Analisis UI - Kejang Demam PDF
Analisis UI - Kejang Demam PDF
UNIVERSITAS INDONESIA
ii
Nama
NPM
Tanda Tangan
Tanggal
: 24 Juli 2013
LEMBAR PENGESAHAN
:
: Fahmita Ayuni
: 0806333890
: Profesi Ilmu Keperawatan
: Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan
Penguji
Penguji
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin. Puji dan syukur penulis panjatkan
kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya serta
memberikan kekuatan dan pengetahuan selama penerapan, pengamatan, dan
penulisan karya ilmiah akhir ini. Penulis menemui kesulitan-kesulitan dalam
menyusun karya ilmiah ini yang kemudian dapat penulis selesaikan berkat
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu selama
pelaksanaan dan penulisan karya ilmiah akhir ini, di antaranya:
1. Ibu Fajar Triwaluyanti, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep. An. selaku Koordinator mata
ajar peminatan anak dan Ketua Kelompok Keilmuan Keperawatan Anak FIK
UI yang telah membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan
karya ilmiah ini sampai tuntas.
2. Ibu Happy Hayati, S.Kp. M.Kep selaku pembimbing yang telah memberikan
waktu untuk membimbing dan mengarahkan serta memberikan dukungan,
semangat, dan nasihat kepada penulis selama pelaksanaan penelitian sampai
berakhirnya proses penulisan karya ilmiah akhir.
3. Ibu Siti Chodidjah, S.Kp., M.N. selaku penguji atas saran dan kritik yang
membangun bagi penulis.
4. Ibu Ns. Ngatmi, S.Kp selaku pembimbing lahan klinik (clinical instructor)
atas arahan, perhatian, dukungan, saran, kritik, dan motivasi yang diberikan
selama praktik profesi di stase Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan
Masalah Perkotaan (PKKKMP) di ruang rawat inap anak RSUP Fatmawati.
5. Ibu Dewi Irawaty, MA., PhD. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
6. Kakak-kakak perawat yang bertugas di ruang rawat anak RSUP Fatmawati
atas penerimaan, pembelajaran, dan keteladanan yang positif yang diberikan
semasa praktik, yang tidak dapat penulis temukan selama menuntut ilmu di
kampus.
7. Bapak dan Ibu yang selalu mendukung, memberikan kasih sayang, bimbingan,
nasihat, semangat, dan doa yang tiada putus-putusnya serta pelajaran-
pelajaran berharga bagi penulis. Kakakku Lutfi dan adik-adikku Giri dan Nisa
atas keceriaan dan dukungannya kepada penulis.
8. Sahabat-sahabat tersayang atas pertemanan, doa, canda, dan semangat yang
senantiasa dilakukan sampai saat ini.
9. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir ini.
Penulis
vi
Yang Menyatakan
ABSTRAK
Nama
: Fahmita Ayuni, S.Kep
Program Studi : S1 Program Ners Fakultas Ilmu Keperawatan
Judul
: Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan Pada Pasien Kejang Demam di RSUP Fatmawati
Karya ilmiah ini membahas asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien anak
di RSUP Fatmawati dengan kasus yang cukup sering terjadi pada masyarakat
perkotaan, yaitu kejang demam. Satu anak berusia 18 bulan, yang didiagnosis
menderita kejang demam, menjadi pasien kelolaan selama hari pertama sampai
terakhir perawatan di ruang rawat inap dengan penerapan pemberian tepid sponge
disertai obat antipiretik saat anak demam yang menjadi salah satu intervensi dari
asuhan keperawatan yang diberikan. Meminimalkan risiko infeksi dan mencegah
demam timbul kembali menjadi fokus utama dalam asuhan keperawatan pada
pasien kelolaan. Kombinasi pemberian tepid sponge dan obat antipiretik
memperlihatkan penurunan suhu sebesar 2oC dalam waktu 60 menit. Tidak
terlihat ketidaknyamanan anak selama tepid sponge dilakukan. Penelitian lebih
lanjut dibutuhkan untuk mengetahui tingkat pengetahuan orang tua tentang
pemberian terapi tepid sponge untuk mencegah demam
Kata kunci: anak, demam, kejang demam, perawatan
viii
ABSTRACT
Name
: Fahmita A'yuni, S.Kep
Study program : Graduate of Program Ners of Nursing Science, Faculty of
Nursing
Title
: Analysis Clinical Practice of Urban Health Nursing in Patient
with Febrile Convulsion at RSUP Fatmawati
This paper was discussed about the nursing care given to one patient of children in
Fatmawatis Hospital who had febrile convulsion as a fairly common case in
urban communities. One child in the range of 6 months to 5 years who were
diagnosed febrile seizures were being managed patients during the first until the
last day of inpatient care with application of the provision tepid sponge and
antipyretic drugs when the child had fever. It became one of nursing care
interventions given. Minimize the risk of infection and prevent the fever comes
back were the main focus in nursing intervention on that managed patient. The
other child in the same range of age and diagnosis became an individual control
with antipyretic administration only when the child had a fever. The combination
giving tepid sponge and antipyretic drug showed a drop in temperature of 2 C
within 60 minutes. Not visible discomfort in children during tepid sponge done.
