Anda di halaman 1dari 11

IDENTIFIKASI FENOMENA URBAN SPRAWL

DI KECAMATAN CIMANGGIS KOTA DEPOK


Widia Astuti, Janthy T. Hidayat*), Noordin Fadlolie*)
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
e-mail: planounpak@plasa.com

ABSTRAK
Perubahan penggunaan lahan pedesaan menjadi lahan perkotaan di Kota Depok terjadi dengan
pola berpencaran sehingga disebut sebagai sprawl, hal ini menimbulkan ketidakefisienan
pemanfaata lahan, penyediaan fasilitas permukiman dan menurunnya kualitas lingkungan. Tujuan
studi ini adalah mengidentifikasi fenomena gejala urban sprawl yang terjadi dilakukan dengan
mengidentifikasi kondisi eksisting kawasan permukiman terkait fasilitas permukiman, fenomena
gejala urban sprawl yang terjadi terhadap kondisi lingkungan. Metode yang digunakan adalah
analisis spasial dan analisis deskriptif yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Analisis persepsi
dilakukan dengan penyebaran kuisioner menggunakan teknik random sampling untuk mengetahui
pandangan masyarakat terhadap fasilitas permukiman kondisi fisik lingkungan. Hasil analisis
perubahan penggunaan lahan bahwa perubahan penggunaan lahan kawasan terbangun dan tidak
terbangun yang paling tinggi terjadi pada tahun 1983 sampai tahun 2005, perubahan penggunaan
lahannya ialah dari hutan dan sawah menjadi kawasan permukiman. Perubahan penggunaan lahan
sangat dipengaruhi oleh pertambahan jumlah penduduk yang tinggi. Hasil persepsi masyarakat
terhadap kondisi fisik lingkungan bahwa dari tahun 2007 hingga tahun 2012 ada yang mengalami
penurunan kualitasnya yaitu kondisi air bersih dan ruang terbuka hijau dan menimbulkan
permasalahan lingkungan yaitu kemacetan, sampah dan ketersediaan jumlah ruang terbuka hijau.
Kesimpulannya Kecamatan Cimanggis Depok mengalami fenomena urban sprawl dan
perkembangannya telah mencapai tahap lanjut.
Kata kunci : Urban Sprawl, Perubahan Penggunaan Lahan, Fisik Lingkungan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertambahan penduduk di Kota Jakarta
yang semakin meningkat mengakibatkan
peningkatan
kebutuhan
akan
ruang
bertambah sedangkan ruang tetap luasnya,
maka terjadi suatu perkembangan ke daerah
kawasan pinggiran dari kota yang bertujuan
memberikan
pemenuhan
ruang
bagi
penduduk
yang
semakin
meningkat
jumlahnya.
Salah satu kota yang merupakan daerah
pinggiran (urban fringe) dari Kota Jakarta
ialah Kota Depok yang akan dijadikan
wilayah studi tepatnya di Kecamatan
Cimanggis Depok. Kota Depok selain
sebagai kota otonom yang berbatasan
langsung dengan Kota Jakarta merupakan
wilayah penyangga yang diarahkan untuk
kota
permukiman,
pusat
pelayanan
perdagangan dan jasa sebagai kota resapan
air.
*)

Perkembangan di daerah kawasan


pinggiran telah menimbulkan masalah baru di
daerah kawasan pinggiran kota tersebut
dengan tidak berkurangnya permasalahan
yang ada di dalam kota (Hidayat:2005).
Permasalahan akibat perkembangan kota
ialah kecenderungan pergeseran fungsi-fungsi
perkotaan ke daerah pinggiran perkotaan
(urban fringe) yang lazim disebut proses
perembetan kanampakan fisik perkotaan ke
arah luar (fenomena gejala urban sprawl).
Pertumbuhan perkotaan di Indonesia,
terutama di kota besar dan metropolitan
menurut Firman (2003), secara fisik ditandai
oleh pertumbuhan yang pesat pada wilayah
pinggiran perkotaan (urban fringe) yang
dikenal sebagai proses suburbanisasi yaitu
pergeseran fungsi-fungsi kekotaan ke wilayah
pinggiran perkotaan dimana fungsi-fungsi
kekotaan ini membentuk kawasan-kawasan
permukiman baru. Suburbanisasi yang terjadi
cenderung menjadikan kawasan perkotaan
secara fisik meluas secara acak atau terpencar

Pembimbing penanggung jawab

1
Identifikasi Fenomena Urban Sprawl (Widia Astuti), Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FT-Unpak

(urban sprawl) dan semakin tidak terkendali


(Rustiadi 2002).
Dampak dari perkembangan kawasan
pinggiran memberikan berbagai keuntungan
yaitu perkembangan kawasan permukiman
yang memiliki standar kualitas fisik yang
tinggi dan mendorong laju pertumbuhan.
Kecenderungan
pertumbuhan
kawasan
permukiman di wilayah pinggiran perkotaan
dalam sistem metropolitan di Indonesia
masih akan terus berlanjut di masa
mendatang, antara lain karena kecenderungan
pertumbuhan penduduk yang terus tinggi di
metropolitan, terutama di metropolitan
JABODETABEK (Firman 2003).
Namun selain itu juga telah mendorong
terjadinya urban sprawl yang juga
menimbulkan berbagi masalah yang sangat
merugikan. Keadaan ini mengakibatkan
terjadi kondisi degradasi lingkungan, krisis
infrastruktur, kemacetan, risiko bencana dan
ketidaksiapan aparat pemerintah sehingga
proses
pertumbuhan
mengarah
pada
ketidakberlanjutan. Degradasi lingkungan
terjadi pada perubahan kawasan pedesaan
yang condong pada lahan pertanian menjadi
kawasan perkotaan yang merupakan kegiatan
non pertanian yang sangat tinggi, kerusakan
lingkungan lainnya berupa penyusutan
kawasan lindung, kelangkaan sumber air
bersih, jumlah sampah yang semakin
menumpuk,
kemacetan
lalu
lintas,
pencemaran dan polusi udara serta
munculnya lingkungan yang kumuh.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Mengidentifikasi fenomena urban sprawl
yang terjadi di Kecamatan Cimanggis,
Depok terhadap perkembangan kawasan
terbangun.
2. Mengidentifikasi
kondisi
eksisting
kawasan permukiman yang ada di
Kecamatan Cimanggis, Kota Depok
terkait fasilitas permukiman untuk
mengetahui apakah fasilitas permukiman
yang ada telah memadai sebagai sebuah
kawasan permukiman.
3. Mengidentifikasi fenomena urban sprawl
yang terjadi di Kecamatan Cimanggis,
Depok terhadap kondisi lingkungan di
Kecamatan Cimanggis, Kota Depok.
LANDASAN TEORI
Pengertian
Ruang

