Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki panjang pantai sekitar 81.000 km.
Dengan kondisi alam dan iklim yang hampir tidak banyak mengalami perubahan sepanjang
tahun, perairan pantai Indonesia sangat memungkinkan bila memiliki banyak jenis biota
ekonomis.
Echinodermata merupakan hewan triploblastik selomata. Hewan ini tubuhnya berduri
terdapat 6750 spesies hidup. Tubuhnya mempunyai bentuk simetri radial yang dibagi menjadi
lima bagian. Rangka berupa keping-keping kapur terdapat di dalam kulit dan pada umumnya
mempunyai duri. Semua Echinodermata hidup di laut. Gerakan Echinodermata lambat dan
gerakannya menggunakan kaki pembuluh (kaki ambulakral).
Hewan-hewan ini dibagi ke dalam lima kelompok utama antara lain bintang laut
(Astreroidea), landak laut (Echinoidea), bintang ular (Ophiuroidea), lili laut (Crinoidea), bulu
babi (Echinoidea) dan teripang (Holothuroidea). Hewan-hewan ini sangat umum dijumpai di
daerah pantai terutama di daerah terumbu karang. Di Indonesia dan sekitarnya (kawasan IndoPasifik Barat) terdapat bintang laut 87 jenis, landak laut 84 jenis, bintang ular 142 jenis, lili laut
91 jenis, dan teripang sebanyak 141 jenis. Makanannya berupa sisa organisme yang telah mati
atau organisme lain yang lebih kecil.
Peranan hewan ini cukup besar bagi sumber daya manusia dimana merupakan sumber
makanan yang bergizi dan nilai jual dari teripang ini cukup mahal diekspor ke luar negeri.
Beberapa jenis Echinodermata mempunyai manfaat untuk makanan, misalnya tripang dan telur
bulu babi. Selain itu, banyak hewan ini yang bertindak sebagai pembersih karena memakan
bangkai atau sisa-sisa hewan lain yang terdapat di pantai. Akan tetapi, ada jenis-jenis tertentu
dari bintang laut yang dapat merusak binatang karang sehingga banyak yang mati karena
dimakan.

Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII


FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 1 of 41

BAB II
Pengertian, dan Ciri Umum Filum Echinodermata
2.1. Pengertian Filum Echinodermata
Echinodermata berasal dari bahasa Yunani yaitu echinos berarti landak, derma berarti
kulit. Jadi echinodermata berarti hewan yang kulitnya berduri-duri. Hewan ini biasanya hidup di
pantai dan di dalam laut sampai kedalaman sekitar 366 m. Sebagian hidup bebas, hanya
gerakannya lamban, tidak ada yang parasit. Keistimewaan Echinodermata adalah memiliki tubuh
(organ tubuh) lima atau kelipatannya. Di samping itu, hewan ini memiliki saluran air yang sering
disebut sistem ambulakral. Sistem ini digunakan untuk bergerak, bernafas, atau untuk membuka
mangsanya yang memiliki cangkok. Ciri umum lainnya adalah pada waktu masih larva tubuhnya
berbentuk simatris bilateral dan hidup sebagai plankton kemudian bermetamorfosa menjadi
simetris radial ketika dewasa, tidak berkepala, tubuh tersusun dalam sumbu oval aboral.
Echinodermata

tidak

mempunyai

sendi

ataupun

rangka

untuk

bergerak

(walaupun

Echinodermata mempunyai rangka luar), melainkan bergerak menggunakan sistem hidrolik


saluran air (water vascular system) yang membantunya dalam pergerakan. Sistem saluran air
mempunyai banyak tonjolan-tonjolan yang disebut sebagai kaki tabung (tube feet) pada bagian
ventral lengan yang membantunya dalam pergerakan dan makan. Tubuh tertutup epidermis tipis
yang menyelubungi rangka messodermal (rangka di dalam). Rangka terdiri atas ossicle atau
pelat-pelat kapur yang dapat digerakkan atau tidak. (Via Rifkia, S. Far)

Gambar 1. (a) Bintang laut; (b) Bintang ular laut; (c) Bulu babi; (d) Mentimun laut

Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII


FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 2 of 41

Permukaan tubuh terbagi menjadi 5 bagian yang simetris terdiri atas daerah ambulakral
(tempat menjulurnya kaki tabung dan daerah interambulakral (inter radii) yang tidak ada kaki
tabungnya. Sistem ambulakral sebenarnya merupakan sistem saluran air. Sistem saluran air ini
terdiri atas:
a. Madreporit, merupakan lubang tempat masuknya air dari luar tubuh.
b. Saluran batu
c. Saluran cincin
d. Saluran radial, meluas ke seluruh tubuh.
e. Saluran lateral
f. Ampula
g. Kaki tabung
Sistem ini berfungsi untuk bergerak, bernafas atau membuka mangsa. Pada hewan ini air
laut masuk melalui lempeng dorsal yang berlubang-lubang kecil (madreporit) menuju ke
pembuluh batu. Kemudian dilanjutkan ke saluran cincin yang mempunyai cabang ke lima
tangannya atau disebut saluran radial selanjutnya ke saluran lateral. Pada setiap cabang terdapat
deretan kaki tabung dan berpasangan dengan semacam gelembung berotot atau disebut juga
ampula. Dari saluran lateral, air masuk ke ampula. Saluran ini berkahir di ampula rongga tubuh
(coelem) luas dan dilapisi peritoneum bercilia dalam perkembangannya sebagian tubuh menjadi
sistem pembuluh air terdiri avertebrata lainnya. Sistem pembuluh air terdiri atas madreporit,
saluran batu, saluran cincin, saluran radial, saluran lateral, ampula dan kaki tabung. Sistem air
ini berfungsi untuk menggerakkan kaki tabung dengan cara mengatur masuk dan keluarnya air
laut melalui madeporit kontraksi ampula mengatur volume air dalam kaki tabung, berarti
mengatur gerak kaki tabung. Kaki tabung berfungsi untuk merayap, berpegang pada substrat,
memegang mangsa atau membantu pertukaran gas O2 dan CO2. (dr. Rr. Putri Adimukti)

Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII


FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 3 of 41

Gambar 2. Struktur tubuh bintang laut

2.2. Sistem Reproduksi Filum Echinodermata


Echinodermata mempunyai jenis kelamin terpisah, sehingga ada yang jantan dan betina.
Fertilisasi terjadi di luar tubuh, yaitu di dalam air laut. Telur yang telah dibuahi akan membelah
secara cepat menghasilkan blastula, dan selanjutnya berkembang menjadi gastrula. Gastrula ini
berkembang menjadi larva. Larva atau disebut juga bipinnaria berbentuk bilateral simetri. Larva
ini berenang bebas di dalam air mencari tempat yang cocok hingga menjadi branchidaria, lalu
mengalami metamorfosis dan akhirnya menjadi dewasa.

Gambar 3. Perkembangan telur bintang laut setelah terjadi pembuahan.

Sistem reproduksi dari filum echinodermata ini berada sesuai dengan jenisnya. Seperti
pada kelas asteroidea melakukan reproduksi dengan cara asexsual (pembelahan) yang disebut
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII
FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 4 of 41

fissiparity artinya membelah dengan jalan fission diawali dengan penyekatan pisin pusat
menjadi 2 bagian kemudian memisah dan masing-masing potongan melengkapi bagian
tubuhnya. Ada juga secara sexual dioecius mempunyai 5 pasang gonad pada tiap tangannya.
Telur dan sperma dilepas ke air, pembuahan di luar, 2 hari kemudian menjadi blastula yang
berenang bebas dan masih simetri bilateral, gastrula dan larva bipinnaria, enam atau tujuh
minggu kemudian larva turun ke substrat dan mengalami metamorfora menjadi bentuk simetri
radial seperti yang dewasa. Untuk kelas ophiurridem juga dioecius, pembuahan di luar, larvanya
disebut ophiopluteus yang berenang bebas untuk kelas echinoidea sama dengan ophiurridea,
hanya nama larva yang dihasilkan disebut echinopluteus. Untuk kelas holothuridea dioecius
tetapi ada yang hermaprodit porotandri, gonad hanya sebuah berbentuk seperti sekat pembuluh
yang bercabang dan menyatu menjadi gonaduct yang berhubungan dengan gonopore di pangkal
tentakel. Larvanya disebut auricularia untuk kelas crinoidea dioecius. Gonad terletak pada
pangkal beberapa pinnule atau pangkal tangan, pembuahan di luar. Larvanya disebut vitelaria
yang tidak makan, berenang bebas untuk beberapa hari selanjutnya turun dan melekat dan
menjalani proses metamorfosa menjadi bentuk larva bertangkai yang kecil disebut larva
pentacrinoid.
2.3. Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan makanan hewan ini sudah sempurna. Sistem pencernaan dimulai dari
mulut yang posisinya berada di bawah permukaan tubuh. Kemudian diteruskan melalui faring,
ke kerongkongan, ke lambung, lalu ke usus, dan terakhir di anus. Anus ini letaknya ada di
permukaan atas tubuh dan pada sebagian Echinodermata tidak berfungsi. Pada hewan ini
lambung memiliki cabang lima yang masing-masing cabang menuju ke lengan. Di masingmasing lengan ini lambungnya bercabang dua, tetapi ujungnya buntu.
Kebiasaan makan dari filum echinodermata juga berbeda berdasarkan jenisnya. Untuk
kelas asteroidean termasuk karnivora dan memangsa berbagai avertebrata lain, polip colentrata
dan ikan, bahakan ada yang makan bangkai. Untuk kelas ophiroidea merupakan suspention
feeder beberapa sebagai filter feeder atau deposit feeder dan seavenger. Untuk jenis echionoidea
mempunyai gigi 5 buah, tajam kuat digunakan untuk mengunyah (Lentera Aristoteles).
Makanannya adalah ganggang, hewan sessile, bangkai dan detritus.
2.4. Sistem Respirasi

Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII


FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 5 of 41

Echinodermata bernafas menggunakan paru-paru kulit atau dermal branchiae (Papulae)


yaitu penonjolan dinding rongga tubuh (selom) yang tipis. Tonjolan ini dilindungi oleh silia dan
pediselaria. Pada bagian inilah terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida. Ada pula
beberapa jenis Echinodermata yang bernafas dengan menggunakan kaki tabung. Sisa-sisa
metabolisme yang terjadi di dalam sel-sel tubuh akan diangkut oleh amoebacyte (sel-sel
amoeboid) ke dermal branchiae untuk selanjutnya dilepas ke luar tubuh.

2.5. Sistem Peredaran Darah


Sistem peredaran darah Echinodermata umumnya tereduksi, sukar diamati. Sistem
peredaran darah terdiri dari pembuluh darah yang mengelilingi mulut dan dihubungkan dengan
lima buah pembuluh radial ke setiap bagian lengan.
2.6. Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri dari cincin saraf dan tali saraf pada bagian lengan-lengannya.

Gambar 4. Struktur umum bagian tubuh bintang laut.

(dr. Rr. Putri Adimukti)

Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII


FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 6 of 41

BAB. III
Klasifikasi Echinodrmata. Penyebaran, Isolasi Bahan Aktif, Cara Pengolahan dan Kegunaan
Zat Aktif
Filum Echinodermata dilasifikasikan dalam 5 kelas, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.

