Anda di halaman 1dari 26

Pendahuluan

Koma adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak sadarkan diri. Banyak cara yang
bisa menyebabkan terjadi koma bisa saja karena trauma bisa juga karena oleh penyakit
tertentu. Penyakit tertentu itu misalnya saja diabetes mellitus yang akan kita bahas pada kasus
ini. Banyak orang yang mengartikan diabetes sebagai kadar gula darah yang tinggi padahal
diabetes sendiri mempunyi 2 tipe berbeda. Diabetes mellitus dan diabetes insipidus
merupakan tipe dari kedua diabetes. Diabetes insipidus merukan suatu keadaan dimana
berkurangnya sekresi dari hormon vasopresin/ADH yang dihasilkan oleh hipotalamus dan
disimpan pada hipofisis posterior. Diabetes mellitus merupakan suatu sindrom homeostasis
gangguan energi yang disebabkan oleh defisiensi insulin atau oleh defisiensi kerjanya dan
mengakibatkan metabolisme karbohidrat , protein dan lemak tidak normal. 1 Diabetes mellitus
juga dibagi dalam 3 kelompok yaitu diabetes mellitus tipe 1, tipe 2 dan tipe lain. Diabetes
mellitus umumnya juga melibatkan orang-orang yang berusia lebih dari 40 tahun, namun juga
didapatkan adanya diabetes mellitus pada anak, umumnya diabetes mellitus tipe 1. Diabetes
mellitus tipe 1 disebut juga tipe juvenille. Penyakit diabetes mellitus tipe 1 bisa memberikan
gejala ringan sampai dengan koma akibat penimbunan benda keton dalam tubuh.

Pada skenario, kita didapatkan laki-laki usia 5 tahun dibawa ke UGD dengankeluhan
semakin bingung sejakbeberapa jam yang lalu, dan diapatkan penurunan berat badan sejak 3
kg sejak beberapa minggu yang lalu, kemudian didapatkan anak menjadi cepat lelah ,
meradsa cepat haus, sering miksi, ngompol pada malam hari. Pada skenario ini kita akan
membahas satu persatu mulai anamnesis terarah, pemeriksaan fisik dan penunjang apa yang
perlu dilakukan, kemudian penanganan pada kasus ini seperti apa kemudian menentukan
prognosis. Dari hasil diskusi kami hipotesis sementara kami adalah koma ketoasidosis.
Dalam makalah ini kita akan cari tahu apa dari sebab ketoasidosis ini dan gejala apa yang
diberikan.

1
Pembahasan

Anamnesis

Seperti biasa pada bagian anamnesis dilakukan secara keselurahan dan terarah,
keseluruhan dimulai dari keluhan utama, keluhan penyerta, riwatat penyakit dahulu, riwayat
penyakit keluarga, sosial dan ekonomi dan riwayat minum obat pasien tersebut. Pada
skenario didapatkan keluhan utama dari ibu pasien tersebut adalah menjadi bingung sejak
beberapa jam yang lalu dan keluhan lain yang didapatkan adalah penurunan berat badan 3 kg
sejak beberapa minggu yang lalu, kemudian menjadi cepat lemah, cepat haus, buang air kecil
yang sering. Dari keluhan diatas perlu kita tekankan pada buang air kecil yang berlebihan,
dari keluhan diatas kita bisa melihat beberapa gejala klasik yang didapatkan pada penyakit
diabetes mellitus yaitu; mudah lelah, pengeluaran urin yang berlebihan dan minum banyak
yang digambarkan dengan rasa cepat haus. Ada 1 hal yang perlu ditanyakan juga apakah anak
tersebut jadi bertambah nafsu makannya. Setelah itu kita beranjak pada riwayat penyakit
dahulu, pada diabetes mellius bisa disebabkan oleh infeksi virus yang membuat antibodi
dalam tubuh biasanya diabetes mellitus tipe 1 , umumnya anak yang menderita diabetes
mellitus tipe 1 pernah mengalami riwayat parotitis, infeksi rubella, dan koksakievirus. Pada
riwayat keluarga bisa kita tanyakan bahwa adakah sebelumnya dalam anggota keluarga yang
mengalami seperti yang dialami pasien tersebut karena diabetes mellitus juga berhubungan
dengan warisan genetik. Dan juga tanyakan apakah sebelumnya sudah melakukan
pengobatan tertentu.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada skenario ini umunya sama, mulai dari pada keadaan umum
pasien, kesadaran pasien, tanda-tanda vital, dan pemeriksaan khusus. Pemeriksaan khusus
dilihat dari keadaan pasien yang sedang dehidrasi. Pada pasien dengan dehidrasi bisa kita
lihat pada turgor pada kulit, dan juga capillary refill yang menunjukan kekurangan cairan.
Pada skenario didapatkan tugor kulit yang menurun dan capillary refill lebih dari 4 detik.
Hasil pemeriksaan fisik tersebut menandakan bahwa anak terseput mengalami dehidrasi.
Kemudian pada kesadaran pasien dilaporkan bahwa pasien telah mengalami penurunan
kesadaran atau anak menjadi bingung. Pada skenario juga dilaporkan anak tersebut
mengalami pernafasan cepat dan dalam yang menjadi tanda khas pada asidosis metabolik.
Kembali pada dehdirasi, pada pemeriksaan fisik kita juga harus menentukan pada anak

2
tersebut dehidrasi tingkat berapa, hal ini akan berpengaruh pada penanganan rehidrasi pada
pasien tersebut.

Pemeriksaan Penunjang

Pada skenario tidak dilaporkan berapa hasil pemeriksaan glukosa serum puasa dan
sewaktu, tetapi dilihat dari gejala seperti pilidipsi dan poliuria, menjadi gejala khas pada
diabetes mellitus dan diperkirakan bahwa gula darh anak tersebut tinggi.

Kadar Glukosa Darah

Tabel 1. Kadar glukosa darah untuk patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl) 2

Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu

Plasma vena <110 110-199 >200

Darah Kapiler <90 90-199 >200

Kadar glukosa darah puasa

Plasma vena <110 110-125 >126

Darah Kapiler <90 90-109 >110

TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral)

Kadar glukosa serum puasa normal adalah 70 sampai 100 mg/dL. Hiperglikemia
didefinisikan sebgaia kadar glukosa puasa yang lebih tinggi dari 110 mg/dL, sedangkan
hipoglikemia bila kadarnya lebih rendah 110 mg/dL. Glukosa difiltrasi oleh gomerolus ginjal
dan hampir semuanya direarbsosi oleh tubulus ginjal selama kadar glukosa dalam plasma
tidak melebihi 160 sampai 180 mg/dL. Jika konsentrasi konsentrasi serum naik melebihi
kadar ini, glukosa tersebut akan dikeluarkna bersama urin dan keadaan disebut glukosuria.3

3
Kemampuan seorang untuk mengatur kadar glukosa plasma agar tetap dalam batas-batas
normal dapat ditentukan melalui tes (1) kadar glukosa serum puasa, (2) respon glukosa serum
terhdap pemeberian glukosa. Mempertahan glukosa puasa normal bergantung pada produksi
hepar, ambilan glukosa jaringan perifer dan hormon yang mengatur metabolisme glukosa.
Kegagalan fungsi ini menyebabkan peningkatan atau penurunan kadar glukosa puasa. Pada
pasien dengan diabetes melitus kadar glukosa serum menjadi abnormal setelah diagnosis
ditetapkan. Meode yang lebih sensitif untuk mengetahui adanya kelainan dalam metabolisme
glukosa adalah pengukuran kadar glukosa darah setelah suatu pemberian beban glukosa.
Indiidu non diabetik yang memakan glukosa menunjukan kenaikan kadar glukosa plasma
sementara yang memicu sekresi insulin dan pembuangan glukosa yang diperantai insulin
akan kembali ke keadaan normal. Tes tradisional yang digunakan untuk menilai bunagan
glukosa adala tes toleransi glukosa oral. Tes ini digunakan untuk diagnosis diabetes awal
secara pai, namun tes ini tidak dibutuhkan untuk penapisan dan sebaiknya tidak dilakukan
pada pasien dengan manifestasi hiperglikemik. Pada TTGO, kadar glukosa serum diukur
sebelum dan sesudah mengkonsumsi 75 g glkosa. Kadar glukosa diukur setiap setengah jam
selama 2 jam setelah pemberian glukosa. Pada keadaan sehat, kadar glukosa puasa individu
yang dirawat jalan dengan toleransi glkosa normal adalah 70 hingga 110 mg/dL. Setelah
pemberian glukosa, kadar glukosa akan meningkat pada awalnya namun akan kembali ke
keadaan semula dalam waktu 2 jam. Kadar glukosa serum yang kurang dari 200 mg/dL
seteah setngah jam,1 dan 1 setenga jam pemberian glukosa dan kurang dari 140 mg/dL
setelah 2 jam ditetapkan sebagai nila TTGO normal.3

Diagnosis Kerja

Koma Ketoasidosis et causa Diabetes mellitus tipe 1

Epidemiologi

Survei diamerika serikat menunjukan bahwa prevalensi diabetes pada anak umur
sekolah adalah sekitar 1,9 dalam 1000. Namun, frekuensinya sangat berkorelasi saat
meningkatnya usia; data yangada menunjukan kisaran 1 dalan 1,430 pada anak usia 5 tahun
sampai 1 dalam 360 pada anak usia 16 tahun. Data pada prevalensi dan insiden dalam
hubungannya dalam latar belakang ras atau etnik menunjukan kisaran hampir 30 kasus baru
tiap tahunnya pada 100.000 populasi difinlandia sampai 0,8 dakam 100.000 populasi di

