Anda di halaman 1dari 6

Tn.

Dadang, 45 tahun, pegawai negeri mengeluh:

Nyeri pinggang kanan yang menjalar ke perut depan


Demam
Nyeri hilang timbul tanpa pengaruh posisi
BAK berwarna merah
Mual-mual
Pemeriksaan fisik: nadi tinggi, RR tinggi, subfebris, abdomen sedikit cembung, nyeri

tekan kuadran kanan atas, nyeri ketok CVA, dan bising usus melemah
Pemeriksaan lab: Lekosit tinggi, lekosit penuh, RBC dalam darah
Pemeriksaan penunjang imaging: USG hidronefrosis grade II ginjal kanan, BNO-IVP
bayangan radioopak 1x0,5 cm L5 kanan, hidroureter sampai 1/3 proksimal kanan

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat didirikan
diagnosis bahwa Tn. Dadang mengalami kolik ureter karena adanya batu dalam saluran
kemih kanan disertai dengan hidronefrosis grade II renal kanan dan urosepsis.
Diagnosis banding yang ada adalah:
Gejala
Nyeri CVA
Penjalaran

Ureterolitiasis
Nefrolitiasis
+
+
Ke
abdominal Daerah flank

nyeri

bawah

Hematuria
Demam

pangkal paha
+
+/-

ISK
+
-

Tumor Ureter
-

+/+

+
-

dan
+
+/-

Infeksi pada pelvis renalis

Tertariknya capsula renalis atau spasme otot pelvis renalis


Nyeri Abdomen

Analisis
anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan laboratorium:
Serabut-serabut
saraf afferen

Nyeri pinggang kanan yang menjalar ke perut depan

Dialihkan sepanjang persarafan N. Subcostalis (T12) ke pinggang & dinding ab


Berjalan melalui plexus renalis disekitar pankal a. Renalis

Nyeri ini dapat juga menyingkirkan DD nefrolithiasis, tumor, dan ISK.

N. Splanchicus imus dalam rongga thorax

Truncus SymphaticusSegmen T 12 medula spinalis

Regangan menyebabkan serabut aferen C pda otot polos relatif lebih mudah
terstimulasi oleh penurunan pH jaringan. Hal ini menyebabkan timbulnya rasa nyeri
yang ditransmisikan oleh serabut eferen organ-organ viscera ke cornu posterior,
dalam kasus ini setinggi T12-L2. Karena pada titik yang sama inervasi dari medulla
spinalis juga menginervasi kulit, maka terjadi sebuah hubungan pendek antara
serabut eferen organ viscera dan sistem somatosensorik. Hal ini menyebabkan otak
menafsirkan bahwa nyeri yang terjadi berasal dari somatosensorik, sehingga nyeri
ditafsirkan sesuai lokasinya pada kulit. Karena lokasi inervasi sistem viscera dan
somatosensorik berbeda, hal ini menyebabkan terjadi nyeri yang sesuai ketinggian
organ viscera, tetapi setinggi dermatom, sehingga nyeri dirasakan sesuai dermatom
T12-L2, setinggi umbilicus sampai inguinalis.

Demam
Obstruksi Statis Urine Perkembangan berbagai mikroorganisme ISK
pelepasan pirogen (endogen/eksogen) merangsang endotelium hipotalamus untuk

membentuk prostaglandin peningkatan set point hipotalamus demam.


Nyeri hilang timbul tanpa pengaruh posisi
Batu pada ureter kanan obstruksi peningkatan aktivitas peristaltik otot polos
ureter dalam usaha mengeluarkan batu, peningkatan tekanan intraluminal, serta iritasi
mukosa pada daerah obstruksi peregangan dari terminal saraf nyeri.
Nyeri hilang timbul karena otot-otot pada dinding ureter melakukan gerak peristalsis
yang secara normal membantu mendorong urin ke vesica urinaria. Gerakan ini tidak
terus menerus dan ureter adalah organ yang berongga sehingga memungkinkan nyeri

kolik ini.
BAK berwarna merah

BAK merah menunjukkan adanya trauma ureter akibat batu. Trauma terjadi saat batu
tersangkut pada salah satu dari tiga titik di mana batu paling sering mengalami
gangguan dalam perjalanan turun: pelvicorureteric junction, persilangan ureter dan
arteria iliaca communis, atau vesicoureteric junction. Trauma yang terjadi
menyebabkan perdarahan, yang kemudian dikeluarkan melalui urin. Dalam hal ini,
gambaran eritrosit yang diharapkan bisa didapat adalah gambaran eritrosit penuh,

karena eritrosit tidak melalui tubuli ginjal.


