PENDAHULUAN
Kekurangan vitamin A pada retina berpengaruh terhadap rhodopsin dalam retina yang
berfungsi untuk adaptasi mata dari tempat yang terang menuju tempat yang gelap. Jika
dibiarkan terus-menerus akan menyebabkan gejala awal yaitu buta senja.
1.1. Anatomi dan Fisiologi Mata1,2
A. Adneksa Mata
1. Alis Mata
2. Kelopak Mata
Palpebra ( kelopak mata ) superior dan inferior adalah modifikasi lipatan
kulit yang dapat menutupi dan melindungi bola mata bagian anterior.
Kelopak mata terdiri atas 5 bidang jaringan yang utama. Dari superficial ke dalam
terdapat lapisan kulit, jaringan aerolar subkutan, lapisan otot striata, jaringan
aerolar submuskular, jaringan fibrosa, lapisan fibrosa nonstriata. Pada palpebra
terdapat tepian yang di bagi menjadi dua yaitu tepi palpebra anterior dan tepi
palpebral posterior. Punctum lacrimale terdapat di ujung medial tepian posterior
palpebra yang berfungsi menghantarkan air mata menuju saccus lacrimalis.
Terdapat beberapa kelenjar yang terletak pada kelopak mata diantaranya:
- Kelenjar meibom: disebut juga kelenjar tarsal dan merupakan kelenjar
sebasea yang termodifikasi. Kelenjar ini mensekresikan lapisan minyak yang
-
2. Sklera
Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar, yang
hampir seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat dan berwarna putih serta
berbatasan dengan kornea di sebelah anterior dan duramater nervus opticus di
posterior. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis
jaringan elastik halus, episklera, yang mengandung banyak pembuluh darah yang
mendarahi sclera.
3. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan
terdiri atas lapis:
a. Epitel
b. Membran bowman
c. Stroma
d. Membrane descement
e. Endotel
4. Traktus Uvealis.
Iris
Corpus Siliare
Koroid
5. Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir
transparan sempurna. Lensa tergantung pada zonula di belakang iris; zonula
menghubungkannya dengan corpus ciliare.
6. Sudut Bilik Mata Depan
Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan
pangkal iris. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis schwalbe, anyaman
trabekula (yang terletak di atas kanal schlemm), dan taji sclera (scleral spur).
7. Retina
Retina melapisi dua pertiga dinding bagian dalam bola mata. Retina terdiri
dari 10 lapisan dimulai dari sisi dalam keluar sebagai berikut:
1. Membran limitans retina
2. Lapisan serat saraf
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksiform dalam
5. Lapisan nukleus dalam
6. Lapisan pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
5
7. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang
8. Membran limitan eksterna
9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapisan yang terdiri dari sel batang dan sel
kerucut yang merupakan modifikasi sel saraf. Lapisan ini mengandung badan
sel batang dan kerucut. Sel batang merupakan sel khusus yang ramping.
Jumlah sel batang lebih banyak dibandingkan sel kerucut dan terdiri dari
segmen luar yang berbentuk silindris dengan panjang 28 mikrometer
mengandung fotopigmen rhodopsin dan suatu segmen dalam yang sedikit lebih
panjang yaitu sekitar 32 mikrometer. Keduanya mempunyai ketebalan 1,5
mikrometer. Inti selnya terletak di dalam lapisan inti luar. Ujung segmen luar
tertanam dalam epitel pigmen. Segmen luar dan dalam dihubungkan oleh suatu
leher yang sempit. Dengan mikroskop electron segmen luar tampak
mengandung banyak lamel-lamel membran dengan diameter yang seragam
dan tersusun seperti tumpukan kue dadar. Sel batang ini di sebelah dalam
membentuk suatu simpul akhir yang mengecil pada bagian akhirnya pada
lapisan pleksiform luar yang disebut sferul batang (rod spherule). Sel batang
yang hanya teraktivasi dalam keadaan cahaya redup (dim light) sangat
sensitive terhadap cahaya. Sel ini dapat menghasilkan suatu sinyal dari satu
photon cahaya. Tetapi sel ini tidak dapat menghasilkan sinyal dalam cahaya
terang (bright light) dan juga tidak peka terhadap warna.
