Anda di halaman 1dari 21

STATISTIK PENCACAHAN RADIASI

Kusnanto Mukti W
M0209031
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
ABSTRAK
Percobaan pencacahan radiasi ini dilakukan dengan menggunakan detektor GeigerMuller dan bertujuan untuk mengetahui prinsip kerja dari detektor Geiger- Muller, serta
dapat menggambarkan pola distribusi Gauss dan Poisson. Percobaan ini menggunakan
udara sebagai bahan percobaan dimana kita tahu bahwa udara terdiri dari berbagai macam
gas yang tersusun dari proton elektron neutron yang dapat memancarakn radiasi. Percobaan
ini dilakukan dengan mencatat data setiap 15 detik, dimana dilakukan sebanyak 200 kali
pencacahan. Masing-masing tiap 10 cacah dibuat grafik data tersebut yang kemudian
dianalisis termasuk kedalam distribusi Gauss atau Poisson. Hasil menunjukkan bahwa
seluruh grafik mengikuti kurva distribusi Poisson.
Kata kunci : Radiasi, Detektor Geiger-Muller, Distribusi Gauss, Distribusi Poisson

I. PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
II.
Radiasi merupakan suatu cara
perambatan energi dari sumber energi ke
lingkungannya
tanpa
membutuhkan
medium atau bahan penghantar tertentu.
Panca indera manusia secara langsung
tidak dapat digunakan untuk menangkap
atau melihat ada tidaknya zarah radiasi,
karena manusia memang tidak mempunyai
sensor biologis untuk zarah radiasi.
Detektor merupakan suatu alat yang peka
terhadap radiasi, yang bila dikenai radiasi
akan menghasilkan tanggapan mengikuti
mekanisme tertentu
III.
Radiasi yang dikeluarkan oleh
atom
dalam
bentuk
radiasi
elektromagnetik, sangat sulit dideteksi
oleh tubuh manusia. Tidak semua radiasi
elektromagnetik berdampak baik bagi
manusia, radiasi juga akan berdampak
buruk bagi manusia. Kerusakan yang
diakibatkan
oleh
radiasi
biasanya
dikatagorikan ke dalam dua jenis:
kerusakan somatik dan kerusakan genetik.
Untuk menghindari bahaya radiasi
tersebut,
maka
perlunya
diadakan
pembelajaran statistik pancaran radiasi
ini. Selain itu, perlunya pengetahuan
dalam mengaplikasikan alat detektor
radiasi menjadi hal yang penting dalam
mengetahui kuantitas radiasi.
IV.
2. TUJUAN
a. Mengetahui prinsip kerja Detector
Geiger-Muller.
b. Dapat menggambar pola distribusi
Gauss dan distribusi Poisson
V.
VI. TINJAUAN PUSTAKA
VII.
1. DETEKTOR RADIASI
VIII.
Detektor radiasi bekerja
dengan cara mengukur perubahan
yang disebabkan oleh penyerapan
energi radiasi oleh medium
penyerap. Sebenarnya terdapat
banyak mekanisme yang terjadi di
dalam detektor tetapi yang sering

a.
b.
c.
d.
e.
f.

digunakan adalah proses ionisasi


dan proses sintilasi.
IX.
Apabila dilihat dari segi
jenis radiasi yang akan dideteksi
dan diukur, diketahui ada beberapa
jenis detektor, seperti detektor
untuk radiasi alpha, detektor untuk
radiasi beta, detektor untuk radiasi
gamma, detektor untuk radiasi
sinar-X, dan detektor untuk radiasi
neutron.Kalau dilihat dari segi
pengaruh interaksi radiasinya,
dikenal beberapa macam detektor,
yaitu
Detektor ionisasi,
Detektor proporsional,
Detektor geiger muller,
Detektor sintilasi,
Detektor kamar kabut
Detektor
semikonduktor
atau
detektor zat padat.