Kelas Asteroidea (Sea Star)


Kelas Ophiuroidea (Brittle Star)
Kelas Echinoidean (Sea Urchin)
Kelas Crinoidea (Sea Lilies)
Kelas Holothuroidea (Sea Cucumber)

3.1. Kelas Asteroidea (Sea Star)


Biasanya disebut bintang laut, karena bentuk tubuhnya seperti bintang (penta merous),
tangannya 5 buah, diameter antara 10-20 cm. Tangan bagian bawah disebut oral sedangkan
bagian atas disebut obural. Dari mulut sampai ujung tangan terdapat lekukan memanjang. Pada
tiap lekukan terdapat duri-duri yang dapat digerakkan untuk melindungi kaki tabung. Anus dan
anodreporit terdapat pada bagian aboral.

Gambar 5. Bintang laut

Hewan-hewan asteroid berdiskus (bercakram) sentral dengan penjuluran-penjuluran yang


berongga dan bercabang-cabang sebagai selom. Asteroid mempunyai telapak kaki berbentuk
tabung dan terletak pada alur sepanjang sisi oral penjuluran-penjuluran itu. Contoh: Asterias
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII
FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 7 of 41

vulgaris (bintang laut). Pada bintang laut (star fish) jelas dapat dibedakan permukaan atas (sisi
aboral) dan permukaan bawah (sisi oral). Pada sisi aboral terdapat papan berwarna yang disebut
madreporit yang letaknya pada persimpangan empat dari 2 penjuluran. Seluruh tubuhnya
tertutup duri kecuali pada lekuk sisi oral yang disebut selah ambulakral. Alat gerak berupa
tabung telapak, biasanya 4 buah, terletak dalam celah ambulakral. Dinding selom menonjol
sebagai kantong yang disebut branki dan papulae. Branki muncul diantara papan-papan kapur,
dan berfungsi sebagai alat pernapasan dan eksresi. Pada permukaan tubuhnya terdapat
pediselariae, sebagai alat-alat tambahan dan berbentuk seperti angkup (forsep) yang berguna
untuk menghilangkan benda-benda asing pada permukaan tubuhnya.
Sistem saraf
Pada bintang laut terdapat cincin saraf dalam cakram. Pada tiap penjuluran tubuhnya
terdapat saraf radial pada sisi ventral. Saraf ini bercabang-cabang halus banyak sekali. Tiap saraf
radial berakhir sebagai sebuah mata pada tiap penjuluran tubuh.
Reproduksi
Jenis kelamin terpisah, namun pada tiap penjuluran terdapat sepasang gonad. Masingmasing gonad berlubang pada sisi aboral di dekat pangkal penjuluran. Telur dan sperma
dicurahkan dalam satu musim, dan fertilisasi terjadi di luar tubuh (dalam air). Embrio tumbuh
menjadi larva dan berenang bebas. Larva itu bersimetri bilateral.
(dr. Rr. Putri Adimukti dan Via Rifkia, S. Far)
3.1.1. Cara Pengolahan dan Isolasi Bahan Aktif
Starfish merupakan salah satu jenis hewan laut yang sangat mengganggu bagi para
nelayan karena karena zat saponin yang dikeluarkannya yang dapat merusak lahan perikanan
terutama bagi pada peternakan kerang-kerangan. Di Hokkaido Jepang starfish ini banyak
dibunuh dan menjadi sampah. Oleh karena itu beberapa trial menjadikan starfish ini sebagai
regulator perkembangbiakan tanaman.
Selain itu ada satu spesies yang sangat beracun yaitu jenis thorns starfish Acanthaster
planci. Reaksi yang ditumbulkannya bila terkena racun dari venom A. planci yaitu berupa
gata-gatal, kemerahan, pembengkakan sampai edema local, reaksi ini terjadi pada beberapa
jam setelah kontak sampai bisa beberapa minggu. Reaksi yang lebih berat dari nyeri otot,
kekauan pada sendi-sendi kecil dan besar, kelemahan sampai kelumpuhan dapat terjadi.
Gejala yang lainnya dapat berupa mual dan muntah, sakit kepala dan batuk.

Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII


FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 8 of 41

Gambar 8. Thorn starfish (A. planci)


Salah satu contoh Isolasi bahan aktif dari asteroidea yang diambil dari Asterias
amurensis dapat dilihat sebagai berikut :
1.

Esktraksi Lipid
Bahan diambil dari gonad dan organ vicera dari A. Amurensis dan dilarutkan dengan

campuran pelarut Chloroform : Methanol : air yang terdestilasi dengan metode Bligh and
Dyer dengan modifikasi yang menghasilkan ratio campuran 10:5:3, v/v/v. Estrak lipid ini
dilarutkan kembali dengan chloroform dan disimpan dibawah gas argon dalam keadaan gelap
pada suhu -20oC.
2. Fraksinasi Total lipid
Polar lipid (PL) dan nonpolar lipid (NL) dipisahkan dari total lipid menggunakan
Sep-Pak Vac 12 cc silica cartridges dengan metode yang dibuat oleh Juaneda dan Rocquelin.
Sampel lipid diambil dari atas cartridge dan dilarutkan dengan chloroform dan methanol
secara bertahap.
3. Analisis lipid
Non polar lipid ditentukan dengan menggunakan kromatografi lapis tipis
commercial silica gel 60F dengan menggunakan single step development system yang terdiri
dari n-hexane: diethyl ether: acetic acid (80:20:1, v/v/v). Wadah kemudiah disemprotkan 50%
H2SO4 dan dipanaskan pada suhu 150-160oC selama 15 menit. Setiap titik diidentiikasikan
dengan Authentic lipid standards dan kemudian komposisi lipid dianalisis menggunakan
scanner and Image software.
Monoglycerides (1-MG dan 2-MG) ditentukan dengan menggunakan Kromatografi
lapis tipis menggunakan n-hexane: diethyl ether: actic acid (50:50:1, v/v/v) dan 50% H2SO4
sebagai reagen pendeteksi.
Polar Lipid ditentukan dengan kromatografi lapis tipis dengan campuran larutan
chloroform: methanol: air (65:25:4, v/v/v) dan 50% H2SO4 sebagai reagen pendeteksi.
Phosphatidylserine ditentukan dengan menggunakan campuran larutan Chloroform:
methanol: 25% ammonia (65:25:5, v/v/v) dan ninhydrin sebagai reagen pendeteksi.
4.
Fatty Acid
Fatty Acid methyl ester diambil dari polar lipid yang diambil dari sampelgonad dan
vicera dengan metode yang dibuat oleh Prevot dan Mordrest. Sampel Lipid kering dilarutkan
dalam 1 ml n-hexane dan ditambhakan dengan 2 ml larutan methanolic 2N-NaOH. Campuran
kemudian dikocok dan dipertahankan pada suhu 50oC selama 20 detik dan kemudian
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII
FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 9 of 41

ditambahkan dengan 0,2 ml larutan methanolic 2N-HCl. Kemudian lapisan n-hexane


dikumpulkan, dikonsentrasikan ke dalam alat gas chromatograph dengan flame ionization
detection. Temperaturnya pada collumn, detector dan injector berturut-turut diatur pada
170,250,240oC. Fatty Acids diidentifikasi dengan membandingkan waktu puncak retensi
dengan Authentic standard dan dengan mengikuti teori hubungan linier antara unit karbon
atau ikatan rangkap dari fatty Acids dan logaritma dari waktu retensi yang saling
berhubungan.
5. Menentukan Sphingoid Base dari Cerebroside Starfish
Cerebrosides dipisahkan dari fraksi polar Lipid organ dalam dengan menggunakan
Kromatografi lapis tipis dalam campuran chloroform: methanol: air (65:25:4, v/v/v). Pita
lipid yang berhubungan dengan cerebrosides divisualisasikan di bwah sinar UV dalam ruang
gelap dan dibandingkan dengan authentic standard. Pita yang mengandung cerebrosides
ditandai dan segera dilarutkan dengan methanol. Larutan methanol dievaporasi, dilarutkan ke
dalam campuran chloroform: methanol: air (10:5:3, v/v/v) dan ditempatkan ke dalam corong
yag terpisah untuk mengeluarkan gel silica. Corong yang terpisah ini dipertahankan pada
suhu 4-5oC sepanjang malam dan kemudain lapisan chloroform dikumpulkan dan dievaporasi
untuk mendapatkan sereborosides. Untuk Mengisolasi sphingoid base, srebrosides yang
sudah jadi di campurkan pada hidorlisi alakaline yang kuat (10% Ba(OH) 2cair: dioxane, 1:1,
selama 24 jam pada suhu 110oC. Sphingoid bebas ini kemudian diekstraksi dengan diethyl
eter dan dimurnikan dengan silica kromatografi lapis tipis dalam campuran chloroform:
methanol: ammonia (40:10:1, v/v/v). Komposisi sphingoid base ditentukan melalui oksidasi
dengan sodium periodate. Sphingoid base juga dianalisis dengan GC-MS dalam DB capillary
column pada suhu 220oC setelah mengubahnya dalam bentuk derivate N-acetyllated-Otrimethylsilylated.
3.1.2. Senyawa Bioaktif dan Potensi Farmakologi
Kandungan bioactive utama dari asteroidea adalah saponin, yaitu asterosaponin, lebih
dari 70 jenis asterosaponin sudah diidentifikasikan sejenis sulfat steroidal glycoside yang
diambil dari ekstrak starfish. Jenis Ikatan asterosaponin ini adalah 20-hydroxy dan 23-oxo
functionalities di dalam struktur Thornasterol A Sulfat.

Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII


FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 10 of 41

Gambar 6. Struktur thornasterol Sulfat

Gambar 7. Struktur Kimia Asterosaponin

Beberapa kandungan lain yang berguna sudah berhasil diisolasi pada class ini yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Gangliosides sejenis glikospigolipids yang memiliki rantai gula di tengah


Spingosine, suatu hidrolisis dari Sphingolipid.
Glikosilseramides (sphingoid base)
Sphinganine
Sphingoid Bases
Ophidiacereboroside

Gambar 7. Saponins Composition


Pada penelitian yang dilakukan oleh Marta S. Maier dkk yang menyebutkan
asterosaponin mengandung beberapa zat aktif lainnya yaitu steroidal mono- and diglycosides.
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII
FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 11 of 41

Kandungan asterosaponin ini memiliki efek farmakologis yaitu sebagai antifungal, antiviral,
hemolytic agent, imunomodulator dan juga mempunyai efek cytotoxic.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Iorrizzi M.; Marino S.De; Zollo F. menyebutkan
bahwa adanya kandungan oligoglicosydes dan ini hanya pada phylum echinodermata dan
terutama pada class asteroidean (sea star).
Sebagai anti kanker terdapat beberapa penelitan yang sudah dilakukan. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Inagi dkk berhasil mengisolasi untuk pertama kalinya zat trisialoganglioside LLG-5 dari sea star Linckia Laevigata yang dibuktikan sebagai zat yang lebih
neuritogenic terhadap sel PC12 tikus dengan pheochromocytoma (suatu tumor neuroendokrin)
dibandingkan dengan CEG-3 dan CEG-6. Sedangkan Higuchi et al. berhasil mengisolasi Active
glycoside GP-3 dari starfish Asterina pectinifera dan dibuktikan kurang neuritogenik terhadap
tikus dengan pheochromocytoma pada sel PC12 dibandingkan CEG-3, CEG-6 dan LLG-5. Pada
penelitian lain yaitu han et al. adanya steroidal glicocyde (Linckosides) yang berhasil diisolaso
dari Okinawan sea star Linckia laevigata. Linckosides ini dapat meningkatkan aktifitas
neuritogenic dari NGF.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Alla A. Kicha dkk, berhasil mengisolasi 2
Polihydrosysteroid, 8 polyhydroy steroid glycoside baru termasuk 4 triosides, 2 biosides, 8
monoside dan 8 zat yang tidak diketahui dari estrac alcohol Far Eastern Spiny red Starfish
Hipassteria kurilensis yang berasal dari laut Okhotsk dekat kepulauan Kuril. Pada penelitian
berikutnya mereka berhasil mengisolasi lagi 4 asterosaponin baru yang berasal dari spesies yang
sama dengan nama hippasteriosides A-D. Semua zat tersebut di atas diduga memiliki efek
cytotoxic dan kapabilitas yang sama untuk menginhibisi tumor colon sel HT-29 pada manusia.
Pada penelitan lain yang dilakukan oleh Feresteh dkk, berhasil mengisolasi jenis
glikolipid yang diambil dari African Starfish Narcissia canariensis. Glikolipid ini sejenis
ophidiacerebrosides (B,C,D) yang memiliki keaktifan farmakologi yang sama dengan yang
terdapat pada Ophidiaster ophidiamus. Dan pada penilitian ini juga mendapatkan bahwa
glikolipid ini memiliki efek sitotoxic terhadap sel kanker pada manusia yaitu mulitiple myeloma,
colorectal adenocarcinoma, dan glioblastoma (suatu tumor otak yang terbanyak).
(dr. Richard Siahaan)

3.2. Kelas Ophiuroidea

Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII


FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 12 of 41

Gambar 8. Bintang ular

Seperti echinodermata lainnya, ophiuroidea memiliki rangka dari kalsium karbonat.