Further research is needed to determine the level of parental knowledge about
therapy tepid sponge to prevent fever.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.. iii
LEMBAR PENGESAHAN iv
KATA PENGANTAR v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.. vii
ABSTRAK. viii
DAFTAR ISI.. x
DAFTAR TABEL.. xi
DAFTAR GAMBAR. xii
1. PENDAHULUAN. 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Perumusan Masalah... 3
1.3 Tujuan Penulisan4
1.4 Manfaat Penulisan..4
2. Tinjauan Pustaka.. 6
2.1 Kejang Demam.. 6
2.2 Klasifikasi Kejang. 7
2.3 Manifestasi Klinis Kejang Demam... 9
2.4 WOC Kejang Demam... 11
2.5 Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Kejang Demam 11
2.6 Cara Penurunan Panas Tubuh.. 13
2.7 Hasil Penelitian Terkait Pemberian tepid Water Sponge pada
Anak dengan Kejang Demam 15
3. Laporan kasus Kelolaan Utama... 17
3.1 Gambaran Kasus... 17
3.2 Asuhan Keperawatan pada Anak A.. 17
3.2.1 Pengkajian 17
3.2.2 Analisis Data dan Diagnosa keperawatan 20
3.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan 22
3.2.4 Implementasi 23
3.2.5 Evaluasi 25
4. Analisis Situasi.. 26
4.1 Profil Lahan Praktik.. 26
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait
KKMP dan Konsep Kejang Demam 27
4.3 Analisis Intervensi Tepid Water Sponge dengan Konsep Terkait 30
4.4 Alternatif Pemecahan yang dapat dilakukan 31
5. Penutup. 33
5.1 Kesimpulan... 33
5.2 Saran. 33
DAFTAR PUSTAKA. 34
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kejang demam selama ini merupakan tipe kejang yang umumnya sering
ditemukan pada anak-anak terutama pada usia balita. Di Amerika Serikat,
Amerika Selatan, dan Eropa Barat sekitar 2-5% anak-anak menderita kejang
demam di bawah usia 5 tahun (Shinnar & Glauser (2002) dalam David, 2009).
Di Denmark, Eropa Utara, angka kematian akibat kejang demam mencapai 132
dari 100.000 anak (Vestergaard et al., 2008). Penulis belum menemukan
penelitian atau riset baik nasional maupun lokal mengenai prevalensi atau
insiden kejang demam di Indonesia. Namun di RS Fatmawati, tercatat 36 kasus
kejang demam yang didiagnosis dalam periode bulan April sampai Mei 2013,
jumlah terbesar dibandingkan kasus lainnya (RSUP Fatmawati, 2013). Sebuah
penelitian di Cina tahun 2006 menyatakan bahwa 103 dari 565 anak usia 1-6
tahun yang menderita kejang demam memiliki kekambuhan yang cukup tinggi
pada usia 1, 2, dan 3 tahun dengan jumlah persentase masing-masing 12,7%,
18,7%, dan 20,5% (Chung, Wat, dan Wong, 2006).
Kejang demam adalah peristiwa neurologis umum di antara anak-anak di
seluruh dunia, tetapi lebih banyak ditemukan pada daerah tropis (Birbeck,
2010). Di negara berkembang, penduduk perkotaan sering tinggal di
permukiman kumuh besar yang kekurangan sanitasi dasar dan utilitas seperti
air dan listrik (Unit For Sight, 2013). Kurangnya infrastruktur dasar tersebut
dapat memperburuk tingkat penyakit menular atau infeksi yang merupakan
pencetus timbulnya kejang demam. Kesadaran untuk menerapkan kebiasaan
mencuci tangan dengan sabun juga masih tergolong rendah pada masyarakat
perkotaan (Mikail, 2011). Hal ini turut menjadi penyebab balita di perkotaan
memiliki risiko lebih tinggi terkena infeksi sehingga lebih berisiko menderita
kejang demam.
Epilepsy Foundation of America menyatakan 3-4% dari semua anak
mengalami setidaknya satu kali kejang demam dalam hidupnya (Epilepsy
Foundation of America, 2012). Tiga puluh sampai 40% dari mereka yang
1
Analisis praktik ..., Fahmita Ayuni, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
mengalami kejang ini akan memiliki kekambuhan, namun, sebagian besar pulih
pada usia 5 tahun dan dapat berkembang secara normal. Kasus kejang demam
tersebut relatif sedikit untuk selanjutnya berkembang menjadi epilepsi. Hanya
9% anak-anak yang mengalami tiga kali atau lebih kejang demam dengan
faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi (Epilepsy Foundation of America,
2012). Beberapa faktor tersebut yaitu kejang pertama yang terjadi sebelum usia
18 bulan, kejang terjadi dalam beberapa jam, demam yang mencapai 38oC39oC, dan riwayat kejang demam keluarga dekat.
