Anda di halaman 1dari 10

TUGAS PENYAKIT KULIT BERLEPUH PADA ANAK

Nama : Cindy Julia Amanda


NPM : 1102013063
Periode : 24 Desember 2018 s.d. 26 Januari 2019

No. Penyakit Deskripsi


1. Impetigo Impetigo vesikobulosa adalah penyakit infeksi piogenik akut kulit yang
Vesikobulosa mengenai epidermis superfisial, bersifat sangat menular. Impetigo
sering menyerang anak-anak terutama di tempat beriklim panas dan
lembap. Impetigo vesikobulosa disebabkan oleh eksotoksin
Staphylococcus aureus yang masuk melalui kulit terluka menyebabkan
lepasnya adhesi dermis superfisial yang menimbulkan lepuh dan
menyebabkan terkelupasnya kulit dengan membelahnya sel granular
epidermis.

Pada bayi, impetigo vesikobulosa sering ditemukan di daerah


selangkangan, ekstremitas, dada, punggung, dan daerah yang tidak
tertutup pakaian. Kelainan kulit diawali dengan makula eritematosa
yang dengan cepat akan menjadi vesikel, bula dan bula hipopion.
Impetigo bulosa berisi cairan jernih kekuningan berisi bakteri S.aureus
dengan halo eritematosa. Bula bersifat superfisial di lapisan epidermis,
mudah pecah karena letaknya subkorneal, meninggalkan skuama anular
dengan bagian tengah eritema (koleret), dan cepat mengering. Lesi
dapat melebar membentuk gambaran polisiklik. Sering kali bula sudah
pecah saat berobat, sehingga yang tampak ialah lesi koleret dengan
dasar eritematosa.

Tatalaksana dengan menjaga kebersihan, menghindari faktor


predisposisi, memperkuat daya tahan tubuh. Medikamentosa baik
topikal dan oral. Terapi topikal dapat diberikan mupirocin krim 2%,
asam fusidat krim 2%, atau tetrasiklin krim atau salep, kompres NaCl
0,9%. Terapi oral eritromisin 2 x 500 mg pada dewasa, pada anak 40
mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis; atau amoksisilin-klavulanat 3 x 500 mg
pada dewasa, pada anak 25 mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis; atau
cephalexin 2 x 500 mg pada dewasa, pada anak 25 mg/KgBB/hari
dibagi 4 dosis.

1
2. Impetigo Impetigo jenis ini ditandai dengan keropeng, sebagian besar terdapat
Krustosa pada anak usia 2-5 tahun, karena sistem imun anak yang belum
berkembang sempurna. Impetigo krustosa merupakan infeksi kulit
bakteri yang paling sering dijumpai pada anak, terutama anak yang
tinggal di iklim panas dan lembab. Penyebab impetigo krustosa adalah
bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus beta hemolytic grup A,
atau kombinasi keduanya.

Daerah yang terpajan, terutama wajah (lubang hidung dan mulut karena
dianggap sebagai sumber infeksi dari daerah tersebut), leher, dapat juga
ditemui di lengan atau tungkai, namun jarang mengenai telapak tangan
dan telapak kaki. Pada kulit ditemukan macula eritematosa miliar
sampai lentikular, difus, anular, sirsinar; vesikel dan bula lentikular
difus; pustule miliar sampai lentikular; krusta kuning kecoklatan,
berlapis-lapis, mudah diangkat.

Penatalaksanaan dengan edukasi untuk menjaga kebersihan kulit


dengan mandi memakai sabun 2 kali sehari, menjaga kebersihan
lingkungan, mencegah kontak langsung maupun tidak langsung dengan
penderita, memperbaiki keadaan umum, menghilangkan faktor-faktor
predisposisi.