Bentuk tubuhnya mirip dengan asteroidea. Kelima lengan ophiuroidea menempel pada cakram
pusat yang disebut calyx. Ophiuroidea memiliki lima rahang. Di belakang rahang ada
kerongkongan pendek dan perut besar, serta buntu yang menempati setengah cakram.
Ophiuroidea tidak memiliki usus maupun anus. Pencernaan terjadi di perut. Pertukaran udara
dan ekskresi terjadi pada kantong yang disebut bursae. Umumnya ada 10 bursae. Kelamin
terpisah pada kebanyakan spesies. Ophiuroidea memiliki gonad. Gamet disebar oleh bursal sacs.
Sistem saraf terdiri atas cincin saraf utama yang bekerja di sekitar cakram utama. Ophiuroidea
tidak memiliki mata, atau sejenisnya. Tetapi, mereka memiliki kemampuan untuk merasakan
cahaya melalui reseptor pada epidermis. Baik Ophiurida maupun Euryalida memiliki lima
lengan yang panjang, langsing, fleksibel, dan berbentuk seperti cambuk. Mereka dibantu dengan
rangka internal yang terbuat dari kalsium karbonat. Pembuluh dari sistem vaskular air berakhir
di kaki tabung. Sistem vaskular air umumnya memiliki satu madreporit. Kaki tabung tidak
memiliki penghisap dan ampulla. Ophiuroidea memiliki kemampuan untuk meregenerasi kaki
yang putus. Ophiuroidea menggunakan kemampuan ini untuk melarikan diri dari predator,
seperti kadal, yang mampu memutuskan ekor mereka untuk membingungkan pengganggu
seperti pada bintang ular.

Gambar 9. Anatomi bintang laut

Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII


FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 13 of 41

Bintang ular adalah hewan dari filum Echinodermata, yang memiliki hubungan dekat
dengan bintang laut. Mereka berjalan di dasar laut dengan menggunakan lengan fleksibel
mereka untuk bergerak. Bintang ular umumnya memiliki lima lengan berbentuk seperti cambuk
yang panjangnya bisa mencapai 60 cm (2 kaki) pada spesimen terbesar. Ada sekitar 1.500
spesies bintang ular yang hidup sekarang, dan mereka kebanyakan ditemukan pada kedalaman
lebih dari 500 meter (1.620 kaki). Bintang ular dapat ditemukan pada perairan besar, dari kutub
sampai tropis. Berdasarkan fakta, lili laut, teripang, dan bintang ular merajai dasar laut pada
kedalaman lebih dari 500 meter, di seluruh dunia.
Bintang ular menggunakan lengan mereka untuk bergerak. Mereka, tidak seperti bintang
laut, bergantung pada kaki tabung. Bintang laut bergerak dengan menggerakan lengan mereka
yang sangat fleksibel dan membuat mereka bergerak seperti ular. Pergerakan mereka mirip
dengan hewan simetri bilateral.
Sistem pernapasan
Pernapasan dilakukan oleh 5 pasang kantong kecil yang bercelah di sekitar mulut, alat ini
berhubungan dengan saluran alat reproduksi (gonad).
Sistem pencernaan makanan
Alat-alat pencernaan makanan terdapat dalam bola cakram, dimulai dari mulut yang
terletak di pusat tubuh kemudian lambung yang berbentuk kantong. Hewan ini tidak memiliki
anus. Di sekeliling mulut terdapat rahang yang berupa 5 kelompok lempeng kapur.Makanan
dipegang dengan satu atau lebih lengannya, kemudian dihentakkan dan dengan bantuan tentakel
dimasukkan ke mulut. Sesudah dicerna, bahan-bahan yang tidak tercerna dibuang ke luar
melalui mulutnya.
Sistem reproduksi
Jenis kelamin hewan ini terpisah. Hewan ini melepaskan sel kelamin ke air dan hasil
pembuahannya akan tumbuh menjadi larva mikroskopis yang lengannya bersillia, disebut
pluteus. Pleteus kemudian mengalami metamorfosis menjadi bentuk seperti bintang laut dan
akhirnya menjadi bintang ular. (dr. L. Nurlinda P)
3.3. Kelas Echinoidea
Kelas Echinoidea kurang lebih terdiri dari 1437 species dan subspecies. Salah satu ordo
dari kelas Echinoidea yang terkenal memiliki banyak manfaat adalah ordo Cidaroida atau sea
urchin atau bulu babi atau landak laut. Bulu babi memiliki bentuk dasar tubuh segilima.
Mempunyai lima pasang garis kaki tabung dan duri panjang yang dapat digerakkan. Kaki tabung
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII
FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 14 of 41

dan duri memungkinkan binatang ini merangkak di permukaan karang dan juga dapat digunakan
untuk berjalan di pasir. Cangkang luarnya tipis dan tersusun dari lempengan-lempengan yang
berhubungan satu sama lain.
Hewan ini tidak mempunyai lengan. Tubuhnya umumnya berbentuk seperti bola dengan
cangkang yang keras berkapur dan dipenuhi dengan duri-duri. Durinya amat panjang, lancip
seperti jarum dan sangat rapuh. Duri-durinya terletak berderet dalam garis-garis membujur dan
dapat digerak-gerakkan, panjangnya dapat mencapai ukuran 10 cm dan lebih. Penyelam yang
tidak menggunakan alas kaki mudah sekali tertusuk durinya sehingga akan sedikit merasakan
demam karena bisa pada duri tersebut, racunnya sendiri dapat dinetralisir dengan amonia,
perlakuan asam ringan (jeruk lemon atau cuka).
Berdasarkan bentuk tubuhnya, kelas Echinodoidea dibagi dalam dua subkelas utama,
yaitu bulu babi beraturan (regular sea urchin) dan bulu babi tidak beraturan (irregular sea
urchin), dan hanya bulu babi beraturan saja yang memiliki nilai konsumsi. Tubuh bulu babi
sendiri terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian oral, aboral, dan bagian diantara oral dan aboral.
Pada bagian tengah sisi aboral terdapat sistem apikal dan pada bagian tengah sisi oral terdapat
sistem peristomial. Lempeng-lempeng ambulakral dan interambulakral berada diantara sistem
apikal dan sistem peristomial. Di tengah-tengah sistem apikal dan sistem peristomial termasuk
lubang anus yang dikelilingi oleh sejumlah keping anal (periproct) termasuk diantaranya adalah
keping-keping genital. Salah satu diantara keping genital yang berukuran paling besar
merupakan tempat bermuaranya sistem pembuluh air (waste vascular system). Sistem ini
menjadi ciri khas Filum Echinodermata, berfungsi dalam pergerakan, makan, respirasi, dan
ekskresi. Sedangkan pada sistem peristomial terdapat pada selaput kulit tempat menempelnya
organ lentera aristotle, yakni semacam rahang yang berfungsi sebagai alat pemotong dan
penghancur makanan. Organ ini juga mampu memotong cangkang teritip, moluska ataupun jenis
bulu babi lainnya. Di sekitar mulut bulu babi beraturan kecuali ordo Cidaroidea terdapat lima
pasang insang.
Hewan unik ini juga memiliki kaki tabung yang langsing panjang, mencuat diantara duridurinya. Duri dan kaki tabungnya digunakan untuk bergerak merayap di dasar laut. Ada yang
mempunyai duri yang panjang dan lancip, ada pula yang durinya pendek dan tumpul. Mulutnya
terletak di bagian bawah menghadap ke dasar laut sedangkan duburnya menghadap keatas di
puncak bulatan cangkang. Makanannya terutama alga, tetapi ada beberapa jenis yang juga
memakan hewan-hewan kecil lainnya.

Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII


FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 15 of 41

Pada umumnya bulu babi berkelamin terpisah, dimana jantan dan betina merupakan
individu-individu tersendiri (gonochorik/dioecious). Spesies gonochorik secara khusus memiliki
rasio seks sendiri dan jarang bersifat hemafrodit. Munculnya hemafrodoitisme pada Tripneustes
gratilla adalah 1 dari 550 individu. Pembelahan bulu babi terjadi secara eksternal, dimana sel
telur dan sel sperma di lepas ke dalam air laut di sekitarnya. Gonad jantan dan betina pada bulu
babi juga sulit dibedakan tanpa menggunakan mikroskop. Secara kasar hanya warna yang
digunakan untuk membedakan gonad. Misalnya pada bulu babi Paracentrotus livindus, gonad
jantan berwarna kuning sedangkan betina berwarna orange.
Dalam penelitian Gunarto dan Setiabudi (2002) di perairan Pulau Barang Lompo,
Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan, didapati ukuran bulu babi terbesar memiliki kisaran
tinggi cangkang 50-61 mm, diameter cangkang 86-94 mm, berat total 148-331 g. Sedangkan
ukuran bulu babi terkecil dengan ukuran tinggi cangkang 27,2-36,4 mm, diameter cangkang
47,4-66,0 mm, dan berat total 41,4-110,9 g.
Bulu babi termasuk organisme yang pertumbuhannya lambat. Umur, ukuran, dan
pertumbuhan tergantung kepada jenis dan lokasi. Chen dan Run (1988) melaporkan bahwa bulu
babi jenis Tripeneuste gratilla yang dipelihara di laboratorium di Taiwan mengalami
metamorfosis pada umur 30 hari. Pertumbuhan Tripneustes gratilla sangat cepat pada awal
perkembangannya, tetapi jumlahnya terbatas. Hal ini diduga erat kaitannya dengan banyaknya
predator yang dialami oleh hewan berukuran kecil. Setelah mencapai umur tertentu,
cangkangnya sudah cukup kuat sehingga jumlah predator yang dapat menyerang dan
memecahkan cangkangnya berkurang. Bulu babi mempunyai banyak predator, yaitu berbagai
jenis ikan, termasuk hiu, anjing laut, lobster, kepiting, dan gastropoda. Hal ini juga
menyebabkan rendahnya densitas bulu babi. Predator utama bulu babi jenis Diadema setosum
adalah ikan Buntal (Tetraodon) dan ikan Pakol (Balistes) yang mempunyai gigi yang kuat dan
tajam yang dapat mematahkan duri-duri dan mengoyak cangkang bulu babi. Mortalitas bulu babi
umumnya sangat tinggi. Secara umum di alam bulu babi dapat mengalami kematian massal pada
suhu 34-40 C.
Bulu babi hidup di ekosistem terumbu karang (zona pertumbuhan alga) dan lamun (sea
grass). Bulu babi ditemui dari daerah intertidal sampai kedalaman 10 m dan merupakan
penghuni sejati laut dengan batas toleransi salinitas antara 30-34 . Bulu babi termasuk hewan
benthonic, ditemui di semua laut dan lautan dengan batas kedalaman antara 0-8000 m. Karena
echinoid memiliki kemampuan beradaptasi dengan air payau lebih rendah dibandingkan
invertebrata lain. Kebanyakan bulu babi beraturan hidup pada substrat yang keras, yakni batuBahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII
FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 16 of 41