10. Epitelium pigmen retina, merupakan suatu lapisan sel poligonal yang teratur,
ke arah ora serrata bentuk selnya menjadi lebih gepeng. Inti sel berbentuk
kuboid dengan sitoplasmanya kaya akan butir-butir melanin. Fungsi epitel
pigmen adalah
a. Menyerap cahaya dan mencegah terjadinya pemantulan.
b. Berperan dalam nutrisi fotoreseptor
c. Penimbunan dan pelepasan vitamin A
d. Berperan dalam proses pembentukan rhodopsin
Cahaya yang masuk ke dalam retina diserap oleh rhodopsin, suatu protein
yang tersusun dari opsin (protein transmembran) yang terikat pada aldehida
vitamin A. Penyerapan cahaya ini akan menyebabkan isomerisasi rhodopsin dan
memisahkan opsin dari ikatannya dengan aldehida vitamin A menjadi opsin bentuk
aktif. Opsin bentuk aktif kemudian memfasilitasi pengikatan guanosin triphosphate
(GTP) dengan protein transducin. Kompleks GTP-transducin ini kemudian
mengaktifkan enzim cyclic guanosin monophosphate phosphodiesterase suatu
6
ensim
yang
berperan
dalam
pembentukan
senyawaan
cyclic
guanosin
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Avitaminosis A Pada Mata
A. Definisi
Vitamin adalah suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh
tubuh kita yang berfungsi untuk membantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh.
Tanpa vitamin manusia tidak akan dapat melakukan aktifitas hidup dan kekurangan
vitamin dapat menyebabkan memperbesar peluang terkena penyakit pada tubuh
kita.8,12,7
Vitamin A, yang juga dikenal dengan nama retinol, merupakan vitamin yang
berperan dalam pembentukkan indra penglihatan yang baik, terutama di malam hari,
dan sebagai salah satu komponen penyusun pigmen mata di retina. Selain itu, vitamin
ini juga berperan penting dalam menjaga kesehatan kulit dan imunitas tubuh
Kekurangan vitamin A terjadi ketika kegagalan kronis untuk mengkomsumsi
jumlah vitamin A yang cukup atau hasil beta-karoten dalam serum darah yang berada
di bawah kisaran yang ditetapkan. Beta-karoten adalah sebuah bentuk provitamin A,
yang siap dikonversi menjadi vitamin A dalam tubuh. Kekurangan vitamin didapat
hasil dari asupan yang tidak memadai, malabsorpsi lemak, atau gangguan hati.
Defisiensi merusak kekebalan dan hematopoiesis dan menyebabkan ruam kulit dan
efek okular khas (misalnya, xeroftalmia, kebutaan malam). Bersama-sama dengan
penyakit Malnutrisi Energi Protein (MEP), penyakit tersebut merupakan penyakit
yang sangat penting di antara penyakit gangguan gizi di Indonesia dan di banyak
negara
penyebab kebutaan.8,9,12
Diagnosa berdasarkan temuan okuler khas dan vitamin A level rendah.
Kekurangan vitamin A yang berpanjangan dapat menyebabkan kebutaan total dan
ireversibel. Pada kekurangan vitamin A, kadar vitamin A dalam darah menurun
sampai kurang dari 20ug/dl (kadar normal 30ug/dl).11,14
B. Deskripsi
Vitamin A adalah salah satu zat gizi mikro yang diperlukan oleh tubuh yang
berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh (imunitas) dan kesehatan mata.