X.
XI.
Walaupun jenis peralatan
untuk mendeteksi zarah radiasi
nuklir banyak macamnya, akan
tetapi prinsip kerja peralatan
tersebut pada umumnya didasarkan
pada interaksi zarah radiasi
terhadap detektor (sensor) yang
sedemikian rupa sehingga tanggap
(respon) dari alat akan sebanding
dengan efek radiasi atau sebanding
dengan sifat radiasi yang diukur.
XII.
A. Detektor Geiger Muller
a. Bagian-bagian detektor
XIII.

membentuk elektron dan ion


tergantung pada macam gas yang
digunakan. Dengan tenaga yang
relatif tinggi maka elektron akan
mampu mengionisasi atom-atom
sekitarnya. sehingga menimbulkan
pasangan elektron-ion sekunder.
Pasangan elektron-ion sekunder
inipun masih dapat menimbulkan
pasangan elektron-ion tersier dan
seterusnya. sehingga akan terjadi
lucutan
yang
terus-menerus
(avalence).
XVIII.
XIX.
Kalau
tegangan
V
dinaikkan lebih tinggi lagi maka
peristiwa
pelucutan
elektron
sekunder atau avalanche makin
besar dan elektron sekunder yang
terbentuk
makin
banyak.
Akibatnya, anoda diselubungi serta
dilindungi oleh muatan negatif
elektron,
sehingga
peristiwa
ionisasi akan terhenti. Karena
gerak ion positif
ke

Katoda : yaitu dinding tabung


logam yang merupakan elektroda
negatif. Jika tabung terbuat dari gelas
maka dinding tabung harus dilapisi
logam tipis.
Anoda
: yaitu kawat tipis atau
wolfram yang terbentang di tengahtengah tabung. Anoda sebagai
elektroda positif.
Isi tabung : yaitu gas bertekanan
rendah, biasanya gas beratom tunggal
dicampur gas poliatom (gas yang
banyak digunakan Ar dan He).

XIV.
b. Prinsip kerja detektor Geiger muller
XV. Detektor Geiger Muller
meupakan salah satu detektor yang
berisi gas. Selain Geiger muller
masih ada detektor lain yang
merupakan detektor isian gas yaitu
detektor ionisasi dan detektor
proporsional.
Ketiga
macam
detektor tersebut secara garis besar
prinsip kerjanya sama, yaitu samasama menggunakan medium gas.
Perbedaannya hanya terletak pada
tegangan yang diberikan pada
masing-masing detektor tersebut.
XVI.
XVII.
Apabila ke dalam labung
masuk zarah radiasi maka radiasi
akan mengionisasi gas isian.
Banyaknya pasangan elektron-ion
yang terjadi pada detektor GeigerMuller tidak sebanding dengan
tenaga zarah radiasi yang datang.
Hasil ionisasi ini disebul elektron
primer. Karena antara anode dan
katode diberikan beda tegangan
maka akan timbul medan listrik di
antara kedua eleklrode tersebut. Ion
positif akan bergerak kearah
dinding tabung (katoda) dengan
kecepatan yang relatif lebih lambat
bila dibandingkan dengan elektronelektron yang bergerak kea rah
anoda (+) dengan cepat. Kecepatan
geraknya tergantung pada brsarnya
tegangan V. sedangkan besarnya
tenaga yang diperlukan untuk

dinding tabung (katoda) lambat,


maka ion-ion ini dapat membentuk
semacam lapisan pelindung positif
pada permukaan dinding tabung.
Keadaan yang demikian tersebut
dinamakan efek muatan ruang atau
space charge effect.
XX.
XXI.
Tegangan
yang
menimbulkan efek muatan ruang
adalah tegangan maksimum yang
membatasi berkumpulnya elektronelektron pada anoda. Dalam
3

keadaan seperti ini detektor tidak


peka lagi terhadap datangnya zarah
radiasi. Oleh karena itu efek muata
ruang harus dihindari dengan
menambah
tegangan
V.
penambahan
tegangan
V
dimaksudkan
supaya
terjadi
pelepasan muatan pada anoda
sehingga detektor dapat bekerja
normal kembali. Pelepasan muatan
dapat terjadi karena elektron
mendapat tambahan tenaga kinetic
akibat penambahan tegangan V.
XXII.
XXIII.
Apabila tegangan dinaikkan
terus menerus, pelucutan alektron
yang terjadi semakin banyak. Pada
suatu tegangan tertentu peristiwa
avalanche elektron sekunder tidak
bergantung lagi oleh jenis radiasi
maupun energi (tenaga) radiasi
yang datang. Maka dari itu pulsa
yang dihasilkan mempunyai tinggi
yang sama. Sehingga detektor
Geiger muller tidak bisa digunakan
untuk mengitung energi dari zarah
radiasi yang datang.

