Anda di halaman 1dari 20

Page

gangguan hemodinamik dan metabolik yang ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi
untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul
akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius, seperti perdarahan masif, trauma dan luka
bakar yang berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok
kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tidak terkontrol (syok sepsis), tonus vasomotor yang
tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat respon imun (syok anafilaktik).
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan
dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume
sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering,
syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik).
Kehilangan darah dari luar yang akut akibat trauma tembus dan perdarahan gastrointestinal
yang berat merupakan dua penyebab yang paling sering pada syok hipovolemik. Syok
hipovolemik juga dapat merupakan akibat dari kehilangan darah yang akut secara signifikan
dalam rongga dada dan rongga abdomen.
Dua penyebab utama kehilangan darah dari dalam yang cepat adalah cedera pada organ padat
dan rupturnya aneurisma aorta abdominalis. Syok hipovolemik dapat merupakan akibat dari
kehilangan cairan yang signifikan (selain darah). Dua contoh syok hipovolemik yang terjadi
akibat kehilangan cairan, antara lain gastroenteritis masif dan luka bakar yang luas.

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas, pernapasan, dan
sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan, sistem sirkulasi harus
dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok. Jangan hanya berpatokan pada tekanan
darah sistolik sebagai indikator utama syok; hal ini menyebabkan diagnosis lambat.
Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik secara signifikan hingga
pasien kehilangan 30% dari volume darah. Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi
kulit lebih diperhatikan. Juga, pasien yang mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak
mengalami

takikardi,

tanpa

memperhatikan

derajat

syoknya.

Page

Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume darah yang hilang.
Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien hipovolemik sering tidak nyata.
Penanganan sebaiknya agresif dan langsung lebih berkaitan pada respon terapi dibandingkan
klasifikasi awal.
Telah ditetapkan klasifikasi perdarahan berdasarkan persentasi volume darah yang hilang.
Namun sifatnya tidak absolut dan hanya bersifat sebagai bantuan. Tatalaksana harus agresif
dan lebih dituntun oleh respon terhadap terapi ketimbang menurut klasifikasi awal. 2
Pendarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%) tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi
minimal. Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi
pernapasan. Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah
sekitar 10%.

Pemeriksaan Penunjang
Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan, langkah diagnosis selanjutnya tergantung
pada penyebab yang mungkin pada hipovolemik, dan stabilitas dari kondisi pasien itu sendiri.
Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain: analisis Complete
Blood Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3, BUN, kreatinin, kadar glukosa), PT,
APTT, AGD, urinalisis (pada pasien yang mengalami trauma), dan tes kehamilan. Darah
sebaiknya ditentukan tipenya dan dilakukan pencocokan.
Pemeriksaan Radiologi
Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama kali diresusitasi secara
adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada pemeriksaan radiologi dan menjadi intervensi
segera

dan

membawa

pasien

cepat

ke

ruang

operasi.

Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia langsung dapat
ditemukan kehilangan darah pada sumber perdarahan. Pasien trauma dengan syok
hipovolemik membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai
terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal,
sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan. Foto polos dada
posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi
dapat dilakukan (biasanya setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber
perdarahan.

Page

Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur. Jika pasien
hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan ultrasonografi pelvis harus
segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok
hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan
ektopik pada pasien dengan hasil tes kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan.
Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto polos dada
awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi, atau CT-scan dada.5
Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST (Focused
Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak
stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien yang stabil. Jika dicurigai fraktur tulang
panjang, harus dilakukan pemeriksaan radiologi.

Diagnosis
Syok hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda berupa ketidak-stabilan hemodinamik
dan ditemukan adanya sumber pendarahan. Diagnosis akan sulit bila pendarahan tidak
ditemukan dengan jelas atau berada dalam traktus gastrointestinal atau hanya terjadi
penurunan jumlah plasma darah. Setelah pendarahan maka biasanya hemoglobin dan
hematokrit tidak langsung turun sampai terjadi gangguan kompensasi atau terjadi
penggantian cairan dari luar. Jadi kadar hematokrit di awal tidak menjadi pegangan sebagai
adanya pendarahan. Kehilangan plasma ditandai dengan hemokonsentrasi, kehilangan cairan
bebas ditandai dengan hipernatremia. Temuan terhadap hal ini semakin meningkatkan
kecurigaan adanya hipovolemia.
Pada pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas, yaitu nausea, muntah,
nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering, bisa air, malabsorbtif, atau berdarah yang
tergantung bakteri pathogen yang spesifik.
Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan :
1. Keadaan klinis : ringan, sedang dan berat (telah dibicarakan di atas)
2. Berat Jenis Plasma : pada dehidrasi BJ plasma meningkat
a. Dehidrasi berat : BJ plasma 1,032 1,040
b. Dehidrasi sedang : BJ plasma 1,028 1,032
c. Dehidrasi ringan : BJ plasma 1,025 1,028

Page

3. Pengukuran Central Venous Pressure (CVP) : Bila CVP +4 s/d +11 cmH2O : normal. Pada
syok dan dehidrasi maka CVP kurang dari +4 cmH2O.
Jangan mengandalkan TD sistolik sebagai indikator utama dari syok; kebiasaan ini
mengakibatkan tertundanya diagnosis. Mekanisme kompensasi mencegah penurunan TD
sistolik yang bermakna, sampai pasien telah kehilangan 30% dari volume darahnya. Perhatian
harus lebih ditujukan terhadap nadi, frekuensi nafas, dan perfusi kulit. Disamping itu, pasienpasien yang sedang mendapat obat penyekat beta mungkin tidak memperlihatkan takikardia,
tanpa

memandang

derajat

syoknya.