Vitamin A didapat dalam 2 bentuk yaitu preformed vitamin A ( retinol, retinal, asam
8
Metabolisme vitamin A :
Saat dikonsumsi, provitamin A (betakaroten) akan dilepaskan dari protein di
lambung. Retinil ester akan di hidrolase menjadi retinol di usus halus, karena bentuk
ini akan mudah diserap. 19
Kira-kira 50-90 % retinol yang telah dicerna akan diserap melalui usus halus
dan diangkut, bersama dengan kilomikron, ke hati, tempat retinol mulai disimpan
sebagai retinil palmitat. Ketika diperlukan retinol akan dilepaskan ke dalam darh
sebagai retinol dalam gabungan dengan retinol binding protein (RBP), suatu protein
pengangkut spesifik yang diurai oleh hati. Dalam serum, kompleks RBP- retinol
9
bergabung dengan transiterin, suatu protein besar yang juga disintesis di hati. Retinol
kemudian dipindahkan dari serum dan digunakan oleh sel sasaran, seperti fotoreseptor
retina dan sel epitel. 17,19
Di dalam jaringan, retinol diikat oleh protein -protein sel pengikat retinoid,
yaitu cellular retinoid-binding protein I (CRBPI) dan cellular retinoid-binding protein
II (CRBPII). Pada kompleks ini, retinol bisa saja diesterifikasi atau dioksidasi lebih
lanjut dengan retinol menjadi asam retinoik. dimana akhirnya terikat pada satu set
faktor transkripsi di dalam nukleus. Retinol intraseluler di jaringan perifer juga bisa
berkombinasi dengan protein plasma pengikat retinol di dalam jaringan atau
tergabung menjadi ester retinyl di lipoprotein. Siklus antara organ penyimpanan
utama seperti hepar dan jaringan epitel yang membutuhkan vitamin A
untuk
10
operasi
bypass
usus
kecil.Hal
ini
mungkin
karena
penurunan
11
D. Manifestasi Klinis
Defisiensi vitamin A subklinis biasanya tidak memiliki gejala, namun resiko
terjadinya infeksi saluran pernapasan, diare, dan pertumbuhan terhambat19
Defisiensi vitamin A adalah suatu penyakit sistemik yang mempengaruhi sel
dan organ seluruh tubuh, hasil perubahan arsitektur epitel tersebut disebut dengan
metaplasia keratinisasi. Metaplasia keranisasi pada saluran napas dan saluran kemih
serta perubahan epitel intestinal yang saling terkait mungkin timbul pada awal
penyakit, bahkan sebelum timbulnya perubahan mata yang dapat dideteksi secara
klinis. Walaupun demikian, karena perubahan nonokular ini sebagian besar tidak
terlihat, maka perubahan ini tidak memberikan suatu dasar yang kuat untuk diagnosis
klinik spesifik. Oleh karena itu, diantara populasi dengan dengan defisiensi vitamin A,
maka anak-anak dengan campak, penyakit saluran napas, diare, atau malnutrisi energi
protein yang nyata harus dicurigai memiliki defisiensi vitamin A dan diberi
pengobatan yang sesuai.17
Vitamin A juga berperan dalam menjaga fungsi epitel. Pada saluran cerna
dalam keadaan normal sel epitel mensekresi mukus yang berguna sebagai barrier
terhadap patogen yang dapat menyebabkan diare. Pada saluran pernafasan epitel
mensekresi mukus berguna untuk membuang zat-zat asing dan toksik yang masuk
kedalam saluran pernafasan. Perubahan epitel pada saluran pernafasan dapat
menyebabkan obstruksi bronkial. Pada keadaan defisiensi vitamin A perubahanperubahan pada epitel meliputi proliferasi sel basal, hiperkeratosis dan stratifikasi dari
epitel squamous. Metaplasia sel squamous di renal, ureter, epitel vaginal, pankreas
dan saluran saliva dapat meningkatkan resiko infeksi di lokasi tersebut. Pada kandung
kemih gangguan epitel dapat menyebabkan terjadinya pyuria dan hematuria.
Perubahan epitel pada kulit akibat defisiensi vitamin A menyebabkan kulit menjadi
kering, bersisik, terbentuknya hiperkeratosis yang biasanya ditemukan di lengan,
tungkai, bahu dan bokong.20
E. Klasifikasi
Xeroftalmia merupakan manifestasi klinis defisiensi vitamin A yang paling
spesifik dan mudah dikenali, dan dipakai secara pasti untuk menilai status vitamin A.
