Anda di halaman 1dari 33

Pengeluaran benda asing harus dilakukan sedini mungkin untuk

menghindari komplikasi yang dapat ditimbulkan misalnya terjadi gangguan


pendengaran, perdarahan pada hidung, gangguan menelan dan lain-lain. Usaha
mengeluarkan benda asing seringkali malah mendorongnya lebih ke dalam
sehingga harus dilakukan secara tepat dan hati-hati. Bila kurang hati-hati atau
bila pasien tidak kooperatif, berisiko trauma yang dapat merusak struktur organ
yang lain. Pada anak-anak harus dipegang sedemikian rupa sehingga tubuh dan
kepala tidak dapat bergerak bebas.3
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 tahun 2014, corpus alienum
merupakan salah satu masalah kesehatan dengan kategori 4A. Hal tersebut
mewajibkan setiap dokter umum mampu menguasai dan dapat menangani
secara mandiri dan tuntas, baik diagnosis maupun tatalaksananya. Oleh karena
itu, perlu pembahasan lebih lanjut mengenai masalah penegakan diagnosis
cepat dan tepat yang berhubungan dengan corpus alienum untuk mencegah
komplikasi yang berlanjut.

A. Tujuan
Mengetahui penegakan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat terhadap
corpus alienum yang terdapat didalam telinga, hidung dan tenggorok sesuai
dengan standart yang harus dikuasai oleh dokter umum menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 5 tahun 2014

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1
A. CORPUS ALIENUM
1. Definisi
Corpus alienum adalah benda asing yang berasal dari luar atau dalam
tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada pada tubuh1.
2. Jenis-jenis Corpus Alienum
Benda asing yang berasal dari luar tubuh disebut benda asing eksogen,
biasanya masuk melalui hidung atau mulut. Sedangkan yang berasal dari
dalam tubuh disebut benda asing endogen. Benda asing eksogen terdiri dari
benda padat, cair atau gas. Benda asing eksogen padat terdiri dari zat
organic seperti kacang-kacangan (yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan),
tulang (yang berasal dari kerangka binatang) dan zat anorganik seperti paku,
jarum, peniti, batu, dan lain-lain. Benda asing eksogen cair dibagi dalam
benda cair yang bersifat iritatif, seperti zat kimia, dan benda cair non-iritatif,
yaitu cairan dengan pH 7,4. Benda asing endogen dapat berupa secret
kental, darah atau bekuan darah, nanah, krusta, perkijuan, membran difteri,
bronkolit. Cairan amnion, mekonium dapat masuk ke dalam saluran napas
bayi pada saat proses persalinan1,2.

B. CORPUS ALIENUM PADA TELINGA


1. Anatomi telinga
Telinga merupakan organ untuk pendengaran dan keseimbangan, yang
terdiri dari telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar
menangkap gelombang suara yang dirubah menjadi energi mekanis oleh
telinga tengah. Telinga tengah merubah energi mekanis menjadi gelombang
saraf yang kemudian dihantarkan ke otak. Telingan dalam juga membantu
menjaga keseimbangan tubuh. Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikel)
dan saluran telinga (meatus auditorius eksternus). Telinga luar merupakan
tulang rawan (kartilago) yang dilapisi oleh kulit. Suara yang ditangkap oleh
daun telinga mengalir melalui saluran telinga dan kemudian menuju ke
membran timpani4.

2
Telinga tengah terdiri dari gendang telinga (membran timpani) dan
sebuah ruang kecil berisi udara yang memiliki 3 tulang kecil yang
menghubungkan gendang telinga dengan telinga dalam. Ketiga tulang
tersebut adalah : 4
a. Maleus (bentuknya seperti palu, melekat pada gendang telinga)
b. Inkus (menghugungkan maleus dan stapes)
c. Stapes (melekat pada jendela oval di pintu masuk ke telinga dalam)

Getaran dari gendang telinga diperkuat secara mekanik oleh tulang-


tulang tersebut dan dihantarkan ke jendela oval. Telinga tengah juga
memiliki 2 otot yang kecil-kecil, yaitu otot tensor timpani (melekat pada
maleus dan menjaga agar gendang telinga tetap menempel), otot stapedius
(melekat pada stapes dan menstabilkan hubungan antara stapedius dengan
jendela oval). Jika telinga menerima suara yang keras, maka otot stapedius

3
akan berkontraksi sehingga rangkaian tulang-tulang semakin kaku dan
hanya sedikit suara yang dihantarkan. Respon ini disebut refleks akustik,
yang membantu melindungi telinga dalam yang rapuh dari kerusakan karena
suara3,4.
Tuba eustachius adalah saluran kecil yang menghubungkan teling tengah
dengan hidung bagian belakang, yang memungkinkan masuknya udara luar
ke dalam telinga tengah. Tuba eustakius membuka ketika kita menelan,
sehingga membantu menjaga tekanan udara yang sama pada kedua sisi
gendang telinga, yang penting untuk fungsi pendengaran yang normal dan
kenyamanan. Telinga dalam (labirin) adalah suatu struktur yang kompleks,
yang terdiri dari 2 bagian utama, yaitu koklea (organ pendengaran), Kanalis
semisirkuler (organ keseimbangan). Koklea merupakan saluran berrongga
yang berbentuk seperti rumah siput, terdiri dari cairan kental dan organ corti
yang mengandung ribuan sel-sel kecil (sel rambut) yang memiliki rambut
yang mengarah ke dalam cairan tersebut. Getaran suara yang dihantarkan
dari tulang pendengaran di telinga tengah ke jendela oval di telinga dalam
menyebabkan bergetarnya cairan dan sel rambut. sel rambut yang berbeda
memberikan respon terhadap frekuensi suara yang berbeda dan merubahnya
menjadi gelombang saraf. Gelombang saraf ini lalu berjalan di sepanjang
serat-serat saraf pendengaran yang akan membawanya ke otak4,5.
2. Definisi corpus alienum pada telinga
Corpus alienum pada telinga adalah keadaan dimana terdapatnya suatu
benda asing yang terjepit atau tersangkut didalam liang telinga 2. Kadang-
kadang benda asing tersebut dapat masuk ke dalam liang telinga dengan
disengaja ataupun tidak, bila kemasukan benda asing di telinga bisa menjadi
suatu keluhan berupa penurunan pendengaran3.
Pada anak, anak biasanya seringkali tidak melaporkan keluhannya
sebelum timbul keluhan nyeri akibat infeksi di telinga tersebut, lama-lama
telinganya bisa mengeluarkan bau. Jika hal ini terjadi, orang tua patut
mencurigainya sebagai akibat kemasukan benda asing. Jangan
menanganinya sendiri karena bisa-bisa benda yang masuk malah semakin
masuk lebih dalam lagi karena anatomi liang telinga yang berlekuk. Di

4
telinga banyak terdapat saraf-saraf dan bisa terjadi luka. Benda yang masuk
biasanya hanya bisa dikeluarkan oleh dengan menggunakan peralatan dan
keahlian khusus.
3. Etiologi
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan benda asing diliang
telinga yaitu 4 :
a. Faktor kesengajaan, biasanya terjadi pada anak-anak balita.
b. Faktor kecerobohan sering terjadi pada orang dewasa sewaktu
menggunakan alat-alat pembersih telinga misalnya catton bud, tangkai
korek api atau lidi yang tertinggal di dalam telinga.
c. Faktor kebetulan terjadi tanpa sengaja dimana benda asing masuk
kedalam telinga contoh masuknya serangga, kecoa, lalat dan nyamuk.

