Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke merupakan penyebab kematian tersering ketiga pada orang dewasa di


Amerika Serikat. Angka kematian setiap tahun akibat stroke baru atau rekuren adalah
lebih dari 200.000.Insiden stroke secara nasional diperkirakan adalah 750.000 per tahun,
dengan 200.000 merupakan stroke rekuren.Angka kejadian di antara orang Amerika
keturunan Afrika adalah 60% lebih tinggi dari pada orang kaukasoid . Di Inggris stroke
menyebabkan kematian antara 174 sampai 216 orang per tahunnya dan menyumbang
11% dari seluruh kematian di Inggris dan Wales. Sedangkan stroke berulang dalam
waktu lima tahun dari stroke pertama adalah 30% dan 43% (Royal college of
physicians, 2004). Di Indonesia stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan neurologis yang utama. Oleh karena itu serangan otak ini merupakan
kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat, tepat, dan cermat.1
Pasien yang terkena stroke memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami
serangan stroke ulang.Serangan stroke ulang berkisar antara 30%43% dalam waktu 5
tahun. Setelah serangan otak sepintas, 20% pasien mengalami stroke dalam waktu 90
hari, dan 50% diantaranya mengalami serangan stroke ulang dalam waktu 2472 jam
(Erpinz, 2010). Agen antitrombotik diindikasikan untuk pencegahan stroke sekunder;
jangka panjang antikoagulan dan carotid endarterektomy juga didiskusikan ditempat
lain . Selain itu tekanan darah yang tinggi (tekanan darah sistolik > 140
mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg) akan meningkatkan
risiko terjadinya stroke ulang.1

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Definis Stroke


Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis
yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun
global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa
kematian), yang tidak disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler. Definisi ini
mencakup stroke akibat infark otak (stroke iskemik), perdarahan intraserebral (PIS) non
traumatik, perdarahan intravaskuler dan beberapa kasus perdarahan subarakhnoid
(PSA)2
Definisi lain menjelaskan bahwa stroke merupakan sindrom klinis akibat
gangguan pembuluh darah otak, timbul mendadak dan biasanya mengenai penderita
usia 45-80 tahun. Umumnya laki-laki lebih sering terkena daripada perempuan.Biasanya
tidak ada gejala-gejala prodoma atau gejala dini, dan muncul begitu mendadak.Secara
definisi WHO (World Health Organization) menetapkan bahwa definisi neurologik yang
timbul semata mata karena penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh sebab yang
lain.3
2.2. Faktor resiko2,3
Faktor risiko stroke adalah sebuah karakteristik pada seorang individu yang
mengindikasikan bahwa individu tersebut memiliki peningkatan risiko untuk kejadian
stroke dibandingkan dengan individu yang tidak mempunyai karakteristik tersebut
antara lain:

a) Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko terpenting untuk semua tipe stroke, baik
stroke perdarahan maupun stroke infark.Peningkatan risiko stroke terjadi seiring dengan
peningkatan tekanan darah. Walaupun tidak ada nilai pasti korelasi antara peningkatan
tekanan darah dengan risiko stroke, diperkirakan risiko stroke meningkat 1,6 kali setiap
peningkatan 10mmHg tekanan darah sistolik, dan sekitar 50% kejadian stroke dapat
dicegah dengan pengendalian tekanan darah.
b) Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus adalah masalah endokrinologis yang menonjol dalam
pelayanan kesehatan dan juga sudah sebagai faktor risiko stroke dengan peningkatan
risiko relatif pada stroke iskemik 1,6 sampai 8 kali dan pada stroke perdarahan 1,02
hingga 1,67 kali. Individu dengan diabetes memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
mengalami stroke dibandingkan individu tanpa diabetes.Individu dengan diabetes lebih
cenderung untuk mengalami infark subkortikal kecil atau lakunar daripada populasi
non-diabetik.
c) Dislipidemia
Dari penelitian case-control yang melaporkan kaitan antara hiperkolesterolemia
dan risiko PIS.Odds Ratio keseluruhan untuk kolesterol yang tinggi adalah 1,22 (95%
CI: 0,56 hingga 2,67), dimana penyelidikan terhadap penelitian kohort melaporkan
kaitan antara hiperkolesterolemia dan PIS; semuanya meneliti kadar kolesterol serum
total. Leppala et al.(1999) menemukan RR (Respiration Rate) Leppala et al.(1999)
menemukan RR (Respiration Rate) adjusted PIS sebesar 0,20 (95% CI: 0,1 0,42)
untuk kadar kolesterol lebih besar dari 7,0 mmol/L dibandingkan dengan kadar

kolesterol kurang dari 4,9 mmol/L. Iribarren et al. menemukan bahwa untuk setiap
peningkatan 1-SD dalam kolesterol serum (1,45 mmol/L pada pria dan 1,24 mmol/L
pada wanita) meningkatkan RR adjusted kejadian PIS sebesar 0,84 (95% CI: 0,691,02)
pada pria dan 0,92 (95% CI: 0,791,08) pada wanita.
d) Merokok
Sebuah penelitian yang meneliti tentang efek merokok di antara suami terhadap
risiko perkembangan stroke dan stroke iskemik di antara sampel wanita yang
representatif secara nasional.Diantara wanita perokok dengan suami yang bukan
perokok setelah menyesuaikan dengan factor kardiovaskuler lainnya.Penelitian
memberikan bukti baru yang menghubungkan kebiasaan merokok suami dengan stroke.
Dari 5379 wanita yang dimasukkan di dalam analisis, wanita yang melaporkan memiliki
suami perokok (n = 3727) lebih cenderung menjadi perokok aktif dan melaporkan
konsumsi rokok dan lama merokok yang lebih tinggi .
e) Pemakaian Alkohol
Sebuah metaanalisis terhadap 35 penelitian dari tahun 1966 hingga 2002
melaporkan bahwa dibandingkan dengan bukan pengguna alkohol, individu yang
mengkonsumsi kurang dari 12 g per hari (satu minuman standar) alkohol memiliki
adjusted RR yang secara signifikan lebih rendah untuk stroke iskemik (RR: 0,88; 95%
CI: 0,69), demikian juga individu yang mengkonsumsi 12 hingga 24 g per hari (1
hingga 2 standar minum) alcohol (RR: 0,72; 95% CI: 0,57 hingga 0,91). Tetapi, individu
yang mengkonsumsi alkohol lebih dari 60 g per hari memiliki adjusted RR untuk stroke
iskemikyang secara signifikan lebih tinggi (RR: 1,69; 95% CI: 1,3 hingga 2,1).

f) Obesitas
Obesitas abdomen adalah sebuah faktor risiko yang independen dan potensial
untuk stroke iskemik di dalam semua kelompok etnis.Merupakan faktor risiko yang
lebih kuat dari pada BMI (Body Mass Index)dan memiliki efek yang lebih kuat pada
orang yang lebih muda. Prevensi obesitas dan reduksi berat badan memerlukan
penekanan yang lebih besar di dalam program prevensi stroke.
g) Usia Tua
Hajat et al. (2001) meneliti hubungan antara berbagai faktor risiko
serebrovaskuler subtipe stroke bamford. Penelitian ini memasukkan 1254 pasien dengan
stroke yang pertama antara tahun 1995 dan 1998; 995 pasien (79,3%) kulit putih, 203
(16,2%) kulit hitam, 52 (4,1 %) etnis lain, dan 4 (0,3%) etnis tidak di ketahui. Di dalam
analisis multivarian, peningkatan usia dan penyakit serebrovaskuler sebelumnya
memiliki hubungan yang independen dengan infark daripada dengan perdarahan .
h) Jenis Kelamin
Hasil dari suatu penelitian yang bertujuan untuk menganalisa berdasarkan jenis
kelamin, gambaran klinis, tipe stroke, dan keluaran pada individu yang terserang stroke
pertama kali, ditemukan ratarata (P<0,001). Hipertensi (P=0,0027) dan penyakit
kardioemboli (P=0,0035) merupakan faktor risiko pada wanita. Pemakaian alkohol
berlebihan (P<0,001), merokok (P<0,001) dan penyakit vaskuler perifer (P=0,031)
berhubungan dengan jenis kelamin laki-laki. Secara klinis pada wanita banyak
didapatkan afasia (P<0,01) dibandingkan laki-laki dan tidak ada perbedaan antara stroke
perdarahan dengan iskemik berdasarkan usia. Pada wanita lebih banyak didapatkan
stroke kardioemboli (P<0,001), laki laki lebih banyak terdapat atherotrombosis
(P<0,001) dan stroke lakunar (P<0,05), sehingga dapat di simpulkan bahwa jenis

kelamin menentukan tipe dan gambaran klinis pasien dengan serangan stroke pertama
kali, wanita dengan rata-rata usia 6 tahun lebih tua dibandingkan laki-laki mempunyai
perbedaan profil faktor risiko vaskuler dan subtipe dari stroke. Wanita ternyata
diketahui memiliki kecacatan stroke yang lebih berat dibanding laki-laki.3
2.3. Klasifikasi Stroke
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :1,2
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
1) Perdarahan intra serebral
2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
1) Stroke akibat trombosis serebri
2) Emboli serebri
3) Hipoperfusi sistemik
2. Berdasarkan waktu terjadinya
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
3) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
4) Completed stroke
3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler
1) Sistem karotis
a. Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
b. Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia
c. Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks
d. Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
2) Sistem vertebrobasiler
a. Motorik : hemiparese alternans, disartria
b. Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia
c. Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

2.3.1. Stroke Hemoragik


Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke jaringan
parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya.
Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan
struktur otak dan juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan
sekitarnya. Peningkatan tekanan intracranial pada gilirannya akan menimbulkan
herniasi jaringan otak dan menekan batang otak.2

Gambar 1. Stroke hemoragik


Etiologi dari Stroke Hemoragik :
1) Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri
dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum. Perdarahan
intraserebral sering terjadi di area vaskularis dalam pada lapisan hemisfer serebral.
Perdarahan yang terjadi kebanyakan pada pembuluh darah berkaliber kecil dan terdapat
lapisan dalam (deep arteries). Perdarahan intraserebral sangat sering terjadi ketika
tekanan darah tinggi kronis (hipertensi) melemahkan arteri kecil, menyebabkannya
menjadi pecah. Korelasi hipertensi sebagai kausatif perdarahan ini dikuatkan dengan
pembesaran vertikel jantung sebelah kiri pada kebanyakan pasien. Hipertensi yang

menahun memberikan resiko terjadinya stroke hemoragik akibat pecahnya pembuluh


darah otak diakibatkan karena adanya proses degeneratif pada dinding pembuluh darah.3
Perdarahan intraserebral ini merupakan jenis stroke yang paling berbahaya.
Lebih dari separuh penderita yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal dalam
beberapa hari. Penderita yang selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi
otaknya kembali, karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah.3
Gejala klinis :

Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan


dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri

kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.
Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan

dapat disertai kejang fokal / umum.


Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola

mata menghilang dan deserebrasi


Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya
papiledema dan perdarahan subhialoid.

2) Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan

subarakhnoid

adalah

perdarahan

ke

dalam

ruang

(ruang

subarachnoid) diantara lapisan dalam (pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater)
para jaringan yang melindungan otak (meninges). Penyebab yang paling umum adalah
pecahnya tonjolan pada pembuluh (aneurisma). Biasanya, pecah pada pembuluh
menyebabkan tiba-tiba, sakit kepala berat, seringkali diikuti kehilangan singkat pada
kesadaran. Perdarahan subarakhnoid adalah gangguan yang mengancam nyawa yang
bisa cepat menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis
stroke yang lebih umum terjadi pada wanita.4

Perdarahan subarakhnoid biasanya dihasilkan dari luka kepala. Meskipun begitu,


perdarahan mengakibatkan luka kepala yang menyebabkan gejala yang berbeda dan
tidak dipertimbangankan sebagai stroke. Perdarahan subarakhnoid dipertimbangkan
sebagai sebuah stroke hanya ketika hal itu terjadi secara spontan, yaitu ketika
perdarahan tidak diakibatkan dari kekuatan luar, seperti kecelakaan atau jatuh. 4
Gejala klinis :

Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis,

berlangsung dalam 1 2 detik sampai 1 menit.


Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan

kejang.
Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit

sampai beberapa jam.


Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik

perdarahan subarakhnoid.
Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi,
banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.2

2.3.2. Stroke Non-Hemoragik (Stroke Iskemik, Infark Otak, Penyumbatan)


Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark dikarenakan
adanya kejadian yang menyebabkan aliran darah menurun atau bahkan terhenti sama
sekali pada area tertentu di otak, misalnya terjadinya emboli atau trombosis. Penurunan

aliran darah ini menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Aliran darah kurang dari 18
ml/100 mg/menit akan mengakibatkan iskemia neuron yang sifatnya irreversibel.
Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.2,4
Aliran darah ke otak pada stroke iskemik terhenti karena aterosklerosis
(penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau adanya bekuan darah yang
telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Penyumbatan dapat terjadi di
sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak)
bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran
darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal
memberikan darah ke sebagian besar otak.4

Gambar 2 Stroke iskemik

Tabel 1 Manifestasi klinik stroke iskemik berdasarkan daerah yang terserang


Daerah vaskular
Arteri karotid internal
Arteri serebralis
tengah

Manifestasi klinik
1. Kebutaan ipsilateral-terletak pada atau mengenai sisi yang
sama (arteri optalmik-yang berhubungan dengan mata)
2. Gejala pada arteri serebralis tengah
1. Kelemahan kontralateral- dan kehilangan sensori termasuk
lengan dan wajah lebih daripada kaki.
2. Afasia-defek atau hilangnya kemampuan ekspresi dengan

10

3.

Arteri serebralis
anterior

4.
1.
2.
3.
4.
5.

Arteri serebralis
posterior

1.
2.
3.

Arteri basilaris

1.
2.

3.
4.

Arteri vertebralis

5.
1.

2.
3.
4.
5.

bicara, menulis, atau tanda-tanda atau untuk memahami


bahasa lisan atau tulisan, yang disebabkan oleh trauma atau
penyakit di pusat otak.
Hemineglect-separuh/sebagian gagal melakukan beberapa
tugas atau fungsi, anosognosia-ketidakwaspadaan atau
penyangkalan dari defisit neurologis, disorientasi spasial pada
hemisfer serebralis kanan
Derajat variabel dari defek visual
Kelemahan kontralateral- dan kehilangan sensori yang
mendominasi bagian anggota gerak bagian bawah
Ketidakmampuan mengeluarkan urin, terutama dengan lesi
bilateral
Disparaksia lengan
Abulia-kehilangan atau berkurangnya kemauan, inisiatif dan
dorongan
Afasia transkortikal motorik pada bagian dominan-gangguan
kemampuan bicara dan menulis, yang disebabkan oleh lesi
pada insulin dan operkulum sekelilingnya
Anopsia kontalateral homonymous
Kehilangan sebagian sensorei kontralateral tanpa mengalami
kelemahan
Defisit kortikal asosiasi variabel visual, seperti aleksia tanpa
agrafia dan agnosia visual asosiatif
Paralisis pada limb (lengan atau tungkai) yang biasanya
bilateral namun terkadang asimetrik
Biasanya pada bulbar atau paralisis pseudobulbar pada
muskulatur cranial (disfagia-,disartria-artikulasi pembicaraan
yang tidak sempurna oleh karena gangguan kendali otot yang
merupakan akibat kerusakan saraf pusat atau perifer,diplegia
fasial-kelumpuhan yang mengenai kedua belah sisi tubuh, dan
lainnya
Pengurangan dari sensori atau abnormalitas serebelar.
Abnormalitas gerakan mata (internuklear optalmoplegia
(paralisis otot mata), one-and-half syndrome, nistagmus
(gerak cepat bola mata involunter, dapat horizontal, vertikal,
berputar, atau campuran dari dua variasi), skew deviation,
ocular bobbing, miosis, dan ptosis (turunnya kelopak mata
atas akibat kelumpuhan)
koma
berbagai variasi dari vertigo, dizziness, nausea (sensasi tidak
menyenangkan yang secara samar mengaxu pada
epigastrium dan abdomen dengan kecendrungan untuk
muntah), dan vomiting (muntah)
fasial ipsilateral dengan kontralateral tubuh dan hipoestesia
anggota gerak bagian bawah
Ataksia truncal ipsilateral atau appendikular
Sindrom horner ipsilateral
Disfagia dan hoarseness

