Untuk dapat mengetahui dan dapat membantu dalam proses penyidikan, maka daam perkara
pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan, dan nyawa manusia diperlukan pengetahuan
khusus, salah satunya adalah Ilmu Kedokteran Forensik. Ilmu Kedokteran Forensik tertuang
dalam bentuk Visum et Repertum. Bantuan dokter dengan ilmu pengetahuan yang
dimilikinya sangat diperlukan dalam upaya mencari kejelasan dan kebenaran materil yang
selengkap-lengkapnya tentang suatu perbuatan tindak pidana yang telah terjadi.1,2
Kewajiban dokter untuk membuat Keterangan Ahli telah diatur dalam pasal 133 KUHAP.
Keterangan Ahli ini akan dijadikan sebagai alat bukti yang sah di depan sidang pengadilan
(pasal 184 KUHAP).Dalam suatu perkara pidana yang menimbulkan korban, dokter
diharapkan dapat menemukan kelainan yang terjadi pada tubuh korban, penyebabnya dan
akibat yang timbul terhadap kesehatan korban. Dalam hal korban meninggal, dokter
diharapkan dapat menjelaskan penyebab kematian yang bersangkutan, bagaimana mekanisme
terjadinya kematian tersebut, serta membantu dalam perkiraan saat kematian dan perkiraan
cara kematian. 1,2
Prosedur Medikolegal
1. Kewajiban Dokter Membantu Peradilan
Pasal 133 KUHAP
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk
pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada
rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan
terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak
1
dengan cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan
mayat.3
Penjelasan Pasal 133 KUHAP
2. Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli
kedokteran kehakimandisebut keterangan.
2. Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan dan Manfaatnya
Pasal 183 KUHAP
Hakim
tidak
boleh
menjatuhkan
pidana
kepada
seorang
kecuali
apabila
Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik
atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan
mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. 3
dengan
sengaja
mencegah,
menghalang-halangi
atau
dengan
sengaja
mencegah,
menghalang-halangi
atau
menurut
undang-undang
dipanggil
sebagai
saksi,
ahli
atau
jurubahasa,tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling
banyak sembilan ratus rupiah. 3
Pasal 2 PP No 10/1966
Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut
dalampasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi
daripadaPP ini menentukan lain.
Pasal 3 PP No 10/1966
Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:
a. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatan.
b.
Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam
lapangan
pemeriksaan,pengobatan dan atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh
menterikesehatan.
Pasal 4 PP No 10/1966
Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia kedokteran
yangtidak atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP,
menterikesehatan dapat melakukan tindakan administrative berdasarkan pasal UU
tentangtenaga kesehatan.
Pasal 5 PP No 10/1966
Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang
disebut dalam pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat mengambil tindakantindakan berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya.
Pasal 48 KUHP
Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana.
Pasal 49 KUHP
1. Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk
diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda
sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang
sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
2. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan
keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu,
tidak dipidana. 3
6
Pasal 70 UU Kesehatan
2. Bedah mayat
hanya
Aspek Hukum
Kejahatan Terhadap Tubuh dan Jiwa Manusia
Pasal 89 KUHP
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakankekerasan.
Pasal 90 KUHP
Luka berat berarti:
jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali,atau
yang menimbulkan bahaya maut;
7
tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaanpencarian;
kehilangan salah satu pancaindra;
mendapat cacat berat;
menderita sakit lumpuh;
terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
gugur atau matinya kandungan seorang perempuan. 3
Penganiyaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan
dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang
yang bekerja padanya atau menjadi bawahannya.
2. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
10
Tanatologi
Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos
ilmu. Tanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran Forensik yang mempelajari kematiandan
perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.
Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (matiklinis), mati
suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang otak).1,2
1. Mati somatis (mati klinis)
Terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunansaraf pusat,
sistem kardiovaskular dan sistem pernapasan, yang menetap. Secara klinis tidak
ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak
terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara nafas tidak terdengar padaauskultasi.