Predileksi benda asing di dalam telinga

Berikut beberapa benda asing yang sering masuk ke telinga6:


a. Air
Sering kali saat kita mandi, berenang atapun keramas, bisa
membuat air masuk ke dalam telinga. Jika telinga dalam keadaan
bersih, air bisa keluar dengan sendirinya. Tetapi jika didalam telinga
kita ada kotoran, air justru bisa membuat benda lain di sekitarnya
menjadi mengembang dan air sendiri menjadi terperangkap di
dalamnya.
b. Cotton Bud
Cotton bud tidak dianjurkan secara medis untuk membersihkan
telinga. Selain kapas bisa tertinggal di dalam telinga, bahaya lainnya

5
adalah dapat menusuk selaput gendang bila tidak hati-hati
menggunakannya.
c. Benda-benda kecil
Anak-anak kecil sering tidak sengaja memasukkan sesuatu ke
dalam telinganya. Misalnya, manik-manik mainan.
d. Serangga
Bila telinga sampai kemasukan semut, berarti ada yang salah
dengan bagian dalam telinga.
4. Manifestasi klinik
Efek dari masukya benda asing kedalam telinga dapat tanpa gejala atau
dengan gejala sampai berupa gejala nyeri berat dan adanya penurunan
pendengaran6.
a. Merasa tidak enak ditelinga
Karena benda asing yang masuk pada telinga, tentu saja membuat
telinga merasa tidak enak ataupun tidak nyaman.
b. Tersumbat
Karena terdapat benda asing yang masuk kedalam liang telinga,
tentu saja membuat telinga terasa tersumbat.
c. Pendengaran terganggu
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat
campuran. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi
membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran
suara ke telinga tengah.
d. Rasa nyeri telinga / otalgia
Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis
atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda
berkembang komplikasi telinga akibat benda asing.
e. Pada inspeksi telinga akan terdapat benda asing
5. Patofisiologi
Masuknya benda asing ke dalam telinga yaitu ke bagian kanalis
audiotorius eksternus akan menimbulkan perasaaan tersumbat pada telinga,
sehingga pasien akan berusaha mengeluarkan benda asing tersebut. Namun,
tindakan yang pasien lakukan untuk mengeluarkan benda asing tersebut
sering kali berakibat semakin terdorongnya benda asing ke bagian tulang
kanalis eksternus sehingga menyebabkan laserasi kulit dan melukai
membrane timpani. Akibat dari laserasi kulit dan lukanya membran

6
timpanai, akan menyebabkan gangguan pendengaran, rasa nyeri
telinga/otalgia dan kemungkinan adanya resiko terjadinya infeksi7.
6. Diagnosis7
a. Pemeriksaan dengan Otoskopik
Caranya:
1) Bersihkan serumen
2) Lihat kanalis dan membran timpani
Interpretasi:
1) Warna kemerahan, bau busuk dan bengkak menandakan adanya
infeksi
2) Warna kebiruan dan kerucut menandakan adanya tumpukan darah
dibelakang gendang.
3) Kemungkinan gendang mengalami robekan.

Gambar : pemeriksaan dengan otoskopi

Gambar : benda asing pada liang telinga


b. Pemeriksaan Ketajaman Pendengaran
Test penyaringan sederhana :
1. Lepaskan semua alat bantu dengar
2. Uji satu telinga secara bergiliran dengan cara tutup salah satu
telinga
3. Berdirilah dengan jarak 30 cm
4. Bisikan angka secara acak
5. Untuk nada frekuensi tinggi : lakukan dengan suara jam

7
Uji Ketajaman Dengan Garpu Tala
1. Uji weber
2. Uji Rine
3. Uji Swabach

7. Penatalaksanaan
Jika terdapat benda yang sangat kecil di dalam liang telinga dapat dicoba
dengan mengoyangkannya secara hati-hati. Menarik daun telinga kearah
posterior meluruskan liangtelinga dan benda asing dapat keluar dengan
goncangan lembut pada telinga. Jika benda asing masuk lebih dalam maka
perlu diangkat oleh dokter yang kompeten. Tidak dianjurkan untuk
mengorek telinga sendiri karena dapat mendorong lebih kedalam dan
menyebabkan ruptur membran timpani atau dapat melukai liang telinga6.
Beberapa tehnik di klinik pada pengeluaran benda asing di teinga6,7:
a. Forceps yang sudah dimodifikasi dapat digunakan untuk
mengambil benda dengan bantuan otoskop
b. Suction dapat digunakan untuk menghisap benda
c. Irigasi liang telinga dengan air hangat dengan pipa kecil dapat
membuat benda-benda keluar dari liang telinga serta membersihkan
debris.
d. Penggunaan alat seperti magnet dapat digunakan untuk benda dari
logam
e. Sedasi pada anak perlu dilakukan jika tidak dapat mentoleransi rasa
sakit dan takut.
f. Serangga dalam liang telinga biasanya diberikan lidocain atau
minyak, lalu diirigasi dengan air hangat.
Setelah benda asing keluar, diberikan antibiotik tetes selama lima hari
sampai seminggu untuk mencegah infeksi dari trauma liang telinga.
8. Pencegahan
a. Usaha pencegahan 6,7:
Kebiasaan terlalu sering memakai cottonbud untuk membersihkan
telinga sebaiknya dijauhi karena dapat menimbulkan beberapa efek
samping: kulit teling kita yang ditumbuhi bulu-bulu halus yang berguna
untuk membuat gerakan menyapu kotoran di telinga kita akan rusak,
sehingga mekanisme pembersihan alami ini akan hilang. Jika kulit kita

8
lecet dapat terjadi infeksi telinga luar yang sangat tidak nyaman dan
kemungkinan lain bila anda terlalu dalam mendorong Cottonbud, maka
dapat melukai atau menembus gendang telinga.
Hindarkan memberi mainan berupa biji-bijian pada anak-anak, dapat
tejadi bahaya di atas atau juga dapat tertelan dan yang fatal dapat
menyumbat jalan nafas.