Penurunan penyimpanan vitamin A secara bertahap dan tanpa komplikasi dapat,
mengakibatkan peningkatan kehebatan xeroftalmia, bermanifestasi sebagai rabun
senja, xerosis konjungtiva, dan bercak Bitot, xerosis kornea, dan ulserisasi
kornea/keratomalasia.19
12
Tabel 1. Klasifikasi defisiensi vitamin A dan kelompok usia yang paling terkena
dampak menurut WHO15,16
Grade of xerophthalmia
(years)
XN Night blindness
2-6 ; adult woman
X1A Conjunctival xerosis
3-6
X1B Bitots spot
3-6
X2
Corneal xerosis
1-4
X3A Corneal ulcer/<1/3 cornea
1-4
X3B Corneal
ulcer/keratomatacia 1-4
XS
>2
1/3
XF
Adults
Corneal scarring (from X3)
Xerophtalmic fundus
Type of deficiency
Risk of
death
+
+
+
++
+++
++++
+/-
Gambar 4. Diagram yang menunjukkan daerah yang dirusak oleh xeroftalmia (kiri).
Gambar 5. Gambaran diagfragmatik lesi Xeroftalmia (kanan)17
F. Epidemiologi
Di seluruh dunia (WHO, 1991), diantara anak-anak pra sekolah diperkirakan
terdapat sebanyak 6-7 juta kasus baru xeropthalmia tiap tahun, kurang lebih 10%
diantaranya menderita kerusakan kornea. Diantara yang menderita kerusakan kornea
ini 60% meninggal dalam waktu satu tahun, sedangkan diantara yang hidup 25%
menjadi buta dan 50-60% setengah buta. Diperkirakan pada satu waktu sebanyak 3
juta anak-anak buta karena kekurangan vitamin A, dan sebanyak 20-40 juta menderita
kekurangan vitamin A pada tingkat lebih ringan. Perbedaan angka kematian antara
anak yang kekurangan dan tidak kekurangan vitamin A kurang lebih sebesar 30%
(Almatsier, 2003).6,4
Penelitian yang dilakukan World Health Organization (WHO) tahun 1992
menunjukkan dari 20 juta balita di Indonesia yang berumur enam bulan hingga lima
tahun, setengahnya menderita kekurangan vitamin A. Sedangkan data WHO tahun
13
1995 menyebutkan Indonesia adalah salah satu negara di Asia yang tingkat
pemenuhan terhadap vitamin A tergolong rendah.
Kriteria WHO untuk masalah vitamin A kesehatan masyarakat saat ini tidak
hanya termasuk prevalensi defisiensi vitamin A yang berat dengan tanda dimata
(seperti Xerosis kornea, bitots spot) tetapi juga indikator sub-klinis (seperti retinol
serum yang rendah, retinol ASI yang rendah). Diperkirakan setiap tahun, 3 hingga 10
juta anak, kebanyakan tinggal di negara berkembang mengalami xeropthamia, dan
antara 250.000 hingga 500.000 menjadi buta. Program kesehatan masyarakat
internasional untuk menjadikan prioritas utama untuk mengatasi defisiensi vitamin A
dan xerothamia. Penyediaan suplemen vitamin A sebanyak 50.000 hingga 200.000 IU
(15.000 60.000 g RE, menurut umur) kepada anak-anak yang beresiko mengalami
defisiensi vitamin A untuk melindungi selama 4 hingga 6 bulan. Perbaikan
pengambilan makanan jelas diperlukan sebagai penyelesaian jangka panjang terhadap
defisiensi vitamin A.4,7
G. Patofisiologi
Gejala klinis defisiensi vitamin A akan tampak bila cadangan vitamin A dalam
hati dan organ-organ tubuh lain sudah menurun dan kadar vitamin A dalam serum
mencapai bawah garis yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik mata.
Deplesi vitamin A dalam tubuh merupakan proses yang memakan waktu lama.
