Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap tubuh manusia memerlukan vitamin untuk kelangsungan hidup, tidak


terkecuali untuk kesehaatan mata. Vitamin pada mata yang sangat berfungsi adalah vitamin
A. Vitamin A adalah nutrisi penting bagi tubuh khususnya untuk menjaga kesehatan mata
agar ketika melihat tetap jernih. Vitamin A merupakan salah satu jenis vitamin yang sifatnya
akan melarut jika dicampur dengan lemak. Retinol, retinil palmitat, dan retinil asetat,
merupakan beberapa senyawa yang digolongkan sebagai vitamin A.
Vitamin A pada mata sangat penting untuk pemeliharaan sel kornea mata, secara
umum, vitamin A memang membantu metabolisme sel yang terdapat pada lapisan paling luar
retina, yang fungsinya untuk beradaptasi dengan cahaya terang dan gelap.
Vitamin A diperoleh dari asupan makanan yang mengandung vitamin A. Terdapat 3
bentuk vitamin A yang penting bagi tubuh yaitu retinol, beta karoten, dan karotenoid. Dalam
tubuh retinol merupakan bentuk dominan dari vitamin A. Begitu diserap dalam saluran
pencernaan, vitamin A dibawa ke hati untuk disimpan. Saat dibutuhkan, vitamin A akan
dilepas dalam bentuk retinol yang akan berikatan dengan protein, bentuk dari ikatan tersebut
disebut juga retinol binding protein (RBP). RBP nantinya akan berikatan dengan sel-sel
reseptor yang dituju kemudian protein akan melepaskan retinol sehingga dapat masuk
kedalam sel yang dituju. Pada proses penglihatan vitamin A berperan dalam kerja retina,
pembentukan cairan yang melapisi permukaan bola mata, serta dalam pertumbuhan sel-sel
epitel.
Vitamin A berperan sebagai retinal (retinene) yang merupakan komponen dari zat
penglihat rhodopsin. Rhodopsin ini mempunyai bagian protein yang disebut opsin yang
menjadi rhodopsin setelah bergabung dengan retinene. Rhodopsin merupakan zat yang dapat
menerima rangsang cahaya dan mengubah energi cahaya menjadi energi biolistrik yang
merangsang indera penglihatan. Rhodopsin terdapat pada bagian batang (rods) dari sel-sel
retina. Dalam cones (kerucut) terdapat zat sejenis yang komponen proteinnya berbeda dengan
opsin, zat penglihat yang terdapat di dalam cones disebut porphyropsin.

Kekurangan vitamin A pada retina berpengaruh terhadap rhodopsin dalam retina yang
berfungsi untuk adaptasi mata dari tempat yang terang menuju tempat yang gelap. Jika
dibiarkan terus-menerus akan menyebabkan gejala awal yaitu buta senja.
1.1. Anatomi dan Fisiologi Mata1,2
A. Adneksa Mata
1. Alis Mata
2. Kelopak Mata
Palpebra ( kelopak mata ) superior dan inferior adalah modifikasi lipatan
kulit yang dapat menutupi dan melindungi bola mata bagian anterior.
Kelopak mata terdiri atas 5 bidang jaringan yang utama. Dari superficial ke dalam
terdapat lapisan kulit, jaringan aerolar subkutan, lapisan otot striata, jaringan
aerolar submuskular, jaringan fibrosa, lapisan fibrosa nonstriata. Pada palpebra
terdapat tepian yang di bagi menjadi dua yaitu tepi palpebra anterior dan tepi
palpebral posterior. Punctum lacrimale terdapat di ujung medial tepian posterior
palpebra yang berfungsi menghantarkan air mata menuju saccus lacrimalis.
Terdapat beberapa kelenjar yang terletak pada kelopak mata diantaranya:
- Kelenjar meibom: disebut juga kelenjar tarsal dan merupakan kelenjar
sebasea yang termodifikasi. Kelenjar ini mensekresikan lapisan minyak yang
-

terdapat pada lapisan air mata


Kelenjar zeis: kelenjar ini juga merupakan kelenajr sebasea yang terletak pada

folikel bulu mata


Kelenjar moll:merupakan kelenjar keringat yang termodifikasi dan terletak

dekat dengan folikel rambut didaerah mata


- Kelenjar wolfring: merupakan kelenjar lakrimal aksesorius
3. Apparatus Lakrimalis
Aparatus lakrimalis terdiri atas kelenjar lakrimal utama, kelenjar lakrimal
aksesorius, dan jalur lakrimal yang terdiri dari pungtum lakrimal, kanalikuli,
sakus lakrimalis dan duktus nasolakrimalis. Kelenjar lakrimalis nantinya
berfungsi untuk mengeluarkan air mata.
- Kelenjar lakrimal utama terdiri atas :
a. Bagian orbita berbentuk kenari, terletak di dalam fossa glandula lakrimalis
di segmen temporal atas anterior orbita yang dipisahkan dari bagian
palpebra oleh kornu lateralis muskulus levator palpebra.
b. Bagian palpebra yang lebih kecil terletak tepat diatas segmen temporal
forniks konjungtiva superior. Duktus sekretorius lakrimal, yang bermuara
pada sekitar 10 lubang kecil, menghubungkan bagian orbita dan palpebra
-

kelenjar lakrimal dengan forniks konjungtiva superior.


Kelenjar lakrimal aksesorius
a. Kelenjar Krause
2

Terletak dibalik konjungtiva palbebra, antara fornix dengan ujung dari


tarsal
b. Kelenjar Wolfring
Terletak dekat batas atas dari permukaan tarsal superior dan sepanjang
batas bawah tarsal inferior.
B. Bola Mata

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva

Gambar 2. Anatomi Bola Mata


1. Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak
bagian belakang. Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu:
1. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus
2. Konjungtiva bulbi menutupi sclera
3. Konjungtiva forniks yang merupakan peralihan konjungtiva tarsal dengan
konjungtiva bulbi.
Secara histologi, konjungtiva terdiri dari tiga lapisan , mulai dari luar
kedalam terdiri dari lapisan epitel, lapisan adenoid dan laisan fibrosa. Terdapat
dua jenis kelenjar yang terletak dikonjungtiva yaitu:
-

kelenjar penghasil musin. Diantaranya kelenjar penghasil musin tersebut


adalah sel goblet (terletak di lapisan epitel dan paling tebal di bagian
inferonasalis) dan kelenjar manz (terletak pada konjungtiva bulbar

tepatnya konjungtiva daerah limbus)


kelenjar lakrimal aksesorius. Terdiri dari kelenjar krause dan wolfring dan
telah dijelaskan dibagian atas.