batuan atau terumbu karang dan hanya sebagian kecil yang menghuni substrat pasir dan lumpur,
karena pada kondisi demikian kaki tabung sulit untuk mendapatkan tempat melekat. Golongan
tersebut khusus hidup pada teluk yang tenang dan perairan yang lebih dalam, sehingga kecil
kemungkinan dipengaruhi ombak.
Bulu babi tersebar di hampir semua zone lautan. Diketahui ada sekitar 800 species bulu
babi di seluruh dunia. Di Perairan Indo-Malaya (Perairan Indonesia, Malaysia, Filipina, sebagian
wilayah Australia Utara) diketahui berjumlah sekitar 316 spesies (Clark & Rowe, 1971). Khusus
di Perairan Indonesia diketahui sekitar 84 jenis yang tergabung dalam 48 marga dan 21 suku
(Aziz, 1987). Bulu babi tersebut berasal dari berbagai ordo, famili, genus, dan spesies.
Bulu

babi

merah

(Strongylocentrotus

franciscanus)

dan

bulu

babi

hijau

(Strongylocentrotus droebachiensis) banyak tersebar di seluruh dunia, yakni di Samudra Atlantik


dan Samudra Pasifik, terutama perairan Amerika Serikat (California dan Maine) serta perairan
Kanada (British Columbia dan New Brunswick).10 Sedangkan di Indonesia, Menurut Laode M
Aslan, ada 3 (tiga) bulu babi yang banyak terdapat di perairan Indonesia dan dapat
dikembangkan sebagai komoditas yang penting, yakni dari jenis Echinometra spp., Tripneustes
gratilla, dan Diadema setosum. Ketiga jenis bulu babi ini selain pertumbuhannya cepat juga
mampu menghasilkan gonad (organ reproduksi) yang lebih besar dibandingkan jenis bulu babi
lainnya.
Bulu babi merupakan salah satu jenis komoditas perairan yang gonadnya dimanfaatkan
sebagai sumber pangan potensial. Gonad yang banyak dicari konsumen adalah gonad yang
bertekstur kompak, padat, tidak berlendir, dan berwarna kuning cerah, baik gonad betina
ataupun jantan. Selain menjadi sumber pangan dunia, bulu babi ternyata memiliki fungsi
ekologis yang sangat penting. Kematian massal bulu babi yang pernah terjadi di perairan Pasifik
Barat dengan tingkat kematian mencapai 93-100% ternyata mengakibatkan terjadinya biomassa
alga meningkat sehingga kesetimbangan ekosistem terganggu. Biota laut berduri ini juga
ternyata memiliki keunikan yang tidak lazim, yaitu memiliki umur yang panjang. Bahkan bulu
babi merah tidak sekedar mencapai umur 7 hingga 15 tahun seperti diperkirakan, tapi bisa
mencapai 200 tahun lebih. Selain itu, bulu babi juga dinyatakan sebagai saudara tua manusia
dengan hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa 70 persen gen bulu babi ternyata memiliki
kemiripan dengan manusia.

Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII


FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 17 of 41

Beberapa species bulu babi yang penting diantaranya adalah:

Paracentrotus lividus

Gambar 10. Paracentrotus lividus

Strongylocentrotus franciscanus

Gambar 11. Strongylocentrotus franciscanus

Strongylocentrotus droebachiensis

Gambar 12. Strongylocentrotus droebachiensis

Strongylocentrotus purpuratus

Gambar 13. Strongylocentrotus purpuratus

Diadema setosum
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII
FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 18 of 41

Gambar 14. Diadema setosum

Tripneustes gratilla

Gambar 15. Tripneustes gratilla

Echinometra spp.

Gambar 16. Echinometra spp.

3.3.1. Fungsi dan Kegunaan


Fungsi dan kegunaan dari organisme echinoidea adalah sebagai berikut:
Organisme dari kelas Echinodea merupakan sumber makanan untuk kepiting, bintang laut,

ikan, anjing laut, dan mamalia lainnya.


Bulu babi merupakan salah satu komoditas hasil perairan yang telah dimanfaatkan sebagai
salah satu bahan pangan. Bagian dari bulu babi yang biasa dimanfaatkan adalah gonad, baik
gonad jantan maupun gonad betina. Bulu babi beraturan mempunyai lima gonad yang
tergantung sepanjang bagian dalam interambulakral pada daerah aboral. Gonad betina
maupun jantan (corals atau roe) dari bulu babi merah (Strongylocentrotus franciscanus),
ungu (Strongylocentrotus purpuratus), dan hijau (Strongylocentrotus droebachiensis),
merupakan salah satu jenis makanan yang penting bagi masyarakat Jepang yang biasa
dihidangkan pada sushi atau sashimi yang dikenal dengan nama uni.

Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII


FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 19 of 41

Gambar 17. Telur atau roe (gonad) dari bulu babi yang dipanen

Gambar 18. Gonad bulu babi diolah menjadi uni pada hidangan sashimi dan sushi.

Paracentrotus lividus juga merupakan jenis bulu babi yang dapat dimakan, terutama dalam

hidangan Mediterania dan Chili.


Strongylocentrus droebachiensis, Cidaris tribuloides, Strongylocentrotus franciscanus,
Strongylocentrotus purpuratus, dan Evechinus chloroticus, juga merupakan jenis bulu babi

yang digunakan sebagai makanan di beberapa negara (edible sea urchin).


Secara empiris, gonad bulu babi yang dimakan sebagai makanan dipercaya memiliki khasiat
sebagai afrodisiak dan meningkatkan stamina/vitalitas kaum pria. Penelitian yang dilakukan
oleh Delianis Pringenies, seorang peneliti dari Universitas Diponegoro Semarang,
membuktikan bahwa aktivitas seksual mencit yang diberi pakan gonad bulu babi sebanyak 2
kali perhari ternyata meningkat secara bermakna. Kadar hormon testosteron dan jumlah
spermatozoa mencit juga meningkat secara tajam setelah diberi pakan gonad bulu babi 1

kali perhari.
Telur bulu babi sejak tahun 1800-an digunakan sebagai model untuk mempelajari biologi
molekuler dan genomik molekuler, terutama dalam mempelajari perkembangan
zigot/embrio. Hal ini dikarenakan bahwa struktur bulu babi merupakan organisasi yang
sederhana dan transparansi optik dari embrio bulu babi memungkinkan dalam melakukan
observasi morfogenesis in-vivo.

Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII


FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 20 of 41

Gambar 19. Embrio bulu babi yang transparan: sebuah laboratorium hidup untuk mempelajari perkembangan dan
morfogenesis embrio

Bulu babi juga digunakan sebagai model untuk mempelajari evolusi innate immunity
(imunitas yang diturunkan), karena adanya homologi antara gen terkait sistem imun pada

bulu babi dengan gen terkait sistem imun pada vertebrata.


Gamet, embrio, dan larva bulu babi dapat digunakan untuk skrining dan menguji substansi
toksik dan mekanisme kerjanya. Contohnya: skrining terhadap toksisitas retinoid yang biasa

dipakai dalam pengobatan di bidang dermatologi menunjukkan adanya malformasi fetus.


Embrio bulu babi juga digunakan sebagai model untuk menguji obat antikanker.
Sel efektor pada sistem imunitas bulu babi juga dapat digunakan sebagai alat untuk
mendeteksi polusi di laut (biosensor/bioindikator). Sel efektor tersebut dinamakan
coelomocytes yang terdapat di dalam rongga coelom, yang akan berespon terhadap stress
lingkungan seperti polusi di laut, misalnya polusi oleh logam berat Cadmium.

3.3.2. Senyawa Bioaktif dan Potensi Farmakologis


Secara umum, echinoid mempunyai komponen kimia yang sama dengan organisme
echinodermata lainnya, beberapa di antaranya ialah:
Pigmen
Venom
Hemagglutinin
Glikosfingolipid
Saponin
Peptida

Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII


FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 21 of 41

Pada species Strongylocentrotus droebachiensis, dapat diisolasi antimicrobial peptide


(AMP) berupa Strongylocin yang bersifat sebagai antibakteri gram positif maupun gram negatif,
dan centrocin yang bersifat antifungi dan antibakteri. Penemuan ini dapat dikembangkan lebih
lanjut, sehingga dapat dihasilkan obat antibiotik baru. (dr. Inggrid Tania)
3.4. Kelas Holothuridae

Gambar 20. Sea cucumber

Tubuh lunak dan panjang, simetris bilateral secara sekunder karena sumbu oral-aboral
memanjang dan terletak sejajar dengan substrat. Mulut dikelilingi 10-30 buah tentrakel retraktil,
semacam kaki tabung. Letak mulut di anterior dan anus posterior. Pada bagian ventral terdapat 3
daerah kaki tabung yang mengandung alat penempel, berfungsi sebagai alat gerak.