Jika krusta banyak, dilepas dengan mencuci dengan H2O2 dalam air,
lalu diberi salep antibiotic seperti kloramfenikol 2% dan teramisin 3%.
Jika lesi banyak dan disertai gejala konstitusi (demam, dll), berikan
antibiotic sistemik, misalnya penisilin, kloksasilin, atau sefalosporin.
3. Staphylococcal Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS) merupakan kelainan
Scalded Skin kulit ditandai dengan eksantem generalisata, lepuh luas disertai erosi
Syndrome dan deskuamasi superfisial. Kelainan ini disebabkan oleh toksin
eksfoliatif (ETs) yaitu toksin eksfoliatif A (ETA) dan B (ETB) yang
dihasilkan strain Staphylococcus aureus (biasanya faga grup 2).
Staphylococcal scalded skin syndrome umumnya terjadi pada bayi dan

2
anak- anak usia di bawah lima tahun tetapi jarang ditemukan pada
dewasa.Pasien SSSS memiliki gejala klinis berupa demam dan malaise
yang timbul beberapa hari setelah infeksi staphylococcal. Pada
umumnya terdapat demam yang tinggi, malaise, gelisah, dan nyeri
disertai infeksi di saluran napas bagian atas. Kelainan kulit yang
pertama timbul ialah eritema yang timbul mendadak pada muka,
leher, ketiak, dan lipat paha, kemudian menyeluruh dalam waktu
24 jam. Dalam waktu 24-48 jam akan timbul bula-bula besar
berdinding kendur. Jika kulit yang tampaknya normal ditekan dan
digeser kulit tersebut akan terkelupas sehingga memberi tanda
Nikolskiy positif. Dalam 2-3 hari terjadi pengeriputan spontan
disertai pengelupasan lembaran-lembaran kulit sehingga tampak
daerah-daerah erosif. Akibat epidermolisis tersebut,
gambarannya meninggalkan mirip kombustio yang lembab, merah
dan nyeri. Daerah-daerah tersebut akan mengering dalam beberapa
hari dan terjadi deskuamasi. Deskuamasi pada daerah yang tidak
eritematosa yang tidak mengelupas terjadi dalam waktu 10 hari.
Meskipun bibir sering dikenai, tetapi mukosa jarang diserang.
Penyembuhan penyakit akan terjadi setelah 10-14 hari tanpa disertai
sikatriks.

Pengobatan biasanya memerlukan perawatan inap dan pemberian


antibiotik anti-staphylococcal intravena. Untuk kasus yang tidak
berat, antibiotik oral dapat diberikan sebagai pengganti setelah
beberapa hari. Kerusakan fungsi perlindungan kulit yang luas pada
lesi S.S.S.S., menyebabkan gangguan cairan dan elektrolit. Pemantauan
cairan ditunjang penggunaan antibiotik yang tepat serta perawatan
kulit, sangat berguna untuk mempercepat penyembuhan. Penggunaan
baju yang meminimalkan gesekan juga dapat membantu mengurangi
terjadinya pengelupasan kulit akibat gesekan. Kompres daerah lesi
untuk membersihkan dari jaringan-jaringan epidermis yang telah
nekrosis. Salep antibiotik muporicin diberikan beberapa kali dalam
sehari pada area lesi termasuk pada sumber infeksi sebagai
tambahan terapi antibiotik sistemik. Terapi antibiotik sistemik yang

3
dapat diberikan seperti eritromisin 40-50 mg/kgbb selama 14-15 hari
atau dapat diberikan sefalosporin 1gr/hari selama 10-14 hari.

4. Steven Sindrom Stevens Johnson (S.S.J) adalah penyakit akut dan berat, terdiri
Johnson dari erupsi kulit, kelainan mukosa dan lesi pada mata. Penyebab belum
Syndrome jelas. Biasanya pada usia dewasa, namun bisa terkena pada anak-anak.

Pasien didahului dengan panas tinggi dan nyeri kontinu. Erupsi timbul
mendadak. Gejala bermula di mukosa mulut berupa lesi bulosa atau
erosi, eritema, disusul mukosa mata, genetalia sehingga terbentuk trias
: stomatitis, konjungtivitis dan uretritis. Lokasi biasanya bisanya
generalisata, kecuali pada kepala yang berambut. Lesi pada kulit
ditmukan eritema berbentuk cincin (pinggir eritema, tengah relatif
hiperpigmentasi), yang berkembang menjadi urtikaria atau lesi papular
berbentuk target dengan pusat ungu, atau lesi sejenis dengan vesikel
kecil, purpura, vesikel dan bula, numular sampai dengan plakat. Erosi,
eksoriasi, perdarahan dan krusta berwarna merah hitam.