2. Sklera
Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar, yang
hampir seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat dan berwarna putih serta
berbatasan dengan kornea di sebelah anterior dan duramater nervus opticus di
posterior. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis
jaringan elastik halus, episklera, yang mengandung banyak pembuluh darah yang
mendarahi sclera.
3. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan
terdiri atas lapis:
a. Epitel
b. Membran bowman
c. Stroma
d. Membrane descement
e. Endotel
4. Traktus Uvealis.
Iris
Corpus Siliare
Koroid
5. Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir
transparan sempurna. Lensa tergantung pada zonula di belakang iris; zonula
menghubungkannya dengan corpus ciliare.
6. Sudut Bilik Mata Depan
Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan
pangkal iris. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis schwalbe, anyaman
trabekula (yang terletak di atas kanal schlemm), dan taji sclera (scleral spur).
7. Retina
Retina melapisi dua pertiga dinding bagian dalam bola mata. Retina terdiri
dari 10 lapisan dimulai dari sisi dalam keluar sebagai berikut:
1. Membran limitans retina
2. Lapisan serat saraf
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksiform dalam
5. Lapisan nukleus dalam
6. Lapisan pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
5

7. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang
8. Membran limitan eksterna
9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapisan yang terdiri dari sel batang dan sel
kerucut yang merupakan modifikasi sel saraf. Lapisan ini mengandung badan
sel batang dan kerucut. Sel batang merupakan sel khusus yang ramping.
Jumlah sel batang lebih banyak dibandingkan sel kerucut dan terdiri dari
segmen luar yang berbentuk silindris dengan panjang 28 mikrometer
mengandung fotopigmen rhodopsin dan suatu segmen dalam yang sedikit lebih
panjang yaitu sekitar 32 mikrometer. Keduanya mempunyai ketebalan 1,5
mikrometer. Inti selnya terletak di dalam lapisan inti luar. Ujung segmen luar
tertanam dalam epitel pigmen. Segmen luar dan dalam dihubungkan oleh suatu
leher yang sempit. Dengan mikroskop electron segmen luar tampak
mengandung banyak lamel-lamel membran dengan diameter yang seragam
dan tersusun seperti tumpukan kue dadar. Sel batang ini di sebelah dalam
membentuk suatu simpul akhir yang mengecil pada bagian akhirnya pada
lapisan pleksiform luar yang disebut sferul batang (rod spherule). Sel batang
yang hanya teraktivasi dalam keadaan cahaya redup (dim light) sangat
sensitive terhadap cahaya. Sel ini dapat menghasilkan suatu sinyal dari satu
photon cahaya. Tetapi sel ini tidak dapat menghasilkan sinyal dalam cahaya
terang (bright light) dan juga tidak peka terhadap warna.
10. Epitelium pigmen retina, merupakan suatu lapisan sel poligonal yang teratur,
ke arah ora serrata bentuk selnya menjadi lebih gepeng. Inti sel berbentuk
kuboid dengan sitoplasmanya kaya akan butir-butir melanin. Fungsi epitel
pigmen adalah
a. Menyerap cahaya dan mencegah terjadinya pemantulan.
b. Berperan dalam nutrisi fotoreseptor
c. Penimbunan dan pelepasan vitamin A
d. Berperan dalam proses pembentukan rhodopsin
Cahaya yang masuk ke dalam retina diserap oleh rhodopsin, suatu protein
yang tersusun dari opsin (protein transmembran) yang terikat pada aldehida
vitamin A. Penyerapan cahaya ini akan menyebabkan isomerisasi rhodopsin dan
memisahkan opsin dari ikatannya dengan aldehida vitamin A menjadi opsin bentuk
aktif. Opsin bentuk aktif kemudian memfasilitasi pengikatan guanosin triphosphate
(GTP) dengan protein transducin. Kompleks GTP-transducin ini kemudian
mengaktifkan enzim cyclic guanosin monophosphate phosphodiesterase suatu
6

ensim

yang

berperan

dalam

pembentukan

senyawaan

cyclic

guanosin

monophosphate (cGMP). Siklik guanosin monophosphate (cGMP) ini berperan


dalam pembukaan kanal natrium di dalam plasmalema sel batang dan
menyebabkan masuknya natrium dari segmen luar sel batang menuju ke segmen
dalam sel batang. Keadaan ini akan menyebabkan hiperpolarisasi di segmen dalam
sel batang dan merangsang dilepaskannya neurotransmitter dari sel batang menuju
ke sel bipolar. Oleh sel bipolar rangsang kimiawi ini dirubah menjadi impuls listrik
yang akan diteruskan menuju ke sel ganglion untuk dikirim ke otak.
Sel-sel batang dan kerucut dilapisan fotoreseptor mampu mengubah
rangsang cahaya menjadi impuls saraf yang dihantarkan lapisan serat saraf retina
melalui saraf optikus hingga akhirnya kekorteks penglihatan. Pada retina perifer,
makula pada retina berfungsi umtuk p englihatan sentral dan warna (fotopik)
sedangkan bagian lainnya yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang,
digunakan untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik). Penglihatan siang
hari diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, pada waktu senja kombinasi sel
kerucut dengan batang dan penglihatan malam hari diperantarai oleh fotoreseptor
batang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Avitaminosis A Pada Mata
A. Definisi
Vitamin adalah suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh
tubuh kita yang berfungsi untuk membantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh.
Tanpa vitamin manusia tidak akan dapat melakukan aktifitas hidup dan kekurangan
vitamin dapat menyebabkan memperbesar peluang terkena penyakit pada tubuh
kita.8,12,7
Vitamin A, yang juga dikenal dengan nama retinol, merupakan vitamin yang
berperan dalam pembentukkan indra penglihatan yang baik, terutama di malam hari,
dan sebagai salah satu komponen penyusun pigmen mata di retina. Selain itu, vitamin
ini juga berperan penting dalam menjaga kesehatan kulit dan imunitas tubuh
Kekurangan vitamin A terjadi ketika kegagalan kronis untuk mengkomsumsi
jumlah vitamin A yang cukup atau hasil beta-karoten dalam serum darah yang berada
di bawah kisaran yang ditetapkan. Beta-karoten adalah sebuah bentuk provitamin A,
yang siap dikonversi menjadi vitamin A dalam tubuh. Kekurangan vitamin didapat
hasil dari asupan yang tidak memadai, malabsorpsi lemak, atau gangguan hati.
Defisiensi merusak kekebalan dan hematopoiesis dan menyebabkan ruam kulit dan
efek okular khas (misalnya, xeroftalmia, kebutaan malam). Bersama-sama dengan
penyakit Malnutrisi Energi Protein (MEP), penyakit tersebut merupakan penyakit
yang sangat penting di antara penyakit gangguan gizi di Indonesia dan di banyak
negara

yang sedang berkembang. Ia mempunyai peranan yang penting sebagai

penyebab kebutaan.8,9,12
Diagnosa berdasarkan temuan okuler khas dan vitamin A level rendah.
Kekurangan vitamin A yang berpanjangan dapat menyebabkan kebutaan total dan
ireversibel. Pada kekurangan vitamin A, kadar vitamin A dalam darah menurun
sampai kurang dari 20ug/dl (kadar normal 30ug/dl).11,14