C. CORPUS ALIENUM PADA HIDUNG


1. Anatomi Hidung
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke
bawah:
a. Pangkal hidung (bridge)
b. Batang hidung (dorsum nasi)
c. Puncak hidung (hip)
d. Ala nasi
e. Kolumela
f. Lubang hidung (nares anterior)8.

BRIDG
E

Gambar 1. Anatomi Bagian-bagian Hidung Luar


Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang
dilapisi oleh kulit, jaringan ikat, dan beberapa otot kecil yang berfungsi
untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang
terdiri dari:
1) Tulang hidung (os nasal)
2) Prosessus frontalis os maksila, dan
3) Prosessus nasalis os frontal.
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang
rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu :
1) Sepasang kartilago nasalis lateralis superior,

9
2) Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior
3) Tepi anterior kartilago septum8.
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke
belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum
nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk cavum nasi disebut nares
anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring8.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di
belakang nares anterior disebut vestibulum. Vestibulum dilapisi oleh kulit
yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang
disebut vibrise8.
Tiap kavum mempunyai empat buah dinding yaitu dinding medial,
lateral, inferior, dan superior. Dinding medial ialah septum nasi. Septum
dilapisi oleh perikondium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada
bagian tulang, sedangkan luarnya dilapisi oleh mukosa hidung. Pada dinding
lateral terdapat empat buah konka yang terdiri dari konka inferior, media,
superior, dan suprema8.
Batas rongga hidung terdiri dari: 1) dinding inferior, merupakan dasar
rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum, 2) dinding
superior sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis, yang
memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung, 3) di bagian posterior,
atap rongga hidung dibentuk oleh os sfenoid8.
Kompleks osteo meatal (KOM) merupakan celah pada dinding lateral
hidung yang dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea. Struktur
anatomi penting yang membentuk KOM adalah prosesus unsinatus,
infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi dan
resesus frontal. KOM merupakan unit fungsional yang merupakan tempat
ventilasi dan drainase dari sinus-sinus yang letaknya anterior yaitu sinus
maksila, etmoid anterior dan frontal8.
2. Fisiologi Hidung
Berdasakan teori structural, teori evolusioner, dan teori fungsional, fungsi
fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah:

10
a. Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara, penyaring udara,
humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme
imunologik local,
b. Fungsi penghidu karena terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir
udara untuk menampung stimulus penghidu,
c. Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses
bicara, dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang,
d. Fungsi static dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi
terhadap trauma, dan pelindung panas,
e. Refleks nasal8.
3. Definisi corpus alienum pada hidung
Corpus alienum di hidung adalah benda asing yang berasal dari luar
tubuh atau dalam tubuh, dimana pada keadaan normal tidak terdapat pada
hidung tersebut9.

4. Epidemiologi
Kasus benda asing di hidung paling sering terjadi pada anak, terutama
usia 1-4 tahun. Pada usia 1-4 tahun, anak cenderung mengeksplorasi
tubuhnya, terutama daerah yang berlubang termasuk hidung. Mereka dapat
memasukkan benda asing sebagai upaya mengeluarkan sekret atau benda
asing yang sebelumnya ada di dalam hidung, atau untuk mengurangi gatal
atau perih akibat iritasi yang sebelumnya sudah terjadi. Benda asing paling
sering ditemukan adalah sisa makanan, permen, manik-manik, dan kertas9.
Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing dalam hidung
antara lain faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial

11
dan tempat tinggal), kegagalan mekanisme proteksi normal (keadaan tidur,
penurunan kesadaran, alkoholisme, dan epilepsi), ukuran, bentuk, serta sifat
benda asing, serta faktor kecerobohan9.
Benda asing dapat dapat menyebabkan morbiditas bahkan mortalitas bila
masuk ke saluran nafas bawah9.
5. Etiologi
Berdasarkan jenis bendanya, etiologi corpus alienum di hidung dapat
dibagi menjadi10.
a. Benda asing hidup (benda organik)
1) Lalat
Beberapa kasus miasis hidung yang pernah ditemukan di hidung
manusia dan hewan di Indonesia disebabkan oleh larva lalat dari
spesies Chryssomya bezziana. Lalat dewasa meletakkan telurnya
pada pada jaringan hidup misalnya pada luka, lubang-lubang pada
tubuh seperti hidung, mata, telinga, dan traktus urogenital.
2) Lintah
Lintah merupakan hewan penghisap darah. Pada saat menghisap
darah, lintah mengeluarkan zat penghilang rasa sakit dan
mengeluarkan zat anti pembekuan darah sehingga darah pada
pasien tidak akan membeku. Setelah selesai menghisap darah,
lintah akan menjatuhkan diri.
3) Cacing
Ascaris lumbricoides merupakan nematoda usus yang masih
menjadi masalah di negara berkembang seperti Indonesia. Hidung
dapat menjadi port dentry atau tempat cacing tersebut bermigrasi
dari usus untuk mendapatkan oksigen yang lebih banyak.
b. Benda asing tak hidup (benda anorganik)
Benda asing tak hidup yang tersering adalah manic-manik, baterai
logam, dan kancing baju. Kasus baterai logam di hidung merupakan
salah satu kegawatan yang harus segera dikeluarkan karena
kandungan zat kimianya yang dapat bereaksi terhadap mukosa hidung.

12
6. Patofifiologi

Corpus alienum

Masuk ke dalam cavum


nasi
Bertahan di dalam
cavum nasi

Respon pertahanan pada Terjadi iritasi


hidung Kerusakan dan
Sel goblet epitel
kematian sel
respiratorius

Keluar mukus
Pembusukan sel-
sel jaringan yang
Medium yang baik nekrosis oleh
untuk pertumbuhan bakteri
bakteri
Foeter Ex Nasi
Sekret
mukopurulen

7. Manifestasi Klinis
Hidung tersumbat oleh secret mukopurulen yang banyak dan berbau di
salah satu rongga hidung tempat adanya benda asing. Kadang disertai nyeri,