2. Mati suri (suspended animation, apparent death)
Terhentinya ketiga sistim kehidupan di atas yang ditentukan dengan alatkedokteran
sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikanbahwa ketiga
sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasuskeracunan
obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.
3. Mati seluler (mati molekuler)
Kematian organ atau ja-ringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian
somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga
terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan.
4. Mati serebral
Kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali batang otak dan serebelum,
sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskular masih
berfungsi dengan bantuan alat.
5. Mati otak (mati batang otak)
Terjadi kerusakan seluruh isi neronal intrakranial yang ireversibel, termasuk batang
otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat
11
dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga
alat bantu dapat dihentikan.
Kematian merupakan suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa
tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat.Perubahan tersebut dapat
timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan
peredaran darah berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata hilang,
kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan pascamati yang jelas
yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti. 1,2
1. Tanda kematian tidak pasti
a. Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit.
b. Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
c. Kulit pucat
d. Tonus otot menghilang dan relaksasi.
e. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi. Segmen-segmen tersebut
bergerak ke arah tepi retina kemudian menetap.
f. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang
masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air.
2. Tanda pasti kematian
a. Lebam mayat (livor mortis)
Lebam mayat terjadi akibat terkumpulnya eritrosit pada tempat terbawah
akibat gaya gravitasi, mengisi vena dan venula, membentuk bercak warna
merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh
yang tertekan alas keras.
Lebam mayat biasanya mulai terbentuk 20-30 menit pasca mati, semakin lama
intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam.
Sebelum melewati masa ini, lebam mayat masih dapat menghilang atau
memucat pada penekanan dan dapat berpindah jika posisi mayat diubah.
Warna lebam mayat dapat digunakan untuk memperkirakan penyebab
kematian.
i. Merah kebiruan merupakan warna normal lebam
ii. Merah terang pada keracunan CO atau CN
iii. Kecoklatan pada keracunan anilin, nitrit, nitrat, sulfonal
iv. Merah gelap menunjukkan asfiksia
Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat yang belum
menetap, dilakukan perubahan posisi menjadi terlungkup, lebam mayat baru
12
dapat terbentuk di daerah dada dan perut. Lebam mayat yang belum menetap
atau masih hilang pada penekanan menunjukkan kematian kurang dari 8-12
jam sebelum pemeriksaan. 1,2
13
Merupakan proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja
bakteri. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam
keadaan steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang
dilepaskan sel pascamati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan
jaringan. Bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk ke jaringan.
Darah merupakan media terbaik bagi bakteri untuk tumbuh. Pada porses
pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H 2S dan HCN, serta asam amino
dan asam lemak.
Pembusukan baru tampak kira-kira 25 jam pasca kematian berupa warna
kehijauan pada perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair
dan penuh dengan bakteri serta terletak dekat dinding perut. Warna hijau
kekuningan
disebabkan
oleh
perubahan
hemoglobin
menjadi
sufmethemoglobin.
36 jam setelah kematian, kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembuk
berisi cairan kemerahan berbau busuk. Jika pembusukan terus berlangsung,
maka bau busuk yang timbul akan menarik lalatuntuk hinggap pada mayat.
Lalat menempatkan telurnya pada mayat, di mana dalam waktu 8-24 jam telur
akan menetas menghasilkan larva-yang sering disebut belatung. Dalam waktu
4-5hari, belatung ini lalu menjadi pupa, dimana setelah 4-5 hari kemudian
akan menjadi lalatdewasa.
Pembentukan gas di dalam tubuh dimulai di dalam lambung dan usus, akan
mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut
dan hidung. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan
menyebabkan pembengkakan menyeluruh.
Rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah
menggembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi
tembem, bibir tebal, lidah membengkak dan sering terjulur diantara gigi.