Ruang

dan

Pemanfaatan

Berdasarkan Undang-Undang No. 26


tahun 2007, menyebutkan ruang adalah
wadah yang meliputi ruang daratan, ruang
lautan, dan ruang udara termasuk di dalam
bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lain hidup melakukan
kegiatan dan memelihara kelangsungan
hidupnya. Sedangkan pemanfaatan ruang
adalah upaya untuk mewujudkan struktur
ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana
tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat
permukiman dan sistem jaringan prasarana
dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang
secara
hierarkis
memiliki
hubungan
fungsional. Pola ruang adalah distribusi
peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi
lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi
budi daya.
Penggunaan Lahan Dan Perubahan
Penggunaan Lahan
Menurut Purwodido (1983) lahan
merupakan suatu lingkungan fisik yang
menyangkut iklim, tanah, hidrologi dan
tumbuhan yang sampai pada batas tertentu
yang akan mempengaruhi kemampuan
penggunaan lahan. Lahan juga diartikan
sebagai permukaan daratan dengan bendabenda padat, cair bahkan gas.
Menurut Chapin dan Kaiser (1979,
dalam
Priyandono,
2001)
kebutuhan
penggunaan lahan dalam struktur tata ruang
kota/wilayah berkaitan dengan 3 sistem yang
ada :
a) Sistem
kegiatan,
manusia
dan
kelembagaannya
untuk
memenuhi
kebutuhan yang berinteraksi dalam waktu
dan ruang.
b) Sistem pengembangan lahan yang
berfokus untuk kebutuhan manusia dalam
aktivitas kehidupan.
c) Sistem lingkungan berkaitan dengan
kondisi biotik dan abiotik dengan air,
udara dan material.
Urban Sprawl
Menurut definisi dari Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Kata Urban didefinisikan
sebagai sebuah kota, sedangkan kata Sprawl
diartikan sebagai pergi, datang, atau tersebar
secara irregular (acak).
Urban sprawl, menurut Staley (1998)
adalah proses perembetan kenampakan fisik
perkotaan ke arah luar kota dalam hal ini

2
Identifikasi Fenomena Urban Sprawl (Widia Astuti), Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FT-Unpak

adalah pinggiran kota (urban fringe area).


Domouchel
dalam
Yunus
(2000),
menyatakan bahwa urban sprawl adalah
sebagai suatu pertumbuhan dari wilayah
perkotaan yang menuju suatu proses tipe
pembangunan penggunaan lahan yang
beragam di daerah pinggiran kota. Kelly
dalam Yunus (2000) berpendapat bahwa
urban
sprawl
adalah
suatu
tipikal
karakteristik
yang
ditunjukan
oleh
pemanfaatan lahan yang tidak perlu,
pemecahan daerah terbuka (open space),
adanya celah yang lebar antara pembangunan
dan penampilan yang menyebar, pemisahan
penggunaan
wilayah,
dan
adanya
kesenjangan antara public space dengan
community center.
Secara garis besar ada tiga macam tipe
urban sprawl yaitu :
1. Perembetan
konsentris
(Concentric
Development)
2. Perembetan
Memanjang
(Ribbon
Development)
3. Perembetan Meloncat (Leap Frog
Development)
Berdasarkan penggunaan lahan serta
fungsi kegiatan ekonominya, kawasan
pinggiran ini dapat dikelompokkan dalam
tiga
kategori
atau
tipologi
yaitu
(Hidayat:2005):
1. Predominantly Urban = kawasan yang
didominasi kondisi dan kegiatan berciri
perkotaan.
2. Semi Urban = kawasan ini adalah wilayah
transisi dari perdesaan ke perkotaan.
3. Potential Urban = adalah kawasan yang
pada saat ini ciri utamanya masih rural
yaitu
berkarakteristik
desa
tetapi
mempunyai peluang besar untuk lambat
laun menjadi urban.
Kawasan Permukiman
Pengertian Perumahan dan Permukiman
Berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Permukiman, Kawasan
permukiman adalah bagian dari lingkungan
hidup di luar kawasan lindung, baik berupa
kawasan perkotaan maupun pedesaan, yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan
yang
mendukung
perikehidupan
dan
penghidupan. Sedangkan permukiman adalah
bagian dari lingkungan hunian yang terdiri
atas lebih dari satu satuan perumahan yang
mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum,
serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi

lain di kawasan perkotaan atau kawasan


pedesaan. Perumahan adalah kumpulan
rumah sebagai bagian dari permukiman, baik
perkotaan maupun pedesaan, yang dilengkapi
dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum
sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang
layak huni.
Kualitas Lingkungan Hidup
Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup yang dimaksud dengan lingkungan
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi
alam
itu
sendiri,
kelangsungan
perikehidupan,
dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lain.
Secara sederhana kualitas lingkungan
hidup diartikan sebagai keadaan lingkungan
yang dapat memberikan daya dukung yang
optimal bagi kelangsungan hidup manusia di
suatu wilayah. Daya dukung lingkungan
hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
untuk mendukung perikehidupan manusia,
makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar
keduanya. Daya tampung lingkungan hidup
adalah kemampuan lingkungan hidup untuk
menyerap zat, energi, dan/atau komponen
lain yang masuk atau dimasukkan ke
dalamnya. Pencemaran lingkungan hidup
adalah masuk atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke
dalam lingkungan hidup oleh kegiatan
manusia sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
adalah ukuran batas perubahan sifat fisik,
kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang
dapat ditenggang oleh lingkungan hidup
untuk dapat tetap melestarikan fungsinya.
Kerusakan
lingkungan
hidup
adalah
perubahan langsung dan/atau tidak langsung
terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati
lingkungan hidup yang melampaui kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup.
Kualitas
lingkungan
hidup
dibedakan berdasarkan biofisik, sosial
ekonomi, dan budaya.
Kebijakan Terkait
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Depok Tahun 2011-2031
Struktur Ruang

3
Identifikasi Fenomena Urban Sprawl (Widia Astuti), Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FT-Unpak

Rencana struktur ruang wilayah kota


merupakan kerangka sistem pusat-pusat
pelayanan kegiatan kota yang berhierarki dan
satu sama lain dihubungkan oleh sistem
jaringan prasarana wilayah kota.
Rencana Pengembangan Sistem Pusat
Pelayanan Kegiatan Kota
Rencana pengembangan sistem
pusat pelayanan kegiatan di Kota Depok
terdiri dari pembagian pusat pelayanan kota,
pembagian subpusat
pelayanan
kota,
pembagian pusat lingkungan serta skala
pelayanannya dan fungsi dari masing-masing
sub wilayah tersebut.
Pengembangan sistem pusat pelayanan
kegiatan kota meliputi:
1. Pusat Pelayanan Kota (PPK) sebagai pusat
pelayanan primer yang melayani seluruh
wilayah kota dan/atau regional;
2. Subpusat Pelayanan Kota (SPK) sebagai
pusat pelayanan sekunder yang melayani
subwilayah kota; dan
3. Pusat Lingkungan (PL) sebagai pusat
pelayanan sekunder 2 yang melayani skala
lingkungan wilayah kota.
Sesuai dengan konsep pengembangan
tata ruang wilayah Kota Depok, maka strategi
pengembangan adalah pemerataan pelayanan
dan penjalaran fungsi-fungsi pusat-pusat
pelayanan.
Rencana Pengembangan Sistem PusatPusat
Pelayanan
(Pusat
Kegiatan)
diidentikkan dengan struktur tata ruang
wilayah, yang bertujuan untuk menemukenali
perwujudan ruang yang ada sekarang,
kecenderungan
perkembangannya
serta
permasalahan pengembangan wilayah yang
memiliki dimensi keruangan. Dengan
demikian, sistem perwilayahan pembangunan
berisikan
analisis
unsur-unsur
atau
komponen-komponen pembentuk ruang yang
meliputi sistem pusat-pusat permukiman,
sistem sarana dan prasarana utama secara
menyeluruh tentang keadaan pusat-pusat
pertumbuhan wilayah serta jangkauan
pelayanannya serta hubungannya antara
pusat-pusat pertumbuhan wilayah (Growth
Pole Region Models).
Pola Ruang
Rencana
pengembangan
kawasan
lindung, meliputi :
a. Kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya
b. Kawasan perlindungan setempat
c. Ruang Terbuka Hijau (RTH)
d. Kawasan cagar budaya

e. Kawasan rawan bencana


f. Kawasan lindung lainnya
Rencana
pengembangan
kawasan
budidaya, meliputi :
a. Kawasan perumahan
b. Rencana pengembangan perumahan
c. Kawasan perdagangan dan jasa di Kota
Depok
d. Kawasan perkantoran
e. Kawasan peruntukan industri
g. Kawasan ruang terbuka non hijau
PEMBAHASAN
Permasalahan Fenomena Urban Sprawl
di Kecamatan Cimanggis, Kota Depok,
dilakukan dengan Analisis perubahan fungsi
lahan pada tahun 1983, 1992, 2000, 2005 dan
2010. Analisis kondisi eksisting kawasan
permukiman di Kecamatan Cimanggis Depok
terkait fasilitas permukiman. Analisis dampak
perkembangan
kawasan
permukiman
terhadap
lingkungan
di
Kecamatan
Cimanggis, Kota Depok akibat dari adanya
fenomena gejala urban sprawl.
Identifikasi Fenomena Urban Sprawl yang
Terjadi di Kecamatan Cimanggis Kota
Depok
Analisis Perubahan Penggunaan Lahan
Tahun 1983, 1992, 2000, 2005 dan Tahun
2010 Kecamatan Cimanggis Kota Depok
Menurut Cullingswoth (1997) dalam
Supardi (2008), perubahan penggunaan yang
cepat di perkotaan dipengaruhi oleh empat
faktor, yakni :
1) Adanya konsentrasi penduduk dengan
segala aktivitasnya;
2) Aksesibilitas terhadap pusat kegiatan dan
pusat kota;
3) Jaringan jalan dan sarana transportasi, dan;
4) Orbitasi,
yakni
jarak
yang
menghubungkan suatu wilayah dengan
pusat-pusat pelayanan yang lebih tinggi.
Lokasi studi adalah di Kecamatan
Cimanggis Kota Depok terdiri dari 6
kelurahan yaitu Pasir Gunung Selatan, Tugu,
Mekarsari, Cisalak Pasar, Curug dan
Harjamukti. Luas wilayah adalah 2,158 ha.
Identifikasi perubahan penggunaan lahan dari
tahun 1983 dengan 1992, 2000, 2005 dan
2010, dilakukan analisis perubahan kawasan
terbangun dan tidak terbangun dengan
menggunakan metode Sistem Informasi
Geografis (SIG).
Peta penggunaan lahan yang di gunakan
dalam analisis perubahan fungsi ruang adalah
penggunaan lahan tahun 1983, 1992, 2000,