Gambar 21. Teripang /mentimun laut

Sebagai contoh, Teripang atau trepang atau timun laut adalah istilah yang diberikan untuk
hewan invertebrata Holothuroidea yang dapat dimakan. Ia tersebar luas di lingkungan laut
diseluruh dunia, mulai dari zona pasang surut sampai laut dalam terutama di Samudra Hindia
dan Samudra Pasifik Barat.
Di dalam jurnal-jurnal internasional, istilah trepang atau beche-de-mer tidak pernah
dipakai dalam topik-topik keanegaragaman, biologi, ekologi maupun taksonomi. Dalam subyeksubyek ini, terminologi yang dipakai untuk menggambarkan kelompok hewan ini adalah sea
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII
FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 22 of 41

cucumbers atau holothurians (disebut holothurians karena hewan ini dimasukkan dalam kelas
Holothuroidea). Kelompok timun laut yang ada di dunia ini lebih dari 1200 jenis, dan sekitar 30
jenis di antaranya adalah kelompok teripang.
Teripang adalah hewan yang bergerak lambat, hidup pada dasar substrat pasir, lumpur
pasiran maupun dalam lingkungan terumbu. Teripang merupakan komponen penting dalam
rantai makanan di terumbu karang dan ekosistem asosiasinya pada berbagai tingkat struktur
pakan (trophic levels). Teripang berperan penting sebagai pemakan deposit (deposit feeder) dan
pemakan suspensi (suspensi feeder). Di wilayah Indo-Pasifik, pada daerah terumbu yang tidak
mengalami tekanan eksploitasi, kepadatan teripang bisa lebih dari 35 ekor per m2, dimana setiap
individunya bisa memproses 80 gram berat kering sedimen setiap harinya.
Beberapa spesies teripang yang mempunyai nilai ekonomis penting diantaranya: teripang
putih (Holothuria scabra), teripang koro (Microthele nobelis), teripang pandan (Theenota
ananas), teripang dongnga (Stichopu ssp) dan beberapa jenis teripang lainnya. (dr. Rr. Putri
Adimukti)
3.4.1. Manfaat Teripang
Teripang (sea cucumber) merupakan salah satu sumber hayati laut
yang banyak manfaatnya. Di pasar komersial, teripang dikenal sebagai
beche-de-mer (Jepang : iriko, China : Hai-som), merupakan produk perikanan
yang mempunyai harga yang tinggi di negara-negara Paifik Selatan dan Asia
(Morgan dan Archer , 1999).
Beche-de-mer

merupakan

produk

olahan

dari

teripang

yang

dikonsumsi dalam berbagai bentuk. Di Jepang dan Korea, dinding tubuh


teripang dikonsumsi mentah atau dalam bentuk pickle (acar) dan produkproduk khusus lainnya yang diproduksi dari gonad, pohon respirasi (organ
respirasi) dan saluran pencernaannya (Mottet, 1976; Conand and Sloan,
1989). Konowata, perut atau usus yang di acar atau difermentasi, dan
kuchiko, gonad kering, merupakan delicacy (hidangan) yang sangat disukai
dan berharga mahal di Jepang. Otot teripang sering digunakan sebagai
pengganti daging kerang di asia dan Amerika (Mottet, 1976) dan sering
dikonsumsi sebagai tablet. Ekstrak dari teripang yang direbus dimanfaatkan
sebagai tonik di Malaysia (Subasinghe, 1992). Di Australia, teripang
dimanfaatkan

sebagai

food

supplement

Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII


FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

yang

mempunyai

zat

anti-

Page 23 of 41

inflammatory (Morgan dan Archer (1999) dan di China, teripang telah


dikenal sebagai salah satu aphrodisiac food.
Di bidang farmasi teripang juga banyak manfaatnya. Actynopyga
agassizii digunakan sebagai hemolotik dan anti kanker dari produk
holothurinnya (Soediro dan Padmawinata, 2000). Nigrelli et al. (1955) dalam
Doezema (1969) mengidentifikasi holothurin, suatu toksin yang terdapat
pada mentimun laut Actynopyga agassizii, dikenal sebagai steroid glycoside
atau saponin. Zat tersebut dihidrolisis dan difraksinasi kedalam campuran
beberapa steroid aglycone dan gula. Terdapat 4 steroid aglycone yang
masing-masing mempunyai cincin quinovose, 3 -0-methyl glucose, glucose
dan xilose. Xylose terikat pada molekul steroid yang diduga hydroxyl group
pada C3. Meskipun saponin biasanya merupakan produk tumbuhan,
mentimun laut dikenal sebagai hewan pertama yang menghasilkan saponin
ini.
Holothurin bersifat stabil terhadap panas, saponin steroid aktif yang
terdapat pada cuverian organ dan jaringan lain pada mentimun laut dari
Bahama ( Boolothian, 1966 dalam Fnge, 1969) Actynopyga agassizii. Bahan
bioaktif yang sama juga ditemukan pada beberapa jenis mentimun laut yang
lain (Arvy, 1954 dalam Fnge, 1969). Berat molekul holothurin berkisar
1150. Zat ini bersifat sangat toksik bagi hewan lain dan mempunyai efek
antitumor (Fnge, 1969) dan mempunyai sifat hemolitik kuat. Saponin juga
terdapat pada kulit mentimun laut jenis H. atra dan cuverian tubule dari
Bohadschia sp. di Laut Pasifik (Adam, 1993). Selanjutnya dikatakan, dengan
beragamnya jenis mentimun laut ini maka akan menarik bio-prospektor
untuk menggali kemungkinan dimanfaatkannya mentimun laut ini untuk
menghasilkan

zat-zat

yang

berguna

bagi

farmakologi.

Percobaan

penggunaan holothurin yang diambil dari cairan mentimun laut telah


dilakukan oleh Fao (1990). Holothurin bersifat thermo-stabil dan digunakan
sebagai anti fungi pada ikan tilapia.
Mentimun laut Cucumaria sp. selain dipergunakan sebagai makanan,
di Rusia, juga digunakan dalam bidang farmakologi, karena mengandung
triterpene glycoside yang mempunyai kemampuan biologis sebagai obat
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII
FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 24 of 41

pada hewan dan zat tambahan pada pasta gigi dan krim kosmetik (Levin dan
Stonik, 1994 dalam Levin, 1995)
3.4.2. Jenis-Jenis Teripang
Beberapa jenis teripang yang telah dimanfaatkan adalah sebagai
berikut (C0nand, 1991) :
1. Bernilai ekonomi tinggi : Holothuria scabra, H. scabra versicolor, H.
fuscogilva, Thelenota ananas, Stichopus chloronatus, S. hermanii, S.
variegatus
2. Bernilai ekonomis sedang : H. nobilis, Actinopyga lecanora, A. mauritinia,
A. miliaris, Bohatchia marmorata (marmorata), B. marmorata (vatiensis)
3. Bernilai ekonomis rendah : H. edulis, T. anax, B. argus, B. argeffei, H.
vagabunda, H. vatiensis, H. marmorata
(Via Rifkia, S. Far)
3.4.3. Senyawa Bioaktif dan Potensi Farmakologi
Teripang salah satu kelompok jenis biota laut sudah lama dikenal dan merupakan bahan
pangan. Dalam pada itu kelompok teripang ini diketahui mempunyai kandungan senyawa toksik
yang dikenal sebagai holothurin.
Telah lama diketahui beberapa jenis teripang tertentu menghasilkan suatu zat yang
bersifat toksik untuk ikan dan beberapa hewan laut, dan mungkin juga terhadap manusia. Di
beberapa daerah Indo-Pasifik, cairan daging teripang, khususnya Holothuria atra dan
Bohadschia argus, digunakan oleh para nelayan untuk menuba ikan. Cara penubaan dilakukan
dengan meremas-remas daging teripang tersebut sehingga mengeluarkan cairan. Pada
area/tempat yang terbatas (celah karang atau kubangan) dimana dilakukan hal itu airnya akan
menjadi kehitaman keruh, tidak lama kemudian terlihat ikan pada mengapung pingsan. Kejadian
ini mirip seperti halnya akibat peracunan dengan rotenon. Terdapat paling sedikit ada 30 jenis
dalam 4 atau 5 bangsa dan kelas Holothuroidea adalah toksik.
Beberapa jenis yang toksik tersebut seperti Thelenota ananas, Stichopus variegatus,
Holothuria atra dan H. axiologa, adalah bahan pangan dengan predikat kualitas baik di
beberapa lokasi di Pasifik. Kandungan zat toksik tersebut diperkirakan sebagai kelengkapan
perlindungan diri dari predator.

Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII


FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 25 of 41

Pada beberapa jenis teripang yang mempunyai organ Cuverian Tubules, kandungan zat
toksik terkonsentrasi pada organ tersebut, seperti halnya pada jenis Actinopyga agassizi. Pada
jenis lain yang tidak mempunyai organ tersebut, zat toksik dikandung pada bagian tubuhnya.
Kajian Ekologi toksisitas teripang menyebutkan bahwa holothurin merupakan penangkal efektif
terhadap pemangsa teripang.
NIGRELLI (1952) dan YAMANOUCHI (1955) secara terpisah menemukan senyawa
toksik pada teripang sebagai holothurin. Senyawa ini bisa diperoleh dengan mengekstraksi
daging teripang, mengisolasi dan mempurifikasikannya. Analisa awal terhadapnya diperoleh
kandungan glycosides dan pigment (60%). cholesterol (1%), protein tak terlarut (5 10%),
garam, polypeptida dan asam amino bebas (30%). Dengan menggunakan kertas kromatografi
beberapa asam amino bebas diidentifikasikan yaitu : alanine, arginine, cystine, glycine, glutamic
acid, histidine, serine (atau lysine) dan valine. Menurut NIGRELLI & JAKOWSKA (1960),
holothurin memberikan efek yang bervariasi terhadap sistem biologi. Aksi holothurin
menunjukkan kecepatan menimbulkan efek, berkemam- puan mengkombinasikan berbagai
komponen dalam sel, dan pengaruhnya bersifat tidak kembali (irreversible). Holothurin mungkin
bertindak sebagai antimetabolite. FRIES

et al. (1959.1960) mempelajari sifat-sifat

pharmakologik holothurin. Mereka mempelajari pengaruh stereoid glycoside holothurin pada


syaraf ampibi dan syaraf otot mamalia. Secara umum saponin tersebut mempunyai pengaruh
kuat dan tak kembali, pada kedua macam syaraf tersebut dan nampaknya membawa efek
langsung menimbulkan kontraksi pada otot. Pengaruh holothurin hampir mirip dengan apa yang
tejadi oleh cocaine, procaine dan physostigmine. CHANLEY et al. (1959) melakukan isolasi
dan analisa kandungan unsur gula pada holothurin A. Analisa dasar terhadapnya
rumus

empiris

diperoleh

sebagai C50 52H61 65O25 26 SNa. Produk hidrolisa yang diturunkan

dari holothurin A, memberikan petunjuk bahwa zat ini merupakan campuran dari beberapa
glycosida yang masing-masing terdiri atas satu steroid aglycone dari 26-28 karbon dan 4-5 atom
oksigen, satu molekul setiap dari empat macam gula yang berbeda dan satu molekul sulfuric
acid berbentuk garam sodium. Pemisahan dan identifikasi monoses yang diturunkan dari
holothurin A, diperoleh : D-glucose, D-xylose, D-glucomethylose (quinovose) dan 3-0methylglucose. Mereka kemukakan

juga tentang sifat neurotoksik, hemolitik dan concerostatic

dari holothurin A. Pada studi lebih lanjut, CHANLEY et al. (1960) mengisolasikan quinovose,
3-0-methylglucose, trace of glucose, quinovosyl-3-0-methyl glucose, 3-0-methyl-glucosylglucose dan sejumlah kecil 3-0-methyl-glucosyl- lucosyl- xylose. Dalam ihtisar hasil penelitian
mengenai toksin pada ekhinoderm oleh HABERMEHL & KREBS (1990), ternyata bahwa
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII
FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 26 of 41