pembagian
tegangan
tersebut
dimulai dari tegangan terendah
adalah sebagai berikut:
I.
= daerah rekombinasi
II.
= daerah ionisasi
III.
= daerah proporsional
IV. = daerah proporsioanl terbatas
V. = daerah Geiger Muller
VI.
= daerah .
XXX.
Kurva yang atas
adalah ionisasi Alpha, sedangkan
kurva bawah adalah ionisasi oleh
Beta. Kedua kurva menunjukkan
bahwa pada daerah tegangan kerja
tersebut, detektor ionisasi dan
detektor proporsional masih dapat
membedakan jenis radiasi dan
energi radiasi yang datang. Dengan
demikian, detektor ionisasi dan
detektor
proporsional
dapat
digunakna pada analisis spectrum
energi. Sedangkan detektor Geiger
Muller tidak dapat membedakan
jenis radiasi dan energi radiasi.
XXXI.
Tampak dari gambar
tersebut bahwa daerah kerja
detektor Geiger Muller terletak
pada daerah V. pada tegangan kerja
Geiger Muller elektron primer
dapat
dipercepat
membentuk
elektron sekunder dari ionisasi gas
dalam tabung Geiger Muller.
Dalam hal ini peristiwa ionisasi
tidak tergantung pada jenis radiasi
dan besarnya energi radiasi.
Tabung
Geiger
Muller
memanfaatkan ionisasi sekunder
sehingga zarah radiasi yang masuk
ke detektor Geiger Muller akan
menghasilkan pulsa yang tinggi
pulsanya sama. Atas dasar hal ini,
detektor Geiger Muller tidak dapat
digunakan untuk melihat spectrum
energi,
tetapi
hanya
dapat
digunakan untuk melihat jumlah
cacah radiasi saja. Maka detektor
Geiger Muller sering disebut
dengan detektor Gross Beta
gamma
karena
tidak
bisa

XXIV.
XXV. Kalau tegangan V tersebut
dinaikkan lebih tinggi lagi dari
tegangan kerja Geiger muler, maka
detektor tersebut akan rusak,
karena sususan molekul gas atau
campuran
gas
tidak
pada
perbandingan semula atau terjadi
peristiwa
pelucutan
terus
menerusbyang disebut continous
discharge. Hubungan antara besar
tegangan yang dipakai dan
banyaknya
ion
yang
dapat
dikumpulkan dapat dilihat pada
gambar dibawah ini:
XXVI.
XXVII.
XXVIII.
XXIX.
Pembagian daerah tegangan
kerja tersebut berdasarkan jumlah
ion yang terbentuk akibat kenaikan
tegangan yang diberikan kepada
detektor isian gas. Adapun
4