Penatalaksanaan umum dengan mengembalikan keseimbangan cairan


dan elektrolit secara IV. Untuk tatalaksana sistemik, diberikan
kortikosteroid dosis tinggi, prednison 80-200 mg (live saving) secara
parenteral/per oral, kemudian diturunkan perlahan-lahan. Pada kasus
berat diberi deksametason i.v dosis 4x5 mg selama 3-10 hari. jika
keadaan umum membaik, penderita dapat menelan, maka obat diganti
dengan prednison (dosis ekivalen). Pada kasus ringan diberikan
prednison 4-5 mg-4x20 mg/hari, dosis diturunkansecara bertahap jika
terjadi penyembuhan. Penatalaksanaan khusus diberikan pada vesikel
dan bula yang belum pecah diberi bedak salisil 2%, kelainan yang
basah dikompres dengan asam salisil, dan kelainan mulut yang berat
diberikan kompres asam borat 3%.

4
5. Varicella Cacar air atau varicella merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Human Herpes Virus tipe 3 (Varicella Zoster Virus). 1 Virus ini sangat
menular, ditularkan melalui saluran pernapasan penderita varicella atau
herpes zoster.3 Masa inkubasinya 14-16 hari, dimulai dengan demam
ringan, malaise, ruam vesikel distribusi sentral, gatal, terbanyak di
tubuh dan wajah. Vesikel varicella berdinding tipis, berukuran 2-3cm
dengan kulit sekitar kemerahan, kemudian isi menjadi keruh, menjadi
pustul, puncaknya runtuh membentuk ulkus yang akhirnya mengering
dan menjadi krusta hitam. Yang khas adalah adanya semua bentuk
tahapan vesikel pada satu daerah kulit. Demam tidak selalu ada, jika
terjadi saat vesikel keluar dan normal kembali saat krusta mengelupas.

Permulaan bentuk lesi kulit mungkin infeksi kapiler endothelial pada


lapisan papil dermis yang menyebar ke sel epitel epidermis, folikel
kulit dan glandula sebacea dan terjadi pembengkakan. Lesi pertama
ditandai dengan adanya makula yang berkembang cepat menjadi
papula, vesikel dan akhirnya menjadi crusta. Lesi jarang menetap
dalam bentuk makula dan papula saja. Vesikel ini akan berada di
lapisan sel di bawah kulit, stratum korneum dan lusidum sebagai atap,
sedangkan dasarnya adalah lapisan yang lebih dalam. Degenarasi sel
akan diikuti dengan terbentuknya sel raksasa berinti banyak,
kebanyakan mengandung inclusion body intranuclear type A. Virus
dapat menetap dan laten pada sel saraf. Jika terjadi reaktivasi dapat
terjadi herpes zoster.

Penatalaksanaan umum dengan pembrian paracetamol


10mg/kgBB/dosis 4 kali sehari p.o jika demam. Jika ada infeksi
sekunder dapat diberi antibiotik oral berupa dicloxacilline 12,5-50
mg/kgBB/hari p.o atau erythromycin stearat 250-500 mg 4 kali sehari
p.o. Tatalaksana khuss dengan memberikan Acyclovir yang sebaiknya
diberikan sedini mungkin dalam 1-3 hari pertama dengan dosis 20mg/
kgBB/kali sampai 800 mg, 4 kali sehari selama 5 hari dan salep
antibiotik (sodium fusidate) untuk lesi erosif.

5
6. Epidermolysis Epidermolisis bulosa (EB) merupakan kelainan genetik berupa
Bullosa gangguan/ ketidakmampuan kulit dan epitel lain melekat pada jaringan
konektif di bawahnya dengan manifestasi terbentuknya bula dan
vesikel setelah terkena trauma atau gesekan ringan. Berdasarkan atas
letak bula, terjadi jaringan parut atau tidak, serta diturunkan secara
genetik, maka EB dibagi menjadi 3 kelompok mayor yaitu EB
simpleks, EB junctional dan EB distrofik. EB distrofik dibagi lagi
menjadi EB distrofik dominan dan EB distrofik resesif.

