Anti Platelet
Anti Platelet
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
a) Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko terpenting untuk semua tipe stroke, baik
stroke perdarahan maupun stroke infark.Peningkatan risiko stroke terjadi seiring dengan
peningkatan tekanan darah. Walaupun tidak ada nilai pasti korelasi antara peningkatan
tekanan darah dengan risiko stroke, diperkirakan risiko stroke meningkat 1,6 kali setiap
peningkatan 10mmHg tekanan darah sistolik, dan sekitar 50% kejadian stroke dapat
dicegah dengan pengendalian tekanan darah.
b) Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus adalah masalah endokrinologis yang menonjol dalam
pelayanan kesehatan dan juga sudah sebagai faktor risiko stroke dengan peningkatan
risiko relatif pada stroke iskemik 1,6 sampai 8 kali dan pada stroke perdarahan 1,02
hingga 1,67 kali. Individu dengan diabetes memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
mengalami stroke dibandingkan individu tanpa diabetes.Individu dengan diabetes lebih
cenderung untuk mengalami infark subkortikal kecil atau lakunar daripada populasi
non-diabetik.
c) Dislipidemia
Dari penelitian case-control yang melaporkan kaitan antara hiperkolesterolemia
dan risiko PIS.Odds Ratio keseluruhan untuk kolesterol yang tinggi adalah 1,22 (95%
CI: 0,56 hingga 2,67), dimana penyelidikan terhadap penelitian kohort melaporkan
kaitan antara hiperkolesterolemia dan PIS; semuanya meneliti kadar kolesterol serum
total. Leppala et al.(1999) menemukan RR (Respiration Rate) Leppala et al.(1999)
menemukan RR (Respiration Rate) adjusted PIS sebesar 0,20 (95% CI: 0,1 0,42)
untuk kadar kolesterol lebih besar dari 7,0 mmol/L dibandingkan dengan kadar
kolesterol kurang dari 4,9 mmol/L. Iribarren et al. menemukan bahwa untuk setiap
peningkatan 1-SD dalam kolesterol serum (1,45 mmol/L pada pria dan 1,24 mmol/L
pada wanita) meningkatkan RR adjusted kejadian PIS sebesar 0,84 (95% CI: 0,691,02)
pada pria dan 0,92 (95% CI: 0,791,08) pada wanita.
d) Merokok
Sebuah penelitian yang meneliti tentang efek merokok di antara suami terhadap
risiko perkembangan stroke dan stroke iskemik di antara sampel wanita yang
representatif secara nasional.Diantara wanita perokok dengan suami yang bukan
perokok setelah menyesuaikan dengan factor kardiovaskuler lainnya.Penelitian
memberikan bukti baru yang menghubungkan kebiasaan merokok suami dengan stroke.
Dari 5379 wanita yang dimasukkan di dalam analisis, wanita yang melaporkan memiliki
suami perokok (n = 3727) lebih cenderung menjadi perokok aktif dan melaporkan
konsumsi rokok dan lama merokok yang lebih tinggi .
e) Pemakaian Alkohol
Sebuah metaanalisis terhadap 35 penelitian dari tahun 1966 hingga 2002
melaporkan bahwa dibandingkan dengan bukan pengguna alkohol, individu yang
mengkonsumsi kurang dari 12 g per hari (satu minuman standar) alkohol memiliki
adjusted RR yang secara signifikan lebih rendah untuk stroke iskemik (RR: 0,88; 95%
CI: 0,69), demikian juga individu yang mengkonsumsi 12 hingga 24 g per hari (1
hingga 2 standar minum) alcohol (RR: 0,72; 95% CI: 0,57 hingga 0,91). Tetapi, individu
yang mengkonsumsi alkohol lebih dari 60 g per hari memiliki adjusted RR untuk stroke
iskemikyang secara signifikan lebih tinggi (RR: 1,69; 95% CI: 1,3 hingga 2,1).
f) Obesitas
Obesitas abdomen adalah sebuah faktor risiko yang independen dan potensial
untuk stroke iskemik di dalam semua kelompok etnis.Merupakan faktor risiko yang
lebih kuat dari pada BMI (Body Mass Index)dan memiliki efek yang lebih kuat pada
orang yang lebih muda. Prevensi obesitas dan reduksi berat badan memerlukan
penekanan yang lebih besar di dalam program prevensi stroke.
g) Usia Tua
Hajat et al. (2001) meneliti hubungan antara berbagai faktor risiko
serebrovaskuler subtipe stroke bamford. Penelitian ini memasukkan 1254 pasien dengan
stroke yang pertama antara tahun 1995 dan 1998; 995 pasien (79,3%) kulit putih, 203
(16,2%) kulit hitam, 52 (4,1 %) etnis lain, dan 4 (0,3%) etnis tidak di ketahui. Di dalam
analisis multivarian, peningkatan usia dan penyakit serebrovaskuler sebelumnya
memiliki hubungan yang independen dengan infark daripada dengan perdarahan .