13
demam, epistaksis dan bersin. Pada pemeriksaan tampak mukosa edema
dengan inflamasi mukosa hidung unilateral, serta dapat juga terjadi
ulserasi11,12.
Bila benda asing berupa lintah, terdapat epistaksis berulang yang sulit
berhenti meskipun sudah diberikan koagulan. Pada rinoskopi posterior
tampak benda asing berwarna coklat tua, lunak, dan melekat erat pada
mukosa hidung atau nasofaring11,12.
8. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang9.
Gejala yang timbul pada anak akibat adanya benda asing di hidung
adalah hidung tersumbat, rinore unilateral yang kental dan berbau. Dapat
disertai demam dan nyeri. Gejala lain bervariasi sesuai patogenesisnya.
Misalnya benda asing seperti karet busa, sangat cepat menimbulkan secret
yang berbau busuk. Baterai logam di dalam hidung dapat menimbulkan
keluhan rasa terbakar atau panas di hidung9.
Benda asing hidup yang terdapat di dalam hidung kebanyakan
menimbulkan sensasi benda yang bergerak-gerak. Epitaksis tanpa rasa nyeri
sering menjadi keluhan utama pada pasien dengan lintah di dalam
hidungnya9.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior, selain benda asing yang dapat
dilihat langsung, akan tampak edema dengan inflamasi mukosa hidung
unilateral, dan dapat terjadi ulserasi. Benda asing biasanya tertutup mukous
sehingga disangka sinusitis. Lintah biasanya sulit dilihat dengan rinoskopi
anterior, sehingga kadang memerlukan pemeriksaan endoskopi. Bila terlihat,
maka akan tampak benda asing berwarna coklat tua dengan perabaan lunak
dan melekat pada mukosa. Pada miasis, hidung tampak bengkak, kemerahan
di sekita mata dan sebagian muka atas. Mukosa hidung nekrotik, kadang-
kadang perforasi septum nasi, serta hidung berbau busuk9.
9. Penatalaksanaan
Benda asing pada hidung yang harus diperlakukan sebagai kasus gawat
sehingga harus dikeluarkan secepatnya antara lain baterai dan kapur barus.
Cara mengeluarkan benda asing di hidung ialah memakai pengait (hook)
yang dimasukkan ke dalam hidung bagian atas, menyusuri atap kavum nasi

14
sampai menyentuh nasofaring. Setelah itu pengait diturunkan sedikit dan
ditarik ke depan. Dengan cara ini benda asing akan ikut terbawa keluar.
Dapat juga menggunakan forsep alligator, cunam Nortman atau wire loop.
Bila benda asing berbentuk bulat, maka sebaiknya digunakan pengait yang
ujungnya tumpul12,13.
Cara lain yaitu dengan menggunakan kateter dengan balon ukuran 5 atau
6 F yang dimasukkan ke dalam hidung melewati benda asing yang
terperangkap, kemudian balon dikembangkan, sehingga benda asing
diharapkan akan keluar ke nares anterior dan mudah diekstraksi. Sebelum
tindakan dilakukan, terlebih dahulu diberikan fenilefrin 0,5% untuk
mengurangi edema mukosa dan lidokain topikal atau spray sebagai
analgetik. Hindari mendorong benda asing dari hidung kearah nasofaring
karena akan menyebabkan masuknya benda asing tersebut ke dalam laring
sehingga menyebabkan sumbatan saluran nafas13,14.
Benda asing hidup sebaiknya dimatikan terlebih dahulu dengan tetes
minyak parafin atau alkohol sebelum diangkat. Untuk lintah dapat
diteteskan tembakau. Untuk miasis hidung, dianjurkan pemberian reagen
tertentu (misalnya kloroform, premium) yang dapat melemahkan larva,
kemudian larva tersebut diambil satu per satu. Tindakan operatif dengan
melakukan nekrotomi merupakan tindakan alternatif lain yang dilakukan
dengan cara memberikan tetes kloroform terlebih dahulu14.
Pemberian antibiotik sistemik selama 5-7 hari hanya diberikan pada
kasus benda asing di hidung yang telah menimbulkan infeksi pada hidung
maupun sinus13,14.
10. Komplikasi
Perdarahan merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada corpus
alienum di hidung. Edema pada mukosa dapat menyebabkan obstruksi pada
drainase sinus dan tuba eustachius sehingga mengakibatkan sinusitis dan
otitis media akut. Rinolith dapat timbul bila benda asing bertahan selama
bertahun-tahun. Infeksi struktur jaringan di sekitar hidung juga dapat terjadi,
seperti selulitis periorbital, meningitis, epiglositis, difteri, dan tetanus14.

D. CORPUS ALIENUM PADA TENGGOROKAN

15
Aspirasi benda asing merupakan hal yang paling sering ditemukan dan
ditangani di unit gawat darurat. Secara statistik, presentase aspirasi benda
asing berdasarkan letaknya di hipofaring ssebesar 5%, laring/trakea 12 %
dan bronkus sebanyak 83%. Kebanyakan kasus aspirasi benda asing terjadi
pada anak usia < 15 tahun, 75% aspirasi benda asing terjadi pada anak usia
1 - 3 tahun. Benda asing di bronkus paling sering pada bronkus kanan,
karena bronkus kanan lebih besar, mempunyai aliran udara lebih besar dan
membentuk sudut lebih kecil terhadap trakea dibandingkan dengan bronkus
kiri15,16.
1. Anatomi dan Fisiologi saluran napas16

a. Saluran Nafas Atas


1) Hidung
Berfungsi :
a) Fungsi penghidu
b) Pernapasan
c) Penyaring debu
d) Kelembapan udara pernapasan

16
Rongga hidung terdiri atas :
a) Vestibulum yang dilapisi oleh sel submukosa sebagai proteksi
b) Dalam rongga hidung terdapat rambut yang berperan sebagai
penapis udara.
c) Struktur konka yang berfungsi sebagai proteksi terhadap udara luar
karena struktur yang berlapis
d) Sel silia yang berperan untuk melemparkan benda asing keluar
dalam usaha untuk membersihkan jalan napas.
2) Faring
Bagian faring dan fungsinya :
a) Nasofaring
(1) Ada saluran penghubung antara nasopharinx dengan telinga
bagian tengah yaitu tuba eustachiius dan tuba auditori.
(2) Ada pharingeal tonsil (adenoids), terletak pada bagian
posteriomasopharinx merupakan bagian dari jaringan
lymphatic pada permukaan posterior lidah
(3) Mempunyai efek respiratorik
b) Orofaring
(1) Bagian tengah faring antara palatum lunak dan tulang
hyoid. Reflek menelan berawal dari orofaring menimbulkan
dua perubahan, makanan terdorong masuk kedalam saluran
pencernaan.
(2) Mempunyai fungsi pencernaan makanan.
c) Laringofaring
Merupakan posisi terendah dari faring. Pada bagian
bawahnya, sistem respirasi menjadi terpisah dari sistem digestiv.
Makanan masuk ke bagian belakang, oesephagus dan udara
masuk ke arah depan masuk ke laring.
3) Laring
Fungsi utama laring adalah untuk terjadinya vokalisasi. Laring juga
melindungi jalan napas bawah dari obstruksi benda asing dan
memudahkan batuk.
4) Trakea
Trakea terdapat pada bagian oesephagus yang terentang mulai dari
cartilago cricoid masuk kedalam rongga thorax. Tersusun dari 16 20
cincin tulang rawan berbentuk huruf C yang terbuka pada bagian
belakangnya. Didalamnya mengandung epitel pseudostratified

