Anda di halaman 1dari 17

TINJAUAN PUSTAKA

PERANAN ANTIPLATELET DALAM TERAPI STROKE NON


HEMORAGIK

1. DEFINISI
Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut secara fokal atau global
yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak,secara mendadak
yang menimbulkan gejala dan tanda sesuai dengan daerah fokal di otak yang
terganggu.1
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-
tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau
global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler.2
Stroke iskemik adalah stroke yang disebabkan karena adanya sumbatan
pada pembuluh darah otak tertentu sehingga daerah otak yang diperdarahi oleh
pembuluh darah tersebut tidak mendapat pasokan energi dan oksigen, sehingga
pada akhirnya jaringan sel-sel otak di daerah tersebut mati dan tidak berfungsi
lagi.3

2. KLASIFIKASI MODIFIKASI MARSHALL


A. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
1. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarachnoid
B. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu
1. TIA
2. Stroke – in – evolution
3. Completed stroke
C. Berdasarkan sistem pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebro-basilar

3. PERBEDAAN STROKE HEMORAGIK DAN NON HEMORAGIK


Pada pemeriksaan CT-Scan (Computerized Tomography Scanning), stroke
hemoragis akan terlihat gambaran lesi hiperdens, sedang pada stroke non
hemoragis terlihat gambaran lesi hipodens. Selain itu, diagnosis stroke dapat
ditegakkan berdasarkan anamnesis.
Gejala – gejala Perdarahan Infark
Onset atau awitan Mendadak Mendadak
Saat onset Sedang aktif Istirahat
Peringatan (“warning”) -- ++ (TIA)
Nyeri kepala +++ +
Kejang – kejang + -
Muntah + -
Kesadaran menurun +++ +

4. KLASIFIKASI STROKE NON HEMORAGIS


Stroke iskemik dibagi menjadi beberapa tipe menurut penyebabnya, yaitu :
a. Trombosis
Trombosis adalah bekuan darah. Stroke trombosis adalah stroke yang terjadi
karena adanya sumbatan di pembuluh darah besar di otak oleh karena adanya
gumpalan/plak yang terbentuk akibat proses aterosklerotik (pengerasan arteri).
Stroke karena trombosis ini merupakan stroke yang paling sering terjadi (hampir
40% dari seluruh stroke).3 Plak aterosklerotik tersebut akan menyumbat suatu
pembuluh darah tertentu di otak yang pada akhirnya daerah otak yang seharusnya
mendapat pasokan oksigen dan nutrisi tersebut menjadi kekurangan nutrisi dan
oksien (iskemia) dan akhirnya menjadi mati (infark).4 Plak aterosklerotik biasanya
menyumbat pembuluh darah besar di sekitar leher ataupun di dasar otak.
Proses aterosklerosis itu sendiri dipercepat oleh berbagai faktor, seperti
hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterol, dan faktor-faktor lain.1
Aterosklerosis terjadi oleh karena penimbunan lipid termasuk kolesterol di bawah
lapisan intima pembuluh darah. Sumbatan karena bekuan darah (trombus) sering
terjadi di malam hari pada saat tidur atau tidak beraktivitas. Pasien biasanya baru
sadar bahwa mereka mengalami kelemahan anggota badan sesisi pada saat mereka
bangun.3 Gejala kelemahan biasanya akan semakin memburuk dalam beberapa
hari ke depan, kemudian stabil, baru mengalami perbaikan setelah kurang lebih 7
hari kemudian.3
b. Lakunar
Stroke lakunar adalah stroke yang terjadi pada pembuluh-pembuluh darah
kecil yang ada di otak. Terjadi pada sekitar 20% kasus dari seluruh stroke.3 Stroke
lakunar ini disebabkan oleh adanya sebuah lesi/luka yang kecil, berbatas jelas
berukuran kurang lebih 1,5 cm yang biasanya terletak di daerah subkortikal,
kapsula interna, batang otak, dan serebelum. Stroke lakunar ini berkaitan kuat
dengan hipertensi dan juga dihubungkan dengan perubahan mikrovaskular yang
timbul karena hipertensi kronis dan diabetes mellitus.4 Penyumbatan pada
pembuluh darah kecil ini biasanya tidak memberikan dampak stroke yang parah.
c. Emboli Serebral
Stroke emboli adalah stroke yang terjadi oleh karena adanya gumpalan
darah/bekuan darah yang berasal dari jantung dan kemudin terbawa aliran darah
sampai ke otak, kemudian menyumbat pembuluh darah di otak. Proporsinya
sekitar 20% dari seluruh kasus stroke.3 Bekuan darah dari jantung biasanya
terbentuk akibat denyut jantung yang tidak teratur (misalnya fibrilasi atrium),
kelainan katup jantung, infeksi di dalam jantung, dan juga operasi jantung.4
Berdasarkan perjalanan klinisnya, stroke non hemoragik dikelompokkan
menjadi :
1. TIA (Transient Ischemic Attack)
TIA atau serangan iskemik sesaat adalah serangan pada pembuluh darah otak
karena terjadi gangguan akut dari fungsi fokal serebral dengan tanda dan gejala
yang hampir sama dengan stroke, tetapi semua gejala kelumpuhan dan defisit
neurologis tersebut akan hilang kurang dari 24 jam biasanya disebabkan karena
emboli atau trombosis. Sebanyak 50% dari TIA telah sembuh dalam waktu 1
jam dan 90% telah sembuh dalam waktu 4 jam. Dengan demikian pada
umumnya setelah 4 jam sudah dapat dibedakan antara TIA dengan stroke
(komplit).1
2. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Seperti halnya pada TIA, gejala neurologis yang ada pada RIND juga akan
menghilang, hanya saja waktunya lebih dari 24 jam, namun kurang dari 21
hari.1
3. Progressing stroke atau Stroke in evolution
Pada bentuk ini kelainan yang ada masih terus berkembang ke arah yang
lebih berat.
4. Completed stroke
Completed stroke diartikan bahwa kelainan neurologis yang ada sifatnya
sudah menetap, tidak berkembang lagi.