4
Identifikasi Fenomena Urban Sprawl (Widia Astuti), Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FT-Unpak

2005 dan 2010 dengan deliniasi kawasan


telah ditentukan sebelumnya.
Perubahan penggunaan lahan, kawasan
terbangun kecamatan Cimanggis pada tahun
1983 yaitu 145,80 ha (6,76%) dan tidak
terbangun 2008.24 ha (93,09%). Pada 1992
yaitu 520,65 ha (24,13%) dan tidak terbangun
1636,48 ha (75,85%). Pada 2000 yaitu
1279,28 ha (59,30%) dan tidak terbangun
878,14 ha (40,70%). Pada 2005 yaitu 1612,07
ha (74,72%) dan tidak terbangun 545,55 ha
(25,29%). Pada 2010 yaitu 1862,98 ha
(86,35%) dan tidak terbangun 279,85 ha
(12,97%).

2010
bisa
dilihat
bahwa
pola
perkembangannya terjadi mengikuti jalur
akses jalan utama dan mengelompok, pada
peta tahun 1983 masih bisa terlihat jelas pola
penggunaan lahan kawasan terbangunnya.
Pada peta tahun 1992 juga masih bisa dilihat
pola penggunaan lahan terjadi megikuti akses
jalan utama dan mengelompok juga dan
tersebar paling banyak penggunaan lahan
terbangunnya yaitu pada Kelurahan Pasir
Gunung Selatan, Kelurahan Tugu dan
Kelurahan Mekarsari. Hal ini juga
membuktikan fenomena gejala urban sprawl
terjadi Di Kecamatan ciamnggis Depok.

Gambar 1: Perkembangan Perubahan Tutupan Lahan Tahun 1983, 1992,


2000, 2005, 2010 Kecamatan Cimanggis Kota Depok

Perkembangan penggunaan
lahan
terjadi paling tinggi yaitu tahun 1992 menuju
tahun 2000, perubahan kawasan terbangun
terjadi sangat signifikan yaitu kenaikan
mencapai 35% kenaikan penggunaan
lahannya dan 35% juga untuk pengurangan
kawasan tidak terbangun. Setiap tahunnya
terjadi perubahan penggunaan lahan. Hal ini
juga didukung oleh pertumbuhan penduduk
yang tinggi dari hasil perhitungan di peroleh
bahwa pertumbuhan penduduk dari tahun
2005 sampai tahun 2010 ialah 1,25%.
Perubahan penggunaan lahan juga memiliki
pola yaitu mengikuti akses jalan utama
dimana dari peta penggunaan lahan pada
tahun 1983, 1992, 2000, 2005 dan Tahun

Tahun 2000 penggunaan lahan kawasan


terbangun
di
Kecamatan
Cimanggis
meningkat luasannya merata di seluruh
Kecamatan Cimanggis.
Pada peta tahun 2005 untuk Kelurahan
Pasir Gunung selatan, Tugu, Mekarsari,
Cisalak pasar dan curug penggunaan lahan di
dominasi oleh kawasan terbangun. Tahun
2010 penggunaan lahan kawasan terbangun
yaitu 86,35% dan kawasan tidak terbangun
12,97%. Dapat disimpulkan fenomena urban
sprawl dipengaruhi oleh perkembangan dari
Jakarta dan tipenya ialah perembetan
memanjang (Ribbon Development) karena
pola perkembangan kawasan mengikuti alur
jaringan jalan, tipologinya yaitu Potential

5
Identifikasi Fenomena Urban Sprawl (Widia Astuti), Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FT-Unpak

Urban. Dari gambar 1 diketahui bahwa pola


perkembangan masih dipengaruhi oleh Kota
Jakarta dan tipenya ialah perembetan
memanjang
(Ribbon
Development)
tipologinya yaitu Semi Urban. Dari gambar 1
pola perkembangan terlihat dari mana
pengaruhnya,
disimpulkan
bahwa
perkembangan di pengaruhi oleh Kota Jakarta
dan Kota Depok, dimana tipenya ialah
perembetan
memanjang
(Ribbon
Development) dan perembetan konsentris
(Concentric
Development)
dimana
perkembangan Kecamatan Cimanggis telah
dipengaruhi oleh perkembangan Kota Depok,
tipologinya yaitu Predominantly Urban.
Analisis
Perkembangan
Perubahan
Penggunaan Lahan Kawasan Terbangun
Dengan Arahan Kebijakan RTRW Kota
Depok Tahun 2011-2031
Analisis RTRW Kota Depok Tahun
2011-2031 dari system pusat pelayanan kota,
Kecamatan Cimanggis peruntukannya yaitu
sebagai perdagangan dan jasa skala regional;
industri; perumahan kepadatan sedang;
kawasan pertahanan dan keamanan negara;
dan RTH kota.
Dari segi perdagangan dan jasa skala
regional telah sesuai karena di Kecamatan
Cimanggis telah terdapat pasar modern dan
pasar tradisional yang melayani skala
regional yang terdapat di Kelurahan Tugu,
Kelurahan Mekarsari dan Kelurahan Cisalak
Pasar. Peruntukan industri di kecamatan
Cimanggis terdapat beberapa industri kecil,
menengah dan besar. Kecamatan Cimanggis
sebagai sebuah kawasan hunian dengan
peruntukannya sebagai perumahan kepadatan
sedang namun pada kenyataannya di
Kelurahan Tugu telah terjadi kepadatan
tinggi.
Peruntukan
sebagai
kawasan
pertahanan dan keamanan Negara telah sesuai
karena di Kelurahan Pasir Gunung Selatan
terdapat kawasan BRIMOB. Peruntukan
sebagai RTH kota dari luasannya diketahui
bahwa
RTH kota belum mencukupi
jumlahnya.
Permasalahannya
bahwa
keterbatasan ruang di Kecamatan Cimanggis
khususnya dan Kota Depok umumnya sangat
mempengaruhi terhadap kebutuhan Ruang
Terbuka Hijau.
Ruang Terbuka Hijau yang peruntukan
jumlahnya 30 % ( 648,3 ha ) seharusnya
tahun 2003 itu sudah terjadi pengendalian
perubahan
penggunaan
untuk
lahan
terbangun. Pembatasan pembangunan untuk
kawasan permukiman atau tetap ada
pembangunan kawasan terbangun dengan