17
columner cilia yang memiliki sel goblet untuk sekresi mukus.
Terdapat cilia yang memicu terjadinya reflek batuk/bersin.trakea
mengalami percabangan pada carina mebentuk bronchus kanan dan
kiri.
b. Saluran Nafas Bawah
1) Bronkus
2) Bronkiolus
3) Bronkiolus Terminalis
4) Bronkiolus respiratori
5) Duktus alveolar dan Sakus alveolar
6) Alveoli20.
2. Gejala Corpus Alienum didalam Saluran Nafas
Gejala sumbatan benda asing di dalam saluran nafas tergantung pada
lokasi benda asing, derajat sumbatan (total atau sebagian), sifat, bentuk dan
ukuran benda asing. Benda asing yang masuk melalui hidung dapat
tersangkut dihidung, nasofaring, laring, trakea dan bronkus.
Tiga stadium aspirasi benda asing yang menimbulkan gejala sebagai
berikut :
a. Stadium pertama, batuk-batuk hebat secara tiba-tiba (violent
paroxysms of coughing), rasa tercekik (choking), rasa tersumbat di
tenggorok (gagging) dan obstruksi jalan napas yang terjadi dengan
segera.
b. Stadium kedua, gejala stadium permulaan diikuti oleh interval
asimtomatis.
c. Stadium ketiga, telah terjadi gejala komplikasi dengan obstruksi, erosi
atau infeksi sebagai akibat reaksi terhadap benda asing sehingga
timbul batuk-batuk, hemoptosis, pneumonia dan abses paru18.
1) Benda Asing di Laring
Terjadi di antara pita suara, sub glotis dan dapat terjadi sumbatal total
maupun sumbatan sebagian.
a) Sumbatan total
Hal ini dapat menyebabkan keadaan gawat yang berakibat
asfiksia dalam waktu singkat. Memiliki gejala disfonia afonia,
apneu dan sianosis.
b) Sumbatan tidak total :
Sumbatan tipe ini memiliki gejala :
(1) Suara parau (disfonia)
(2) Afonia

18
(3) Batuk disertai sesak (croupy cough)
(4) Odinofagi, mengi, sianosis
(5) Hemoptisis
(6) Dispneu dengan derajat bervariasi
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala sumbatan laring yang dibagi
dalam 4 stadium (jackson).
a. Stadium pertama, cekungan sedikit pada inspirasi didaerah
suprasternal, kadang-kadang belum ada stridor
b. Stadium kedua, Cekungan di suprasternal dan epigastrium, stridor
mulai terdengar
c. Stadium ketiga, Cekungan terdapat di suprasternal, epigastrium,
intercostal dan supraclavicula. Stridor jelas terdengar dan pasien
tampak gelisah.
d. Stadium keempat, Cekungan bertambah dalam, sianosis, pasien
yang mula-mula gelisah mulai lemah dan akhirnya kesadaran
menurun.
2) Benda Asing di Trakea
Benda asing di trakea ini dapat menimbulkan gejala batuk yang
tiba - tiba berulang dengan rasa tercekik (choking), rasa tersumbat di
tenggorok (gagging), terdapat gejala patognomonik :
(a) Audible slap (batuk dengan mulut terbuka)
(b) Palpatory thud (teraba di trakea pars servikal)
(c) Asthmatoid wheeze ( bunyi saat ekspirasi inspirasi dengan
mulut terbuka )
(d) Tracheal flutter (getaran teraba pada benda asing yang kecil)
3) Benda Asing di Bronkus
Lebih banyak terjadi masuk ke dalam bronkus kanan. Gejala yang
ditimbulkan diantaranya :
(a) Sputum haemoragis
(b) Rasa logam / aroma khusus
(c) Emfisema, atelektasis
(d) Febris
(e) Dapat terlihat gambaran bronkiektasis, bronkopneumonia
dan abses paru
Jackson (1936) membagi sumbatan bronkus dalam 4 tingkat :
1. By-pass Valve Obstruction
a. Sumbatan sebagian
b. Udara dapat lewat waktu inspirasi dan ekspirasi tetapi
salurannya sempit bunyi napas (mengi)
c. Biasanya benda asing diam dan kecil

19
Penyebab :
a. Benda asing dalam bronkus
b. Penekanan bronkus dari luar
c. edema
d. Tumor intraluminer
2. Expiratory Check Valve Obstruction
a. Udara inspirasi dapat lewat
b. Udara ekspirasi terhambat (oleh karena kontraksi otot
bronkus)
c. Emfisema paru obstruktif
d. Benda asing diam
Penyebab :
a. Benda asing di bronkus
b. Edema dinding bronkus pada bronkitis
3. Inspiratory Check-Valve Obstruction
4. Inspirasi terhambat
5. Ekspirasi masih dapat terlaksana
6. Benda asing mobile
Penyebab :
a. Benda asing dalam bronkus
b. Mucous plug (gumpalan ingus)
c. Tumor yang berttangkai
4. Stop Valve Obstruction
a. Inspirasi dan ekspirasi terhambat
b. Terjadi atelektasis tanpa pneumothorax (udara yang sisa
diresorbsi)
Penyebab :
a. Benda asing menyumbat lumen
b. Trauma dinding bronkus dan peradangan berat 19.
3. Diagnosa Corpus Alienum didalam Saluran napas
a. Anamnesis
Gejala dan tanda sumbatan yang tampak fase awal (gejala sesaat
sesudah teraspirasi):
1) Batuk tiba-tiba
2) Rasa tercekik (choking)
3) Rasa tersumbat di tenggorokan ( gasping)
4) Menahan nafas (gagging)
5) Bicara gagap (sputtering)
6) Obstruksi jalan nafas yang terjadi segera
b. Pemeriksaan fisik
1) Fase asimtomatis :
a) Tanda dan gejala aspirasi benda asing berkurang / menghilang,
b) Refleks-refleks melemah akibat benda asing yang tersangkut.
2) Fase komplikasi
Tanda dan gejala sesuai lokasi tersangkutnya benda asing