Harus dibedakan syok akibat hipovolemik dan akibat kardiogenik karena penatalaksanaan
yang berbeda. Keduanya memang memiliki penurunan curah jantung dan mekanisme
kompensasi simpatis. Tetapi dengan menemukan adanya tanda syok kardiogenik seperti
distensi

vena

jugularis,

ronki

dan

gallop

S3

maka

semua

dapat

dibedakan

Patofisiologi
Tubuh manusia berespon terhadap pendarahan akut dengan mengaktivasi sistem fisiologi
utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskular, ginjal, dan sistem neuroendokrin.
Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut dengan
mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (melalui pelepasan
tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2
lokal) dan membentuk bekuan darah immatur pada sumber pendarahan. Pembuluh darah
yang rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan
menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan
fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna.
Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik dengan
meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi
pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan
penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus caroticus,
arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon
dengan mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot,
dan traktus gastrointestinal.Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan
peningkatan sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah
angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi

Page

angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya
membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos,
dan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada
reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan retensi air.
Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan meningkatan Antidiuretik
Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula pituitari posterior sebagai
respon terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap
penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung
ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis,
duktus kolektivus, dan lengkung Henle.
Mekanisme yang rumit yang telah dijelaskan sebelumnya efektif dalam memenuhi perfusi
organ vital pada kehilangan darah yang berat. Tanpa resusitasi cairan dan darah dan atau
koreksi keadaan patologi yang mendasari perdarahan, perfusi jantung akhirnya akan
berkurang,

dan

kegagalan

berbagai

organ

akan

segera

terjadi.

Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian darah rata-rata dan menurunkan aliran darah
balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan curah jantung. Curah jantung yang
rendah di bawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian pada beberapa organ.
Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk meningkatkan
tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung dan otak melebihi
jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya gastrointestinal. Kebutuhan energy untuk
penalaksanaan metabolism di jantung dan otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ tersebut
tidak mampu menyimpan cadangan energy. Sehingga keduanya sangat bergantung akan
kesediaan oksigen dan nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu
yang melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata (mean
arterial pressure/MAP) jatuh hingga < 60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun drastis dan
fungsi

sel

di

semua

organ

akan

terganggu.

Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan kemoreseptor
tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autoimun tubuh yang mengatur perfusi
serta

substrak

lain.

6
Page

Kardiovaskular

Tiga variabel seperti : pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi) ventrikel dan
kontraksi miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah jantung,
penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali volume sekuncup dan frekuensi
jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel, yang pada akhirnya
menurunkan volume sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat
namun memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung.
Gastrointestinal
Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi peningkatan absorpsi
endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati dalam usus. Hal ini memicu
pelebaran darah serta peningkatan metabolisme dan bukan memperbaiki sel dan
menyebabkan

depresi

jantung.

Ginjal
Gagal ginjal akut adalah suatu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi terjadinya
sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak terjadi kini adalah
nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan pemberian obat yang
nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi. Secara fisiologi, ginjal
mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air. Pada saat aliran darah di
ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat untuk mengurangi laju filtrasi
glomerulus, yang bersama-sama dengan aldosteron dan vesopresin bertanggung jawab
terhadap menurunnya produksi urin.
Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang
mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan
oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan
menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam
piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam klinik adalah
pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah
saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan
dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama.

7
Page

Etiologi

Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah dalam
pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat dari volume darah yang
berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat pendarahan yang masif atau kehilangan plasma darah.
Penyebab syok hipovolemik dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yang terdiri dari :
1. Perdarahan: Hematom subkapsular hati, aneurisma aorta pecah, pendarahan
gastrointestinal, dan perlukaan berganda.
2. Kehilangan plasma: Luka bakar yang luas, pancreatitis, deskuamasi kulit dan sindrom
dumping.
3. Kehilangan cairan ekstraselular: Muntah (vomitus), dehidrasi
Diare
Terapi diuretik yang sangat agresif
Diabetes insipidus
Insufisiensi renal

Gejala Klinis
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid,
besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan
tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah
mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan
takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada
pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang
cepat atau singkat.
Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat non-perdarahan serta
perdarahan adalah sama meski ada sedikit perbedaan dalam kecepatan timbulnya syok.
Respon fisiologi yang normal adalah mempertahankan perfusi terhadap otak dan jantung
sambil memperbaiki volume darah dalam sirkulasi efektif. Di sini akan terjadi peningkatan
kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps, pelepasan hormon stress serta
ekspansi besar guna pengisian volume pembuluh darah dengan menggunakan cairan
interstisial, interselular dan menurunkan produksi urin. Pada pasien dengan kemungkinan
syok akibat hipovolemik, riwayat penyakit penting untuk menentukan penyebab yang
mungkin dan untuk penanganan langsung. Syok hipovolemik akibat kehilangan darah dari

