A. PENDAHULUAN
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit paru
akut yang memerlukan perawatan di Intensive Care Unit (ICU) dan mempunyai angka
kematian yang tinggi yaitu mencapai 60%. Estimasi yang akurat tentang insidensi
ARDS sulit karena definisi yang tidak seragam serta heterogenitas penyebab dan
manifestasi klinis.1
Dahulu ARDS memiliki banyak nama lain seperti wet lung, shock lung, leakycapillary pulmonary edema danadult respiratory distress syndrome. Tidak ada
tindakan yang spesifik untuk mencegah kejadian ARDS meskipun faktor risiko sudah
diidentifikasi sebelumnya. Pendekatan dalam penggunaan model mekanis pada pasien
ARDS masih kontroversial. American European Concencus Conference Committee
(AECC) merekomendasikan pembatasan volume tidal, positive end expiratory
pressure(PEEP) dan hiperkapnea.1
ARDS adalah penyakit paru-paru yang disebabkan oleh masalah baik
langsung maupun tidak langsung. Hal ini ditandai adanya
peradangan
pada
mencerminkan
kebocoran
cairan
dengan
kandungan protein yang tinggi ke dalam ruang alveolar karena cedera epitel alveolar,
atau kerusakan alveolar difus. ARDS adalah sindrom yang didefinisikan oleh fitur
klinis. Kondisi ini mungkin akibat dari peristiwa intrathoracic atau extrathoracic
berbagai etiologi, seperti peradangan, infeksi, pembuluh darah, atau etiologi trauma.
Menentukan penyebab mungkin penting secara klinis untuk pengobatan yang tepat.3
B. ANATOMI
Paru (kanan dan kiri) terletak di samping kanan dan kiri mediastinum. Di
antaranya, di dalam mediastinum, terletak jantung dan pembuluh darah besar. Paru
berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis. Paru tergantung bebas dan
dilekatkan pada mediastinum oleh radiksnya. Masing-masing paru mempunyai apex
yang tumpul, yang menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 2,5 cm di atas
clavicula; basis yang konkaf yang terletak di atas diaphragma; facies costalis
yang
konveks
yang
disebabkan
yang konkaf;
facies
pertengahan
facies mediastinalis
terdapat
hilus
pulmonis, yaitu suatu cekungan di mana bronchus, pembuluh darah, dan saraf
yang membentuk radix pulmonis masuk dan keluar dari paru. Pinggir anterior tipis
dan tumpang tindih dengan jantung ; pada pinggir anterior ini pada paru kiri
terdapat incisura cardiaca. Pinggir posterior tebal dan terletak di samping columna
vertebralis.4
mengandung kapiler yang padat. Pertukaran gas terjadi antara udara yang terdapat
di dalam lumen a1veo1i, melalui dinding aiveoli ke dalam darah yang ada di
dalam kapiler di sekitarnya.4
Alveolus adaiah kelompok-kelompok
berdinding tipis
dan dapat
kantung
mirip anggur
yang
saluran napas
penghantar. Dinding alveolus terdiri dari satu lapisan sel alveolus tipe I yang
gepeng. Dinding anyaman padat kapiler paru yang mengelilingi setiap alveolus
juga memiliki ketebalan hanya satu sel. Ruang interstisium antara sebuah alveolus
dan anyaman kapiler di sekitarnya membentuk sawar yang sangat tipis, tipisnya
sawar ini mempermudah pertukaran gas. Selain itu, perremuan udara alveolus
dengan
darahmemiliki
luas
yang sangar
besar
bagi
mengandung sekitar 300 juta alveolus, masing-masing bergaris tengah 300 pm.
Sedemikian padatnya anyaman kapiler paru sehingga setiap alveolus dikelilingi
3
oleh lembaran darah yang hampir kontinyu. Karena itu luas permukaan total yang
terpajan antara udara alveolus dan darah kapiler paru adalah sekitar 75 m2
(seukuran lapangan tenis). Sebaliknya, jika paru terdiri dari hanya satu organ
berongga dengan dimensi yang sama dan tidak dibagi-bagi menjadi unit-unit
alveolus yang sangat banyak maka luas permukaan total hanya akan mencapai
0,01m2 .5
berisi sel
alveolus
tipe
yang tipis,
epitel
alveolus juga
mengandung sel alveolus tipe II (Gambar 13-4a). Sel - sel ini mengeluarkan
surfaktan paru, suatu kompleks fosfolipoprotein yang mempermudah ekspansi paru.