membedakan jenis radiasi yang


XXXVIII.
Ciri khas distribusi normal
datang.
adalah terletak pada bentuk kurva yang
XXXII.
Besarnya
sudut
landai, simetris, seperti lonceng, titik belok
datang dari sumber radiasi tidak
, luas di bawah kurva memiliki
mempengaruhi banyaknya cacah
probabilitas .
yang terukur karena prinsip dari
XXXIX.
detektor Geiger Muller adalah
mencacah zarah radiasi selama
radiasi tersebut masih bisa diukur.
Berbeda dengan detektor lain
misalnya detektor sintilasi dimana
besarnya sudut datang dari sumber
radiasi
akan
mempengaruhi
banyaknya pulsa yang dihasilkan.
XL.
Gb. Kurva distribusi Gauss
XXXIII.
XLI.
B. Kelebihan
Detektor
Geiger
3.
DISTRIBUSI
POISSON
Muller
XLII.
Dalam mempelajari distribusi
Konstruksi
simple
dan
Binomial kita dihadapkan pada
Sederhana
probabilitas variabel random
Biaya murah
diskrit (bilangan bulat) yang
Operasional mudah
jumlah trial nya kecil (daftar
C. Kekurangan Detktor Geiger
binomial), sedangkan jika
Muller
dihadapkan pada suatu kejadian
Tidak dapat digunakan untuk
dengan p <<< dan menyangkut
spektroskopi karena semua
kejadian yang luas n >>> maka
tinggi pulsa sama
digunakan distribusi Poisson.
Efisiensi detektor lebih buruk
XLIII.
Distribusi Poisson dipakai
untuk menentukan peluang
jika dibandingkan dengan
suatu kejadian yang jarang
detektor jenis lain
terjadi,
tetapi
mengenai
Resolusi detektor lebih rendah
populasi
yang
luas
atau
area
Waktu mati besar, terbatas
yang
luas
dan
juga
untuk laju cacah yang rendah
berhubungan
dengan
waktu.
XXXIV.
2. DISTRIBUSI GAUSS
XXXV.
Pada kasus di mana n cukup besar
XLIV.
dan p tidak terlalu kecil (tidak mendekati
0,.,1 dilakukan pendekatan memakai
XLV. Dimana :
distribusi Normal (Gauss). Ditemukan
pertama kali oleh matematikawan asal
XLVI. = = n.p = E(x) Nilai rata-rata
Prancis, Abraham D (1733), diaplikasikan
lebih baik lagi oleh
astronom asal
XLVII. e = konstanta = 2,71828
Jerman,Friedrich Gauss Gauss. Fungsi
padat peluang (pdf) dari peubah acak XLVIII. x = variabel random diskrtit (1,2,3,
normal X, dengan rataan dan variansi 2
.,x)
adalah :
XXXVI.
XLIX.
Bentuk grafik pada
XXXVII.
yang dalam hal ini = 3.14159... dan
distribusi poisson adalah lebih
e = 2.71828...
curam ke atas dibandingkan kurva
distribusi Gauss
5

L.

LI.
poisson
LII.

Gb. Kurva distribusi

METODE PENELITIAN
LIII.
1.ALAT DAN BAHAN
a. Detektor Geiger-Muller
b. Counter Tube
c. Stopwatch
LIV.
2. CARA KERJA
a. Merangkai alat seperti pada
gambar rangkaian alat.
b.
Melakukan pencacahan, yaitu
dengan mencatat jumlah radiasi
yang diterima oleh detektor setiap
selang waktu 15 detik.
c. Mencatat data hingga 100 data
setiap 15 detik.
d. Membuat grafik dari data yang
telah didapat.
LV. 3.GAMBAR
RANGKAIAN

LVI.
LVII.
LVIII. DATA

Gb. Rangkaian alat

LIX.
LX.
N
PN
LXI.
LXII.
1
6
LXIII.
LXIV.
2
4
LXV.
LXVI.
3
3
LXVII. LXVIII.
4
3
LXIX.
LXX.
5
7
LXXI. LXXII.
6
3
LXXIII. LXXIV.
7
0
LXXV. LXXVI.
8
5
LXXVII. LXXVIII.
9
7
LXXIX. LXXX.
10
8
LXXXI. LXXXII.
11
9
LXXXIII. LXXXIV.
12
10
LXXXV. LXXXVI.
13
4
LXXXVII.LXXXVIII.
14
5
LXXXIX.
XC.
15
4
XCI.
XCII.
16
5
XCIII.
XCIV.
17
5
XCV. XCVI.
18
5
XCVII. XCVIII.
19
3
XCIX.
C.
20
4
CI.
CII.
21
3
CIII.
CIV.
22
4
CV.
CVI.
23
6
6

CVII. CVIII.
24
0
CIX.
CX.
25
5
CXI.
CXII.
26
5
CXIII.
CXIV.
27
4
CXV. CXVI.
28
8
CXVII. CXVIII.
29
3
CXIX.
CXX.
30
2
CXXI. CXXII.
31
4
CXXIII. CXXIV.
32
4
CXXV. CXXVI.
33
5
CXXVII. CXXVIII.
34
3
CXXIX. CXXX.
35
9
CXXXI. CXXXII.
36
6
CXXXIII. CXXXIV.
37
2
CXXXV.CXXXVI.
38
8
CXXXVII.
CXXXVIII.
39
3
CXXXIX.
CXL.
40
4
CXLI. CXLII.
41
3
CXLIII. CXLIV.
42
7
CXLV. CXLVI.
43
6
CXLVII. CXLVIII.
44
3
CXLIX.
CL.
45
7
CLI.
CLII.
46
4
CLIII.
CLIV.
47
5