Page

luar biasanya nyata dan mudah didiagnosis. Perdarahan dalam kemungkinan tidak nyata,
seperti pasien hanya mengeluhkan kelemahan, letargi, atau perubahan status mental. Gejalagejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan, sebaiknya dinilai pada
semua pasien.
Pada pasien trauma, menentukan mekanisme cedera dan beberapa informasi lain akan
memperkuat kecurigaan terhadap cedera tertentu (misalnya, cedera akibat tertumbuk kemudi
kendaraan, gangguan kompartemen pada pengemudi akibat kecelakaan kendaraan bermotor).
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan
darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Adalah penting
untuk

mengenali

tanda-tanda

syok,

yaitu:

1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu
berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2. Takikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis penting
untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi
mengurangi asidosis jaringan.
3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan
curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan
tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun
tidak di bawah 70 mmHg.
4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada
orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.
Tanda-tanda vital ortostatik mungkin normal pada individu hipovolemik, atau individu
normal dapat memperlihatkan perubahan-perubahan ortostatik yaitu hipotensi. Jadi, gunakan
pertimbangan klinis. Sebagai tambahan, ingesti alkohol, makan atau usia lanjut dapat
menyebabkan perubahan-perubahan ortostatik dalam tekanan darah dan nadi. Penurunan
diastolik ortostatik sebesar 10-20 mmHg atau peningkatan nadi sebesar 15 detak/detik
dianggap bermakna.periksa tanda-tanda vital ortostatik, berbaring dan setelah berdiri selama
1 sampai 2 menit. Takikardia biasanya tetap ada tetapi mungkin tidak didapatkan bila ada
iritasi diafragma, yang menyebabkan stimulasi vagal. Hipoperfusi ditandai oleh berkurangnya
jumlah urin, daya pikir menurun, ekstremitas dingin, bercak-bercak, dll.
Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan
adanya tanda-tanda dehidrasi seperti:
(1) Turunnya turgor jaringan

Page

(2) Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta
(3) Bola mata cekung.

Dehidrasi dapat timbul pada diare berat dan asupan oral terbatas karena nausea dan muntah,
terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus yang
meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urine gelap, tidak mampu
berkeringat, dan perubahan ortostatik. Pada keadaan berat dapat mengarah ke gagal ginjal
akut dan perubahan status jiwa seperti kebingungan dan pusing kepala.
Dehidrasi

menurut

keadaan

klinisnya

dapat

dibagi

tingkatan,

yaitu

1. Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5 % BB) : gambaran klinisnya turgor kurang, suara serak
(vox

cholerica),

pasien

belum

jatuh

dalam

presyok.

2. Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8 % BB) : turgor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam
presyok

atau

syok,

nadi

cepat,

nafas

cepat

dan

dalam.

3. Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10 % BB) : tanda dehidrasi sedang ditambah kesadaran
menurun

(apatis

sampai

koma),

otot-otot

kaku,

sianosis.7

Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam menentukan
beratnya diare daripada menentukan penyebab diare. Status volume dinilai dengan
memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi, tempratur tubuh dan
tanda-tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama merupakan hal yang penting.
Adanya kualitas bunyi usus dan adanya distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan clue
bagi etiologi.
Jika sadar, pasien mungkin dapat menunjukkan lokasi nyeri. Tanda vital, sebelum dibawa ke
unit gawat darurat sebaiknya dicatat. Nyeri dada, perut, atau punggung mungkin
menunjukkan gangguan pada pembuluh darah. Tanda klasik pada aneurisma arteri torakalis
adalah nyeri yang menjalar ke punggung. Aneurisma aorta abdominalis biasanya
menyebabkan nyeri, nyeri punggung atau nyeri panggul.
Skor penilaian klinis dehidrasi :
1. Rasa haus/muntah (1)
2. Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg (1)
3. Tekanan darah sistolik <60 mmHg (2)
4. Frekuensi nadi >120 kali/menit (1)
5. Kesadaran apatis (1)
6. Kesadaran somnolen, sopor atau koma (2)
7. Frekuensi nafas >30 kali/menit (1)
8. Facies cholerica (2)

10

9. Vox cholerica (2)

Page

10. Turgor kulit menurun (1)


11. Washer womens hand (1)
12. Eksremitas dingin (1)
13. Sianosis (2)
14. Umur 50-60 tahun (1)
15. Umur >60 tahun (2)

Skor Dalyono di atas merupakan penilaian dari klinis pasien yang menentukan jumlah
kebutuhan

cairan

yang

diberikan

pada

pasien

dehidrasi.

Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, mengumpulkan keterangan hematemesis,


melena, riwayat minum alkohol, penggunaan obat anti inflamasi non-steroid yang lama, dan
koagulopati (iatrogenik atau selainnya) adalah sangat penting. Kronologi muntah dan
hematemesis harus ditentukan. Pada pasien dengan hematemesis setelah episode berulang
muntah yang hebat kemungkinan mengalami Sindrom Boerhaave atau Mallory-Weiss tear,
sedangkan pasien dengan riwayat hematemesis sejak sejak awal kemungkinan mengalami
ulkus peptik atau varises esofagus. Jika suatu penyebab ginekologik dipertimbangkan, perlu
dikumpukan informasi mengenai hal berikut: periode terakhir menstruasi, faktor risiko
kehamilan ektopik, perdarahan pervaginam (termasuk jumlah dan durasinya), produk
konsepsi pada saluran vagina, dan nyeri. Semua wanita usia subur sebaiknya menjalani tes
kehamilan, untuk meyakinkan apakah mereka hamil. Tes kehamilan negatif bermakna untuk
menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik.
Pada pasien demam berdarah dengue dapat jatuh pada keadaan syok. Syok biasanya terjadi
saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke-3 samapai hari sakit ke-7. Pasien mulamula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang ditandai dengan kulit
dinginlembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi <20 mmHg dan
hipotensi. Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir.
Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan
plasma. Kondisi ini dapat diperberat dengan komplikasi yaitu asidosis metabolic, perdarahan
saluran cerna hebat atau pendarahan lain, hal ini pertanda prognosis buruk.
Hipovolemia ringan (<20 % volume darah) menimbulkan takikardi ringan dengan sedikit
gejala yang tampak, terutama pada penderita muda yang sedang berbaring. Pada hipovolemia
sedang (20-40 % dari volume darah) pasien menjadi lebih cemas dan takikardia lebih jelas,
meski tekanan darah bisa ditemukan normal pada posisi berbaring, namun dapat ditemukan

11

dengan jelas hipotensi ortostatik dan takikardia. Pada hipovolemia berat maka gejala klasik
Page

syok akan muncul, tekanan darah menurun drastis dan tidak stabil walau posisi berbaring,
pasien menderita takikardia hebat, oliguria, agitasi atau bingung. Perfusi ke susunan saraf
pusat dipertahankan dengan baik sampai syok bertambah berat. Penurunan kesadaran adalah
gejala penting. Transisi dari syok hipovolemik ringan ke berat dapat terjadi bertahap atau
malah sangat cepat, terutama pada pasien usia lanjut dan yang memiliki penyakit berat
dimana kematian mengancam. Dalam waktu yang sangat pendek dari terjadinya kerusakan
akibat syok maka dengan resusitasi agresif dan cepat.

Stadium Syok
Syok secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium, yaitu :
1. Stadium kompensasi
Pada stadium ini fungsi organ vital dipertahankan melalui mekanisme kompensasi fisiologis
tubuh dengan cara meningkatkan refleks simpatis, sehingga terjadi :
a. Resistensi sistemik meningkat :
Distribusi selektif aliran darah dari organ sekunder ke organ primer (jantung, paru, otak)
diastolic pressure meningka, resistensi arteriol meningkat
cardiac output meningkat.
b. Heart rate meningkat
Ginjal menahan air dan sodium di dalam sirkulasi.
c. Sekresi vasopressin, renin-angiotensin-aldosteron meningkat
Manifestasi klinis : takikardia, gelisah, kulit pucat dan dingin, pengisian kapiler lambat (lebih
dari 2 detik).
2. Stadium dekompensasi
Pada stadium ini telah terjadi :
laktat asidosis, diperberat oleh penumpukan CO2 , dimana CO2 menjadi asam karbonat.
laktat meningkat metabolism anaerob O2 sangat turun a. Perfusi jaringan buruk
kerusakan sel. integritas membran sel terganggu, fungsi lisosom dan mitokondria
memburuk b. Gangguan metabolisme energy dependent Na+/K+ pump tingkat seluler
c. Aliran darah lambat dan kerusakan rantai kinin serta sistem koagulasi, akan diperburuk
dengan terbentuknya agregasi trombosit dan pembentukan trombus disertai tendensi
perdarahan.

12

membentuk oksigen radikal serta platelets aggregating factor.d. Pelepasan mediator


Page

vaskular : histamine, serotonin, sitokin (TNF alfa dan interleukin I), xantin oxydase
cardiac output turun. preload turun venous return menurun Pelepsan mediator oleh
makrofag menyebabkan vasodilatasi arteriol dan permeabilitas kapiler meningkat
Manifestasi klinis : takikardia, tekanan darah sangat turun, perfusi perifer buruk, asidosis,
oliguria dan kesadaran menurun.
3. Stadium irreversible
tubuh kehabisan energi. multi organ failure. Cadangan phosphate berenergi tinggi (ATP)
akan habis terutama di jantung dan hepar Syok yang berlanjut akan menyebabkan kerusakan
dan kematian sel
Manifestasi klinis : nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur. Anuria dan tanda-tanda
kegagalan organ.