B. Deskripsi
Vitamin A adalah salah satu zat gizi mikro yang diperlukan oleh tubuh yang
berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh (imunitas) dan kesehatan mata.
Vitamin A didapat dalam 2 bentuk yaitu preformed vitamin A ( retinol, retinal, asam
8

retinoid dan derivatnya) dan provitamin A (karotenoid) yang merupakan prekursor


vitamin A. Preformed vitamin A terdapat khusus dalam makanan hewani manakala
bahan nabati memiliki provitamin A. Vitamin A sensitif terhadap oksigen dan sinar
UV. Vitamin A relatif stabil terhadap panas dan bioavailabilitasnya diperkuat dengan
adanya vitamin E dan antioksida lain.4,6,10
Sumber vitamin A :
Sumber terbaik dari vitamin A adalah telur, susu, mentega, hati, minyak ikan
dan ikan, seperti herring, sarden, dan tuna. Sayuran tidak mengandung vitamin A,
tetapi mereka mengandung karotenoid beta-karoten dan lainnya. Sumber terbaik dari
beta-karoten terdapat pada sayuran hijau atau kuning dan pada buah-buahan seperti
wortel, papaya dan tomato.8,7
Fungsi vitamin A :
Vitamin A berperan pada fungsi mencakup 3 golongan besar yaitu penglihatan,
fungsi dalam metabolisme umum seperti integritas epitel, stabilisais membran, respon
imun, perkembangan tulang rangka dan pertumbuhan gigi serta fungsi berikutnya
adalah dalam proses reproduksi.9,5
Vitamin A adalah komponen dari bagian mata sensitif cahaya, yang
mengandung batang dan kerucut, yang memungkinkan untuk penglihatan malam atau
untuk melihat dalam keadaan redup-cahaya. Vitamin A (retinol) terjadi pada batang.
Bentuk lain dari vitamin A, asam retinoic, digunakan dalam tubuh untuk mengatur
pengembangan berbagai jaringan, seperti sel-sel kulit, dan lapisan paru-paru dan usus.
Vitamin A penting selama perkembangan embrio, tanpa vitamin A, telur yang dibuahi
tidak dapat berkembang menjadi janin.3,9

Metabolisme vitamin A :
Saat dikonsumsi, provitamin A (betakaroten) akan dilepaskan dari protein di
lambung. Retinil ester akan di hidrolase menjadi retinol di usus halus, karena bentuk
ini akan mudah diserap. 19
Kira-kira 50-90 % retinol yang telah dicerna akan diserap melalui usus halus
dan diangkut, bersama dengan kilomikron, ke hati, tempat retinol mulai disimpan
sebagai retinil palmitat. Ketika diperlukan retinol akan dilepaskan ke dalam darh
sebagai retinol dalam gabungan dengan retinol binding protein (RBP), suatu protein
pengangkut spesifik yang diurai oleh hati. Dalam serum, kompleks RBP- retinol
9

bergabung dengan transiterin, suatu protein besar yang juga disintesis di hati. Retinol
kemudian dipindahkan dari serum dan digunakan oleh sel sasaran, seperti fotoreseptor
retina dan sel epitel. 17,19
Di dalam jaringan, retinol diikat oleh protein -protein sel pengikat retinoid,
yaitu cellular retinoid-binding protein I (CRBPI) dan cellular retinoid-binding protein
II (CRBPII). Pada kompleks ini, retinol bisa saja diesterifikasi atau dioksidasi lebih
lanjut dengan retinol menjadi asam retinoik. dimana akhirnya terikat pada satu set
faktor transkripsi di dalam nukleus. Retinol intraseluler di jaringan perifer juga bisa
berkombinasi dengan protein plasma pengikat retinol di dalam jaringan atau
tergabung menjadi ester retinyl di lipoprotein. Siklus antara organ penyimpanan
utama seperti hepar dan jaringan epitel yang membutuhkan vitamin A

untuk

diferensiasi seluler merupakan siklus yang luas dan efisien.19


Vitamin A yang tidak diabsorpsi di saluran cerna, diekskresikan di feses, dan
derivat metabolisme yang inaktif diekskresikan di urin. Ketika asupan vitamin A
rendah, efisiensi absorpsi tetap tinggi, pemecahan karotenoid dipertinggi, plasma
transport tetap ada di level normal, mekanisme penggunaan dan recycling menjadi
lebih efisien, dan ekskresi menurun dengan nyata. Ketika asupan vitamin A tinggi,
efisiensi absorpsi dikurangi, transportasi vitamin A dalam plasma tetap sama,
recycling menjadi kurang efisien, oksidasi vitamin A meningkat, ekskresi bilier
meningkat dengan jelas, ekskresi urin dan fekal diaugmentasi.19

10

Gambar 3. Skema metabolisme vitamin A17


C. Etiologi
Penyebab utama kekurangan vitamin A biasanya disebabkan oleh kekurangan
makanan berkepanjangan, khususnya di mana beras adalah makanan pokok (tidak
mengandung karoten). ASI dari ibu dengan kekurangan vitamin A mengandung
sedikit vitamin A , yang menyebabkan anaknya turut mengalami kekurangan vitamin
A. Kekurangan vitamin dapat juga terjadi dengan malnutrisi energi protein
( marasmus atau kwashiorkor ) terutama karena kekurangan makanan (penyimpanan
dan transportasi vitamin A juga terganggu). Xerophthalmia karena kekurangan
vitamin A adalah penyebab umum kebutaan di kalangan anak-anak di negara
berkembang.3,4
Risiko KVA meningkat pada pasien yang menderita malabsorpsi lemak, cystic
fibrosis, sariawan, insufisiensi pankreas, atau kolestasis, serta pada orang yang telah
menjalani

operasi

bypass

usus

kecil.Hal

ini

mungkin

karena

penurunan

bioavailabilitas provitamin A karotenoid atau gangguan dengan penyerapan,


penyimpanan, atau transportasi vitamin A. Kelebihan konsumsi alkohol dapat
mengurangkan vitamin Pada anak-anak dengan campak, vitamin A dapat
mempersingkat durasi gangguan dan mengurangi keparahan gejala dan risiko
kematian.5,6