CLV.
CLVI.
48
8
CLVII. CLVIII.
49
3
CLIX.
CLX.
50
4
CLXI. CLXII.
51
4
CLXIII. CLXIV.
52
1
CLXV. CLXVI.
53
4
CLXVII. CLXVIII.
54
3
CLXIX. CLXX.
55
2
CLXXI. CLXXII.
56
4
CLXXIII. CLXXIV.
57
4
CLXXV. CLXXVI.
58
2
CLXXVII.CLXXVIII.
59
8
CLXXIX. CLXXX.
60
2
CLXXXI.CLXXXII.
61
1
CLXXXIII.CLXXXIV.
62
6
CLXXXV.
CLXXXVI.
63
4
CLXXXVII.
CLXXXVIII.
64
6
CLXXXIX.
CXC.
65
8
CXCI. CXCII.
66
6
CXCIII. CXCIV.
67
4
CXCV. CXCVI.
68
5
CXCVII. CXCVIII.
69
3
CXCIX.
CC.
70
2
CCI.
CCII.
71
6
7

CCIII.
CCIV.
72
8
CCV. CCVI.
73
5
CCVII. CCVIII.
74
5
CCIX.
CCX.
75
2
CCXI. CCXII.
76
7
CCXIII. CCXIV.
77
5
CCXV. CCXVI.
78
4
CCXVII. CCXVIII.
79
8
CCXIX. CCXX.
80
6
CCXXI. CCXXII.
81
4
CCXXIII. CCXXIV.
82
3
CCXXV.CCXXVI.
83
7
CCXXVII.
CCXXVIII.
84
6
CCXXIX. CCXXX.
85
4
CCXXXI.CCXXXII.
86
4
CCXXXIII.
CCXXXIV.
87
6
CCXXXV.
CCXXXVI.
88
4
CCXXXVII.
CCXXXVIII.
89
5
CCXXXIX. CCXL.
90
4
CCXLI. CCXLII.
91
4
CCXLIII. CCXLIV.
92
5
CCXLV. CCXLVI.
93
9
CCXLVII.CCXLVIII.
94
10
CCXLIX.
CCL.
95
9

CCLI. CCLII.
96
5
CCLIII. CCLIV.
97
5
CCLV. CCLVI.
98
3
CCLVII. CCLVIII.
99
2
CCLIX. CCLX.
100
3
CCLXI. CCLXII.
101
3
CCLXIII. CCLXIV.
102
6
CCLXV. CCLXVI.
103
1
CCLXVII.CCLXVIII.
104
4
CCLXIX. CCLXX.
105
6
CCLXXI.CCLXXII.
106
5
CCLXXIII.CCLXXIV.
107
8
CCLXXV.
CCLXXVI.
108
4
CCLXXVII.
CCLXXVIII.
109
10
CCLXXIX.CCLXXX.
110
3
CCLXXXI.
CCLXXXII.
111
6
CCLXXXIII.
CCLXXXIV.
112
6
CCLXXXV.
CCLXXXVI.
113
3
CCLXXXVII.
CCLXXXVIII.
114
1
CCLXXXIX. CCXC.
115
7
CCXCI. CCXCII.
116
2
CCXCIII. CCXCIV.
117
5
CCXCV. CCXCVI.
118
6
CCXCVII.
CCXCVIII.
119
5
8

CCXCIX.
CCC.
120
4
CCCI. CCCII.
121
3
CCCIII. CCCIV.
122
6
CCCV. CCCVI.
123
3
CCCVII. CCCVIII.
124
5
CCCIX. CCCX.
125
4
CCCXI. CCCXII.
126
8
CCCXIII. CCCXIV.
127
4
CCCXV.CCCXVI.
128
4
CCCXVII.
CCCXVIII.
129
7
CCCXIX. CCCXX.
130
4
CCCXXI.CCCXXII.
131
4
CCCXXIII.
CCCXXIV.
132
6
CCCXXV.
CCCXXVI.
133
2
CCCXXVII.
CCCXXVIII.
134
1
CCCXXIX.CCCXXX.
135
7
CCCXXXI.
CCCXXXII.
136
2
CCCXXXIII.
CCCXXXIV.
137
5
CCCXXXV.
CCCXXXVI.
138
0
CCCXXXVII.
CCCXXXVIII.
139
1
CCCXXXIX. CCCXL.
140
2
CCCXLI.CCCXLII.
141
4
CCCXLIII.CCCXLIV.
142
4
CCCXLV.CCCXLVI.
143
2