Selain itu, terdapat makrofag alveolus yang berjaga-jaga di dalam lumen kantung
udara ini.5
Di dinding anrara alveolus yang berdekatan terdapat pori Kohn yang
halus. Keberadaan pori ini memungkinkan aliran udara antara alveolus-alveolus
yang berdekatan, suatu proses yang dikenal sebagai ventilasi kolateral. Saluransaluran ini sangat penting agar udara segar dapat masuk ke aiveolus yang
saliuran penghantar terminalnya tersumbat akibat penyakit.5
Kedua hal tersebut merupakan respon inflamasi akibat adanya kelainan baik
langsung atau tidak langsung pada paru. Menurut penelitian, angka kejadian acute
lung injury (ALI)/ acute respiratory disstress syndrome (ARDS) sekitar 32 - 34
kasus per 100.000 penduduk. Angka kematian pasien ARDS di ICU mencapai
34%, hanya 32% yang berhasil survive dan pulang ke rumah. Estimasi yang
akurat tentang insidensi ARDS sulit karena definisi yang tidak seragam serta
heterogenitas penyebab dan manifestasi klinis.1,8
E. ETIOLOGI
Meskipun banyak penyakit medis dan bedah telah dikaitkan dengan
berkembangnya ARDS, sebagian besar kasus (> 80%) disebabkan oleh relatif
segelintir gangguan klinis: severe sepsis syndorme dan / atau pneumonia bakteri (~
40-50%), trauma, beberapa transfusi, aspirasi isi lambung, dan overdosis obat. Di
antara pasien dengan trauma, yang yang paling sering dilaporkan dalam kondisi bedah
adalah kontosio paru, multiple fraktur, dan trauma dinding dada, sedangkan trauma
kepala, tenggelam, inhalasi beracun, dan luka bakar adalah penyebab yang langka.
Risiko terjadinya ARDS meningkat pada pasien dengan lebih dari satu predisposisi
kondisi medis atau bedah.2
Sebagian dari etiologi ARDS tidak diketahui dengan jelas . Walaupun saat ini
beberapa teori telah dikemukakan
oleh
para
ahli
tetapi
mekanisme
yang
sesungguhnya masih belum jelas. Secara umum ada 2 mekanisme yang mendasari
kejadian ARDS yaitu stimuli langsung seperti inhalasi zat beracun, aspirasi dari cairan
lambung, dan trauma toraks. tenggelam, dan infeksi paru difus seperti Pneumonitis
Carinii. Mekanisme yang kedua ini lebih sering dijumpai, tetapi meknismenya
justru lebih sedikit diketahui seperti pada adanya kerusakan yang sistemik seperti
pada sepsis, trauma, luka bakar, transfusi beragam, pemakaian cardiopulmonary
bypass yang berkepanjangan, pankreatitisdan peritonitis. Semua keadaan ini akan
menyebabkan pelepasan berbagai mediator seperti TNF, NO, dan PMNyang akan
merusak parenkim paru.Baru-baru ini suatu penelitian menggaris bawahi bahwa
penderita yang sering kontak dengan tembakau dan alcohol mendapat kemudahan
menderita ARDS. Penyakit dasar kelainan paru seperti emfisema, asma, bronchitis
kronis dapat bertingak baik sebagai penyebab maupun sebagai prediktor negatif
terhadap morbiditas dan mortalitas ARDS.9
ventrikel kiri akan menyebabkan peningkatan filtrasi cairan dari kapiler ke interstitial.
Cairan kapiler tersebut akan mengencerkan protein intertsitial sehingga tekanan
osmotik interstitial menurun dan mengurangi pengaliran cairan ke dalam vena.1
Kerusakan endotel kapiler atau epitel alveoli atau keduanya pada ARDS
menyebabkan peningkatan permeabilitas membran alveoli-kapiler (terutama sel
pneumosit tipe I) sehingga cairan kapiler merembes dan berkumpul didalam jaringan
interstitial, jika telah melebihi kapasitasnya akan masuk ke dalam rongga alveoli
(alveolar flooding) sehingga alveoli menjadi kolaps (mikroatelektasis) dan
complianceparu akan lebih menurun. Merembesnya cairan yang banyak mengandung
protein dan sel darah merah akan mengakibatkan perubahan tekanan osmotik.1
Cairan bercampur dengan cairan alveoli dan merusak surfaktan sehingga paru
menjadi kaku, keadaan ini akan memperberat atelektasis yang telah terjadi.