National Health Service (NHS) di UK menyatakan bahwa kejang demam
umumnya disebabkan oleh penyakit umum seperti infeksi saluran pernapasan
atas virus seperti flu, infeksi telinga atau roseola (virus yang menyebabkan
suhu dan ruam). Kondisi lain yang dapat menyebabkan suhu tinggi misalnya
tonsillitis dan infeksi ginjal atau infeksi saluran kemih (National Health
Service/NHS, 2012). Manifestasi klinis kejang demam meliputi kejadian yang
tiba-tiba seperti kekakuan tubuh, kehilangan kesadaran yang cepat, gerakangerakan otot tangan, kaki, dan wajah menyentak, nafas dapat ireguler, dan
tidak ada kemampuan mengunyah (White, 2005). Kejang demam biasanya
terjadi pada awal saat terjadi demam tinggi dan biasanya kejang terjadi hanya
sekali dalam waktu kurang dari 3 menit. Kejang
dapat menyebabkan
kerusakan sel-sel otak apabila kejang terjadi lebih dari 5 menit (Nursewian,
2012).
Kejang demam pada anak membutuhkan penanganan yang tepat dan segera
untuk mencegah terjadinya kejang berulang. Pencegahan infeksi, demam, dan
cedera menjadi fokus utama dalam pemberian asuhan keperawatan kejang
demam pada anak (Sara, 2002; Wong, 2004). Edukasi parental merupakan hal
penting untuk diberikan karena mayoritas orang tua umumnya percaya bahwa
kejang demam adalah peristiwa yang mengancam jiwa, dan sebagian orang tua
tidak tahu apa yang harus dilakukan selama episode kejang demam (Kayserili
et al., 2008).
Penulis menemukan masalah yang terdapat pada anak yang mengalami kejang
demam yaitu demam yang hilang timbul. Demam disebabkan oleh antigen
Universitas Indonesia
bermaksud
menyampaikan
hasil
praktik
pemberian
asuhan
keperawatan pada pasien anak dengan kejang demam yang mengalami masalah
kesehatan demam yang hilang timbul. Aplikasi metode tepid sponge disertai
terapi obat antipiretik termasuk dalam asuhan keperawatan yang diberikan
untuk mengatasi masalah demam anak.
1.2 Perumusan masalah
Kejang demam, sebagai kasus yang memiliki angka kejadian yang cukup
tinggi setiap tahunnya, membutuhkan penanganan yang tepat. Tindakan yang
utama adalah mencegah kejadian kejang berulang dengan cara mengurangi
timbulnya demam. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan di rumah
sakit bertanggung jawab terhadap tindakan baik mandiri maupun kolaboratif
yang dapat mendukung proses penyembuhan anak dengan kejang demam.
Salah satu tindakan mandiri perawat yang dapat diberikan adalah dengan
melakukan kompres hangat atau tepid water sponge untuk membantu proses
penurunan suhu tubuh anak saat demam.
Universitas Indonesia
mempraktikkan asuhan
keperawatan dengan tepat pada anak dengan kejang demam saat praktik
di lapangan dengan pemahaman yang baik terhadap asuhan keperawatan
tersebut.
Universitas Indonesia
kepada
masyarakat
agar
masyarakat
mengetahui
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
6
Analisis praktik ..., Fahmita Ayuni, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
kejang yang rendah, namun pada anak dengan ambang kejang yang tinggi,
kejang baru terjadi pada suhu diatas 39oC (Elsevier, 2012).
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa, tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15
menit) biasanya disertai dengan apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang mengakibatkan hipoksemia,
hiperkapnea, dan asidosis laktat. Faktor yang terpenting adalah gangguan
peredaran
darah
yang
mengakibatkan
hipoksia
sehingga
berakibat
mungkin
berperan
(Schachter,
2013).
Kejang
parsial
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
10
Sekitar satu dari 25 anak akan mengalami minimal satu kali kejang demam,
dan lebih dari sepertiga anak-anak tersebut akan mengalami kejang demam
berikutnya apabila belum mendapatkan penanganan (NINDS, 2013). Kejang
demam biasanya terjadi pada anak-anak antara usia 6 bulan dan 5 tahun (60
bulan) dan sangat umum pada balita. Anak-anak jarang menampakkan kejang
demam pertama mereka sebelum usia 6 bulan atau setelah 3 tahun. Semakin
tua usia seorang anak saat kejang demam pertama terjadi, semakin kecil
kemungkinan anak mengalami kejang demam berulang.
Perbedaan manifestasi klinis pada kejang demam sederhana dan kompleks
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Manifestasi Klinis Kejang Demam
Kejang Demam Sederhana
1.
1.
2.
3.
Adapun perubahan fisik yang tampak ketika anak mengalami kejang demam
yaitu anak teraba panas dengan suhu 39,8oC (Mick & Cummings, 2006).
