Sekolah Dasar
PROPOSAL TESIS
Oleh
IQSYAHIRO KRESNA A
23515052
November 2016
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL TESIS
Oleh
IQSYAHIRO KRESNA A
23515052
(Nama) (Nama)
NIP NIP
i
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................................ii
I. Pendahuluan.............................................................................................................................1
I.3 Tujuan...............................................................................................................................4
II.1 E-Learning........................................................................................................................6
II.4 E-tivities............................................................................................................................9
II.5 ELARS............................................................................................................................11
Daftar Referensi.............................................................................................................................15
ii
I. Pendahuluan
Pada bab pendahuluan ini akan dijelaskan mengenai hal-hal yang mendasari
penelitian ini. Komponen yang terdapat dalam bab ini meliputi latar belakang,
rumusan masalah, tujuan, manfaat, batasan, asumsi dan sistematika penulisan.
Pendidikan adalah faktor penting bagi sebuah bangsa. Semakin baik pendidikannya,
semakin maju pula bangsa tersebut. Maka menjadi hal yang sangat penting untuk
mengoptimalkan proses pembelajaran di sekolah.
Teknologi Informasi berkembang semakin pesat, baik itu dari sisi perangkat keras,
maupun perangkat lunak. Salah satu bidang yang dapat dijangkau oleh perkembangan
teknologi ini adalah bidang pendidikan, yaitu melalui electronic Learning, atau yang
biasa disingkat e-Learning. Selain e-Learning, dikenal juga model pembelajaran
campuran, atau yang biasa diistilahkan sebagai blended learning. Blended learning
dideskripsikan sebagai kombinasi pengajaran tatap muka dan pengajaran yang
didukung teknologi komputer (online) [1]
Sebuah rancangan blended learning yang baik tentu saja blended learning yang
sesuai dengan tantangan pendidikan saat ini yang harus menggabungkan berbagai
kegiatan belajar, yang didukung oleh berbagai alat dan teknologi seperti sarana Web
2.0 [11], [12] dan sistem pemberi rekomendasi pendidikan [13]. Sebuah model
1
blended learning modern harus menekankan kegiatan e-learning kolaboratif, yang
disebut sebagai e-tivity[14], yang memerlukan siswa untuk aktif dan belajar bekerja
sama dengan rekan-rekan mereka [15].
Sekarang, ketika siswa berada dalam proses pembelajaran, e-tivities harus dirancang
untuk memungkinkan mereka untuk membangun pengetahuan versi mereka sendiri,
yang sedapat-dapatnya bekerja sama dengan rekan-rekan mereka [9], [15].
E-tivities berasumsi bahwa keterlibatan siswa dan interaksi dengan siswa lain
berorientasi ke arah penyelesaian tugas yang diberikan [14], [20]. Sebagai contoh, e-
tivity bisa menjadi WebQuest di mana sekelompok siswa mengeksplorasi sumber
daya Web untuk mencari tahu apa itu "blended learning", dan menuliskan ringkasan
dengan definisi dan contohnya. Ketika merancang e-tivities seperti ini, penting untuk
memilih alat yang tepat untuk realisasinya [15].
Sampai saat ini, tren utama dalam e-learning adalah penggunaan Learning
Management Systems berbasis web (LMS) yang mengintegrasikan peralatan yang
diperlukan. Namun, keterbatasan LMS semakin diakui. Sebagian besar LMS
digunakan oleh guru hanya untuk mempublikasikan materi pembelajaran, atau untuk
tes pengetahuan online dan forum diskusi [21], [22]. Generasi baru dari LMS
memasukkan beberapa alat untuk mendukung e-tivity (biasanya wiki atau blog) tapi
berbagai macam alat yang bagus juga tersedia di sarana Web 2.0 [19]. Salah satu
alternatif untuk mengembangkan wiki, blog atau chat dalam sebuah LMS [22] adalah
menggunakan pendekatan jasa pihak ketiga untuk membina komunikasi, kolaborasi
dan berbagi antara siswa, sejalan dengan tren yang mempromosikan apa yang disebut
Personal Learning Environments (PLE) [22], [23].
