Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang
adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh
yang serius seperti, perdarahan yang masif, trauma atau luka bakar yang berat (syok
hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri
yang tak terkontrol (syok septik), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenic) atau
akibat respons imun.
Pembahasan
Anamnesis
Informasi riwayat klinis harus diperoleh dari orang yang mengantar pasien ke
rumah sakit, anggota keluarga serta pasoen itu sendiri. Anamnesis dapat mengarahkan pada
jenis syok atau proses patologis tertentu. namun, beberapa temuan seperti perubahan jenis
syok atau proses patologis tertentu. Namun, beberapa temuan seperti perubahan status mental
dan nyeri dada, dapat semata-mata timbul akibat perfusi jaringan yang tidak adekuat dan
bukan merupakan kunci untuk menentukan penyebabnya. Identifikasi jenis syok yang
dijumpai akan membantu menuntun resusitasi awal. Sebagai contoh, riwayat perdarahan,
muntah, diare, atau trauma akan segera segera membuat dokter waspada akan kemungkinan
terjadinya syok hipovolemik dan pentingnya pemberian cairan penambah volume secara
cepat. Riwayat penyakit jantung, terutama dengan gejala dispnea nokturnal paroksismal atau
ortopnea, sangat mengindikasikan adanya syok kardiogenik. Riwayat infeksi, demam atau
penggunaan obat baru dapat mengindikasikan adanya syok distributif.1
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan umum
Lihat dan raba kulit pasien : periksa turgor kulit untuk membuktikan adanya
dehidrasi.
Catat temperatur : hipotermia yang dengan mudah terlewatkan, dapat disebabkan
banyak penyakit akut, termasuk overdosis. Jika hipotermia dicurigai, penggunaan
termometer dengan pembacaan suhu terendah sangat diperlukan.
Denyut nadi perifer yang tidak teraba atau lambat, atau asimetris menunjukan adanya
hambatan sirkulasi arteri akut atu kronik atau tekanan darah rendah.
Pada denyut nadi yang asimetris pengukuran tekanan darah kedua lengan dan kadang
kala pada kedua kaki perlu dilakukan. Curigai suatu robekan aneurisma.
Volume nadi yang kecil menunjukan obstruksi sirkulasi yang disebabkan oleh
hipotensi.
Perkiraan keadekuatan sirkulasi
Perhatikan frekuensi denyut nadi, tekana darah, dan perfusi perifer. Pedoman
untuk menentukan perfusi perifer adalah dedngan memperhatikan suhu dan warna
ekstremitas yang tidak terpajan dan jyga dengan mengobservasi kecepatan pengisian
kapiler setelah dilakukan penekanan pada ekstermitas sampai pucat dengan satu
jari.
Kegagalan srikulasi perifer dapat terjadi baik pada keadaan noemovolemik
(seperti pada syok bakteremi) atau hipovolemik akibat kehilangan atau perembesan
darah, serum, atau cairan tubuh lainnya. Ketidak adekuatan sirkulasi yang akut secara
menyeluruh biasanya menimbulkan tanda-tanda klinis syok:
o Konstriksi vena
o Peningkatan frekuensi denyut nadi
o Pengurangan volume nadi
o Pucat
o Sianosis
o Hipotensi
o Berkeringat (syok sistemik mungkin disertai kulit kering yang terasa hangat)
o Sesak napas
o Haus
o Dilatasi pupil
o Disorientasi
o Koma
Syok yang membuat pasien tidak mampu memberikan keterangan tentang riwayat
penyakitnya biasanya menimbulkan manivestasi kerdiovaskuler utama dan hasil akhir
syok apapun penyebabnya adalah penurunan curah jantung dan/atau aliran darah
perifer yang menyebabkan ketidakadekuatan sirkulasi.
Dengarkan bunyi jantung, bunyi tambahan, dan murmur.1
Parameter klinis pada diagnosis syok
Frekuensi denyut jantung : takikardia (FDJ >100 pada orang tidak hamil) terjadi pada
Jarak antara sistolik dan diastolik yang sempit dapat terjadi pada syok hipovolemik.