11

D. Manifestasi Klinis
Defisiensi vitamin A subklinis biasanya tidak memiliki gejala, namun resiko
terjadinya infeksi saluran pernapasan, diare, dan pertumbuhan terhambat19
Defisiensi vitamin A adalah suatu penyakit sistemik yang mempengaruhi sel
dan organ seluruh tubuh, hasil perubahan arsitektur epitel tersebut disebut dengan
metaplasia keratinisasi. Metaplasia keranisasi pada saluran napas dan saluran kemih
serta perubahan epitel intestinal yang saling terkait mungkin timbul pada awal
penyakit, bahkan sebelum timbulnya perubahan mata yang dapat dideteksi secara
klinis. Walaupun demikian, karena perubahan nonokular ini sebagian besar tidak
terlihat, maka perubahan ini tidak memberikan suatu dasar yang kuat untuk diagnosis
klinik spesifik. Oleh karena itu, diantara populasi dengan dengan defisiensi vitamin A,
maka anak-anak dengan campak, penyakit saluran napas, diare, atau malnutrisi energi
protein yang nyata harus dicurigai memiliki defisiensi vitamin A dan diberi
pengobatan yang sesuai.17
Vitamin A juga berperan dalam menjaga fungsi epitel. Pada saluran cerna
dalam keadaan normal sel epitel mensekresi mukus yang berguna sebagai barrier
terhadap patogen yang dapat menyebabkan diare. Pada saluran pernafasan epitel
mensekresi mukus berguna untuk membuang zat-zat asing dan toksik yang masuk
kedalam saluran pernafasan. Perubahan epitel pada saluran pernafasan dapat
menyebabkan obstruksi bronkial. Pada keadaan defisiensi vitamin A perubahanperubahan pada epitel meliputi proliferasi sel basal, hiperkeratosis dan stratifikasi dari
epitel squamous. Metaplasia sel squamous di renal, ureter, epitel vaginal, pankreas
dan saluran saliva dapat meningkatkan resiko infeksi di lokasi tersebut. Pada kandung
kemih gangguan epitel dapat menyebabkan terjadinya pyuria dan hematuria.
Perubahan epitel pada kulit akibat defisiensi vitamin A menyebabkan kulit menjadi
kering, bersisik, terbentuknya hiperkeratosis yang biasanya ditemukan di lengan,
tungkai, bahu dan bokong.20
E. Klasifikasi
Xeroftalmia merupakan manifestasi klinis defisiensi vitamin A yang paling
spesifik dan mudah dikenali, dan dipakai secara pasti untuk menilai status vitamin A.
Penurunan penyimpanan vitamin A secara bertahap dan tanpa komplikasi dapat,
mengakibatkan peningkatan kehebatan xeroftalmia, bermanifestasi sebagai rabun
senja, xerosis konjungtiva, dan bercak Bitot, xerosis kornea, dan ulserisasi
kornea/keratomalasia.19

12

Tabel 1. Klasifikasi defisiensi vitamin A dan kelompok usia yang paling terkena
dampak menurut WHO15,16
Grade of xerophthalmia

Peak age group

(years)
XN Night blindness
2-6 ; adult woman
X1A Conjunctival xerosis
3-6
X1B Bitots spot
3-6
X2
Corneal xerosis
1-4
X3A Corneal ulcer/<1/3 cornea
1-4
X3B Corneal
ulcer/keratomatacia 1-4
XS
>2
1/3
XF
Adults
Corneal scarring (from X3)
Xerophtalmic fundus

Type of deficiency

Risk of

Long standing, not blinding


Long standing, not blinding
Long standing, not blinding
Acute deficiency, can be blinding
Severe Acute deficiency, blinding
Severe Acute deficiency, blinding
Consequeance of corneal ulceration
Long standing, not blinding, rare

death
+
+
+
++
+++
++++
+/-

Gambar 4. Diagram yang menunjukkan daerah yang dirusak oleh xeroftalmia (kiri).
Gambar 5. Gambaran diagfragmatik lesi Xeroftalmia (kanan)17
F. Epidemiologi
Di seluruh dunia (WHO, 1991), diantara anak-anak pra sekolah diperkirakan
terdapat sebanyak 6-7 juta kasus baru xeropthalmia tiap tahun, kurang lebih 10%
diantaranya menderita kerusakan kornea. Diantara yang menderita kerusakan kornea
ini 60% meninggal dalam waktu satu tahun, sedangkan diantara yang hidup 25%
menjadi buta dan 50-60% setengah buta. Diperkirakan pada satu waktu sebanyak 3
juta anak-anak buta karena kekurangan vitamin A, dan sebanyak 20-40 juta menderita
kekurangan vitamin A pada tingkat lebih ringan. Perbedaan angka kematian antara
anak yang kekurangan dan tidak kekurangan vitamin A kurang lebih sebesar 30%
(Almatsier, 2003).6,4
Penelitian yang dilakukan World Health Organization (WHO) tahun 1992
menunjukkan dari 20 juta balita di Indonesia yang berumur enam bulan hingga lima
tahun, setengahnya menderita kekurangan vitamin A. Sedangkan data WHO tahun
13

1995 menyebutkan Indonesia adalah salah satu negara di Asia yang tingkat
pemenuhan terhadap vitamin A tergolong rendah.
Kriteria WHO untuk masalah vitamin A kesehatan masyarakat saat ini tidak
hanya termasuk prevalensi defisiensi vitamin A yang berat dengan tanda dimata
(seperti Xerosis kornea, bitots spot) tetapi juga indikator sub-klinis (seperti retinol
serum yang rendah, retinol ASI yang rendah). Diperkirakan setiap tahun, 3 hingga 10
juta anak, kebanyakan tinggal di negara berkembang mengalami xeropthamia, dan
antara 250.000 hingga 500.000 menjadi buta. Program kesehatan masyarakat
internasional untuk menjadikan prioritas utama untuk mengatasi defisiensi vitamin A
dan xerothamia. Penyediaan suplemen vitamin A sebanyak 50.000 hingga 200.000 IU
(15.000 60.000 g RE, menurut umur) kepada anak-anak yang beresiko mengalami
defisiensi vitamin A untuk melindungi selama 4 hingga 6 bulan. Perbaikan
pengambilan makanan jelas diperlukan sebagai penyelesaian jangka panjang terhadap
defisiensi vitamin A.4,7
G. Patofisiologi
Gejala klinis defisiensi vitamin A akan tampak bila cadangan vitamin A dalam
hati dan organ-organ tubuh lain sudah menurun dan kadar vitamin A dalam serum
mencapai bawah garis yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik mata.
Deplesi vitamin A dalam tubuh merupakan proses yang memakan waktu lama.
Diawali dengan habisnya persediaan vitamin A di dalam hati, menurunnya kadar
vitamin A plasma (kelainan biokimia), kemudian terjadi disfungsi sel batang pada
retina (kelainan fungsional), dan akhirnya timbul perubahan jaringan epitel (kelainan
antomis). Penurunan vitamin A pada serum tidak menggambarkan defisiensi vitamin
A dini, karena deplesi telah terjadi jauh sebelumnya.3,4
Vitamin A merupakan body regulators dan berhubungan erat dengan prosesproses metabolisme. Secara umum fungsi tersebut dapat dibagi dua (i) Yang
berhubungan dengan penglihatan dan (ii) Yang tidak berhubungan dengan
penglihatan. Fungsi yang berhubungan dengan penglihatan dijelaskan melalui
mekanisme Rods ( batang) yang ada di retina yang sensitif terhadap cahaya dengan
intensitas yang rendah, sedang Cones (keruncut) untuk cahaya dengan intensitas yang
tinggi dan untuk menangkap cahaya berwarna. Pigment yang sensitif terhadap cahaya
dari Rods disebut sebagai Rhodopsin.