teknologi dan memperhatikan KDB dan KLB


agar jumlah luasan kawasan tidak terbangun
30 % tetap jumlah luasnya. Pembangunan
terus
meningkat
mengakibatkan
berkurangnya jumlah lahan terbuka hijau
padahal keberadaan lahan terbuka hijau
diperlukan sebagai daya dukung dan daya
tampung
lingkungan
di
Kecamatan
Cimanggis Kota Depok.
Identifikasi Kondisi Eksisting Kawasan
Permukiman di Kecamatan Cimanggis,
Kota Depok Terkait Fasilitas Permukiman
Berdasarkan Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011,
permukiman adalah bagian dari lingkungan
hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan
perumahan yang mempunyai prasarana,
sarana, utilitas umum, serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan
perkotaan atau kawasan pedesaan. Suatu
kawasan permukiman dapat dibilang kawasan
permukiman yang ideal bila semua aspek
tersebut telah terpenuhi pelayanannya dari
segi jumlah perumahan ,pelayanan mininal
jumlah prasarana dan sarana, utilitas umum
serta mempunyai penunjang kegiatan sebagai
fungsi suatu kawasan perkotaan.
Analisis
menggunakan
Pedoman
Standar Pelayanan Minimal, Pedoman
Penentuan Standar Pelayanan Minimal
Bidang Penataan Ruang Perumahan dan
Permukiman dan Pekerjaan Umum, yaitu
diatur dalam Keputusan Menteri Permukiman
dan
Prasarana
Wilayah
No.
534/KPTS/M/2001.
Identifikasi Fasilitas Pendidikan
Fasilitas pendidikan merupakan salah
satu
fasilitas
yang
sangat
penting
keberadaannya, dari data Kecamatan
Cimanggis tahun 2011 disebutkan bahwa
jumlah fasilitas pendidikan keseluruhannya
jumlahnya adalah 195 unit, jenisnya meliputi
TK, SD sederajat, SLTP sederajat, SMU
sederajat dan perguruan tinggi. Dari jenisnya
diketahui bahwa di Kecamatan Cimanggis
sudah terdapat seluruh jenis Fasilitas
pendidikan. Maka dari itu analisis yang
dilakukannya itu dari segi pelayanan jumlah
fasilitasnya.

6
Identifikasi Fenomena Urban Sprawl (Widia Astuti), Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FT-Unpak

Tabel 1 : Jumlah Penilaian Pemenuhan Fasilitas Pendidikan


Kec. Cimanggis Tahun 2012

Cakupan

Tingkat Pelayanan

Satuan
Minimal tersedia :
lingkungan
- 1 unit TK u/ setiap
dengan
1.000
jiwa
jumlah
penduduk
penduduk
- 9 SD, 3 SLTP, 1
<30.000
SMU .
jiwa.
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2012

Fasilitas Pendidikan
(unit)
Jenis
Jumlah
TK
73

Kebutuhan
Fasilitas

SD

69

73

SLTP

34

24

Terpenuhi
Tidak
Terpenuhi
Terpenuhi

SMU

16

Terpenuhi

Dari table 1 bahwa di Kecamatan


Cimanggis dari segi pelayanan minimal
fasilitas pendidikan ada yang terpenuhi
dengan baik da nada yang belum terpenuhi,
karena dari jumlah penduduk keseluruhan
yaitu 244.095 jiwa, dengan melakukan
pembagian jumlah penduduk menurut
kelompok umur maka di peroleh jumlah
penduduk yang berusia 0 - 9 tahun adalah
28.130 jiwa dan 5 14 tahun adalah 34.483
jiwa, namun untuk SD sederajat belum
terpenuhi dari segi jumlah pelayanan fasilitas
pendidikannya.
Identifikasi Fasilitas Kesehatan
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa dari
segi pelayanan minimal fasilitas kesehatan
belum
terpenuhi
dari
segi
jumlah
pelayanannya, yaitu untuk fasilitas RS

28

Ket.

bersalin. Puskesmas telah ada di setiap


kelurahan, untuk posyandu ada 120 unit yang
tersebar juga di setiap kelurahan. Untuk
dokter prakter di Kecamatan Cimanggis
terdapat 79 unit yang tersebar juga di setiap
kelurahan
yang
sangat
memudahkan
masyarakat untuk berobat ke dokter. Untuk
fasilitas kesehatan telah memenuhi jumlah
pelayanan minimalnya.
Identifikasi Fasilitas Peribadatan
Kecamatan Cimanggis merupakan
kecamatan yang mempunyai penduduk
beragam adat dan agamanya , agama yang
ada di Kec. Cimanggis ialah Islam, Kristen
Protestan, Kristen Katholik, Hindu, Budha
dan Khonghuchu.
Dari jumlah penduduk keseluruhan
mayoritas penduduk Kec. Cimanggis
memeluk agama Islam yaitu hampir 91% dan
sisinya memeluk agama yang lainnya.