Indeks syok : frekuensi denyut jantung/tekanan darah sistolik. Suatu indeks sebesar
>0,9 adalah suatu indikator yang lebih sensitif ketimbang tekanan darah atau
dapat menunjukkan keadaan syok, sepertihalnya pernapasan yang dangkal atau dalam.
Tanda di kulit : kulit yang dingin dan lembab sering menjadi suatu indikator keadaan
syok meskipun pada keadaan syok distributif tertentu tertentu, kulit dapat terasa
hangat dan kering (syok neurogenik dan septik awal). Keterlambatan pengisian
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain: analisis
Complete Blood Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3, BUN, kreatinin, kadar
glukosa), PT, APTT, AGD, urinalisis (pada pasien yang mengalami trauma), dan tes
kehamilan. Darah sebaiknya ditentukan tipenya dan dilakukan pencocokan.
Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama kali
diresusitasi secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada pemeriksaan radiologi dan
menjadi intervensi segera dan membawa pasien cepat ke ruang operasi. Langkah diagnosis
pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia langsung dapat ditemukan
kehilangan darah pada sumber perdarahan.2
Etiologi
Syok hipovolemik dapat disebabkan oleh kehilangan volume massive yang
disebabkan oleh: perdarahan gastro intestinal, internal dan eksternal hemoragi, atau kondisi
yang menurunkan volume sirkulasi intravascular atau cairan tubuh lain, intestinal obstruction,
peritonitis, acute pancreatitis, ascites, dehidrasi dari excessive perspiration, diare berat atau
muntah, diabetes insipidus, diuresis, atau intake cairan yang tidak adekuat. Kemungkinan
besar yang dapat mengancam nyawa pada syok hipovolemik berasal dari penurunan volume
darah intravascular, yang menyebabkan penurunan cardiac output dan tidak adekuatnya
perfusi jaringan. Kemudian jaringan yang anoxia mendorong perubahan metabolisme dalam
sel berubah dari aerob menjadi anaerob. Hal ini menyebabkan akumulasi asam laktat yang
menyebabkan asidosis metabolik.3
Gejala klinis
Ketika mekanisme kompensasi gagal, syok hipovolemik terjadi pada rangkaian
keadaan di bawah ini:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
penurunan volume darah, seperti gastrointestinal hemoragi, trauma, diare berat dan muntah.
Pengkajian yang didapatkan meliputi: kulit pucat, penurunan sensori, pernafasan cepat dan
dangkal, urin output kkurang dari 25ml/jam, kulit teraba dingin, clammy skin, MAP dibawah
60 mm Hg dan nadi melemah, penurunan CVP, penurunan tekanan atrial kanan, penurunan
PAWP, dan penurunan cardiac output. Indikasi parameter pada pemeriksaan/ pengkajian
dalam mengestimasi kehilangan volume cairan:3
Patofisiologi
Adanya iritasi mukosa usus dan peningkatan volume cairan dirongga usus
menyebabkan klien mengeluh abdomen terasa sakit. Selain karena 2 hal itu, nyeri abdomen
atau kram timbul karena metabolisme karbohidrat oleh bakteri diusus yang menghasilkan gas
H2 dan CO2 yang menimbulkan kembung dan flatus berlebihan. Biasanya pada keadaan ini
klien akan merasa mual bahkan muntah serta nafsu makannya menurun. Karena terjadi
ketidakseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila keadaan ini terus berlanjut dan klien tidak
mau makan maka, akan menimbulkan gangguan nutrisi sehingga klien lemas.
Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan akan menyebabkan klien
terjatuh dalam keadaan dehidrasi. Yang ditandai dengan berat badan menurun, turgor kulit
berkurang, mata dan ubun-ubun bisa jadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut
serta kulit tampak kering. Tubuh yang kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan
membuat cairan ekstraseluler dan intraseluler menurun. Dimana selain air, tubuh juga
kehilangan Na, K dan Ion Karbonat. Bila keadaan ini berlanjut terus, maka volume darah
juga berkurang. Tubuh mengalami gangguan sirkulasi, perfusi jaringan terganggu dan
akhirnya dapat menyebabkan syok hipovolemik dengan gejala denyut jantung meningkat,
nadi cepat tapi kecil, tekanan darah menurun klien sangat lemah kesadaran menurun.
Akibat lain dari kehilangancairan ekstrasel dan intrasel yang berlebihan, tubuh
akan mengalami asidosis metabolik dimana klien akan tampak pucat dengan pernapasan yang
cepat dan dalam (pernapasan kussamul).4
Gambaran umum resusitasi
5
Survei primer
Ketika survei dilakukan upaya terapeutik penting resusitasi dimulai. Pada saat
yang sama, tanda berbagai keadaan syok diungkap dan petunjuk untuk diagnosis penyakit
yang mendasari dapat diperoleh. Meskipun diagnosis deefinitif seringkali tidak dibuat di
awaql, upaya resusitasi hampir selalu dapat diarahkan pada suatu golongan syok tertentu.
Jika masalah dijumpai pada survei primer, hal tersebut harus ditangani secepatnya.
o Airway ( jalan napas)
Dokter mengamati tingkat kesadaran, adanya ngiler atau sekresi, benda asing,
luka bakar di wajah, karbon dalam septum, mempalpasi adanya deformitas di wajah
atau leher dan memeriksaadanya refleks muntah (gag refleks), dan mendengarkan
adanya suara serak atau stridor.
Penanganan jalan napas pada survei primer dapat dilakukan hanya dengan
memposisikan jalan napas dengan manuever pengangkatan dagu atau mendorong
rahang. Penangabab tersebut juga mencakup penempatan alat bantu jalan napas oral
atau nasofaring dan pemberian okeisgen tambahan.
o Breathing (pernapasan)
Untuk menilai keadekuatan sistem pernapasan, dokter mengamati tanda-tanda
deviasi trakea, pembesaran vena jugularis, tanda kussmaul (keningkatan JVD pada
inspirasi), kesulitan napas. Mempalpasi adanya krepitasi tulang, udara subkutan atau
nyeri tekan. Mengauskultasi untuk mengetahui adanya udara yang masuk,
kesimetrisan, bunyi napas tambahan (rongki, mengi, atau gesekan). Melakukan
perkusi, jika perlu, untuk mengetahui adanya hiperresonasi atau bunyi pekak pada
kedua sisi. Intervensi yang mungkin dilakukan saat fase pernapasan survei primer
adalah ventilasi dengan bag-valve-mask.
o Circulation (sirkulasi)
Untuk menilai sirkulasi, dokter mempalpasi frekuen, keteraturan irama, kontur
dan kekuatan denyut nadi harus diperiksa di keempat ekstremitasdan jika tidak
teraba , palpasi denyut nadi sentral.mempalpasi suhu tubuh dan kelembapan kulit serta
pengisian kapiler di ekstremitas. Mengamati tanda-tanda perdarahan. Mengukur
tekanan darah, jarak antara sistol dan diastol. Mengauskultasi perikardium untuk lebih
jelas mendengar bunyi jantung. Takikardi sinus, hipotensi, ekstremitas dingin dan
pucat merupakan implikasi diagnostik syok hipovolemik.
Intervensi saat fase sirkulasi pada survei primer mencakup pemasangan monitor
oksimeter untuk denyut jantung serta pemasangan infus ke pembuluh darah.
o Disability (disabilitas)
Disabilitas menggambarkan penilaian status neurologis pada survey primer.
Menilai tingkat kesadaran dengan menggunakan skala koma Glasgow.
