INGGRIS
Pendahuluan
Aset bersejarah didefinisikan sebagai aset dengan kualitas yang memiliki nilai
sejarah, seni, ilmu pengetahuan, teknologi, geofisika atau lingkungan yang diperoleh dan
dipelihara terutama untuk kontribusinya terhadap pengetahuan dan budaya dan tujuan ini
merupakan tujuan entitias memilikinay (UK-ASB, 2006). Mereka dipelihara dan
dikendalikan oleh pemerintah untuk budaya, sejarah, rekreasi dan tujuan masyarakata
lainnya bukan untuk tujuan peningkatan pendapatan (Barton,2000). Contoh aset bersejarah
terdiri dari karya seni, barang antik, koleksi buku langka, monumen bersejarah, kawasan
konservasi, bangunan bersejarah, situs arkeologi, dan cagar alam.
Pelaporan keuangan Aset Bersejarah telah menjadi isu yang sangat bermasalah bagi
entitas sektor publik yang menangani aset tersebut bahkan sudah dalam 25 tahun terakhir.
Berdasarkan New Public Management (NPM), entitas diwajibkan untuk melaporakan
kepada para stakeholeders atas model pengungkapan nilai-nilai ekonomi atas semua aset
yang berada di bawah kendalinya. Sementara ada sebuah literatur sebelumnya yang
berfokus pada bagaimana aset bersejarah mungkin dicatat dan apakah aset bersejarah
cukup berbeda untuk mendapat perlakukan yang berbeda, ada sedikit yang membahas
pelaporan Aset Bersejarah dari alternatif, perspektif keuangan dan non-keuangan.
Kapitalisasi aset bersejarah dapat memiliki efek yang berbeda pada kekayaan
bersih dari berbagai negara, dan efek ini akan berbeda sesuai dengan jumlah aset
bersejarah yang dimiliki masing-masing negara. Sebagai contoh, kota Luxor di Mesir yang
memiliki 1/3 monumen dan barang antik di dunia. Kapitalisasi ini akan menambah
kekayaan bersih yang mengindikasikan bahwa Mesir memiliki sumber daya
ekonomi/keuangan yang besar, padahal kenyataannya Mesir mempunyai utang publik
dnegan jumlah besar dan mengalami defisit anggaran. Selain itu, jika aset bersejarah tidak
memiliki nilai keuangan untuk entitas pemerintah maka akan menyesatkan utnuk
mencocokkan dengan kewajibannya.
Diantara negara-negara yang sudah mengadopsi akuntansi akrual secara penuh di
sektor publik (seperti, Selandia Baru, Inggris, Australia, Amerika Serikat, Kanada, dll),
belum terdapat adanya konsistensi dan keseragaram perlakukan akuntansi aset bersejarah
mereka. Akibatnya, aset bersejarah tampaknya akan menjadi bermasalah dan mengalami
perlakuan yang berbeda dengan negara-negara yang berbeda dan badan-badan pembuat
standar.
IPSAS 17 tidak mensyaratkan bahwa entitas mengakui aset bersejarah. Dengan
kata lain, itu tidak membahas apakah aset bersejarah harus dikapitalisasi atau tidak.
The Australian Accounting Standards AAS27, AAS29, AAS 31 and SAC4 (AARF,
1990, 1992, 1993, dan 1996) yang disusun oleh Australian Accounting Research
Foundation (AARF) mendukung masuknya aset bersejarah dalam laporan keuangan
pemerintah Australia. Demikian pula di New Zealand untuk mencatat aset bersejarah
dan depresiasi aset tersebut berdasarkan perkiraan masa manfaat baik di organisasi
pemerintah pusat dan daerah. Di Swedia perolehan aset bersejarah dengan akuisisi
yang dikapitalisasi seperti aset lain dan kapitalisasi retrospektif diperbolehkan, namun
jarang digunakan. Di UK-FRS mengharuskan semua aktiva tetap berwujud diakui dan
dikapitalisasi termasuk aset bersejarah. Sejumlah entitas yang memiliki museum dan
galeri melaporkan jumlah Selain itu, di Inggris pembuat standar membuat perbedaan
antara aset bersejarah operasional dan aset bersejarah non-operasional total
kepemilikan aset bersejarahnya dalam neraca. Di Amerika Serikat, Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (FASB) mendorong kapitalisasi retrospektif atas koleksi seni.
Tulisan ini akan membahas mengenai perlakuan Aset Bersejarah di Inggris sesuai
dengan Financial Reporting Standard Nomor 30 Heritage Asset. FRS 30 Heritage
Asset juga digunakan oleh negara-negara lain yang tergabung dalam Britania Raya yaitu
Wales, Skotlandia dan Irlandia Utara.
Perlakuan Akuntansi Aset Bersejarah di Inggris
Financial Reporting Standard Nomor 30 tentang Heritage Asset yang dikeluarkan
oleh Accounting Standards Board pada bulan Juni 2009 berlaku untuk semua aset
bersejarah yang dimiliki dan dikelola oleh entitas terutama untuk kontribusi mereka
terhadap pengetahuan dan budaya. Aset bersejarah dapat memiliki kualitas sejarah, seni,
ilmu pengetahuan, geofisika atau lingkungan.
Aset yang digunakan oleh entitas dalam operasinya harus dipertanggungjawabkan
sebagai aset operasional sesuai dengan FRS 15 Tangible Fixed Asset (aset tetap berwujud),
apakah aset bersejarah atau lainnya.
3. PENYAJIAN
Penyusutan tidak perlu diberikan pada aset bersejarah yang memiliki umur
tidak terbatas.
Nilai tercatat aset harus ditinjau mengenai adanya bukti kerusakan,
misalnya aset tersebut mengalami kerusakan fisik atau adanya keraguan
yang muncul terhadap keasliannya. Setiap penurunan nilai yang diakui
harus ditangani sesuai dengan pengakuan dan pengukuran pada Financial
Reporting Standard (FRS) 11 mengenai Penurunan nilai aktiva tetap dan
goodwill.
Donasi
Penerimaan sumbangan aset bersejarah harus dilaporkan dalam laporan laba rugi
pada harga penilaian. Sangat tidak praktis untuk mendapatkan harga penilaian
untuk aset bersejarah yang berasal dari sumbangan.
Tanggal efektif
Standar ini harus diterapkan sehubungan periode akuntansi yang dimulai pada atau
setelah tanggal 1 April 2010 dan penerapan lebih dini dianjurkan.
4. PENGUNGKAPAN
Financial Reporting Standard (FRS) Nomor 30 paragraf 6 sampai 15 menjelaskan
mengenai pengungkapan aset bersejarah di Inggris:
Laporan Keuangan Entitas harus berisi indikasi sifat dan skala dari aset
keuangan.
Aset Bersejarah yang tidak dilaporkan dalam Neraca harus dijelaskan dan
Catatan atas Laporan Keuangan harus menjelaskan pentingnya dan sifat
biaya restorasi.
Pengungkapan terpisah harus dilakukan untuk aset dilaporkan pada biaya
dan yang dilaporkan pada harga penilaian. Jumlah aset yang tidak
dilaporkan dalam neraca tidak boleh digabungkan dengan jumlah aset yang
diakui pada biaya atau harga penilaian.