senyawa toksin pada teripang bervariasi dalam struktur komposisi glykosidnya. Variasi
tersebut hampir sebanyak jenis-jenis teripang itu sendiri.
Beberapa tulisan yang berkaitan dengan holothurin pada teripang dihimpun oleh
HOLAND & HOLAND (1969). Hal ini memberikan indikasi akan potensi manfaat teripang
dalam aspek lain selain sebagai bahan pangan. Apa yang sudah ditemukan oleh para peneliti
nampak mengarah pada hasil positip bahwa teripang berpotensi sebagai bahan dasar obat.
ANONIM (1970) mencatat bahwa ekstrak yang dihasilkan dari teripang menghambat
pertumbuhan tumor pada tikus, namun belum ada pengungkapan lebih lanjut tentang temuan ini.
Jalan kearah sana sudah dirintis, terbuka kesempatan para ahli farmakologi untuk
mengungkapkan lebih lanjut. Dalam iktisar yang dibuat oleh RUSSELL (1965) tentang hewan
laut yang mengandung toksin, berbisa dan beracun beberapa jenis filum Echinodermata
termasuk didalamnya diantaranya kelompok teripang. Teripang dipungut sebagai bahan pangan,
namun hampir tidak pernah dilaporkan adanya keracunan yang berakibat fatal. Keracunan yang
mungkin ada oleh makanan ini tidak ada kaitannya dengan kandungan toksik tersebut
(CHANLEY et al 1960). Toksik tersebut tidak efektif bila termakan secara oral. Namun
keracunan bisa mungkin terjadi bila pada waktu pengolahan pengawetannya dilakukan tidak
sempurna.
Hasil penelitian medik akhir-akhir ini (ANONIM 1991) pada teripang Stichopus
japonicus menunjukkan bahwa hampir disemua bagian tubuhnya mengandung beberapa jenis
mucopolysaccharida asam yang mempunyai efek khusus terhadap pertumbuhan, pemulihan
(recovery) dari sakit, anti imflammation, pembentukan tulang, dan pencegahan/penundaan
terhadap penuaan jaringan, serta arteriosclerosis. Mucopolysaccharide adalah juga berdaya
obat antitumor. Dalam pada itu senyawa ini mem- punyai efek intensive pada contravariant.
Holotoksin yang diekstrak dan dimurnikan dari teripang adalah suatu antimycin yang efektif.
Dengan larutan 6,25 25 ug/ml, holotoksin tersebut dapat mencegah tumbuhnya berbagai jenis
jamur. Berapa jenis teripang yang diketahui berdaya obat (medicinal value) selain S. japonicus
yaitu S. variegatus S. Chloronotus. Thelenota ananas dan Bohadschia argus, sedangkan
beberapa jenis teripang yang dikemukakan oleh NIGRELLI & JAKOWSKA (1960) banyak
tersebar di daerah Indo Pasifik termasuk Indonesia.
3.5. Kelas Crinoidea

Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII


FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 27 of 41

Gambar 22. Lili laut

Lili

laut

atau

Crinoidea

adalah

salah

satu

anggota

filum

echinodermata. Bentuk tubuh dan penampilannya menyerupai tanaman lili


atau pakis. Bagi orang awam lili laut mungkin dianggap sebagai flora laut,
apalagi bagian tangannya mempunyai corak warna yang beraneka ragam,
hijau, kuning, merah, hitam atau kombinasi dari dua atau lebih warna.
Secara umum Crinoidea dapat digolongkan dalam dua kelompok besar
yaitu Comatulida atau lili laut yang hidup bebas dan bisa berpindah tempat,
dan "stalked crinoid" atau lili laut bertangkai. Kelompok lili laut yang
disebutkan belakangan ini, hidupnya di dasar laut dan tidak bisa berpindah
tempat.
Lili laut ditemukan di semua laut dengan kedalaman antara 0 - 6000
m. Jenis Comatulida hidup di perairan dangkal sedangkan lili laut bertangkai
(stalked crinoids) hidup di laut dalam. Telah diketahui anggota lain dari filum
echinodermata seperti teripang, bulu babi, bintang laut, dan bintang ular
dapat dikelompokkan berdasarkan cara makan dan macam makanan. Lili
laut pada umumnya mempunyai cara dan kebiasaan makan yang sama
dengan kelompok di atas yaitu termasuk kedalam kelompok biota pemakan
penyaring (filter feeders). Makanannya pun berupa plankton dan partikel
melayang (seston).
Secara ekonomis lili laut tidaklah mempunyai nilai yang berarti, tetapi
kehadirannya di daerah terumbu karang adalah cukup penting terutama di
dalam siklus rantai makanan di ekosistem terumbu karang tersebut. Selain
itu kehadiran lili laut di terumbu karang akan menambah nilai este-tika
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII
FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 28 of 41

terumbu karang tersebut. Menurut penelitian para pakar, ternyata bahwa lili
laut juga dikonsumsi oleh berbagai jenis ikan karang (MEYER 1985).
Penelitian mengenai kehidupan lili laut cukup banyak dilakukan pakar
asing terutama untuk jenis-jenis lili laut yang hidup di terumbu karang.
3.5.1. Makanan dan Cara Makan
Macam makanan dari lili laut adalah plankton, termasuk larva ikan, larva biota bentik
dan partikel melayang atau seston (RUTMAN & FISHELSON 1969; MEYER 1985). Lili laut
disebut juga sebagai pemakan makanan tersaring yang pasif (passive filter-feeders). Aktifltas
makan terutama dilakukan di malam hari, siang hari kebanyakan lili laut bersembunyi di bawah
atau di celah-celah koloni karang (CLARK 1976; RUTMAN & FISHELSON 1969). Pada waktu
aktifitas makan, kelihatan lili laut ini berkelompok dan membentuk semacam barisan dengan
posisi tangan-tangan terkembang seperti kipas dan mengarah kepada datangnya arus (menentang
arus). Pada tangan-tangan lili laut terdapat percabangan kapur yang disebut pinnulus, posisi
percabangan ini dapat bergantian atau bertentangan, secara sepintas menyerupai bentuk bulu
ayam. Cabang-cabang kapur ini berfungsi menyaring plankton dan partikel melayang, kemudian
dengan gerakan yang teratur dan serempak dari pinnulus dan kaki tabung, partikel makanan
tersebut diarahkan kebagian mulut yang terdapat di pertengahan disk. Kondisi mengelompok
(aggregasi) di suatu koloni karang bisa dianggap sebagai usaha bersama untuk meningkatkan
efisiensi penyaringan partikel makanan (BIR-KELAND 1989).
ZMARZLY (1984), melaporkan bahwa dalam posisi makan seluruh tangan-tangan lili
laut akan terentang secara maksimal. Sedangkan pada posisi istirahat tangan-tangan tersebut
akan melingkar ke arah dalam. Posisi lili laut dalam pengambilan makanan dapat dilihat pada
Gambar 21.

Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII


FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 29 of 41

Gambar 21. A. Lili laut dalam posisi makan dan B. dalam posisi istirahat

3.5.2. Daur Hidup


Sebagaimana umumnya kelompok echinodermata, pada lili laut kelaminnya terpisah,
tetapi dimorfisma seksual tidak tampak dari luar. Gonad terletak kurang lebih pada sepertiga
pangkal tangan, biasanya pinnulus yang mengandung gonad bentuknya lebih menebal dari
pinnulus yang lain. Hewan jantan dan betina masing-masing melepaskan sperma dan sel telur ke
dalam air laut di sekitarnya. Pertemuan sperma dan sel telur akan membentuk zygote, kemudian
tumbuh menjadi larva yang bisa berenang bebas disebut sebagai vitellaria larva. Pada akhirnya
larva akan mengalami metaformosa dan menempel pada substrat keras seperti, karang mati, kulit
kerang, gorgonian atau benda keras lainnya. Setelah mengalami metamorfosa lili laut tersebut
mempunyai tangkai dan 5 tangan, stadium ini disebut juga sebagai pentacrinoid larva. Lamanya
stadium pentacrinoid larva ini sekitar 2 sampai 4 bulan. Selanjutnya lili laut tersebut akan
melepaskan diri dari tangkainya dan mulai membentuk kaki cengkram (cirrus). Saat ini lili laut
telah mirip dengan hewan dewasa dan dapat berenang bebas dan berpindah tempat dari satu
obyek yang keras ke obyek lainnya. Lili laut yang hidup di laut jeluk, tetap mempertahankan
bagian tangkai ini dan hidup tertambat untuk selamanya. Menurut FELL (1966), lili laut
kelompok Comatulida mengalami matang kelamin pada umur satu sampai dua tahun dan hewan
ini dapat hidup selama 4 sampai 5 tahun. Sedangkan lili laut bertangkai yang hidup di laut jeluk
mengalami matang kelamin pada usia 10 tahun dan dapat hidup selama kurang lebih 20 tahun.
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII
FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 30 of 41

3.5.3. Morfologi, Sistematika dan Sebaran

Gambar 22. Lili laut bertangkai

Lili laut sebagaimana anggota filum echinodermata lainnya mempunyai susunan tubuh
bersimetri lima (pentaradial simetri), tubuh berbentuk cakram (disk) di dalamnya terdapat sistem
pencernaan, sistem reproduksi, sistem saluran air, sistem respirasi dan sistem saraf. Tubuh
dilindungi oleh lempeng kapur berbentuk perisai (ossicles). Mulut dan anus terletak di sisi yang
sama yaitu di sisi oral. Pada umumnya mulut terletak di pertengahan dari disk atau disebut
sebagai kondisi "endocyclic", tetapi pada beberapa anggota suku Comasteridae mulut terletak
pada posisi tepi dari disk atau disebut kondisi "exocydic". Dari disk tumbuh lima tangan (arms)
atau lebih. Percabangan tangan bisa berupa percabangan ganda atau semi ganda, atau berupa
percabangan tak beraturan, sehingga pada kenyataaannya lili laut mempunyai lebih dari 10
tangan, biasa-nya berkisar antara 10 sampai 200 tangan. Sebagai contoh lili laut jenis
Comanthus bennetti bisa mempunyai 60 - 200 tangan (CLARK 1976). Di sepanjang tangan
terda-pat sistem reproduksi dan sistem pembuluh air. Pada dasar disk (sisi aboral) terdapat kakikaki cengkram atau "cirrus". Kaki cengkram ini berfungsi sebagai pemegang pada substrat keras
sewaktu lili laut tersebut bertengger di atas koloni karang atau pada substrat keras lainnya.
Lili laut yang hidup saat ini diperkira-kan sekitar 690 jenis (species), yang termasuk
dalam kelas Crinoidea. Kelas Crinoidea ini hanya terdiri dari satu anak kelas yaitu anak kelas
Articulata. Anak kelas Articulata ini terdiri dari 3 bangsa (ordo), 20 suku (famili), dan 169
marga.
Jenis-jenis Comatulida terutama hidup di perairan dangkal antara 0 meter sampai 100
meter, terutama di tempat-tempat yang bersubstrat keras dan berarus kuat. Sedangkan kelompok
Crinoidea bertangkai adalah penghuni laut dalam (200 m - 6000 m).
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII
FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 31 of 41