5. PATOFISIOLOGI
Pada fase akut stroke perubahan terjadi pada aliran darah otak. Pada
daerah tempat terjadinya iskemik, yang secara etiologi terdapat perbedaan yaitu
iskemik global dan iskemik fokal. Pada iskemik global aliran darah secara
keseluruhan menurun akibat tekanan perfusi misalnya karena syok ireversibel
akibat henti jantung, perdarahan sistemik yang masif, fibrilasi atrial berat, dan
lain-lain. Sedangkan pada iskemik yang fokal terjadi akibat turunnya tekanan
perfusi otak regional. Keadaan ini disebabkan oleh adanya sumbatan atau
pecahnya salah satu pembuluh darah otak di daerah sumbatan atau tertutupnya
aliran darah otak baik sebagian atau seluruh lumen pembuluh darah otak,
penyebabnya antara lain :

- Perubahan patologik pada dinding arteri pembuluh darah otak


menyebabkan trombosis yang diawali oleh proses arteriosklerosis di
daerah tersebut. Selain itu proses pada arteriol karena vaskulitis atau
lipohialinosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena infark lakunar.
- Perubahan akibat proses hemodinamik dimana terjdi perfusi sangat
menurun karena sumbatan di daerah proximal pembuluh arteri karotis atau
vertebrobasilaris.
- Perubahan akibat perubahan sifat darah, misalnya : sicle-cell, leukemia
akut, polisitemia, hemoglobinopati, dan makroglobulinemia.
- Tersumbatnya pembuluh akibat emboli darah proximal, misalnya :
”artery- to artery thrombosis”, emboli jantung, dan lain-lain.

Sebagai akibat dari penutupan aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka
terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai
di tingkat seluler, berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti dengan
kerusakan pada fungsi utama serta integritas fisik dari susunan sel, selanjutnya
akan berakhir dengan kematian neuron.

6. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :
a. Anamnesis memberikan gejala dan tanda sesuai dengan daerah fokal di otak.
Akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut mencong
atau bicara pelo dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini
timbul sangat mendadak. Juga perlu ditanyakan faktor-faktor resiko yang
menyertai stroke. Dicatat obat-obat yang sedang dipakai. Juga ditanyakan
riwayat keluarga dan penyakit lainnya.
b. Melakukan pemeriksaan fisik neurologis
c. Sistem Skor untuk membedakan jenis stroke, yaitu :
Skor Siriraj  2,5 x derajat kesadaran ) + ( 2 x vomitus ) + ( 2 x nyeri kepala
) + ( 0,1 x tekanan diastolik ) – ( 3 x petanda ateroma ) – 12
SS> 1 : Stroke Hemoragik
-1 < SS < 1 : perlu konfirmasi CT Scan
SS < -1 : Stroke Non Hemoragik