6
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Membuka mata
Tidak ada
Dengan rangsang nyeri
Dengan perintah
Spontan
motorik
verbal
tidak bergerak
tidak bersuara
postur desebrasi
mengerang
postur dekortikasi
berupa kata-kata
usaha menghindar rangsang nyeri
kebingungan
mempu melokalisasi nyeri
terorientasi
bergerak dengan perintah
Skor minimum : 3 (koma berat); skor maksimum : 15
Mengamati ukuran dan kesimetrisan pupil serta reaksinya terhadap cahaya, dan
mengamati keempat ekstermitas untuk melihat pergerakan kasarnya. Intervensi saat
fase disabilitas pada survey primer seriong kali terbatas pada jalan napas, pernapasan
tertentu
pada
tubuh
pasien,
mengukur
suhu
rektum.
Temuan
Arti penting keluarga pasien yang sakit kritis tidak boleh dilupakan. Sejumlah
besar pasien yang memerlukan resusitasi ekstensif di IGD mungkin sebelumnya berada
dalam keadaan sehat. Dokter gawat darurat dan anggota lain dari tim resusitasi primer
(perawat, layanan sosial) bertanggungjawab meluangkan waktu mereka untuk keluarga
pasien secepat mungkin.2
Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik adalah (1) memulihkan volume
intravascular untuk membalik urutan peristiwa sehingga tidak mengarah pada perfusi jaringan
yang tidak adekuat. (2) meredistribusi volume cairan, dan (3) memperbaiki penyebab yang
mendasari kehilangan cairan secepat mungkin.
Jika pasien sedang mengalami hemoragik, upaya dilakukan untuk menghentikan
perdarahan. Mencakup pemasangan tekanan pada tempat perdarahan atau mungkin
diperlukan pembedahan untuk menghentikan perdarahan internal.
Pemasangan dua jalur intra vena dengan jarum besar dipasang untuk membuat
akses intra vena guna pemberian cairan. Maksudnya memungkinkan pemberian secara
simultan terapi cairan dan komponen darah jika diperlukan. Contohnya : Ringer Laktat dan
Natrium clorida 0,9 %, Koloid (albumin dan dekstran 6 %).
Pemberian posisi trendelenberg yang dimodifikasi dengan meninggikan tungkai
pasien, sekitar 20 derajat, lutut diluruskan, trunchus horizontal dan kepala agak dinaikan.
Tujuannya, untuk meningkatkan arus balik vena yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi.
Medikasi akan diresepkan untuk mengatasi dehidarasi jika penyebab yang
mendasari adalah dehidrasi. Contohnya, insulin akan diberikan pada pasien dengan dehidrasi
sekunder terhadap hiperglikemia, desmopresin (DDVP) untuk diabetes insipidus, preparat
anti diare untuk diare dan anti emetic untuk muntah.
Military anti syoc trousersn (MAST) adalah pakain yang dirancang untuk
memperbaiki perdarahan internal dan hipovolemia dengan memberikan tekanan balik
disekitar tungkai dan abdomen. Alat ini menciptakan tahanan perifer artificial dan membantu
menahan perfusi coroner.
Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infuse antara lain
: Nadi (nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia), Tekanan darah (bila tekanan
darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien
hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi cairan), produksi urin (pemasangan kateter
urin diperlukan untuk mengukur produksi urin,produksi urin harus dipertahankan minimal
ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya hipovolemia).
Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume intra
vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 2040 mg untuk mempertahankan produksi urine. Dopamin 2-5 g/kg/menit bisa juga digunakan
pengukuran tekanan vena sentral (normal 8-12 cmH 2O), dan bila masih terdapat gejala umum
pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih
perlu transfusi cair.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Terapi cairan
Pemberian cairan merupakan pengobatan utama pada penderita dengan kekurangan
cairan tubuh, karena dengan pemberian cairan dapat mecegah dan menghindari keadaan syok
hipovolemik dan asidosis bahkan kematian.
Diperlukan perhitungan dan pemikiran secara cermat agar cairan yang diberikan
sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu perlu dipikirkan : 1) Tingkat dehidrasi, 2) Macam cairan
yang perlukan, 3) Cara-cara pemberian, 4) Monitoring dalam pemberian cairan.