Organ dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang
berbeda. Perubahan warna terjadi pada lambung terutama di daerah fundus,
usus menjadi ungu kecoklatan. Mukosa saluran napas menjadi kemerahan,
endokardium dan itima pembuluh darah juga kemerahan akibat hemolisis
darah. Difusi empedu dari kandung mengakibatkan warna coklat kehijauan di
jaringan sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi berongga seperti spons, limpa
melunak dan mudah robek. Prostat dan uterus non gravid merupakan organ
padat yang paling lama bertahan terhadap perubahan pembusukan. 1,2
14
yang
terbentuk
oleh
hidrolisis
lemak
dan
mengalami
Identifikasi Forensik
Merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan
identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah dalam kasus
pidana maupun perdata. Identitas eseorang dipastikan bila paling sedikit dua metode yang
digunakan memberikan hasil positif. Penentuan identitas personal dapat menggunakan
metode identifikasi sidik jari, visual, dokumen, pakaian dan perhiasan, medik, gigi, serologik
dan secara eksklusi.2
1. Pemeriksaan sidik jari
15
Membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data sidik jari ante mortem.
Pemeriksaan sidik jari merupkaan pemeriksaan yang diakui paling tinggi
ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang.
2. Metode visual
Memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarga
atau temannya. Cara ini hanya efektif pada jenazah yang belum membusuk sehingga
masih mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu orang.
3. Pemeriksaan dokumen
Dokumen seperti kartu identifikasi (KTP, SIM, paspor) yang kebetulan dijumpai
dalam saku pakaian yang dikenakan sangat membantu mengenali jenazah tersebut.
4. Pemeriksaan pakaian dan perhiasan
Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat diketahui merek,
ukuran, inisial nama pemilik, badge, yang dapat membantu identifikasi walaupun
pembusukan pada jenazah telah terjadi.
5. Identifikasi medik
Metode ini menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna mata,
cacat atau kelainan khusus, tato. Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain
dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan berbagai cara, sehingga
ketepatannya cukup tinggi.
6. Pemeriksaan gigi
Meliputi pencatatan data gigi dan rahang yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan
manual, sinar-x dan pencetakan gigi serta rahang. Odontogram memuat data tentang
jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi.
7. Pemeriksaan serologik
Bertujuan untuk menentukan golongan darah jenazah. Penentuan golongan darah pada
jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan dengan memeriksa rambut, kuku, dan
tulang.
8. Metode eksklusi
Metode ini digunakan pada kecelakaan masal yang melibatkan sejumlah orang yang
dapat diketahui identitasnya. Bila sebagian besar korban telah dapat dipastikan
identitasnya dengan menggunakan metode-metode identifikasi lain, sedangkan
identias sisa korban tidak dapat ditentukan dengan metode tersebut di atas, maka sisa
korban diidentifikasi menurut daftar penumpang. 2
16
Autopsi
Autopsi berasal dari kata auto = sendiri dan opsis= melihat. Autopsi adalah
pemeriksaan terhadap tubuh mayat meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun
bagian dalam dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan
interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari
hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab
kematian.2,4
Dalam autopsi forensik mutlak dilakukan pemeriksaan lengkap meliputi tubuh bagian luar
dan pembukaan semua rongga tengkorak, dada dan perut/panggul. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan tujuan membantu dalam hal penetuan identitas mayat, menetukan sebab pasti
kematian, cara kematian dan memperkirakan saat kematian, mengumpulkan dan mengenali
benda-benda bukti untuk penentuan identitas benda penyebab serta identitas pelaku
kejahatan, membuat laporan tertulis dalam bentuk visum et repertum, melindungi orang yang
tidak bersalah dan membantu penentuan serta penuntutan terhadap orang yang bersalah. 2,4
Pemeriksaan Luar
1. Label mayat
Terdapat dua label pada mayat, satu dari pihak kepolisian yang perlu dicatat
selengkapnya isi dari label tersebut. Disamping itu dapat ditemukan label
identifikasi dari Instalasi Kamar Jenazah Rumah Sakit yang harus tetap ada pada
tubuh mayat.4,5
2. Pakaian
Diperiksa pakaian dari bagian atas ke bagian bawah dan dari lapisan terluar
sampai lapisan yang terdalam. Periksa saku pada pakaian dan catatkan temuan.