20
a) Laring
(1) Batuk paroksimal
(2) Parau
(3) Disfoni-Afoni
(4) Sesak nafas
(5) Stridor inspirasi dan ekspirasi
(6) Retraksi otot pernafasan
(7) Gelisah
(8) Sianosis
b) Trakea
(1) Batuk hilang timbul
(2) Asthmatoid wheezing
(3) Palpatory thud
(4) Audible snap
(5) Dispnea
(6) Retraksi otot pernafasan
(7) Stridor ekspirasi
(8) Gelisah
(9) Sianosis
c) Bronkus
(1) Batuk tidak produktif hingga produktif
(2) Mengi (wheezing)
(3) Perkusi : normal / redup / hipersonor sisi ipsilateral
(4) Auskultasi : vesikuler / melemah hipersonorsisi ipsilateral
c. Pemeriksaan radiologi leher-thorax
1) Benda asing radioopak/metal selanjutnya dilakukan foto polos PA dan
leteral (dapat dilakukan segera)
2) Benda asing radiolusen dapat dilakukan foto rontgen setelah 24 jam
( untuk mengetahui adanya atelektasis/ emfisema)
3) Video fluoroscopy
(a) Cara terbaik melihat saluran napas keseluruhan
(b) Evaluasi saat inspirasi dan ekspirasi
(c) Adanya obstruksi parsial
Jika 1 tahapan disamping menunjukkan hasil positif dilanjutkan
pemeriksaan endoskopi
d. Pemeriksaan endoskopi (diagnosa pasti)
1) Laringoskopi
2) Bronkoskopi
(a) bronkoskop kaku
(b) bronkoskop fleksibel
4. Penatalaksanaan
Penanggulangan pada obstruksi saluran nafas atas pada prinsipnya
supaya jalan napas lancar kembali.

21
a. Tindakan konservatif : pemberian antiinflamasi, amti alergi, antibiotika
serta pemberian oksigen intermitten yang dilakukan pada obstruksi
laring stadium 1.
b. Tindakan operatif/resusitasi : memasukkan pipa endotrakeal melalui
mulut (intubasiorotrakea) atau melalui hidung (intubasinasotrakea),
membuat trakeostoma yang dilakukan pada obstruksi laring stadium
ii,iii, atau melakukan krikotirotomi yang dilakukan pada obstruks laring
stadium IV.

Untuk menanggulangi obstruksi saluran napas atas :


a. Intubasi
Intubasi dilakukan dengan memasukkan pipa endotrakeal lewat mulut
atau hidung. Intubasi endotrakea merupakan tindakan penyelamatan dan
dapat dilakukan tanpa atau dengan analgetika.
1) Membantu ventilasi
2) Memudahkan mengisap sekret dari traktus trakeobronkial.
3) Mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut atau berasal dari
lambung.
b. Laringotomi (Krikotirotomi)
Laringotomi dilakukan dengan membuat lubang pada membran
tirokrikoid (krikotirotomi).
c. Trakeostomi
Merupakan suatu tindakan bedah dengan mengiris atau membuat
lubang sehingga terjadi hubungan langsung lumen trakea dengan dunia
luar untuk mengatasi gangguan pernapasan atas.
d. Perasat Heimlich
Suatu cara mengeluarkan benda asing yang menyumbat laring secara
total atau benda asing yang berukuran besar yang terletak di hipofaring.
Prinsip perasat Heimlich adalah memberikan tekanan pada paru-paru17,18.
Pada perasat Heimlich lakukanlah tekanan ke dalam dan ke atas
rongga perut sehingga menyebabkan diafragma terdorong ke atas. Tenaga
dorongan ini akan mendesak udara dalam paru-paru ke luar. Tata cara
pelaksanaannya adalah penolong berdiri dibelakang penderita sambil
memeluk badannya. Tangan kanan dikepalkan dengan bantuan tangan
kiri, kedua tangan diletakkan pada perut bagian atas, kemudian dilakukan

22
penekanan rongga perut ke arah dalam dan ke atas dengan hentakan
beberapa kali18.

e. Back blow
1) Pada pemeriksa yang sadar.
Penderita disuruh membatukkan keluar benda asing tersebut,
Lakukan tiga sampai empat kali pukulan punggung diikuti tiga sampai
lima kali hentakan abdomen atau dada dan ulangi usaha-usaha
pembersihan. Tindakan terakhir yang masih dapat kita lakukan adalah,
krikotiroidotomi, dan ini hanya dapat dilakukan oleh tenaga terlatih18.
2) Pada bayi :
a) Pegang bayi dengan muka menghadap ke bawah
b) Topang dagu dan leher dengan lutut dan satu tangan.
c) Lakukan pemukulan ringan pada punggung secara lembut antara
kedua tulang belikat.
5. Komplikasi
a. Infeksi paru
b. Bronkiektasis
c. Asma. 19

E. Corpus Alienum di Esofagus


1. Anatomi Dan Fisiologi Esofagus
Esofagus merupakan bagian saluran cerna yang menghubungkan
hipofaring dengan lambung. Bagian proksimalnya disebut introitus
esophagus yang terletak setinggi batas bawah kartilago krikoid atau setinggi
vertebre servical VI. Di dalam perjalanannya dari daerah servikal,
esophagus masuk ke dalam rongga toraks. Di dalam rongga toraks,
esophagus berada di mediastinum superior antara trakea dan kolumna

23
vertebra terus ke mediastinum posterior di belakang atrium kiri dan
menembus diafragma setinggi vertebre torakal X dengan jarak kurang dari 3
cm di depan vertebra. Akhirnya esophagus ini sampai di rongga abdomen
dan bersatu dengan lambung di daerah kardia.
Berdasarkan letaknya esophagus dibagi dalam bagian servikal, torakal
dan abdominal. Esofagus menyempit pada tiga tempat. Penyempitan
pertama bersifat sfingter setinggi tulang rawan krikoid pada batas antara
esophagus dengan faring, yaitu tempat peralihan otot serat lintang menjadi
otot polos. Penyempitan terakhir terletak pada hiatus esophagus diafragma
yaitu tempat esophagus berakhir pada kardia lambung. Otot polos pada
bagian ini murni bersifat sfingter. Inervasi esophagus berasal dari dua
sumber yaitu saraf parasimpatis nervus vagus dan saraf simpatis dari
serabut-serabut ganglia simpatis servikalis inferior, nervus torakal dan
nervus splangnikus.23

24
Gambar Anatomi esofagus

2. Definisi Corpus Alineum di Esofagus22


Benda asing esophagus adalah benda yang tajam ataupun tumpul atau
makanan yang tersangkut dan terjepit di esophagus karena tertekan, baik
secara sengaja maupun tidak sengaja.
Peristiwa tertelan dan tersangkutnya benda asing merupakan masalah
utama anak usia 6 bulan sampai 6 tahun, dan dapat terjadi pada semua umur
pada tiap lokasi di esophagus, baik di tempat penyempitan fisiologis
maupun ptologis dan dapat pula menimbulkan komplikasi fatal akibat
perforasi.
3. Etiologi dan Faktor Predisposisi 22,23
Secara klinis masalah yang timbul akibat benda asing esophagus dapat
dibagi dalam golongan anak dan dewasa. Penyebab pada anak antara lain,
anomaly congenital termasuk stenosis kongenital, web, fistel
trakeoesofagus, dan pelebaran pembuluh darah.
Faktor predisposisi antara lain :
a Belum tumbuhnya gigi molar untuk dapat menelan dengan baik
b Koordinasi proses menelan dan sfingter laring yang belum sempurna
pada kelompok usia 6 bulan sampai 1 tahun.
c Retardasi mental