Mikroatelektasis akan menyebabkan shunting intrapulmoner, ketidakseimbangan
(mismatch) ventilasi-perfusi (VA/Q) dan menurunnya KRF, semua ini akan
menyebabkan terjadinya hipoksemia berat dan progresivitas yang ditandai dengan
pernapasan cepat dan dalam. Shunting intrapulmoner menyebabkan curah jantung
akan menurun 40%.1
Hipoksemia diikuti asidemia, mulanya karena pengumpulan asam laktat
selanjutnya merupakan pencerminan gabungan dari unsur metabolik maupun
respiratorik akibat gangguan pertukaran gas. Penderita yang sembuh dapat
menunjukan kelainan faal paru berupa penurunan volume paru, kecepatan aliran udara
dan khususnya menurunkan kapasitas difusi.1
G. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
Onset akut umumnya berlangsung 3 5 hari sejak adanya diagnosa kondisi
yang menjadi faktor resiko ARDS. Tanda pertama ialah takipnea, retraksi intercostal,
adanya ronkhi basah kasar yang jelas. Dapat ditemui hipotensi, febris. Pada auskultasi
ditemukan ronki basah kasar. Gambaran hipoksia/sianosis yang tak respon dengan
pemberian oksigen. Sebagian besar kasus disertai disfungsi/gagal organ ganda yang
umumnya juga mengenai ginjal, hati, saluran cerna, otak dan sistem kardiovaskular.7
Manifestasi klinis sindrom gagal nafas akut bervariasi tergantung dari
penyebab. Penyebab yang paling penting adalah sepsis oleh kuman gram negatif,
trauma berat, operasi besar, trauma kardiovaskuler, pneumonia karena virus influenza
dan kelebihan dosis narkotik. Yang khas adalah adanya masa laten antara timbulnya
faktor predisposisi dengan timbulnya gejala klinis sindrom gagal nafas selama sekitar
9
18-24 jam. Gejala klinis yang paling menonjol adalah sesak napas,11 Napas cepat,
batuk kering, ketidaknyamanan retrosternal dan gelisah. Pasien yang memiliki
keadaan yang lebih berat dari gagal nafas bisa terjadi sianosis.12
Pada saluran nafas orang dewasa didapatkan trias gejala yang penting yaitu
hipoksia, hipotensi dan hiperventilasi. Pada tahap berikutnya sesak nafas bertambah,
sianosis menjadi lebih berat dan mudah tersinggung.11
Menurut fakta sampai sekarang belum ada cara penilaian yang spesifik dan
sensitive
terhadap
kerusakan
endotel/epitel.
Meskipun
begitu,
pemeriksaan
mencerminkan
kebocoran
cairan
dengan
kandungan protein yang tinggi ke dalam ruang alveolar karena cedera epitel alveolar,
atau kerusakan alveolar difus. ARDS adalah sindrom yang didefinisikan oleh fitur
klinis. Kondisi ini mungkin akibat dari peristiwa intrathoracic atau extrathoracic
berbagai etiologi, seperti peradangan, infeksi, pembuluh darah, atau etiologi trauma.
Menentukan penyebab mungkin penting secara klinis untuk pengobatan yang tepat.3
Radiografi dada sangat akurat dalam diagnosis ARDS, dengan akurasi setinggi 84%.14
Kelainan foto thorax biasanya berkembang setelah 12 24 jam setelah adanya
kelainan inisial, disebabkan oleh edema interstisial yang mengandung protein. Dalam
1 minggu edema paru alveolar terjadi akibat kerusakan sel pneumosit type 1.Berbeda
dengan edema paru yang memberikan respon terhadap diuretik. ARDS tetap persisten
selama beberapa hari sampai minggu.13
Pada foto thorax dapat ditemukan gambaran yang luas dan bervariasi
tergantung pada tahap penyakit. Temuan radiologi yang paling umum adalah
konsolidasi dada bilateral, terutama di perifier, agak asimetris disertai bronkogram
udara. Septal lines dan efusi pleura, jarang ditemukan.3
Pada proses awal, dapat ditemukan lapangan paru yang relatif jernih, serial
foto kemudian tampak bayangan radio opak difus atau patchy bilateral dan diikuti
pada foto serial berikutnya lagi gambaran confluent, tidak terpengaruh gravitasi, tanpa
gambaran kongesti atau pembesaran jantung.7
10
Temuan awal dari foto thorax termasuk gambaran normal atau difus opak
alveolar, yang sering bilateral dan mengaburkan gambaran vascular markings paru.