Diawali dengan habisnya persediaan vitamin A di dalam hati, menurunnya kadar
vitamin A plasma (kelainan biokimia), kemudian terjadi disfungsi sel batang pada
retina (kelainan fungsional), dan akhirnya timbul perubahan jaringan epitel (kelainan
antomis). Penurunan vitamin A pada serum tidak menggambarkan defisiensi vitamin
A dini, karena deplesi telah terjadi jauh sebelumnya.3,4
Vitamin A merupakan body regulators dan berhubungan erat dengan prosesproses metabolisme. Secara umum fungsi tersebut dapat dibagi dua (i) Yang
berhubungan dengan penglihatan dan (ii) Yang tidak berhubungan dengan
penglihatan. Fungsi yang berhubungan dengan penglihatan dijelaskan melalui
mekanisme Rods ( batang) yang ada di retina yang sensitif terhadap cahaya dengan
intensitas yang rendah, sedang Cones (keruncut) untuk cahaya dengan intensitas yang
tinggi dan untuk menangkap cahaya berwarna. Pigment yang sensitif terhadap cahaya
dari Rods disebut sebagai Rhodopsin.
14
Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus) dan sel
batang (sel basilus). Retinal adalah kelompok prostetik pigmen fotosensitif dalam
batang maupun kerucut. Perbedaan utama antara pigmen penglihatan dalam batang
(rhodopsin) dan dalam kerucut (iodopsin) adalah protein alami yang terikat pada
retina. Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang. Di dalam
mata, retinol (bentuk vitamin A yang terdapat di dalam darah) dioksidasi menjadi
retinal. Retinal kemudian mengikat protein opsin dan membentuk rhodopsin (suatu
pigmen penglihatan). Rhodopsin merupakan zat yang menerima rangsangan cahaya
dan mengubah energi cahaya menjadi energi biolistrik yang merangsang indera
penglihatan. Beta karoten efektif dalam memperbaiki fotosenstivitas pada penderita
dengan protoporfiria erithropoetik. 9,3,4
Mata membutuhkan waktu untuk beradaptasi dan dapat melihat dari ruangan
dengan cahaya terang ke ruangan dengan cahaya remang-remang. Bila seseorang
berpindah dari tempat terang ke tempat gelap, akan terjadi regenerasi rhodopsin
secara maksimal. Rhodopsin sangat penting dalam penglihatan di tempat gelap.
Kecepatan mata untuk beradaptasi, berhubungan langsung dengan vitamin A yang
tersedia di dalam darah untuk membentuk rhodopsin. Apabila kurang vitamin A,
rhodopsin tidak terbentuk dan menyebabkan timbulnya tanda pertama kekurangan
vitamin A yaitu rabun senja.12,4
Kekurangan vitamin A dapat mengakibatkan kelainan pada sel-sel epitel
termasuk sel-sel epitel pada selaput lendir mata. Kelainan tersebut karena terjadinya
proses metaplasi sel-sel epitel, sehingga kelenjar tidak memproduksi cairan yang
dapat menyebabkan terjadinya kekeringan pada mata yang disebut xerosis
konjungtiva. Bila kondisi ini berlanjut akan terjadi yang disebut bercak bitot (Bitot
Spot) yaitu suatu bercak putih, berbentuk segi tiga di bagian temporal dan diliputi
bahan seperti busa8,9,11
Defisiensi lebih lanjut menyebabkan xerosis kornea, yaitu kornea menjadi
kering dan kehilangan kejernihannya kerana terjadi pengeringan pada selaput yang
menutupi kornea. Pada stadium yang lanjut, kornea menjadi lebih keruh, terbentuk
infiltrat, berlaku pelepasan sel-sel epitel kornea, yang berakibat pada pelunakan dan
pecahnya kornea. Mata juga dapat terkena infeksi. Tahap akhir dari gejala mata yang
15
16
mobilisasi zat besi dari hepar, dengan akibat terjadi penurunan kadar ferritin.