Penatalaksanaan
Tiga tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien dengan syok hipovolemik antara lain:
1. Memaksimalkan pengantaran oksigen-dilengkapi dengan ventilasi yang adekuat,
peningkatan saturasi oksigen darah, dan memperbaiki aliran darah.
2. Mengontrol kehilangan darah lebih lanjut.
3. Resusitasi cairan.
Ketika hipovolemik diketahui maka tindakan yang harus dilakukan adalah menempatkan
pasien dalam posisi kaki lebih tinggi, menjaga jalur pernafasan dan diberikan resusitasi cairan
dengan cepat lewat akses intra vena atau cara lain yang memungkinkan seperti pemasangan
kateter CVP (central venous pressure) atau jalur intraarterial. Cairan yang diberikan adalah
garam isotonus yang diteteskan dengan cepat (hati-hati terhadap asidosis hiperkloremia) atau
dengan cairan garam seimbang seperti Ringers laktat (RL) dengan jarum infus yang terbesar.
Tidak ada bukti medis tentang kelebihan pemberian cairan koloid pada syok hipovolemik.
Pemberian 2-4 L dalam 20-30 menit diharapkan dapat mengembalikan keadaan
hemodinamik.
Resusitasi Cairan Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat
berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama
untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi

Page

menurunkan angka mortalitas.

13

cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan
Memaksimalkan penghantaran oksigen. Jalan napas pasien sebaiknya dibebaskan segera dan
stabilisasi jika perlu. Kedalaman dan frekuensi pernapasan, dan juga suara napas, harus
diperhatikan. Jika terjadi keadaan patologi (seperti pneumothoraks, hemothoraks, dan flail
chest) yang mengganggu pernapasan, harus segera ditangani. Tambahan oksigen dalam
jumlah besar dan bantuan ventilator harus diberikan pada semua pasien. Ventilasi tekanan
positif yang berlebihan dapat berbahaya pada pasien yang mengalami syok hipovolemik dan
sebaiknya

dihindari.

Posisi pasien dapat digunakan untuk memperbaiki sirkulasi; salah satu contohnya menaikkan
kedua kaki pasien sementara cairan diberikan. Contoh lain dari posisi yang bermanfaat adalah
memiringkan pasien yang sementara hamil dengan trauma kearah kirinya, dengan tujuan
memposisikan janin menjauhi vena cava inferior dan meningkatkan sirkulasi. Posisi
Trendelenburg tidak dianjurkan untuk pasien dengan hipotensi karena dikhawatirkan terjadi
aspirasi. Posisi Trendelenburg juga tidak memperbaiki keadaan kardiopulmonal dan dapat
mengganggu pertukaran udara.
Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi
kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan
demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan
dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah.Untuk perbaikan sirkulasi, langkah
utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang memadai. Mulailah dengan memberikan
infus Saline atau Ringer Laktat isotonis. Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan
untuk terapi syok hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui
agar dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan yang
cukup untuk segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang
umum dari hipovolemia adalah pendarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya
seperti luka bakar, peritonitis, gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akuta.
Pemilihan Cairan Intravena. Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien,
konsentrasi elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah
dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis.
Prisip menentukan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan jumlah cairan yang
keluar dari tubuh. Macam-macam pemberian cairan :
1. BJ plasma dengan rumus :

14

Kebutuhan cairan = BJ plasma 1,025 x Berat badan x 4 ml


Page

0,001
2. Metode Pierce berdasarkan klinis :

Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x Berat badan (kg)


Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x Berat badan (kg)
Dehidrasi berat, kebutuhan cairan = 10% x berat badan (kg)
3. Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis :
Kebutuhan cairan = skor x 10% x kgBB x 1 liter 15
Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan peroral (sebanyak
mungkin, sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama dengan 3 disertai syok diberikan
cairan per intravena.
Cairan

rehidrasi

pada

dehidrasi

selangnasogastrik

dapat

diberikan

atau

melalui

oral,

enteral

melalui

intravena.

Bila dehidrasi sedang/beratsebaiknya pasien diberikan cairan melalui infuse pembuluh darah.
Sedangkan dehidrasi ringan sebaiknya pasien diberikan cairan peroral atau selang
nasogastrik, kecuali bila ada kontraindikasi atau oral/saluran cerna atas tidak dapat dipakai.
Pemberian per oral diberikan larutan oralit yang hipotonik dengan komposisi 29 gr glukosa,
3,5 gr NaCl, 2,5 Natrium Bicarbonat dan 1,5 gr KCl setiap liter. Contoh oralit generik,
renalyte, pharolit, dll.
Pemberian

cairan

dehidrasi

terbagi

atas

a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial) : jumlah total kebutuhan cairan menurut
rumus BJ plasma atau Daldiyono diberikan langsung dalam 2 jam, ini agar dapat tercapai
rehidrasi

optimal

secepat

mungkin.

b. Satu jam berikutnya/jam ke-3 (tahap kedua) pemberian diberikan berdasarkan


kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya. Bila tidak
ada syok atau skor Daldiyono kurang dari 3 dapat diganti cairan per oral.
c. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan melalui tinja
dan insensible water loss (IWL).
Sebaiknya dibuat dua jalur intravena berdiameter besar. Hukum Poeseuille mengatakan
bahwa aliran berbanding terbalik dengan panjang kateter infus dan berhubungan langsung
dengan diameter. Sehingga kateter infus intravena yang ideal adalah pendek dan
diameternya lebar; diameter lebih penting daripada panjangnya. Jalur intravena dapat
ditempatkan pada vena antecubiti, vena sphena, atau vena tangan, atau pada vena sentralis
dengan menggunakan teknik Seldinger. Jika digunakan jalur utama vena sentralis maka