4
jepang. Laki-laki dan wanita hampir secara sama terkena, tidak ada korelasi kasus yang nyata
terhadap status sosio ekonomi. Puncak terjadi pada 2 kelompok usia. Pada usia 5-7 tahun dan
pada masa pubertas. Puncak pertama sesuaidengan dengan waktu meningkanya pemajanan
terhadap agen infeksi yang terjadi bersamaan dengan tahun ajaran sekolah; yang kedua sesuai
dengan ertumbuhan ceat pubertas yang diinduksi oleh stroid gonad dan hormon pertumbuhan
pubertas yang meningkat yang mengantagonis kerja insulin dan karena stres emosi yang
menyertai pubertas. Kemungkinan sebab akibat ini masih harus dibukikan. Ariasi siklik
musiman dan jangka lama terjadi pada insiden diabetes mellitus tergantung insulin. Kasus
yang baru tampak diketahui lebih sering pad bulan-bulan musim semi dan musim dingin
dibelahan bumi utara dan selatan. Variasi musim paling tampak pada usia remana. Upaya
untuk mengkaitkan pola siklik jangka panjang dengan insiden parotitis epidemik atai infeksi
virus lain ketika ievaluasi selama 4 thun kebelakanga tidak berhasil. Namun ada peningkatan
insiden diabets yang pasi pada anak dengan rubella kongenital. Kaitan idengan infeksi virus
ini menunjukan kemungkinan peran virus sebagai pemicu langsung atau tidal langsung
mekanisme pada etiologi diabetes.1

Etiologi dan Patogenesis

Diabetes bentuk ini terjadi akibat destruksi autoimun sel beta. Bentuk diabetes 1A
yang parah dan memerlukan insulin biasanya terjadi pada anak dan remaja, tetapi penyakit
autoimun ini juga dapat bermanifestasi pada orang dewasa dalam bentuk yang lebih ringan,
mula-mula sebagai bentuk yang tidak tergantung insulin. Pasien tipe 1A yang masih muda
bergantung pada insulin untuk kelangsungan hidupnya, yang menjadi dasar penamaan lama
diabetes melitus dependen insulin. Tanpa, insulin mereka menderita penyulit metabolik yang
parah, seperti ketoasidosis dan koma. Terdapat tiga mekanisme yang saling kait yang
berperan dalam desruksi sel islet: kerentanan genetik, autoimunitas, dan gangguan
lingkungan. Perkiraan rangkaian peristiwa yang melibatkan ketiga mekanisme ini: (1)
kerentanan genetik berkaitan dengan alel spesifik MHC kelas II da lokus geneik lain yang
menyebabkan seseorang rentan terhadap sel beta islet; (2) reaksi autoimun timbul secara
spontan dipicu atau (3) suatu kejadian dilingkungan yang mengubah sel beta sehingga sel ini
menjadi imunogenik. Diabetes muncul setelah sebagian sel beta rusak.4

Kerentanan genetik

Diabetes melitus tipe A1 paling sering terjadi pada keturunan eropa utara. Penyakit ini
jauh lebih jarang pada kelompok ras lain, termasuk kulit hitam, spanyol, amerika asli dan

5
asia. Diabetes dapat timbul dalam suatu keluarga. Sekitar 6% keturunan dari orang dengan
diabetes tipe 1A mengalami penyakit yang sama. Namun, lebih dari 80 % kasus baru terjdi
tanpa riwayat penyakit dalam keluarga dan di antara kembar identik angka concorance (yaitu
2 kemba yang terkena) hanya 40%. Oleh karena itu, baik faktor genetik maupun lingkungan,
kemungkinan besar berperan penting.4

Pemindahan terhadap genom telah mengungkapkan bahwa banyak- pada sebagian


hingga 20- regio kromosom yang mengatur kerentanan terhadap diabetes tipe 1A. Dari lokus
ini, yang paling banyak diketahui adalah keterkaitan dengan kromosom 6p21, yang gen MHC
kelas II-nya (HLA-DP,-DQ,-DR) terpetakan. Lokus ini, disebut IDDM1, membentuk sekitar
45% dari kerentana genetik terhadap penyakit ini. Perlu dicatat bahwa gen dalam regio ini
menentukan kerentanan dan resistensi terhadap diabetes tipe 1A. Didalam regio MHC kelas
II, keterkaitan penyakit terkuat adalah dengan alel spesifik gen HLA-DQA1 dan HLA-DQB1.
Analisis terhadap alel resiko tinggi HLA-DQA1 dan HLA-DQB1 menunjukan adanya profil
molekul yang sama: alel tersebut mengkode mengkode suatu asam amino lain aspartat di
posisi 57 pada rantai beta moleku HLA. Analisis struktur kristal terhadap molekul MHC kelas
II mengisyaratkan bahwa asam aspartat diposisi ini penting untuk membentuk alur pengikat
peptida di molekul HLA-DQ sehingga mempengaruhi peptida antigenik mana yang berkaitan
dengan molekul ini. Selain dengan gen HLA-DQ , kerentanan terkait MHC lainnya
ditentukan oleh alel HLA-DRB1 tertentu. Seperti telah disinggung molekul MHC kelas II
tertentumenimbulkan proteksi terhadap diabetes, yang pelu dicatat, proteksi bersifat lebih
dominan daripada kerentanan. Salah satu contoh gen kelas II yang protektif adalah spesifitas
HLA-DR2 tertentu . berbeda dengan alel kerentaan, semua alel protektif memiliki sebuah
aspartat diposisi 57 pada rantai beta. Mekanisme bagamana gen HLA-DR atau HLA-DQ
memengaruhi kerentanan terhadap diabetes tipe 1A masih belum jelas. Telah banyak
diketahui bahwa reseptor sel T di limfosit T CD4+ mengenali antigen hanya setelah fragmen
peptida antigen berikatan dengan molekulMHC kelas II di permukaan sel penyaji antigen.
Kemungkinan bahwa variasi genetik pada molekul MHC kelas II yang memengaruhi celah
pengikatan antigen memungkinkan penyajian antigen- diri ke sel T CD4+ autoreaktif. Oleh
karena itu, gen MHC kelas II dapat memengaruhi derajat responsivitas imunterhadap
autoantigen sel beta pankreas, atau suatu autoantigen beta disajikan dalam suatu cara yang
mendorong reaksi imunologik abnormal. Terdapat beberapa gen non-MHC yang juga
menyebabkan kerentanan terhadap diabetes tipe 1A. Namun, efek gen ini jauh lebih kecil,
dan gen ini hanyaberperan jika terdapat genotipe kerentanan MHC kelas II.4

6
Autoimunitas

Meskipun onset klinis diabetes melitus tipe A1 bersifat mendadak pada kenyataan
penyakit ini terjadi akibat serangan autoimun kronis terhadap sel beta yang biasanya
berlangsung bertahun-tahun sebelum onset klinis penyakit. Manifetasi klasik penyakit terjadi
belakangan, setelah lebih dri 90% sel beta rusak. Beberapa pengamatan layak dan diberi
komentar. Infiltra peradangan penuh limfosit sering intens , sering diamati pada islet pasien di
awal perjalan klinis penyakit. Infiltrat terutama terdiri dari limfosit T CD8+, dengan limfosit
T CD4+ dan makrofag dalam jumlah bervariasi. Selain itu limfosit T dari hewan yang sedang
sakit dapat memindahkan diabetes ke hewan normal, yang menegaskan peran penting
autoimunitas yang diperantai oleh sel T pada diabetes tipe 1. Sel beta islet mengalmai
kerusakan secara selektif, semetara sel tipe lain tidak rusak. Limfosit CD8+ sitotoksi
tampaknya merusak islet melali pengeluaran granula sitotolsi dengan memicu apoptosis yang
diperantarai oleh Fas. Auroantibodi terhadap antigen sel islet menunjukan resiko terjangkit
diabetes tipe A1. Berbagai autoantibodi tersebut muncul sedini usia 9 bulan dan terdapat 80
persen pasien dengan diabetes onset baru. Diantara antigen intrasel yang menjadi sasaran
autoantibodi adalah asam glutamat dekarboksilasi, insulin dan beberapa protein sioplasma
lainnya. Selain itu, sering ditemukan respons sel T darah perifer terhadap antigen sasaran ini.
Tidak terdapat bukti bahwa autoiantibodi ini menyebabkan cedera sel beta. Autoantibodi ini
mungkin timbul akibat kerusakan yang diperantai oleh sel T. Anggota keluarga asimptomatik
dari pasien dengan diabetes tipe 1A membentuk autoantibodi sel islet beberapa bulan sampai
tahun sebelum mereka memperlihatkan gejala klinis diabetes. Sekitar 10% hingga 20% orang
yang mengidap diabetes juga menderita penyakit autoimun spesifik organ lain, seperti
tiroiditis hashimoto, peyakit seliak, penyakit graves, penyakit addison atau anemia pernisiosa.
Pada kenyataan, insidensi autoimunitas tiroid sedemikian tinggi sehingga pasien dengan
diabetes tipe 1A secara rutin diperiksa fungsi tiroidnya.4

Secara singkat banyak bukti yang menunjukan bahwa autoimunitas dan cedera yang
diperantai oleh sel merupakan penyebab lenyapnya sel beta pada diabetes tipe 1A ini.
Memang, terapi imunomodulatorik dan imunosupresif telah dibuktikan dapat menghilangkan
diabetes tipe 1A ini pada heawan percobaan dan anak dengan penyakit ini. Saat ini sedang
dilaksanakan uji klinis bear yang melibatkan anggota keluarga yang berisiko untuk menguji
efektivitas modulasi imun dalam mencegah penyakit ini.4

7
Faktor Lingkungan

Jika dianggap kerentanan genetik mempermudah terjadinya destruksi sel islet secara
autoimun, apa yang memicu reaksi autoimun? Serangan lingkungan dapat memcu
autoimunitas engan merusak sel beta. Pengamatan epidemiologis mengisyaratkan bahwa
virus dapat menjadi pemicu. Kecenderungan diagnosis kasus baru yang bersifat musiman
sering sesuai dengan prevalensi infeksi virus biasa. Beberapa virus dilaporkan berkaitan
dengan diabets tipe 1A, termasuk coxsackievirus B, parotis, campak, rubella dann
mononukleosis infeksious. Meskipun beberapa virus bersifat tropik sel beta, cedera yang
disebabkan oleh virus jarang cukup parah untuk menyebabkan diabets melitus. Bagaimana
infeksi virus berperan dalampatogensis masih belum jelas dan memang masih kontroersial.
Menurut salah satu pandangan virus memicu penyakit melalui mimkri molekular. Dalam
skenario ini timbul respons imun terhadap suatu protein virus yang memiliki sekuensi asam
amino yang sama dengan protein sel beta, secara khusus sel T, reaktif terhadap peptida GAD
yang memiliki beberapa sekuensi yang sama dengan protein coxcksakievirus dapat ditemukan
pada pasien diabetes tipe A1. Menurut pandangan yang lain, virus tidak memicu autoimuitas,
tetapi memperkuat kumpulan sel T autoraktif yang sudah ada. Dalam skenario ini infeks virus
pada sel iset memicu respons peradangan sel lokal yang menghasilkan sitokin. Sitokin ini
kemudian mengaktifkan atau memperbanyak sel T autoreaktif. Ini disebut bystander effect.
Yang penting dalam hipotesis ini anggapan bahwa virus atau agen lingkungan lain tidak
memicu penyakit, tetapimemodulasinya berbulan-bulan dan bertahun tahunsebelum
munculnya diabetes klinis. Secara singkat walaupun tidak diragukan lagi bahwa faktor
lingkungan penting untuk timbulnya diabetes autoimun, cara kerja ini belum jelas. Melalui
suatu cara yang belum diketahui, faktor tersebut berperan membantu erosi imunologis sel
beta pada orang yang latar belakang genetiknya, terutama dalam kaitannya dengan antigen
MHC kelas II, kondusif bagi terjadinya autoimunitas.4

Patofisiologi

Pengrusakan progresif sel-sel beta menyebabkan defisiensi insulin, hormon anabolik


utama. Sekresi normalnya dalam responsnya terhadap makanan dimodulasi dengan sangat
baik oleh mekanisme neuron, hormon dan terkati-substrat yang saling mempengaruhi untuk
memungkinkan penyusunan terkendali bahan makanan yang tertelan sebagai energi untuk
penggunaan yang segera atau yang akan datang; mobilisasi energi selama keadaan puasa
tergantung pada keadaan insulin plasma yang rendah. Dengan demikian, pada metabolisme

8
normal, ada perubahan yang teratur antara keadaan anabolik insulin tinggi sesudah makan,
dan keadaan puasa, katabolik insulin rendah yang mempengaruh tiga jaringan utama: hati,
otot dan jaringan lemak. Diabetes mellitus tipe 1, ketika ia berkembang, menjadi keadaan
katabolik insulin rendah permanen dimana makanan tidak berbalik tetapi agak meningkatkan
proses katabolik ini. Penting untuk menekankan bahwa hati lebih sensiti daripada otot atau
lemak terhadap kadar insulin tertentu; yaitu produksi glukosa endogen dari hati melalui
glikogenolisis dan glukoneogenesis dapat ditahan pada kadar insulin yang tidak sepenuhnya
memperbesar penggunaan glukosa oleh jaringan perifer. Akibatnya dengan kegagalan insulin
progresif, manifestasi awalnya adalah hiperglikemik sesudah makan, hiperglikemik puasa
menunjukan produksi glukosa endogen yang berlebihan dan manifestasi lambat yang
menggambarkan defisiensi insulin berat.1

Meskipun defisiensi insulin merupakan defek primer, beberapa perubahan sekunder


yang melibatkan hormon stres (epinefrin, kortisol, hormon pertumbuhan dan glukagon.)
memercepat dan memperbesar jumlah dan besarnya dekompensasi metabolik. Peningkatan
kadar plasma hormon kontraregulaor memperbesar kekacauan metabolik karena gangguan
sekresi insulin(epinefrin) lebih lanjut dengan melawan kerjanya dan dengan meningkatkan
glikogenolisis, glukoneogenesis, lipolisis dan ketogenesis sementara menurunkan pengunaan
glukosa dan clereance glukosa . dengan defisiensi insulin yang proresif, produksi glukosa
yang berlebihan dan gangguan penggunaanny menyebabkan iperglikemia dengan glukosuria
bila ambang nilai ginjal sebesar 180 mg/dl dilampaui. Akibat diuresis osmotiknya
menghasilkan poliuria, kehilangan elekrolit urin, dehidrasi dan polidipsia kompensatoir.
Manifestasi yang berkembang ini, terutama dehidrasi, merupakan stres fisiologi,
mengakibatkan hipersekresi epinefrin, glukagon, kortisol dan hormon pertumbuhan yang
memperbesar dan mengabadikan kecacuan metabolik dan mempercepat dekompensasi
metabolik. Stres aku karena trauma dan infeksi juga dapat mempercepat dekompensasi
metabolik menjadi ketoasidosis pada diabetes yan sedang berkembang atau yang sudah
mantap. Hiperosmolaritas biasanya dijumpai sebagai akibat dari hiperglikemia progresif.
Turut membantu simtomatologinya, terutama penumpulan otak pada ketoasidosis diabetes.
Pertimbahan osmolaritas serum mempunyai keterkaitan oenting pada terapi ketoasidosis
diabetik. Kombinasi defisensi insulin dan peningkatan nilai plasma hormon kontraregulator
juga menyebabkan lipolisis yang dipercepat dan sinstesis lipid yang terganggu, dengan akibat
kadar peningkatan kadar lipid total, kolestrol, trigliserida dan asam lemak bebas plasma.
Keadaan hormon yang saling mempengaruhi defiseinsi insulin dan kelebihan glukagon

9
menyimpangkan asam lemak bebas kedalam pembentukan benda-benda keton; kecepatan
pembentukan benda-benda keton ini terutama beta hidroksi butirat dan aseto aseta, melebihi
kapasitas penggunaan perifernya dan ekresi ginjal. Akumulasi asam keton ini menyebabkan
asidosis metabolik dan pernafasan cepat dan dalam sebagai kompensasi dalam upaya
mengekresikan co2 lebih . aseton, yang dibentuk oleh konveri asetoasetat nonenzimatis,
menyebabkan bau pernafasan khas buah. Keton dieksresikan dalam urin bersamaan dengan
katio dan dengan demikian meningkatkan lebih lanjut kehilangan air dan elektrolit. Pada
dehidrasi progresif, asidosis, hiperosmolaritas dan penurunan penggunaan oksigen otak,
kesadaran menjadi teganggu dan penderita menjadi koma. Dengan demikian, defisiensi
insulin menghasilkan keadaan katabolik yang berat, keadaan lapar yang diperbesar dimana
semua tanda klinis awal dapat dijelaskan berdasarkan perubahan-perubahan yang diketahui
pada metabolisme intermedier yang diperantai oleh defisiensi inslin bersama dengan
kelebihan hormaon kontraregulator adalah sekunder, keparahan dan lama gejala
menggambarkan luasnya insulinopenia primer.1

Manifestasi Klinis

Tanda klasik diabetes pada anak adalah riwayat poliuria, polidipsia, polifagia dan
turunya berat badan. Lama gejala ini bervariasi tetapi sering kurang dari 1 bulan. Kunci untuk
adanya poliuria mungkin mulainya eneurusis pada anak-anak yang dilatih buang air
sebelumnya. Mulainya secara diam-diam dan ditandai dengan lesu, lemah dan turunnya berat
badan juga sangat lazim. Turunya berat badan walaupun masukan diet bertambah dapan
dengan mudah diterangkan dengan ilustrasi berikut: Rata-rata anak usia 10 tahun yang sehat
membutuhkan masukan kalori harian 2.000 kalori atau lebih, darinya sekitar 50 persen
berasal dari karbohidrat. Dengan perkembangan diabetes , kehilangan air dan glukosa harian
dpat menjadi masing-masing sebanyak 5 L dan 250 gram. Ini menggambarkan kehilangan
1000 kalori dalam urin atau 50 persen rata-rata masukan kalori harian. Karenya, walaupun
masukan makanan dan air kompensatoir anak meningkat, kalorinya tidak dapat digunakan,
kehilangan kalori berlebihan berlanjut, dan dan terjadinya katabolisme dan turunnya berat
badan.1

Infeksi kulit bernanah dan vaginitis monilia pada gadis umur belasan tahun kadang-
kadang timbul pada waktu diagnosis diabetes. Infeksi ini jarang merupakan manifestasi klinik
satu-satunya pada anak, dan riwayat yang teliti akan selalu menunjukan adanya poliuria dan
polidipsia. Ketoasidosis menyebabkan tanda awal banyak (sekitar 25persen) anak diabetes.