Tabel 2 : Jumlah Penilaian Pemenuhan Fasilitas Kesehatan


Kec. Cimanggis Tahun 2012
Fasilitas Kesehatan
Kebutuhan
Cakupan
Tingkat Pelayanan
Fasilitas
Jenis
Jumlah
Satuan
Minimal tersedia :
RS Umum
3
1
lingkungan
- 1
unit
Balai
RS Bersalin
3
8
dengan
Pengobatan/3.000
jumlah
jiwa
Puskesmas
5
2
penduduk
- 1 unit BKIA/RS
Posyandu
128
<30.000
Bersalin/10.000Pos KB
6
jiwa.
30.000 jiwa.
Dokter
79
- 1 unit puskesmas/
Praktek
120.000 jiwa.
Bidan
68
- 1
unit
RS/
240.000 jiwa.
- 1
unit
pos
Klinik / BP
23
8
pemadam
kebakaran.
Sumber :Hasil Analisis Tahun 2012

Ket.
Terpenuhi
Tidak
Terpenuhi
Terpenuhi
Terpenuhi
Terpenuhi
Terpenuhi
Terpenuhi
Terpenuhi

7
Identifikasi Fenomena Urban Sprawl (Widia Astuti), Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FT-Unpak

Fasilitas peribadatan yang ada di Kec.


Cimanggis ialah Mesjid, Mushola, Gereja dan
Pura. Persebaran lokasi fasilitas peribdatan
merata di setiap Kelurahan Di Kec.
Cimanggis, namun untuk fasilitas peribadatan
Pura hanya terdapat di Kelurahan Tugu.
Untuk fasilitas peribadatan Wihara dan
Klenteng fasilitas peribdatan tersebut belum
terpenuhi / belum ada untuk Di Kec.
Cimanggis.
Tabel 3 : Jumlah Penilaian Pemenuhan
Fasilitas Peribadatan
Kec. Cimanggis Tahun 2012
Cakupan

Satuan
wilyah
Kabupate
n/ Kota

Tingkat
Pelayan
an

Minimal
tersedia :
-1 unit
tempat
Ibadah/
2500
jiwa.

Sarana
Peribadatan
(unit)
Jumla
Jenis
h
Mesjid
&
234
Mushol
a

Kebutuh
an
Fasilitas

Ket.

89

Terpenuh
i

Gereja

13

Pura

Wihara

Klente
ng

Terpenuh
i
Terpenuh
i
Belum
Diperluk
an
Belum
Diperluk
an

Sumber : Hasil Analisis Tahun 2012


Berdasarkan
Tabel
3
fasilitas
peribadatan wihara dan klenteng belum
diperlukan, karena dari segi jumlah penduduk
juga belum mencapai 2500 jiwa. Fasilitas
peribadatannya terpenuhi dalam cakupan
satuan wilayah kota . untuk fasilitas
peribadatan seperti mesjid, mushola, gereja
dan pura sudah terpenuhi dari segi jumlah
pelayanan minimal jumlah fasilitasnya.
Jumlah Mesjid dan Mushola yaitu 234 unit,
gereja 13 unit dan pura 1 unit.
Identifikasi Fasilitas Perekonomian
Fasilitas ekonomi yang ada di
Kecamatan Cimanggis yaitu semua fasilitas
perdagangan dan jasa, pasar modern, pasar
tradisional dan minimarket. dalam analisis ini
hanya dilakukan pada perdagangan dan jasa
yaitu pasar kecamatan yaitu untuk Satuan
lingkungan dengan jumlah penduduk <30.000
jiwa.. Untuk jumlah tingkat pelayanan
minimal fasilitas perekonomian disajikan
pada Tabel 4.

Tabel 4: Jumlah Penilaian Pemenuhan


Fasilitas Perekonomian
Kec. Cimanggis Tahun 2012

Cakupan

Tingkat
Pelayanan

Fasilitas
Perekomomian
(unit)
Jumla
Jenis
h

-Satuan
lingkunga
n dengan
jumlah
penduduk
<30.000
jiwa.

Minimal
tersedia 1
(satu) pasar
u/ setiap
30.000 jiwa
penduduk

Pasar
Kecam
atan

Kebut
uhan
Fasilit
as

Ket.

Tidak
Terpen
uhi

Sumber :Hasil Analisis Tahun 2012


Berdasarkan Tabel 4 fasilitas ekonomi
yaitu pasar kecamatan dari jumlah pelayanan
minimal telah belum terpenuhi. Sebaran pasar
tradisional di Kelurahan Tugu dan Kelurahan
Cisalak. Untuk memperoleh persepsi
masyarakat dilakukan wawancara dengan
melakukan penyebaran kuesioner pada setiap
kelurahan di Kecamatan Cimanggis. Dimana
kuisioner diberikan kepada masyarakat yang
tinggal di perumahan swadaya, kavling dan
komplek perumahan.
Hasil wawancara di lakukan pembagian
angket yaitu masyarakat di komplek
perumahan 37 angket, kavling 13 angket dan
perumahan swadaya 50 angket. Berdasarkan
hasil wawancara kemudian ditabulasi.
Analisis dilakukan juga dengan
menggunakan persepsi masyarakat di
Kecamatan Cimanggis, dari jumlah sampel
100 diajukan pertanyaan. Pertanyaan yang
berhubungan dengan analisis pelayanan
minimal ialah mengenai kondisi fasilitas
pendidikan, fasilitas kesehatan dan fasilitas
ekonomi yaitu dari segi kondisi fasilitasnya.
Untuk lebih jelasnya mengenai hasil dari
persepsi masyarakat disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 :
Persepsi Masyarakat Terhadap Pelayanan
Fasilitas Kec. Cimanggis Depok Tahun
2012
No.
1
2
3

Aspek Fasilitas
Menjangkau
fasilitas
pendidikan
Menjangkau
fasilitas kesehatan
Menjangkau
fasilitas ekonomi