15

digunakan kateter infus berdiameter lebar. Pada anak kurang dari 6 tahun dapat digunakan
Page

jalur intraosseus. Faktor yang paling penting dalam melakukannya adalah skill dan
pengalaman. Pengadaan infus arteri perlu dipertimbangkan pada pasien dengan
perdarahan hebat. Untuk pasien ini, infus arteri akan memonitoring tekanan darah secara
berkala dan juga analisa gas darah.
Pada jalur intravena, cairan yang pertama digunakan untuk resusitasi adalah kristaloid
isotonik, seperti Ringer Laktat atau Saline Normal. Bolus awal 1-2 liter pada orang
dewasa (20 ml/kgBB pada pasien anak), dan respon pasien dinilai. Jika tanda vital sudah
kembali normal, pasien diawasi agar tetap stabil dan darah pasien perlu dikirim untuk
dicocokkan. Jika tanda vital membaik sementara, infus kristaloid dilanjutkan dan
dipersiapkan darah yang cocok. Jika perbaikan yang terjadi tidak bermakna atau tidak
ada, infus kristaloid harus dilanjutkan, dan darah O diberikan (darah tipe O rhesus (-)
harus diberikan kepada pasien wanita usia subur untuk mencegah sensitasi dan
komplikasi lanjut). Jika pasien sekarat dan hipotensi berat (syok derajat IV), diberikan
cairan kristaloid dan darah tipe O. Pedoman pemberian kristaloid dan darah tidak diatur,
terapi yang diberikan harus berdasarkan kondisi pasien.
Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang
menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien. Terapi awal pasien hipotensif
adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun,
Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan
yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 1824 jam
sesudah cedera luka bakar. Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa
cairan kristaloid, koloid, dan darah.
Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid
antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan
sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan
edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah. Larutan NaCl isotonis
dianjurkan

untuk

penanganan

awal

syok

hipovolemik

dengan

hiponatremik,

hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling
mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar
kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio,
dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan
sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.Ringer asetat memiliki profil
serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah hati dan

16

sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan
Page

tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan
resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis
hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien
sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.
Pertanyaan apakah kristaloid atau koloid yang terbaik untuk resusitasi merupakan bahan
diskusi dan penelitian. Banyak cairan telah dikaji untuk resusitasi, antara lain : NaCl
0,9%, larutan Ringer Laktat, NaCl hipertonik, albumin, fraksi protein murni, plasma beku
segar, hetastarch, pentastarch dan dekstran 70. Penganut resusitasi koloid berkilah bahwa
tekanan onkotik yang meningkat karena penggunaan zat-zat ini adalah mengurangi edema
paru. Namun, vaskular paru memungkinkan aliran zat dalam jumlah besar, termasuk
protein, di antara ruang intravaskular dan interstisial. Dipertahankannya tekanan
hidrostatik paru penting dalam mencegah edema paru. Alasan lain adalah dengan koloid
lebih sedikit jumlah yang dibutuhkan untuk meningkatkan volume intravaskular. Infus
Ringer Laktat sebanyak 1 L hanya menambah volume intravaskular sebesar 194 ml.
Banyak kajian membenarkan hal ini. Resusitasi dengan kristaloid saja akan
mengencerkan protein plasma dan dengan mengurangi tekanan onkotik memudahkan
filtrasi cairan dari inravaskular ke interstisial. Edema perifer bisa mengurangi konsumsi
oksigen secara mencolok karena jarak anara sel dan kapiler menjadi bertambah.
Walaupun demikian, perbedaan prognosis belum ditunjukkan antara koloid dan kristaloid.
Larutan koloid sintetik, seperti hetastarch, pentastarch dan deksran 70, memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan koloid alamiah seperti fraksi protein murni, plasma beku segar,
dan albumin. Mereka memiliki sifat ekspansi volume sama, tetapi karena struktur dan
berat molekul yang tinggi, zat-zat koloid ini hampir seluruhnya tetap di ruangan
intravaskular,

sehingga

mengurangi

edema

interstisial.2

Pendapat lain adalah koloid dalam jumlah sedikit dibutuhkan untuk meningkatkan
volume intravaskuler. Penelitian telah menunjukkan akan kebenaran hal ini. Namun,
mereka belum menunjukkan perbedaan hasil antara koloid dibandingkan dengan
kristaloid. Larutan koloid sintetik, seperti hetastarch, pentastarch, dan dextran 70
mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan koloid alami seperti fraksi
protein murni, fresh frozen plasma, dan albumin. Larutan ini mempunyai zat dengan
volume yang sama, tetapi karena strukturnya dan berat molekul yang tinggi, maka
kebanyakan tetap berada pada intravaskuler, mengurangi edema intertisiel. Meskipum
secara teoritis menguntungkan, penelitian gagal menunjukkan perbedaan pada parameter

Page

kelangsungan hidup.