11

Gambar 3. Algoritma Stroke Gajah Mada


Perbedaan Stroke Hemoragik dan Non Hemoragik

12

2.4. Penatalaksanaan ( PERDOSSI, 2007 ):


STADIUM HIPERAKUT
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan
tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak
tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan
kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.5
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah
perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah,
kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan
lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien
serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.4
STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktorfaktor etiologik maupun penyulit.
Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial
untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien
perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara
perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.4
Stroke Iskemik
Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi
tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil
analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan
antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan

13

(sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik,


kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan
mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi
menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun,
dianjurkan melalui slang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu
150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia
(kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan
dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya. Nyeri kepala
atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala.
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik 220
mmHg, diastolik 120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) 130 mmHg
(pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark
miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah
maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat
reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu
tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik 70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1
jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi
dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg,
dapat diberi dopamin 2-20 g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik 110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelanselama 3 menit, maksimal 100 mg
per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika
kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika
didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1

14

g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus
dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan
larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.4
Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti
koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue
Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau
pirasetam (jika didapatkan afasia).
Stroke Hemoragik
Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 1520% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan
volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera
diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam;
kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intracranial meningkat, posisi kepala dinaikkan
300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke
iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg). Penatalaksanaan umum sama dengan
pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat,

15

atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran apas dicegah dengan fisioterapi dan
diobati dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan
bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya
kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut
akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan
lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman
herniasi.4

16

BAB III
KEUNGGULAN ANTI PLATELET TERHADAP PREFENTIF
STROKE BERIKUTNYA

3.1. Antiplatelet
Anti platelet adalah obat-obat yang menurunkan agregasi platelet dan
menghambat pembentukan thrombus di sirkulasi arteri dimana antikoagulan mempunyai
efek yang sedikit.
Stroke akan tetap menjadi masalah umum dan mahal di seluruh dunia, namun
banyak kemajuan yang telah dibuat dalam beberapa dekade dalam memahami
mekanisme stroke, faktor risiko, dan therapies. Karena trombosa memainkan peran
penting dalam pathogenesis of ischemic stroke, obat-obatan yang mengganggu
hemostasis dan klintir formasi seperti anticoagulants dan platelet antiaggregants biasa
digunakan dalam pengelolaan penyakit cerebrovascular. Banyak bukti yang mendukung
penggunaan obat tertentu antithrombotic dalam pencegahan stroke. Namun, karena
keterbatasan data pendukung, penggunaan agen ini dalam pasien dengan ischemic
stroke akut masih kontroversial.5,7,8
Aspirin (160 mg atau 325 mg setiap hari) hasil yang signifikan secara statistik
kecil tetapi pengurangan kematian dan cacat apabila diberikan dalam waktu 48 jam
setelah ischemic stroke, seperti ditunjukkan oleh gabungan analisis yang tersedia
studies.12 Abciximab, unfractionated heparin, LMW heparins, dan heparinoids belum
ditampilkan untuk mengurangi angka kematian atau stroke yang berhubungan dengan
sifat mudah kena sakit bila digunakan dalam waktu 48 jam mulai di pasien dengan
ischemic stroke akut.
17

3.2. Obat-obat Antiplatelet


1. Cyclooxygenase inhibitors
Contoh:
Aspirin menghambat sintesis tromboksan A2 (TXA2) didalam trombosit pada
prostasiklin (PGI2) di pembuluh darah dengan menghambat secara irreversible enzim
sikloksidgenase (akan tetapi siklooksigenase dapat dibentuk kembali oleh sel endotel).
Penghambat enzim siklooksigenase terjadi karena aspirin mengasetilasi enzim tersebut.
Aspirin dosis kecil hanya dapat menekan pembentukan TXA2, sebagai akibatnya terjadi
pengurangan agregasi trombosit. Sebagai antiplatelet dosis efektif aspirin 80-320 mg
per hari. Dosis lebih tinggi selain meningkatkan toksisitas (terutama perdarahan), juga
menjadi kurang efektif karena selain menghambat TXA2 juga menghambat
pembentukan prostasiklin. Pada pasien TIA penggunaan aspirin jangka panjang juga
bermanfaat untuk mengurangi kekambuhan TIA, stroke karena penyumbatan dan
kematian akibat gangguan pembuluh darah. Berkurangnya kematian terutama jelas pada
pria.8
Efek samping aspirin misalnya resa tidak enak di perut, mual dan perdarahan
saluran cerna biasanya dapat dihindari bila dosis perhari tidak melebihi 325 mg.
penggunaan bersama antacid atau antagonis H2 reseptor dapat mengurangi efek
tersebut. Obat ini dapat mengganggu homeostasis pada tindakan operasi dan bila
diberikan bersama heparin atau antikoagulan oral dapat meningkatkan resiko
perdarahan.8