CCCXLVII.
CCCXLVIII.
144
5
CCCXLIX. CCCL.
145
5
CCCLI. CCCLII.
146
8
CCCLIII. CCCLIV.
147
1
CCCLV. CCCLVI.
148
2
CCCLVII.CCCLVIII.
149
7
CCCLIX. CCCLX.
150
5
CCCLXI.CCCLXII.
151
5
CCCLXIII.CCCLXIV.
152
3
CCCLXV.
CCCLXVI.
153
4
CCCLXVII.
CCCLXVIII.
154
2
CCCLXIX.CCCLXX.
155
4
CCCLXXI.
CCCLXXII.
156
6
CCCLXXIII.
CCCLXXIV.
157
8
CCCLXXV.
CCCLXXVI.
158
2
CCCLXXVII.
CCCLXXVIII.
159
7
CCCLXXIX.
CCCLXXX.
160
8
CCCLXXXI.
CCCLXXXII.
161
4
CCCLXXXIII.
CCCLXXXIV.
162
7
CCCLXXXV.
CCCLXXXVI.
163
4
CCCLXXXVII.
CCCLXXXVIII.
164
5
CCCLXXXIX. CCCXC.
165
9
CCCXCI.CCCXCII.
166
6
CCCXCIII.CCCXCIV.
167
5
9

tetapi yang sering dimanfaatkan


untuk mendeteksi atau mengukur
radiasi adalah proses ionisasi dan
proses sintilasi. Proses Ionisasi
adalah
peristiwa
terlepasnya
elektron dari ikatannya di dalam
atom. Peristiwa ini dapat terjadi
secara langsung oleh radiasi alpha
atau beta dan secara tidak langsung
oleh radiasi sinar-X, gamma dan
neutron. Jadi dalam proses ionisasi
ini, energi radiasi diubah menjadi
pelepasan
sejumlah
elektron
(energi listrik). Bila diberi medan
listrik
maka
elektron
yang
dihasilkan dalam peristiwa ionisasi
tersebut akan bergerak menujuk ke
kutub positif. Proses sintilasi
adalah terpencarnya sinar tampak
ketika terjadi transisi elektron dari
tingkat energi (orbit) yang lebih
tinggi ke tingkat energi yang lebih
rendah di dalam bahan penyerap.
Dalam proses ini, sebenarnya, yang
dipancarkan adalah radiasi sinar-X
tetapi karena bahan penyerapnya
(detektor) dicampuri dengan unsur
aktivator, yang berfungsi sebagai
penggeser panjang gelombang,
maka radiasi yang dipancarkannya
berupa sinar tampak.
CDVII.
Pada percobaan ini
radiasi yang ditangkap oleh
detector
akan
dibaca
dan
ditampilkan oleh counter sehingga
dapat diketahui berapa banyak
jumlah cacahan yang diperoleh.
Dalam percobaan ini pencacahan
radiasi
dengan
menggunakan
system integral yaitu mengukur
kuantitas atau jumlah radiasi yang
mengenai detector. Jumlah cacahan
ini dihitung sebanyak 170 data.
Pencacahan ini dlakukan dengan
cara mencacat jumlah radiasi yang
diterima oleh detector setiap selang
waktu 15 sekon hingga waktu
mencapai 2550 sekon.
CDVIII.