17

ventilasi, hasil tes fungsi paru, lama penggunaan ventilator, lama perawatan, atau
Kombinasi salin hipertonis dan dextran juga telah dipelajari sebelumnya karena faktafakta menunjukkan bahwa hal ini dapat meningkatkan kontraktilitas dan sirkulasi jantung.
Penelitian di Amerika Serikat dan Jepang gagal menunjukkan perbedaan kombinasi ini
jika dibandingkan dengan larutan natrium klorida isotonik atau ringer laktat. Selanjutnya,
meski ada banyak cairan resusitasi yang dapat digunakan, tetap dianjurkan untuk
menggunakan Saline Normal atau Ringer Laktat. Di Amerika Serikat, satu alasan untuk
menggunakan kristaloid untuk resusitasi adalah harga cairan tersebut.
Rekomendasi terbaru adalah resusitasi cairan yang agresif dilakukan dengan Ringer
Laktat atau Saline Normal pada semua pasien dengan tanda-tanda dan gejala-gejala syok
tanpa memperhatikan penyebab yang mendasari.
Autortransfusi mungkin dilakukan pada beberapa pasien trauma. Beberapa alat diizinkan
untuk koleksi steril, antikoagulasi, filtrasi, dan retransfusi darah disediakan. Pada
penanganan trauma. Darah yang berasal dari hemothoraks dialirkan melalui selang
thorakostomi.
Kontol perdarahan lanjut. Kontrol perdarahan tergantung sumber perdarahan dan sering
memerlukan intervensi bedah. Pada pasien dengan trauma, pendarahan luar harus diatasi
dengan menekan sumber perdarahan secara langsung, pendarahan dalam membutuhkan
intervensi bedah. Fraktur tulang panjang ditangani dengan traksi untuk mengurangi
kehilangan darah. Pada pasien dengan nadi yang tidak teraba di unit gawat darurat atau
awal tibanya, dapat diindikasikan torakotomi emergensi dengan klem menyilang pada
aorta diindikasikan untuk menjaga suplai darah ke otak. Tindakan ini hanya bersifat
paliatif dan butuh segera dibawa di ruang operasi.
Pada pasien dengan perdarahan varises, penggunaan Sengstaken-Blakemore tube dapat
dipertimbangkan. Alat ini memiliki balon gaster dan balon esofagus. Balon gaster
pertama dikembangkan dan dilanjutkan balon esofagus bila perdarahan berlanjut.
Penggunaan selang ini dikaitkan dengan akibat yang buruk, seperti ruptur esofagus,
asfiksi, aspirasi, dan ulserasi mukosa. Oleh karena alasan tersebut, penggunaan ini
dipertimbangkan hanya sebagai alat sementara pada keadaan yang ekstrim. Pada dasarnya
penyebab perdarahan akut pada sistem reproduksi (contohnya kehamilan ektopik,
plasenta previa, solusio plasenta, ruptur kista, keguguran) memerlukan intervensi bedah.
Hampir semua pendarahan ginekologi yang menyebabkan hipovolemia (misalnya

Page

membutuhkan intervensi bedah.

18

kehamilan ektopik, plasenta previa, abruptio plasenta, kista ruptur, keguguran)


Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, vasopressin intravena dan H2 bloker
telah digunakan. Vasopressin umumnya dihubungkan dengan reaksi negatif, seperti
hipertensi, aritmia, gangren, dan iskemia miokard atau splanikus. Oleh karena itu, harus
dipertimbangkan untuk penggunaannya secara tetap. H2 Bloker relatif aman, tetapi tidak
terlalu menguntungkan. Infus somatostatin dan ocreotide telah menunjukkan adanya
pengurangan perdarahan gastrointestinal yang bersumber dari varises dan ulkus peptikum.
Obat ini membantu kerja vasopressin tanpa efek samping yang signifikan.
Tujuan farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi.
Obat anti sekretorik, obat ini memiliki efek vasokonstriksi dan dapat mengurangi aliran
darah ke sistem porta. Somatostatin (Zecnil), secara alami menyebabkan tetrapeptida
diisolasi dari hipotalamus dan pankreas dan sel epitel usus. Berkurangnya aliran darah ke
sistem portal akibat vasokonstriksi. Memiliki efek yang sama dengan vasopressin, tetapi
tidak menyebabkan vasokonstriksi arteri koroner. Cepat hilang dalam sirkulasi, dengan
waktu paruh 1-3 menit. Dosis Dewasa : bolus intravena 250 mcg, dilanjutkan dengan
250-500 mcg/jam, infus selanjutnya; maintenance 2-5 hari jika berhasil. Tindak
dianjurkan interaksi epinefrin, demeclocycline, dan tambahan hormon tiroid dapat
mengurangi efek obat ini. Kontraindikasi Hipersensitifitas dan kehamilan. Risiko yang
fatal ditunjukkan pada binatang percobaan, tetapi tidak diteliti pada manusia, dapat
digunakan jika keuntungannya lebih besar daripada risiko terhadap janin. Dapat
menyebabkan eksaserbasi atau penyakit kandung kemih; mengubah keseimbangan pusat
pengaturan hormon dan dapat menyebabkan hipotiroidisme dan defek konduksi jantung.
Ocreotide (Sandostatin) Oktapeptida sintetik, dibandingkan dengan somatostatin memiliki
efek farmakologi yang sama dengan potensi kuat dan masa kerja yang lama. Digunakan
sebagai tambahan penanganan non operatif pada sekresi fistula kutaneus dari abdomen,
duodenum, usus halus (jejunum dan ileum), atau pankreas. Dosis Dewasa: 25-50 mcg/jam
intravena, kontinyu; dapat dilanjutkan dengan bolus intravena 50 mcg; penanganan
hingga 5 hari. Anak-anak 1-10 mcg/kgBB intravena q 12 jam; dilarutkan dalam 50-100
ml Saline Normal atau D5W. Kontraindikasi hipersensitivitas kehamilan risiko terhadap
janin tidak diteliti pada manusia, tetapi telah ditunjukkan pada beberapa penelitian pada
binatang. Perhatian Efek samping yang utama berhubungan dengan perubahan motilitas
gastrointestinal, termasuk mual, nyeri abdomen, diare, dan peningkatan batu empedu dan
batu kandung kemih; hal ini karena perubahan pada pusat pengaturan hormon (insulin,