Anak tampak tidak sadar dan tampak kaku atau bergetar pada tangan dan kaki
pada salah satu sisi atau seluruh tubuhnya. Mata anak tampak berputar atau
melihat ke arah atas selama kejang berlangsung (Appleton & Marson, 2009).
Universitas Indonesia
11
Faktor risiko:
Infeksi virus atau bakteri pada
saluran pernapasan atas, telinga,
ISK, kandung kemih, cacar air,
atau tonsilitis
Masalah keperawatan:
ketidakefektifan
termoregulasi
Intervensi keperawatan:
1. kolaborasi pemberian
antipiretik
2. melakukan tepid water
sponge
3. meningkatkan sirkulasi
udara
4. memantau suhu tubuh
anak
5. mengenakan pakaian
yang tipis pada anak saat
demam
Inflamasi
Hipertermia
Konsentrasi Na intrasel dan
K ekstrasel
Potensial membran
Gangguan fungsi astrosit
Eksitabilitas otak
Kejang: spasme otot involunter
Universitas Indonesia
12
kejang demam.
Perawat menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan keadaan klinis anak
secara aktual untuk merencanakan asuhan keperawatan yang tepat, sesuai
dengan kebutuhan pasien. Beberapa diagnosa keperawatan utama yang dapat
ditegakkan pada anak dengan kejang demam antara lain risiko infeksi,
ketidakefektifan termoregulasi, risiko tinggi cedera, dan perubahan proses
keluarga (Ricci dan Kyle, 2009; Wong, 2004). Intervensi-intervensi
keperawatan diutamakan untuk meminimalkan risiko infeksi dan mencegah
kenaikan suhu tubuh yang ekstrim pada anak, salah satunya dengan
memberikan tepid water sponge saat anak demam. Penelitian Tia Setiawati,
2009 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara suhu tubuh
sebelum dan setelah diberikan antipiretik disertai tepid sponge pada kelompok
intervensi pada menit ke 10 setelah periode tepid sponge (menit ke 30 setelah
pemberian antipiretik) dan pada menit ke 30 setelah pengukuran pertama
(menit ke 60 setelah pemberian antipiretik). Tujuan intervensi ini juga penting
untuk disampaikan kepada orang tua.
Dukungan dan edukasi parental tentang kejang demam dapat membantu
menurunkan ansietas orang tua terhadap penyakit yang sebenarnya tidak
berbahaya tetapi sangat mengkhawatirkan mayoritas orang tua tersebut (Ricci
dan Kyle, 2009). Pemahaman yang tepat tentang penyakit anak membuat
orang tua menjadi lebih tenang dan lebih mudah dilibatkan dalam membantu
proses perawatan anak di rumah sakit terutama untuk meminimalkan efek
Universitas Indonesia
13
Universitas Indonesia
14
gerakan paksa udara melintasi permukaan tubuh seperti gerakan angin atau
kipas, atau misalnya saat mengendarai sepeda. Kejadian ini membuat tubuh
terasa lebih dingin karena gerakan paksa udara menyapu udara yang
dihangatkan saat konduksi dan lebih cepat menggantikannya dengan udara
yang lebih dingin (Sherwood, 2001).
Metode terakhir pemindahan panas yang digunakan tubuh adalah evaporasi,
yaitu pemindahan panas dari permukaan kulit ke udara melalui proses
penguapan
(Sherwood,
2001).
Pengurangan
panas
evaporatif
terus
Universitas Indonesia
15
kelompok intervensi dan kelompok kontrol yang diberikan terapi tepid sponge
dan disertai pemberian antipiretik. Tindakan ini diberikan pada pasien dengan
suhu tubuh lebih dari 38oC per aksila.
2.7 Hasil Penelitian Terkait Pemberian Tepid Water Sponge pada Anak
dengan Kejang Demam
Suatu studi komparatif dilakukan untuk membandingkan efektifitas antara
pemberian tepid sponge dan parasetamol, dan parasetamol saja. Studi ini
melibatkan 150 anak berusia 6 bulan sampai 12 tahun dengan suhu aksila
101oF (38,3oC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan suhu tubuh
pada kelompok yang diberikan tepid sponge dan antipiretik secara signifikan
lebih cepat daripada kelompok yang hanya diberikan antipiretik. Namun
kedua kelompok mencapai tingkat suhu yang sama pada 2 jam terakhir. Anakanak dalam kelompok tepid sponge dan obat antipiretik memiliki
ketidaknyamanan yang signifikan lebih tinggi daripada kelompok antipiretik,
tapi ketidaknyamanan itu sebagian besar dalam tingkat ringan (Thomas, et al.,
2009).