14

Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus) dan sel
batang (sel basilus). Retinal adalah kelompok prostetik pigmen fotosensitif dalam
batang maupun kerucut. Perbedaan utama antara pigmen penglihatan dalam batang
(rhodopsin) dan dalam kerucut (iodopsin) adalah protein alami yang terikat pada
retina. Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang. Di dalam
mata, retinol (bentuk vitamin A yang terdapat di dalam darah) dioksidasi menjadi
retinal. Retinal kemudian mengikat protein opsin dan membentuk rhodopsin (suatu
pigmen penglihatan). Rhodopsin merupakan zat yang menerima rangsangan cahaya
dan mengubah energi cahaya menjadi energi biolistrik yang merangsang indera
penglihatan. Beta karoten efektif dalam memperbaiki fotosenstivitas pada penderita
dengan protoporfiria erithropoetik. 9,3,4
Mata membutuhkan waktu untuk beradaptasi dan dapat melihat dari ruangan
dengan cahaya terang ke ruangan dengan cahaya remang-remang. Bila seseorang
berpindah dari tempat terang ke tempat gelap, akan terjadi regenerasi rhodopsin
secara maksimal. Rhodopsin sangat penting dalam penglihatan di tempat gelap.
Kecepatan mata untuk beradaptasi, berhubungan langsung dengan vitamin A yang
tersedia di dalam darah untuk membentuk rhodopsin. Apabila kurang vitamin A,
rhodopsin tidak terbentuk dan menyebabkan timbulnya tanda pertama kekurangan
vitamin A yaitu rabun senja.12,4
Kekurangan vitamin A dapat mengakibatkan kelainan pada sel-sel epitel
termasuk sel-sel epitel pada selaput lendir mata. Kelainan tersebut karena terjadinya
proses metaplasi sel-sel epitel, sehingga kelenjar tidak memproduksi cairan yang
dapat menyebabkan terjadinya kekeringan pada mata yang disebut xerosis
konjungtiva. Bila kondisi ini berlanjut akan terjadi yang disebut bercak bitot (Bitot
Spot) yaitu suatu bercak putih, berbentuk segi tiga di bagian temporal dan diliputi
bahan seperti busa8,9,11
Defisiensi lebih lanjut menyebabkan xerosis kornea, yaitu kornea menjadi
kering dan kehilangan kejernihannya kerana terjadi pengeringan pada selaput yang
menutupi kornea. Pada stadium yang lanjut, kornea menjadi lebih keruh, terbentuk
infiltrat, berlaku pelepasan sel-sel epitel kornea, yang berakibat pada pelunakan dan
pecahnya kornea. Mata juga dapat terkena infeksi. Tahap akhir dari gejala mata yang

15

terinfeksi adalah keratomalasia (kornea melunak dan dapat pecah), sehingga


menyebabkan kebutaan total.4,11
Mukus melindungi sel-sel epitel dari mikroorganisme dan partikel lain yang
berbahaya. Di bagian atas saluran pernapasan, sel-sel epitel secara terus-menerus
menyapu mukus keluar, sehingga benda-benda asing yang mungkin masuk akan
terbawa keluar. Bila terjadi infeksi, sel-sel goblet akan mengeluarkan lebih banyak
mukus yang akan mempercepat pengeluaran mikroorganisme tersebut.3,4,10
Kekurangan vitamin A menurunkan kemampuan sel-sel kelenjar memproduksi
mukus dan akan digantikan oleh sel-sel epitel yang bersisik dan kering. Hal tersebut
menyebabkan kulit menjadi kering dan kasar serta luka sukar sembuh. Membran
mukosa yang tidak dapat mengeluarkan cairan mukus dengan sempurna akan mudah
terserang bakteri (infeksi).
Retinol berpengaruh terhadap pertumbuhan dan diferensiasi limfosit B, yaitu
leukosit yang berperan dalam proses kekebalan humoral. Sel B adalah sel yang
dimatangkan oleh proses penciptaan sumsum tulang dan bekerja melalui hasil dari
molekul kimia yang kemudian dikenal dengan antibodi. Antibodi ini mencoba untuk
mengaitkan dirinya dengan antigen, dimana sel B akan mencoba mencari dan
memusnahkannya lalu menandainya untuk dihancurkan melalui proses kimia. Karena
itu, vitamin A disebut vitamin anti infeksi.6,12
Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan fungsi kekebalan tubuh menurun,
sehingga mudah terserang infeksi. Kekurangan vitamin A menyebabkan lapisan sel
yang menutupi paru-paru tidak mengeluarkan lendir, sehingga mudah dimasuki
mikroorganisme, bakteri, dan virus yang dapat menyebabkan infeksi. Jika hal ini
terjadi pada permukaan dinding usus halus, akan menyebabkan diare.3,5,6
Vitamin A mempunyai peranan penting pada sintesis protein yaitu
pembentukan RNA sehingga berperan terhadap pertumbuhan sel. Vitamin A
dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email gigi.
Pada orang yang kekurangan vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk
tulang tidak normal. Pada anak-anak yang kekurangan vitamin A, terjadi kegagalan
pertumbuhan.