3. Perhiasan
4. Benda di sekitar mayat
5. Tanda kematian
a. Lebam mayat : letak, distribusi, warna dan intensitas lebam
b. Kaku mayat : derajat kekakuan pada sendi, spasme kadaverik
17
c. Suhu tubuh mayat : diambil dengan termometer rektal dan suhu ruangan
turut dicatat.
d. Pembusukan : pertama sekali dilihat di daerah perut kanan bawah dengan
perubahan warna kehijau-hijauan. Ditentukan derajat pembusukan.
e. Perubahan tanatologi lain seperti mummifikasi atau adiposera.
6. Identifikasi umum
Dicatat jenis kelamin, bangsa/ras, umur, warna kulit, keadaan gizi, tinggi dan
berat badan, keadaan zakar, adanya striae albicans pada dinding perut.
7. Identifikasi khusus
Rajah/tato : dilakukan dokumentasi foto, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit,
anomali dan cacat pada tubuh.
8. Pemeriksaan rambut
Dilakukan untuk membantu identifikasi. Sekiranya ditemukan rambut yang
sifatnya berlainan dari rambut mayat, harus diambil, disimpan dan diberi label.
9. Pemeriksaan mata
Dilihat kelopak mata, selaput lendir kelopak mata, bola mata, selaput lendir bola
mata, kornea, iris dan pupil.
10. Pemeriksaan daun telinga dan hidung
Lihat apakah ada kemungkinan trauma dan perdarahan
11. Pemeriksaan mulut dan rongga mulut
Meliputi bibir, lidah, rongga mulut dan gigi geligi.
12. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan
Pada mayat laki-laki diperiksa apakah telah disirkumsisi, pada wanita diperiksa
selaput dara dan komisura posterior. Lubang pelepasan diperiksa untuk melihat
ada atau tidak kekerasan.
13. Lain-lain
Dilihat apakah ada tanda bendungan, ikterus, warna kebiru-biruan, edema/sembab,
bekas pengobatan atau sebarang pengotoran.
14. Pemeriksaan terhadap tanda-tanda kekerasan/luka
a. Letak luka dengan menggunakan koordinat terhadap garis/titik anatomi
b.
c.
d.
e.
terdekat
Jenis luka : lecet, memar atau terbuka
Arah luka : melintang, membujur atau miring
Tepi luka : rata, teratur, atau tidak beraturan
Sudut luka : runcing, membulat atau bentuk lain
18
f.
g.
h.
i.
j.
Dasar luka
Sekitar luka : pengotoran atau tanda kekerasan lain
Ukuran luka : pada luka terbuka dilakukan setelah luka dirapatkan
Saluran luka
Lain-lain : pola penumpukan kulit
Pembedahan Mayat
Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara seperti insisi I, insisi Y dan insisi
melalui lekukan suprasternal menuju simphisis pubis. Insisi I dimulai di bawah tulang rawan
krikoid di garis tengah sampai prosesus xifoideus kemudian 2 jari paramedian kiri dari puat
sampai simfisis, dengan demikian tidak perlu melingkari pusat. Insisi Y pula merupakan salah
satu tehnik khusus otopsi. Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan
hati-hati dan dicatat. 4,5
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Ukuran
Bentuk
Permukaan
Konsistensi
Kohesi
Potongan penampang melintang
19
20
ditemukan luka tembak masukjarak dekat, sangat dekat atau luka tembak masuk jarak jauh
dan luka tembak tempel. 2,4
Jerat pada leher menunjukkan ciri khas berupa arah yang tidak mendatar
tetapimembentuk sudut membuka ke arah bawah dan letak jerat lebih tinggi.