h) Jenis Kelamin
Hasil dari suatu penelitian yang bertujuan untuk menganalisa berdasarkan jenis
kelamin, gambaran klinis, tipe stroke, dan keluaran pada individu yang terserang stroke
pertama kali, ditemukan ratarata (P<0,001). Hipertensi (P=0,0027) dan penyakit
kardioemboli (P=0,0035) merupakan faktor risiko pada wanita. Pemakaian alkohol
berlebihan (P<0,001), merokok (P<0,001) dan penyakit vaskuler perifer (P=0,031)
berhubungan dengan jenis kelamin laki-laki. Secara klinis pada wanita banyak
didapatkan afasia (P<0,01) dibandingkan laki-laki dan tidak ada perbedaan antara stroke
perdarahan dengan iskemik berdasarkan usia. Pada wanita lebih banyak didapatkan
stroke kardioemboli (P<0,001), laki laki lebih banyak terdapat atherotrombosis
(P<0,001) dan stroke lakunar (P<0,05), sehingga dapat di simpulkan bahwa jenis
kelamin menentukan tipe dan gambaran klinis pasien dengan serangan stroke pertama
kali, wanita dengan rata-rata usia 6 tahun lebih tua dibandingkan laki-laki mempunyai
perbedaan profil faktor risiko vaskuler dan subtipe dari stroke. Wanita ternyata
diketahui memiliki kecacatan stroke yang lebih berat dibanding laki-laki.3
2.3. Klasifikasi Stroke
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :1,2
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
1) Perdarahan intra serebral
2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
1) Stroke akibat trombosis serebri
2) Emboli serebri
3) Hipoperfusi sistemik
2. Berdasarkan waktu terjadinya
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
3) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
4) Completed stroke
3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler
1) Sistem karotis
a. Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
b. Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia
c. Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks
d. Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
2) Sistem vertebrobasiler
a. Motorik : hemiparese alternans, disartria
b. Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia
c. Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia
kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.
Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan
2) Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan
subarakhnoid
adalah
perdarahan
ke
dalam
ruang
(ruang
subarachnoid) diantara lapisan dalam (pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater)
para jaringan yang melindungan otak (meninges). Penyebab yang paling umum adalah
pecahnya tonjolan pada pembuluh (aneurisma). Biasanya, pecah pada pembuluh
menyebabkan tiba-tiba, sakit kepala berat, seringkali diikuti kehilangan singkat pada
kesadaran. Perdarahan subarakhnoid adalah gangguan yang mengancam nyawa yang
bisa cepat menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis
stroke yang lebih umum terjadi pada wanita.4
kejang.
Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit
perdarahan subarakhnoid.
Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi,
banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.2
aliran darah ini menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Aliran darah kurang dari 18
ml/100 mg/menit akan mengakibatkan iskemia neuron yang sifatnya irreversibel.
Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.2,4
Aliran darah ke otak pada stroke iskemik terhenti karena aterosklerosis
(penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau adanya bekuan darah yang
telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Penyumbatan dapat terjadi di
sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak)
bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran
darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal
memberikan darah ke sebagian besar otak.4
Manifestasi klinik
1. Kebutaan ipsilateral-terletak pada atau mengenai sisi yang
sama (arteri optalmik-yang berhubungan dengan mata)
2. Gejala pada arteri serebralis tengah
1. Kelemahan kontralateral- dan kehilangan sensori termasuk
lengan dan wajah lebih daripada kaki.
2. Afasia-defek atau hilangnya kemampuan ekspresi dengan
10
3.
Arteri serebralis
anterior
4.
1.
2.
3.
4.
5.
Arteri serebralis
posterior
1.
2.
3.
Arteri basilaris
1.
2.
3.
4.
Arteri vertebralis
5.
1.
2.
3.
4.
5.
11
12
13
14
g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus
dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan
larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.4
Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti
koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue
Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau
pirasetam (jika didapatkan afasia).
Stroke Hemoragik
Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 1520% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan
volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera
diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam;
kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intracranial meningkat, posisi kepala dinaikkan
300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke
iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg). Penatalaksanaan umum sama dengan
pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat,
15
atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran apas dicegah dengan fisioterapi dan
diobati dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan
bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya
kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut
akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan
lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman
herniasi.4
16
BAB III
KEUNGGULAN ANTI PLATELET TERHADAP PREFENTIF
STROKE BERIKUTNYA
3.1. Antiplatelet
Anti platelet adalah obat-obat yang menurunkan agregasi platelet dan
menghambat pembentukan thrombus di sirkulasi arteri dimana antikoagulan mempunyai
efek yang sedikit.