Mual-mual
Mual dan muntah sering dikaitkan dengan kolik renal akut dan terjadi setidaknya pada
50% pasien. Mual disebabkan oleh jalur persarafan yang umum dari pelvis renal,
lambung, usus melalui serabut saraf aferen vagal dan sumbu celiac. Iritasi pada ginjal
akan menghambat secara kuat saraf eksitatorik usus sehingga menyebabkan paralisis
usus. Hal ini menyebabkan proses pencernaan terganggu dan menimbulkan mual.
Sementara itu, sitokin-sitokin proinflamatoris lain (terutama histamin dan bradikinin)
menstimulasi chemoreceptor trigger zone (CTZ) pada medulla oblongata, dekat basis
ventriculus quartus. Stimulasi akibat toksin-toksin ini menyebabkan stimulasi nervus

vagus, menimbulkan rasa mual.


Pemeriksaan fisik: tampak sakit sedang, nadi tinggi, RR tinggi, subfebris, abdomen
sedikit cembung, nyeri tekan kuadran kanan atas, nyeri ketok CVA, dan bising usus
melemah
Tampak sakit sedang, demam, dan nyeri sudah dijelaskan di bagian sebelumnya.
1. Abdomen cembung: terjadi karena distensi abdomen akibat dari parenkim
ginjal yang tertekan batu. HCl dan gas yang meningkat karena ada mualmuntah juga memperbesar abdomen
2. Nyeri tekan kuadran atas: nyeri visceral saat palpasi karena spaspe otot pelvis
oleh hambatan urine
3. Nyeri ketok CVA: ginjal terletak tepat di bawah CVA sehingga penekanan di
CVA akan menimbulkan nyeri oleh karena peregangan kapsul ginjal
4. Bising usus lemah: terjadi karena menurunnya rangsang nervus vagus dan
peristaltik usus
Sedangkan data suhu, RR, dan nadi mengarahkan kita pada kriteria SIRS (systemic
inflammatory response syndrome) yang adalah minimal 2 temuan berikut:
a)
b)
c)
d)
e)

Suhu tubuh > 37,9oC atau < 36oC


Takikardia > 90/menit
Takipnea > 20
PaCO2 < 32 mmHg, alkalosis respiratorik
Leukosit > 12.000/L atau < 4.000/L atau adanya leukosit band form > 10%

Untuk menegakkan diagnosis suatu urosepsis harus dibuktikan bahwa bakteri yang
beredar didalam darah (kultur darah) sama dengan bakteri yang ada dalam urin (kutur
urin). Karena diduga pasien mengalami infeksi dan juga berada di saluran kemih
maka dapat dikatakan urosepsis meski temuan bakteri belum didapatkan

Pemeriksaan lab: Lekosit tinggi, lekosit penuh, RBC dalam darah


1. Leukosit: Ketika jaringan mengalami jejas atau terinfeksi, terjadi stimulasi
perlepasan mediator pro dan anti inflamasi. Keseimbangan dari kedua respon ini
bertujuan untuk melindungi dan memperbaiki jaringan yang rusak dan terjadi
proses penyembuhan.
2. Urinalisis leukosit penuh: menunjukkan adanya infeksi saluran kemih. Kecepatan
ekskresi leukosit meningkat yang mungkin disebabkan karena adanya perubahan

permeabilitas membran glomerulus atau perubahan motilitas leukosit.


3. Urinalisis RBC 50/LPB berhubungan dengan trauma dan hematuria dalam kasus
Pemeriksaan penunjang imaging: USG hidronefrosis grade II ginjal kanan, BNO-IVP
bayangan radioopak 1x0,5 cm L5 kanan, hidroureter sampai 1/3 proksimal kanan
1. Terdapat batu jenis kalsium (belum dapat diketahui kalsium oksalat atau kalsium
fosfat) pada proksimal ureter.
2. Hidronefrosis grade 2: Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor. Kaliks berbentuk
flattening, alias mendatar.
3. Hidroureter sampai 1/3 ureter proksimal: dilatasi lumen ureter bagian 1/3
proksimal akibat adanya batu yang menghambat penyaluran urin