Ditemukanresapan darah bawah kulit pada pembedahan sesuai letak jejas jerat pada
kulit. 2,4
Pemeriksaan Traumatologi
Hasil dari trauma atau kecelakaan adalah luka, perdarahan dan atau skar atau hambatan dalam
fungsi organ. Agen penyebab trauma diklasifikasikan dalam beberapa cara, antara lain
kekuatan mekanik, aksi suhu, agen kimia, agen elektromagnet, asfiksia dan trauma emboli.
Dalam prakteknya nanti seringkali terdapat kombinasi trauma yang disebabkan oleh satu
jenis penyebab, sehingga klasifikasi trauma ditentukan oleh alat penyebab dan usaha yang
menyebabkan trauma.2,4
Luka akibat kekerasan tajam dapat disebabkan oleh benda-benda yang memiliki sisi tajam,
baik berupa garis maupun runcing, yang bervariasi dari alat-alat seperti pisau, golok, keping
kaca, pemecah es, kapak dan sebagainya. Terjadinya persentuhan dengan benda tajam akan
berakibatkan
luka
yang
membawa
maksud
putusnya
atau
rusaknya
continuitas
jaringan karena trauma akibatalat atau senjata yang bermata tajam danatau berujung runcing.
Ciri luka akibat benda tajam adalah tepi luka rata, sudut luka tajam, rambut ikut terpotong,
tiada jembatan jaringan, tiada memar atau lecet di sekitarnya. 2,4
Lokasi luka
Jumlah luka
Pembunuhan
Sembarang
Banyak
Bunuh diri
Terpilih
Banyak
Kecelakaan
Terpapar
Tunggal/ banyak
22
Pakaian
Luka tangkis
Luka percobaan
Cedera sekunder
Terkena
Ada
Tidak ada
Mungkin ada
Tidak terkena
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Terkena
Tidak ada
Tidak ada
Mungkin ada
1. Luka Iris
Luka karena alat yang tepinya tajamdan timbulnya luka oleh karena alatditekan pada
kulit dengan kekuatanrelatif ringan kemudian digeserkansepanjang kulit. Pinggir luka
rata, sudut luka tajam, rambut ikut terpotong, biasanya mengenai kulit, otot, pembuluh
darah, tidak sampai tulang.
Pembunuh seseorang denganirisan adalah sukar, kecuali kalau fisik korban jauh lebih
lemah dari pelaku atau korban dalamkeadaan atau dibuat tidak berdaya.Luka di
sembarang tempat, juga pada daerahtubuh yang tidak mungkin dicapai tangankorban
sendiri. Ditemukan luka tangkisan atau tanda perlawanan.Pakaian ikut koyak akibat
senjata tajam tersebut. 2,4
2. Luka Tusuk
Luka akibat alat yang berujung runcing danbermata tajam atau tumpul yang terjadi
dengansuatu tekanan tegak lurus atau serong padapermukaan tubuh.Tepi luka rata,
dalam luka lebih besar dari panjang luka, sudut luka tajam, sisi tumpul pisau
menyebabkan sudut luka kurang tajam, sering ada memar atau ekimosis disekitarnya.