Sarana Web 2.0 biasanya memiliki tempat sentral dalam PLEs, tetapi juga dapat
terdiri dari komponen lain yang memungkinkan siswa untuk mengumpulkan,
memproses, dan berbagi informasi dan pengetahuan [12]. Semua perubahan ini
merupakan tantangan untuk personalisasi proses e-learning. Personalisasi
mengasumsikan adaptasi dengan karakteristik individu siswa, yang dapat dicapai
dengan cara hypermedia adaptif dan sistem recommender [24]. Sekarang, ketika
2
jumlah sumber daya Web yang tersedia terus berkembang, sistem recommender [25]
adalah penting khusus untuk model blended learning karena hal tersebut dapat
mendukung pengguna dalam mengakses sumber daya yang relevan dengan
kepentingan mereka atau disesuaikan dengan karakteristik mereka [13]. Model
blended learning yang lebih maju, dirancang sesuai dengan tren baru, memerlukan
dukungan secara signifikan lebih personal yang melampaui merekomendasikan bahan
pembelajaran, yang sekarang metode yang paling banyak diterapkan [13].
Saat ini telah dikembangkan ELARS [17], salah satu sistem recommender yang
dirancang untuk e-learning yang dapat menumbuhkan personalisasi dalam konteks e-
tivity. Bebrapa hal yang direkomendasilkan ELARS adalah: opsional e-tivities,
kolaborator, sarana web 2.0 yang digunakan, dan nasehat mengenai partisipasi aktif
dalam kegiatan. ELARS mendukung mahasiswa UNIRI dalam menciptakan PLEs
mereka [26] dan dianggap sebagai alat yang harus dimasukkan dalam model blended
learning kontemporer. Dan telah dilakukan penelitian tentang penerapan e-tivity dan
personalized e-tivity pada level pendidikan tinggi yaitu pada mahasiswa pascasarjana
UNIRI yang mengambil matakuliah Hypermedia Supported Education pada tahun
ajaran 2011-2012 dan 2012-2013. Dari penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
personalisasi e-tivity pada blended learning mampu meningkatkan hasil pendidikan
mahasiswa. Namun, sistem rekomender serupa dan penelitian serupa belum pernah
dilakukan untuk level sekolah dasar. Mengingat bahwa karakteristik siswa sekolah
dasar sangat berbeda dengan karakteristik mahasiswa pascasarjana, maka menjadi hal
yang penting untuk melakukan penelitian serupa pada level sekolah dasar.
3
I.3 Tujuan
1. Studi Literatur
2. Analisis Permasalahan
Tahap ini adalah tahap untuk membangun sistem rekomendasi yang akan
mendukung personalisasi collaborative e-learning activities di sekolah dasar.
4
4. Persiapan
5. Pelaksanaan
6. Analisis Hasil
Tahap ini adalah tahap menganalisa hasil belajar siswa dengan collaborative
e-learning activities dan personalisasi collaborative e-learning activities yang
didukung dengan sistem rekomendasi yang telah dibuat sebelumnya. Data
diolah dan dianalisa dengan metode Mann-Whitney U test.
5
II. Studi Literatur
Pada bab ini akan berisi tentang kajian teori dan landasan ilmiah dalam melakukan
penelitian ini. Adapun materi-materinya adalah sebagai berikut.
II.1 E-Learning
6
[6, 10]. Guru masih merupakan peserta penting dari proses itu, meskipun / tugas
utama nya tidak lagi menularkan pengetahuan tetapi membimbing siswa dalam proses
memperoleh pengetahuan [6]. Proses merancang e-learning 2.0 lingkungan
didasarkan pada sosio-budaya belajar, yang dalam perkembangan kognitif konstan
dengan kekuatan interaksi sosial yang dinamis. Pembelajaran kognitif berfokus pada
proses pembelajaran dan pengembangan melalui penciptaan, mengedit dan remixing
konten pembelajaran sosial dan kolaboratif [3]. Dari aspek teknologi, e-learning 2.0
dapat didukung dengan kombinasi fungsi dari sebuah LMS yang sama untuk semua
pengguna, dan layanan pihak ketiga yang sesuai tersedia di Web [6, 7]. Dengan
demikian, lingkungan untuk e-learning 2.0 terdiri dari satu set alat. Siswa yang
berbeda dapat menggunakan alat yang berbeda dan menciptakan lingkungan mereka
sendiri dengan metode Personal Learning Environment (PLE) [6].