Kemudian gambaran opak tersebut berlanjut menjadi konsolidasi yang menyebar
lebih luas , dan sering tidak simetris. Sekali lagi, efusi dan septal lines biasanya tidak
terlihat pada foto thorax pasien yang terkena ARDS, meskipun temuan ini sering
terlihat pada pasien dengan gagal jantung kongestif (CHF). Temuan radiografi
cenderung stabil; jika gambaran radiografi memburuk setelah 5 7 hari, proses
penyakit lain harus dipertimbangkan.14
Pada awal fase eksudatif, temuan foto thorax secara umum menunjukkan
gambaran (1) whiteout appearance yang bilateral; (2) konsolidasi yang asimetris; dan
(3) gambaran bat wing appearance. 14
Pada fase fibrosis, foto thorax mungkin memilik gambaran interstisial, yang
belum tentu karena fibrosis, karena temuan ini mungkin dapat membaik pada pasien
yang bertahan hidup. Spesimen patologis yang telah dianalisi, dan temuan fibrosis
paru yang parah tidak berkolerasi dengan temuan radiografi dada tertentu, termasuk
pola reticular. CT Scan memberikan informasi yang lebih rinci dan lebih handal di
bidang konsolidasi dan fibrosis.14
Gambar 5 : Foto Thorax pasien ARDS, kondisi ini berkembang kurang dari 1
minggu14
11
12
Gambar 8 : Fase fibrosis, gambaran fibrosis terutama dilobus atas paru (panah
hijau)15
b. Pemeriksaan CT Scan
Gambaran difus dan konsolidasi non spesifik pada foto thorax pasien ARDS
pada kenyataannya heterogen pada CT Scan. CT Scan juga memperlihatkan
konsolidasi parenkim di ARDS adalah di daerah yang bergantung gravitasi paru. 14
Sebuah kajian dari CT Scan dada di 74 pasien dengan ARDS
memperlihatkan temuan berikut : 14
Kelainan bilateral di hampir semua pasien, terutama tergantung dari
14
Gambar 12 : LUS pada pasien ARDS tampak konsolidasi paru disertai air
bronchogram16
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI adalah teknik fungsional yang memberikan kemungkinan untuk
menyelidiki patofisiologi penyakit paru. Meskipun MRI paru konvensional
memberikan intensitas sinyal yang buruk karena rendahnya kepadatan proton jaringan
paru. Hiperpolarisasi MRI dengan gas mulia dapat memberikan informasi tentang
heterogenitas ventilasi perfusi dan gambaran mikrostruktur paru resolusi tinggi.17
Gas mulia seperti Helium- 3 dan xenon 129 dapat bertindak sebagai agen
kontras, menyebar dengan cepat ke dalam rongga udara untuk memungkinkan
visualisasi dan kuantifikasi saluran napas dan ruang alveolar. Hiperpolarisasi xenon
129 mengikuti jaringan jalur yang sama seperti oksigen, menyebar dari ruang gas
alveolar ke jaringan dan darah, oleh karena itu memungkinkan perhitungan parameter
pertukaran gas, termasuk luas permukaan alveolus. Studi terbaru menunjukkan bahwa
MRI dapat memungkinkan perhitungan ukuran alveolar dimana dapat digunakan
untuk menilai dari atelektasis.17
e. Kedokteran Nuklir
16
Positron emission tomograph (PET) scan telah digunakan dalam studi densitas
ekstravaskular paru (EVD) dan permeabilitas pembuluh darah paru dengan tingat
escape transcapillary paru (PER). Dalam studi, pasien dengan ARDS memiliki
PITCHER dan EVD yang lebih tinggi dibandingkan subyek kontrol sehat, dan temuan
itu paling dramatis dalam fase awal ARRDS. PITCHER tetap meningkat pada pasien
dengan ARDS, bahkan setelah EVD telah kembali ke tingkat normal.3
PITCHER dapat digunakan untuk memperkirakan pemeabilitas kapiler dengan
memperhatikan akumulasi injeksi gallium 68 (68Ga) sitrat, yang melekat pada
transferin, di parenkim paru. ARDS adalah kondisi edema paru nonkardiogenik; Oleh
karena itu, cairan dan protein translokasi seluruh paru paru pembuluh dara
endotelium ke interstitium. Langkah langkah ini hanya digunakan dalam studi
eksperimental, tidak dalam situasi klinis rutin.3
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan analisa gas darah didapatkan hipokesemia, hipokapnia
(sekunder karena hipoventilasi), hiperkapnia (pada emfisema atau keadaan lanjut).