Baik
(%)

Sedang
(%)

Buruk
(%)

63

35

80

20

81

19

Sumber :Hasil Analisis Tahun 2012

8
Identifikasi Fenomena Urban Sprawl (Widia Astuti), Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FT-Unpak

Identifikasi Fenomena Urban Sprawl


Terhadap
Kondisi
Lingkungan
Di
Kecamatan Cimanggis Kota Depok
Analisis fisik lingkungan dilakukan
dengan cara melihat kondisi eksisting dan
dari hasil tabulasi kuisioner meliputi persepsi
masyarakat dan pihak pemerintah setempat
serta LPM yang ada di Kecamatan
Cimanggis. Yaitu persepsi pada tahun 2007
dan tahun 2012 , untuk lebih jelas ya
mengenai persepsi masyarakat terhadap
kondisi fisik lingkungan disajikan pada tabel
6.

untuk
membuang
sampah.
kondisi
pembuangan
sampah
sementara
di
Kecamatan Cimanggis kondisnya sangat
buruk, penumpukan sampah mengakibatkan
lingkungan menjadi tidak nyaman selain itu
juga menjadikan kondisi lingkungan sangat
buruk.
Kurangnya RTH ( ruang terbuka
hijau ) dikarenakan hampir seluruh
wilayahnya merupakan kawasan terbangun,
ruang terbuka hijau hanya terdapat di
beberapa tempat saja. Menurut Permendagri
No. 1 Tahun 2007 fungsi ruang terbuka hijau
ialah:

Tabel 6 :
Persepsi Masyarakat Mengenai Kondisi Lingkungan Kecamatan Cimanggis Tahun 2007
2012

Kondisi Lingkungan

Baik (
%)
95
43
11
13
54
39
20
71
73
57

Air tanah
Sanitasi/limbah
Saluran air/drainase
Pembuangan sampah
Kondisi lalu lintas
Kondisi udara
ketersediaan RTH
Kebakaran
Keamanan
Penanganan banjir
Kondisi jaringan
jalan
71
Sumber: Hasil Analisis 2012

Tahun 2007
Sedang
(%)
5
57
65
65
42
61
28
27
21
41

Buruk
(%)
0
0
24
22
4
0
52
2
6
2

Baik (
%)
87
36
15
7
54
37
16
73
73
55

Tahun 2012
Sedang
(%)
13
46
50
54
34
59
24
24
21
42

Buruk
(%)
0
18
35
39
12
4
60
3
6
3

25

71

29

Berdasarkan Tabel 6 kondisi fisik


lingkungan mengalami penurunan kualitas
lingkungannya yaitu kondisi fisik air tanah,
kondisi saluran air/drainase, kondisi lalu
lintas yang dapat terlihat dari kondisi
kemacetan lalu lintas yang terjadi,
pembuangan
sampah,
kondisi
udara,
ketersediaan ruang terbuka hijau dan
penanganan banjir. Dari hasil persepsi
kondisi pembuangan sampah mengalami
penurunan pada kenyataan di lapangan
terlihat
kondisi
pembuangan sampah
sementara tidak teratur mengakibatkan
kondisi lingkungan terlihat buruk. Kondisi
saluran air/ drainase memang cukup baik, ,
namun fungsinya tidak sesuai. Saluran air /
drainase fungsinya berubah yaitu sebagai
saluran pembuangan sanitasi/limbah juga

a. Sebagai pengamanan keberadaan kawasan


lindung perkotaan;
b. Pengendali pencemaran dan kerusakan
tanah, air dan udara;
c. Tempat perlindungan plasma nuftah dan
keanekaragaman hayati;
d. Pengendali tata air; dan
e. Sarana estetika kota.
Aksesibilitas merupakan hal penting
menurut masyarakat dalam memilih kawasan
permukiman. Lingkungan yang nyaman
menjadi faktor kedua dalam hal penentuan
kawasan permukiman apalagi bagi mereka
yang awalnya tinggal dikota Jakarta.
Keterjangkauan akan harga lahan pun
menjadi pertimbangan yang ke tiga dimana
harga lahan di kota Jakarta sangat mahal
maka alternatif lainnya ialah pindah ke Kota

9
Identifikasi Fenomena Urban Sprawl (Widia Astuti), Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FT-Unpak

Depok karena di rasa daerah pinngiran masih


memberikan
harga
lahan
murah.
Pertimbangan terakhir ialah lingkungan yang
aman. Perkembangan kota di Kecamatan
Cimanggis yang semakin meningkat tidak
lepas dari 3 faktor penting pendukungnya
yaitu: lahan, penduduk dan kegiatannya.
Aksesibilitas adalah hal dapat dijadikan
akses; hal dapat dikaitkan atau kemampuan
untuk mengakses sesuatu. Dalam hal
kegiaatan dan aktivitasnya, Masyarakat Di
Kecamatan Cimanggis sangat beragam, ada
yang bekerja, sekolah berdagang dan lainnya
yang mengharuskan mereka tidak diam
ditempat setiap harinya.
Berdasarkan hasil wawancara yang
menjawab sedang karena masyarakat bekerja
di Jakarta. Untuk sarana tranfortasi yaitu
angkutan umum persepsi masyarakat
menjawab 60% baik dan 40% menjawab
sedang, karena hampir semua wilayah di
Kecamatan Cimanggis telah ada akses untuk
angkutan umum. Kualitas jalan berdasarkan
persepsi bahwa 74% masyarakat menjawab
baik dan 26% menjawab baik. Kondisi
kualitas jalan di Kecamatan Cimanggis yaitu
beton hotmix dan aspal. Untuk lebih jelasnya
dapat disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 :
Persepsi Masyarakat Mengenai Kondisi
Aksesibilitas Kec.Cimanggis Tahun 2012
No.
1