Penelitian di India tahun 2011 juga mendukung hasil studi di atas. Penelitian
dilakukan pada 150 anak berusia 6 bulan - 14 tahun dengan suhu rektal lebih
dari 39C untuk membandingkan efektivitas antara pemberian tepid sponge
dan parasetamol, parasetamol saja, dan tepid sponge saja pada anak-anak yang
demam dan mempelajari tingkat ketidaknyamanan yang berhubungan dengan
itu. Hasil penelitian menunjukkan penurunan suhu tubuh dalam kelompok
tepid sponge dan obat antipiretik secara signifikan lebih cepat daripada
kelompok antipiretik saja dan parasetamol saja. Meskipun pada akhir 1 jam
semua tiga kelompok telah mencapai derajat suhu yang sama, terapi
kombinasi memiliki penurunan klinis suhu yang signifikan (Edbor et al.,
2011).
Penelitian tahun 2012, yang melibatkan 986 anak-anak secara total,
menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pemberian tepid sponge saja dapat mengakibatkan penurunan langsung
Universitas Indonesia
16
terhadap suhu, namun respon ini berdurasi pendek (Watts & Robertson, 2012).
Pemberian antipiretik saja atau antipiretik yang disertai tepid sponge memiliki
efek lebih tahan lama dalam penurunan suhu. Selain itu, tingkat
ketidaknyamanan anak-anak yang diberikan tepid sponge lebih tinggi daripada
kelompok lain.
Universitas Indonesia
17
BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
penegakan
diagnosa
keperawatan,
penentuan
intervensi
17
Analisis praktik ..., Fahmita Ayuni, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
18
dan nomor rekam medis pasien. An. A adalah anak pertama dari Tn. S
dan Ny. F (orang tua). Ny. F mengatakan An. A pernah mengalami
kejang disertai demam saat berusia 11 bulan. Ny. F tidak pernah merokok
begitu juga selama mengandung An. A, tetapi kebiasaan minum kopi
tidak bisa ditinggalkan. Ny. F berusaha mengurangi minum kopi semasa
hamil. Ny. F mengalami kesulitan saat proses melahirkan An. A sehingga
harus dibantu dengan alat vacuum. Keluarga dekat An. A tidak ada yang
pernah menderita kejang baik dari garis keturunan Tn. S maupun Ny. F,
serta tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit keturunan
seperti jantung, diabetes, hipertensi, dan asma.
Perawat melanjutkan pemeriksaan fisik setelah melakukan pengkajian
identitas pasien, riwayat keluarga, dan riwayat kesehatannya. Perawat
melakukan penimbangan dan pungukuran tinggi badan terlebih dahulu
kemudian pemeriksaan fisik head to toe. An. A memiliki berat badan
8,5kg dan tinggi badan 38cm. Adapun hasil pemeriksaan fisik lainnya
pada An. A adalah sebagai berikut:
1. Kepala
Bentuk kepala tampak simetris dan normal dengan ukuran lingkar kepala
43cm. Tidak tampak lesi atau ruam kemerahan pada kepala. Rambut
berwarna hitam, tampak agak tebal, dan tidak rontok. Ubun-ubun rata.
Wajah, kedua mata, hidung, dan mulut tampak simetris. Sklera tidak
ikterik, konjungtiva anemis, dan refleks pupil dan penglihatan normal.
Tidak ada sekret
Universitas Indonesia
19
Universitas Indonesia
20
plantar ada (ibu jari kaki fleksi). Ukuran lingkar lengan atas (LILA)
14cm. Suhu tubuh 37,8oC (aksila).
Data
Analisis
Masalah
Keperawatan
1.
Objektif:
-An. A berusia kurang dari 2
Anak usia
tetapi
tidur
mengkoordinasikan
box
dengan
jarak
18
belum
bulan sudah
mampu
untuk
gerakan
dialami
berulang.
mungkin
menyebabkan
terjadi
Kejang
spasme
Risiko jatuh
ini
otot
involunter.
Universitas Indonesia
21
2.
SMRS
atau
37,8 C
kontaminasi
urogenital
Risiko infeksi
saluran
seperti
vagina,
infeksi
Pelepasan
pirogen
tersebut.
endogen,
sehingga
menaikkan
termostat
hipotalamus.
3.
Ketidakefektifan
termoregulasi
muncul
beberapa
jam
peningkatan
leukosit
panas.
pada
awal
masuk:
4.
Ketidakmampuan
dirinya
koping keluarga
sangat
cemas
anak
An.
A,
ibu
biasa
dengan
kening
membantu
untuk
demam
yaitu
membantu
menurunkan
demam anak.
5.
anak
pernah
mengalami
Risiko cedera
Universitas Indonesia
22
menyebabkan
merangkak
saat
penurunan
tidak
kejang.
Objektif: An. A berusia 18
bulan dan dirawat di tempat
tidur box
Universitas Indonesia
23
kembali
menyingkirkan
kejang,
barang
melindungi
berbahaya
anak
di
selama
sekitar
kejang
tempat
tidur
dengan
anak,
menempatkan anak pada daerah yang aman (jauh dari jendela, alat
pemanas, dll.), dan tidak membuat anak teragitasi dengan bersuara lembut
dan bersikap tenang (Wong, 2003). Perawat melindungi anak setelah
periode kejang (postiktal) dengan tetap bersama anak dan menenangkan
anak sampai tersadar. Orang tua sebagai orang terdekat dan memiliki ikatan
batin yang kuat dengan anak dapat dilibatkan untuk menenangkan anak.