CCCXCV.
CCCXCVI.
168
5
CCCXCVII.
CCCXCVIII.
169
7
CCCXCIX.
CD.
170
4
CDI.
CDII.
CDIII. PEMBAHASAN
CDIV.
Pada
percobaan
yang berjudul statistika pencacahan
radiasi ini mempunyai tujuan yaitu
untuk mempelajari prinsip kerja
detector Geiger muller serta dapat
menggambarkan pola distribusi
statistika pencacah radiasi.Pada
percobaan ini digunakan alat dan
bahan yaitu seperangkat detector
Geiger muller yang berfungsi
untuk menangkap radiasi cacah
latar atau udara bebas. Dalam
percobaan ini detector Geiger
muller hanya dapat menangkap
sinar alfa dan sinar beta. Dalam
percobaan ini digunakan pula
stopwatch yang berfungsi untuk
menghitung waktu pancaran radiasi
serta digunakan counter yang
berfungsi untuk menampilkan
jumlah cacahan yang dihasilkan
oleh detector Geiger muller.
CDV.
Prinsip kerja dari
percobaan ini adalah dimana
radiasi alpha dan beta ( dan )
pada udara luar atau lingkungan
terbuka ( cacah latar )akan diterima
oleh detektor geiger muller yang
kemudian
diproses
dalam
rangkaian counter dan hasilnya
akan dapat terlihat pada display di
counter.
CDVI.
Detektor
radiasi
bekerja dengan cara mengukur
perubahan yang terjadi di dalam
medium karena adanya penyerapan
energi radiasi oleh medium
tersebut.
Sebenarnya
terdapat
banyak mekanisme atau interaksi
yang terjadi di dalam detektor
10

CDIX.
Dari data tersebut CDXII.
kemudian dibuat grafik hubungan
CDXIII. Gb. Grafik 10 cacah pertama
antara data ke N (sumbu x) dan
CDXIV.
jumlah cacahan (P(N))(sumbu y).
CDXV.
Dari grafik yang terakhir
Grafik
ini
bertujuan
untuk
yaitu 170 data harusnya
mengetahui bagaimana system
membentuk grafik distribusi
distribusi yang diikuti oleh data
poisson. Namun dari data
tersebut.
Sifat
acak
suatu
terlihat bahwa grafik yang
pengukuran selalu mengikuti suatu
terbentuk menyerupai grafik
distribusi tertentu. Bila distribusi
distribusi gaussian. Hal ini
binomial mempunyai probabilitas
mungkin terjadi karena kondisi
sangat kecil maka akan berubah
udara bebas yang ada di tempat
menjadi
distribusi
Poisson,
pengambilan
data
banyak
sedangkan bila distribusi Poisson
gangguan, semisal angin.
tersebut menghasilkan nilai ukur CDXVI.
yang besar (beberapa literatur CDXVII.
menuliskan > 40) maka berubah
grafik N vs PN data 1-170
menjadi
distribusi
Gauss
(Normal).Pada percobaan ini grafik
15
dibuat setiap kenaikan 10 data
10
hingga seluruh data yaitu 170 data.
Dari grafik 10 data pertama ini
PN
5
belum dapat diketahui pasti apakah
f(x) = 0x + 4.67
grafik ini mengikuti distribusi
0 R = 0
poisson atau distribusi gauss.
0
50
100
150
200
Kemudian dilanjutkan grafik 20
N
data pertama hingga seluruh data.
CDX.
Pada grafik cacah
10 yang pertama dapat dilihat CDXVIII.
bahwa grafik tersebut memiliki
CDXIX. KESIMPULAN
kurva yang curam, kurva curam ini CDXX. 1. Prinsip percobaan statistika
menandakan bahwa grafik tersebut
pencacah radiasi yaitu detektor
mengikuti
distribusi
poisson.
Geiger-Muller menangkap adadnya
Grafik dapat dilihat pada gambar
radiasi peluruhan dari udara bebas
dibawah ini :
yang
kemudian dirubah menjadi

CDXI.

sinyal
listrik
sebagai
banyak
terjadinya peluruhan radioaktif oleh
counter.

grafik hub N vs PN data 1-10


10

PN

f(x) = 0.22x + 3.4


R = 0.07

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

CDXXI. 2.Bentuk kurva yang diperoleh dari


percobaan statistika pencacahan radiasi
berupa distribusi Poisson, yaitu bentuk
grafik
lebih
lancip
ke
atas
dibandingkan kurva distribusi Gauss

CDXXII. VII. DAFTAR PUSTAKA

CDXXIII.
11

Munir, Rinaldi. 2010. Beberapa


Distribusi Peluang Kontinu Bahan

CDXXIV.
CDXXV.

CDXXVI.