Gangguan mobilisasi zat besi juga akan menyebabkan rendahnya kadar zat besi dalam
plasma,dimana hal ini akan mengganggu proses sintesis hemoglobin sehingga akan
menyebabkan rendahnya kadar Hb dalam darah.3,9
Defisiensi vitamin A kronis mengakibatkan anemia serupa seperti
yang
dijumpai pada defisiensi besi, ditandai dengan Mean Corpuscular Volume (MCV) Dan
Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration ( MCHC) Rendah, terdapat
anisositosis dan poikilositosis, kadar besi serum rendah tetapi cadangan besi (ferritin)
didalam hati dan sumsum tulang meningkat. KVA menghambat penggunaan kembali
besi untuk eritropoiesis, mengganggu pembentukan transferin dan mengganggu
mobilisasi besi.3,8,13
H. Diagnosa
KVA adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan epitel dari organorgan seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan organ lain, akan tetapi
gambaran yang karakteristik langsung terlihat pada mata.2,11,13
Buta senja merupakan gejala awal dari KVA. Gejala klinis KVA pada mata
akan timbul bila tubuh mengalami KVA yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut
akan lebih cepat timbul bila anak menderita penyakit campak, diare, ISPA dan
penyakit infeksi lainnya.5,13
1. Gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO 1996 sebagai berikut1: 5,16
Buta Senja (Hemeralopia, nyctalopia) - XN
Xerosis Konjunctiva - XIA
Xerosis Konjunctiva disertai bercak bitot - XIB
17
Xerosis Kornea X2
Xerosis kornea dan ulserasi Kornea X3A
Keratomalasia X3B
Jaringan Parut Kornea (Sikatriks/scar) - XS
Fundus Xeroftalmia dengan gambaran seperti cendol XF
Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan
vitamin A pada mata, termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan
gangguan fungsi sel retina yang berakibat kebutaan. Kata Xeroftalmia (bahasa
latin) berarti mata kering, karena terjadi kekeringan pada selaput selaput lendir
(konjungtiva) dan selaput bening (kornea) mata.8,10
XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan
pengobatan yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang
harus segera diobati karena dalam beberapa hari bisa berubah menjadi
keratomalasia. X3A dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan
meninggalkan cacat yang bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi
(kelainan) pada kornea cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea (optic zone
cornea).
a) Buta senja XN
Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang
18
luar.
Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjunctiva
Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut
Orang tua mengeluh mata anaknya tampak bersisik 11,14
d) Xerosis Kornea = X2
Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea
Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar
Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita, penyakit
infeksi dan sistemik lain)
19
kornea
Keadaan umum penderita sangat buruk
Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah)
Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir dengan peforasi dan
prolaps jaringan isi bola mata dan membentuk cacat tetap yang dapat
menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang cepat memburuk dapat
mengakibatkan keratomalasia dan ulkus kornea tanpa harus melalui tahaptahap awal xeroftalmia.3,4,7,14
20
21
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit-penyakit yang terkait
langsung maupun tidak langsung dengan timbulnya xeroftalmia seperti gizi buruk,
penyakit infeksi, dan kelainan fungsi hati.9,11,12 Yang terdiri dari :
Antropometri : Pengukuran berat badan dan tinggi badan
Penilaian Status gizi : Apakah anak menderita gizi kurang atau gizi buruk
Bila BB/TB : > -3 SD - < -2 SD, anak menderita gizi kurang
atau kurus
Bila BB/TB : 3, anak menderita gizi buruk atau sangat kurus.
Kelainan pada kulit : kering, bersisik
Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan mata untuk melihat tanda Xeroftalmia dengan menggunakan
senter yang terang
a) XN (Xerosis Nyctalopia)
Tidak terlihat ada tanda klinis
b) X1A (Xerosis Konjungtiva)
Daerah konjungtiva tampak xerotic dan terdapat pigmentasi.
Bila mata digerakkan akan terlihat lipatan yang timbul pada
konjungtiva bulbi.
c) X1B (Bercak Bitot / bitots spot)
Terdapat bercak bitot yaitu bercak putih kekuningan seperti busa atatu
sabun yang umumnya bilateral dengan letak temporal ke arah limbus.
23
d) X2 (Xerosis Kornea)
Pada mata pasien yang tampak berupa kekeruhan pada kornea.
