Anda di halaman 1dari 16

Media

Informasi

No.6 Edisi Maret 2011


PT Len Industri (Persero)

Len Incorporated
Menuju Kemandirian Teknologi yang Berdaya Saing

Bersatu Untuk Maju


Wahyuddin Bagenda
CEO Len Incorporated

PT Len Industri (Persero)

ISSN 2086-5651

Spesialis Persinyalan
Kereta Api Indonesia

Liputan Utama

PT Len Industri (Persero)

Spesialis Persinyalan Kereta Api


Indonesia

T Len Industri (Persero), nama yang


tak asing lagi di kancah bisnis dunia
khususnya di bidang elektronika
industri dan prasarana. BUMN Industri
strategis bertempat di Bandung Jawa
Barat, yang didirikan pada tahun 1965,
lalu bertransformasi menjadi sebuah
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada
tahun 1991. Sejak saat itulah Len bukan
lagi kepanjangan dari Lembaga
elektronika Nasional, tetapi telah menjadi
sebuah entitas bisnis professional dengan
nama PT Len Industri. Len kini memiliki 3
unit bisnis (Sistem Transportasi, Navigasi
& Te l e k o m u n i k a s i , d a n S i s t e m
Pengendalian & Pertahanan) dan 3 anak
perusahaan (PT Eltran Indonesia, PT Surya
Energi Indotama, dan PT Interlokindo
Utama).

Len spesialis persinyalan Kereta Api


Indonesia
Adalah unit bisnis Transportasi yang memfokuskan
diri bergerak di bidang Perkeretaapian khususnya
produk persinyalan, traksi dan kelistrikan kereta

api. System Interlocking Len ( SIL-01 dan SIL-02),


Computer Based Interlocking (CBI), Centralized
Traffic Control (CTC), Automatic Warning System dan
pintu perlintasan kereta api, Lampu sinyal LED,
Kontrol Traksi Motor, Auxiliary Power Supply dan
Panel Kontrol Elektrik.
Bekerjasama dengan Pemerintah ( Ditjen
Perkeretaapian Kementerian Perhubungan) dan
PT Kereta Api (Persero), Len juga membuat sistem
persinyalan di berbagai jalur kereta api di Pulau
Jawa dan Sistem Elektronik Daya untuk kereta
listrik di Jabodetabek. Pada pembangunan jalur
ganda Cirebon-Kroya dan Tegal-Pekalongan, Len
berperan dalam modifikasi sistem persinyalan dari
pola jalur tunggal menjadi pola jalur ganda.
Lokasi lain yang menggunakan sistem persinyalan
produk Len adalah jalur ganda Tanah abang Serpong, jalur ganda tahap I Cirebon-Kroya
(Patuguran-Purwokerto), jalur ganda tahap I dan II
Tegal-Pekalongan (Pemalang-Petarukan dan
Pemalang-Larangan), jalur KA Sumatera Selatan
dan 40 stasiun di Sumatera Utara.

Buletin Len

No. 6 Edisi Maret 2011

Persinyalan KA
Jalur Ganda Cirebon-Kroya

Dalam pembangunan jalur ganda PatuguranPurwokerto, produk sistem persinyalan Len yang
digunakan, antara lain : 4 sistem interlocking yang
dimodifikasi menjadi sistem interlocking jalur
ganda, 28 unit pendeteksi KA, 18 unit motor wesel,
7 perangkat pengaman perlintasan dan 120 km
kabel optic serta tembaga.
Len Unggul
Hebatnya, keseluruhan pekerjaan dapat
diselesaikan dalam waktu 18 bulan masa kontrak,
hanya saja realisasi fungsi jalur diselesaikan dalam
waktu kurang lebih 1 tahun. Beroperasinya jalur
ganda hasil kerja keras tim Len menjadi tolak ukur
keberhasilan. Len patut berbangga atas pekerjaan
yang sepenuhnya diselesaikan oleh SDM yang
dimiliki Len, khususnya insinyur dan teknisi dalam
negeri tanpa sedikitpun melibatkan tenaga ahli
asing.
Beberapa stasiun yang semula masih menggunakan
handle dan sinyal mekanik, disulapnya menjadi
ElektroMekanik Interlocking (EMI) sebut saja
stasiun Tagog, Cipatat, slawi, dan stasiun Divre I
Sumatera Utara.

Centralized Traffic Control (CTC)


Jalur Cirebon-Tegal

Perangkat Interlocking Persinyalan KA


St. Tanah Abang

Dari sejak didirikan, Len telah melakukan berbagai


terobosan dalam bisnis untuk terus berkembang
mengikuti perkembangan bisnis dan teknologi
yang cenderung berubah, hal ini sesuai dengan visi
Len menjadi perusahaan elektronika kelas dunia.
Didukung SDM berkualitas, Len terus
mengembangkan produk - produk sistem
persinyalan kereta api, sistem traksi, sistem
navigasi, elektronika pertahanan dan peralatan
komunikasi. SDM Len sudah sangat memahami
tentang konsep - konsep perkeretapaian dan
paham safety, karena itulah Len unggul di
bidangnya.

perkeretaapian internasional, jelas Abraham


Mose, Direktur Pemasaran Len yang juga Ketua
Umum Himpunan Kontraktor Perkeretaapian
Indonesia (HIKKAPI) pada tim Reportase Buletin
Len belum lama ini.

25 tahun sudah Len terlibat proyek persinyalan


kereta api, 80% persinyalan kereta api di Indonesia
telah Len tangani. Len akan terus
mengembangkan sistem persinyalan kereta api
y a n g m e m e n u h i s t a n d a r ke s e l a m a t a n

Safety no compromise menjadi komitment yang


tentunya akan selalu dipegang teguh Len dalam
menyelesaikan setiap pekerjaan yang menyangkut
keselamatan orang banyak khususnya kereta api. **
(Elva)

Buletin Len

No. 6 Edisi Maret 2011

InoTek
Inovasi Teknologi

Persinyalan Len
Sistem Persinyalan Len
Sistem Persinyalan Len
Sistem persinyalan kereta api saat ini menjadi salah satu lini
bisnis utama yang digeluti PT Len Industri (Persero), bahkan
tahun 2009 bisnis ini berhasil menyumbangkan 40% dari total
pendapatan Len pada tahun tersebut. Sistem persinyalan
kereta api mungkin bukan sesuatu yang terdengar asing di
telinga karyawan Len, tapi apakah semua karyawan Len tahu
apa itu sistem persinyalan kereta api, kalau soal yang satu ini
mungkin saya sendiri tidak bisa menjawab dengan pasti
karena memang belum pernah ada survey yang meneliti
masalah tersebut. Sistem persinyalan kereta api memang
merupakan suatu sistem yang sangat kompleks dan multi
disiplin, tapi di sini saya tidak akan membahas betapa
kompleksnya sistem persinyalan kereta api, saya hanya akan
menyajikan dari perspektif yang lebih sederhana yang mudahmudahan bisa memberikan sedikit gambaran bagi karyawan
Len khususnya yang berada di luar Unit Bisnis Sistem
Transportasi.

ecara sederhana sistem persinyalan kereta api bisa


diartikan sebagai sistem yang mengatur pergerakan
kereta api baik ketika berada di area stasiun maupun di
petak jalan yang diapit oleh dua stasiun.
Elemen jalan yang terdapat pada suatu stasiun yaitu rel biasa

Buletin Len

No. 6 Edisi Maret 2011

dan wesel. Wesel, yang juga biasa disebut point, switch


ataupun turnout, memiliki bagian dasar seperti rel tetapi
dilengkapi dengan jalur khusus sehingga menjadi titik temu
suatu percabangan rel (lihat W11 dan W13 pada gb. 1). Wesel
ini juga dilengkapi dengan lidah wesel yang dapat diatur
posisinya dengan perangkat tambahan penggerak wesel
sehingga bisa memberikan arah percabangan sesuai dengan
kebutuhan.
Tidak seperti mobil yang dilengkapi dengan stir sehingga bisa
bergerak bebas ke kiri dan kanan, kereta api hanya bisa
bergerak dengan arah sesuai dengan tumpuan rodanya
terhadap rel. Sebagai gantinya maka perangkat yang mengatur
posisi wesel ini bisa dianggap sebagai stir yang mengatur
pergerakan kereta pada percabangan (wesel) apakah akan
diarahkan lurus atau belok.
Selain pengatur arah posisi wesel, diperlukan juga perangkat
yang bisa memberi isyarat untuk bergerak maupun berhenti
kepada masinis yang akan masuk maupun keluar stasiun.
Perangkat inilah yang kita sebut sinyal.
Berdasarkan arah pergerakan kereta terhadap stasiun maka
sinyal terdiri dari sinyal masuk (home signal) dan sinyal
keluar/sinyal berangkat (starter signal). Disamping itu ada pula
sinyal tambahan sebagai sinyal bantu sebelum masinis melihat
sinyal masuk yaitu sinyal muka (distant signal).