Kuliah II2092 Probabilitas dan


CDXXVII.
Statistik. Sekolah Teknik Elektro dan
Informatika ITB. Bandung.
Purwanto A.,
2007.
FISIKA
STATISTIK.
Gava
Media.
Yogyakarta.
CDXXVIII.
Santoso, Agus dan Surakhman.
Pengaruh Tekanan Isian terhadap
Operasi Detektor Geiger Muller.
Yogyakarta.
CDXXIX.
Serway R.A., Jawett J.W., 2010. CDXXX.
PHYSICS For Scientists and
Engineers With Modern Physics
Book 3. Salemba teknika. Jakarta.
581-584.

CDXXXI.
CDXXXII.

12

The American Nuclear Society


Chapter. Geiger-Muller Detector:
Operational
Directions
And
Experiments for Students. The Ohio
State University. USA.
Wardhana, Wisnu Arya. 2007.
Teknologi Nuklir Proteksi Radiasi
dan Aplikasinya. Yogyakarta: Andi
Offset.
http://www.batan.go.id/pusdikl
at/elearning/Pengukuran_Radia
si/Dasar_04.htm

CDXXXIII.
CDXXXIV.

13

CDXXXV.
CDXXXVI.
CDXXXVII.
CDXXXVIII.
CDXXXIX.
CDXL.
CDXLI.
CDXLII.
CDXLIII.
CDXLIV.
CDXLV.
CDXLVI.
CDXLVII.
CDXLVIII.
CDXLIX.

LAMPIRAN
CDL.

Grafik hubungan antara N vs PN dengankenaikan 10 data

14

grafik hub N vs PN data 1-10


10
PN

f(x) = 0.22x + 3.4


R = 0.07
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
N

CDLI.

grafik hub N vs PN data 1-20


20
PN

10
0

f(x) = 0.02x + 4.78


0 R4= 0 8 12 16 20
N

15

24

grafik hub N vs PN data 1-30


20
PN

10
0

f(x) = - 0.04x + 5.24


0.0215 20 25 30 35
0 R5 = 10
N

CDLII.

grafik hub N vs PN data 1-40


20
PN

10
0

f(x) = - 0.01x + 4.94


0 R
5 =
10015 20 25 30 35 40 45
N

16

grafik hub N vs PN data 1-50


20
PN

10
0

f(x) = - 0x + 4.77
= 020 30 40
0 R10

50

60

CDLIII.

grafik hub N vs PN data 1-60

PN
f(x) = - 0.02x + 5.1
0.0230 40 50 60 70
0 R
10= 20
N

17

grafik hub N vs PN data 1-70


15
10
PN

5
0

f(x) = - 0.01x + 4.96


R = 0.01
0 10 20 30 40 50 60 70 80
N

CDLIV.

grafik hub N vs PN data 1-80


15
10
PN

5
0

f(x) = 0x + 4.64
R = 0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
N

18

grafik hub N vs PN data 1-90


20
PN

10
0

f(x) = 0x + 4.64
= 0 40 60
0 R 20

80

100

CDLV.

grafik hub N vs PN data 1-100


20
PN

10
0

f(x) = 0x + 4.52
= 0 40 60 80 100 120
0 R20
N

grafik hub N vs PN data 1-108

grafik hub N vs PN data 1-120

20
PN

20

10
0

PN
f(x) = 0x + 4.56
= 040 60 80 100 120
0 R20
N

10
0

f(x) = 0x + 4.59
0 60 80 100120140
0 R
20= 40
N

CDLVI.

19

grafik hub N vs PN data 1-130

PN
f(x) = 0x + 4.6
0 R
20= 40
0 60 80 100120140
N

CDLVII.

grafik hub N vs PN data 1-140

PN
f(x) = - 0x + 4.86
0 R = 050
100

150

20

grafik hub N vs PN data 1-150


20
PN

10
0

f(x) = - 0x + 4.87
0
0 R =50
100
150

200

CDLVIII.

grafik hub N vs PN data 1-160


20
PN

10
0

f(x) = - 0x + 4.79
0
0 R =50
100
150

200

grafik N vs PN data 1-170


20
PN

10
0

f(x) = 0x + 4.67
0
0 R =50
100

150

CDLIX.
CDLX.

21

200

Anda mungkin juga menyukai