Perawat juga berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
antikovulsan dengan dosis tepat sesuai berat badan anak.
3.2.4 Implementasi
An. A dirawat selama empat hari di ruang rawat inap RSUP Fatmawati.
Perawat memberikan tindakan keperawatan sesuai asuhan keperawatan
yang sudah direncanakan. Implementasi keperawatan pada An. A selama
empat hari perawatan akan dijelaskan lebih lanjut pada pemaparan di
bawah ini.
An. A mendapatkan terapi pengobatan antibiotik yaitu cefixime dengan
dosis 7mg/kg berat badan per hari. Dosis total per hari yaitu 60mg yang
Universitas Indonesia
24
dan
memberikan
kesempatan
melakukan
Universitas Indonesia
25
3.2.5 Evaluasi
Kondisi An. A tampak membaik setelah 3 hari dirawat. Pemberian
antibiotik dan antipiretik dihentikan pada hari rawat ketiga karena kadar
leukosit sedimen urin An. A sudah dalam rentang normal (0-5/LPB) dan
An. A sudah tidak demam. Nafsu makan An. A sempat menurun saat hari
rawat pertama dan kedua, tetapi masih mau meminum ASI dan air putih.
Tidak tampak tanda-tanda dehidrasi selama anak demam. Kompres hangat
dengan teknik tapid sponge disertai pemberian antipiretik lebih cepat
meredakan demam. Ibu sudah mampu melakukan teknik tapid water
sponge dengan benar, tidak hanya di kening, tetapi kompres hangat pada
seluruh tubuh anak. Ibu juga mengikuti anjuran perawat untuk mengenakan
pakaian yang tipis dan menyerap keringat pada An. A.
An. A termasuk anak yang terbuka dan mudah akrab dengan orang baru
sehingga perawat tidak sulit melakukan pendekatan saat memberikan
intervensi pada An. A. Orang tua terutama ibu An. A mampu bekerja sama
dengan baik dalam proses perawatan An. A. Perawat berusaha untuk
memberikan reinforcement positif terhadap respon positif yang diberikan
An. A dan orang tua.
Universitas Indonesia
26
BAB 4
ANALISIS SITUASI
26
Analisis praktik ..., Fahmita Ayuni, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
27
Pemantauan tanda-tanda vital terutama suhu tubuh merupakan hal yang turut
diutamakan dalam perawatan pada pasien kejang demam di ruangan lantai III
selatan. Pengukuran suhu tubuh dilakukan pada saat awal shift pagi, sore, dan
malam, dan pada waktu pemberian obat. Perawat-perawat di ruangan
menyarankan kepada orang tua pasien untuk melakukan kompres hangat dan
memberikan minum ketika anak demam. Perawat ruangan juga menganjurkan
ibu untuk memakaikan baju atau celana yang longgar dan tipis, bukan
menutupi anak dengan selimut. Suhu di kamar-kamar rawat pasien terasa lebih
hangat terutama jika pintu kamar dan jendela tidak dibuka lebar-lebar. Hal ini
dapat menghambat pengurangan panas tubuh melalui udara dan cukup
mengganggu tidur pasien. Parasetamol diberikan apabila suhu aksila anak
mencapai 38oC.
Penyakit kejang demam menimbulkan kecemasan yang tinggi pada sebagian
besar orang tua. Edukasi terkait penyakit ini merupakan hal yang tentunya
sangat berharga bagi orang tua pasien. Pemberian edukasi mengenai penyakit
kejang demam pada pasien dan orang tua di ruangan adalah kewajiban dokter.
Namun perawat juga bertanggung jawab untuk secara kontinyu mengevaluasi
hasil dari edukasi yang diberikan. Perilaku orang tua atau pendamping pasien
seringkali tidak mendukung perawatan pada pasien. Kurangnya tenaga
perawat yang berimbas pada overload beban kerja menyebabkan perawat tidak
memiliki cukup waktu untuk melakukan edukasi sesuai kebutuhan pasien dan
orang tua.
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan
Konsep Kejang Demam
Anak dalam rentang usia balita yaitu usia 6 bulan sampai 5 tahun rentan
mengalami kejang demam, begitu pula An. A yang usianya baru mencapai 18
bulan. Beberapa faktor, selain usia, mempengaruhi terjadinya kejang demam
pada An. A. Adapun faktor eksternal yang terlibat meliputi tempat tinggal,
gaya hidup maternal, dan proses intranatal, sedangkan faktor internal antara
lain sistem imun dan lama menyusu.