15

Gambar 1 : Layout Stasiun

Gambar 2 : Petak Blok

Sinyal masuk memberi isyarat masinis yang akan memasuki


area stasiun (lihat sinyal J10 dan J14 pada gb. 1). Sinyal
berangkat memberi isyarat pada masinis yang akan
memberangkatkan kereta menuju stasiun lain sesuai dengan
jalurnya (lihat sinyal J12A,J12B,J22A dan J22B pada gb. 1).
Sedangkan sinyal muka memberi isyarat pendahuluan kepada
masinis apakah akan berhenti di depan sinyal masuk atau jalan
terus melewati sinyal masuk (lihat sinyal MJ10 dan MJ14 pada
gb. 1).
Selain ketiga sinyal di atas, ada juga sinyal yang digunakan
untuk keperluan pergerakan kereta secara lokal. Pergerakan
kereta secara lokal yang dimaksud diantaranya untuk
keperluan perpindahan jalur kereta, perpindahan posisi
lokomotif atau penyusunan suatu rangkaian kereta. Sinyal
tersebut dinamakan sinyal langsir (shunt signal). Sinyal langsir
tersebut bisa berdiri sendiri ataupun menjadi bagian dari
kelengkapan sinyal berangkat.
Ketika indikasi pada sinyal memberi isyarat masinis untuk
menggerakan kereta, haruslah dipastikan bahwa wesel telah
mengarahkan kereta ke jalur yang kosong (tidak terdapat
kereta lain di atasnya).
Maka sebelum isyarat sinyal yang memerintahkan untuk
bergerak diaktifkan, petugas pengatur perjalanan kereta yang
berada di stasiun harus memastikan posisi wesel dan
memastikan secara visual bahwa pada jalur tujuan tidak
terdapat kereta lain.

22,13,14AT dan 14BT.


Ketika kereta bergerak memasuki stasiun atau bergerak
secara lokal di area stasiun, petugas pengatur pergerakan
kereta (PPKA = Pemimpin Perjalanan KA) di stasiun tersebut
memiliki otonomi penuh terhadap wilayah stasiun.
Berbeda halnya apabila PPKA hendak memberangkatkan
kereta, maka dia harus terlebih dahulu meminta ijin ke stasiun
tujuan. Hal ini dikarenakan pergerakan kereta akan melewati
petak jalan/petak blok yang menjadi wilayah kekuasaan
bersama antara dua stasiun yang mengapitnya.
Permintaan ijin ini dilakukan agar stasiun tujuan tidak
memberangkatkan kereta secara bersamaan (khusus untuk
jalur KA tunggal/single line) yang akan mengakibatkan
tabrakan. Maka selain meminta ijin secara lisan, operasi sinyal
berangkat pada kedua stasiun tersebut yang mengarah pada
jalur yang sama, harus saling mengunci (interlock).
Sistem penguncian antara dua stasiun tersebut disebut sistem
blok (block system). Ada dua jenis sistem blok yang sering
digunakan yaitu sistem blok permisif dan sistem blok terbuka.
Sistem blok permisif mutlak membutuhkan persetujuan
langsung dari petugas di stasiun tujuan dengan melakukan
tindakan tertentu.

Memastikan bahwa jalur yang akan dituju/dilalui kereta dalam


keadaan kosong adalah sesuatu yang mutlak. Namun
memastikan langsung secara visual tidaklah efisien dan akan
memperlambat waktu perjalanan kereta.

Pada gb. 2 diperlihatkan suatu petak blok antara Stasiun A


dengan Stasiun B. Bila Stasiun A hendak memberangkatkan
kereta ke Stasiun B maka terlebih dahulu PPKA di Stasiun A
meminta ijin memberangkatkan kereta ke Stasiun B dengan
menekan tombol atau memutar perangkat elekto-mekanik
pada perangkat sistem blok.

Maka sistem persinyalan modern juga dilengkapi dengan


perangkat pendeteksi kereta, sehingga petugas pengatur tidak
perlu melihat langsung secara visual keberadaan kereta pada
suatu jalur, tetapi cukup melihatnya pada panel indikator.

Apabila tidak ada kondisi yg dianggap membahayakan maka


petugas PPKA di Stasiun B akan memberikan ijin dengan cara
menekan tombol atau memutar perangkat elektro-mekanik
pada pereangkat sistem blok.

Untuk memudahkan pendeteksian kereta, maka petak-petak


jalan rel dibagi menjadi beberapa petak pendeteksian yang
lebih kecil (track section). Seperti terlihat pada gambar 1, track
section untuk Stasiun A diantaranya 10AT, 10BT, 11, 12,

Pemberian ijin ini akan langsung melepas penguncian sinyal


berangkat di Stasiun A, sehingga sinyal bisa dioperasikan dan
kereta bisa berangkat menuju Stasiun B dengan aman.

16

Buletin Len

No. 6 Edisi Maret 2011

Berbeda dengan sistem blok permisif, dimana pada kondisi


normal semua sinyal berangkat terkunci dan baru bisa
dioperasikan setelah penguncian dilepas oleh stasiun tujuan
secara remote, maka pada sistem blok terbuka ijin dari petugas
PPKA stasiun tujuan tidak lagi diperlukan.
Pada sistem blok terbuka hubungan antara sistem blok stasiun
asal dan stasiun tujuan terhubung secara otomatis. Pada
kondisi ketika petak blok kosong maka stasiun asal bisa
l a n g s u ng mengopera sikan sinyal berangkat da n
memberangkatkan kereta ke stasiun tujuan. Pengoperasian
sinyal berangkat ini juga secara remote juga akan mengunci
sinyal berangkat stasiun tujuan yang mengarahkan kereta
pada petak blok yang sama.
__________________________________________

Sistem ini tersebar diantaranya di wilayah regional Sumatera


Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan. Selain itu di Pulau
Jawa juga terdapat stasiun yang masih dilengkapi persinyalan
mekanik diantaranya pada lintas Bogor - Cianjur - Padalarang
(jalur selatan), Gedebage - Tasikmalaya, Solo - Madiun Kertosono, Solo - Semarang, Semarang - Surabaya (jalur
utara), Kertosono - Blitar - Malang dan semua stasiun pada
lintas Surabaya - Banyuwangi.
Secara garis besar sistem persinyalan mekanik terdiri dari :

Perangkat persinyalan dalam ruangan (indoor) yang terdiri

dari :

Meja/lemari mistar

Perangkat sistem blok

Perangkat persinyalan luar ruangan (outdoor) yang terdiri

dari:
Sistem persinyalan harus menjamin semua pergerakan kereta
baik di area stasiun maupun pada petak blok bisa berlangsung
secara aman. Untuk itu persyaratan failsafe mutlak diperlukan
baik secara terintegrasi pada sistem persinyalan maupun
secara individu pada tiap perangkat penyusun sistem
persinyalan.
Oleh karena itu produk yang digunakan untuk sistem
persinyalan haruslah berkinerja baik dan teruji tingkat
keselamatannya (safety level) serta memenuhi aturan yang
berlaku secara umum di dunia persinyalan ataupun aturan
khusus yang ditetapkan otoritas perkeretaapian setempat.
Hal ini mutlak diperlukan mengingat kesalahan yang terjadi
pada sistem persinyalan bisa mengakibatkan dampak yang
sangat serius baik secara korban jiwa maupun materi.
Berdasarkan populasi pada sistem perkeretaapian di
Indonesia, ada beberapa jenis sistem persinyalan yang
berdasarkan basis teknologinya dibagi menjadi :

Sistem Persinyalan Mekanik

Sistem Persinyalan Elektrik

Sistem Persinyalan Elektro-Mekanik

Perangkat sinyal mekanik

Pemindah wesel mekanik

Meja mistar merupakan otak dari sistem persinyalan mekanik.