7. PENATALAKSANAAN
Penderita stroke sejak mulai sakit pertama kali dirawat sampai proses
rawat jalan di luar RS, memerlukan perawatan dan pengobatan terus menerus
sampai optimal dan mencapai keadaan fisik maksimal.1 Pengobatan pada stroke
non hemoragis dibedakan menjadi :
a. Pengobatan Umum
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B, yaitu
1. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru cukup baik.
Fungsi paru sering terganggu karena curah jantung yang kurang, maka
jantung harus dimonitor dengan seksama. Pengobatan dengan oksigen
hanya perlu bila kadar oksigen dalam darah berkurang.
2. Blood
A. Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah
ke otak. Pada fase akut pada umumnya tekanan darah meningkat dan
secara spontan akan menurun secara gradual. Pengobatan hipertensi
pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi yang justru
menambah iskemik lagi.
B. Komposisi darah dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk
metabolisme otak. Bila terdapat polisitemia harus dilakukan
hemodilusi. Pemberian infus glukosa harus dihindari karena akan
menambah terjadinya asidosis di daerah infark yang mempermudah
terjadinya edem dan karena hiperglikemia menyebabkan perburukan
fungsi neurologis dan keluaran. Keseimbangan elektrolit harus dijaga.
3. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi
karena akan membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup, bila perlu
diberikan melalui nasogastric tube.
4. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi
retensio urin. Bila terjadi inkontinensia, untuk laki-laki harus dipasang
kondom kateter, kalau wanita harus dipasang kateter tetap.
5. Brain
Edema otak dan kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi edema otak,
dapat dilihat dari keadaan penderita yang mengantuk, adanya bradikardi
atau dengan pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk
mengatasi kejang-kejang yang timbuldapat diberikan Diphenylhydantion
atau Carbamazepin.
b. Pengobatan Khusus
Pada fase akut pengobatan ditujukan untuk membatasi kerusakan otak
semaksimal mungkin agar kecacatan yang ditimbulkan menjadi seminimal
mungkin.1 Untuk daerah yang mengalami infark, kita tidak bisa berbuat banyak.
Yang penting adalah menyelamatkan daerah di sekitar infark yang disebut daerah
penumbra. Neuron-neuron di daerah penumbra ini sebenarnya masih hidup, akan
tetapi tidak dapat berfungsi oleh karena aliran darahnya tidak adekuat. Daerah
inilah yang harus diselamatkan agar dapat berfungsi kembali.3 Untuk keperluan
tersebut maka aliran darah di daerah tersebut harus diperbaiki. Menurut hukum
Hagen-Poisseuille, viskositas darah memegang peranan penting. Viskositas darah
dipengaruhi oleh hematokrit, plasma fibrinogen, rigiditas eritrosit, dan agregasi
trombosit.4
Terapi khusus pada stroke adalah pemberian antiplatelet serta dapat pula
diberikan terapi neuroprotektan seperti sitikolin atau pirasetam. Pengobatan lini
pertama khusus pada stroke iskemik adalah pengobatan antiplatelet ataupun
antikoagulan.3 Berdasarkan guideline Perdossi penatalaksanaan khusus stroke
iskemik adalah pemberian obat-obatan yang menghambat kerusakan sel otak lebih
luas yaitu pemberian terapi trombolisis (rTPA), terapi antikoagulan, terapi
antiplatelet, terapi neuroprotektor dan anti edema. Adapun rekomendasi terapi
khusus stroke iskemik akut tersebut yaitu:
- Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak
direkomendasikan diberikan pada kebanyakan pasien stroke iskemik
- Pemberian terapi trombolisis pada stroke akut
- Pemberian antikoagulan
Pemberian antokoagulan urgent diberikan dengan tujuan mencegah
timbulnya stroke ulang awal, menghentikan perburukan defisit neurologi,
atau memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik akut tidak
direkomendasikan sebagai pengobatan untuk pasien dengan stroke iskemik
akut. Antikoagulasi urgent tidak drekomendasikan pada penderita dengan