Tingkat Dehidrasi
Untuk menilai derajat Dehidrasi (kekurangan cairan) dapat digunakan skor WHO
dibawah ini:
Tabel 1. Derajat Dehidrasi
SKOR
Dehidrasi
Dehidrasi
Dehidrasi
Ringan (5%)
Sedang (5-10%)
Yang dinilai
Keadaan umum
Normal
Cekung
Sangat cekung
Air mata
Ada
Kering
Kering sekali
Kering
Mulut
kering
atau
lidah Lembab
Haus
Minum normal
Haus
Turgor
Baik
Jelek
Sangat jelek
Nadi
Normal
Cepat
Cepat sekali
9
Tekanan darah
Normal
Turun
Turun sekali
Air kemih
Normal
Kurang, oliguri
Kurang sekali
Skor: 6
: tanpa dehidrasi
7 12
: dehidrasi ringan-sedang
13
: dehidrasi berat
Dengan dasar pemeriksaan di atas maka estimasi jumlah cairan yang hilang dapat dihitung
berdasarkan prosentase berat badan. Sedangkan cara pengukuran tingkat dehidrasi seseorang
berdasarkan Berat Jenis Plasma adalah sebagai berikut :
Berat jenis plasma 1,025
x berat badan x 4 cc
0,001
Dehidrasi berat : BJ plasma 1,032-1,040
Dehidrasi sedang : BJ plasma 1,028-1,032
Dehidrasi ringan : BJ plasma 1,025-1,028
Pemeriksaan lain yang dapat membantu adalah pemeriksaan Berat Jenis Urine,
Hematokrit dan pemeriksaan elektrolit darah. Dalam keadaan dehidrasi Berat Jenis urine dan
Hematokrit akan mengalami kenaikan.
Selain dilakukan pengukuran-pengukuran di atas, diperlukan pula anamnese terhadap
penderita atau keluarga penderita untuk mengetahui beberapa lama penderita telah sakit,
berapa banyak muntah-muntah, berak-berak dan pendarahan yang terjadi.
Macam Cairan Rehidrasi
Cairan Rehidrasi Oral
Cairan rehidrasi ini secara umum dikenal dengan nama oralit atau larutan garam gula.
Cairan ini dapat diberikan dengan cara diminum atau melalui pipa nasogastrik, selama
penderita masih sadar dan mampu untuk melakukan cara ini. Kesadaran di sini diperlukan
untuk menghindari terjadinya aspirasi. Selain itu diperlukan pula bebasnya tractus digetivus
tanpa adanya sumbatan. Cairan ini mudah didapat dan diberikan, tidak perlu steril. Cairan ini
diberikan dalam keadaan hangat dengan jumlah 1,5 kali jumlah defisit cairan penderita.
10
pertama kali yang diberikan adalah Kristaloid lebih dahulu baru kemudian sisa perdarahan
diganti dengan koloid dan darah sesuai procentase darah yang hilang
Pa CO2 menurun Sangat rendah Blood Loss % E B V Sampai 10% Sampai 30 %
Lebih 50% Estimated Blood Volume (perkiraan Jumlah darah) = 6570 ml/KgBB Prinsipprinsip pemberian cairan pada perdarahan : Perdarahan kurang dari 10% EBV tidak
diperlukan cairan secara parenteral. Perdarahan antara 10% - 15% volume darah diganti
dengan cairan kristaloid (Ringer Laktat, Ringer Asetat /Asering, dan NaCl) dengan volume
2,54 kali jumlah darah yang hilang. Perdarahan antara 15% - 20% volume darah diganti
dengan cairan koloid sejumlah darah yang hilang. Perdarahan lebih dari 20% volume darah
diganti dengan darah sesuai dengan darah yang hilang. Setiap pemberian cairan pengganti
perdarahan, pertama kali yang diberikan adalah Kristaloid lebih dahulu baru kemudian sisa
perdarahan diganti dengan koloid dan darah sesuai procentase darah yang hilang. Misal
penderita dengan perdarahan sebanyak 25% dari perkiraan jumlah darah, maka penggantinya
adalah sebagai berikut : Perdarahan yang 15% dari perkiraan jumlah darah diganti dengan
cairan kristaloid sebanyak 2,5 4 kali dari jumlah perdarahan
Perdarahan yang 5% dari perkiraan jumlah darah diganti dengan cairan koloid
sebanyak jumlah perdarahan yang terjadi. Perdarahan yang 5% dari perkiraan jumlah darah
diganti dengan sejumlah perdarahan yang terjadi.