19

glukagon, dan hormon pertumbuhan), dapat timbul hipoglikemia, bradikardi, kelainan


Page

konduksi jantung, dan pernah dilaporkan terjadi aritmia, karena penghambatan sekresi
TSH dapat terjadi hipotiroidisme, hati-hati pada pasien dengan gangguan ginjal,
kolelithiasis dapat terjadi.
Konsultasi segera dan penanganan yang tepat adalah kuncinya. Tujuan penanganan
kegawatdaruratan adalah untuk menstabilkan keadaan pasien hipovolemik, menentukan
penyebab perdarahan, dan menyediakan penanganan yang tepat sesegera mungkin. Jika
perlu untuk membawa pasien ke rumah sakit lain, hal ini harus dilakukan segera .

Komplikasi

Prognosis
Syok Hipovolemik selalu sebagai kedaruratan medis. Namun gejala-gejala dan hasil
bergantung pada :

Jumlah volme darah/cairan yang hilang


Tingkat kehilangan darah/cairan
Cedera yang menyebabkan kehilangan
Mendasari pengobatan kronis seperti diabetes, jantung, paru-paru dan penyakit ginjal.

Secara umum, pasien dengan derajat syok lebih ringan prognosisnya lebih baik
dibandingkan dengan pasien dengan derajat syok lebih berat. Dalam kasus syok
hipovolemik berat, kematian adalah mungkin bahkan dengan perhatian medis yang
segera. Orang yang berusia lanjut biasanya memiliki prognosis yang lebih buruk. Namun,
bila tindakan kedaruratan ditatalaksana dengan tindakan yang tepat dan adekuat maka
kualitas kesembuhan dapat lebih baik.

Kesimpulan
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan
dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume
sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering,
syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik).

20

Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat non-perdarahan serta
Page

perdarahan adalah sama meski ada sedikit perbedaan dalam kecepatan timbulnya syok.
Gejala klasik syok yaitu, tekanan darah menurun drastis dan tidak stabil walau posisi
berbaring, pasien menderita takikardia hebat, oliguria, agitasi atau bingung, peningkatan
kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps, pelepasan hormone stress serta
ekspansi besar guna pengisian volume pembuluh darah dengan menggunakan cairan
interstisial,

interselular

dan

menurunkan

produksi

urin.

Tiga tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien dengan syok hipovolemik antara lain:
memaksimalkan pengantaran oksigen-dilengkapi dengan ventilasi yang adekuat,
peningkatan saturasi oksigen darah, dan memperbaiki aliran darah, mengontrol
kehilangan

darah

lebih

lanjut,

dan

resusitasi

cairan.

Daftar pustaka
1. Corwin, Elizabeth J. 2001. Patofisiologi. EGC. Jakarta. Hal. 390.
2. Graber, Mark A. 2002. Terapi Cairan, Elektrolit, dan Metabolik. Farmamedia. Jakarta.
Hal. 1-9.
3. FH Feng, KM Fock. 1996. Pengantar Penuntun Pengobatan Darurat. Yayasan Essentia
Medica - Andi Yogyakarta. Yogyakarta. Hal. 5163.
4. Hadinegoro, Sri Rezeki H, dkk. 2004. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di
Indonesia.

Departemen

Kesehatan

Republik

Indonesia

Direktorat

Jenderal

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta. Hal. 9-10.


5. Kolecki, Paul. 2008. Syok Hipovolemik. www. Asrama Medica Fakultas kedokteran
UNHAS. Diakses tanggal 24 Oktober 2009.
6. Leksana, Ery. 2004. Terapi Cairan dan Elektrolit. SMF/Bagian Anestesi dan Terapi
Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang. Hal. 12- 14.
7. Sudoyo, Aru. W, Bambang Setyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simabrata K. 2007.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal. 180-181.
8. Sunatrio, S. 14 Agustus 1999. Larutan Ringer Asetat dalam Praktik Klinis, Simposium
Alternatif Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan. Bagian Anestesiologi FKUI/RSCM.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai