Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PEDOMAN TRIASE

A. PENGERTIAN:
Triase (Triage) adalah Tindakan untuk memilah/mengelompokkan korban
berdasar beratnya cidera, kemungkinan untuk hidup, dan keberhasilan
tindakan berdasar sumber daya (SDM dan sarana) yang tersedia.

B. TUJUAN:
Tujuan triase pada musibah massal adalah bahwa dengan sumber daya yang
minimal dapat menyelamatkan korban sebanyak mungkin.

C. KEBIJAKAN:
a. Memilah korban berdasar:
i. Beratnya cidera
ii. Besarnya kemungkinan untuk hidup
iii. Fasilitas yang ada / kemungkinan keberhasilan tindakan
b. Triase tidak disertai tindakan
c. Triase dilakukan tidak lebih dari 60 detik/pasien dan setiap
pertolongan harus dilakukan sesegera mungkin.

D. PROSEDUR:
a. Penderita datang diterima petugas / perawat IGD.
b. Diruang triase dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan
cepat (selintas) untuk menentukan derajat kegawatannya. Oleh
parawat yang terlatih / dokter.
c. Namun bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang,
maka triase dapat dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung
IGD).
d. Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode
warna :
i. MERAH, Segera : Immediate (I) Pasien mengalami cedera
mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila
ditolong segera. Misalnya : Tension pneumothorax, distress
pernafasan (RR< 30x/mnt), perdarahan internal vasa besar dsb.
ii. KUNING, Tunda-Delayed (II) Pasien memerlukan tindakan
defintif tetapi tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya :
Perdarahan laserasi terkontrol, fraktur tertutup pada ekstrimitas
dengan perdarahan terkontrol, luka bakar <25% luas permukaan

1
iii. HIJAU, Minimal (III) Pasien mendapat cedera minimal, dapat
berjalan dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan.
Misalnya : Laserasi minor, memar dan lecet, luka bakar
superfisial.
iv. HITAM, Expextant (0) Pasien mengalami cedera mematikan
dan akan meninggal meski mendapat pertolongan. Misalnya :
Luka bakar derajat 3 hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ
vital, dsb.
e. Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan
warna : merah, kuning, hijau, hitam.
f. Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan
pengobatan diruang tindakan IGD. Tetapi bila memerlukan tindakan
medis lebih lanjut, penderita/korban dapat dipindahkan ke ruang
operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain.
g. Penderita/korban dengan kategori triase kuning yang memerlukan
tindakan medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan
menunggu giliran setelah pasien dengan kategori triase merah selesai
ditangani.
h. Penderita/korban dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke
rawat jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka
penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang.
i. Penderita/korban kategori triase hitam dapat langsung dipindahkan ke
kamar jenazah.

BAB II
PENGGUNAAN RADIO KOMUNIKASI

A. PENGERTIAN:
Alat komunikasi yang digunakan dengan menggunakan gelombang radio
dengan frekuensi tertentu yang telah disepakati bersama, untuk hubungan
antar rumah sakit.

2
B. TUJUAN:
Untuk memperlancar jalur komunikasi dalam menyampaikan atau menerima
berita, dalam keadaan sehari-hari atau dalam keadaan darurat
(bencana/musibah massal).

C. KEBIJAKAN:
a. Radio Komunikasi selalu pada frekuensi ....
b. Radio Medik hanya digunakan untuk menyampaikan / menerima berita
yang penting.

D. PROSEDUR:
a. Mengecek kondisi radio medik setiap operan dan melakukan timbang
terima mengenai berita yang masuk dan yang keluar.
b. Cara menggunakannya:
i. Cek frekuensi yang dituju
ii. Cek power dan radio
iii. Pegang extramix, arahkan pada mulut dengan jarak + 10 cm.
iv. Vokal suara jelas dan singkat (tiap pembicaraan tidak boleh
lebih dari 10 kata)
v. Bila memanggil, sebut nama yang dituju, baru nama pengirim.
Contoh : RS Persahabatan, IGD RSMI Cikupa memanggil
vi. Bila memanggil masih ada pembicaraan di radio, tunggu nada
sela, baru memanggil dengan kata KONTEK (2x)
vii. Bila ada yang mempersilahkan sebut nama atau institusi.
Contoh : Ya disini IGD RSMI Cikupa dengan operator....... Mau
menghubungi IGD RS Persahabatan.
viii. Tiap pembicaraan (tidak boleh dari 10 kata) diakhiri dengan kata
GANTI untuk memberi kesempatan kepada yang dituju untuk
menulis pesan dan atau memberikan kesempatan kepada
pemanggil untuk masuk karena sifat beritanya lebih penting
(gawat).
c. Melakukan absensi tiap hari dengan:
i. Dinas Kesehatan Kabupaten Banten (07.30)
ii. RSUD Tangerang (14.30)
d. Setiap kali mengirim / menerima pesan harus ditulis pada buku laporan
serta ditandatangani dan nama jelas operator.
e. Segera tindak lanjut isi pesan.
f. Bila selesai jangan dimatikan tetapi radio harus selalu dalam posisi
standby.
E. PETUGAS Perawat IGD

3
BAB III
AMBULANCE

A. PENGERTIAN:
Sarana transportasi untuk mengangkut penderita/korban dari lokasi bencana
ke sarana kesehatan yang memadai.

B. TUJUAN:
Untuk memindahkan penderita/korban bencana dengan aman tanpa
memperberat keadaan penderita/korban ke sarana kesehatan yang memadai.

C. KEBIJAKAN:
1) Ambulance digunakan untuk memindahkan korban dari lokasi bencana
ke RS atau dari RS yang satu ke RS lain.
2) Pada setiap ambulans minimal terdiri dari 2 orang para medik dan satu
pengemudi (bila memungkinkan ada 1 orang dokter).
D. PROSEDUR:
Saat di Rumah Sakit
1) Kru ambulans harus selalu menyiapkan ambulans untuk pengiriman
atau penjemputan berikutnya.
2) Selalu bersihkan ruang pasien dengan menggunakan sarung tangan
industri.
3) Bersihkan darah, muntahan, dan cairan tubuh lainnya yang mengering
di lantai.
4) Seka perlengkapan apapun yang terkena percikan. Masukkan handuk
yang digunakan untuk membersihkan darah dan cairan tubuh langsung
ke dalam kantung merah.
5) Buang sampah-sampah seperti bungkus perban, balut yang sudah
dibuka walaupun belum dipakai, dan barang-barang sejenis.

4
6) Kain linen dan selimut besar yang kotor dapat dicuci dan digunakan
kembali.
7) Gunakan pengharum ruangan untuk menetralisir bau muntah, urin,
atau tinja.

E. Siapkan perlengkapan pernafasan.


1) Bersihkan dan disinfeksi benda-benda yang tidak sekali pakai (non
disposable) dengan cara yang benar, bersihkan pula unit masker bag-
valve yang telah digunakan dan alat-alat pembantu pernafasan lain
serta alat untuk terapi inhalasi untuk mencegah alat-alat tersebut
menjadi tempat perkembangan agen infeksi yang dapat dengan mudah
mengkontaminasi pasien berikutnya. Lakukan juga disinfeksi untuk unit
suction.
2) Letakkan barang-barang sekali pakai yang telah digunakan ke kantung
plastik dan bungkus. Ganti barang-barang serupa dengan cadangan
yang dibawa dalam ambulans.
3) Ganti barang-barang yang telah digunakan
i. Segera ganti barang-barang yang telah terpakai di ambulans
dengan barang serupa yang diambil dari ruang logistik rumah
sakit berdasarkan prinsip -satu untuk satu - seperti balut steril,
perban, handuk, masker oksigen sekali pakai, sarung tangan
sekali pakai, air steril, dan airways (alat bantu jalan nafas) oral.
ii. Tukar barang-barang seperti bidai dan spinal board yang
digunakan oleh pasien dengan barang serupa dari ruang logistik
rumah sakit.
iii. Jika perlengkapan memang bisa ditukar, segera periksa
kelengkapan dan fungsi perlengkapan dengan cepat. Beberapa
bagian biasanya hilang atau rusak, biasanya ketika alat-alat
imobilisaasi dilepaskan dari pasien.
iv. Jika menemukan bahwa ada bagian perlengkapan yang rusak
atau tidak lengkap, beritahu otoritas rumah sakit untuk
mengetahui apakah alat tersebut dapat diperbaiki atau diganti.