Alkalosis respiratorik pada awal proses, akan berganti menjadi asidosis repiratorik.7
Terdapat leukositosis (pada sepsis), anemia, trombositopenia (refleksi
inflamasi sistemik dan kerusakan endotel), peningkatana kadar amilase (pada
pankreatiti) gangguan fungsi ginjal dan hati tanda koagulasi intravaskular diseminata
(sebagai bagian dari multiple organ disfunction syndrome (MODS).7
H. DIAGNOSIS BANDING
jantung
untuk
memompa
volume
darah.
Hal
ini
dapat
17
Perdarahan Pulmonal
Perdarah pulmonal adalah isitilah luas yang diberikan untuk menggambarkan
segala bentuk perdarahan pada paru dan dapat ditimbulkan oleh segudang penyebab.
Perdarahan pulmonal dapat dibagi menjadi dua kelompok besar:19
Pada gambaran foto polos dada kadang menampilkan gambaran yang tidak
spesifik, dimana mungkin didapatkan konsolidasi bilateral air space.
18
kita
untuk
banyak
mengeluh,
menggerutu,
Allah subhanahu wa taala. Lebih parah lagi, kita sampai mengutuk taqdir. Naudzu
billah
Sakit adalah Ujian
19
mengucapkan: Inna lillaahi wa innaa ilaihi raajiuun. (QS. Al-Baqarah: 155156). Dalam ayat yang lain, Allah juga berfirman,
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu
dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan
hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. (QS. Al-Anbiyaa`: 35)
Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat itu tepat untuk suatu penyakit,
penyakit itu akan sembuh dengan seizin Allah Azza wa Jalla.
Kesembuhan Itu Hanya Datang dari Allah
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Susanto Yusup Subagio, Sari Fitrie Rahayu. Penggunaan Ventilasi Mekanis Invasif
Pada Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Universitas Sebelas Maret. 2012
2. Levy Bruce D, M Augustine, Choi K. Acute Respiratory Distress Syndrome.
Harrisons Principles Of Internal Medicine. Edisi 19. McGraw-Hill. 2015
3. Eloise
M
Harman.
Acute
Respiratory
Distress
Syndrome.
http://emedicine.medscape.com/article/165139-overview#showall
4. Snell Richard S. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. EGC. 2011
21
Distress
Syndrome
Myths
and
controversy.
http://www.ispub.com
13. Weerakkody Yuranga, Amini Behrang dkk. Acute Respiratory Distress
Syndrome. http://radiopaedia.org/articles/acute-respiratory-distresssyndrome-1
14. Horlander Kennteth T. Imaging In Acute Respiratory distress syndrome.
http://emedicine.medscape.com/article/362571-overview#showall
15. Galanter Joshua, Liberman Gillian. Radiographic Manifestations of ARDS and its
Sequelae. eradiology.bidmc.harvard.edu/LearningLab/respiratory/Galanter.pdf
22
16. Chiumello Davide. Clinical review : Lung imaging in acute respiratory distress
syndrome patients - an update. http://www.ccforum.com/content/17/6/243
Ayush,
Weerakkody
Yuranga.
Congestive
Cardiac
Failure.
http://radiopaedia.org/articles/congestive-cardiac-failure
19. Weerakkody
Yuranga.
Pulmonary
Haemorrhage.
http://radiopaedia.org/articles/pulmonary-haemorrhage
23
24