stroke akutsedang sampai berat karena meningkatnya risiko komplikasi
perdarahan intrakranial. Inisiasi pemberian terapi antikoagulan dlam
jangka waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian intravena rtPA tidak
direkomendasikan. Secara umum, pemberian heparin, LMWH atau
heparinoid setelah stroke iskemik akut tidak bermanfaat. Namun, beberapa
ahli merekomendasikan heparin dosis penuh pada penderita stroke iskemik
akut dengan risiko tinggi terjadi reembolisasi, diseksi arteri atau stenosis
berat arteri karotis sebelum pembedahan. Kontraindikasi pemberian
heparin juga termasuk infark besar >50%, hipertensi yang tidak dapat
terkontrol, dan perubahan mikrovaskuler otak yang luas.1
- Pemberian antiplatelet
Pemberian Aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24 sampai 48 jam
setelah awitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut. Aspirin
tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi akut pada
stroke, seperti pemberian rtPA intravena. Jika direncanakan pemberian
trombolitik, aspirin jangan diberikan. Penggunaan aspirin sebagai
adjunctive therapy dalam 24 jam setelah pemberian
obat trombolitik tidak dierkomendasikan. Pemberian klopidrogel saja, atau
kombinasi dengan aspirin, pada stroke iskemik akut, tidak dianjurkan
kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik, misalnya angina pectoris
tidak stabil, non-Q-wave MI, atau recent stenting, pengobatan harus
diberikan sampai 9 bulan setelah kejadian. Pemberian antiplatelets
intravena yang menghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa
tidak dianjurkan.1
- Pemberian neuroprotektor
Citicolin sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut.
Penggunaan citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis 2x1000 mg
intravena 3 hari dan dilajutkan dengan oral 2x1000 mg selama 3 minggu
dilakukan dalam penelitian ICTUS (International Citicholin Trial in Acute
Stroke, ongoing). Pemberian Plasmin oral 3x500 mg pada 66 pasien di 6
rumah sakit pendidikan di Indonesia menunjukkan efek positif pada
penderita strke akut berupa perbaikan motoric, skor MRS dan Barthel
index.1
Peran Terapi Antiplatelet
Antiplatelet berperan dalam mencegah pembentukan gumpalan darah yang
bersarang pada arteri serebral dan menyebabkan stroke. Terapi antiplatelet
diperlukan dalam meningkatkan mobilitas dan perbaikan kondisi pasien dimana
antiplatelet akan memperlancar aliran darah menuju otak dan memperbaiki asupan
kebutuhan pasien stroke.5 Obat antiplatelet mencegah pembekuan dengan
mengurangi aktivitas trombosit, sel darah yang berkontribusi sebagai properti
pembekuan darah. Obat ini mengurangi risiko pembentukan gumpalan darah,
sehingga mengurangi risiko stroke iskemik. Agen anti-platelet adalah kelas
heterogen obat yang telah berhasil digunakan selama lebih dari 2 dekade dalam
pencegahan stroke sekunder. Agen antiplatelet yang sering dsebutkan dalam
pedoman klinis adalah termasuk aspirin, dengan atau tanpa dipyridamole, dan
lebih baru-baru ini, antagonis adenosin tiklopidin dan clopidogrel.6 Mereka
mewakili sekelompok agen beragam yang berbagi kemampuan untuk mengurangi
aktivitas trombosit melalui berbagai mekanisme. Aktivitas biologis antiplatelet
tersebut melampaui kerja trombosit dan termasuk efek baik secara lokal pada
elemen darah lainnya dan di dalam dinding pembuluh darah serta efek lebih luas
yaitu pada jenis sel di seluruh tubuh. Diakui bahwa endotelium yang utuh
menghasilkan berbagai zat, termasuk NO, tPA dan prostasiklin, yang secara
fisiologis penting bagi aliran darah lokal, serta memastikan baik pemeliharaan
permukaan nonthrombogenik dan memfasilitasi lisis bekuan lokal.6
Pada sisi arteri obat antiplatelet bekerja dalam beberapa cara dalam
mengurangi volume jaringan otak yang rusak oleh iskemia. Mereka dapat
mencegah penyebaran distal dan proksimal trombus arteri, mencegah embolisasi
ulang, mencegah agregasi trombosit dalam mikrosirkulasi, mengurangi pelepasan
tromboksan dan eikosanoid neurotoksik lainnya. Obat antiplatelet telah terbukti
bermanfaat baik dalam pengobatan stroke akut dan pencegahan.5
Manfaat agen antiplatelet dalam pencegahan stroke telah dilaporkan
dengan baik. Pengurangan keparahan stroke mungkin merupakan manfaat
tambahan dari perawatan pada fase akut iskemia otak. Tingkat keparahan stroke
berkorelasi dengan hasil stroke. Oleh karena itu masuk akal bahwa terapi atau
intervensi yang mengurangi keparahan kejadian stroke dapat memberikan hasil
yang lebih menguntungkan. Sebuh studi penggunaan agen antiplatelet dalam 48
jam dari ictus telah diperiksa terutama obat antiplatelet aspirin.5 Namun demikian,
kemungkinan bahwa penggunaan agen antiplatelet untuk terapi stroke akut akan
kurang ketat daripada yang saat ini terlihat untuk trombolitik.5
Pentingnya agen antiplatelet untuk pencegahan dan pengobatan penyakit
iskemik adalah konsep yang dikembangkan sebagai konsekuensi dari beberapa
penelitian yang menunjukkan:
a. kontribusi trombosit untuk penyakit jantung dan karotid5
b. pengembangan tes direproduksi untuk mengukur aktivasi trombosit
Empat jenis antiplatelet yang sering digunakan pada penderita stroke
iskemik adalah aspirin, aspirin-dipyridamole, clopidogrel, dan ticagrelor. Ini
dipilih karena mereka telah menjadi subjek definitif uji coba dan merupakan anti-
platelet yang paling sering dibahas dalam pedoman praktik.6 Berikut pembahasan
masing-masing agen antiplatelet berdasarkan studi metaanalisis:
1. ASPIRIN
Asam asetilsalisilat (ASA) atau dikenal sebagai aspirin, secara ireversibel
menonaktifkan cyclooxygenase platelet yang bertanggung jawab untuk sintesis
prostaglandin dan tromboksan dengan membuat asetilasi pada kelompok serin
spesifik (pada COX-1 dan COX-2). Secara khusus, aspirin menghambat
produksi tromboxane A2 (TXA2) secara ireversibel sehingga ASA mampu
mencapai efek antiplatelet.6
Dua uji coba acak dengan jumlah sampel yang besar menguji efek aspirin
pada fase akut stroke iskemik yaitu IST (International Stroke Trial) dan CAST
(Chinese Acute Stroke Trial). Pada IST, pasien menerima 300 mg aspirin setiap
hari, sedangkan pada CAST, 160 mg setiap hari diberikan. Berdasarkan
analisis gabungan dari 40.000 pasien yang diacak dalam 2 percobaan yang
diterbitkan pada tahun 2000 ini didapatkan bahwa terdapat penurunan yang
sangat signifikan dari 7 stroke iskemik berulang per 1000 pasien yang diobati
dan pengurangan yang signifikan secara nominal dari 4 kematian tanpa stroke
lebih lanjut per 1000 pasien yang diobati.6 Secara keseluruhan, ada penurunan
bersih 9 per 1000 yang dirawat dengan risiko stroke atau kematian lebih lanjut
di rumah sakit. Data ini menunjukkan manfaat yang sangat kuat dalam inisiasi
akut aspirin setelah stroke iskemik.6 Namun sekarang ini sebagai besar uji
klinis telah mencoba peranan antiplatelet ganda dalam penanganan stroke
iskemia akut yaitu salah satunya clopidogrel.6
Secara keseluruhan, aspirin mengurangi risiko kejadian pembuluh darah
yang serius sebesar 19% (95% CI, 7% –25%), infark miokardiom non fatal
sebesar 36% (95% CI, 15% –52%), dan semua stroke sebesar 17% (95% CI,
4% –28%). Kemungkinan stroke iskemik dan stroke iskemik yang pasti
keduanya berkurang secara signifikan (masing-masing sebesar 22% dan 21%).
Sebaliknya, stroke hemoragik (risiko relatif, 1,90; 95% CI, 1,06-3,44) dan
perdarahan gastrointestinal (risiko relatif, 2,69; 95% CI, 1,25-56) didapatkan
keduanya alami meningkat.6
Oleh karena adanya pengurangan risiko absolut kejadian pembuluh darah
serius dan stroke iskemik dalam pencegahan sekunder lebih banyak daripada
peningkatan risiko absolut dalam peristiwa perdarahan, maka berlaku risk vs
benefit dalam hal ini. Sebagian besar pasien dengan penyakit serebrovaskular
iskemik mulai menggunakan aspirin dosis rendah sebagai monoterapi atau
sebagai bagian dari rejimen DAPT (Dual Antiplatelet Therapy).6 Dosis optimal
aspirin berdasarkan studi Antithrombotic Trialists Collaboration overview yang
dipublikasikan tahun 2002 menyatakan bahwa terdapat penurunan risiko
kejadian vaskular serius yang signifikan pada pasien yang menerima aspirin
dosis ≥75mg/hari dan berbanding terbalik pada 3 uji lain dimana pasien
menerima aspirin dosis <75mg / hari. Sehingga disarankan bahwa kisaran dosis
optimal aspirin untuk penggunaan jangka panjang adalah 75-150mg/hari,
karena dosis yang lebih tinggi bersifat gastrotoxic.6 Berdasarkan guideline
Perdossi pemberian Aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24 sampai 48
jam setelah awitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut
kemudian diikuti pemberian jangka panjang asetosal 75 mg sehari sekali untuk
mencegah serangan selanjutnya.1
5. ASPIRIN-DYPIRIDAMOLE
Dipyridamole adalah inhibitor agregasi platelet dengan beberapa
mekanisme kerja yaitu (1) inhibisi platelet cAMP-phosphodiesterase, (2)
potensiasi penghambatan adenosin dari fungsi trombosit dengan menghalangi
reuptake oleh sel-sel vaskular, darah dan degradasi adenosin berikutnya, serta
(3) potensiasi aktivitas antiagregasi prostasiklin (PGI2) dan peningkatan
biosintesis PGI2. Dipyridamole dalam tatalaksana stroke iskemia biasanya
diberikan dalam bentuk kombinasi bersama dengan aspirin yaitu dalam bentuk
DAPT. DAPT telah dipelajari dalam 6 uji klinis pasien dengan stroke iskemik
atau TIA. Dua studi yang berkontribusi dalam sebagain besar data yaitu ESPS-
2 (European Stroke Prevention Study 2) dan ESPRIT(European/Australasian
Stroke Prevention in Reversible Ischemia Trial). Dalam uji klinis tersebut
melibatkan sampel berjumlah total 7795 pasien dan 1158 hasil (gabungan
kematian vaskular, stroke nonfatal, dan infark miokard nonfatal).6
Dalam studi ESPS-2, pasien kelompok aspirin-dipyridamole menerima
dipyridamole 200 mg dua kali sehari dalam bentuk FDC (fixed drugs
combination) dengan aspirin 25 mg dua kali sehari. Sedangkan pada studi
ESPRIT, 83% pasien menerima kombinasi dipyridamole dengan dosis aspirin
bervariasi antara 30-325 mg/hari pada semua pasien. Kedua uji coba positif
untuk titik akhir primer mereka sebagai dual antiplalet.
Efek samping yang paling signifikan dari sediaan yang mengandung
dipyridamole adalah sakit kepala yaitu terjadi pada 40% pasien yang memulai
dual terapi aspirin-dipyridamole. Efek samping ini dapat diminimalkan dengan
memperlambat titrasi terapi. Singkatnya, aspirin-dipyridamole adalah terapi
antiplatelet yang dapat diberikan pada pasien dengan stroke iskemik non-
kardioembolik atau TIA dan terapi DAPT ini kemungkinan lebih baik daripada
terapi antiplatelet berupa aspirin saja.6 Kerugian regimen antiplatelet ini adalah
dosis pemberian dua kali sehari dan efek samping berupa sakit kepala.
3. CLOPIDOGREL
Clopidogrel adalah senyawa athienopyridine yang metabolit aktifnya
secara selektif menghambat pengikatan adenosin difosfat pada reseptor P2Y12
ditrombosit dan aktivasi adenosin difosfat kompleks glikoprotein (GP) IIb/IIIa
yang menghambat agregasi trombosit. Oleh karena metabolit aktif clopidogrel
mengikat ireversibel reseptor P2Y12 pada platelet sehingga fungsi platelet
menurun, maka disebut sebagai inhibitor platelet. Dalam setting
penatalaksanaan akut dosis awal clopidogrel yaitu rentang 300 hingga 600 mg
untuk mendapatkan onset efek yang lebih cepat.6
Rekomendasi terbaru AHA untuk penggunaan clopidogrel ditujukan untuk
stroke iskemik minor dan juga TIA dengan risiko tinggi. Stroke iskemik minor
didefinisikan sebagai stroke yang memiliki skor NIHSS (National Institutes of
Health Stroke Scale) ≤3 dan TIA berisiko tinggi dengan skor ≥4 berdasarkan
skala ABCD2. NIHSS menilai keparahan stroke dari berbagai aspek yaitu
meliputi kesadaran, gerak bola mata, penglihatan, kelumpuhan wajah, kekuatan
motorik, ataksia sensorik, afasia, diartria dan inatensi. Skor ABCD2 untuk TIA