10
Manifestasi awal mungkin masih ringan dan terdiri atas muntah, poliuria dan dehidrasi. Pada
kasus yang lebih lama dan berat, adanya pernafasan Kussmaul dan ada bau aseton pada
pernafasannya. Nyeri atau kekakuan perut dapat ada atau menyerupai appendisitis atau
pankreatitis. Terjadi kelumpuhan otak akhirnya koma. Temuan-temuan laboratorium lain
seperti glukosuria, ketonuria, hiperglikemia,ketonemia dan asidosis meabolik. Leukositosis
adalah lazim dan amilase serum non spesifik , lipase serum biasanya tidak meningkat. Pada
mereka dengan nyeri perut, nyeri tidak boleh dianggap bahwa emuan ini merupakan bukti
perlunya adanya pembedahan sebelum masa terapi cairan, elektrolit, insulin yang sesuai telah
dicoba untuk mengkoreksi dehidrasi dan asidosis; manifestasi tersebut dapat hilang setelah
beberapa jam pengobatan tersebut.1

Ketosidosis diabetik harus dibedakan dari asidosis dan/atau koma karena sebab-sebab
lain; penyebab ini meliputi hipoglikemia, uremia, gastroentritis dengan asidosis metabolik,
asidosis laktat, intoksikasi salisilat, ensefalitis dan lesi intrakranium lain. Ketosidosis diabetik
ada bila erdapat hiperglikemia (glukosa lebih dari 300 mg/dL), ketonemia (keton sangat
positif pada lebih besar dari pengenceran serum 1:2), asidosis (pH kurang dari7.30 dan
bikarbonat kurang dari 15 mEq/L), glukosuria dan ketonuria selain tanda-tanda klinis yang
sudah diuraikan. Faktor-faktor yang mempercepat, bahkan untuk tanda awal, meliputi stres
seperti trauma, infeksi, muntah dan gangguan psikologis. Episode ketoasidosis berulang pada
diabetes yang telah mapan, sering menggambarkan kesalahan yang lambat pada dosis insulin
yang dianjurkan atau respon stress yang luar biasa menunjukan gangguan psikologis dan
kadang-kadang merupakan alasan untuk dihilangkan dari lingkunga rumah yang dianggap
sebagai stress atau tidak dapat diterima. Ketoasidosis diabetik juga harus dibedakan dari
koma hiperosmolar non ketotik.1

Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan


glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam
lemak bebas diserati pembentukan benda keton. Peningkatan keton dalam plasma
mengakibakan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan
asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakinbatkan diuresis
osmotik dengan hasila khir dehidrasi dan kehilangan elektrolit, pasien dapat mengalami
hipotensi dan mengalami syok. Akhirnya akibat penurunan penggunaan oksigen otak pasien
akan mengaami koma dan meninggal .3

11
Ketoasidosis Diabetes

Ketoasidosis diabetes adalah sutu keadaan dekompensasi metabolik yang parah akibat
diaebets melitus. Keadaan ini ditandai oleh produksi benda keton dan asam keto berlebihan
yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik, biasanya disertai oleh hipoglikemia. KAD
adalah gangguan metabolik paling serius pada Diabetes Mellitus Dipenden Insulin dan
merupakan penyebab kematian tersering pada anak diabetes, encegah KAD adalah tujuan
utama dalam prnatalaksanaan jangka panjang DMDI, dan sebagian besar orang beranggapan
bahwa kekambuhan KAD pada pasien yang sudah diketahui pengidap diabetes merupakan
kegagalan pengobatan. Pada KAD terjadi gangguan metabolisme protein, lemak, dan
karbohidrat . KAD mencerminkan suatu keadaan defisiensi insulin mutlak atau relatif disertai
peningkatan berlebihan hormon stress atau pengimbang. Meningkatnya hormon pengimbang
dengan kompensatorik insulin yang tidak meningkat, menyebabkan meningkatnya lopilisis
dan ketogenesis; hal ini meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam darah, ketosis, dan
asidosis metabolik. Asam lemak bebas diserap oleh hati, tepat asam tersebut diesterifikasi
menjaditrigliserida dan dioksidasi menjadi benda keton. Kadar glukagon yang biasa
meningkat selama evolusi KAD, meningkatnya ketogensis di hati dengan mengaktifkan
kelompok enzim kartinin asil-transferase di membran mitokondria. Kerja glukagon
tampaknya berperan penting dalam pembentukan KAD, Inhibisi pembebasan glukagon
dengan pemberian infusan somatostatin secara mencolok memperlambatnya timbulnya KAD
selama penghentian insulin secara akut pada penderita DMDI. 5

Ketoasidosis diabetes paling baik bila didefinisikan berdasarkan pada adanya asidosis
metabolik yang disebabkan oleh ketosis dan tidak hanya berdasarkan pada hiperglikemia.
Tanda utama KAD adalah ketosis, ketonuria, asidosis metabolik dan dehidrasi. Ketosis dan
asidosis metabolik ikut berperan dalam menyebabkan terjadinya gangguan elektrolit dan
muntah, yang tersering terjadi pada DKA dan bersifat parah. Pada keadaan defisiensi insulim,
meningkatnya kadar hormon pengimbang juga merangsang produksi glukosa melalui
glikogenolisis dan glukoneogenesis, kadar glukosa darah biasanya meningkat pada penderita
DKA. Seiring dengan meningkatnya kadar glukosa darah, jumlah glukosa yang muncul
dalam ultrafiltrat glomerolus melebihi kemampuan tubulus proksimal ginjal untuk meresorbsi
sehingga terjadi glukosuria. Dengan terus meningkatnya kadar glukosa darah, terjadi
peningkatan glukosuria hingga laju pengeluaran glukosa melalui urine setara dengan laju
pembentukan glukosa. Saat hal ini terjadi, kadar glukosa darah mungkin stabil dalam kisaran
400-600 mg/dL. Derajat hiperglikemia ini menyebabkan terjadinya diuresis osmotik.

12
Bersama dengan berkurangnya asuan cairan dan muntah, hal ini menyebabkan terjadinya
dehsidrasi. Saat dehidrasi buruk sampai ke tahap mengurangi laju filtrasi glomerolus, jumlah
glukosa yang difiltrasi menurun sehingga pengeluaran glukosa melalui urine menurun dan
kadar glukosa darah semakin meningkat kesuatu kadar stabil yang dapat melebihi 600-800
mg/dL. Dengan demikian, hiperglikemiaberat mengesankan bahwa pasien dehidrasi berat
disertai penurunanan GFR atau baru mendapat sejumlah besar karbohidrat atau glukosa tanpa
pelindungan glukosa yang memedai. Ketoasidosis diabetes yang parah terjadi apabila
defisiensi insulin dan kelebihan hormon pengimbang menyebabkan ketosis dan asdosis yang
sering doisertai oleh muntah dan penurunan asupan cairan serta hiperglikemia disertai dengan
diuresisosmotik, dehidrasi dan menurunnya fungsi ginjal.5

Kelainan elektrolit selalu terjadi pada DKA . diuresis osmotik yang dipicu glukosa
pada KAD menyebabkan berkurangnya resorpsi natrium dan air oleh tubulus distal ginjal dan
keluarnya natrium dan air secara berlebihan. Natrium dan kalium juga dieksresikan bersama
keto. Pada KAD, konsentrasi natrium serum biasanya rendah akibat perpindahan osmotik air,
yang dipicu oleh hiperglikemia dari kompartemen intrasel ke komparten ekstrasel. Penurunan
kadar natrium serum akibat pengenceran ini diperkirakan sebesar 1,6 mEq/L untuk setiao
peningkatan glukosa 100 mg/dL glukosa darah diatas kisaran normal. Hal ini berarti bahwa
untuk kadar glukosa darah 800 mg/dL, kadar natrium serum diperkirakan berkurang sebesar
11,3 mEq/L menjadi sekitar 125-130mEq/L. Pengeluaran kalium selama KAD dapat cukup
besar dan sering terjadi deplesi kalium. Kehilangan kalium ini disebabkan oleh ekresi kalium
melalui urine bersama dengan asam keto dan oleh efek menigkatnya kadar aldosteron akibat
dehidrasi. Namun, karena asidosis meningkatkan perpindahan kalium dari ruang ruang
intrasel ke ekstrasel, maka kalium serum pada awal KAD sering meningkat atau normal.
Dengan demikian, konsentrasi kalium serum yang terukur bukan merupakan indikator yang
handal untuk menentukan status kalium tubuh. Pengeluaran fosfat melalui urine juga
meningkat selama KAD akibat asidosis dan hiperglikemia.5