16

Menurut Thurnham (1993), vitamin A dan besi masing-masing berikatan


dengan RBP dan transferrin. Jika terjadi infeksi, maka kedua jumlah protein ini akan
berkurang. Zat anti infeksi dari vitamin A bekerja untuk menekan infeksi dan
mengurangi penurunan protein. Hal ini menunjukkan bahwa vitamin A berperan
dalam mobilisasi zat besi dari hepar menuju jaringan.4,14
Pada keadaan

dimana terjadi defisiensi vitamin A akan terjadi gangguan

mobilisasi zat besi dari hepar, dengan akibat terjadi penurunan kadar ferritin.
Gangguan mobilisasi zat besi juga akan menyebabkan rendahnya kadar zat besi dalam
plasma,dimana hal ini akan mengganggu proses sintesis hemoglobin sehingga akan
menyebabkan rendahnya kadar Hb dalam darah.3,9
Defisiensi vitamin A kronis mengakibatkan anemia serupa seperti

yang

dijumpai pada defisiensi besi, ditandai dengan Mean Corpuscular Volume (MCV) Dan
Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration ( MCHC) Rendah, terdapat
anisositosis dan poikilositosis, kadar besi serum rendah tetapi cadangan besi (ferritin)
didalam hati dan sumsum tulang meningkat. KVA menghambat penggunaan kembali
besi untuk eritropoiesis, mengganggu pembentukan transferin dan mengganggu
mobilisasi besi.3,8,13
H. Diagnosa
KVA adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan epitel dari organorgan seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan organ lain, akan tetapi
gambaran yang karakteristik langsung terlihat pada mata.2,11,13
Buta senja merupakan gejala awal dari KVA. Gejala klinis KVA pada mata
akan timbul bila tubuh mengalami KVA yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut
akan lebih cepat timbul bila anak menderita penyakit campak, diare, ISPA dan
penyakit infeksi lainnya.5,13
1. Gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO 1996 sebagai berikut1: 5,16
Buta Senja (Hemeralopia, nyctalopia) - XN
Xerosis Konjunctiva - XIA
Xerosis Konjunctiva disertai bercak bitot - XIB
17

Xerosis Kornea X2
Xerosis kornea dan ulserasi Kornea X3A
Keratomalasia X3B
Jaringan Parut Kornea (Sikatriks/scar) - XS
Fundus Xeroftalmia dengan gambaran seperti cendol XF
Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan
vitamin A pada mata, termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan
gangguan fungsi sel retina yang berakibat kebutaan. Kata Xeroftalmia (bahasa
latin) berarti mata kering, karena terjadi kekeringan pada selaput selaput lendir
(konjungtiva) dan selaput bening (kornea) mata.8,10
XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan
pengobatan yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang
harus segera diobati karena dalam beberapa hari bisa berubah menjadi
keratomalasia. X3A dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan
meninggalkan cacat yang bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi
(kelainan) pada kornea cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea (optic zone
cornea).
a) Buta senja XN
Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang

remang-remang setelah lama berada di cahaya terang 5,6


Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat melihat di

lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta senja.


Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur benda

didepannya, karena tidak dapt melihat


Anak belum dapat berjalan, agak sulit untuk mengatakan anak tersebut buta
senja. Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila di dudukkan di
tempat kurang cahaya karena tidak dapat melihat benda atau makanan di
depannya 4,11

18

b) Xerosis Konjungtiva = XIA


Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit kering,

berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam


Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah warna
kecoklatan

Gambar 6. Xerosis Konjungtiva


c) Xerosis Konjungtiva dan Bercak Bitot = X1B
bercak putih seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah mata sisi

luar.
Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjunctiva
Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut
Orang tua mengeluh mata anaknya tampak bersisik 11,14

Gambar 7. Bercak Bitot (busa)

Gambar 8. Bercak bitot (keju)17

d) Xerosis Kornea = X2
Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea
Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar
Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita, penyakit
infeksi dan sistemik lain)

19

Gambar 9. Xerosis Kornea


e)

Keratomalasia dan Ulcus Kornea = X3A, X3B


Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus
Tahap X3A: bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan kornea
Tanap X3B: bila kelainan mengenai semua atau lebih dari 1/3 permukaan

kornea
Keadaan umum penderita sangat buruk
Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah)
Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir dengan peforasi dan
prolaps jaringan isi bola mata dan membentuk cacat tetap yang dapat
menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang cepat memburuk dapat
mengakibatkan keratomalasia dan ulkus kornea tanpa harus melalui tahaptahap awal xeroftalmia.3,4,7,14

20

Gambar 10. Keratomalasia

Gambar 11. Ulserasi Kornea (X3A)17


Gambar 12,13.

X3B Ulserasi kornea 17


f) Jaringan Parut Kornea = XS
Gejala sisa yang terjadi setelah sembuh dari penyakit kornea terdahulu
yang berkaitan dengan defisiensi vitamin A termasuk opasitas atau jaringan
parut dengan bermacam-macam identitas/kepadatan (nebula, makula,
leukoma), kelemahan dan outpouching (penonjolan) lapisan kornea yang
tersisa.20

21

Gambar 14, 15. Jaringan Parut kornea17

g) XF. Fundus Xerophtalmik


Lesi retinal kecil putih yang muncul pada beberapa kasus defisiensi
vitamin A. Lesi tersebut dapat disertai dengan konstriksi lapangan pandang
dan akan menghilang dalam 2-4 bulan setelah diberikan terapi vitamin A.17
Anak-anak dengan suspek atau beresiko xerophtalmia harus diperiksa
dengan cahaya luar yang terang pada kedua mata sambil membelakangi
matahari atau dengan bantuan senter dan lup. Namun, karena adanya nyeri
dan reflex blepharospasmik pada keterlibatan kornea, anak biasanya akan
menutup matanya. Bila perlu, kepala anak dapat distabilkan oleh orang tua
atau asisten sementara dokter pemeriksa perlahan-lahan memisahkan kelopak
mata dengan speculum kelopak.17

Gambar 16. Fundus Xeroftalmik


Kelainan kulit umumnya terlihat pada tungkai bawah bagian depan dan
lengan atas bagian belakang, kulit tampak kering dan bersisik seperti sisik
ikan. Keratinisasi pada kulit dan selaput lendir dalam, pernapasan, GI, dan
saluran kemih dapat terjadi. Imunitas umumnya terganggu.4,5,8
22

Semakin muda pasien, semakin parah dampak dari kekurangan vitamin


A. Keterbelakangan pertumbuhan dan infeksi umumnya terjadi pada anakanak. Tingkat kematian bisa melebihi 50% pada anak-anak dengan kekurangan
vitamin berat.

Gambar 17. Phrynoderma

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit-penyakit yang terkait
langsung maupun tidak langsung dengan timbulnya xeroftalmia seperti gizi buruk,
penyakit infeksi, dan kelainan fungsi hati.9,11,12 Yang terdiri dari :
Antropometri : Pengukuran berat badan dan tinggi badan
Penilaian Status gizi : Apakah anak menderita gizi kurang atau gizi buruk
Bila BB/TB : > -3 SD - < -2 SD, anak menderita gizi kurang
atau kurus
Bila BB/TB : 3, anak menderita gizi buruk atau sangat kurus.
Kelainan pada kulit : kering, bersisik
Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan mata untuk melihat tanda Xeroftalmia dengan menggunakan
senter yang terang
a) XN (Xerosis Nyctalopia)
Tidak terlihat ada tanda klinis
b) X1A (Xerosis Konjungtiva)
Daerah konjungtiva tampak xerotic dan terdapat pigmentasi.
Bila mata digerakkan akan terlihat lipatan yang timbul pada
konjungtiva bulbi.
c) X1B (Bercak Bitot / bitots spot)
Terdapat bercak bitot yaitu bercak putih kekuningan seperti busa atatu
sabun yang umumnya bilateral dengan letak temporal ke arah limbus.
23

d) X2 (Xerosis Kornea)
Pada mata pasien yang tampak berupa kekeruhan pada kornea.
Kekeruhan akan lebih tampak jelas ketika mata di tahan untuk
berkedip.
e) X3A (Ulserasi Kornea / Keratomalasia)
Pada tahap ini mulai terjadi kerusakan lapisan stroma pada kornea
yang umumnya dari daerah inferior ke daerah sentral.
f) X3B (Ulserasi Kornea / Keratomalasia)
Mulai terlihat nekrosis pada kornea disertai dengan vaskularisasi
kedalamnya.
Ulserasi yang melebihi stadium sebelumnya
Edema pada kornea disertai dengan penonjolan disekitarnya
Luluhnya kornea dengan komplit yang berakhir dengan stafiloma
kornea atau ptisis.
g) XS (Xerosis Sikatrik)
Kornea mata tampak menjadi putih
Bola mata tampak mengecil
Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa
sikatrik atau jaringan parut.
h) XF (Fundus Xeroftalmia)
Pada fundus didapatkan bercak-bercak kuning keputihan yang
tersebar dalam retina, umumnya terdapat di tepi sampai arkade
vaskular temporal.
3. Pemeriksaan Penunjang
Tes Adaptasi Gelap
Pemeriksaan didasarkan pada keadaan bila terdapat kekurangan gizi atau
kekurangan vitamin A. Akan terjadi gangguan pada adaptasi gelap. Dengan ujian
ini dilakukan penilaian fungsi sel batang retina pada pasien dengan keluhan buta
senja. Pada pasien yang sebelumnya telah mendapat penyinaran terang, dilihat
kemampuan melihatnya sesudah sekitarnya digelapkan dengan perlahan-lahan
dinaikkan intensitas sumber sinar. Ambang rangsang mulai terlihat menunjukkan
kemampuan pasien beradaptasi gelap.4,6
4. Pemeriksaaan Laboratorium
Pemeriksaan

laboratorium

dilakukan

untuk

mendukung

diagnose

kekurangan vitamin A, bila secara klinis tidak ditemukan tanda-tanda khas KVA,
namun hasil pemeriksaan lain menunjukkan bahwa anak tersebut risiko tinggi
untuk menderita KVA. Peneriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan serum
24

retinol. Bila ditemukan serum retinol < 20 ug/dl, berarti anak tersebut menderita
KVA sub klinis.3,4,10

Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan untuk

mengetahui penyakit lain yang dapat memperparah seperti pada :


Pemeriksaan serum RBP (retinol binding protein) lebih mudah untuk
melakukan dan lebih murah dari studi retinol serum, karena RBP adalah
protein dan dapat dideteksi oleh tes imunologi. RBP juga merupakan senyawa
lebih stabil dari retinol yang berkaitan dengan cahaya dan suhu. Namun,
tingkat RBP kurang akurat, karena mereka dipengaruhi oleh konsentrasi
protein serum dan karena jenis RBP tidak dapat dibedakan.5,6,14
Pemeriksaan albumin darah kerana tingkat albumin adalah ukuran langsung
dari kadar vitamin A
pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui kemungkinan anemia, infeksi
atau sepsis.8,13,21
pemeriksaan fungsi hati untuk mengevaluasi status gizi
Pada anak-anak, pemeriksaan radiografi dari tulang panjang mungkin berguna
saat evaluasi sedang dibuat untuk pertumbuhan tulang dan untuk deposisi
tulang periosteal berlebihan.13,14
I. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Kekurangan vitamin A dapat dicegah dengan diet makanan yang kaya
akan vitamin A atau beta-karoten sebagai komponen diet seharian. Diet harus
mencakup sayuran berdaun hijau, buah-buahan misalnya, pepaya, jeruk, wortel,
dan sayuran kuning (misalnya, labu, labu. Susu yang diperkaya vitamin Adiperkaya dan sereal, hati, kuning telur, dan minyak ikan turut membantu.
Karotenoid diserap lebih baik bila dikonsumsi dengan beberapa makannan yang
mengandungi lemak. Jika bayi dicurigai alergi susu , mereka harus diberi vitamin
A yang cukup dalam susu formula.8,9,13
Di negara-negara berkembang, kekurangan vitamin A dicegah oleh
program-program kesehatan masyarakat dengan memberi profilaksis suplemen
vitamin A palmitat . Memperhatikan akibat kekurangan vitamin A seperti yang
telah disebutkan di atas maka untuk mencegah terjadinya kekurangan vitamin A,
di Posyandu atau Puskesmas pada setiap bulan Februari dan Agustus seluruh bayi
usia 6-11 bulan, harus mendapat 1 kapsul vitamin A biru dan seluruh anak balita
usia 12-59 bulan mendapat kapsul vitamin A warna merah. Sedangkan untuk ibu

25

nifas sampai 30 hari setelah melahirkan mendapat 1 kapsul vitamin A warna


merah.5,8
Prinsip dasar lain untuk mencegah KVA adalah memenuhi kebutuhan
vitamin A yang cukup untuk tubuh serta mencegah penyakit infeksi terutama diare
dan campak. Selain itu perlu memperhatikan kesehatan secara umum. Berikut
beberapa langkah lain yang dapat dilakukan untuk mencegah KVA :

Mengenal tanda-tanda kelainan secara dini

Bagi yang memiliki bayi dan anak disarankan untuk mengkonsumsi vitamin A
dosis tinggi secara periodik, yang didapatkan umumnya pada Posyandu
terdekat.

Segera mengobati penyakit penyebab atau penyerta

Meningkatkan status gizi, mengobati gizi buruk

Memberikan ASI Eksklusif

Melakukan Imunisasi dasar pada setiap bayi

2. Medikamentosa
Untuk mengatasi gejala defisiensi vitamin A,pemberian
palmitat sebanyak

vitamin A

25.000 - 50.000 lU/hari per oral setiap sehari selama 2 hari

dan dosis lebih lanjut setalah 7 sampai 10 hari. Jika pasien muntah, pemberian
secara IM dianjurkan. Sebagai bentuk oral, suplemen vitamin A efektif untuk
menurunkan resiko morbiditas , terutama yang menderita

diare hebat dan

mengurangi kematian dari penyakit campak dan semua penyebab kematian.