Universitas Indonesia
28
Kejang demam merupakan kasus penyakit yang biasa terjadi pada anak-anak
di seluruh dunia, tetapi paling banyak ditemukan di negara-negara tropis,
termasuk di Indonesia (Birbeck et al., 2010). Penulis belum menemukan
penelitian atau riset baik nasional maupun lokal mengenai prevalensi atau
insiden kejang demam di Indonesia. Kasus kejang demam di RSUP Fatmawati
dalam periode 3 bulan yaitu Maret sampai Juni 2013 tercatat sejumlah 36
kasus yang mayoritas adalah kejang demam kompleks (RSUP Fatmawati,
2013). Jumlah yang dominan dibandingkan dengan kasus-kasus lainnya
seperti diare, bronkhitis, pneumonia, sindrom nefrotik, dll. Mayoritas anakanak yang menderita kejang demam ini bertempat tinggal di kota-kota padat
penduduk seperti Jakarta, Tangerang, dan Bekasi.
An. A bersama orang tuanya bertempat tinggal di Tangerang Selatan. Wilayah
ini merupakan kota urban dengan angka kepadatan penduduk yang tinggi
(Riani, 2013). Kondisi pelayanan yang kurang efisien di lingkungan perkotaan
dengan laju pertumbuhan penduduk yang cepat menyebabkan banyak limbah
menumpuk dan akhirnya mencemarkan kebersihan tanah dan air (Alirol, et al.,
2010).
Air
yang
tercemar
dapat
menjadi
sumber
berkembangnya
Universitas Indonesia
29
Kejang demam pada An. A terjadi karena infeksi saluran kemih. Demam
timbul akibat stimulasi leukosit (monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen
eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun (Sherwood,
2001). Leukosit kemudian mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan
pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen
endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk
prostaglandin yang kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat
termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang
lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanismemekanisme untuk meningkatkan panas yang akhirnya menyebabkan suhu
tubuh naik ke patokan yang baru tersebut. Suhu tubuh An. A saat mengalami
kejang pada hari rawat pertama yaitu 38,6oC (aksila), yang berarti terjadi
kenaikan metabolisme basal sebesar 14% dan kebutuhan oksigen 28%.
Peningkatan tersebut menyebabkan perubahan keseimbangan dari membran
sel otak dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion K maupun ion Na
melalui membran tersebut sehingga terjadi lepasnya muatan listrik yang cukup
besar. Neurotransmiter membantu memperluas lepasnya muatan listrik ke
seluruh sel/membran sel di dekatnya, sehingga menyebabkan An. A
mengalami kejang.
Kejang pada An. A kambuh satu kali saja, yaitu pada hari rawat pertama di
ruang rawat inap. Kejang terjadi selama kurang lebih 1 menit disertai demam
(38,6oC). Hal ini sesuai dengan manifestasi klinis menurut Wong pada anak
dengan kejang demam sederhana, yaitu kejang terjadi hanya sekali dalam
periode 24 jam dengan durasi kurang dari 15 menit. Terjadinya kejang pada
An. A kemungkinan besar dipengaruhi oleh proses infeksi yang belum
tertangani sempurna dengan terapi antibiotik yang baru diberikan 2 kali pada
hari rawat pertama. Selain itu, peningkatan suhu yang cepat pada An. A yang
mencetuskan kejangnya dapat disebabkan oleh suhu yang cukup hangat dan
sirkulasi udara yang kurang memadai di ruang rawat An. A. Selimut kain yang
ditutupkan ibu ke tubuh An. A semakin menghambat pengeluaran panas tubuh
sehingga mempercepat kenaikan suhu An. A. Hal ini disebabkan kurangnya
pengetahuan orang tua tentang cara yang tepat menurunkan demam anak.
Universitas Indonesia
30
Pemberian edukasi merupakan hal yang penting dan sangat berharga bagi
orang tua anak yang sering mengalami kekhawatiran yang sangat, terutama
saat kejang anak timbul. Ibu An. A, sebagai orang tua yang sering menemani
An. A selama perawatan di rumah sakit, tampak lebih tenang dan mampu
melakukan tindakan penurunan demam sederhana setelah diberikan edukasi
tentang cara tepat menurunkan demam anak. Ibu memakaikan An. A pakaian
yang longgar dan tipis, menyusui An. A lebih sering selama An. A mau, dan
tidak menutupi tubuh An. A dengan kain saat tidur. Ibu tampak semakin
percaya diri melakukan hal tersebut karena merasa saat suhu An. A ternyata
dapat dikontrol dengan parasetamol dan tindakan-tindakan tersebut, kejang
An. A sudah tidak timbul lagi.
Universitas Indonesia
31
Kejang An. A sudah tidak muncul lagi sejak hari rawat kedua sampai keempat
(terakhir). Selain pengaruh pemberian antibiotik yang rutin, faktor yang
mendukung adalah terapi kombinasi penanganan demam nonfarmakologis,
yaitu tepid sponge, dan farmakologis, yaitu parasetamol sebagai obat
antipiretik. Keterlibatan orang tua sebagai bagian integral dari perawatan anak
selama di rumah sakit juga sangat berpengaruh terlebih setelah diberikan
edukasi. Ibu An. A mudah memahami dan mampu meredemonstrasikan
pemberian tepid sponge yang diajarkan sehingga mampu melakukan tepid
sponge secara mandiri saat tubuh An. A teraba panas, dan melakukan hal-hal
yang telah diinformasikan dan diajarkan guna membantu menurunkan suhu
tubuh anak saat demam.