Kekeruhan akan lebih tampak jelas ketika mata di tahan untuk
berkedip.
e) X3A (Ulserasi Kornea / Keratomalasia)
Pada tahap ini mulai terjadi kerusakan lapisan stroma pada kornea
yang umumnya dari daerah inferior ke daerah sentral.
f) X3B (Ulserasi Kornea / Keratomalasia)
Mulai terlihat nekrosis pada kornea disertai dengan vaskularisasi
kedalamnya.
Ulserasi yang melebihi stadium sebelumnya
Edema pada kornea disertai dengan penonjolan disekitarnya
Luluhnya kornea dengan komplit yang berakhir dengan stafiloma
kornea atau ptisis.
g) XS (Xerosis Sikatrik)
Kornea mata tampak menjadi putih
Bola mata tampak mengecil
Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa
sikatrik atau jaringan parut.
h) XF (Fundus Xeroftalmia)
Pada fundus didapatkan bercak-bercak kuning keputihan yang
tersebar dalam retina, umumnya terdapat di tepi sampai arkade
vaskular temporal.
3. Pemeriksaan Penunjang
Tes Adaptasi Gelap
Pemeriksaan didasarkan pada keadaan bila terdapat kekurangan gizi atau
kekurangan vitamin A. Akan terjadi gangguan pada adaptasi gelap. Dengan ujian
ini dilakukan penilaian fungsi sel batang retina pada pasien dengan keluhan buta
senja. Pada pasien yang sebelumnya telah mendapat penyinaran terang, dilihat
kemampuan melihatnya sesudah sekitarnya digelapkan dengan perlahan-lahan
dinaikkan intensitas sumber sinar. Ambang rangsang mulai terlihat menunjukkan
kemampuan pasien beradaptasi gelap.4,6
4. Pemeriksaaan Laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium
dilakukan
untuk
mendukung
diagnose
kekurangan vitamin A, bila secara klinis tidak ditemukan tanda-tanda khas KVA,
namun hasil pemeriksaan lain menunjukkan bahwa anak tersebut risiko tinggi
untuk menderita KVA. Peneriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan serum
24
retinol. Bila ditemukan serum retinol < 20 ug/dl, berarti anak tersebut menderita
KVA sub klinis.3,4,10
25
Bagi yang memiliki bayi dan anak disarankan untuk mengkonsumsi vitamin A
dosis tinggi secara periodik, yang didapatkan umumnya pada Posyandu
terdekat.
2. Medikamentosa
Untuk mengatasi gejala defisiensi vitamin A,pemberian
palmitat sebanyak
vitamin A
dan dosis lebih lanjut setalah 7 sampai 10 hari. Jika pasien muntah, pemberian
secara IM dianjurkan. Sebagai bentuk oral, suplemen vitamin A efektif untuk
menurunkan resiko morbiditas , terutama yang menderita
kapsul vitamin A sesuai dengan usia seperti ketentuan. Dua minggu kemudian,
penderita kembali diberikan kapsul vitamin A sesuai dengan usia seperti
ketentuan.4,10
Pada keadaan xerosis corneae, keratomalacia, dan ulcus corneae, anak
dapat diberikan tetes mata antibiotik tanpa kortikosteroid oleh dokter dengan cara
diteteskan pada bagian kelopak mata. Pengobatan vitamin A juga harus disertai
dengan perbaikan gizi, serta pengobatan antibiotik sebagai pengobatan tambahan
untuk mencegah infeksi sekunder.