Luka tusuk pada pembunuhan dapat ditemukan di sembarang tempat, juga di daerah
tubuh yang tak mungkin dicapaitangan korban, jumlah luka dapat satu atau lebih,
didapatkan tanda perlawanan dari korban yang menyebabkan luka tangkisan, pakaian
ikut terkoyak. 2,4
3. Luka Bacok
Luka akibat benda atau alat yangberat dengan mata tajam atauagak tumpul yang
terjadi dengan suatuayunan disertai tenaga yang cukupbesar. Luka biasanya besar,
pinggir luka rata,s udut luka tajam, hampir selalu menimbulkan kerusakan pada
tulang, dapat memutuskan bagiantubuh yang terkena bacokan, kadang-kadang pada
tepi luka terdapat memar, aberasi. 2,4
Dengan adanya perlukaan atau penyakit yang menimbulkan kekacauan fisik pada tubuh yang
menghasilkan kematian pada seseorang. Berikut ini adalah penyebab kematian: luka tembak
pada kepala, luka tusuk pada dada, adenokarsinoma pada paru-paru, dan aterosklerosis
koronaria.2
Cara kematian
Cara kematian secara umum dapat dikategorikan sebagai wajar, pembunuhan, bunuh diri,
kecelakaan, dan yang tidak dapat dijelaskan (pada mekanisme kematian yang dapat memiliki
banyak penyebab dan penyebab yang memiliki banyak mekanisme, penyebab kematian dapat
memiliki banyak cara). Seseorang dapat meninggal karena perdarahan masif (mekanisme
kematian) dikarenakan luka tembak pada jantung (penyebab kematian), dengan cara kematian
secara pembunuhan (seseorang menembaknya), bunuh diri (menembak dirinya sendiri),
kecelakaan (senjata jatuh), atau tidak dapat dijelaskan (tidak dapat diketahui apa yang
terjadi).2
Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang
bersifat:
1. Mekanik
2. Fisika
Suhu
Akustik
Radiasi
3. Kimia
24
Mekanisme kematian
Merupakan kekacauan fisik yang dihasilkan oleh penyebab kematian yang menghasilkan
kematian. Contoh dari mekanisme kematian dapat berupa perdarahan, septikemia, dan aritmia
jantung. Ada yang dipikirkan adalah bahwa suatu keterangan tentang mekanime kematian
dapat diperoleh dari beberapa penyebab kematian dan sebaliknya. Jadi, jika seseorang
meninggal karena perdarahan masif, itu dapat dihasilkan dari luka tembak, luka tusuk, tumor
ganas dari paru yang masuk ke pembuluh darah dan seterusnya. Kebalikannya adalah bahwa
penyebab kematian, sebagai contoh, luka tembak pada abdomen, dapat menghasilkan banyak
kemungkinan mekanisme kematian yang terjadi, contohnya perdarahan atau peritonitis. 2
Pada kematian akibat kekerasan, pemeriksaan terhadap luka harus dapat mengungkapkan
berbagaihal di bawah ini.
1. Penyebab luka.
Dengan memperhatikan morfologi luka, kekerasan penyebab luka dapat ditentukan. Pada
kasus tertentu, gambaran luka seringkali dapat memberi petunjuk mengenai bentuk benda
yang mengenai tubuh, misalnya luka yang disebabkan oleh benda tumpul berbentuk bulat
panjang akan meninggalkannegative imprint oleh timbulnya marginal haemorrhage.
Luka lecet jenis tekan memberikan gambaran bentuk benda penyebab luka.
2. Arah kekerasan.
Pada luka lecet jenis geser dan luka robek, arah kekerasan dapat ditentukan. Hal ini
sangat
membantupihak yang berwajib dalam melakukan rekonstruksi terjadinya perkara.
3. Cara terjadinya luka.
Yang dimaksud dengan cara terjadinya luka adalah apakah luka yang ditemukan terjadi
sebagai akibat kecelakaan, pembunuhan atau bunuh diri.
Luka-luka akibat kecelakaan biasanya terdapat pada bagian tubuh yang terbuka. Bagian
tubuh yang biasanya terlindung jarang mendapat luka pada suatu kecelakaan. Daerah
terlindung ini misalnya adalah daerah sisi depan leher, daerah lipat siku, dan sebagainya.
Luka akibat pembunuhan dapat ditemukan tersebar pada seluruh bagian tubuh. Pada
korban pembunuhan yang sempat mengadakan perlawanan, dapat ditemukan luka tangkis
yang biasanya terdapat pada daerah ekstensor lengan bawah atau telapak tangan.
25
Pada korban bunuh diri, luka biasanya menunjukkan sifat luka percobaan (tentative
wounds) yang mengelompok dan berjalan kurang lebih sejajar.