Gangguan asam basa pada KAD bersifat khas untuk asidosis metabolik. Tanpa adanya
ganguan susunan saraf pusat atau paru, akan terjadi kompensasi pernapasan disertai
hiperventilasi. Pada awal perjalanan KAD, yang terjadi adalah penurunan Pco2, asidosis
metabolik dengan kompensasi respiratorik dan pH yang sering norma. Namun, seiring
semakin parahnya KAD akan terjadi asidosis yang lebih berat dan kemudian pH menurun.
Setiap penederita diabetes dengan hiperglikemia disertai keton dalam urine harus diangap
sebagai KAD. KAD bentuk ringan mungkin hanya memerlukan cairan oral, insulin dan

13
perhatian petunjuk saat sakit untuk penatalaksanaan diabetes. Namun KAD harus dianggap
parah bila terdapat nyeri abdomen, muntah dehidrasi, pernafasan cepat dan dalam atau
gangguan status mental. Diagnosis KAD juga harus dipertimbangakn pada setiap ana yang
baru mengalami gejala ini, terutama apabila sebelumnya sudah memperihatkan gejaa klasik
diabetes. Penyakit ini sering dijumpai pada KAD berat, sehingga nyeri abdomen, muntah,
pernafasan kussmaul dapat dikacaukan dengan penyakit medis atau bedah termasuk
gastroentritits, ineksi saluran kemih atau pielonefritis, pankreatitis, pneumonitis dan asma. 5

Kejadian pencetus KAD, antara lain adalah diagnosis DMDI baru, tidak mendapat
insulin secara sengaja atau tidak disengaja, infeksi, pankreatitis, trauma, stress psikologis dan
emosi (terutama pada remaja). Pada setia kasus KAD harus dilakukam pemeriksaan untuk
mencari faktor pemicu dan bila ditemukan, faktor tersebut harus diterapi . KAD adalah suatu
enyakit yang mengancam jiwa dna apabila terjadi berulang, maka harus lebih agresif
melakukan pemeriksaan untuk mencari etiologi serta intervensi preventif. Anak yang
diketahui atau dicuragai menderita KAD dan dibawa kerumah sakit atau klinik harus
dianggap sakit kritis sampai selesai melakukna evaluasi lengkap dan terbukti tidak menderita
penyakit tersebut. Derajat asidosis dan ketidak seimbangan metabolik sering kali lebih parah
dibandingkan dengan yang ditunjukkan oleh gejala klinis. Evaluasi dan intervensi awal harus
dilakukan untuk maemastikan keadekuatan fungsi ventilasi dan kardiovaskolar dan menilai
status mental. Layanan penunjang yang memadai harus juga tersedia untuk memenuhi segala
kebutuhan pasien, dan bila tidak tersedia, pasien harus segera dipindahkan ke fasiltas yang
mneyediakan layan-layanan tersbut. Penderita KAD berat harus dirawat dalam suatu fasilitas
yang dilengkapi oleh alat untuk memantau tanda vital, pemeriksaan kadar glukosa darah di
bangsal, asuhan keperawatan uang terampil dan analisis elektrolit serum dalam gas darah 24
jm. Pada kasus KAD bert pasien harus dirawat inap, dan disiapkan akses ke unit perawatan
intensif pediatrik atau medis. Kasus KAD yang lebih ringan kadang dapat ditangani dirumah
atau perawatan singkat diunit darurat.5

Tatalaksana

Penatalaksanaan diabetes mellitus tergantung insulin dapat dibagi menjadi 3 fase


tergantung pada tanda awal: diabetes dengan ketoasidosis; masa pascaasidosis atau transisi
untuk penentuan pengendalian metabolik; dan fase lanjutan bimbingan anak diaebetes dan
keluarganya. Setiap fase ini mempunyai tujuan tersendiri, meskipun pada prakteknya mereka
bergabung menjadi suatu kelanjutan. Untuk tujuan-tjuan penatalaksanaan, masa transisi

14
sesuai dengan penderita yang datang dengan poliuria , polidipsia dan kehilangan berat badan
tanpa dekompensasi biokimia terhadap ketoasidosis.5

Ketoasidosis

Tujuan segera terapi adalah menambah volume intravaskular; perbaikan kekurangan


cairan, elektrolit dan status asam basa dan mulai terapi insulin untuk memperbaiki
metabolisme antara. Pengobatan harus diberikan segera diagnosis klinis ditetapkan dengan
adanya hiperglikemia dan ketonemia. Penentuan pH dan elektrolit darah harus dilakukan.
Elektrokardiogram bermanfaat untuk memberikan penentuan yang cepat adanya
hiperkalemia. Jika sepsis diduga sebagai faktor mempercepat , biakan arah harus diambil
untuk pemeriksaan adanya bakteri atau leukosit. Lembaran alir untuk merekam secara
kronologis kecepatan dan komposisi masukan cairan, curah urin, jumlah insulin yang
diberikan dan nilai asam basa elektrolit darah adalah paling bermanfaat.1

Terapi Cairan dan Elektrolit

Penambahan volume intravaskuler yang berkurang dan koreksi kurangnya cadangan


cairan dan elektrolit adalah paling penting pada pengobatan ketoasidosis diabetik. Namun
harus ditekankan bahwa insulin eksogen sangat penting untuk menghentikan dekompensasi
metabolik lebih lanjut dan untuk memperbaiki metabolisme antara.1

Dehidrasi biasanya sekitar 10%, terapi cairan awal didasarkan pada perkiraan ini,
dengan penyesuaian lebih lanjut bersama dengan data klinis dan laboratorium. Cairan hidrasi
awal harusnya salin isotonis (0,9%). Karena hiperglikemik, hiperosmolaritas adalah universal
pada KAD; dengan demikian, salin 0,9%adalah isotonis dibanding dengan osmolaritas serum
penderita. Penurunan osmolaritas diharapkan bertahap karena pernurunan yang terlalu cepat
dihubungkan dengan terjadinya edema otak, salah satu komplikasi utama dari dibetes pada
anak. Karena alasan yang sama, kecepatan pergantian cairan disesuaikan dengan hanya
memberikan hanya 50-60% defisit yang diperkirakan dalam 12 jam pertama; sisanya 40-50%
diberikan selama 24 jam berikutnya. Juga pemerian glukosa (5% persen larutan dalam 0,2 N
salin) diberikan ketika kadar glukosa darah mendekati 300 mg/dL agar membatasi penurunan
osmolaritas serum dan mengurangi berkembangnya edema otak.1

Pemberian kalium harus dimulai awal. Kalium tubuh total sangat berkurang selama
asidosis, walaupun kadar kalium serum normal atau meningkat. Sementara kalium berpindah
dari tempat intraseluler ke ekstraseluler selama asidosis, sebaliknya terjadi pada koreksi

15
asidosis, terutama ketika insulin eksogen dan glukosa tersedia dalam sirkulasi. Pergeseran
kalium ini kembali keruang-ruang intraseluler dapat menyebabkan hipokalemia yang
mengancam kehidupan. Karenanya, setelah pergantian cairan awal sekita 20 ml/kg salin
isotonis 0,9% diberikan,kalium harus ditambahkan pada infusan berikutnya jika jumlah urin
cukup; kemudian kadar kaliu harus dimonitor secara berkala. EKG memberikan penilaian
cepat kadar kalium serum, gelombang T runcing pada hiperkaleia dan rendah disertai
gelombang U pada hipokalemia. Karena kekurangan kalium total tidak dapat diganti dalam
pengobatan awal 24 jam, penambahan kalium harus diteruskan selama cairan diberian secara
intravena. 1

Hampir tidak dapat dihindari bahwa penderita akan mendapat kelebihan klorida, yang
dapat menambah asidosis, namun, luasnya asidosis dapat dikurangi dengan fosfat, yang juga
berkurang bermakna dalam KAD. Lagi pula, fosfat bersama dengan dalah sangat penting
untuk pembentukan 2,3 difosfogliserat yang mengatur kurva disosiasi oksigen.1

Terapi Insulin

Semua penderita KAD mengalami defisiensi insulin yang mutlak atau reltif; pasien
harus diberi insulin eksogen. Insulin membalikan keadaan katabolik pemecahan protein dan
lipolisis,serta menekan pembentukan benda keton dan asam keto. Setelah pembentukan
berlebihan asam berhenti, badan-badan keton keudian dikeluarkan melalui eksresi urin
sehingga asidosis akan terkoreksi. Insulin juga akan menurunkan kadar glukosa darah yang
menghambat glikogenolisis dan glukoneogenesis serta dengan merangsang penyerapan dan
oksidasi glukosa. Insulin dalam darah bekerja secara efektif tanpa bergantung pada rute
pemebriannya. Rute pemberian insulin yang dianjurkan bergantung pada keadaan klinis dan
lingkuo perawatan. Untuk KAD ringan, terutama diperkirakan yang tidak membutuhkan
cairan intravena, jelas dapat digunakan insulin subktis(0,25 unit/kg setiap 3-4 jam). Sehingga
jelaslah para pasien ini sebaiknya berobat pada awal perjalan penyakit mereka sebelum
diperlukan pemeberian terapi intravena. Untuk KAD berat, rute pemberian yang dianjurkan
adalah infus intravena insulin kontinu, walaupun insulin subkutis dan intramuskulus juga
efektif. Pada kasus yang dipersulit oleh syok hipotensi atau gangguan perfusi jaringan, hanya
insulin insulin intravena yang dapat digunakan karena penyerapan insulin subkutis dan
intramuskular terganggu. Insulin reguler(kerja-cepat) merupakan preparat yang utama
digunakan dalam penatalaksanaan KAD dan satu-satunya insulin yang hars diberikan secara
intravena atau intra muskular. 5