18

2. Adenosine diphosphate (ADP) receptor inhibitor


contoh:
clopidogrel (plavix). Clopidogrel akan mempengaruhi ADP-tergantung aktivasi IIb /
IIIa kompleks.
Obat ini sangat mirip dengan tiklopidin dan nampaknya lebih jarang
menyebabkan trobositopenia dan leucopenia dibandingkan dengan tiklopidin,
klopidrogel merupakan produg dengan mula kerja lambat. Dosis umumnya 75mg/hari
dengan atau tanpa dosis muat 300 mg.6.8
Klopidogrel, antagonis reseptor ADP, adalah sebuah obat yang membutuhkan
oksidasi oleh hepatic cytochrome P450 (CYP450) untuk menjadi metabolit aktif. ADP
berikatan dengan trombosit melalui reseptor P2Y1, P2Y12, dan P2X1. Reseptor P2X1
tidak memainkan peranan yang penting dalam aktivasi trombosit. Hanya sebagian kecil
clopidogrel yang mengalami proses oksidasi oleh CYP450, sebagian besar terhidrolasi
oleh esterase menjadi turunan asam karboksilat yang tidak aktif. CYP3A4 dan CYP3A5
adalah enzim-enzim yang bertanggung jawab terhadap oksidasi cincin thiopene
clopidogrel menjadi 2-oxoclopidogrel yang selanjutnya menjadi karboksil dan grup
thiol. Bentuk yang terakhir ini membentuk jembatan disulfida dengan residu sistein
ekstraseluler yang berlokasi di reseptor ADP P2Y12 yang berada di permukaan
trombosit dan menyebabkan blokade ireversibel ADP. 6,8
Klopidogrel adalah obat penghambat antiagregasi trombosit yang memiliki efek
yang baik dan sering dipakai pada pasien dengan TIA untuk mencegah terjadinya
stroke. Efek dari klopidogrel ini terlihat dari hari pertama pemakaian sampai 1 tahun
pemakaiannya dalam menurunkan angka kejadian serebrovaskular. Selain memiliki
efikasi yang baik, klopidogrel juga memiliki efek samping seperti perdarahan,

19

ketidaknyamanan saluran cerna, diare, ruam, Trombotic Thrombbocytopenic Purpura


(TTP). Clopidogrel ternyata memiliki efek antiagregasi trombosit yang berbeda pada
setiap pasien. Pada 4-30% pasien ditemukan resistansi clopidogrel yang mempengaruhi
efek anti agregasi dari clopidogrel. 7,8
Aktivasi dan agregasi trombosit memegang peranan penting dalam pembetukan
trombosis arteri yang menyebabkan stroke. Aterosklerosis adalah penyebab paling
sering dari penyakit arteri koroner dan penyakit serebrovaskular. Pecahnya plak
aterosklerotik dan pembentukkan thrombus memegang peranan penting dalam
perkembangan sindroma sroke. Setelah plak pecah, trombosit memulai sebuah proses
kompleks, terdiri dari adhesi, aktivasi, dan agregasi trombosit. Hal ini menyebabkan
antiagregasi sebagi terapi dalam stroke. 7,8
Pada penelitian the Clopidogrel versus Aspirin in Patients at Risk of Ischemic
Events (CAPRIE) menunjukkan bahwa clopidogrel lebih efektif dibandingkan aspirin
dalam mengurangi risiko stroke iskemik, infark miokard, dan kematian. Jika
dikombinasikan dengan aspirin, clopidogrel menjadi baku emas dalam pencegahan
subacute stent thrombosis (SAT) pada pasien PCI dan mengurangi kejadian
kardiovaskular yang merugikan pada pasien sindrom koroner akut tanpa ST elevasi.
Pada pasien dengan resistansi aspirin dapat dibantu dengan pemakaian clopidogrel
karena

efek

peningkatan

sensitivitasnya

terhadap

ADP

(adenosin

difosfat).

