, Alfa, Beta, dan sinar gamma. Radiasi tersebut ditemukan melalui
percobaan sederhana, Rutherford menggunakan sumber radioaktif dan menemukan
bahwa sinar menghasilkan memukul tiga daerah yang berbeda. Salah satu dari mereka
menjadi positif, salah satu dari mereka bersikap netral, dan salah satu dari mereka yang
negatif. Dengan data ini, Rutherford menyimpulkan radiasi yang terdiri dari tiga sinar.
Beliau memberi nama yang diambil dari tiga huruf pertama dari abjad Yunani yaitu alfa,
beta, dan gamma peluruhan alfa.
1. Radiasi alpha (α)
Peluruhan Alpha adalah jenis peluruhan radioaktif di mana inti atom memancarkan
partikel alpha, dan dengan demikian mengubah (atau 'meluruh') menjadi atom dengan
nomor massa 4 kurang dan nomor atom 2 kurang. Namun, karena massa partikel yang
tinggi sehingga memiliki sedikit energi dan jarak yang rendah, partikel alfa dapat
dihentikan dengan selembar kertas (atau kulit).
2. Radiasi beta (β)
peluruhan beta adalah jenis peluruhan radioaktif di mana partikel beta (elektron atau
positron) dipancarkan. Radiasi beta-minus (β⁻) terdiri dari sebuah elektron yang penuh
energi. radiasi ini kurang terionisasi daripada alfa, tetapi lebih daripada sinar gamma.
Elektron seringkali dapat dihentikan dengan beberapa sentimeter logam. radiasi ini terjadi
ketika peluruhan neutron menjadi proton dalam nukleus, melepaskan partikel beta dan
sebuah antineutrino.
Radiasi beta plus (β+) adalah emisi positron. Jadi, tidak seperti β⁻, peluruhan β+
tidak dapat terjadi dalam isolasi, karena memerlukan energi, massa neutron lebih besar
daripada massa proton. peluruhan β+ hanya dapat terjadi di dalam nukleus ketika nilai
energi yang mengikat dari nukleus induk lebih kecil dari nukleus. Perbedaan antara energi
ini masuk ke dalam reaksi konversi proton menjadi neutron, positron dan antineutrino,
dan ke energi kinetik dari partikel-partikel.
3. Radiasi gamma (γ)
Radiasi gamma atau sinar gamma adalah sebuah bentuk berenergi dari radiasi
elektromagnetik yang diproduksi oleh radioaktivitas atau proses nuklir atau subatomik
lainnya seperti penghancuran elektron-positron. Radiasi gamma terdiri dari foton dengan
frekuensi lebih besar dari 1019 Hz. Radiasi gamma bukan elektron atau neutron sehingga
tidak dapat dihentikan hanya dengan kertas atau udara, penyerapan sinar gamma lebih
efektif pada materi dengan nomor atom dan kepadatan yang tinggi. Bila sinar gamma
bergerak melewati sebuah materi maka penyerapan radiasi gamma proporsional sesuai
dengan ketebalan permukaan materi tersebut.
Gejala radiasi yang ditunjukkan oleh senyawa-senyawa kimia disebut radioaktivitas.
Partikel radiasi dipancarkan oleh radioaktif secara random. Tidak semua inti meluruh
pada saat yang sama, dan tidak ada yang menentukan inti mana yang akan meluruh
terlebih dahulu pada saat tertentu. Inti radioaktif akan meluruh dengan memancarkan
radiasi. Radiasi yang dipancarkan dapat berupa partikel alfa, beta dan radiasi gamma.
Oleh kerena itu dilakukan percobaan ini untuk melihat apakah pencacah Geiger-Muller
dapat mendeteksi radiasi yang dihasilkan oleh suatu sumber radiasi.
Pencacah Geiger Muller adalah sebuah alat pengukur radiasi ionisasi. Pencacah
Geiger Muller bisa digunakan untuk mendeteksi radiasi Alpa dan Beta. Sensornya adalah
sebuah tabung Geiger Muller, sebuah tabung yang diisi oleh gas yang akan bersifat
konduktor ketika partikel atau foton radiasi menyebabkan gas(umumnya yang digunakan
Argon) menjadi konduktif. Alat tersebut akan membesarkan sinyal dan menampilkan
pada indikatornya yang bisa berupa jarum penunjuk,lampu atau bunyi klik,satu bunyi
menandakan satu partikel. Pada kondisi tertentu, pencacah Geiger Muller dapat
digunakan untuk mendeteksi radiasi sinar gamma, walaupun tingkat reliabilitasnya