Stroke akan tetap menjadi masalah umum dan mahal di seluruh dunia, namun
banyak kemajuan yang telah dibuat dalam beberapa dekade dalam memahami
mekanisme stroke, faktor risiko, dan therapies. Karena trombosa memainkan peran
penting dalam pathogenesis of ischemic stroke, obat-obatan yang mengganggu
hemostasis dan klintir formasi seperti anticoagulants dan platelet antiaggregants biasa
digunakan dalam pengelolaan penyakit cerebrovascular. Banyak bukti yang mendukung
penggunaan obat tertentu antithrombotic dalam pencegahan stroke. Namun, karena
keterbatasan data pendukung, penggunaan agen ini dalam pasien dengan ischemic
stroke akut masih kontroversial.5,7,8
Aspirin (160 mg atau 325 mg setiap hari) hasil yang signifikan secara statistik
kecil tetapi pengurangan kematian dan cacat apabila diberikan dalam waktu 48 jam
setelah ischemic stroke, seperti ditunjukkan oleh gabungan analisis yang tersedia
studies.12 Abciximab, unfractionated heparin, LMW heparins, dan heparinoids belum
ditampilkan untuk mengurangi angka kematian atau stroke yang berhubungan dengan
sifat mudah kena sakit bila digunakan dalam waktu 48 jam mulai di pasien dengan
ischemic stroke akut.
17
18
19
efek
peningkatan
sensitivitasnya
terhadap
ADP
(adenosin
difosfat).
monophosphate)
dalam
platelet
20
melalui
penghambatan
cAMP
fosfodiesterase. Obat ini digunakan pada penyakit oklusif aterial kronik. Gotoh et al.
(2000), melakukan suatu penelitian prevensi stroke, suatu penelitian kasus kontrol, buta
ganda untuk pervensi sekunder infark serebrum dengan total kasus 1095.8
Terapi dengan silostazol menunjukkan reduksi yang relatif bermakna (41,7% CI
9,2 62,5%) dalam kambuhnya infark serebrum dibandingkan dengan pemberian
plasebo (p.0,015). Dosisnya adalah 100mg, 2 kali sehari (Wibowo dan Gofir, 2001).
Sedangkan interaksi obatnya yaitu dengan enoxaparin, alteplase, aspirin, dan dalteparin
Efek samping gangguan gastro-intestinal, takikardi, palpitasi, angina, aritmia, nyeri
dada, edema, rhinitis, pusing, sakit kepala, astenia, ruam, pruritus, ecchymosis; kurang
umum maag, gagal jantung kongestif, hipotensi postural, dispnea, pneumonia, reaksi
hipersensitivitas batuk, insomnia, mimpi abnormal, kecemasan, hiperglikemia, diabetes
mellitus, anemia, perdarahan, mialgia, (termasuk sindrom Stevens-Johnson dan
nekrolisis epidermal toksik dalam kasus jarang); jarang anoreksia, hipertensi, paresis,
peningkatan frekuensi kencing, gangguan perdarahan, ginjal penurunan nilai,
konjungtivitis, tinitus, dan penyakit kuning7,8
4. Adenosine reuptake inhibitors
Contoh :
dipiridamol (persantin).
Dipyridamole menghambat platelet phosphodiesterase, menyebabkan peningkatan
berhubung dgn putaran AMP dengan potentiasi dari tindakan PGI2 - menentang
tindakan TXA2. dosis 300 600 mg sehari dalam dosis terbagi sebelum makan.
Senyawa dipirimidin berkhasiat menghindarkan agregasi trombosit dan adhesinya pada
dinding pembuluh.Juga menstimulasi efek
21
tidak diubah dan kadarnya dalam trombosit meningkat Efek samping hampir sama
dengan obat-obat antiplateletlainnya.8
Pencegahan terjadinya penyumbatan di daerah arteri dapat digunakan obat-obat
anti platelet sebagai terapi obat dan trombolitik. Obat-obat antiplatelet mengubah
aktivasi platelet dari kerusakan vascular yang mana hal ini penting untuk
pengembangan pembuluh darah arteri. Terapi trombolitik digunakan dalam myocardial
infark, dan kadang-kadang pada kerusakan otak. Tidak boleh diberikan pada pasien
yang mengalami perdarahan, hipertensi tak terkendali atau hemoragic stroke, atau
operasi.8
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD
Arifin Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
2. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical
Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
3. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victors Priciples
ofNeurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.
4. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline
Stroke 2007. Jakarta.
5. Baehr M, Frotscher M. Duus : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised edition.
New York : Thieme. 2005.
6. American Heart Association, 2009. Heart Disease and Stroke Statistic 2009 Update:
A Report From the American Hearth Association Statistic Committee and Stroke
Statistics Subcommittee. Circulation, 119: 21-181.
7. Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Stroke Facts and Statistics. :
Division
for
Heart
Disease
and
Stroke
Prevention.
Available
from:
2011].
Sinai
Medical
Center.
Available
from:
23