25
d Gangguan pertumbuhan dan penyakit-penyakit neurologik lain yang
mendasarinya.
e Pada orang dewasa tertelan benda asing sering dialami oleh pemabuk
atau pemakai gigi palsu yang kehilangan sensasi rasa (taktil sensation)
dari palatum, pada pasien gangguan mental dan psikosis.
Faktor predisposisi lian ialah adanya penyakit-penyakit esophagus yang
menimbulkan gejala disfagia kronis, yaitu esofagitis refluks, striktur pasca
esofagitis korosif, akhalasia, karsinoma esophagus atau lambung, cara
mengunyah yang salah dengan gigi palsu yang kurang baik pemasangannya,
mabuk (alkoholisme) dan intoksikasi (keracunan).
22,23
4. Epidemiologi
Mati lemas karena sumbatan jalan nafas (suffocation) akibat tertelan atau
teraspirasi benda sing, merupakan penyebab ketiga kematian mendadak
pada anak dibawah umur 1 tahun dan penyebab kematian keempat pada
anak usia 1-6 tahun (National Safety Council 1984). Morbiditas dan
mortalitas yang tinggi tergantung pada komplikasi yang terjadi. Benda asing
di esophagus sering ditemukan di daerah penyempitan fisiologis esophagus.
Benda sing yang bukan makanan kebanyakan tersangkut di servikal
esophagus, biasanya di otot krikofaring atau arkus aorta, kadang-kadang di
daerah penyilangan esophagus dengan bronkus utama kiri pada sfingter
krdio esophagus. 70% dari 2394 kasus benda asing esophagus ditemukan di
daerah servikal, dibawah sfingter kriko faring, 12 % didaerah hipofaring dan
7,7% didaerah esophagus torakal. Dilaporkan 48% kasus benda sing yang
tersangkut di daerah esofagogaster menimbulkan nekrosis tekanan atau
infeksi lokal. Pada orang dewasa benda asing yang tersangkut dapat berupa
makanan atau bahan yang tidak dapat dicerna seperti biji buah-buahan, gigi
palsu, tulang ikan, atau potongan daging yang melekat pada tulang.
22,23
5. Patogenesis
Ketika benda asing masuk ke oesofagus, dapat membentuk suatu
peradangan pada esophagus dan menimbulkan suatu efek trauma pada
esophagus. Kemudian menimbulkan suatu edema yang menimbulkan rasa

26
nyeri. Efek lebih lenjut adalah terjadi penumpukan makanan, rasa penuh di
leher dan kemudian dapat mengganggu sistem pernafasan sebagai akibat
trauma yang juga mempengaruhi trakea, dimana trakea memiliki jarak yang
dekat dengan esophagus.
22,23
6. Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, dengan gejala dan
tanda, pemeriksaa radiologik dan endoskopik. Tindakan endoskopik
dilakukan untuk diagnostik dan terapi.
Diagnosis tertelan benda asing, harusnya dipertimbangkan pada setiap
anak dengan rasa tercekik (choking), rasa tersumbat di tenggorok
(gangging), batuk, muntah. Gejala ini diikuti dengan disfagia, berat badan
menurun, demam, gangguan pernafasan. Harus diketahui dengan baik
ukuran, bentuk dan jenis benda asing, dan apakah mempunyai bagian yang
tajam.
7. 22,23
Manifestasi Klinis
Gejala sumbatan tergantung pada ukuran, bentuk, jenis benda asing,
lokasi tersangkutnya komplikasi yang timbul dan lama tertelan. Mula-mula
timbul nyeri didaerah leher, kemudian timbul rasa tidak enak didaerah
substernal atau nyeri di punggung. Terdapat rasa tercekik, gejala permulaan
benda asing esophagus adalah rasa nyeri di daerah leher bila benda asing
tersangkut di servikal.
Bila benda asing tersangkut di esophagus distal, timbul rasa tidak enak di
substernal atau nyeri di punggung. Gejala disfagia bervariasi tergantung,
pada ukuran benda asing, disfagia lebih berat bila telah terjadi edema
mukosa yang memperberat sumbatan sehingga timbul rasa sumbatan
esophagus yang persisten, gejala yang lain adalah odinofagia, hipersalivasi,
regurgitasi dan muntah, kadang-kadang mudah berdarah. Nyeri di punggung
menunjukkan adanya tanda perforasi atau mediastinitis. Gangguan napas
dengan gejala dispneu, stridor dan sianosis terjadi akibat penekanan trakea
atau benda asing.
8. 22,23
Pemeriksaan Fisik

27
Terdapat kekakuan local pada leher bila benda asing terjepit akibat edema
yang timbul progresif . Bila benda asing ireguler menyebabkan perforasi
akut, didapatkan tanda-tanda pneumo-mediastinum, emfisema leher dan
pada auskultasi terdengar suara getaran di daerah pre cordial dan inter
scapula.
Bila terjadi mediastinitis, tanda efusi pleura unilateral atau bilateral dapat
dideteksi. Perforasi langsung ke rongga pleura dan pneumothoraks jarang
terjadi tetapi dapat timbul sebagai komplikas tindakan endoskopi.
Pada anak-anak terdapat gejala nyeri atau batuk, disebabkan oleh aspirasi
ludah atau minuman. Pada pemeriksaan fisik ditemukan ronkhi, wheezing,
demam, abses leher atau tanda empisema subkutan. Tanda lanjut, berat
badan menurun dan gangguan pertumbuhan. Benda asing yang terdapat di
daerah servikal esophagus dan bagian distal krikofaring, dapat menimbulkan
obstruksi saluran napas dengan stridor karena menekan dinding trakea
bagian (posterior trachea esophageal party wall)
22,23
9. Komplikasi
Laserasi mukosa perdarahan, perforasi local dengan abses leher atau
mediastinitis. Perforasi dapat menyebabkan selulitis local, dan fistel
esofagus. Benda asing bulat atau tumpul dapat menimbulkan perforasi
sebagai akibat sekunder dari inflamasi kronik dan erosi. Jaringan granulasi
disekitar benda asing timbul bila benda asing berada di seofagus dalam
waktu yang lama.
Gejala dan tanda perforasi esophagus servikal dan torakal oleh karena
benda asing atau alat, antara lain emfisema subkutis atau mediastinum,
krepitasi di daerah leher atau dada, pembengkakan leher, kaku leher, demam
dan menggigil, gelisah, nadi dan pernapasan cepat, nyeri yang menjalar ke
punggung, retrosternal dan epigastrium. Bila terjadi perforasi ke pleura
dapat menimbulkan pneumothoraks atau pyotoraks.