Bagaimanapun, efek clopidogrel beragam pada pasien8


3. Phosphodiesterase inhibitors
Contoh : cilostazol (pletal)
Cilostazol merupakan obat antiplatelet yang menaikkan kadar cAMP (cyclic
adenosine

monophosphate)

dalam

platelet

20

melalui

penghambatan

cAMP

fosfodiesterase. Obat ini digunakan pada penyakit oklusif aterial kronik. Gotoh et al.
(2000), melakukan suatu penelitian prevensi stroke, suatu penelitian kasus kontrol, buta
ganda untuk pervensi sekunder infark serebrum dengan total kasus 1095.8
Terapi dengan silostazol menunjukkan reduksi yang relatif bermakna (41,7% CI
9,2 62,5%) dalam kambuhnya infark serebrum dibandingkan dengan pemberian
plasebo (p.0,015). Dosisnya adalah 100mg, 2 kali sehari (Wibowo dan Gofir, 2001).
Sedangkan interaksi obatnya yaitu dengan enoxaparin, alteplase, aspirin, dan dalteparin
Efek samping gangguan gastro-intestinal, takikardi, palpitasi, angina, aritmia, nyeri
dada, edema, rhinitis, pusing, sakit kepala, astenia, ruam, pruritus, ecchymosis; kurang
umum maag, gagal jantung kongestif, hipotensi postural, dispnea, pneumonia, reaksi
hipersensitivitas batuk, insomnia, mimpi abnormal, kecemasan, hiperglikemia, diabetes
mellitus, anemia, perdarahan, mialgia, (termasuk sindrom Stevens-Johnson dan
nekrolisis epidermal toksik dalam kasus jarang); jarang anoreksia, hipertensi, paresis,
peningkatan frekuensi kencing, gangguan perdarahan, ginjal penurunan nilai,
konjungtivitis, tinitus, dan penyakit kuning7,8
4. Adenosine reuptake inhibitors
Contoh :
dipiridamol (persantin).
Dipyridamole menghambat platelet phosphodiesterase, menyebabkan peningkatan
berhubung dgn putaran AMP dengan potentiasi dari tindakan PGI2 - menentang
tindakan TXA2. dosis 300 600 mg sehari dalam dosis terbagi sebelum makan.
Senyawa dipirimidin berkhasiat menghindarkan agregasi trombosit dan adhesinya pada
dinding pembuluh.Juga menstimulasi efek

dan sintesa epoprostenol.Kerjanya

berdasarkan inhibisi fosfodiester, sehingga cAMP (dengan daya menghambat agregat)

21

tidak diubah dan kadarnya dalam trombosit meningkat Efek samping hampir sama
dengan obat-obat antiplateletlainnya.8
Pencegahan terjadinya penyumbatan di daerah arteri dapat digunakan obat-obat
anti platelet sebagai terapi obat dan trombolitik. Obat-obat antiplatelet mengubah
aktivasi platelet dari kerusakan vascular yang mana hal ini penting untuk
pengembangan pembuluh darah arteri. Terapi trombolitik digunakan dalam myocardial
infark, dan kadang-kadang pada kerusakan otak. Tidak boleh diberikan pada pasien
yang mengalami perdarahan, hipertensi tak terkendali atau hemoragic stroke, atau
operasi.8

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD
Arifin Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
2. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical
Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
3. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victors Priciples
ofNeurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.
4. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline
Stroke 2007. Jakarta.
5. Baehr M, Frotscher M. Duus : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised edition.
New York : Thieme. 2005.
6. American Heart Association, 2009. Heart Disease and Stroke Statistic 2009 Update:
A Report From the American Hearth Association Statistic Committee and Stroke
Statistics Subcommittee. Circulation, 119: 21-181.
7. Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Stroke Facts and Statistics. :
Division

for

Heart

Disease

and

Stroke

Prevention.

Available

from:

http://www.cdc.gov/stroke/statistical_reports.htm [accessed 12 Desember

2011].

8. Nassisi D., 2008. Stroke, Hemorrhagic. Departement of Emergency Medicine,


Mount

Sinai

Medical

Center.

Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview [accessed 14 Desember


2011

23

Anda mungkin juga menyukai