kurang. Pencacah Geiger tidak bisa digunakan untuk mendeteksi neutron.
Detektor Geiger-Muller (GM) beroperasi pada tegangan diatas detektor proporsional.
Dengan mempertinggi tegangan akan mengakibatkan proses ionisasi yang terjadi dalam
detektor menjadi jenuh. Pulsa yang dihasilkan tidak lagi bergantung pada ionisasi mula-
mula maupun jenis radiasi. Jadi, radiasi jenis apapun akan menghasilkan keluaran sama.
Karena tidak mampu lagi membedakan berbagai jenis radiasi yang ditangkap detektor,
maka detektor GM hanya dipakai untuk mengetahui ada tidaknya radiasi. Keuntungan
dalam pengoprasian GM ini adalah denyut out put sangat tinggi, sehingga tidak
diperlukan penguat (amplifier) atau cukup digunakan penguat yang biasa saja.
Peluruhan Alpha adalah jenis peluruhan radioaktif di mana inti atom memancarkan
partikel alpha, dan dengan demikian mengubah (atau 'meluruh') menjadi atom dengan
nomor massa 4 kurang dan nomor atom 2 kurang.Peluruhan beta adalah jenis peluruhan
radioaktif di mana partikel beta (elektron atau positron) dipancarkan. Radiasi beta-minus
(β⁻)terdiri dari sebuah elektron yang penuh energi. radiasi ini kurang terionisasi daripada
alfa, tetapi lebih daripada sinar gamma. Elektron seringkali dapat dihentikan dengan
beberapa sentimeter logam. radiasi ini terjadi ketika peluruhan neutron menjadi proton
dalam nukleus, melepaskan partikel beta dan sebuah antineutrino.Radiasi beta plus (β+)
adalah emisi positron. Jadi, tidak seperti β⁻, peluruhan β+ tidak dapat terjadi dalam
isolasi, karena memerlukan energi, massa neutron lebih besar daripada massa proton.
peluruhan β+ hanya dapat terjadi di dalam nukleus ketika nilai energi yang mengikat dari
nukleus induk lebih kecil dari nukleus. Perbedaan antara energi ini masuk ke dalam reaksi
konversi proton menjadi neutron, positron dan antineutrino, dan ke energi kinetic dari
partikel-partikel. Radiasi gamma atau sinar gamma adalah sebuah bentuk berenergi dari
radiasi elektromagnetik yang diproduksi oleh radioaktivitas atau proses nuklir atau
subatomik lainnya seperti penghancuran elektron-positron. Radiasi gamma terdiri dari
foton dengan frekuensi lebih besar dari 1019 Hz.
Kelebihan detektor Geiger-Muller adalah kontruksi simpel dan sederhana, biaya
murah dan operasional murah. Sedangkan kelemahannya adalah tidak dapat digunakan
untuk spektroskopi karena semua tinggi pulsa sama, efisiensi detektor lebih buruk dari
detektor lain, resolusinya rendah dan waktu mati besar, terbatas untuk laju cacah yang
rendah.
II. METODE
Geiger muller tube dipasang pada “Interface Science Workshop” dan
dihubungkan ke komputer serta program data studio dibuka. Hal pertama yang dilakukan
adalah menentukan jumlah cacahan radiasi pada ruangan atau sumber radiasi alam
menggunakan geiger muller tube. Selanjutnya sumber radioaktif diletakkan di bawah
pencacah pulsa (geiger muller tube). Sumber radioaktif dibuka dan banyaknya cacahan
dihitung dari tampilan layar komputer tanpa menggunakan layar penyerap (shielding).
Langkah di atas diulangi lagi dengan meletakkan layar penyerap berupa
aluminium dengan variasi ketebalan di atas sumber radioaktif. Biarkan selama 3 menit
untuk mendapatkan banyaknya cacahan yang diserap oleh pencacah pulsa. Penelitian
diulangi untuk layar penyerap dengan ketebalan yang berbeda dan jenis radioaktif yang
berbeda pula, yaitu Co-60 dan Am-241. Selama sumber radioaktif dibuka jangan terlalu
lama di dalam ruangan.
III. HASIL DAN DISKUSI
Setelah melakukan eksperimen, diperoleh hasil untuk radiasi alam, radiasi
cobalt-60 dan radiasi amerisium-241 dan hubungannya terhadap variasi shielding yang
diberikan dan nilai cacahan unsurnya serta dosis radiasi yang diserap sebagai berikut :
Tabel 1. Radiasi Alam
No. Shielding Jumlah Cacahan 𝝁 (mm-1)
(mm) Cacahan Koreksi
1. - 50 - -