Kunci utama diagnosis EB secara klinis didasarkan lokalisasi bula yang


terbentuk yaitu ditempat yang mudah mengalami trauma walaupun
trauma yang ringan, misalnya trauma dijalan lahir. Bula yang terbentuk
biasanya jernih, kadang-kadang hemoragik, pada penyembuhan perlu
diperhatikan, apakah meninggalkan bekas jaringan parut. Selain kulit,
biasanya mukosa ikut terkena, demikian pula kuku dapat distrofik.
Pada tipe distrofik resesif dapat disertai retardasi mental dan
pertumbuhan, kontraktur, dan pelekatan (fusi) jari-jari tangan.

Berikan penjelasan dan edukasi pada keluarga pasien atau perawat.


Perawatan memerlukan kesabaran dan ketelitian, hindari trauma dan
gesekan. Dalam memilih pakaian maupun mainan harus yang ringan
dan lembut. Pada anak-anak hindari sepatu yang sempit atau yang
terbuat dari kulit yang keras. Bagian yang erosi diolesi krim atau salap
antibiotik. Kerja sama dengan ahli fisioterapi dapat di tingkatkan.
Cegah terjadinya fusi dan kontraktur dengan mengatur posisi jari dan
sendi. Pengobatan yang ideal dan memuaskan sampai saat ini belum
ada, umumnya terapi di lakukan secara paliatif. Sebagai pengobatan
topikal dapat digunakan kortikosteroid potensi sedang dan anti biotik
bila terdapat infeksi sekunder. Vitamin E dapat menghambat aktivitas
kolagenase atau merangsang produksi enzim lain yang dapat merusak
kolagenase. Dosis efektif 600-2000 iu/hari. Pengobatan lain adalah
difenilhidantoin 2,5-5,0 mg/kg BB/hari, dosis maksimal 30 mg/hari.

6
7. Pemfigus Pemfigus merupakan kelainan autoimun berupa bulla atau vesikel di
Vulgaris kulit ataupun mukosa, berasal dari lapisan suprabasal epidermis dan
disebabkan oleh proses akantolisis, secara imunopatologi terdapat
imunglobulin yang menyerang sel keratinosit. Penyebab pemfigus
vulgaris adalah antibodi yang menyerang desmoglein 1 dan desmoglein
3. Jika yang diserang hanya desmoglein 3, maka lesi mukosa yang
dominan terkena. Pemfigus vulgaris dapat muncul bersamaan dengan
penyakit autoimun lain seperti miastenia gravis dan SLE.

Manifestasi klinis ditandai oleh erosi lapisan mukosa dan bulla di kulit
dan mukosa dengan dasar dapat berupa kulit normal atau eritema, dapat
mengenai kulit seluruh tubuh. Bulla berdinding tipis dan mudah pecah.
Awalnya dapat berisi cairan jernih, jika bertambah berat dapat berisi
cairan mukopurulen atau darah. Bulla yang pecah akan membentuk
erosi kemudian krusta, merupakan jalan untuk infeksi sekunder yang
dapat meningkatkan mortalitas. Krusta sulit sembuh; jika sembuh akan
membentuk lesi hiperpigmentasi tanpa scar, karena lapisan dermis
tidak terlibat. Padaumumnya pemfigus vulgaris mengenai mukosa
terlebih dahulu sebelum lesi kulit.

Direkomendasikan kortikosteroid dosis tinggi, umumnya prednison


100-150 mg/hari secara sistemik, alternatif adalah deksametason 100
mg/hari. Dosis harus di taper off segera setelah lesi terkontrol.
Azathrioprine merupakan terapi adjuvan yang
sering digunakan karena relatif murah dan aman dikombinasikan
dengan kortikosteroid dosis tinggi. Dosis azathriopine 2,5
mg/kgBB/hari. Mycophenolate mofetil 2 gram/hari dapat memberikan
efek positif, tetapi jarang digunakan karena efek toksiknya.
Cyclophosphamide 1-3 mg/kgBB/ hari efektif jika dikombinasikan
dengan kortikosteroid. Obat topikal seperti sulfadiazine perak1% dapat
mencegah infeksi sekunder.

7
8. Pemfigoid Penyakit kulit bergelembung yang kronik (warna kulit terang) yang
Bulosa ditandai dengan vesikel dan bula tegang diatas kulit
perjalananpenyakitnya ringan merupakan self-limiting disease. Etiologi
penyakit disebabkan oleh mekanisme penyakit autoimun.