16
Metode infus vena dosis rendah terus menerus, dimana dosis utama 0,1 U/kg insulin
reguler diikuti dengan infus konstan 0,1 U/kg/jam. Metode ini efektif, sederhana dan secra
fisologis muda dimengerti dan telah diterima luas sebagai metode pemberian insulin yang
dipilih selama KAD. Cara ini memberikan kadar insulin yang terus mantap dalam plasma
yang mendekati puncak yang dicapai pada individu normal selama uji toleransi glukosa oral.
Agaknya, kadar mantap yang sama dicapai dalam tingkat seluler dan memungkinkan respon
metabolik mantap tanpa fluktuasi yang terjadi pada injeksi insulin sebentar-sebentar. Terapi
insulin denganmetode intravena dosis rendah terus-menerus:1 Dosis pertama- injeksi bolus
0,1U/kg insulin reguler IV yang diikuri segera dengan infus IV terus menerus 0,1U/kg/jam
insulin reguler yang mulai dengan jam kedua. Petunjuk untuk melakukan infus
insulin:tambahkan 50U insulin reguler pada 500 ml salin isotonis. Alirkan 50 ml melalui pipa
untuk membasahi tempat-tempat pengikat insulin. Untuk penderita dengan berat 30 kg, infus
pada kecepatan 30 ml/jam. Bila kadar glukosa darah mendekati 300mg/dL, lanjutkan infus
insulin dengan kecepatan yang dikurangi atau tambah glukosa pada infusan sampai asidosis
etabolik membaik, kemudian terapi insulin dengan injeksi subkutan 0,2-0,4 U/Kg insulin,
interval 6 jam.1

Setelah infus insulin berjalan, kecepatannya harus disesuaikan berdasarkan respons


terhadap terapi. Apabila tidak ada perbaikan pH, kesenjangan anion, konsentrasi bikarbonat
atau konsentrasi glukosa plasma dalam 2-3 jam pertama, laju pemberian insulin dapat
digandakan. Namun, jarang diperlukan kecepatan yang lebih tinggi dari 0,1 unit/kg/jam.
Kadar glukosa darah semstinya turun pada pengelolaan KAD akibat ekspansi vi=olum dan
pemberian insulin. Ekspansi volume menurunkan kadar gula darah dengan memperbesar
ruangan cairan ekstrasel serta memulihkan LFG dan meningkatkan pengeluaran glukosa
melalui urin. Selama ekspansi volume, konsentrasi glukosa daran dapat turun dengan cepat,
200-400 mg/dL/jam. Selain oleh ekspansi volume, glukosa plasma akan semakin menurun
oleh insulin yang menghampat prosuksi glukosa oleh hati serta menigkatkan penyerapan dan
oksidasi glukosa. Setlah ekspansi olume awal, pemerian insulin yang memadai seyogyanya
menurunkan konsentrasi glukosa sebesar sektar 1-2 mg/dL/menit (60-120 mg/dL/jam).5

Kadar glukosa darah akan lebih cepat normal dibandingkan asidosis. Berbagai upaya
harus dilakukan untuk mestabilkan glukosa plasma mendekati ambang ginal. Hal ini akan
mengurangi pengeluaran cairan melaui urine akibat diuresis osmotik dan mengurangi risiko
terjadinya hiopglikemia. Dengan demikian saat kadar glukosa daran 250mg/dL haru
ditambahkan dekstrosa 5% kedalam cairan rehidrasi IV. Apabila tindakan ini gagal untuk

17
menstabilkan gula darah, dapat digunakan konsentrasi dektrosa yang lebih tinggi atau dengan
kecepatan infus insulin yang dikurangi sampai asidosis terkoreksi. Dan jangan dikurangi
sampai dibawah 0,5 unit/kg/jam. Insulin intravena biasanya dilanjutkan sampai pasien dapat
menoleransi cairan oral dengan baik, kelainan elektrolit terkoreksi, bikarbonat serum lebih
tinggi dari 15mEq/l dan asidosis reda. Pada saat hidarasi melalui rute oral dan dapat
dilakukan konversi insulin lewat subkutis. Namun, karena insulin dalam darah singkat sekitar
5-7 menit, infus insulin jangan diberhentikan sampai sekitar 30 menit setelah pembrian
insulin subkutis.5

Terapi Bikarbonat

Kebutuhan pemebrian bikarbonat selama terapi KAD pada anak masih


diperedebatkan. Bikarbonat jarang diberikan kecuali bila pH darah awal berkurangdari 7,0.
Anak yang menderita ketoasidosis berat biasanya pulih tanpa dapat pengobatan bikarbotan
dan umumnya resiko potensial bikarbonat lebih besar dari manfaatnya. Resiko tersebut
mencakup hipokalemia, asidosis hipoksia SSP, hipernatremia dan alkalosis rebound.
Bikarbonat dosis bolus harus dihindari dan bila kta menggunakan bikarbonat maka
pemberian zat tersebut hars diberikan secara hati hati sebagai infus 1-2mEq/kg selama 24
jam. Apabila akan digunakan natrium bikarbonta, konsentrasi salin dalam cairan rehidrasi
sebaiknya diturunkan untuk menghindari pemeriaan natrium yang berlebihan. Pemberian
bikarbonat jarang perlu dilanjutkan setelah 2-3 jam pertama dan bikarbonat jelas harus
dihentikan apabila pH meningkat melebihi 7,1 atau HC03 vena meningkat melebihi 10
mEq/L.5

Penatalaksanaan Jangka Panjang DMDI Pada Anak

Penatalaksanaan jangka-panjang diabetes pada masa kana-kanak semstinya bertujuan


spesifik. Tujuan dan prioritas dari tiap tiap tujuan yang perlu diusahakan secara agresif
berbeda dari satu pasien ke pasien lain. Empat tujuam pertama jelas bersifat primer dan harus
diusahakan pada setiap anak diabetes. Namum, tujuan-tujuan ini biasanya dpat dicapai tanpa
normalisasi kadar glukosa darah. Seberapa besar upaya untuk menormalkan kadar glukosa
darah perlu disesuaikan bagi tiap-tiap pasien. Hipoglikemia simtomatik yang parah
kemungkinan besar menimbulkan masalah pada sebagian besar dan akan membatasi
emampuan kita untuk menormalkan kadar glukosa darah pada banyak pasien. Hipoglikemia
lebih berbahaya pada neonatus dan anak karena ketidakmampuan mengenali dan berespons
terhadap gejala hipoglikemia dan karena adanya resiko kerusakan otak jangka panjang atau

18
bahkan permanen. Oleh karena itu normalisasi kadar glukosa darah tinggi sering kali
dianggap sebagai tujuan yang kurang sesuai pada kellompok pediatrik. Namun hasil dari the
Diabeties control and Compilation Trial (DCCT) DAN THR Stockholm Diabetes
Intervention Study , bersama dengan semakin banyaknya data epidemiologis keterkaitan
penyulit mikrovaskular, makrovaskulardan neuropatik dengan kurangnya pengendalian
metabolik akan mengubah reomendasi-rekomendasi ini. Dampak studi semacam DCCT akan
dibahas lebih terperinci dibawah ini, tetapi membaiknya keadaan glikemia dan bahkan
normalisasi kadar glukosa darah mendekati normal tidal lagi dapat diabaikan sebagai tujuan
yang penting dalam penatalaksanaan diabetes mellitus yang terjadi dalam usia berapapun.5

Terapi dan tidak lanjut pada anak yang menderita DMDI terdiri dari 7 komponen
utama: insulin, rencana makan dan nutrisi, olahraga, pemantauan, pendidikan, dukungan
keluarga dan psikososial serta pemantauan ketat terhadap penyulit.5

Insulin

Sebagian besar anak yang menderita diabetes melitus dipensen insulin dan
memerlukan penggantian insulin sebagai bagian dari regimen terapeutik. Regimen yang
digunakan untuk terapi insulin sangat bervariasi dari suntikam harian sampai infus kontinu
melalui pompa infus insulin. Suntikan harian insulin kerja sedang jarang berhasil
memperbaiki keadaan klinis dan menghilangkan gejala pada anak dan remaja yang menderita
DMDI. Pemakaian regimen insulin dosis tetap split-mixed sering mnenyebabkan pasien
terbebas dari gejala, tumbuh dan kembang secara normal, serta menimbulkan rasa sejahtera
klinis tetapi jarang menyebabkan normalnya kadar glukosa darah atau sekedar mendekati
normal yang sebenarnya diperlukan untuk menegah timbul atau berkembangnya penyulit
diabetes. Dengan demikian, pada tahun 1990-an pemakaina regimen penyaluraran insulin
intensif atau yang diintesikan kemungkinan besar akan meningkat secara bermakna.
Walaupun banyak yang memilih untuk memulai erapi insulin dalam bentuk insulin kerja-
singkat dosis multipel untuk menentukan kebtuhan insulin harian sebelum berubah ke
regimen dua sampai tiga kali suntikan perhari, namun kami tidak melihat adanya keunutngan
dari pendekatan ini dan mula pemberian regimen split-mixed segera setalh pasien dapat diberi
insulin subkutis. Dosis awal biasanya 0,6-0,75 unit/kg/hari. Pasien yang diperkirakan peka
biasnaya membaik dengan pemberian dosis dibatas bawah rentang ini. Mereka yang
diperkirakan resisten insulinbiasanya membutuhkan dosis menedekati batas rentang ini atau
mungkin lebih tinggi pada awalnya. Dosis awal terdistribusi antara insulin kerja singkat dan