4.4 Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan
Aplikasi terapi tepid sponge disertai pemberian antipiretik pada klien kelolaan
utama memperlihatkan hasil yang positif yaitu mampu menurunkan suhu
tubuh dengan efektif. Namun perawat di ruangan dalam melaksanaan terapi ini
mempunyai beberapa kendala yang dihadapi. Pertama, durasi pemberian tepid
sponge yang tidak sebentar sulit dilakukan dengan jumlah tenaga perawat
yang kurang memadai. Perawat tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan
terapi ini sehingga hanya dapat berfokus pada terapi medis saja yaitu
pemberian obat antipiretik. Kedua, jumlah tenaga perawat yang minim juga
menyebabkan kurangnya edukasi demonstrasi yang diberikan oleh perawat
pada orang tua terkait pemberian tepid sponge pada anak. Keterlibatan orang
tua selama proses perawatan anak yang sangat tinggi kurang mendapat
dukungan dari sisi edukasi.
Kedua permasalahan di atas dapat diatasi dengan cara perawat melibatkan
orang tua atau pendamping pasien dalam perawatan demam anak. Perawat
dapat melakukan sekaligus mengajarkan kepada orang tua prosedur atau cara
memberikan tepid sponge pada anak. Tujuan pemberian terapi tepid sponge
dapat dijelaskan diawal oleh perawat sebelum tindakan dilakukan agar orang
tua memiliki pemahaman yang benar dan akhirnya mau terlibat untuk
memberikan terapi ini pada anaknya. Pelibatan orang tua dalam perawatan
Universitas Indonesia
32
anak sesuai dengan konsep family centered care (FCC) yang mendukung
adanya pendekatan kemitraan untuk pengambilan keputusan dalam perawatan
kesehatan antara keluarga dan penyedia layanan kesehatan. FCC ini dianggap
sebagai standar perawatan kesehatan anak-anak baik dalam praktek klinis,
rumah sakit, maupun kelompok kesehatan (Kuo et al, 2011).
Penerapan FCC dalam perawatan anak dapat memberikan efek positif bagi
kedua belah pihak baik perawat maupun keluarga pasien. Pemberian edukasi
yang tepat oleh perawat terkait tepid sponge menjadikan orang tua memiliki
pengetahuan dan pengalaman yang lebih untuk merawat anak mereka saat
demam. Pemberian tepid sponge yang selanjutnya dilakukan oleh orang tua
tetap dievaluasi oleh perawat. Alternatif ini mungkin dapat menjadi solusi bagi
perawat-perawat yang bertugas di ruangan.
Universitas Indonesia
33
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Gambaran umum anak dengan kejang demam diperoleh data, anak memiliki
riwayat kejang, spasme otot saat kejang, suhu tubuh fluktuatif dan cenderung
demam, anak tampak lemas, dan nafsu makan berkurang. Proses infeksi
menjadi penyebab timbulnya kejang demam. Peningkatan suhu di atas normal
yang terjadi dengan cepat menjadi pencetus timbulnya kejang. Asuhan
keperawatan kejang demam telah diberikan pada An. A untuk mengatasi
masalah keperawatan risiko infeksi, ketidakefektifan termoregulasi, dan risiko
cedera. Ketiga masalah keperawatan tersebut telah teratasi. Penerapan aplikasi
tepid sponge terbukti lebih cepat dalam menurunkan suhu tubuh anak. Suhu
sebelum diberi terapi yaitu 38,6oC dan setelah diberi terapi tepid sponge dan
antipiretik mengalami penurunan sebanyak 2oC dalam 60 menit pertama.
Selama hari perawatan telah dilakukan pemantauan tanda-tanda vital terutama
suhu dan mencegah penyebaran infeksi. An. A diberikan terapi antibiotik
untuk perawatan dirumah dan dianjurkan untuk datang mengikuti rawat jalan
di rumah sakit.
5.2 Saran
Infeksi yang menjadi penyebab kejang demam sering kali diakibatkan oleh
sistem imun tubuh anak yang lemah. Asupan nutrisi hendaknya tidak luput
dari perhatian perawat, karena asupan nutrisi yang adekuat penting untuk
proses metabolisme sel-sel tubuh termasuk antibodi yang berperan penting
bagi pertahanan tubuh.
Penting bagi perawat untuk mengevaluasi pencegahan infeksi nosokomial
yang dilakukan orang tua setelah diberikan edukasi seperti ketepatan cara
melakukan hand hygiene dan waktu-waktu penerapan hand hygiene.
33
Analisis praktik ..., Fahmita Ayuni, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
34
DAFTAR PUSTAKA
34
Universitas Indonesia
35
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fahmita Ayuni, FIK UI, 2013
36
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fahmita Ayuni, FIK UI, 2013