Aspek
Aksesibilitas
Menjangkau
tempat kerja

Baik (
%)

Sedan
g(%)

Buruk
(%)

53

45

Sarana transportasi

60

40

Kualitas jalan

74

26

Kondisi lalu lintas


Kondisi jaringan
jalan

54

42

71

25

Sumber: Hasil Analisis 2012


Berdasarkan Tabel 7 dapat disimpulkan
bahwa secara keseluruhan mengenai kondisi
aksesibilitas di kecamatan Cimanggis ialah
baik. Untuk kondisi lalu lintas yaitu
menyangkut kemacetan berdasarkan survei
dan persepsi di dapatkan bahwa kondisinya
baik, kemacetan hanya terjadi di jalan utama
kemacetan lalu lintas terjadi di Jalan Raya
Bogor dan Jalan Radar Auri, terjadi pada jam
sibuk serta pada hari libur. Dengan adanya tol
Cijago memberikan sedikit solusi untuk
kemacetan. Hasil persepsi diperoleh baik
karena dari karakteristik responden bahwa 42
% pekerjaannya merupakan ibu rumah
tangga. Dari hasil wawancara didapatkan

bahwa meskipun kondisi jaringan jalan baik


tapi tetap saja waktu jarak tempuh untuk
bekerja menjadi lama karena terjadi
kemacetan. Kemacetan terjadi diakibatkan
terlalu banyaknya jumlah kendaraan yang
melintas.
Kondisi
jaringan
jalan
hampir
keseluruhan
Kecamatan
Cimanggis
kondisinya baik, perkerasan nya yaitu beton,
aspal hotmik dan aspal. Kondisi jaringan
jalan yang baik membuat aksesibilitas yang
terjadi dalam satu Kecamatan Cimanggis
menjadi lancar dan membuat nyaman seluruh
warga masyarakat yang tinggal di Kecamatan
Cimanggis Depok. Dari hasil wawancara juga
diperoleh pengetahuan bahwa salah satu yang
menjadi pertimbangan masyarakat memilih
tempat tinggal di Kecamatan Cimanggis
adalah kondisi jaringan jalan yang cukup
baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Perubahan penggunaan lahan yang sangat
tinggi terjadi pada tahun 1992 tahun
2000, hal tersebut juga dipengaruhi oleh
pertambahan jumlah penduduk yang
meningkat.
2. Kecamatan Cimanggis Depok untuk
fasilitas
pendidikan,
kesehatan,
peribadatan, pemerintahan, dan ekonomi
telah memenuhi jumlahnya menurut
standar pelayanan minimal.
3. Permasalahan terhadap kondisi fisik
lingkungan yang mengalami penurunan
kualitas lingkungannya yaitu kondisi fisik
air tanah, kondisi saluran air/drainase,
kondisi lalu lintas yang dapat terlihat dari
kondisi kemacetan lalu lintas yang terjadi,
pembuangan sampah, kondisi udara,
ketersediaan ruang terbuka hijau dan
penanganan banjir.
Saran
1. Perlunya dibuat pengendalian terhadap
perubahan penggunaan lahan kawasan
terbangun dengan segera di buat RDTR
dan Zoning Regulation.
2. Perlu adanya pengaturan atau penataan
terhadap kawasan permukiman Di
Kecamatan Cimanggis sehingga tidak
menimbulkan kesemerawutan serta untuk
mengantisipasi
permasalahanpermasalahan yang timbul dari suatu
perkembangan
kawasan
(Sampah,

10
Identifikasi Fenomena Urban Sprawl (Widia Astuti), Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FT-Unpak

kemacetan, ruang terbuka hijau, dan lainlain).


3. Pemerintah memberikan sosialisasi untuk
masyarakat yang berkaitan dengan kondisi
lingkungan di Kecamatan Cimanggis agar
kondisi lingkungan lebih nyaman, sehat
dan indah.

Rustiadi, E dan Tim Jabotabek. 2002. Kajian


Pemanfaantan Jabotabek. LPP-IPB.
Bogor- Bapeda Provinsi DKI Jakarta.
Stanley, R.S. 1999. Urban Sprawl and the
Michigan Landscape : A market
Oriented Approach. Mackinac Center
for Public Policy. USA

DAFTAR PUSTAKA

[Pemkot] Pemerintahan Kota Depok.


Rencana Tata Ruang Wilayah (
RTRW ) Kota Depok Tahun 2011
2031. Depok. Bappeda Kota Depok.
Hidayat, Janthy Trilusianthy. 2005. Gejala
Urban Sprawl Sebagai Akibat
Dinamika Pengembangan Kota di
Wilayah Jabotabek. Jendela Kota
Jurnal
Perencanaan
dan
Pengembangan Wilayah dan Kota.
1(2)-(1-8).

Supardi.
2008.
Makalah
Perubahan
Penggunaan
Lahan.
https://www.google.co.id/search?q=htt
p%3A%2F%2Fparfikh.files.wordpress
.com%2F2012%2F01%2Fmakalahruang-publik_semiloka-iai. [10 Juni
2012].
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Permukiman.
Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang.

Kecamatan
Cimanggis
,
Kecamatan
Cimanggis Dalam Angka 2011.
Kecamatan Cimanggis Kota Depok.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Keputusan Menteri Permukiman dan


Prasarana
Wilayah
No.
534/KPTS/M/2001 Tentang Pedoman
Standar Pelayanan Minimal.

Yunus, H.S. 2000. Struktur Tata Ruang Kota.


Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

RIWAYAT PENULIS
Permendagri No. 1 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan.

Widia Astuti, Mahasiswa Strata 1 (satu)


Program Studi Perencanaan Wilayah dan
Kota Fakultas Teknik Universitas Pakuan
Bogor.

11
Identifikasi Fenomena Urban Sprawl (Widia Astuti), Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FT-Unpak

Anda mungkin juga menyukai