4. Hubungan antara luka yang ditemukan dengan sebab mati.
Harus dapat dibuktikan bahwa terjadinya kematian semata-mata disebabkan oleh
kekerasan yang menyebabkan luka. Untuk itu pertama-tama harus dapat dibuktikan bahwa
luka yang ditemukan adalah benar-benar luka yang terjadi semasa korban masih hidup
(luka intravital). Untuk ini, tanda intravitalitas luka berupa reaksi jaringan terhadap luka
perlu mendapat perhatian. Tanda intravitalitas luka dapat bervariasi dari ditemukannya
resapan darah, terdapatnya proses penyembuhan luka, sebukan sel radang, pemeriksaan
histo-enzimatik, sampai pemeriksaan kadar histamin bebas dan serotonin jaringan.2
Visum et Repertum
Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang
berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati
ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia, berdasarkan kelilmuannya dan
dibawah sumpah, untuk kepentingan peradilan.1,2,4
Mengenai kepangkatan pembuat surat permintaan Visum et Repertum telah diatur dalam
Peraturan Pemerintah no 27 tahun 1983 yang menyatakan penyidik Polri berpangka
serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua, sedangkan pada wilayah kepolisan tertentu yang
komandannya adalah seorang bintara (Sersan), maka ia adalah penyidik karena jabatannya
tersebut. Kepangkatan bagi penyidik pembantu adalah bintara serendah-rendahnya sersan
dua. Untuk mengetahui apakah suatu surat permintaan pemeriksaan telah ditandatangani oleh
yang berwenang, maka yang penting adalah bahwa si penandatangan menandatangani surat
tersebut selaku penyidik.1,2,4
Visum et Repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal
184 KUHAP. Visum et Repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara
pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Visum et Repertum menguraikan segala sesuatu
tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian Pemberitaan, yang karenanya
dapat dianggap sebagai pengganti benda bukti.Visum et Repertum juga memuat keterangan
atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam
bagian kesimpulan.1,2,4
26
3. Pemberitaan
Bagian ini berjudul Hasil Pemeriksaan dan berisi hasil pemeriksaan medik tentang
keadaan kesehatan atau sakit atau luka korban yang berkaitan dengan perkaranya,
tindakan medik yang dilakukan serta keadaannya selesai pengobatan/ perawatan.
Bila korban meninggal dan dilakukan autopsi, maka diuraikan keadaan seluruh alat
dalam yang berkaitan dengan perkara dan matinya orang tersebut, yang diuraikan
dalam bagian ini merupakan pengganti barang bukti, berupa perlukaan atau keadaan
kesehatan atau sebab kematian yang berkaitan dengan perkaranya. Temuan hasil
pemeriksaan medik yang bersifat rahasia dan tidak berhubungan dengan perkaranya
tidak dituangkan ke dalam bagian pemberitaan dan dianggap tetap sebagai rahasia
kedokteran.
27
4. Kesimpulan
Bagian ini berjudul Kesimpulan dan berisi pendapat dokter berdasarkan
keilmuannya, mengenai jenis perlukaan/ cedera yang ditemukan dan jenis kekerasan
atau zat penyebabnya, serta derejat perlukaan atau sebab kematiannya.Pada kejahatan
susila, diterangkan juga apakah telah terjadi persetubuhan dan kapan perkiraannya,
serta usia korban atau kepantasan korban untuk dikawin.
5. Penutup
Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku Demikianlah visum et repertum
ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat
sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
1,2,4
28
Daftar Pustaka
1. Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan ilmu kedokteran forensik dalam proses
penyidikan. Jakarta: Sangung Seto; 2008.
2. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Ilmu kedokteran forensik. Edisi ke-1. Jakarta:
FKUI; 1997.
3. Bagian
Kedokteran
Forensik FKUI.
Peraturan
perundang-undangan
bidang
29
30