3. Non medikamentosa
Pengobatan untuk KVA subklinis meliputi konsumsi makanan kaya vitamin A,
seperti hati, daging sapi, ayam, telur, susu yang diperkaya, wortel, mangga, ubi
jalar, dan sayuran berdaun hijau. Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran per
hari dianjurkan untuk menyediakan distribusi komprehensif karotenoid. Berbagai
makanan, seperti sereal , kue, roti, biskut, dan bar sereal gandum, sering diperkaya
dengan 10-15% dari RDA vitamin A.4,6
J. Komplikasi
1. Kebutaan
Gejala awal dari defisiensi vitamin A adalah anak tidak lagi dapat melihat
dengan jelas di sore hari, disebut sebagai buta senja. Tahapan selanjutnya jika
27
defisiensi vitamin A terus berlanjut adalah xerosis konjungtiva (bagian putih mata
kering, kusam, tidak bersinar), bercak bitot (bercak seperti busa sabun), xerosis
kornea (bagian hitam mata kering, kusam, dan tidak bersinar), keratomalasia
(sebagian dari hitam mata melunak seperti bubur), ulserasi kornea (seluruh bagian
hitam mata melunak seperti bubur), xeroftalmia scars (bola mata mengecil atau
mengempis), dan akhirnya menjurus buta permanen.2,3
2. Defisiensi zat besi et causa vitamin A
Vitamin A interaksi dengan besi. Nilai hemoglobin berkurang dengan pola
yang sama dengan plasma vitamin A dan vitamin A yang cukup juga
meningkatkan nilai hemoglobin seiring dengan kenaikan vitamin A. Mekanisme
interaksi antara vitamin A dan besi adalah terjadinya gangguan mobilisasi pada
besi dari hati dan/atau penggabungan besi ke eritrosit bila terjadi defisiensi
vitamin A. Vitamin dan -karoten dapat membentuk suatu kompleks dengan besi
untuk membuatnya tetap larut dalam lumen usus halus dan mencegah efek
penghambat dari fitat dan polifenol pada absorpsi besi.3,4,13
28
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan-Eva Paul, Anatomi dan Embriologi Mata dalam Vaughan & Asbury
Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta. EGC. 2007. Hal 8-19
2. Ilyas SH. Anatomi dan Fisiologi Mata dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI. 2005. Hal. 1-12
3. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Saviitri. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
ke-3. Jakarta : Media Aesculapius; 2007. h.520-522
4. Sidarta Ilyas, Muzakkir Tanzil, Salamun, Zainal Azhar. Sari Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta : Balai Penerbitan FKUI; 2008.h.1,118-119,202-204
5. Defisiensi Vitamin A Pada Mata. 2007 diundah
dari
URL
http://asic.lib.unair.ac.id/journals/
6. Vitamin A Deficiency and Inflammatory Markers Among Preschool Children. 2004
diundah dari URL : http://www.nutritionj.com/
7. Achmad Djaeni Sediaoetama. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia.
Jilid I. Jakarta : Penerbit Dian Rakyat; 2008.h.105-119
8. Helen M. Barker. Nutrition and Diabetetics for Health Care. Tenth Edition. United
Kingdom : Churchill Livingstone; 2006.p.31-44
9. Hubungan Status Vitamin A dengan Feritin Serum dan Hemoglobin Ibu. 2002 diundah
dari URL : http://eprints.undip.ac.id/
10. Defeciency Vitamin A. 2014 diundah dari URL : http://emedicine.medscape.com
11. H. Sidarta Ilyas. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI;
2009.h.141-142, 225
12. Sulistia Gan Gunawan. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Jakarta : Balai Penerbitan
FKUI; 2008. h.769-783
13. Iron and Iron Deficiency. 2008 diundah dari URL : http://www.cdc.gov/nutrition
14. Stephen J. McPhee, Maxine A.Papadakis. Current Medical Diagnosis and Treatment.
48th Edition. United States : Mc Graw Hill Medical; 2009.p.452-455
15. Sommer A, Tarwotjo I, Hussaini G, Susanto D. Increased mortality in children with
mild vitamin A deficiency. Lancet. 1983;2(8350):5858. 2
16. Cohen N, Rahman H, Sprague J, et al.Prevalence and determinants of nutritional
blindness in Bangladeshi children. World Health Stat Q. 1985;38(3):317330
17. Sommer, Alfred. Vitamin A deficiency and Its Consequences A Field Guide To
Detection and Control.1995. Penerbit: WHO
18. Aru W. Sudoyo, Setiyohadi B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-2. Jakarta:
Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam; 2006.h.1955-1965
30
19. Annstas,
George.
Vitamin
Deficiency.
2012.
Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/126004-overview
20. Behrman, R. dan, R. Kliegman. Nelson Textbook of Pediatics 17th edition. pp 242
31