meliputi penilaian usia, tekanan darah, kondisi klinis, durasi dan ada tidaknya
diabetes melitus.7
Clopidogrel pertama kali diuji pada pasien dengan penyakit
serebrovaskular dalam percobaan CAPRIE (Clopidogrel Versus Aspirin in
Patients at Risk of Ischemic Events). Dalam studi tersebut efikasi Clopidogrel
75mg/hari dibandingkan dengan aspirin 325 mg/hari pada kasus stroke
iskemik, infark miokard, atau kematian vaskular. Secara keseluruhan,
didapatkan pengurangan risiko relatif sebesar 8,7% pada pasien yang menerima
clopidogrel (95% CI, 0,3% - 16,5%; P = 0,043). Selain itu didapatkan adanya
tingkat perdarahan intrakranial yang sama antara aspirin dan clopidogrel
(masing-masing 0,49% vs 0,35%; P = 0,23) dan tingkat perdarahan
gastrointestinal yang lebih tinggi pada pasien yang menerima terapi aspirin
(2,66% berbanding 1,99%, P = 0,05).6
Guideline AHA 2018 merekomendasikan pada pasien dengan stroke
ringan, perawatan selama 21 hari dnegan terapi antiplatelet ganda aspirin-
clopidogrel (DAPT) dimulai dalam 24 jam pertama onset, dapat bermanfaat
untuk pencegahan stroke sekunder dini untuk periode hingga 90 hari sejak
onset gejala.7 Rekomendasi ini didasarkan oleh studi CHANCE (Clopidogrel in
High-Risk Patients With Acute Nondisabling Cerebrovascular Events) yaitu uji
coba acak tersamar ganda dan terkontrol placebo di Tiongkok untuk
mempelajari efektivitas efikasi terapi antiplatelet ganda (DAPT) jangka pendek
yang dimulai dalam 24 jam onset stroke. Kombinasi Clopidogrel (dosis awal
300 mg, diikuti dosis pemeliharaan 75mg/hari) dan aspirin dosis rendah
(75mg/hari) diberikan selama 21 hari pertama diikuti pemberian clopidogrel
saja hingga 90 hari dibandingkan dengan placebo plus aspirin (75 mg/hari
selama 90 hari) pada pasien stroke iskemik ringan (skor NIHSS ≤3) atau TIA
risiko tinggi (skor ABCD2 ≥4). Hasil utama studi ini menjukkan bahwa stroke
berulang (iskemik atau hemoragik) terjadi pada 8,2% pasien kelompok
clopidogrel-aspirin dan 11,7% kelompok monoterapi aspirin (HR, 0,68;95%
CI, 0,57-0,81).7 Studi lain yaitu POINT (Platelet-Oriented Inhibition in New
TIA and Minor Ischemic Stroke) dengan sampel 4881 pasien yang terdaftar
dalam waktu 12 jam dari stroke iskemik akut. Pasien secara acak menerima
clopidogrel dengan dosis awal 600mg ditambah aspirin atau aspirin saja. Hasil
utama dari kejadian iskemik utama (gabungan dari stroke iskemik, infark
miokard, atau kematian akibat kejadian iskemik vaskular) terjadi pada 5,0%
kelompok DAPT dan 6,5% kelompok monoterapi aspirin. Hasil sekunder dari
stroke iskemik juga berkurang (HR, 0,72; 95% CI, 0,56-0,92). Perdarahan
mayor terjadi pada 0,9% dari kelompok DAPT dan 0,4% dari kelompok aspirin
(HR, 2,32; 95% CI, 1,10-4,87).6 Hal ini menunjukkan manfaat clopidogrel plus
aspirin lebih besar dalam 7 hari pertama dan dalam 30 hari pertama
dibandingkan dalam 90 hari, dimana risiko perdarahan dengan DAPT lebih
besar selama periode dari 8 hingga 90 hari dibandingkan selama 7 hari
pertama. Para peneliti memperkirakan bahwa untuk setiap 1000 pasien yang
diobati dengan DAPT selama 90 hari, pengobatan akan mencegah 15 stroke
iskemik dan menyebabkan 5 pendarahan besar.6
4. TICAGRELOR
Ticagrelor adalah antagonis reseptor P2Y12 reversibel, yang tidak seperti
clopidogrel, tidak memerlukan konversi dari prodrug untuk obat aktif di hati.
Ticagrelor bersifat reversibel dan beraksi pendek, jadi harus diberikan dua kali
sehari. Pada penyakit arteri besar, ticagrelor secara substansial lebih manjur.
Sebanyak 6,7% dari 1542 pasien dengan stenosis ipsilateral pada kelompok
ticagrelor dan 147 (9,6%) dari 1539 pasien dengan stenosis ipsilateral pada
kelompok aspirin memiliki peristiwa utama dalam 90 hari ( SDM, 0,68; 95%
CI, 0,53-0,88). Ini kemungkinan karena dominasi trombus putih (kaya agregat
trombosit) dalam mekanisme stroke / TIA aterosklerosis pada arteri besar.
Rekomendasi
