kejadian kejadian impetigo sebesar 2,8% pada anak-anak usia kurang dari tahun
dan 1,6% pada anak usia 5 tahun hingga usia 15 tahun di Amerika.2
Gambaran klinis impetigo krustosa ditunjukkan dengan terdapanya makula
atau papula menyendiri berwarna merah yang secara cepat berubah menjadi
vesikel. Vesikel ini mudah pecah sehingga membentuk sebuah erosi dan ketika isi
dari vesikel mengering maka terbentuk krusta dengan warna kekuningan seperti
madu.2,4-7 Tanda klinis ini biasanya terdapat di daerah wajah (terutama di sekitar
hidung dan mulut), leher dan ekstremitas.1 Umumnya lesi ini terasa nyeri dan
jarang disertai dengan demam.4,5
Diagnosis impetigo krustosa dapat ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pennjang berupa kultur bakter dan pengecatan,
walaupun pemeriksaan ini tidak begitu diperlukan. Kultur bakteri dilakukan jika
terjadi outbreak poststreptococcal glomerulonephritis atau pasien dicurigai
mengalami resisten methicillin terhadap S. aureus.1,4 Pengobatan pada impetigo
krustosa ini bertujuan untuk meredakan nyeri dan mengurangi kerusakan
kosmetik pada pasien dengan penggunaan antibiotik topikal dan pemberian
edukasi terhadap pasien. Antiboik oral dapat dberikan jika pasien mengalami
resisten terhadap obat topikal, adanya komplikasi lanjutan dan terjadi infeksi
sistemik.2,4,6,8 Umumnya prognosis dari pasien yang mengalami impetigo krustosa
baik dan dapat sembuh dengan atau tanpa bekas.1,6,8
LAPORAN KASUS
Seorang anak, usia 3 tahun, bersama ibunya datang ke poliklinik kulit
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda dengan keluhan luka dan kemerahan
pada pipi sebelah kanan sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya bentukannya bintik
merah seperti gigitan nyamuk, yang terasa gatal dan kemudian digaruk lalu
berkembang menjadi luka. Sebelumnya pasien belum pernah mengobati
keluhannya. Pasien juga tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan, obatobatan, cuaca, bahan kimia, bersin-bersin (-). Riwayat penggunaan obat-obatan
secara rutin disangkal oleh ibu pasien. Selain itu tidak ada anggota keluarga
pasien yang mengalami keluhan serupa. Hanya saja ayah pasien sedang
mengalami gatal di selangkangan sejak 1 minggu yang lalu.
kulit secara langsung. Bakteri yang telah masuk sangat mudah melekat pada
protein-protein di kulit, menyerang dan membentuk infeksi di kulit. Di bagian
epidermis akan muncul neutrophilic vesicopustules, dan pada bagian atas kulit
terdapat infiltrat yang hebat oleh neutrofil dan limfosit.1-4
Impetigo krustosa dapat terjadi dimana saja pada tubuh, tetapi biasanya
pada bagian tubuh yang sering terpapar dari luar seperti wajah, leher dan
ekstremitas. Impetigo krustosa diawali dengan munculnya eritema berukuran
kurang lebih 2 mm yang dengan cepat membentuk vesikel yang berdinding tipis.
Vesikel tersebut ruptur menjadi erosi kemudian eksudat seropurulen mengering
dan menjadi krusta yang berwarna kuning keemasan (honey-colored) dan dapat
meluas lebih dari 2 cm. Krusta sulit diangkat, jika krusta diangkat maka akan
terlihat erosi kulit yang lembab dan berwarna kemerahan. Lesi biasanya
berkelompok dan sering konfluen meluas secara ireguler. Pada kulit dengan
banyak
pigmen,
lesi
dapat
disertai
perubahan
warna
menjadi
Dari kasus diatas orang tua pasien mengeluh terdapat bintik merah berair
dan terdapat koreng di bagian pipi. Awalnya terdapat bintik-bintik merah kecil.
dan terisi air. Selanjutnya bintik merah tersebut gatal dan digaruk membesar dan
memecahkan isinya dan terbentuk koreng. Dari usia dan hasil anamnesis pada
pasien tersebut, pasien telah memenuhi kriteria diagnosis untuk penyakit impetigo
krustosa, sehingga diagnosis penyakit impetigo krustosa sudah dapat ditegakkan.
Orang tua pasien tersebut menyebutkan tidak ada alergi pada pasien, tetapi jika
setelah pengobatan pasien mengalami resistan antibiotik, pemeriksaan kultur
bakteri perlu dilakukan.2-4
Tujuan pengobatan dari kasus impetigo krustosa yakni membunuh bakteri
penyebab impetigo krustosa, meredakan nyeri atau memberikan kenyamanan,
mengurangi kerusakan penampilan kosmetik, mencegah penyebaran yang luas,
dan mencegah kekambuhan. Idealnya pengobatan harus efektif, tidak mahal, dan
memiliki efek samping yang minimal. Lini pertama pengobatan kasus impoetigo
krustosa yaitu pemberian antibiotik secara topikal dan pemberian edukasi terhadap
pasien. Penggunaan antibiotik topikal memiliki keuntungan ketika digunakan
hanya pada daerah yang diperlukan, dimana ini dapat meminimalisir efek sistemik
pada tubuh.4,5,8 Sebuah studi mengatakan, pemberian antibiotik topikal seperti
Mupirosin atau Asam fusidat lebih efektif dalam menangani impetigo krustosa
dibandingkan dengan pemberian placebo.2 Pemberian oral antibiotik dapat
diberikan kepada pasien yang pengobatannya tidak berhasil terhadap pemberian
secara topikal. Selain itu pemberian oral antibiotik dapat diberikan jika terjadi
komplikasi sistemik pada pasien.2,4-6
Pada pasien ini pemberian antibiotik topikal mupirosin 2% berfungsi
untuk membantu penyembuhan pasien dan mengurangi penyebaran infeksi
tersebut. Pemberian antibiotik ini dilakukan 2 kali sehari sesudah pasien mandi
dan diberikan pada daerah yang diperlukan. Pada pasien ini pemberian obat
tersebut sudah sesuai dengan referensi yang ada.
Umumnya prognosis pada penyakit impetigo krustosa baik, bahkan dapat
sembuh tanpas bekas selama 2 minggu tanpa diberi pengobatan. Prognosis
penyakit impetigo krustosa pada pasien ini baik, karena tidak terjadi komplikasi
dan penyebaran yang terlalu luas. Pengobatan yang cepat dan pemberian edukasi
yang cermat memberikan prognosis yang baik pada pasien ini. Edukasi yang
diberikan pada orang tua pasien ini berupa membersihan lesi-lesi pada tubuh
pasien, kebersihan yang selalu dijaga untuk pasien, dan pemisahan pakaian
pasien.4,6,8
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi. Pioderma. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,
penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. 2009. Balai
Penerbit FK UI: Jakarta. h:57-63.
2. Cole, Charles., MD, Gazewood, John., MD. 2007. Diagnosis and
Treatment of Impetigo. American Family Physician: USA. Vol. 75, No. 6,
Pg:859-864. http://www.aafp.org/afp/2007/0315/p859.html
3. Koning S., R, van der Sande., AP, Vragen., et all. 2012. Intervention for
Impetigo. The Cochrane Collaboration: Amsterdam.
4. M, Beheshti., Sh, Ghotbi. 2007. Impetigo, a Brief Review. Family
Physician, Fasa Medical School: Iran. Vol. 8 No.3 Pg:138-141.
5. Sularsito, SA., Djuanda, S. Dermatitis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M,
Aisah S, penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. 2009.
Balai Penerbit FK UI: Jakarta. h:129-153.
6. Noah Craft, MD., PhD., Lee, Peter K., MD., PhD., Zipoli, Mattew T.,
MD., et all. Supervicial Cutaneous Infection and Pyodermas. Dalam:
Freedberg, Irwin M., Eisen, Arthur Z., Wolff, Klaus., et all. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine, seventh edition. 2008. McGraw-Hill:
USA. Vol. 2 No. 7 Pg.1694-1698.
7. Asra Ali, MD. 2007. Dermatology: A Pictorial Review. McGraw-Hill:
USA. Pg. 217-218.
8. Provost, Thomas T., MD., Farmer, Evan R., MD. 1988. Curent Theraphy
in Dermatology-2. B.C. Decker Inc: USA. Pg, 21-0-211.