7
mereka membentuk gerakan mereka sendiri. PLEs memberikan perspektif pada
lingkungan yang berfokus pada belajar individu (bukan lembaga): mereka
membayangkan pelajar diberdayakan bertujuan untuk self-direction untuk siapa alat
erat dan longgar ditambah memfasilitasi proses mendefinisikan hasil, perencanaan
prestasi mereka, melakukan konstruksi pengetahuan, dan mengatur ditambah menilai
(van Harmelen, 2008) - baik secara kolaboratif atau independen.
Konsep PLE mengakui peran individu dalam mengorganisir pembelajaran sendiri dan
menganggap bahwa siswa yang berbeda akan menggunakan alat yang berbeda dan
belum tentu digital. Sebuah PLE bukan alat tertentu, melainkan cara mengatur
sumber [23]. Siswa yang berbeda dapat menggunakan alat yang berbeda dan
menciptakan lingkungan mereka sendiri pribadi belajar (PLE) [6] Menurut Attwell
[1] dan Costello dan Shaw [4], PLE bukan alat tertentu, melainkan cara
pengorganisasian sumber daya. Meskipun saat ini Web 2.0 tools biasanya memiliki
tempat sentral dalam Ples, juga dapat terdiri dari materi pembelajaran, rekan-rekan,
hardware, dan komponen lainnya yang memungkinkan siswa untuk mengumpulkan,
memproses dan berbagi informasi dan pengetahuan [8]. Siswa saat ini membutuhkan
lebih dari sekedar mengkonsumsi bahan pembelajaran yang ditawarkan. Mereka
harus diberikan dengan situasi yang menantang bukan petunjuk siap pakai yang
dimasukkan ke dalam kaku dan tertutup lingkungan [16]. Dengan PLE hasil belajar
berubah dari akuisisi pengetahuan untuk kompetensi pengembangan, membuat siswa
lebih termotivasi dan memuaskan.
II.4 E-tivities
E-tivity adalah istilah yang diciptakan oleh Profesor Gilly Salmon (2002) [14] untuk
menggambarkan kerangka kerja untuk memfasilitasi pembelajaran aktif dalam
lingkungan online. E-tivity melibatkan peserta didik yang berinteraksi dengan satu
sama lain dan dengan guru kursus (yang Salmon sebut sebagai e-moderator) dalam
lingkungan komunikasi online (misal papan buletin / chat room) untuk menyelesaikan
tugas tertentu.
8
Setidaknya dua orang yang bekerja dan belajar bersama dalam beberapa cara,
dan biasanya banyak lagi,
Peserta yang tidak di lokasi yang sama. Tapi e-tivities juga mudah
dikombinasikan dengan kegiatan belajar berbasis lokasi dan kegiatan
pengajaran,
Berbagai macam orang, termasuk mereka yang cacat yang dapat dibantu
melalui teknologi. Semakin beragam, semakin baik e-tivities bekerja.
Semua orang: e-tivities telah menarik minat belajar desainer, akademisi, guru
dan pelatih dari berbagai sektor dan berbagai tingkat pendidikan.
E-tivity :
9
Berikut ini adalah framework e-tivity yang diciptakan oleh Profesor Gilly Salmon
(2002) [14].
II.5 ELARS
10
dengan yang lain dan guru, dan sarana web 2.0 untuk menampilkan e-tivity.
Kegunaan ELARS, sebagai komponen ketiga dalam lingkungan belajar, untuk
membaca rekomendasi sebelum dan selama e-tivity. Rekomendasi dibentuk
berdasarkan beberapa karakter : gaya belajar siswa, sarana web 2.0 yang dipilih,
tingkat pengetahuan dan tingkat aktifitas. Gaya belajar dan pilihan sarana
dikumpulkan secara eksplisit menggunakan feedback dari user. Data mengenai dua
karakteristik lainnya dikumpulkan secara implisit. tingkat pengetahuan secara
otomatis dihitung menurut hasil tes (online), sementara tingkat aktivitas secara
otomatis diperkirakan berdasarkan data tentang interaksi siswa dengan Web 2.0 tools.
Tingkat aktivitas mewakili kuantitas dan kontinuitas kontribusi siswa yang relatif
sehubungan dengan siswa lain dan kontribusi kelompok yang relatif sehubungan
dengan kelompok lain. Bagian penting dari penelitian kami adalah prosedur baru
untuk menilai siswa (kelompok) tingkat aktivitas berdasarkan data yang dikumpulkan
dari Web 2.0 tools. Data mengenai karakteristik siswa, termasuk tingkat aktivitas,
yang digunakan dalam aturan rekomendasi untuk merekomendasikan mungkin siswa-
kolaborator, Web 2.0 tools atau opsional e-tivities, serta untuk menghasilkan saran
mengenai partisipasi dalam e-kegiatan [8].
ELARS adalah sistem rekomendasi yang digunakan untuk memilihkan alat yang tepat
untuk realisasi e-tivities. Dalam penentuan rekomendasinya, ELARS menggunakan
kuesioner VARK (Visual, Aural, Read/Write, Kinestetik) sebagai bahan
pertimbangannya.
11
II.6 Mann-Whitney U test
Mann Whitney U Test adalah uji non parametris yang digunakan untuk mengetahui
perbedaan median 2 kelompok bebas apabila skala data variabel terikatnya adalah
ordinal atau interval/ratio tetapi tidak berdistribusi normal.
Berdasarkan definisi di atas, uji Mann Whitney U Test mewajibkan data berskala
ordinal, interval atau rasio. Apabila data interval atau rasio, maka distribusinya tidak
normal. Sumber data adalah 2 kelompok yang berbeda, misal kelas A dan kelas B di
mana individu atau objek yang diteliti adalah objek yang berbeda satu sama lain.
Mann Whitney U Test disebut juga dengan Wilcoxon Rank Sum Test. Merupakan
pilihan uji non parametris apabila uji Independent T Test tidak dapat dilakukan oleh
karena asumsi normalitas tidak terpenuhi. Tetapi meskipun bentuk non parametris
dari uji independent t test, uji Mann Whitney U Test tidak menguji perbedaan Mean
(rerata) dua kelompok seperti layaknya uji Independen T Test, melainkan untuk
menguji perbedaan Median (nilai tengah) dua kelompok.
Tetapi beberapa ahli tetap menyatakan bahwasanya uji Mann Whitney U Test tidak
hanya menguji perbedaan Median, melainkan juga menguji Mean. Mengapa seperti
itu? karena dalam berbagai kasus, Median kedua kelompok bisa saja sama, tetapi nilai
P Value hasilnya kecil yaitu < 0,05 yang berarti ada perbedaan. Penyebabnya adalah
karena Mean kedua kelompok tersebut berbeda secara nyata. Maka dapat disimpulkan
bahwa uji ini bukan hanya menguji perbedaan Median, melainkan juga perbedaan
Mean.
12
III. Pelaksanaan Tesis (Tahapan & Pewaktuan Pelaksanaan Tesis)
Bab ini berisi tentang rencana pengerjan penelitian yang ditargetkan selesai pada
bulan desember 2016.
13
Daftar Referensi
[1] R. Osguthorpe and C. Graham, Blended learning environments: Definitions and
directions,Q. Rev. Distance Educ., vol. 4, no. 3, pp.227233, 2003.