19
kerja sedang dua kali perhari. Secara umum diberikan dua pertiga dari dosis harian total
sebelum sarapan dan spertiga sebelum makan mala. Biasanya dosis pra-sarapan aal dibagi
menjadi sepertiga reguler dan dua pertiga NPH. Dosis pra makan malam dibagi menjadi
setengah reguler dan setengan NPH. Sering kali pada pasien yang datang tanpa ketosis, NPH
pra makan malam dapat dihiangkan dan tetap tercapai normoglikemia puasa. Namun, tidak
jelas apakah eliminasi dosis ini memiliki keunggulan selain menyebabkan dosis kedua lebih
mungkin untuk di hilangkan sama sekali. Beberapa penelitian mengesankan bahwa supresi
engeluaran insulin endogen pada awal perjalanan penyakit diabetes dapat memperlambat laju
hilangnya sel beta. Setelah dosis subkutan awal dipilih, dosis selanjutnya disesuaikan
berdasarkan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah. Selama beberapa minggu pertama
menderita diabets, banyak anak akan mengalami masa bulan madu. Selama masa ini, yang
dapat berlangsung dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan bahkan pada kasus lebih
dari setahun, terjadi pemulihan pengeluaran insulin endogen yang menyebabkan
berkurangnya kebutuhan akan insulin eksogen. Diabetes mungkin tampak mudah
dikendalaikan pada periode ini, dan sering terjadi hipoglikemia apabila dosis diturunkan
sesuai kadargula darah. Masih belum diketahi apakah kontrol ketat atau pemberian insulin
berkelanjutan pada tingkat yang menekan sekresi insulin endogen akan memperlama masa
bulan madu ini, tetapi bukti in viro dan in ivo memang menyatak memang demikian adanya.
Fase bulan madu klinis cenderung berlangsung lebih singkat pada anak yang usianya lebih
muda dibandingkan dengan mereka yang diabetes muncul saat remaja atau dewasa muda.
Seiring dengan mendekatnya akhir masa bulan mau, kadar glukosa darah mulai meningkat,
hal ini menunjukan perlunya insulin eksogen. Kebutuhan akan insulin endogen yang
meningkat ini biasanya terjadi selama bertahap, berlangsung selama beberapa minggu sampai
bulan, kecuali bila timbul penyakit lain seerti infeksi menjelang akhir masa bulan madu.
Dalam hal, ini tampak timbul secara mendadak dan berlangsung dengan cepat. Setelah masa
bulan madu berakhir, kebutuhan insulin akan meningkat . untuk anak pra pubertas, sebagian
besara pasien memerlukan 0,6-0,9 unit/kg/h. Selama pubertas dan lonjakan pertumbuhan
pubertas, tidak jarang kebutuhan insulin mencapai 1,0-1,5 unit/kg/h. Etiologi resistensi
insulin relatif pada masa pubertas ini belum sepenuhnya diketahui, tetapi mungkin berkaitan
dengan meningkatnya kadar hormon pertumbuhandalam darah dan meningkatnya respon
hormon pengimbang setelah masa pubetas dan lonjakan pertumbuhan selesai biasanya
kebutuhan insulin kembali turun dibawah 1,0 unit/kg/h. Penentuan waktu dosis insulin
sebelum makan merupakan suatu unsur yang penting untuk mengendalikan kadar glukosa
setelah makan. Kadar puncak insulin dalam darah setelah ingesti makan pada orang yang

20
tidak menderita diabetes terjadi dalam waktu sekitar 60-90 menit. Sebaliknya, insulin reguler
yang diberikan sebagai suntikma subkutan mulai meningkat sekitar 30 menit dan mencapai
puncaknya dalam 2-3 jam. Tertundanya permulaan peningkatan insulin dalam darah ini sering
menyebabkan terjadinya hiperglikemia setelah makan. Walaupun terdapat analog insulin
dalam berbagai tahap pengembangan yang mungkin diseraplebih cepat setelah penyuntikan
insulin subkutan sehingga keadaan ini dapat diperbaiki, tetapi berbagai analog tersebut belum
tersedia di pasaran. Penundaaan antara injeksi insulin rguler dan makan tampaknya dapat
disarankan sebagai cara untuk membawa kadar puncak insulin darah mendekati waktu ideal
60-90 menit setelah makan. Sejumlah penelitian telah membuktikan manfaat pendekatan ini.
Memang, kami menyuruh pasien untuk mengubah ubah waktu penyuntikam dan ingeti
makanansebagai cara untuk membatasi penyimpangan kadar glukosa setelah makan dan
menurunkan kadar glukosa sebelum makan, bila kadar glukosa sebelum makan meningkat.
Ha ini menurunkan jumlah insulin eksogen yang dibutuhkan untuk mengompensasi
hiperglikemia ringan sebelum makan dan dapat mengurangi terjadinya hipoglikemia sebelum
makan berikutnya.5

Pemeliharaan euglikemia semalaman sering kali merupakan salah satu aspek tersulit
dalampenatalkasanaan jangka panjang DMDI. Hipoglikemia malam hari (paling sering pukul
1 sampai 4 pagi) sering terjadi bila dilakukan upaya untuk mencapai euglikemia pagi hari.
Hiperglikemia puasa pagi hari sering terjadi pada pasien yang menggunakam regimen insulin
split mixed. Faktor yang ikut berperan dalam pola kadar glukosa darah ini antara lain adalah
fenomena fajar; profil waktu yang buruk pada insulin NPH, yang apabila diberikan sebelum
makan malam memuncak pada pukul 1-4 pagi dan hilang pada pukul 6-8 pagi dan
kekosongan yan lama tanpa asupan karbohidrat eksogen sementara kadar hormon
pengimbang relatif rendah dan kadar insulin cukup tinggi untuk menekan produksi glukosa
oleh hati. Fenomena fajar engacu pada kebutuhan insulin yang lebih tinggi antara pukul 5
sampai 8 pagi dibandingkan antara pukul 1 dan 4 pgi. Hal ini sangat sering terjadi pada
penderita diabetes dependen insulin dan menyebabkan terjadinya hipoglikemia malam hari
dan hiperglikemia pada pagi hari. Studi yang dilakukan pada anak dan dewasa
memperlihatkan bahwa hiperglikemia rebound pascahipoglikemia yang sering disebut
sebagai fenomena somogyi, jarang menyebabkan terjadinya hiperglikemia pagi hari apabila
tidak dilakukan terapi hioglikemia malam yang berlebihan. Dengan demikian hiperglikemia
pada pagi hari jarang responsif terhadap penurunan dosis insulun kerja sedang sebelum
makan malam. Hiperglikemia pagi hari paling baik diatasi dengan meningkatkan kadar

21
insulin atau meberikan insulin yang watunya lebih sesuia dengan kebutuhan semalam.
Mengurangi insulin yang tersedia antara pukul 1 dan 4 pagi dan menignkatkan yang tersedia
setlah pukul 4 pagi mungkin dapat membantu. Hal ini dapat dilakukan dengan tida
pendekatan, yaitu meberikan insulin kerja-sedang sebelum tidur dan bukan makan malam,
pemakaina insulin jangka panjang dan buka belum makan malam dan pemakaian regimen
terapi insulin yang intensif. Bagi banyak pasien, terutama anak yang berusia lebih muda,
hiperglikemia ringan pagi hari mungkin sebaiknya ditoleransi jika pengendalian keselurahan
dan hemoglobin terglikolisasi masih dapat diterima . pada sebagian kasus, temukan kadar
gula darah yang rendah pada siang hari diikuti oleh kadar gula darah yang sangat tinggi pada
pengukuran pagi hari berikutnya. Umumnya hal ini terjadi akibat terapi yang berlebihan.
Sebagian keluarga juga melaporkan kadar glukosa yang lebih tinggi selama 1-2 haristelah
satu hari terjadi banyak episode hiperglikemia. Etiologi hal ini juga masih belum diketahui,
dan fenomena ini tidak sesering seperti apa yang diduga sebelumnya.5

Nutrisi

Masukan kalori total yang dianjarkan didsasarkan pada ukuran atau luas permukaan
dan dapat diperoleh dari tabel standar. Campuran kalori harus terdiri dari sekitar 55%
karbohidrat, 30% lemak dan 15% protein. Pada umumnya disarankan karbohidrat komplek
seperti tepung dan bahwa pemasukan sukrosa atau gula murni harus dihindari. Karbohidrat
memerlukan pencernaan dan arbsobsi yang lama sehingga glukosa plasma mengingkat secara
perlahan, sementara glukosa dalam gula murni termasuk gula daam minuman bikarbonat
dengan cepat diserap dan dapat menyebabkan goncangan dalam pola metabolik.1