Pada pengamatan pertama dilakukan pada radiasi alam. Dari pengamatan yang
dilakukan didapatkan jumlah cacahan 50 buah untuk radiasi alam tanpa menggunakan
shielding. Untuk pengamatan kedua dilakukan pada Cobalt-60 (Co-60) untuk mencari
koefisien absorbsi dan dosis radiasi. Dari pengamatan yang dilakukan didapatkan hasil
seperti pada tabel 2 berikut :
Tabel 2. Radiasi Cobalt-60
No. Shielding Jumlah Cacahan 𝝁
(mm) Cacahan Koreksi (mm-1)

1. - 61 11 -

2. 0,33 55 5 2,389

3. 1,15 64 14 -0,209

4. 1,95 70 20 -0,306

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa semakin tebal shielding yang
diberikan maka jumlah cacahan yang bervariasi. Namun, dari data hasil tidak begitu jelas
terlihat hubungan antara ketebalan shielding dengan jumlah cacahan yang dihasilkan,
karena semakin tebal shielding yang digunakan, jumlah cacahan radiasi yang dihasilkan
tidak konstan naik ataupun turun. Untuk nilai koefisien absorbsi yang dihasilkan
bervariasi, dan ada nilainya yang minus. Dari data hasil, semakin besar ketebalan
shielding yang digunakan, semakin besar jumlah cacahan yang dihasilkan, dan cacahan
koreksinya juga semakin besar (hubungan berbanding lurus), namun koefisien
absorbsinya semakin kecil (hubungan berbanding terbalik).
Tabel 3. Radiasi Amerisium-241
No. Shielding Jumlah Cacahan 𝝁
(mm) Cacahan Koreksi (mm-1)

1. - 51 1 -

2. 0,33 72 22 -9,366

3. 1,15 49 -1 0

4. 1,95 57 7 -0,997

Pada tabel radiasi amerisium-241, secara umum diperoleh bahwa semakin tebal shielding
yang digunakan maka jumlah cacahan dan koefisien absorbsi yang diperoleh semakin
kecil.Hal tersebut menandakan ketebalan shielding berbanding terbalik dengan jumlah
cacahan dan koefisien absorbsi.
80
70 R² = 0.7177
60

jumlah cacahan
R² = 0.035 Co-60
50
40 Am-241
30 Linear (Co-60)
20 Linear (Am-241)
10
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
ketebalan shielding(mm)

Gambar 1: PengaruhKetebalan Shielding TerhadapJumlahCacahan Radiasi

Berdasarkangrafik yang di atas, diketahui hubungan antara ketebalan shielding


dengan jumlah cacahan radiasi pada cobalt-60 dan armesium-241 adalah tidak konstan
berbanding lurus atau terbalik. Namun, secara umum hubungan antara ketebalan
shielding dengan jumlah cacahan radiasi pada cobalt-60 adalah berbanding lurus, berbeda
dengan jumlah cacahan pada radiasi armesium-241, yang secara umum berbanding
terbalik dengan ketebalan shieldingnya.

4
koefisien absorbsi (mm-1)

2
R² = 0.6685 Co-60
0
0 0.5 1 R² =1.5
0.7829 2 2.5 Am-241
-2
Linear (Co-60)
-4 Linear (Am-241)
-6
-8
-10
ketebalan shielding(mm)

Gambar2 :Perbandingan Koefisien Absorbsi dengan Ketebalan Shielding

Berdasarkan grafik yang didapatkan diketahui bahwa hubungan koefisien


absorbsi dengan shielding pada Cobalt-60 dan amersium-241 saling bertolak belakang.
Jika pada Cobalt-60 hubungan koefisien absorbsi dengan shielding-nya berbanding lurus
yang ditandakan dengan grafik yang cenderung linear naik, pada amersium-241
hubungannya berbanding terbalik yang ditandakan dengan grafik yang linear turun.

IV. KESIMPULAN
Dari hasil eksperimen dan perhitungan didapatkan kesimpulan bahwa pada
Cobalt-60 dan Amersium-241, shielding dengan jumlah cacahan awalnya berbanding
lurus lalu berubah menjadi berbanding terbalik. Lalu, mengenai hubungan koefisien
absorbsi dengan shielding pada Cobalt-60 dan amersium-241 saling bertolak belakang.

DAFTAR PUSTAKA
Beizer, A., 1999. Konsep Fisika Dasar, Erlangga, Jakarta.
Graw, H., 1987, Fisika Modern, Erlangga, Bandung.
Muttaqin, A., 2017, Modul Praktikum Fisika Eksperimen I, Universitas Andalas, Padang.

Anda mungkin juga menyukai