[2] E. Y. Huang, S. W. Lin, and T. K. Huang, What type of learning style leads to online
participation in the mixed-mode e-learning environment? A study of software usage
instruction,Comput. Educ., vol.58, no. 1, pp. 338349, Jan. 2012.
[3] N. Hoic-Bozic, V. Mornar, and I. Boticki, A blended learning approach to course design and
implementation, IEEE Trans. Educ., vol.52, no. 1, pp. 1930, Feb. 2009.
[5] N. Hoic-Bozic, M. Holenko Dlab, and E. Kusen, A blended learning model for multimedia
systems course, in Proc. Advances in Intelligent Systems Computing, Workshop Learning
Technology for Education in Cloud (LTEC'12), 2012, pp. 6575.
[7] C. R. Graham, W. Woodfield, and J. B. Harrison, A framework for Institutional adoption and
implementation of blended learning in higher education, Internet High. Educ., vol.18, pp.4
14, Jul.2013.
[8] R.Keeling,The bologna process and the Lisbon research agenda : The European
commission's expanding role in higher education discourse,Eur. J. Educ., vol. 41, no. 2, pp.
203223, 2006.
[9] F. Alonso, D. Manrique, L. Martinez, and J. M. Vines, How blended learning reduces under
achievement in higher education:An experience in teaching computer sciences,IEEE Trans.
Educ.,vol.54,no.3,pp.471478, Aug. 2011.
[10] D. Parsons,Refining Current Practices in Mobile and Blended Learning: New Applications.
Hershey, PA, USA: IGI, 2012.
[11] M. Holenko Dlab and N. Hoic-Bozic, An approach to adaptivity and collaboration support in
a web-based learning environment, Int. J.Emerg. Technol. Learn., vol. 4, no. 7, pp. 2830,
Dec. 2009.
14
[12] P. Anderson, What is Web 2.0? Ideas, technologies and implications for education,
Technology, vol. 60, no. 1, pp. 164, 2007.
[14] G. Salmon, E-tivities: The Key to Active Online Learning, 2nd ed.New York, NY, USA:
Routledge, 2013.
[15] H. Beetham and R. Sharpe, Rethinking Pedagogy for a Digital Age: Designing for 21st
Century Learning, 2nded. New York, NY, USA: Routledge, 2013.
[17] ELARS Demo Home page [Accessed: 15-Apr-2015], 2013 [Online]. Available:
http://elars.uniri.hr/Elarsdemo
[20] A.ArmelliniandO.Aiyegbayo, Learning design and assessment with e-tivities, Br. J. Educ.
Technol., vol. 41, no. 6, pp. 256270, 2010.
[21] N. Islam and N. Azad, Satisfaction and continuance with a learning management system:
Comparing perceptions of educators and students,Int. J. Inf. Learn. Technol., vol. 32, no. 2,
2015.
[22] L. Oliveira and F. Moreira, Personal learning environments: Integration of Web 2.0
applications and content management systems, in Proc. 11th Eur. Conf. Knowl. Manag.
(ECKM 2010), 2010, vol. 2.
[23] G. Attwell, Personal learning environments-The future of eLearning? Lifelong Learn., vol.
2, pp. 18, Jan. 2007.
15
[24] P. Brusilovsky and N. Henze, Open corpus adaptive educational hypermedia, in The
Adaptive Web: Methods and Strategies of Web Personalization, P.Brusilovsky, A.Kobsa, and
W.Neidl, Eds. Berlin, Germany: Springer-Verlag, 2007, pp. 671696.
[25] G. Adomavicius and A. Tuzhilin, Toward the next generation of recommender systems: A
survey of the state-of-the-art and possible extensions, IEEE Trans. Knowl. Data Eng., vol.
17, no. 6, pp. 734749, Dec. 2005.
[27] M. Holenko Dlab, N. Hoic-Bozic, and J. Mezak, Personalizing e-learning 2.0 using
recommendations, in Proc. 4th Conf. Methodologies and Intelligent Systems for TEL
(mis4TEL 2014), 2014, pp.2735.
16