Untuk pengobatan akut TIA nonembolik atau stroke iskemik, 2 percobaan
telah secara meyakinkan menunjukkan pengurangan stroke iskemik yang berulang
dengan kombinasi aspirin dan clopidogrel (dibandingkan monoterapi aspirin),
yang berlangsung selama 21 atau 90 hari stroke dan hanya sebagian diimbangi
oleh peningkatan perdarahan mayor.6
Pencegahan jangka panjang kejadian pembuluh darah berulang pasien
dengan riwayat stroke stroke atau TIA, tersedia beberapa pilihan agen antiplatelet
seperti yang disebutkan diatas yaitu aspirin, aspirin-dipyridamole, dan
clopidogrel. DAPT yang merupakan kombinasi clopidogrel dan aspirin belum
secara meyakinkan menunjukkan pencegahan kejadian berulang dalam uji coba
pencegahan jangka panjang, di mana perdarahan mayor meningkat secara
signifikan berdasarkan beberapa uji klinis (MATCH, SPS3, CHARISMA).6
Monoterapi aspirin memiliki rekam jejak yang kuat dalam kondisi akut
dan iskemia serebrovaskular kronis namun tidak mampu mencegah semua
kejadian iskemik vaksular berulang.7 Sehingga aspirin-dipyridamole dan
clopidogrel adalah alternatif yang dapat diterima dimana uji klinis PROFESS
yang membandingkan agen antiplatelet tersebut terdapat perbedaan efikasi yang
sangat kecil (tidak bermakna) diantara mereka. Nmaun, klinisi harus menyadari
bahwa aspirin-dipyridamole memiliki tingkat penghentian dan ketidakpatuhan
dalam pengobatan yang lebih tinggi akibat dari efek samping yang nyaman berupa
nyeri kepala.
Efikasi ticagrelor dibandingkan secara langsung dengan aspirin dalam uji coba
SOCRATES menunjukkan tren kuat terhadap tingkat stroke yang lebih rendah
pada pasien yang mendapat ticagrelor dalam setting klinis akut. Perbedaan efikasi
ini juga ditemukan pada subkelompok pasien dengan stroke aterosklerotik.
Sebuah uji klinis yang menilai efikasi ticagrelor saat ini sedang berlangsung yaitu
studi THALES yang mendefinisikan peran ticagrelor dalam penyakit
serebrovaskular akut yang membandingkan efikasi kombinasi aspirin-ticagrelor
dengan aspirin saja (URL: https: //www.clinicaltrials.gov). Studi ini ditunggu-
tunggu dan dapat mengubah rekomendasi praktik jika positif.6
Ada kemungkinan bahwa banyak kasus perdarahan besar pada pasien yang
menggunakan terapi antiplatelet dapat dicegah melalui intervensi medis yang
tepat. Pertama, diagnosis yang tepat dan pengobatan infeksi Helicobacter pylori,
serta penghambatan pompa proton untuk mereka yang berisiko tinggi,
kemungkinan akan mencegah banyak kasus perdarahan gastrointestinal. Li et
al34 telah memperkirakan bahwa setengah dari perdarahan utama pada pasien
berusia 75 tahun atau lebih tua adalah gastrointestinal bagian atas, melebihi
jumlah yang melumpuhkan atau perdarahan intraserebral fatal sebesar 2,5: 1.
Kedua, sebagian besar perdarahan intra-serebral dapat dicegah dengan kontrol
tekanan darah yang efektif.6
DAFTAR PUSTAKA
1. Perdossi (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia). 2011. Guideline
Stroke. Edisi Revisi. Jakarta.
2. Vital Signs: Recent trends in stroke death rates – United States, 2000-2015.
MMWR2017;66.
3. Kanyal N. The Science of Ischemic Stroke: Pathophysiology &
Pharmacological Treatment. Int J Pharma Res Rev IJPRR [Internet].
2015;4(410):65–84.
4. Edward, C Jauch. Patophysiology of Ischemic Stroke [Internet]. 2018.
Availablefrom: https://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview#a5
5. Pinto, Antonio, dkk. Antiplatelet Ttreatment in Ischemic Stroke Treatment.
Depatement Neuroscience Clinic, Universita degli Studi Palermo, Italy. 2009
6. Hackman, Daniel G & Spence, J. David. Atiplatelet Therapy in Ischemic
Stroke and Transient Ischemic Attack: An Overview of Major Trials And
Meta-analyses. American Heart Association. 2019
7. Powers, William J, dkk. AHA/ASA Guideline: 2018 Guideline for Early
Management of Patients With Acute Ischemic Stroke. The American Heart
Association/American Stroke Association. 2018

Anda mungkin juga menyukai