22,23
10. Pemeriksaan Penunjang

28
a Pemeriksaan radiologi berupa foto polos esofagus servikal dan torakal
anteroposterior dan lateral harus dilakukan pada semua pasien yang
diduga tertelan benda asing.
b Esofagogram pakai barium enema dilakukan untuk benda asing
radiolusen akan memperlihatkan filling defect persistent. Pemeriksaan
ini sebaiknya tidak dilakukan untuk benda asing radioopak, karena
densitas pada bahan asing sama dengan zat kontras, sehingga akan
menyulitka penilaian ada tidaknya benda asing.
c Xeroradiografi dapat menunjukkan gambaran penyangatan
(enhancement) pada daerah pinggir benda asing.
d CT Scan dapat menunjukkan gambaran inflamasi dan jaringan lunak
e MRI dapat memperlihatkan semua gambaran semua keadaan patologik
esophagus.
11. Penatalaksaan 22,23
Dilakukan esofagoskopi dengan memakai cunam yang sesuai agar benda
asing tersebut dapat dikeluarkan. Kemudian dilakukan esofagoskopi ulang
untuk menilai kelainan-kelainan esofagus yang telah ada sebelumnya. Untuk
benda asing tajam yang tidak bisa dilakukan dengan esofagoskopi harus
segera dilakukan pembedahan sesuai lokasi benda asing tersebut, yaitu
servikotomi, torakotomi atau esofagotomi.
Bila dicurigai perforasi kecil, segera dipasang pipa nasogaster agar
pasien tidak menelan dan diberikan antibiotic dan analgetik berspektrum
luar selama 7-10 hari agar tidak terjadi sepsis. Benda asing tajam yang telah
masuk ke dalam lambung dapat menyebabkan perforasi di pylorus. Oleh
karena itu perlu dilakukan evaluasi sebaik-baiknya untuk mendapatkan
tanda perforasi dini. Bila letak benda asing menetap selama 2x24 jam maka
benda asing tersebut harus dikeluarkan secara pembedahan (laparatomi).

29
Gambar Koin dalam esophagus pada foto Rontgen AP

Gambar Koin dalam esophagus pada foto Rontgen lateral

Gambar Koin dalam esophagus pada pemeriksaan endoskopi

30
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP

Benda asing adalah masalah yang lazim pada bidang THT, khususnya pada
bidang THT anak, seringkali diikuti berbagai komplikasi, beberapa mengalami
keparahan. Pada tahun awal kehidupan anak mengalami penjelajahan dan
interaksi dengan lingkungan. Ketika anak mulai dapat merangkak dan berjalan,
anak mulai berinteraksi dengan banyak benda yang biasanya anak suka
memasukan benda-benda tersebut ke dalam lubang mulut, telinga, hidung, dan
sampai tenggorokan.
Pada pasien dewasa masalah benda asing biasanya terjadi akibat
kesengajaan atau tidak sengaja yang biasanya dapat diakibatkan oleh serangga,
ataupun benda asing lainnya. Karena benda asing bisa menjadi suatu keadaan
yang darurat maka perlu segera dilakukan tindakan untuk mengangkat benda
asing tersebut. Namun terkadang terjadi kesulitan dalam pengangkatan benda
asing dalam THT. Pengangkatan benda asing bergantung pada faktor-faktor dari
benda asing sendiri, dokter yang kompeten dengan alat-alat yang memadai, dan
kerjasama dari pasien.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Medical dictionary. Corpus Alienum. http://medical-


dictionary.thefreedictionary.com/Corpus+alienum.
2. Junizaf MH. Benda Asing di Saluran Napas. In: Soepardi EA, Iskandar N.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher
edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 259-65.
3. Boies. Penyakit Telinga Luar. Buku Ajar Penyakit Telinga, Hidung,
Tenggorokan, ed 6, Alih Bahasa Dr. Caroline Wijaya, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta, 1994: 78 - 80. 28.
4. Maqbool M. Shambaugh GE. Surgery of the Ear, 4h ed, Tokyo ; WB
Saunders Company, 1990:5-7,210-1.
5. Wright A. Anatomy and Ultrastructure of the Human Ear, Basic Science,
Dalam : Scott- Brown's Otolaryngology, 6"' ed, Vol I, Oxford ; Butterworth-
Heinemann Ltd, International Editions : 1/1/1 - /11.
6. Heim SW, Maughan KL. Foreign Body in the Ear, Nose, and Throat.
University of Virginia School of Medicine, Charlottesville, Virginia. Am
Fam Physician. 2007, Oct 15; 76(8): 1185-89
7. Cunha JP. Objects or insects in Ear.
http://www.medicinenet.com/objects_or_insects_in_ear/article.htm.
8. Soepardi, E. A., dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala-Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
9. Ballenger J. 2002. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok dan Kepala Leher.
Edisi 13. Jilid II. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
10. Junizaf, M. H. 2008. Benda Asing di Saluran Napas. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
11. Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
12. George, L., Adams. 1997. BOEIS : Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga
Hidung Tenggorok. Edisi 6. Jakarta: EGC
13. Rukmin, S., Herawati, S., 1999. Teknik Pemeriksaan Telinga Hidung
Tenggorok. Jakarta: EGC

32
14. Fischer, J.I., et al. 2013. Nasal Foreign Bodies. http:
http://emedicine.medscape.com/article/763767
15. Perkasa, M.F., 2009. Ekstraksi Benda Asing Laring (Rotan) dengan
Neuroleptic Anesthesia. Medicinus , 22(2): 58-60.
16. Junizaf, M.H., 2001. Benda asing di saluran napas. Dalam: Soepardi, E.A.,
danIskandar, N., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher, edisi kelima, Balai penerbit FK UI, Jakarta, 218-23
17. Oswari J. Corpus Alienum di Hidung: Ludman H. Petunjuk Penting pada
Penyakit THT. Hipokrates. Jakata, : 13-19
18. Ballenger J. Penyakit THT dan kepala leher. Ed.13. jlid II. FKUI. Jakarta.
2007, H:305-325
19. Heim SW, Maughan KL. Foreign Body in the Ear, Aose, and
Throat. UniVersity of Virginia School of Medicine, Charlottesville,
virginia. Am Fam Phisician 2007, oct 15 . 76 (8)
20. Seely S, Tate. 2004. Anatomy and Physiology, Sixth Edition, The
McGrawHill companies.
21. Munter DW. Gastrointestinal Foreign Bodies in Emergency medicine.
22. Yunizaf M. Benda Asing di Esofagus. In: Soepardi EA, Iskandar N. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher edisi
6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 301.
23. Adams GL., Penyakit Jalan Nafas Bagian Bawah, Esofagus dan
Mediastinum : Buku Ajar Penyakit THT. Ed Keenam EGC

33

Anda mungkin juga menyukai