Bagian ini berfungsi sebagai sistem interloking yang menjamin
semua operasi sinyal yang mengarahkan kereta untuk
memasuki jalur yang sama tetap dalam kondisi saling
mengunci (interlock).
Sebagai gambaran, dengan sistem interloking mekanik ini tidak
akan dimungkinkan tuas penggerak sinyal masuk dari kedua
arah yang berlawanan digerakan secara bersamaan.
Mistar yang terhubung dengan penguncian tuas dilengkapi
dengan kait mekanik khusus yang tersusun menurut aturan
yang dipersyaratkan interlocking table (tabel pengucilan)
mekanik yang disesuaikan dengan layout stasiun.
Di Indonesia meja mistar mekanik hanya digunakan pada
sistem interloking mekanik Siemens & Halske (S&H).
Sedangkan sistem yang lebih tua yang diproduksi oleh Alkmaar
jauh lebih sederhana karena hanya dilengkapi dengan tuas
penggerak sinyal, sedangkan perangkat pemindah posisi
wesel harus dioperasikan secara langsung pada wesel yang
bersangkutan (terlayan setempat).

Sistem Persinyalan Mekanik


Sedangkan pada sistem S&H perangkat pemindah posisi
wesel dapat digerakkan oleh tuas yang terdapat pada
meja/lemari mistar (terlayan pusat).
Pada gambar 4 terlihat meja mistar mekanik dengan perangkat
sistem blok elektromekanik di atasnya dan tuas penggerak
sinyal serta tuas penggerak perangkat pemindah posisi wesel
di bawahnya.

Gambar 3 : Diagram Sistem Persinyalan Mekanik


Sistem persinyalan mekanik sampai saat ini merupakan sistem
persinyalan dengan populasi terbanyak di Indonesia. Sekitar
70% lintas dan stasiun kereta api di Indonesia masih dilengkapi
dengan sistem persinyalan jenis ini.

Buletin Len

No. 6 Edisi Maret 2011

Gambar 4 : Interloking Mekanik

17

Pada sistem persinyalan mekanik, sistem blok yang biasa


digunakan adalah sistem blok permisif, maka perangkat sistem
blok harus terhubung dengan penguncian tuas penggerak
sinyal berangkat dan berada dalam posisi terkunci pada kondisi
normal.

informasi antar stasiun melalui kabel tembaga terpilin seperti


yang digunakan untuk kabel telepon. Pada gambar 5 terlihat
panel sistem blok TBI yang dilengkapi indikator terpasang di
atas meja mistar mekanik.

Dari data lapangan hanya sistem persinyalan mekanik S&H


yang bisa dilengkapi dengan perangkat blok. Sedangkan pada
sistem persinyalan mekanik Alkmaar operasi blok hanya
dilakukan melalui komunikasi suara antar PPKA (warta KA).
Perangkat sistem blok suatu stasiun terhubung dengan sistem
blok stasiun sebelahnya secara elektro-mekanik, maupun
elektronik melalui kawat udara terbuka, kabel tanah tertutup
maupun jaringan kabel optik dengan penambahan antarmuka
(interface) tertentu.
Perangkat blok asli sistem persinyalan mekanik S&H
menggunakan sistem elektro-mekanik. Permintaan maupun
pemberian ijin dilakukan dengan cara memutar induktor
sehingga menghasilkan listrik yang dialirkan ke perangkat blok
stasiun sebelahnya melalui media kawat udara.
Di stasiun tujuan, sinyal listrik yang diterima tersebut digunakan
untuk menggerakkan perangkat solenoid yang terhubung
dengan pasak pengunci tuas penggerak sinyal berangkat.
Masalah sering muncul karena media penghantar kawat udara
terbuka sangat rentan terhadap gangguan. Karena sistem blok
ini dirancang dengan filosofi failsafe, maka gangguan yang
timbul tidak akan membahayakan perjalanan kereta.
Tetapi meskipun demikian hal tersebut bisa mengganggu
operasi dan berpotensi menyebabkan keterlambatan, karena
bila sistem blok terganggu maka pelayanan operasi blok hanya
dapat dilakukan melalui percakapan langsung antara PPKA
stasiun asal dan PPKA stasiun tujuan (warta KA).
Untuk permasalahan di atas PT Len Industri sudah memiliki
solusi dengan produknya yang disebut MOBIS. Dengan
MOBIS ini sinyal listrik yang dihasilkan induktor diubah menjadi
sinyal digital melalui perangkat PLC (Programmable Logic
Controller).

Gambar 5 : Perangkat Blok TBI


Sistem blok TBI di atas sudah tidak digunakan lagi mengingat
banyak komponennya yang rusak dan sudah tidak diproduksi
lagi, juga karena maraknya pencurian kabel tembaga yang
membentang di udara. Sekarang sistem TBI buatan Len
berbasis PLC sudah berdiri kokoh menggantikan sistem TBI
lama.
Si ste m TBI b a ru me ma n fa a tka n p e ra n g ka t PL C
(Programmable Logic Controller). Komunikasi blok TBI antar
stasiun memanfaatkan media komunikasi serat optik berbasis
sistem SDH (Synchronous Digital Hierarchy).
TBI baru yang terpasang mencakup 36 stasiun. Selain TBI dan
sistem telekomunikasi serat optik, tiap stasiun juga dilengkapi
dengan sistem catu daya yang memiliki back-up UPS dan
genset.
Untuk 34 lokasi stasiun, perangkat sistem catudaya dan
telekomunikasi serat optik terpasang dalam PMER (Portable
Modular Equipment Room) berbasis kontainer hasil desain asli
Len dan terbukti bisa menghemat waktu instalasi di lapangan.

Sehingga media penghantarnya bisa menggunakan kabel optik


yang tahan terhadap gangguan. Di stasiun tujuan sinyal ini
diubah kembali menjadi listrik untuk menggerakkan solenoid.
Sistem MOBIS juga digunakan sebagai solusi untuk mengatasi
permasalahan interfacing antara stasiun yang dilengkapi
sistem persinyalan elektrik dengan stasiun tetangganya yang
masih dilengkapi sistem persinyalan mekanik tipe S&H.
Untuk pertamakalinya, solusi ini telah berhasil diterapkan di
Stasiun Gundih. Suatu kebanggaan dimana vendor sistem
persinyalan elektrik asing sekalipun biasanya mengalami
kesulitan bila harus menyandingkan sistem buatannya dengan
sistem persinyalan mekanik di stasiun sebelahnya.
Sistem blok berbeda yang diterapkan pada sistem persinyalan
mekanik S&H bisa dijumpai di Sumatera Utara. Induktor listrik
tidak lagi digunakan, sebagai gantinya operasi blok dilakukan
dengan cara menekan tombol dan kunci khusus melalui
perangkat yang disebut TBI (Tokenless Block Instrument).
Perangkat ini berisi modul elektronik berbasis sistem logika
dengan generator frekuensi sederhana untuk menyalurkan

18

Gambar 6 : Lengan Sinyal Mekanik

Buletin Len

No. 6 Edisi Maret 2011

Untuk sistem persinyalan mekanik, perangkat sinyal luar


berupa lengan mekanik yang terhubung dengan tuas
penggeraknya yang terdapat pada meja mistar, melalui rantai
dan kawat logam.

pertama yang masuk ke Indonesia berjenis interloking relay


DrS dari Siemens. Bagian vital maupun non-vital prosesornya
berupa relay individual yang harus di-wiring satu-persatu
sehingga membentuk fungsi interloking yang utuh.

Posisi lengan mendatar (horizontal) mengisyaratkan kereta


harus berhenti, sedangkan posisi lengan sinyal mendongak ke
atas sekitar 60 derajat mengisyaratkan kereta boleh jalan.
Pada gambar 6 terlihat sinyal mekanik dengan 3 buah lengan
yang diperuntukan untuk masing - masing kereta yang berada
pada 3 jalur berbeda.

Sinyal elektrik dengan interloking relay tipe awal ini dipasang di


2 stasiun utama saat itu yaitu Stasiun Bandung dan Stasiun
Solo Balapan. Sampai saat ini kedua sistem persinyalan
tersebut masih berfungsi.

Sama halnya dengan perangkat sinyal, perangkat pemindah


posisi wesel mekanik juga dihubungkan
dengan tuas
penggeraknya melalui rantai dan kawat logam.
Sistem Persinyalan Elektrik
Berdasarkan penempatan perangkat, sistem persinyalan
elektrik dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian dalam ruangan
(indoor) dan bagian luar ruangan (outdoor).

Perangkat Persinyalan Indoor

Sistem Interloking Vital

Sistem Interloking Non-Vital

Maintenance Terminal

Axle Counter Evaluation Unit

Perangkat Persinyalan Outdoor

Sinyal warna cahaya

Penggerak wesel elektrik

Perangkat pendeteksi KA
Berdasarkan basis teknologinya, sistem interloking pada
sistem persinyalan elektrik dibagi menjadi :

Interloking Relay

Interloking Hibrid (relay-elektronik)

Interloking Elektronik

Untuk sistem DrS, Len juga pernah melakukan modifikasi di


Stasiun Solo Balapan terkait pengaktifan jalur ganda Yogya Solo.
Sistem persinyalan dengan interloking relay berikutnya, sedikit
lebih maju dari pendahulunya, yaitu tipe MIS (Modular
Interlocking System). Berbeda dari tipe DrS, relay pada sistem
ini sudah dirakit dalam bentuk modul yang mewakili suatu
fungsi tertentu dalam sistem interloking.
Sistem yang lebih baru ini awalnya dipasang di Stasiun
Cikampek, Cirebon, Tugu Yogya, dan Pasar Turi Surabaya.
Namun pada tahun 2005 sistem yang terpasang di Stasiun
Cikampek diganti dengan sistem interloking elektronik VPI dari
alstom terkait proyek jalur ganda Cikampek-Cirebon.
Untuk selanjutnya pada tahun yang sama Len berhasil
memfungsikan kembali sistem persinyalan MIS eks Stasiun
Cikampek di Stasiun Madiun.
Selain itu Len juga telah berhasil melakukan modifikasi pada
sistem ini di Stasiun Cirebon. Kemudian di stasiun Cikampek
(sebelum dibongkar) terkait dengan pengaktifan tahap pertama
(temporary) jalur ganda Cikampek - Cirebon.
Prestasi terbaru Len dalam modifikasi sistem ini adalah ketika
kita dipercaya oleh Westinghouse Australia untuk melakukan
modifikasi MIS stasiun Yogya dan membuat sistem interfacing
dengan Stasiun sebelahnya yang dilengkapi sistem interloking
elektronik Westrace dari Westinghouse, terkait proyek jalur
ganda Kutoarjo - Yogya.
Keberhasilan modifikasi MIS ini sempat dipublikasikan pada
jurnal perkeretaapian internasional oleh Westinghouse,
walaupun tidak disebutkan secara eksplisit bahwa Len yang
mengerjakannya.
Persamaan kedua sistem persinyalan dengan interloking relay
ini adalah sama-sama menggunakan panel mosaik yang
dilengkapi dengan tombol dan indikator sebagai Operation
Terminal-nya (lihat bagan pada gambar 7). Tipe panel ini di
lazim disebut LCP (Local Control Panel). Persamaan lain yaitu
pada sisi perangkat luar (outdoor equipment) yang
menggunakan sinyal warna cahaya tipe bola lampu pijar
(kecuali Stasiun Madiun yang menggunakan sinyal tipe LED
produksi Len), penggerak wesel dengan motor listrik dan
pendeteksi KA tipe track circuit.
Tipe sistem persinyalan elektrik berikutnya adalah yang
dilengkapi dengan sistem interloking hibrid. Sistem ini lebih
maju dari interloking relay. Bila mengacu pada gambar 7, pada
sistem ini bagian non-vital tidak lagi menggunakan relay tapi
sudah menggunakan prosesor elektronik.

Gambar 7 : Diagram Sistem Persinyalan Elektrik


Sistem persinyalan elektrik mulai masuk ke Indonesia baru
pada sekitar 40 tahun yang lalu. Sistem persinyalan elektrik

Buletin Len

No. 6 Edisi Maret 2011

Populasi sistem persinyalan elektrik dengan sistem interloking


tipe ini yaitu pada lintas Kertosono - Wonokromo di Jawa Timur
yang menggunakan sistem persinyalan buatan Ansaldo dan

19

Stasiun Medan yang menggunakan sistem interloking hibrid


buatan GRS.
LCP digunakan sebagai operation panel dan digunakan pula
perangkat luar berjenis sama, seperti yang digunakan pada
sistem persinyalan elektrik, yang dilengkapi interloking relay.
Untuk lintas Kertosono - Wonokromo, Len telah berhasil
melakukan up-grading dengan penambahan sistem axle
counter sebagai pendeteksi KA pada petak blok, sekaligus
memanfaatkannya sebagai interface informasi blok, yang
terhubung dengan jaringan komunikasi fiber optik berbasis
SDH, yang juga dikerjakan oleh Len.
Khusus untuk Stasiun Medan, Len juga berhasil melakukan
modifikasi dan penggantian sistem non-vital processor GL1
buatan GRS dengan PLC. Selain itu juga dilakukan
penggantian LCP lama dengan LCP baru buatan Len.
Tipe persinyalan elektrik generasi yang lebih baru dari sistem
persinyalan yang dilengkapi sistem interloking hibrid adalah
sistem persinyalan yang dilengkapi sistem interloking
elektronik, dimana prosesor elektronik digunakan baik pada
bagian vital maupun non-vitalnya.

kemampuan lokal bidang persinyalan kereta api, juga menjadi


tonggak penting juga bagi Len dalam perkembangan bisnisnya
di bidang sistem persinyalan kereta api.
Sebut saja keberhasilan proyek-proyek terkait program jalur
ganda misalnya modifikasi VPI 6 stasiun pada lintas Cikampek Cirebon yang legendaris. Proyek modifikasi SSI Tanah Abang
Serpong, proyek modifikasi VPI Serpong - Maja tahap pertama,
proyek modifikasi VPI Tegal - Pekalongan dan yang terakhir
proyek modifikasi Westrace Cirebon - Kroya fase pertama.
Semua pekerjaan modifikasi di atas berhasil diselesaikan
dalam waktu yang sangat fantastis, yang menjadikan Len
secara kemampuan teknis hampir boleh disejajarkan dengan
perusahaan signalling multinasional.
Kembali ke masalah sistem persinyalan elektrik, bagian
operation terminal dari sistem interloking jenis ini juga sebagian
besar masih menggunakan tipe LCP, hanya sebagain saja yang
menggunakan teknologi jenis VDU (Video Display Unit)
berbasis PC yaitu sistem SSI dari Alstom, sedangkan sistem
SSI dari Westinghouse masih menggunakan LCP.

Vendor yang digunakan perkeretaapian Indonesia untuk sistem


ini terbilang cukup banyak, sebut saja VPI dari Alstom (dengan
beberapa versi terdahulu dari ASI & GRS), Westrace versi 1
dan 2 dari Westinghouse, SSI dari Westinghouse & Alstom,
PLC Based Interlocking dari Vialis (d/h Alkmaar) dan yang
terakhir adalah PLC Based Interloking buatan Len yaitu SIL-02
(Sistem Interloking Len -Versi 2).
Sistem VPI tersebar pada lintas Serpong - Merak, Cikampek Cirebon - Semarang dan Cikampek - Bandung. Sistem
Westrace versi 1 menghuni lintas Tasik - Banjar - Kroya Kutoarjo dan Cirebon - Kroya, sedangkan versi ke-2 nya telah
menggantikan versi pertamanya pada lintas Kutoarjo - Yogya,
berbarengan dengan pengoperasian jalur ganda Kutoarjo Yogya.
Sementara itu sistem SSI bisa dibilang menguasai seluruh
lintas ibu kota sampai dengan Stasiun Serpong untuk batas
barat, Cikampek untuk batas timur dan Bogor untuk batas
selatan, dan di Bandung menguasai lintas Padalarang Gedebage.
Sistem interloking berbasis PLC dari Vialis sampai saat ini
hanya terpasang di Depo KRL Depok. Sedangkan SIL-02
produksi Len sudah menempati beberapa titik utama yaitu di
Stasiun Slawi dan Gundih di Jawa Tengah, Stasiun Bangil di
Jawa Timur, Stasiun Tanjung Priok, Cibinong dan Nambo di
Jabodetabek, Stasiun Prabumulih Baru di Sumatera Selatan
dan Stasiun Tebing Tinggi di Sumatera Utara.
PT Len industri sebagai agen ToT (Transfer of Technology)
mewakili pemerintah, tidak pernah absen mengikuti proses
pengimplementasian sistem persinyalan elektronik ini sejak
pertama masuk ke Indonesia. Mulai dari mempelajari sistem
produk vendor asing tersebut, sampai sekarang sudah mampu
merancang dan memproduksi sistem interloking sendiri.
Saat ini Len juga telah memiliki kemampuan untuk melakukan
modifikasi pada semua sistem interloking produksi vendor
asing yang disebutkan di atas. Beberapa pekerjaan modifikasi
mampu diselesaikan secara fenomenal, bahkan menjadi
tonggak penting dalam membuka mata pemerintah tentang

20

Gambar 8 : Local Control Panel (LCP) Stasiun Slawi


Sama seperti sistem yang lain, sisi perangkat luar dari sistem
persinyalan yang dilengkapi dengan sistem interloking jenis
elektronik ini masih menggunakan sinyal warna cahaya,
penggerak wesel yang dilengkapi motor listrik (electric point
machine), juga pendeteksi kereta yang menggunakan sistem
track circuit dan axle counter.
Sinyal yang digunakan sebagian besar berupa sinyal warna
cahaya berteknologi lampu pijar (incandescent lamp) dengan
dua filamen, sebagai filamen utama dan filamen cadangan. Bila
filamen utama putus, otomatis fungsinya akan digantikan
filamen cadangan dengan memanfaatkan rangkaian relay
khusus.
Hanya sebagian kecil saja terutama untuk stasiun yang
dilengkapi sistem interloking buatan Len yaitu SIL-02 yang
dilengkapi sinyal berteknologi LED (Light Emitting Diode) yang
juga buatan Len.
Maksud dari isyarat yang diberikan oleh sinyal tersebut akan
tergantung dari warna cahaya yang menyala pada saat itu.
Warna merah mengisyaratkan kereta harus berhenti,
sedangkan warna hijau mengisyaratkan kereta boleh jalan.
Adapun warna kuning mengisyaratkan kereta boleh jalan
dengan kecepatan terbatas karena akan berhenti di sinyal

Buletin Len

No. 6 Edisi Maret 2011

berikutnya. Selain itu untuk kereta yang diarahkan ke posisi


belok pada wesel yang akan dilaluinya, diberi sinyal tambahan
yaitu speed indicator.

kereta melewati sinyal merah dengan membawa surat ijin


tertulis dari PPKA setempat, yang mana sebelumnya PPKA
harus memastikan jalur yang akan dilalui pada kondisi aman,
dan kereta harus berjalan dengan pelan.
Jenis sinyal lain yang juga sering digunakan yaitu sinyal langsir,
sinyal ini digunakan untuk mengatur pergerakan kereta secara
lokal seperti yang telah dijelaskan pada bahasan sebelumnya.
Sinyal langsir yang lazim digunakan terdiri dari dua tipe. Tipe
sinyal langsir yang digabung dengan sinyal utama (biasanya
sinyal berangkat), dan tipe sinyal langsir yang berdiri sendiri.
Sinyal langsir yang berdiri sendiri bisa dibagi lagi menurut posisi
penempatannya, yaitu sinyal langsir yang dipasang pada posisi
rendah sejajar rel (ground based), dan sinyal langsir yang
menempel pada tiang tersendiri (pole based).

Gambar 9 : Sinyal LED produk Len pertama di Stasiun Slawi


Speed indicator ini bila aktif akan mensyaratkan kecepatan
kereta yang lebih rendah, yaitu dibawah 30km/jam. Speed
indicator terbagi menjadi dua jenis yaitu variable speed
indicator dan fixed speed indicator.
Variable speed indicator berupa lampu yang disusun
membentuk angka 3 yang akan menyala bila kereta akan
melalui posisi belok pada wesel yang akan dilaluinya, dan
padam bila akan melewati posisi lurus pada wesel yang akan
dilaluinya. Dengan kata lain ada dua kemungkinan posisi wesel
yang akan dilalui kereta. Oleh arena itu, maka variable speed
indicator ini biasanya dipasang pada posisi sinyal masuk.

Dua sinyal lampu putih yang ditempatkan secara diagonal


mengisyaratkan kereta boleh jalan. Sedangkan sebuah sinyal
lampu berwarna merah dengan ukuran yang sama, dan berada
pada posisi sudut siku bawah dari kedua sinyal tadi,
mengisyaratkan kereta harus berhenti.
Pada sinyal langsir yang digabung dengan sinyal berangkat,
fungsi sinyal lampu warna merah tersebut digantikan oleh
sinyal merah utama dari sinyal berangkat.
Teknologi penggerak wesel (point machine) yang digunakan
pada sistem persinyalan elektrik di Indonesia umumnya adalah
yang berpenggerak motor listrik (di luar lazim juga digunakan
yang berpenggerak sistem hidrolik).

Sedangkan fixed speed indicator berupa rambu dari pelat


logam, dengan tulisan angka 3 dan ditempatkan pada bagian
atas head sinyal. Rambu/marka ini mengisyaratkan bahwa
kereta pasti akan melewati wesel dengan posisi belok.
Biasanya marka ini dipasangan pada sinyal berangkat yang
berada di jalur samping (siding). Sedangkan untuk sinyal pada
jalur utama biasanya tidak perlu dipasang, karena bila kereta
akan berangkat keluar maka mengharuskan wesel
dikondisikan pada posisi lurus.
Terlihat pada gambar 1 sinyal J22A dan J22B dilengkapi fixed
speed indicator sedangkan sinyal J12A dan J12B tidak
dilengkapi marka tersebut. Lihat pula beda simbol speed
indicator pada sinyal masuk J10 dan J14 dengan speed
indicator pada sinyal berangkat J22A dan J22B!
Selain itu, sinyal berangkat dan sinyal masuk biasanya
dilengkapi sinyal darurat (emergency signal), berupa indikator
lampu berwarna putih berbentuk segitiga.
Sinyal ini berfungsi untuk memberangkatkan kereta pada
kondisi darurat, dimana sinyal utama warna hijau atau kuning
tidak bisa menyala karena ada gangguan dan petugas sudah
mengecek bahwa gangguan tersebut tidak membahayakan
perjalanan kereta. Kereta yang berjalan dengan sinyal ini harus
berjalan dengan sangat pelan.
Bila gangguan sampai menyebabkan sinyal darurat pun tidak
bisa menyala, maka kereta diberangkatkan dengan prosedur
MS (melanggar sinyal). Masinis pada kondisi ini bisa membawa

Buletin Len

No. 6 Edisi Maret 2011

Gambar 10 : Point Machine Seri BSG 9 dari Siemens


Mendorong dan menariknya stang penggerak (driving rod),
yang digerakkan oleh mekanisme motor listrik, dapat
mengubah posisi lidah wesel membuka atau menutup
(mengarahkan kereta ke jalur lurus atau belok).
Sebaliknya, bergeraknya lidah wesel dapat menggerakan
stang deteksi (detection rod), sehingga limit switch yang
terhubung dengan stang tersebut dapat memberi umpan balik
informasi kepada sistem interloking, mengenai posisi lurus atau
beloknya sebuah wesel.
Untuk sistem pendeteksi kereta, ada dua metode yang umum
digunakan di Indonesia yaitu track circuit dan axle counter.
Pada sistem track circuit yang menggunakan rangkaian DC,
kedua rel yang berada pada batas suatu wilayah deteksi (track
section) akan dipotong sehingga menyisakan celah. Celah ini
kemudian disisipi bahan isolasi dan rel di sekitar celah juga
dijepit/disambung kembali dengan batang isolator, kedua
perangkat isolator rel ini dikenal dengan istilah IRJ (Insulated
Rail Joint).

21

Gambar 13 : Ilustrasi track section saat kondisi clear

Gambar 11 : Ilustrasi wesel pada posisi lurus

Gambar 14 : Ilustrasi track section saat kondisi occupied


Ketika dua rel tersebut terhubung oleh roda kereta maka sesuai
hukum ohm sebagian besar arus akan memilih melewati roda
kereta tersebut ketimbang melewati koil relay yang diserikan
dengan resistor untuk menyeberang dari kutub positif ke
negatif.
Maka ketika koil relay tidak mendapat arus yang cukup, koil
tersebut menjadi tidak aktif dan kontak NO dari relay tersebut
menjadi terbuka. Terbukanya kontak NO ini dibaca oleh
interloking sebagai lojik 0 dan interloking mengartikannya
sebagai terdudukinya section tersebut oleh kereta.
Gambar 12 : Ilustrasi wesel pada posisi belok
Kedua rel pada salah satu ujung dari track section tersebut
dihubungkan dengan sumber arus/track feeder DC (satu rel
dihubungkan ke kutub posistif sedang rel yang lain
dihubungkan ke kutub negatif).
Sedangkan pada ujung track section yang lain dihubungkan
dengan koil relay DC, sesuai polaritas sumber yang terhubung
pada ujung track section yang pertama.
Perlu diketahui bahwa roda kereta terbuat dari logam, begitu
juga poros penyambung roda kiri dan kanan juga terbuat dari
logam.
Maka ketika tidak ada kereta di atas suatu track section, koil
relay pada salah satu ujung section tersebut akan aktif, karena
mendapat catuan listrik dari ujung section yang lain.
Kemudian kontak NO (normally open) dari relay tersebut akan
menutup ketika relay aktif. Menutupnya kontak NO tersebut
akan dibaca oleh sistem interloking sebagai lojik 1 atau aktif,
dan sistem interloking akan mengartikan bahwa tidak ada
kereta yang menduduki section tersebut.

Mungkin ada pertanyaan, mengapa kita memilih kontak NO


bukan kontak NC (Normally Close). Hal ini dikaitkan dengan
masalah filosofi failsafe. Bila terjadi kerusakan pada relay
deteksi atau kabel , maka interloking akan membaca kondisi ini
sama dengan keadaan section yang terduduki (occupied).
Artinya tidak boleh ada kereta yang bergerak memasuki section
tersebut dengan sinyal normal, maka PPKA harus memastikan
langsung secara visual bila hendak memasukkan kereta ke
track section yang mengalami gangguan tersebut dengan
operasi darurat.
Ini salah satu contoh saja dari prinsip failsafe, yang diterapkan
pada salah satu perangkat sistem persinyalan kereta api.
Perangkat pendeteksi kereta jenis lain adalah axle counter,
sesuai namanya perangkat ini menggunakan metode
menghitung gandar. Perangkat ini terdiri dari dua bagian yaitu
wheel detector yang dipasang di rel, dan evaluator (evaluation
unit/evaluating computer) yang terpasang di ruang
peralatan/Equipment Room (ER).

Bila ada kereta di atas section tersebut (section occupied), dan


karena roda juga penghubungnya berasal dari logam, maka
secara langsung roda tersebut akan menghubungkan kutub
positif dan negatif (hubung singkat tidak akan terjadi karena
track feeder dan relay masing-masing diserikan dengan
resistor).
Gambar 15 : Ilustrasi instalasi wheel detector pada rel

22

Buletin Len

No. 6 Edisi Maret 2011

Wheel detector dipasang pada titik rel yang menjadi batas


suatu track section (pemotongan rel & pemasangan IRJ seterti
pada sistem track circuit tidak diperlukan). Komponen ini
berfungsi sebagai sensor yang membaca dan mendeteksi roda
kereta dan arah pergerakannya dengan metode elektromagnetik.
Sinyal pendeteksian kemudian dikirimkan ke bagian evaluator.
Evaluator yang terhubung dengan semua wheel detector yang
menjadi batas suatu track section kemudian akan menghitung
jumlah roda dan menentukan apakah roda tersebut masuk atau
keluar section tersebut.

penggerak sebagai switch, dan dengan tambahan interface


relay digunakan untuk menyalakan lampu sinyal dan
menggerakkan point machine.
Jadi praktis kendala operasi yang ditemui PPKA akibat
beratnya beban tuas (hendel) tidak ditemui lagi karena tuas
tidak lagi dibebani lengan sinyal dan penggerak wesel yang
cukup berat dan makin berat dengan bertambahnya jarak.

Misal ada rangkaian kereta dengan jumlah total 12 roda. Ketika


roda pertama masuk maka evaluator melakukan perhitungan
naik (counting up), dengan demikian jumlah angka pada
section tersebut berubah dari nol menjadi satu.
Angka lebih besar dari nol dari suatu section sudah cukup
alasan bagi evaluator untuk mengartikan bahwa ada kereta di
atas section tersebut. Selanjutnya evaluator akan
menginformasikan ke sistem interloking melalui interface relay
bahwa section tersebut terduduki kereta.
Ketika roda berikutnya masuk evaluator akan terus menghitung
naik sampai roda terakhir. Sama halnya ketika kereta masuk,
ketika kereta keluar sensor juga akan membacanya, tetapi
evaluator tidak lagi melakukan perhitungan naik melainkan
perhitungan turun terhadap angka yang sudah terasosiasi
dengan track section tersebut.
Dan ketika jumlah yang masuk section sama dengan yang
keluar maka angka tersebut akan bernilai 0, kemudian
evaluator akan menginformasikan sistem interloking melalui
suatu interface relay bahwa section tersebut sudah clear
kembali.
Sistem Persinyalan Elektro-Mekanik
Setelah menelusuri sistem persinyalan dari mulai sistem
persinyalan mekanik sampai yang terbaru yaitu sistem
persinyalan elektrik yang dilengkapi sistem interloking
elektronik, saya coba mundur sedikit untuk menjawab rasa
penasaran sebagian kawan saya yang menanyakan maksud
angka 02 pada produk Sistem Interloking Len (SIL).
Adanya angka 02 tentunya diawali dengan angka 01.
Memang benar sebelum ada SIL-02 terlebih dahulu ada SIL01. SIL-01 ini sendiri bukanlah nama yang populer, nama SIL
sendiri muncul pada saat peresmian persinyalan Stasiun Slawi,
dan SIL-01 lebih populer dengan sebutan EMI (ElectroMechanical Interlocking) dan SIL-02 saat itu populer dengan
nama SISKA (Sistem Interloking Sinyal Kereta Api), sejalan
dengan nama semua produk Len saat itu yang berbau feminin
(sebut saja Selly, Lacuba, Lestari, Beti dll.)

Gambar 16 : Diagram Sistem SIL-01


Tujuan mengurangi kendala operasi memang tercapai, tapi
kendala lain muncul mengingat perbedaan prinsip antara
sistem persinyalan elektrik dan sistem persinyalan mekanik.
Akhirnya untuk menjembatani diperlukan interface relay yang
sangat banyak dan digunakan PLC untuk menyajikan indikasi
dan fungsi operasi darurat yang diperlukan sistem, mirip LCP
yang digunakan pada sistem persinyalan elektrik.
Akhirnya tujuan untuk menghemat biaya tidaklah tercapai
dengan memuaskan, mengingat sistem menjadi gemuk dan
biaya menjadi membengkak, dengan selisih yang tidak
signifikan apabila diganti total dengan sistem persinyalan SIL02. Akhirnya sampai saat ini populasi SIL-01 di Indonesia
hanya terbatas sampai 3 stasiun itu saja.

Sekitar 9 tahun yang lalu sebelum produk SIL-02 diluncurkan,


produk EMI yang pertama yang didanai oleh PT. KAI diresmikan
di Stasiun Tagog Apu. Menyusul kemudian Stasiun Cipatat dan
Stasiun Purwoasri pada 3 dan 5 tahun berikutnya.
Awalnya sistem ini dibangun untuk menjawab kebutuhan
pengoperasian sinyal elektrik tanpa mengubah pola operasi
pelayanan pada stasiun yang dilengkapi sistem persinyalan
mekanik tipe S&H, dengan biaya yang minimal.

Gambar 17 : RAIL ONE

Konsep awalnya cukup sederhana yaitu memfungsikan tuas

Pada gambar di atas tampak kereta VVIP Rail One (yang namanya

Buletin Len

No. 6 Edisi Maret 2011

23

mungkin diilhami Air Force One dan sering diplesetkan


relawan) hadir membawa jajaran direksi PT. KA pada
peresmian persinyalan EMI tagogapu medio 2001.
Peresmian sistem persinyalan EMI Tagogapu ini sendiri
merupakan tonggak awal berkibarnya produk - produk solusi
sistem PT Len Industri (Persero) pada sistem perkeretaapian
nusantara.

Saya pribadi menyoroti setidaknya 3 aspek yang mendesak


untuk dibenahi yaitu masalah :

Pengembangan produk

Pengembangan kemampuan personel

Pembenahan sistem kerja

Sistem Persinyalan Modern

Mengenai pengembangan produk persinyalan sendiri


sebetulnya bukanlah hal yang baru, hal ini sejalan juga dengan
visi Len untuk menjadi perusahaan kelas dunia terutama di
bidang manufaktur.

Negara - negara maju yang memimpin percaturan


perkeretaapian dunia telah mengembangkan dan
menerapkan sistem persinyalan modern terutama pada lintas
yang dilalui kereta berkecepatan sangat tinggi.

Memang belum semua produk sistem persinyalan bisa kita


produksi sendiri, tetapi paling tidak kita bisa memenuhi
kebutuhan untuk sistem interloking baik Vital maupun non-vital
lewat produk interloking berbasis PLC kita yaitu SIL-02.

Untuk kereta dengan kecepatan sangat tinggi tersebut tidaklah


memungkinkan untuk menggunakan sinyal luar (wayside
signalling) seperti pada sistem persinyalan konvensional.

Tidak cukup sampai disitu, mengingat penerapan persyaratan


keselamatan sistem perkereataapian yang semakin ketat
dimana semua produk Prosesor Vital harus memenuhi
persyaratan SIL 4 (Safety Integrated Level 4) sesuai standar
keselamatan prosesor interloking dari CENELEC (bedakan
dengan istilah SIL untuk Sistem Interloking Len).

Maka sebagai solusi digunakanlah sistem persinyalan pada


kabin masinis yang biasa disebut (onboard signalling).
Teknologi ini berkembang sedemikian pesatnya bahkan tidak
diperlukan lagi masinis untuk mengoperasikan kereta.
Komunikasi antara sistem di kereta dengan pusat kendali
pengaturan perjalanan kereta dilakukan melalui teknologi
radio memanfaatkan teknologi GSM Railway (GSM-R), yang
terjamin tingkat keamanannya.
Konsep blok konvensional yang tetap, berganti menjadi
konsep blok bergerak (moving block). Batasan kecepatan
antara dua kereta di petak jalan lebih banyak ditentukan oleh
kecepatan aktual dibandingkan dengan jarak antara kedua
kereta tersebut (headway).
Teknologi ini masih jauh untuk bisa diimplementasikan pada
sistem perkeretaapian di Indonesia saat ini , mengingat tingkat
vandalisme yang masih sangat tinggi.
Yang paling mungkin menerapkan sistem ini di Indonesia
adalah bila ada jaringan kereta api baru, dimana lintasnya
yang steril dari jangkauan masyarakat umum baik berupa
elevated rail maupaun jalur baah tanah (subway).
______________________________________
Rekam jejak kiprah PT Len Industri dalam bidang
perkeretaapian, sengaja sedikit disinggung dalam pemaparan
sebelumnya. Hal ini tidak lain untuk menumbuhkan semangat
dan daya juang di tengah semakin beratnya tantangan yang
harus dihadapi ke depan.
Satu hal yang menjadi penunjang semakin eksisnnya PT Len
Industri dalam kancah perkeretaapian nasional adalah faktor
daya juang yang tinggi yang tentunya diwariskan dari para
senior dan pendiri Len.
Keterbatasan wawasan pada awal merintis bisnis persinyalan
tidaklah menjadi hambatan, hampir semua ilmu persinyalan
dipelajari secara otodidak. Keterbatasan sarana dan anggaran
pun dianggap bagian dari perjuangan.
Tapi tentu saja hal yang kita alami pada masa perintisan
tersebut tidak bisa dijadikan acuan dalam menghadapi tantangan ke depan. Pembenahan mutlak diperlukan di semua lini.

24

Maka Len sudah merintis sistem interloking generasi ke-3


berbasis teknologi CBI (Computer based Interlocking).
Diharapkan dalam satu atau dua tahun ke depan sistem ini
sudah bisa mendapat pengakuan memiliki tingkat
keselamatan Safety Integrated Level 4 dan dapat dioperasikan
di lapangan menggantikan generasi pendahulunya.
Perbedaan antara sistem berbasis CBI dengan sistem
berbasis PLC hanya pada bagian prosesor vitalnya saja, untuk
bagian lain hampir tidak mengalami perubahan.
Pada SIL-02 prosesor vital menggunakan produk standar
industri yaitu PLC. Tentu saja PLC ini tidak bisa diigunakan
langsung menggantikan prosesor interloking vital standar.
Usaha yang dilakukan adalah dengan menggunakan PLC
sehingga di dapat kombinasi 2 kanal. Sehingga secara desain
safety level-nya didapat dari konfigurasi sistem.
Tapi sayangnya meskipun produk ini handal di lapangan tapi
secara regulasi internasional belum ada standar yang
mengatur tentang safety level dari sistem prosesor interloking
vital yang di dapat dari hasil konfigurasi sistem menggunakan
prosesor spesifikasi industri. Sehingga masalah safety dari
produk SIL-02 ini masih menjadi perdebatan sampai saat ini.
Standar yang dikeluarkan CENELEC hanya mengatur safety
level dari sistem prosesor interloking vital yang memang
dirancang dan didedikasikan khusus untuk persinyalan kereta
api (inherently failsafe).
Selain itu penggunaan CBI yang menganut inherently failsafe,
tentunya akan mengurangi penggunaan interface relay seperti
yang digunakan pada produk SIL-02. Relay yang digunakan
dapat berkurang setengahnya dan dapat mengurangi biaya
produksi.
Meskipun CBI menjadi solusi, tetapi masih ada sedikit
permasalahan yang menghadang yaitu menyangkut sertifikasi
prosesor interloking vital yang memiliki Safety Integrated Level
4.

Buletin Len

No. 6 Edisi Maret 2011

Di Indonesia saat ini belum ada biro sertifikasi yang punya


lisesnsi dari CENELEC untuk mensertifikasi produk prosesor
interloking vital. Sedangkan menggunakan lembaga sertifikasi
asing yang berlisensi tentunya bukanlah sesuatu yang murah.
Hal ini perlu menjadi bahan pemikiran bersama.
Bila kita lihat lagi bagan sistem persinyalan elektrik maka untuk
peralatan indoor sudah kita kuasai. Permasalahannya untuk
sistem outdoor baru produk sinyal yang bisa kita hasilkan,
sedangkan produk penggerak wesel masih kita lakukan import
barang jadi.
Produk pendeteksi kereta jenis track circuit sudah kita kuasai
secara sistem, namun sayangnya ada komponen yang memiliki
porsi harga lebih dari 60% dari keseluruhan total harga sistem
ini yang masih kita import dengan harga yang tidaklah murah.
Produk tersebut adalah IInsulated Rail Joint (IRJ), hampir
mustahil prduk ini bisa kita produksi sendiri mengingat produk
ini memanfaatkan teknik material yang tinggi yang bukan
merupakan core bisnis kita.
Solusi yang mungkin adalah dengan memanfaatkan seoptimal
mungkin teknologi pendeteksi lain yaitu teknologi axle counter.
Hal ini dikarenakan axle counter yang berbasis teknologi
elektronik lebih mungkin menjadi produk Len ketimbang IRJ
yang berbasis teknologi material.
Jadi secara praktis dua produk inilah (point machine dan axle
counter) yang akan melengkapi eksistensi kita di persinyalan
sehingga hal ini menjadi fokus utama Divisi Pengembangan
dalam rangka mendukung bisnis persinyalan. Tetapi hal ini
tidak akan berhasil tanpa dukungan semua pihak.
Tidaklah terlalu butuh keberanian lebih untuk berinvestasi di
pengembangan kedua produk ini karena pasarnya yang sudah
pasti, permintaan tiap tahun yang terus meningkat, nilai
investasi yang tidak terlalu besar dan yang pasti bisa secara
signifikan meningkatkan efisiensi proyek.
Pengembangan SDM di bidang persinyalan juga harus menjadi
perhatian serius.
Langkah yang bagus telah dilakukan
manajemen diantaranya melakukan sertifikasi personel secara
bertahap melalui IRSE (Institution for Railway Signalling
Engineer).
Keberhasilan mendapatkan lisensi dari organisasi praktisi
signalling internasional ini menjadikan para personel kita bisa
mendapat pengakuan secara internasional.
Modal awal sudah kita dapatkan dengan keberhasilan proyek
persinyalan pertama kita diluar negeri. Hasil pekerjaan desain
dan instalasi Len di Stasiun Bishan Singapore mendapat
apresiasi yang luar biasa dari praktisi persinyalan berkelas
dunia.
Tentunya kita bisa melangkah lebih tegak lagi ketika memasuki
percaturan sistem persinyalan global bila kita bisa memadukan
kemampuan teknis yang baik dan juga lisensi internasional
yang dimiliki.
Tentunya program pengembangan personel melalui training
persinyalan berskala lokal, nasional, regional maupun
internasional perlu dilakukan secara berkesinambungan.
Masalah pembenahan sistem kerja mutlak diperlukan
mengingat keterbatasan dari sisi resources, yang mana

Buletin Len

No. 6 Edisi Maret 2011

proyek-proyek yang berjalan mendapat hambatan dari


terbatasnya personel pelaksana, waktu pengerjaan yang
sangat pendek dan keterbatasan anggaran.
Menghadapai beban kerja yang semakain meningkat kedepan
pembenahan dilakukan pada sistem kerja di semua lini baik
desain sistem, produksi, manajemen proyek juga logistik.
Sistem kerja pada bagian yang menyangkut desain aplikasi
sistem dan implementasi proyek perlu dibenahi untuk
memenuhi standar perusahaan signalling profesional.
Pemisahan antara bagian desain sistem dan implementasi
proyek, adanya fungsi checker dan tester yang independen
merupakan syarat minimal yang harus dipenuhi. Bahkan di
beberapa aturan internasional sangat mengharamkan bagian
desain apalagi checker dan tester diintervensi oleh
kepentingan non-teknis.
Selain standarisasi personel, sebenarnya standarisasi
perusahaan supaya mendapat akreditasi sebagai perusahaan
signalling profesional juga diperlukan untuk mendapat
pengakuan internasional.
Tentu hal terakhir ini sangatlah berat karena tidak cukup satu
unit saja yang akan diaudit, tetapi keseluruhan Len harus
tunduk pada aturan perusahaan signalling profesional.
Hal ini tidaklah mungkin mengingat bisnis Len bukan cuma
sistem persinyalan. Hal ini barulah mungkin dilakukan kalau
ada wadah khusus berupa anak perusahaan yang khusus
mengelola sistem persinyalan.
Sebelum mengarah menjadi anak perusahaan yang bergerak
di bidang persinyalan profesional, pembenahan yang terkait
dengan efisiensi personel sudah mulai dicanangkan tahun ini,
yaitu dengan membentuk desain house khusus untuk sistem
persinyalan SIL-02.
Proyek terkait SIL-02 yang harus diselesaikan saat ini jauh
lebih banyak. Untuk itu sistem yang dianut tahun kemarin
dimana satu project satu principle engineer tidaklah efektif
karena seorang principle engineer untuk proyek SIL harus
memikirkan semua aspek desain utama untuk 1 atau 2 proyek,
dari hulu sampai hilir.
Sementara enjinir SIL di lokasi yang lain juga memikirkan hal
yang sama untuk implementasi yang berbeda sesuai layout
stasiun yang ditanganinya. Matrik pekerjaan yang semula
berdasar konsep semua untuk satu akan diubah menjadi satu
untuk semua, dimana enjinir akan lebih fokus karena hanya
memikirkan satu hal yang spesifik untuk implementasi
keseluruhan proyek SIL.
Tentunya hal ini juga mengandung konsekuensi berupa
perlunya pembenahan di sisi manajemen proyek terutama
faktor project engineer yang ke depan akan berperan lebih
banyak untuk segi teknis pada proses implementasi sistem di
lapangan.
Terlepas dari itu semua, Penerapan Undang - Undang No. 23
Tahun 2007 tentang perkeretaapian yang berlaku efektif April
tahun ini membuka lebar peluang bisnis perkeretaapian.
Otonomi daerah bidang perkeretaapian membuka peluang
dibukanya jalur-jalur baru jaringan kereta api. Peluang ini tentu
saja harus diantisipasi bila kita tidak ingin hanya jadi penonton
saja. (RTD)

25

Tentang Penulis
Nama
:
Rustandi, ST.
Tempat & Tgl. Lahir
:
Bandung, 12/12/1977
Pendidikan
:
S1 Teknik Fisika - Control ITB, Bandung - Indonesia
Karir di Len
:

Bagian Desain Sistem Proyek, UB. Sistem Transportasi (Juli 2009 s/d Sekarang)

Bagian Desain Sistem & Inovasi Produk, UB. Transportasi (April 2008 s/d Juni 2009)

Proyek SIL Prabumulih Baru (April 2008 s/d Desember 2008)

Bagian Desain Sistem dan Produk UB. Transportasi (April 2007 s/d April 2008)

Pengajaran Training Sistem Interlocking SSI di Len (Jul 2006 s/d Jul 2006)

SISKA Slawi (Juni 2004 s/d Desember 2004)

EMI Cipatat (Agustus 200 s/d Maret 2004)

Bagian Rekayasa UB. Transportasi ( April 2002 s/d Maret 2007)

Pengembangan SISKA Tahap 1, 2 & 3 (Januari 2002 s/d Desember 2006)

Proyek EMI Togogapu (Juli 2001 s/d Desember 2001)

26

Buletin Len

No. 6 Edisi Maret 2011

Berita Len

Sosialisasi
Jobcard Online
Purwo Suhastono
Logistik
UB Sistem
Sistem
Jobcard
Berbasis Website
Navigasi & Telekomunikasi

Bertempat di Grha Pusat Pelatihan pada tanggal 23


Februari 2011,Ade Hermaka, Sekretaris Perusahaan
d i d a m p i n g i R u h ay a t , M a n a j e r P O S D M
mensosialisasikan sistem jobcard online yang
dihadiri oleh perwakilan dari seluruh unit bagian
yang ada di Len.
Dengan sistem tersebut pembuatan jobcard dapat
dilakukan dengan mudah, cepat, dan dapat
mengurangi terjadinya kesalahan,
serta dapat
diakses oleh semua orang dalam suatu unit bagian.
Diharapkan sistem jobcard yang baru ini dapat
semoga dapat mengatasi permasalahan yang selama
ini cukup menjadi kendala.**(Ais)

ISO & OHSAS, CIQS 2000


Len dapatkan Sertifikat ISO 14001:2005,
OHSAS 18001:2007 dan CIQS 2000

Len telah mendapatkan Sertifikat ISO 14001:2005 dan


OHSAS 18001:2007 pada bulan Januari tahun ini.
Dengan didapatkannya kedua sertifikat tersebut
mencerminkan bahwa Len telah menerapkan sistem
manajemen keselamatan & kesehatan kerja serta
lingkungan yang sesuai dengan standar.

Switch Over Mekanik ke


Elektrik
Sistem Persinyalan Len di St. Gambringan
Lintas Raya Semarang-Surabaya

Unit Bisnis Sistem Transportasi PT Len


Industri (Persero) melaksanakan switch over
Sistem Interlocking Len di Lintas Raya
Semarang - Surabaya, tepatnya di Stasiun
Gambringan, Purwodadi, Jawa Tengah pada
tanggal 2 Maret 2011.
Proses switch over ini merupakan catatan
prestasi tersendiri dalam bidang perkeretaapian. Karena proses tersebut dilaksanakan
tepat waktu tanpa mengganggu operasi
kereta api di Lintas Raya Semarang-Surabaya.
Keberhasilan ini disaksikan oleh GM UB
Sistrans Adi Sufiadi Yusuf, GM Divisi Produksi
Tarmizi F. K. Lubis, GM MSO Abung Bambang
P. serta pejabat Len dan Satker Perkeretaapian lainnya yang mengikuti secara langsung
dalam proses switch over tersebut.**(Ais)

Sebelumnya Len juga telah mendapatkan Sertifikat CIQS


2000 pada tanggal 17 Desember 2010 oleh Badan
Sertifikasi CIQS 2000:2002 Learning Center, Telkom
Indonesia. Sertifikat ini wajib dimiliki oleh pihak yang akan
bertindak sebagai Pelaksana Bidang Distributor dan
Kontraktor (Jarlokat, Jarlokaf, Jarlokar) dalam
mendukung proyek-proyek bidang telekomunikasi yang
diadakan oleh PT Telkom Indonesia.
Untuk tahun 2011 sendiri Len menargetkan dapat
menggarap modernisasi minimal 300.000 Satuan
Sambungan Layanan (SSL) infrastruktur kabel tembaga
milik Telkom, yang dialihkan menjadi serat optik.**(Ais)

36

Buletin Len

No. 6 Edisi Maret 2011

Anda mungkin juga menyukai