Cara pemberian berurutan dimulai dengan kristaloid dan terakhir darah, apabila diperlukan
dapat diberikan bersamaan dengan jalur infus lebih dari satu.
Monitoring dalam Pemberian Cairan
Untuk menjaga agar supaya pemberian cairan ini tidak mengalami kelebihan atau
masih kekurangan cairan diperlukan monitoring yang ketat, meliputi : a. Perubahan gejala
klinis yang mencerminkan fungsi susunan saraf pusat, misalnya : Kesadaran, Aktivitas,
Reflek tendon.
Perubahan sistem kardiovasculer, meliputi : Nadi Tekanan darah : Systole, diastole
dan Mean Arterial Pressure (MAP = Diastole + 1/3 (systolediastole)). MAP di sini
dihubungkan dengan dilakukannya Tilt Test yaitu dengan melihat perbedaan MAP pada
posisi terlentang dengan posisi antitrendelenberg. Apabila perbedaan ini lebih dari 10 mmHg
menunjukkan masih adanya defisit sekitar 1000 ml. Hilangnya kolaps vena perifer. c.
Perubahan turgor, mucosa lidah dan sebagainya. d. Perubahan produksi urine dan berat jenis
urine. e. Perubahan hasil pengukuran tekanan vena sentral. f. Perubahan-perubahan
haematokrit, elektrolit dan lain sebagainya.5,6,7
13
Prognosis
Syok Hipovolemik selalu sebagai kedaruratan medis. Namun gejala-gejala dan hasil
bergantung pada :
Kesimpulan
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi
kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan
oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat.
Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok
hemoragik). Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat non-perdarahan
serta perdarahan adalah sama meski ada sedikit perbedaan dalam kecepatan timbulnya syok.
Gejala klasik syok yaitu, tekanan darah menurun drastis dan tidak stabil walau posisi
berbaring, pasien menderita takikardia hebat, oliguria, agitasi atau bingung, peningkatan kerja
simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps, pelepasan hormone stress serta ekspansi
besar guna pengisian volume pembuluh darah dengan menggunakan cairan interstisial,
interselular dan menurunkan produksi urin. Tiga tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien
dengan syok hipovolemik antara lain: memaksimalkan pengantaran oksigen-dilengkapi
dengan ventilasi yang adekuat, peningkatan saturasi oksigen darah, dan memperbaiki aliran
darah, mengontrol kehilangan darah lebih lanjut, dan resusitasi cairan.
14
Daftar pustaka
1. Welsby, PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis. Jakarta : EGC. 2009. Hal 220
2. Henderson, Sean O. Kedoketran emergensi: vademecum. Jakarta : EGC. 2012. Hal. 1-18
3. Sudoyo, Aru. W, Bambang Setyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simabrata K. 2007. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal. 180-181.
4. Corwin, Elizabeth J. 2001. Patofisiologi. EGC. Jakarta. Hal. 390
5. Leksana, Ery. 2004. Terapi Cairan dan Elektrolit. SMF/Bagian Anestesi dan Terapi
Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang. Hal. 12- 14.
6. Graber, Mark A. 2002. Terapi Cairan, Elektrolit, dan Metabolik. Farmamedia. Jakarta.
Hal. 1-9.
7. The leader in infus Therapy. Pedoman cairan infus. 9st ed. PT Otsuka Indonesia; 2007.
Hal. 20-5
15