Diet dengan kandungan serat yang tinggi berguna dalam memperbaiki pengendalia
glukosa darah pada subjek diabetes. Pemasukan sekitar 20-35 g/24 jam serat dari makanan
seperti sayuran, terutama kacang-kacangan roti gandum, tepung beras dan buah-buahan
dalam diet diabetes dewasa menyebabkan penurunan yang bermakna dalam kadar tidak
hanya glukosa teapi kolesterol total dan LDL.1

Lemak diet yang berasal dari sumber-sumber binatang karenanya dikurangi dan
diganti dengan lemak polyunsaturated dari sumber-sumber sayuran. Penggantian margarin
untuk mentega, minyak sayur untuk minyak binatang dalam memasak dan potongan daging
tanpa lemak, unggas dan ikan untuk daging berlemak seperti babi asin, disarankan. Masukan
kolestrol juga dikurangi dengan cara-cara ini dan dengan membatasi jumlah kuning telur
yang dikonsumsi.1

22
Kelebihan pada waktu-waktu tertentu seperti pada hari ulang tahun atau pesta lain
masih dibolehkan atau ditoleransi agar tidak terjadi pemberontakan dan sembunyi untuk
mendapatkan makanan yang diinginkan. Sama halnya, kue, donat, dan bahkan permen boleh
dimaka pada kesempatan tetentu sepanjang nilai pergantian makanan dan kadungan
karbohidrat disesuaikan dalm rencana makanan.1

Latihan fisik

Latihan fisik merupakan komponen pertumbuhan dan perkembangan yang penting.


Tidak ada bentuk latihan fisik, termasuk segala olahraga kompetitif yang harus dilarang pada
anak diabetes, yang seharusnya tidak dibuat merasa berbeda dan dibatasi. Komplikasi utama
latihan fisik pada penderita diabetes adalah timbulnya rekasi ipoglikemia selama atau
beberapa jam setelah latihan fisik, penyesuaian diet atau insulin tidak diperlukan dan
glukoregulasi mungkin membaik melalui peningkatan penggunaan glukosa otot. Faktor
utama yang turut menyebabkan hipoglikemia pada latihan fisik adalah peningkatan kecepatan
absorpsi insulin dari tempat injeksinya. Kadar insulin yang mempengaruhi produksi glukosa
hati lebih itnggi sehingga insulin ini tidak cukup untuk memenuhi peningkatan penggunaan
glukosa otot yang sedang latihan fisik. Latihan fisik yang teratur juga memperbaiki
glukregulasi dengan meningkatkan kecepatan rseptor insulin. Pada penderita yang
pengendalian metabolismenya jelek, latihan fisik berat dapat mempercepat ketoasidosis
karena kenaikan hormon konter regulator akibat latihan fisik. Dalam mengantipasi latihan
fisik berat, satu pertukaran karbohidrat tambahan dapat dilakukan sebelum latihan, dan
glukosa dalam bentuk jus orange, minuman berkarbonat atau permen disediakan selama dan
setalah latihan.1

Pemantauan

Pemantauan yang cermat dan sering adalha komponen kunci bagi penatalaksanaan
diabetes. Hal utama dalam pemantauan hari ke hari adalah pemantauan sendiri kadar glukosa
darah. Tanpa pemantauan sendiri kadar glukosa dara, perhatian terhadap semua rincian lain
mengenai regimen perawatan diaetes yang rumit tersebut mungkin akan sia-sia. Selama
dekade terakhir, tekhnologi sudah berekmbang sehingga tersedua strip reagen dan
alatpengukur kadar glukosa darah dari satu tetes darah yang diambil dari tusukan ujung dari.5

Pendidikan Diabetesi - Pendektan Tim


23
Pendidikan yang berkaitan dengan diabetes dan penatalaksananya memiliki peranan
yang sangat penting. Penatalaksanaan diabetes berlangsung diluar rumah sakit- dirumah,
sekolah, tempat kerja dan dirumah teman atau keluarga. Sehari-hari penatalaksanaan diabetes
dilakukan oleh keluarga atau pasien itu sendiri bukan oleh dokter atau penyedia layanan
kesehatan lain. Dengan demikian keluarga perlu diberi tahu mengenai prinsip-prinsip
patofisiologinya yang berkaitan dengan diabetes, gejalanya dan keterampilan yang diperlukan
untuk melakukan perawatan penderita diabetes. Unsur yang perlu disampaikan selama
pendidikan awal sedikitnya mencakup: gejala dan tanda hiperglikemia, hipoglikemia dan
KAD, kerja insulin, tipe insulin dan perjalan waku efek insulin; bagaimana menyedot dan
menyntikan insulin, teknik untuk memantau kadar glukosa darah dan keton urine, pengenalan
dan pengobatan hipoglikemia, termasuk pemakaian glukagon, rencana makan dan diet dan
bagaimana menangani diabetes sewaktu pasien sakit. Konsep dan keterampilan ini perlu
diajarkan pada awal terapi, dan sebaiknya diajarkan oleh ssuatu tim kesehatan profesional.
Tim ini seyogyanya mencakup dokter, perawat medik, ahli gizi, pekerja sosial dan ahli
psikologi atau psikiaer yang telah menangani diabetes pada anak. Sebaiknya para ahli
kesehatan ini bekerja sama sebagai vagian dari suatu tim multidisipliner yang disertai oleh
seorang dokter yang berpengalaman dalam menangani diabetes anak.5

Masalah Psikososial

Masalah psikososial yang berkaitan dengan perawatan diabetes pada anak sangat
berbeda-beda untuk tahapan yang berbeda. Bayi dan anak yang berusia muda bergantung
total pada pada orang tua dalam perawatannya, mereka takut akan suntikan dan tusukan jari
untuk memeriksa kadar glukosa, dan orang tua jua sering memiliki rasa cemas bahwa dirinya
akan menyakiti ananya, sehingga umumnya penyuntikan dilakukan secepat
mungkin.pembahasan dan perdebatan dengan anak mengenai perasaan mereka sebelum
menerima suntikan biasanyahanya memperlama dan meningkatkan rasa cemas. Anak dan
orang tua diyakinkan mengenaik ketakutan mereka terhadap suntikan sejak awal terapi.
Sebagian besar anak dengan cepat menjadi terbiasa untuk mendapat suntukdan menjalani
pemantauan kdar glukosa secara berkala apabila orang tua tidak terlalu memperlihatkan rasa
cemas mengenai hal ini. Perkembangan emosional dan rasa sejahtera merupakan kesulitan
tersendiri bagi anak prasekolah yang mengidap DMDI dan orang tuanya. Pada usia ini,
kemampuan kognitif untuk mengatasi stress diabetes dn penatalaksanaan masih terbatas. Hal
ini dapat mendorong anak menggunakan strategi, seperti agresi, ketidakpatuhan, penarikan

24
diri dan keluhan psiokosomatik. Kedua orang tua sebaiknya belajar merawat diabetes
bersama-sama dan berbagi tanggung jawab atas perawaan anak merka dirumah.5

Diagnosis Banding

Koma Hiperosmolar nonketotik

Adalah sindrom yang ditandai dengan hipeglikemia berat (glukosa darah lebih besar
dari 60mg/dL); tidak ada atau hanya sedikit ketosis, asidosisn non ketotik, dehidrasi berat,
sensorium depresi atau koma yang jelas dan berbagai tanda neurologis yang dapat meliputi
kejang gran mal, hipertermia, hemiparesis,dan tanda-tanda babinski positif. Pernapasan
biasanya dangkal tetapi bersama dengan asidosis metabolik(laktat) dapat ditampakan oleh
pernafasan kusmaul. Osmolaritas serum biasanya 350 mOsm/kg atau lebih. Keadaan itu
biasanya terjadi pada individu setengah baya . pada anak keadaan ini jarang, diantara kasus
yang dilaporkan insiden neurologis yang ada sebelumnnya tinggi. Hiperglikemia berat dapat
berkembang selama beberapa hari dan pada mulanya poliura osmotik obligat dan dehidrasi
sebagian dari dekompensasi dengan semakin meningkatnya masukan cairan. Produksi keton
yang rendah terutama dikaitkan dengan hiperosmolaritas yang secara in vitro melemahkan
pengaruh lipolitik epinefrin dan pengaruh antilipolitik insulin; melemahkan lipolisis karena
menggunakan beta blocker adrenergik terapeutik yang dapat turut mendukung sindrom ini.
Depresi kesadaan sangat terkait dengan tingkat hiperosmolaritas pada keadaan ini, juga pada
ketoasidosis diabetik; hemokonsentrasi dapat juga memberi kecenderungan terhadap
trombosis arteria dan vena serebral.1

Daftar Pustaka

25
1. Sperling MA. Nelson ilmu kesehatan anak .Vol. 3, Ed.15. Jakarta: Penerbit Buku
Kedoteran EGC; 2000. h. 2005-20.

2. Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. Penatalaksanaan Diabetes Melitus


Terpadu.jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2007. h. 1-146

3. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.h.1260,1268.
4. Robbins SL, Kumar V, Cotran RS. Buku ajar patologi anatomi. Edisi 7. Volume 2.
Jakarta: EGC; 2004. h .719-22.
5. White NH. Buku ajar pediatri rudolph .Vol. 3, Ed.20. Jakarta: Penerbit Buku
Kedoteran EGC; 2007. h.1987-2002.

26

Anda mungkin juga menyukai