Kelompok ini diduga menghilang dari perairan dangkal pada zaman "cretaceous" akhir
(BIRKELAND 1989). Sedangkan jenis lili laut yang termasuk dalam kelompok comatulida,
merupakan karakteristik perairan dangkal, hidup tersebar terutama diwilayah Indo-Pasifik Barat
dan Karibia. Tidak bisa dijelaskan kenapa biota ini tidak ditemukan di wilayah Indo-Pasifik
Timur dan di perairan Panama. Diduga, batas sebaran paling timurnya untuk kawasan IndoPasifik Barat adalah daerah Kepulauan Marshall (BIRKELAND 1989). Keanekaragaman jenis
comatulida ini menurun tajam ke arah belahan bumi selatan dan utara, dan pusat sebarannya
adalah di wilayah Indo-Pasifik Barat dan Karibia.
Beberapa jenis lili laut dapat menyesuaikan diri untuk hidup di dasar yang berlumpur
lunak. Di sini terlihat kaki cengkram (cirrus) tumbuh memanjang sehingga biota ini tidak
terperosok sewaktu berada di dasar yang lunak tersebut (FELL 1966). Namun habitat yang
paling cocok buat lili laut adalah ekosistem terumbu karang. Pada ekosistem terumbu karang lili
laut dapat mencapai diversitas maksimal (BRAD-BURY et al. 1987). Diduga persyaratan hidup
di ekosistem terumbu karang adalah sangat sesuai buat lili laut. Suku yang pa-ling menonjol di
ekosistem terumbu karang adalah suku Comasteridae (ZMARZLY1985; BRADBURY et al
1987).
Di perairan Indonesia terbatas pada kedalaman antara 0 m sampai 20 m, terda-pat sekitar
91 jenis (species) lili laut yang tergabung dalam 33 marga dan 21 suku (CLARK &R0WE 1971).
3.5.4. Habitat dan Kepadatan
Lili laut membutuhkan air laut yang bersalinitas agak tinggi dengan toleransi pada air
laut normal sampai sedikit salin (28 %0 sampai 36 %0). Boleh dikatakan biota ini tidak ada di
perairan mangrove dan estuarina. Lili laut dapat hidup di dasar perairan laut lepas, terutama
yang bersubstrat keras dan berarus relatif kuat. Tetapi ekosistem terumbu karang merupakan
habitat yang paling umum untuk kelompok lili laut ini. Pada ekosistem terumbu karang lili laut
biasanya menempati daerah tubir dan lereng terumbu. Persyaratan adanya arus lokal yang relatif
kuat, perairan yang jernih, oksigen yang cukup, tersedianya plankton yang cukup dan terlindung
dari hempasan ombak yang kuat menyebabkan lili laut disebut juga sebagai biota yang
sebarannya sangat ditentukan oleh kualitas habitat. Selain itu lili laut juga dilaporkan
mempunyai respon negatif terhadap cahaya yang kuat (FELL 1966). Faktor lingkungan ini bisa
dipandang sebagai faktor pem-batas yang amat penting dalam sebaran-nya.
Kaki cengkram atau cirrus dapat sangat panjang (5 cm - 10 cm). Pada jenis yang
teradaptasi hidup di lumpur, atau berukuran sedang ( 1 cm 4 cm) untuk jenis-jenis yang hidup
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII
FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 32 of 41

di terumbu karang. Namun untuk jenis-jenis tertentu yang hidup berlindung di dalam koloni
karang batu kaki cengkram ini bisa sangat tereduksi atau hilang sama sekali. Kaki cengkram ini
biasanya berjumlah 5 sampai 30.
Di Kepulauan Lizard (Great Barrier Reef), kepadatan lili laut dapat mencapai 18 ekor per
meter persegi (VAIL 1987). Sedangkan BIRKELAND (1989) melaporkan bahwa dalam satu
koloni Gorgonian pernah dijumpai 14 ekor lili laut. Selanjutnya FISHELSON (1968),
melaporkan bahwa lili laut jenis Lamprometra klunzingeri yang hidup di daerah terumbu karang
di Eilat, Laut Merah, dapat mencapai kepadatan 70 ekor per meter persegi. Hadir atau absennya
lili laut di suatu ekosistem terumbu karang tidak memberikan dampak yang berarti, tetapi secara
langsung dapat mempengaruhi populasi plankton di terumbu karang tersebut, dan secara tidak
langsung dapat pula mempengaruhi populasi ikan karang dan biota bentik di terumbu karang
tersebut (BIRKELAND 1989).
3.5.5. Senyawa Bioaktif dan Potensi Farmakologi
Lili laut (Comaster sp.) merupakan salah satu genus dari filum Echinodermata yang
sampai saat ini masih sedikit sekali pemanfaatannya dan belum bernilai ekonomis penting.
Bentuk tubuh dari lili laut sangatlah unik karena berbentuk seperti tanaman. Kelimpahan lili laut
di sekitar pulau Pramuka mencapai 3.142 ind/ha dan belum termanfaatkan dengan maksimal
(FDC-IPB 2010). Pemanfaatan lili laut di Indonesia khusunya Kepulauan Seribu dapat dijadikan
sebuah indikator suatu ekosistem terumbu karang. Hal ini telah dibuktikan dalam penilitian Yusri
et al. (2005) bahwa lili laut memiliki kelimpahan maksimum di perairan yang masih baik,
sedangkan pada perairan yang buruk lili laut tidak dapat hidup.

Penelitian mengenai kehidupan lili laut cukup banyak dilakukan pakar-pakar asing
terutama untuk jenis lili laut yang hidup di terumbu karang (Aziz et al. 1990). Upaya untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat Indonesia dan untuk meningkatkan nilai komersialitas
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII
FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 33 of 41

dari lili laut adalah dengan melakukan penelitian mengenai antioksidan yang terkandung dari di
dalam lili laut. Hasil uji proksimat pada lili laut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil uji proksimat lili laut dibandingkan dengan bulu babi dan teripang
Komponen
Lili laut(%)
Bulu babi(%)1 Teripang(%)2
Kadar air
74,67 (bb)
69,47 (bb)
92,65 (bb)
Kadar lemak
0,55 (bk)
2,45 (bk)
0,15 (bk)
Kadar protein
0,11 (bk)
16,99 (bk)
2,85 (bk)
Kadar abu
13,51 (bk)
2,25 (bk)
3,16 (bk)
Kadar karbohidrat
11,16 (bk)
8,84 (bk)
1,19 (bk)
1
Sumber: ( Murniyati dan Setiabudi 1998 dalam Mustafa 2007)
2

( Meydia 2007)

3.5.6. Aktivitas Antioksidan


Keberadaan senyawa antioksidan dalam suatu bahan dapat diketahui melalui uji aktivitas
antioksidan. Metode yang digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan dalam lili laut adalah
dengan menggunakan radikal bebas diphenylpicrylhydrazyl (DPPH). Diphenylpicrylhydrazyl
merupakan radikal bebas yang bersifat stabil dan beraktivitas dengan cara mendelokasi elektron
bebas pada suatu molekul, sehingga molekul tersebut tidak reaktif sebagaimana radikal bebas
yang lain. Metode ini dipilih karena karena merupakan metode yang sederhana, mudah, dan
menggunakan sampel dalam jumlah yang sedikit dengan waktu yang singkat (Hanani et al.
2005).
Aktivitas antioksidan pada penelitian ini menggunakan metode DPPH dengan
menggunakan prinsip spektrofotometri dengan panjang gelombang 517nm. Larutan senyawa
antioksidan dari hasil ekstraksi lili laut yang ditambahkan dengan larutan DPPH (dalam
metanol) berubah warna dari ungu menjadi kuning cerah. Penurunan absorbansi, yang
ditunjukkan dengan berkurangnya warna ungu menunjukkan adanya aktivitas antioksidan.
Menurut (Molyneux 2004). Suatu senyawa dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan
apabila senyawa tersebut mampu mendonorkan atom hidrogennya pada radikal DPPH, yang
ditandai dengan perubahan warna ungu menjadi kuning pucat.
Pembanding yang digunakan pada penelitian ini adalah antioksidan sintetik
butylatedhydroxytoluene (BHT). Butylatedhydroxytoluene dalam penelitian ini dibuat dengan
konsentrasi 2, 4, 6, dan 8 ppm. Konsentrasi tersebut diperoleh dari hasil pengenceran stok BHT
dengan konsentrasi 250 ppm. Konsentrasi ekstrak kasar lili laut yang digunakan pada metode

Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII


FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 34 of 41

DPPH ini adalah 200, 400, 600, dan 800 ppm. Konsentrasi tersebut diperoleh melalui proses
pengenceran dari setiap larutan ekstrak kasar lili laut 1000 ppm.
Persen inhibisi adalah kemampuan suatu bahan untuk menghambat aktivitas radikal
bebas, yang berhubungan dengan konsentrasi suatu bahan. Nilai IC 50 diartikan sebagai
konsentrasi substrat yang dapat menyebabkan berkurangnya 50% aktivitas DPPH. Semakin
kecil nilai IC50 berarti nilai aktivitas antioksidan semakin tinggi (Molyneux 2004). Hasil uji
aktivitas antioksidan BHT dan berbagai ekstrak kasar lili laut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil uji aktivitas antioksidan
Sampel
BHT

Ekstrak_Etanol
Ekstrak_Kloroform
Ekstrak_Etil_Aseta
t
Ekstrak_Metanol

2ppm
12,55
200ppm
22,59
16,84
8,04
39,51

% Inhibisi
4ppm
6ppm
23,67
79,37
400ppm
600ppm
28,32
32,56
19,69
19,97
13,05
48,75

17,23
58,38

IC50 (ppm)
8ppm
89,45
800ppm
34,61
21,08

1.605,25
5.718,08

22,28
62,99

2.016,78
419, 21

4,91

Aktivitas antioksidan tertinggi pada lili laut terdapat pada ekstrak kasar metanol dengan
nilai IC50 sebesar 419,21% yang menunjukkan 50% radikal bebas DPPH dapat dihambat
aktivitasnya pada konsentrasi 419,21 ppm. Diikuti dengan nilai aktivitas antioksidan pada
ekstrak etanol dengan nilai IC50 sebesar 1.602,05% yang menunjukkan 50% radikal bebas DPPH
dapat menghambat aktivitasnya pada konsentrasi 1.602,05 ppm dan nilai aktivitas antioksidan
pada ekstrak etil asetat dengan nilai IC 50 sebesar 2.016,78% yang menunjukkan 50% radikal
bebas DPPH dapat menghambat aktivitasnya pada konsentrasi 2.016,78 ppm. Aktivitas
antioksidan terendah lili laut terdapat pada ekstrak kloroform dengan nilai IC50 sebesar
5.718,08% yang menunjukkan 50% radikal bebas DPPH dapat dihambat aktivitasnya pada
konsentrasi 5.718,08 ppm.
Secara spesifik suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC 50
kurang dari 0,05 mg/ml, kuat untuk IC 50 antara 0,05-0,10 mg/ml, sedang jika IC 50 bernilai 0,100,15 mg/ml, dan lemah jika IC50 bernilai 0,15-0,20 mg/ml (Molyneux 2004). Aktivitas
antioksidan ekstrak metanol masih tergolong lemah karena nilai IC 50-nya jauh lebih besar dari
200 ppm. Hal ini dapat terjadi karena ekstrak yang diuji masih berupa ekstrak kasar, sehingga
perlu dilakukan proses pemurnian. Ekstrak kasar ini masih mengandung senyawa lain yang
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII
FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 35 of 41

bukan merupakan senyawa antioksidan. Tetapi jika dibandingkan dengan hewan invertebrata air
lainnya (keong melo, kerang pisau, keong mas, dan nudibranch) lili laut memiliki nilai aktivitas
antioksidan yang paling tinggi.
Berdasarkan hasil perhitungan, rata-rata kemampuan menghambat radikal bebas terendah
terdapat pada konsentrasi 200 ppm, yaitu 22,59% untuk ekstrak etanol, 16,84% untuk ekstrak
kloroform, 8,03% untuk ekstrak etil asetat, 39,51% untuk ekstrak metanol. Sedangkan rata-rata
kemampuan menghambat radikal bebas tertinggi terdapat pada konsentrasi 800 ppm, yaitu
34,61% untuk ekstrak etanol, 21,08% untuk ekstrak kloroform, 22,28% untuk ekstrak etil asetat,
62,99% untuk ekstrak metanol. Semakin tingginya konsentrasi ekstrak kasar lili laut yang
digunakan menghasilkan persentase penghambatan radikal bebas yang tinggi pula. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Qian dan Nihorimbere (2004), yang menyatakan
bahwa persentase penghambatan terhadap aktivitas radikal bebas meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi ekstrak.
Ekstrak kasar lili laut mengandung empat komponen bioaktif yaitu komponen alkaloid,
steroid, flavonoid, dan karbohidrat. Ekstrak kasar kloroform, etil asetat, dan metanol kerang
pisau memiliki aktivitas antioksidan. Ekstrak kasar metanol lili laut memiliki aktivitas
antioksidan paling tinggi dengan nilai IC50 sebesar 419,21% sehingga lili laut dapat dinyatakan
sebagai salah satu jenis Echinodermata pengahasil senyawa antioksidan yang dapat
dikembangkan lebih lanjut sebagai bahan baku pangan fungsional dan industri farmasi.
(Via Rifkia, S. Far)
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Filum echinodermata ini adalah hewan yang berduri yang mempunyai peranan yang
cukup besar bagi kehidupan manusia yang dapat digunakan sebagai pangan maupun obat-obatan
dan juga bermanfaat sebagai sumber daya perairan serta berperan dalam ekologi.
Sudah banyak penelitian yang menyinggung Phylum ini dari sisi morfologi, ekologi dan
penyebaran serta isolasi bahan aktifnya. Tetapi untuk penelitian mengenai kegunaannya dalam
dunia pengobatan dan kedokteran masih berupa penilitian secara in vivo dan in vitro, belum
sampai pada penelitan kilinis dan dapat dipakai dalam dunia pengonatan konvensional.

Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII


FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 36 of 41

4.2. Saran
Perlu adanya pengembangan penelitian lebih lanjut terhadap Phylum ini terutama
terhadap zat bioaktif sampai pada efek farmakologis dan manfaatnya bagi dunia kedokteran,
sehingga dapat dipergunakan dalam industry makanan dan obat-obatan.

DAFTAR PUSTAKA
Alejandro MS Mayer; Abimael D. Rodriguez; Roberto GS Berlinck; Mark T. Hamann, marine
Pharmacology in 2005-6: Marine Compounds with Anthelmintic, Antibacterial,
Anticoagulant,

Antifungal,

Anti-inlamatory,

Antimalarial,

Antiprotozoal,

Antituberculosis, and Antiviral activities; affecting the Cardivascular, Immune and


Nervous System, and other miscellaneous mechanisms of Action. USA: Elsevier. 2009.
Hal 284-304.
Alla A. Kicha*, Anatoly I. Kalinovsky, Natalia V. Ivanchina, Timofey V. Malyarenko,Pavel S.
Dmitrenok, Svetlana P. Ermakova, and Valentin A. Stonik, Four New Asterosaponin,
Hipasteroisidea A-D, from the Far Eastern Starfish Hippasteria kurilensis dari jurnal
Chemistry and Biodiversity vol 8. 2011. Hal 166-172.
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII
FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 37 of 41

Animal Diversity Web University of Michigan Museum of Biology. Class Echinoidea. Diunduh
dari: http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Echinoidea.html.
Diakses Februari 2011.
Anonim. Bulu babi Merah, Hewan yang Nyaris "Hidup Selamanya". Diunduh dari:
www.kompas.com/teknologi/news/0311/25/163940.htm. Diakses April 2007.
Anonim. Bulu Babi. Diunduh dari: www.pipp.dkp.go.id/pipp2/species.html?idkat=
12&idsp=259. Diakses April 2007.
Anonim. Manfaat Bulu Babi bagi Kesehatan. Gatra, No. 17 Tahun XVI: 4 -10 Maret 2010.
Anonim. 1970, Drugs from the sea. Comm. Fish. Rev, 32 (6) : 20 -22.
Anonim. 1991. Training manual on breeding and culture of scallop and sea cucumber in China.
Training manual 9, Yellow Sea Fisheries Research Institute in Qingdao, Peoples
Republic of China. 83 pp.
Anonimus. Saudara Tua Manusia Tubuhnya Berduri. Diunduh dari:
http://www.kompas.com/ver1/Iptek/0611/10/152724.htm. Diakses Mei 2007.
Aziz, Aznan., Sugiarti, Herri., dan Supardi. 1991. Beberapa Catatan
Mengenai Kehidupan Lili Laut. Oseana, Volume XVI, Nomor 3 : 17-24
Bakus, G.J. 1973. The biology and ecology of tropical holothurians. In : Biology and Geology of
Coral Reefs (O.A. Jones & R. Endean, eds.) Vol. II, Biology 1 : 326 93 387. Academic
Press, New York
Brusca, R.C. and G.J. Brusca. 1990. Invertebrates Sinauter Associates. Inc Publishers,
Sunderland Massachusetts. Hal 695-769
CHANLEY, J.D.; R. LEDEEN; J. WAZ; R.F. NIGRELLI

and H.

SABOTKA

1959.

Holothurin. I. The isolation, properties and sugar components of holothrin A. J. Am.


Chem. Soc. 8 : 5180 5183.
CHANLEY, J.D.; J. PERSTEIN; R.F. NIGRELLI dan H. SABOTKA 1960. Further
studies

on

the

structure

of holothurin. Ann. N. Y. Acad. Sci, 90 : 902 -905.

DARSONO, P. 1988. Teripang sebagai variasi sumber protein hewani. Widyakarya


Pangan dan Gizi IV, Jakarta 1 -3 Juni 1988, 12 hal.
CONAND 1979. Beche- de-mer of the Tropical Pacific. South Pac. Comm. Handbook 18 : 31
pp.
D.S. Bakuni, D.S. Rawat, Bioactive Marine Natural Products : Bioactive Metabolits of Marine
Invertebrates. New Delhi (India): Anamaya Publisher. 2005.
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII
FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 38 of 41

Echinoidea. Diunduh dari: http://zipcodezoo.com/Key/Animalia/Echinoidea_Class.asp. Diakses


Februari 2011.
Fereshteh Farokhi 1, Gaetane Wielgosz-Collin 1, Monique Clement 2, Jean-Michel Kornprobst 1
and Gilles Barnathan, Cytotoxicity on Human Cancer Cells of Ophidiacerebrosides
Isolated from the African Narcissia canariensis dari jurnal Marine Drugs vol 8. 2010. Hal
2989-2996.
FRIES, S.L.; F.G. STANDAERT; E.R. WHITCOMB; R.F. NIGRELLI; J.D. CHANLEY
dan H. SABOTKA 1959. Some pharmacologic properties of holothurin, an active
neurotoxin from the sea cucumber. J. Pharmacol. Exptl. Therap. 126 : 323 329.
FRIES, S.L.;F.G. STANDAERT; E.R. WHITCOMB; R.F. NIGRELLI; J.D. CHANLEY
dan H.

SABOTKA

1960. Some

pharmacologic

properties

of holothurin A, a

glycosidic mixture from a sea cucumber. Ann. N. Y. Acad. Sci. 90 : 893 901. GENTLE,
M. dan C.
Gunarto dan Setabudi E. Perkembangan Gonad Bulu Babi (Tripneustes gratilla) di Kepulauan
Spermonde, Sulawesi Selatan. Jakarta : Badan Riset Kelautan dan Perikanan,
Departemen Kelautan dan Perikanan; 2002.
HABERMEHL, G.G. dan H.C. KREBS 1990. Toxins of Echinoderms. Dalam : Atta-ur Rahman
(Ed). Studies in natural products Chemistry, vol. 7. Elsevier Sci. publish. B. V.,
Amsterdam, p. 265 316.
Hai-fang Li; Guo-ping Cai; Meng-su Yang, Acetone Extracts of Sea Urchin Anthocidaris
crassispina Stimulate Osteogenesis and Adipogenesis in Mouse Mesenchymal Stem
Cells. Chengdu : Bioinformatics and Biomedical Engineering (iCBBE) 4 th International
Conference. 2010.
HOLAND, N.D. dan L.Z. HOLAND 1969. A bibliography

of Echinoderm

Biology,

Continuing Hymans 1955 Bibilography through 1965. Publ. Staz. Zool. Napoli 37 : 441
543.
Integrated Taxonomic Information System. Echinoidea TSN 157821. Diunduh dari:
http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?
search_topic=TSN&search_value=157821. Diakses Februari 2011.
Iorrizzi M; Marino S.De; Zollo F, Steroidal Oligoglycosides from the Asteroidea dalam jurnal
Current Organic Chemistry. Vol 5 no 9. 2001. Hal 951-973.
Li Chun. Antimicrobial peptides in sea urchins - Isolation, characterization and expression.
Troms: Universitetet i Troms; 2010.
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII
FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 39 of 41

Lonng Kh; Wu ZD. Marine Natural Products Chemistry. Beijing: Marine Publishing Company.
1984.
Lopuch Meredith. Seafood Watch-Urchin Report. Final Report. Monterey: Monterey Bay
Aquarium; 2008.
Marta S. Maier, Biological Activities of Sulfated Glycosides from Echinoderms. Buenos Aires,
Argentina: University of Buenos Aires. 2008.
Matranga Valeria, Ed. Echinodermata. Berlin: Springer; 2005.
NIGRELLI, R.F. 1952. The effect of holothurin on fish and mice with Sarcoma- 180.
Zoologica 37

89

-90.

NIGRELLI, R.F. dan S. JAKOWSKA 1960. Effect of holothurin, a steroid saponin from the
Bahaman sea cucumber (Actinopyga agassizi) on various biological systems. Ann. N.
Y. Acad. Sci, 90 : 884 892.
Nontji A. Laut Nusantara. Jakarta : Djambatan; 2005.
Pechnik, J.A. 1991. Biology of The Invertebrates. Second Edition. Win C. Brown Publishers
Dubuque. Hal 269-341
Ratna FD. Pengaruh penambahan gula dan lama fermentasi terhadap mutu pasta fermentasi
gonad bulu babi Diadema setosum dengan Lactobacillus plantarum sebagai kultur starter
[skripsi]. Bogor : Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor; 2002.
Retno Hartati.2007.Manfaat teripang.seacucumber. http://retno2007.blogspot.com/
Ruppert, E.E and R.D. Barnes., 19994. Invertebrates Zoology. Sixth Edition. Saunders College
Publishing. Forth Worth. Hal 361-498.
RUSSELL, F.E. 1965. Marine Toxins and Venomous and Poisonous Marine Animals. Adv. Mar.
Biol. 3 : 255 284.
Suwigyo, S.B. Widigdo. Y. Wardiatno dan M. Krisanti., 1998. Avertebrata Air. Jilid I. Fakultas
Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Hal 105-160
. Toha AHA. Keragaman Genetik Bulu Babi (Echinoidea). Biota Vol. 12 (2), Juni 2007, p.131135.
Ulfana. Bulu Babi. Diunduh dari: http://ulfana.multiply.com/journal/item/7/Bulu_Babi. Diakses
Maret 2011.
Valerie J. Smith; Andrew P. Desbois; Elisabeth A. Dyrynda, Conventional and Unconventional
Antimicrobials from Fish Marine Invertebrates and Micro-algae dari jurnal Marine Drugs
Vol 8. 2010. Hal 1213-1226.
Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII
FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 40 of 41

YAMANOUCHI, T. 1955. On the poisonous substance contained in holothurians. publ. Seto


Mar. Lab. 4 : 183 203.

Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII


FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia)

Page 41 of 41

Anda mungkin juga menyukai