Batu terbentuk saat terjadi presipitasi garam dari urin. Presipitasi terjadi karena
adanya perubahan konsentrasi zat terlarut pada filtrat ginjal dan adanya inti presipitat.
Inti bisa terbentuk dari kristal yang pertama kali terbentuk dan menarik presipitat lain,
atau adanya kerusakan pada epitel tubuli akibat cedera yang terjadi. Setelah terbentuk
inti batu yang menetap pada suatu lokasi di ginjal, perkembangan batu terus terjadi
akibat deposisi kristal-kristal lain, mendorong pembentukan batu. Faktor yang

mendorong pembentukan batu yaitu peningkatan konsentrasi zat terlarut akibat


penurunan volume urin atau peningkatan ekskresi, hiperkalsiuria dan hiperoksaluria,
atau perubahan pH urin yang menyebabkan presipitasi mudah terjadi. Batu bisa
bersifat radioopak, semiradioopak, atau radiolusen, tergantung dari bahan
penyusunnya. Batu yang bersifat radioopak terdiri dari kalsium, baik kalsium oksalat
maupun kalsium fosfat.
Ada tiga lokasi di mana batu sering terhambat: pelvicoureteric junction,
persilangan di mana ureter memotong arteria iliaca communis, dan vesicoureteric
junction. Salah satu penyempitan ureter adalah pada pertemuannya dengan arteria
iliaca communis. Bifurcatio aorta terjadi setinggi L4, sehingga arteria iliaca
communis dapat memotong ureter setinggi L5. Pada titik ini batu yang besar (> 5 mm)
bisa tertahan oleh penyempitan ini. Tertahannya batu menyebabkan terjadinya stasis
urin.
Sumbatan dari batu menyebabkan stasis dan penumpukan urin pada bagian
proksimal dari sumbatan tersebut. Penumpukan urin menyebabkan distensi ureter dan
sistem pengumpul ginjal. Pada kasus ini, pertama-tama terjadi dilatasi ureter.
Penumpukan ekskresi urin yang terus terjadi menyebabkan dilatasi sistem pengumpul
ginjal, yang dimulai dari calyx dan diikuti oleh pelvis renalis. Pada pemeriksaan
radiologi hal ini nampak sebagai hidroureter dan hidronefrosis derajat 2, di mana
hidronefrosis telah mencapai pelvis renalis dan calyx majus. Dalam gambaran
radiologis, hal ini nampak sebagai flattening pada calyx.

Tatalaksana dan pencegahan


Tatalaksana awal pada kasus ini adalah analgesik NSAID, karena memiliki
kemampuan analgetik yang lebih baik dibandingkan dengan opioid, selain memiliki
peran lain sebagai anti inflamasi. Dalam hal ini peran antiinflamatoris sangat penting,
karena telah terjadi SIRS. Obat pilihan yang bisa digunakan seperti diclofenac,
indomethacin, atau ibuprofen. Terapi pilihan keduanya adalah hydromorphine,
pentazocine, atau tramadol. Penggunaan alfa-blockers (tamsulosin, terazosin, atau
doxazosin) atau nifedipine mengurangi terjadinya kolik berkurang karena perannya
dalam melebarkan tractus urinarius. Tidak ada studi yang mendukung penggunaan
steroid pada kasus batu tractus urinarius.
Faktor yang mendukung keberhasilan pengeluaran batu adalah ukuran (sampai
ukuran 5 mm batu mungkin keluar secara spontan dengan terapi farmakologis) dan
lokasi (tamsulosin mampu membuat batu < 10 mm bermigrasi ke distal dan sukses

mengeluarkan batu < 6mm). Durasi terapi yang diteliti adalah 1 bulan. Pada batu yang
lebih besar, terapi yang bisa dipilih adalah ureteroskopi (URS) atau SWL
(extracorporeal shockwave lithotripsy). Ureteroskopi cenderung meningkatkan
keberhasilan pengeluaran batu yang lebih besar, tetapi memiliki risiko komplikasi
yang lebih tinggi.
Tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah:

Menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi urine 2-3 liter per

hari
Diet rendah zat/komponen pembentuk batu
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan
menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat, rendah garam karena natiuresis akan memacu timbulnya
hiperkalsiuria, rendah purin, rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada

hiperkalsiuria absorbtif type II


Aktivitas harian yang cukup
Medikamentosa

Anda mungkin juga menyukai