5
BAB IV
DEKONTAMINASI KORBAN BENCANA

A. PENGERTIAN:
Dekontaminasi adalah langkah pertama menangani peralatan, perlengkapan,
sarung tangan dan benda-benda lainnya yang terkontaminasi. Proses yang
membuat benda mati lebih aman untuk ditangani oleh staf sebelum
dibersihkan (umpamanya menginaktivikasi HBV, HBC dan HIV) dan
mengurangi tapi tidak menghilangkan jumlah mikroorganisme yang
mengkontaminasi.

B. TUJUAN:
Sebagai acuan dalam melakukan dekontaminasi saat terjadi bencana.

C. KEBIJAKAN:
a. Dilakukan pada korban masal terutama pada korban yg terkontaminasi
bahan kimia.
b. Prinsip dekontaminasi di rumah sakit adalah bahwa setiap pasien yang
datang dan terpapar bahan kimia harus didekontaminasi sebelum
masuk keruangan yang ada di rumah sakit.
c. Dekontaminasi dilakukan di tempat yang telah dipersiapkan, terpisah
dan tertutup, tersedia air mengalir dan sebaiknya dekat dengan IGD.

D. PROSEDUR:
a. Setelah memakai alat proteksi diri petugas medik melakukan
dekontaminasi, pastikan korban dalam keadaan stabil atau telah
dilakukan stabilisasi fungsi vitalnya.
b. Buka seluruh pakaian korban (mengurangi 70-80% kontaminant)
c. Cuci dari ujung kepala sampai ujung kaki dalam 1 menit dgn 6 galon
air ( 25 ltr air/ 4-5 ember air) dan diperlukan area 22 inches (66 cm)
per-orang.
d. Lakukan dgn cepat pencucian / penyiraman seluruh tubuh korban.
e. Gunakan cairan pembersih untuk seluruh tubuh. Cairan baru 0,5 %
Sodium hypochlorite (HTH chlorine) efektif utk kontaminant biologi atau
kimia.
f. Utk kontaminant biologi perlu waktu 10 menit (hal ini sulit untuk korban
masal).

6
g. Bersihkan kembali dengan air dari ujung kepala sampai ujung kaki
(head to toe).
h. Yakinkan korban sudah dicuci dengan bersih, bila perlu periksa dan
bersihkan kembali dengan air dari ujung kepala sampai ujung kaki.
i. Keringkan tubuh pasien dan ganti/ berikan pakaian kering dan bersih.
j. Korban di masukkan ke ruang UGD/ IRD sesuai kriteria triage (dapat
dilakukan triage ulang walaupun sudah dilakukan triage di lapangan.
k. Penanganan dilakukan berdasarkan skala prioritas kegawat daruratan
korban bencana.
l. Pelayanan medik yang diberikan sesuai standar kemampuan rumah
sakit.
Catatan:
i. Pasien bisa yang bisa berjalan sendiri dan gejala jelas segera
lakukan dekontaminasi.
ii. Pasien masih bisa berjalan, tetapi tanpa gejala jelas pindahkan
dari area tindakan, pakaian dibuka dan observasi (medical
evaluation).
iii. Pasien tidak bisa bergerak, lakukan evaluasi klinis , berikan
prioritas dekontaminasi.

BAB V
PERMINTAAN / BANTUAN TENAGA

A. PENGERTIAN:
Tenaga adalah orang atau petugas baik medis ataupun non medis yang
membantu dalam melakukan pertolongan pada para korban bencana.

7
B. TUJUAN:
Sebagai acuan dalam penambahan jumlah tenaga medis ataupun non medis
saat terjadi suatu bencana.

C. KEBIJAKAN:
Penambahan jumlah tenaga medis ataupun nonmedis saat terjadi bencana
dapat diperoleh dari internal rumah sakit dan eksetrnal rumah sakit.

D. PROSEDUR:
a. Dokter jaga IGD sebagai leader saat terjadi bencana menghubungi tim
siaga bencana yang saat itu sedang tidak jaga / tidak berada di tempat.
b. Dokter jaga IGD beserta tim siaga bencana memprediksi tingkat
kegawatan dan jumlah korban.
c. Meminta bantuan tenaga yang sedang tidak jaga di rumah sakit
dengan menghubungi tiap perorangan lewat telephon.
d. Apabila tenaga internal rumah sakit tidak mencukupi/tidak sebanding
dengan jumlah korban yang terlalu banyak, maka pihak rumah sakit
segera meminta bantuan tenaga dari luar rumah sakit. Segera
koordinasikan kebutuhan tersebut kepada Komandan Siaga Bencana
serta pihak luar yang dimintai perbantuan.
e. Setelah tenaga bantuan telah datang di RS, maka dokter jaga sebagai
leader menginformasikan seluruh informasi baik tingkat kegawatan dan
jumlah korban kepada tim tersebut dan memberikan instruksi langkah-
langkah yang harus dilakukan.

BAB VI
PEMBERIAN TERAPI BAGI KORBAN BENCANA

A. PENGERTIAN:
B. Terapi adalah tindakan medis yang dilakukan oleh petugas medis kepada
korban/penderita sesuai dengan kondisi/keadaan penderita tersebut.
C. TUJUAN:
D. Meminimalisir luka dan kecacatan serta menyembuhkan penyakit
penderita/korban bencana.
E. KEBIJAKAN:
F. Pemberian terapi bagi korban tanpa membeda-bedakan status
sosial,suku/ras, agama dan golongan.

8
G. PROSEDUR:
a. Penanganan medis.
i. Penanganan korban di RS meliputi tindakan resusitasi sampai
dengan tindakan definitif.
ii. Sistim pelimpahan wewenang berlaku dengan pengawasan dan
tanggung jawab Tim Penanggulangan Bencana.
iii. Perkiraan jumlah korban yang akan dirawat adalah berdasar
pada jumlah korban yang pernah dirawat pada bencana
terdahulu, atau berdasar pada skenario terburuk, dan dengan
mempertimbangkan jumlah korban berdasarkan intensitas
perawatan yang diperlukan.
iv. Tehnis penanganan korban dilakukan sesuai dengan Standar
Pelayanan Medis yang dibuat oleh Staf Medik Fungsional.

BAB VII
TRANSPORTASI PASIEN

A. PENGERTIAN:
Tranportasi bukanlah sekedar mengantar pasien ke rumah sakit. Serangkaian
tugas harus dilakukan sejak pasien dimasukkan ke dalam ambulans hingga
diambil alih oleh pihak rumah sakit.

B. TUJUAN:
Memindahkan penderita/korban bencana dengan aman tanpa memperberat
keadaan penderita/korban ke sarana kesehatan yang memadai.

C. KEBIJAKAN:
Sarana transportasi terdiri dari:
a. Kendaraan pengangkut (ambulance)
b. Peralatan medis dan non medis.
c. Petugas (medis/paramedis)
d. Obat-obatan life saving dan life support.

9
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk transportasi penderita/korban
bencana adalah:

a. Sebelum Diangkat
i. Gangguan pernafasan dan kardiovaskuler telah ditanggulangi.
ii. Perdarahan telah dihentikan
iii. Luka-luka telah ditutup
iv. Patah tulang telah difiksasi sementara

b. Selama perjalanan harus dimonitor


i. Kesadaran
ii. Pernafasan
iii. Tekanan Darah
iv. Denyut nadi
v. Keadaan luka
D. PROSEDUR:

a. Memindahkan pasien ke ambulans


i. Pada saat ambulans datang anda harus mampu menjangkau
pasien sakit atau cedera tanpa kesulitan, memeriksa kondisinya,
melakukan prosedur penanganan emergensi di tempat dia
terbaring, dan kemudian memindahannya ke ambulans.
ii. Pada beberapa kasus tertentu, misalnya pada keadaan lokasi
yang berbahaya atau pasien yang memerlukan prioritas tinggi
maka proses pemindahan pasien harus didahulukan sebelum
menyelesaikan proses pemeriksaan dan penanganan
emergensi diselesaikan.
iii. Jika dicurigai adanya cedera spinal, kepala harus distabilkan
secara manual dan penyangga leher (cervical collar) harus
dipasang dan pasien harus diimobilisasi di atas spinal board.
iv. Pemindahan pasien ke ambulans dilakukan dalam 4 tahap
berikut
1. Pemilihan alat yang digunakan untuk mengusung pasien.
2. Stabilisasi pasien untuk dipindahkan
3. Memindahan pasien ke ambulans
4. Memasukkan pasien ke dalam ambulans
v. Pasien sakit atau cedera harus distabilkan agar kondisinya tidak
memburuk.
vi. Perawatan luka dan cedera lain yang diperlukan harus segera
diselesaikan, benda yang menusuk harus difiksasi, dan seluruh
balut serta bidai harus diperiksa sebelum pasien diletakkan di
alat pengangkut pasien.

10
vii. Jangan menghabiskan banyak waktu untuk merawat pasien
dengan cedera yang sangat buruk atau korban yang telah
meninggal. Pada prinsipnya, kapanpun seorang pasien
dikategorikan dalam prioritas tinggi, segera transpor dengan
cepat.
viii. Penyelimutan pasien membantu menjaga suhu tubuh,
mencegah paparan cuaca, dan menjaga privasi.
ix. Alat angkut (carrying device) pasien harus memiliki tiga tali
pengikat untuk menjaga posisi pasien tetap aman. Yang
pertama diletakkan setinggi dada, yang kedua setinggi pinggang
atau panggul, dan yang ketiga setinggi tungkai. Kadang-kadang
digunakan empat tali pengikat di mana dua tali disilangkan di
dada.
x. Jika penderita/korban tidak mungkin diangkut dengan tandu
misalnya pada penggunaan spinalboard dan hanya bisa
diletakkan di atas tandu/usungan ambulans (ambulance
stretcher),maka disyaratkan untuk menggunakan tali kekang
yang dapat mencegah pasien tergelincir ke depan jika ambulans
berhenti mendadak.

b. Mempersiapkan Pasien untuk Transportasi


i. Lakukan pemeriksaan menyeluruh. Pastikan bahwa pasien yang
sadar bisa bernafas tanpa kesulitan setelah diletakan di atas
usungan. Jika pasien tidak sadar dan menggunakan alat bantu
jalan nafas (airway), pastikan bahwa pasien mendapat
pertukaran aliran yang cukup saat diletakkan di atas usungan.
ii. Amankan posisi tandu di dalam ambulans. Pastikan selalu
bahwa pasien dalam posisI aman selama perjalanan ke rumah
sakit. Tandu pasien dilengkapi dengan alat pengunci yang
mencegah roda usungan brgerak saat ambulans tengah melaju.
iii. Posisikan dan amankan pasien. Selama pemindahan ke
ambulans, pasien harus diamankan dengan kuat ke usungan.
Perubahan posisi di dalam ambulans dapat dilakukan tetapi
harus disesuaikan dengan kondisi penyakit atau cederanya.
Pada pasien tak sadar yang tidak memiliki potensi cedera
spinal, ubah posisi ke posisi recovery (miring ke sisi) untuk

11
menjaga terbukanya jalan nafas dan drainage cairan. Pada
pasien dengan kesulitan bernafas dan tidak ada kemungkinan
cedera spinal akan lebih nyaman bila ditransport dengan posisi
duduk. Pasien syok dapat ditransport dengan tungkai dinaikkan
8-12 inci. Pasien dengan potensi cedera spinal harus tetap
diimobilasasi dengan spinal board dan posisi pasien harus diikat
erat ke usungan.
iv. Pastikan pasien terikat dengan baik dengan tandu. Tali ikat
keamanan digunakan ketika pasien siap untuk dipindahkan ke
ambulans, sesuaikan kekencangan tali pengikat sehingga dapat
menahan pasien dengan aman tetapi tidak terlalu ketat yang
dapat mengganggu sirkulasi dan respirasi atau bahkan
menyebabkan nyeri.
v. Persiapkan jika timbul komplikasi pernafasan dan jantung. Jika
kondisi pasien cenderung berkembang ke arah henti jantung,
letakkan spinal board pendek atau papan RJP di bawah matras
sebelum ambulans dijalankan. Ini dilakukan agar tidak perlu
membuang banyak waktu untuk meletakkan dan memposisikan
papan seandainya jika benar terjadi henti jantung.
6. Melonggarkan pakaian yang ketat. Pakaian dapat
mempengaruhi sirkulasi dan pernafasan. Longgarkan dasi dan
sabuk serta buka semua pakaian yang menutupi leher.
Luruskan pakaian yang tertekuk di bawah tali ikat pengaman.
Tapi sebelum melakukan tindakan apapun, jelaskan dahulu apa
yang akan Anda lakukan dan alasannya, termasuk memperbaiki
pakaian pasien.
vi. Periksa perbannya. Perban yang telah di pasang dengan baik
pun dapat menjadi longgar ketika pasien dipindahkan ke
ambulans. Periksa setiap perban untuk memastikan
keamanannya. Jangan menarik perban yang longgar dengan
enteng. Perdarahan hebat dapat terjadi ketika tekanan perban
dicabut secara tiba-tiba.
vii. Periksa bidainya. Alat-alat imobilisasi dapat juga mengendur
selama pemindahan ke ambulans. Periksa perban atau kain
mitella yang menjaga bidai kayu tetap pada tempatnya. Periksa

12
alat-alat traksi untuk memastikan bahwa traksi yang benar
masih tetap terjaga. Periksa anggota gerak yang dibidai perihal
denyut nadi bagian distal, fungsi motorik, dan sensasinya.
viii. Naikkan keluarga atau teman dekat yang harus menemani
pasien. Bila tidak ada cara lain bagi keluarga dan teman pasien
untuk bisa pergi ke rumah sakit,biarkan mereka menumpang di
ruang pengemudi-bukan di ruang pasien- karena dapat
mempengaruhi proses perawatan pasien. Pastikan mereka
mengunci sabuk pengamannya.
ix. Naikkan barang-barang pribadi. Jika dompet, koper, tas, atau
barang pribadi pasien lainnya dibawa serta, pastikan barang
tersebut aman di dalam ambulans. Jika barang pasien telah
Anda bawa, pastikan Anda telah memberi tahu polisi apa saja
yang dibawa. Ikuti polisi dan isilah berkas-berkas sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
x. Tenangkan pasien. Kecemasan dan kegelisahan seringkali
menerpa pasien ketika dinaikkan ke ambulans. Ucapkan
beberapa patah kata dan tenangkan pasien dengan cara yang
simpatik. Perlu diingat bahwa mainan seperti boneka beruang
dapat berarti banyak untuk menenangkan pasien anak yang
ketakutan. Senyum dan nada suara yang menenangkan adalah
hal yang penting dan dapat menjadi perawatan kritis yang paling
dibutuhan oleh pasien anak yang ketakutan.
xi. Ketika anda merasa bahwa pasien dan ambulans telah siap
diberangkatkan, beri tanda kepada pengemudi untuk memulai
perjalanan ke rumah sakit. Jika yang Anda tangani ini adalah
pasien prioritas tinggi, maka tahap persiapan, melonggarkan
pakaian, memeriksa perban dan bidai, menenangkan pasien,
bahkan pemeriksaan vital sign dapat ditangguhkan dan
dilakukan selama perjalanan daripada harus diselesaikan tetapi
menunda transportasi pasien ke rumah sakit.

c. Perawatan Pasien selama Perjalanan


i. Lanjutkan perawatan medis emergensi selama dibutuhkan. Jika
usaha bantuan hidup (life support) telah dimulai sebelum
memasukkan pasien ke dalam ambulans, maka prosedur

13
tersebut harus dilanjutkan selama perjalanan ke rumah sakit.
Pertahankan pembukaan jalan nafas, lakukan resusitasi,
berikan dukungan emosional, dan lakukan hal lain yang
diperlukan termasuk mencatat temuan baru dari usaha
pemeriksaan awal (initial assesment) pasien.
ii. Gabungkan informasi tambahan pasien. Jika pasien sudah
sadar dan Anda telah mempertimbangkan bahwa perawatan
emergensi selanjutnya tidak akan terganggu, maka Anda dapat
mulai mencari informasi baru dari pasien.
iii. Lakukan pemeriksaan menyeluruh dan monitor terus vital sign.
Peningkatan denyut nadi secara tiba-tiba misalnya, dapat
menandakan syok yang dalam. Catat vital sign dan laporkan
perubahan yang terjadi pada anggota staf bagian emergensi
segera setelah mencapai fasilitas medis. Lakukan penilaian
ulang vital sign setiap 5 menit untuk pasien tidak stabil dan
setiap menit untuk pasien stabil.
iv. Beritahu fasilitas medis yang menjadi tujuan Anda. Beberkan
informasi hasil pemeriksaan dan penanganan pasien yang
sudah Anda lakukan, dan beri tahu perkiraan waktu kedatangan
Anda.
v. Periksa ulang perban dan bidai.
vi. Bicaralah dengan pasien, tapi kendalikan emosi Anda.
Bercakap-cakap terkadang berguna untuk menenangkan pasien
yang ketakutan.
vii. Jika terdapat tanda-tanda henti jantung, minta pengemudi untuk
menghentikan ambulans sementara Anda melakukan Resusitasi
dan memberikan AED (defibrilator). Beri tahu pengemudi untuk
menjalankan ambulans lagi setelah memastikan bahwa henti
jantung telah teratasi. Pastikan bahwa UGD mengetahui adanya
henti jantung. Adalah hal yang sangat membantu jika Anda
memang secara rutin selalu meletakkan bantalan keras di
antara matras pelbet (cot) dan punggung pasien yang memiliki
resiko tinggi mengalami henti jantung.
d. Memindahkan Pasien Ke Unit Gawat Darurat

14
i. Dampingi staf UGD bila dibutuhkan dan berikan laporan lisan
atas kondisi pasien Anda. Beritahu setiap perubahan kondisi
pasien yang telah Anda amati.
ii. Segera setelah Anda tidak lagi menangani pasien, siapkan
laporan perawatan pra rumah sakit.
iii. Serahkan barang-barang pribadi pasien ke pihak rumah sakit..
Jika benda-benda berharga pasien dipercayakan penuh pada
penjagaan anda, segera serahkan kepada staf UGD yang
bertanggung jawab.
iv. Minta diri untuk meninggalkan rumah sakit. Bertanyalah kepada
dokter atau perawat UGD apakah layanan anda masih
dibutuhkan.

BAB VIII

15
EVAKUASI KORBAN BENCANA

A. PENGERTIAN
Memindahkan korban/penderita bencana dari lokasi bencana ke tempat yang
lebih aman dan mengusahakan penderita/korban yang masih bernyawa untuk
dapat diselamatkan.

B. TUJUAN
Menyelamatkan nyawa penderita/korban yang masih hidup dan
memindahkan penderita/korban yang sudah tidak bernyawa.

C. KEBIJAKAN
a. Mendahulukan korban yang masih bernyawa dan kemungkinan besar
dapat diselamatkan.
b. Korban yang tingkat kegawatannya tinggi dan beresiko mati, lebih baik
ditinggalkan terlebih dahulu.

D. PROSEDUR:
a. Petugas evakuasi harus membekali diri dengan segala keperluan
pribadi serta membekali diri dengan membawa alat dan obat untuk
pertolongan pertama.
b. Menentukan eskalasi bencana; luas wilayah, jumlah korban, jenis
penyakit, sarana dan prasarana yang tersisa, sisa SDM dan akses
jalan menuju lokasi bencana.
c. Menyampaikan hasil survey awal ke rumah sakit, sehingga rumah sakit
dapat mempersiapkan diri.
d. Petugas lapangan menilai tingkat kegawatan korban untuk korban luka
ringan dan sedang di beri pertolongan pertama di tempat kejadian atau
pos kesehatan lapangan.
e. Korban luka ringan dan sedang diperlakukan sama seperti masyarakat
umum.
f. Korban luka berat segera dievakuasi ke RS rujukan wilayah/RS Polri /
RS TNI terdekat.
g. Korban yang memerlukan perawatan lebih lanjut dapat dievakuasi ke
pusat rujukan melalui jalan darat/sungai/laut/udara sesuai sarana yang
dimiliki.
h. Memindah Dan Mengangkat Penderita/Korban
i. Sebelum mengangkat penderita perlu memperhatikan beberapa
hal seperti berapa berat objek, apakah memerlukan bantuan
tambahan dalam mengangkat dsb.

16
ii. Komunikasikan rencana untuk mengangkat dan mengangkut
dengan rekan anda.
iii. Pada saat mengangkat penderita, ada peraturan yang harus
dipatuhi untuk mencegah cedera. Diantaranya:
1. Posisikan kaki dengan baik. Kaki harus kokoh, menapak
pada permukaan dan diposisikan sepanjang lebar bahu.
2. Ketika mengangkat, gunakan kaki anda, bukan punggung
anda untuk mengangkat.
3. Ketika mengangkat, jangan berputar atau membuat
gerakan lain selain mengangkat. Usaha untuk berbelok
atau berputar ketika mengangkat merupakan penyebab
utama cedera.
4. Ketika mengangkat dengan satu tangan, jangan
mengkompensasi.
5. Hindari bersandar ke sisi manapun. Jaga punggung anda
tetap lurus dan terkunci.
6. Jaga beban sedekat mungkin dengan tubuh anda.
Semakin jauh beban dari tubuh anda, semakin besar
kemungkinan anda cedera.
7. Ketika membawa penderita pada tangga, jika
memungkinkan gunakan kursi tangga daripada tandu.
iv. Pada saat menjangkau penderita, ada peraturan yang harus
dipatuhi untuk mencegah cedera. Diantaranya:
1. Jaga punggung tetap dalam posisi lurus/ terkunci.
2. Hindari berputar ketika menjangkau.
3. Hindari menjangkau lebih dari 15-20 inchi di depan tubuh
anda.
4. Hindari menjangkau yang berkepanjangan ketika
diperlukan usaha yang besar
v. Pada saat mendorong atau menarik penderita, ada peraturan
yang harus dipatuhi untuk mencegah cedera. Diantaranya:
1. Lebih baik dorong daripada tarik, jika memungkinkan.
2. Jaga punggung tetap lurus/terkunci.
3. Jaga garis tarikan melalui pusat tubuh anda dengan
menekuk lutut.
4. Jaga beban dekat dengan tubuh anda.
5. Jika beban dibawah pinggang, dorong atau tarik dari
posisi berlutut.
6. Hindari mendorong atau menarik melebihi kepala.

17
BAB IX
PENUTUP

Demikian telah disusun suatu pedoman pelaksanaan TRIAGE PASIEN di Instalasi


Gawat Darurat Rumah Sakit Mulia Insani untuk dijadikan bahan pelajaran dan
latihan pertolongan umum dan bila terjadi bencana diluar ataupun didalam rumah
sakit. Bahan ini perlu selalu dilatih sehingga kewasapadaan dan kesiap-siagaan dari
semua pihak dapat dimobilisasi sewaktu-waktu bila diperlukan.

Kunci dari keberhasilan adalah sumber daya manusia yang kompeten dan pimpinan
lapangan kerja dalam rangka pertolongan penyelamatan ini. Oleh sebab itu
pelatihan harus dilakukan secara reguler dan bersma dengan jejaring rumah sakit
dan fasilitas kesehatan bahkan masyarakat pada umumnya.

Semoga Sukses Selalu.

18
Tangerang, September 2011-09-21
Kepala Instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit Mulia Insani

Dr. Nathan Tjahyadi.

19

Anda mungkin juga menyukai