Karakteristik lesi kulit pemfigoid bulosa adalah lesi luas, bula


berdinding tegang yang timbul di kulit normal atau eritematosa,
kadang-kadang hemoragik, eksudat, Nikolsky’s sign negatif. Bula
biasanya terdistribusi simetris dan bertahan selama beberapa hari
kemudian terjadi erosi dan meninggalkan daerah berkrusta. Predileksi
lesi yang terlibat meliputi fleksura ekstrimitas (ketiak, lengan bagian
fleksor, lipat paha) dan abdomen.

Tatalaksana sistemik diberikan kortikosteroid. Prednisolon per oral


dengan dosis 30-60 mg/hari, jika sudah ada perbaikan dosis diturunkan
perlahan-lahan. Imunosupresan dapat diberikan Siklofosfamis 50-
150 mg/hari atau Azatioprin 2.5 mg/kgbb/hari. Dipergunakan jika
kortikosteroid belum ada perbaikan dan dapat dikombinasikan dengan
kortikosteroid sewaktu kortikosteroid diturunkand engan Azatioprin
dosis 1-2mg/Kg/hari (2-3x1 tablet) memberikan hasil yang cukup baik.
DDS (diaminodifenilsulfon) 200-300 mg sehari, dosis 2-3 x1tablet

9. Chronic CDBC ialah dermatosis autoimun yang biasanya mengenai anak-anak


Bullous usia <5 tahun yang ditandai dengan adanya bula dan terdapat deposit
Disease of IgA linier yang homogen pada epidermal basement membrane.
Childhood Etiologi belum diketahui, namun beberapa faktor pencetusnya infeksi
dan antibiotik sering: penisilin.

Penyakit mulai pada usia sebelum sekolah, rata-rata berumur 4 tahun.


Keadaan umum tidak begitu gatal. Mulai penyakitnya dapat mengalami
remisi dan eksaserbasi. Kelainan kulit berupa vesikel atau bula,
terutama bula, berdinding tegang di atas normal atau eritematosa,
cenderung bergerombol dan generalisata. Lesi tersebut sering tersusun
anular disebut sluster jewels configuration.

8
Tatalaksana yang diberikan biasanya memberi respons yang cepat
dengan sulfonamida, yakni dengan sulfapiridin, dosisnya 150
mg/kgbb/hari.

10. Dermatitis Dermatitis herpetiformis (D.H.) ialah penyakit yang menahun dan
Herpetiformis residif, ruam bersifat polimorfik terutama berupa vesikel, tersusun ber-
kelompok dan simetrik serta disertai rasa sangat gatal. Dermatitis
herpetiformis (DH) adalah manifestasi pada kulit yang disebabkan oleh
sensitivitas terhadap gluten. Dermatitis herpetiformis biasanya terjadi
pada penduduk Eropa Utara. Jarang terjadi pada penduduk Afrika-
Amerika dan Asia. Pada anak-anak lebih sering terjadi pada anak
perempuan dibandingkan laki-laki.

Keluhannya sangat gatal. Tempat predileksinya ialah di punggung,


daerah sakrum, bokong, daerah ekstensor di lengan atas, sekitar siku,
dan lutut. Ruan berupa eritema, papulovesikel, dan vesikel/bula yang
berkelompok dan sistemik. Kelainan yang utama ialah vesikel, oleh
karena itu disebut herpetiformis yang berarti seperti herpes zoster.
Vesikel-vesikel tersebut dapat tersusun arsinar atau sirsinar. Dinding
vesikel atau bula tegang.

9
Terapi yang utama pada pasien DH adalah dengan diet bebas gluten.
Ini melibatkan penghapusan gandum dan makanan yang terbuat dari
biji-bijian dari diet pasien DH. Obat pilihan untuk DH ialah preparat
sulfon, yakni DDS (diaminodifenilsulfon). Pilihan kedua yakni
sulfapiridin. Dosis DDS 200-300 mg/hari. Dicoba dulu 200 mg/hari.
Jika ada perbaikan akan tampak dalam 3-4 hari. Sulfapiridin sukar
didapat karena jarang diproduksi sebab efek toksiknya lebih banyak
dibandingkan dengan preparat sulfa yang lain. Dosisnya antara 1-4
gram sehari.

10

Anda mungkin juga menyukai