Pemberian vitamin E bersama dengan vitamin A nampaknya meningkatkan
efektivitas vitamin A dan mencegah kemungkinan terjadi hipervitaminosis A.6,11,12
Untuk mengobati anak dengan gejala buta senja (XN) hingga xerosis
kornea (X2), dimana penglihatan masih dapat disembuhkan, pengobatan dimulai
sejak penderita ditemukan (hari pertama) dengan memberikan kapsul vitamin A
sesuai dengan usia. Bayi kurang dari 5 bulan diberikan 1/2 kapsul biru (50.000
SI), bayi usia 6-11 bulan diberikan 1 kapsul biru (100.000 SI), dan anak usia 1259 bulan diberikan 1 kapsul merah (200.000 SI). Lalu pada hari kedua berikan 1
26

kapsul vitamin A sesuai dengan usia seperti ketentuan. Dua minggu kemudian,
penderita kembali diberikan kapsul vitamin A sesuai dengan usia seperti
ketentuan.4,10
Pada keadaan xerosis corneae, keratomalacia, dan ulcus corneae, anak
dapat diberikan tetes mata antibiotik tanpa kortikosteroid oleh dokter dengan cara
diteteskan pada bagian kelopak mata. Pengobatan vitamin A juga harus disertai
dengan perbaikan gizi, serta pengobatan antibiotik sebagai pengobatan tambahan
untuk mencegah infeksi sekunder.

Gambar 18. Kapsul vitamin A biru dan kapsul vitamin A merah


(Sumber : https://arali2008.wordpress.com/2009/03/02/pemberian-kapsul-vitamin-a-pada-balitadi-polewali-mandar/ )

3. Non medikamentosa
Pengobatan untuk KVA subklinis meliputi konsumsi makanan kaya vitamin A,
seperti hati, daging sapi, ayam, telur, susu yang diperkaya, wortel, mangga, ubi
jalar, dan sayuran berdaun hijau. Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran per
hari dianjurkan untuk menyediakan distribusi komprehensif karotenoid. Berbagai
makanan, seperti sereal , kue, roti, biskut, dan bar sereal gandum, sering diperkaya
dengan 10-15% dari RDA vitamin A.4,6
J. Komplikasi
1. Kebutaan
Gejala awal dari defisiensi vitamin A adalah anak tidak lagi dapat melihat
dengan jelas di sore hari, disebut sebagai buta senja. Tahapan selanjutnya jika

27

defisiensi vitamin A terus berlanjut adalah xerosis konjungtiva (bagian putih mata
kering, kusam, tidak bersinar), bercak bitot (bercak seperti busa sabun), xerosis
kornea (bagian hitam mata kering, kusam, dan tidak bersinar), keratomalasia
(sebagian dari hitam mata melunak seperti bubur), ulserasi kornea (seluruh bagian
hitam mata melunak seperti bubur), xeroftalmia scars (bola mata mengecil atau
mengempis), dan akhirnya menjurus buta permanen.2,3
2. Defisiensi zat besi et causa vitamin A
Vitamin A interaksi dengan besi. Nilai hemoglobin berkurang dengan pola
yang sama dengan plasma vitamin A dan vitamin A yang cukup juga
meningkatkan nilai hemoglobin seiring dengan kenaikan vitamin A. Mekanisme
interaksi antara vitamin A dan besi adalah terjadinya gangguan mobilisasi pada
besi dari hati dan/atau penggabungan besi ke eritrosit bila terjadi defisiensi
vitamin A. Vitamin dan -karoten dapat membentuk suatu kompleks dengan besi
untuk membuatnya tetap larut dalam lumen usus halus dan mencegah efek
penghambat dari fitat dan polifenol pada absorpsi besi.3,4,13

28

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva Paul, Anatomi dan Embriologi Mata dalam Vaughan & Asbury
Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta. EGC. 2007. Hal 8-19
2. Ilyas SH. Anatomi dan Fisiologi Mata dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI. 2005. Hal. 1-12
3. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Saviitri. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
ke-3. Jakarta : Media Aesculapius; 2007. h.520-522
4. Sidarta Ilyas, Muzakkir Tanzil, Salamun, Zainal Azhar. Sari Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta : Balai Penerbitan FKUI; 2008.h.1,118-119,202-204
5. Defisiensi Vitamin A Pada Mata. 2007 diundah

dari

URL

http://asic.lib.unair.ac.id/journals/
6. Vitamin A Deficiency and Inflammatory Markers Among Preschool Children. 2004
diundah dari URL : http://www.nutritionj.com/
7. Achmad Djaeni Sediaoetama. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia.
Jilid I. Jakarta : Penerbit Dian Rakyat; 2008.h.105-119
8. Helen M. Barker. Nutrition and Diabetetics for Health Care. Tenth Edition. United
Kingdom : Churchill Livingstone; 2006.p.31-44
9. Hubungan Status Vitamin A dengan Feritin Serum dan Hemoglobin Ibu. 2002 diundah
dari URL : http://eprints.undip.ac.id/
10. Defeciency Vitamin A. 2014 diundah dari URL : http://emedicine.medscape.com
11. H. Sidarta Ilyas. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI;
2009.h.141-142, 225
12. Sulistia Gan Gunawan. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Jakarta : Balai Penerbitan
FKUI; 2008. h.769-783
13. Iron and Iron Deficiency. 2008 diundah dari URL : http://www.cdc.gov/nutrition
14. Stephen J. McPhee, Maxine A.Papadakis. Current Medical Diagnosis and Treatment.
48th Edition. United States : Mc Graw Hill Medical; 2009.p.452-455
15. Sommer A, Tarwotjo I, Hussaini G, Susanto D. Increased mortality in children with
mild vitamin A deficiency. Lancet. 1983;2(8350):5858. 2
16. Cohen N, Rahman H, Sprague J, et al.Prevalence and determinants of nutritional
blindness in Bangladeshi children. World Health Stat Q. 1985;38(3):317330
17. Sommer, Alfred. Vitamin A deficiency and Its Consequences A Field Guide To
Detection and Control.1995. Penerbit: WHO
18. Aru W. Sudoyo, Setiyohadi B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-2. Jakarta:
Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam; 2006.h.1955-1965

30

19. Annstas,

George.

Vitamin

Deficiency.

2012.

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/126004-overview
20. Behrman, R. dan, R. Kliegman. Nelson Textbook of Pediatics 17th edition. pp 242

31

Anda mungkin juga menyukai