Anda di halaman 1dari 27

UJIAN AKHIR SEMESTER

CYBER LEARNING
Pengembangan Model Pembelajaran Asynchronous
pada Mata Pelajaran Agama Katolik untuk meningkatkan
kemampuan menerapkan konsep di SMAK Warta Bakti Atambua
DOSEN PENGAMPUH
Dr. Andi Mariono, M. Pd
Dr. Alim Sumarno, M. Pd

DISUSUN OLEH
Anselmus Yata Mones
22070996002

PROGRAM STUDI S3 TEKNOLOGI PENDIDIKAN

PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2022
PENGANTAR

Pada masa sekarang ini, hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut
“cyber teaching” atau “pengajaran maya”, yaitu proses pembelajaran yang dilakukan dengan
menggunakan internet. Istilah lain yang makin populer saat ini ialah e-learning yaitu satu
model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi
khususnya internet. Pembejaran maya menjadi sangat tren ketika dunia dilanda covid yang
berkepanjangan. Pembelajaran cyber memiliki peran yang sangat penting dalam menfasitasi
siswa dalam kegiatan pembelajaran agar tidak terjadi kehilangan kesempatan belajar pada
masa covid. Hingga post covid, pembelajaran cyber menjadi pilihan terbaik karena mampu
menyelesaikan persoalan belajar yang dihadapi siswa. Oleh karena itu saya patut
mengucapkan puji dan syukur kepada Allah Yang Maha Kuasa atas rahmat dan berkatnya
yang melimpah sehingga saya dapat mengikuti proses perkuliahan ini dan sekarang dapat
menyelesaikan Ujian Akhir Semester ini dengan lancar dan baik. Tak lupa pula saya haturkan
limpah terima kasih kepada DR. ANDI MARIONO, M. PD, dan DR. ALIM SUMARNO, M.
PD selaku pengampu matakuliah Pembelajaran Cyber, yang telah memotivasi membimbing,
mengarahkan dengan penuh sabar dan penuh bijak, sehingga saya merasa terbantu dan
tercerahkan untuk menyusun rencana-rencana demi tercapai cita-cita yang diharapkan.
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................. 1
Pengantar ......................................................................................................... 2
Datar Isi............................................................................................................ 3
Bab I Pendahuluan............................................................................................ 4
Bab II Isi........................................................................................................... 7
A. Pembelajaran A Synchronous dalam Teknonolgi Pendidikan.............. 7
B. Model Pembelajaran Asynchronous..................................................... 9
1. Pengertian....................................................................................... 9
2. Karakteristik Model Pembelajaran Asynchronous......................... 10
3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Asynchronous.................. 12
4. Sistem sosial................................................................................... 13
5. Sistem pendukung........................................................................... 13
C. Kelayakan Model Pembelajaran Asynchronous................................... 15
1. Kelayakan rancangan pembelajaran............................................... 15
2. Kelayakan bahan ajar/media/sumber belajar.................................. 18
3. LKS................................................................................................. 19
4. Evaluasi........................................................................................... 21
D. Efektivitas Model Pembelajaran Asynchronous terhadap kemampuan
Menerapkan konsep.............................................................................. 22
E. Pembelajaran gereja sebagai pewarta kebenaran dalam mata pelajaran
Agama Katolik...................................................................................... 23
1. Karakteristik Materi........................................................................ 23
2. KarakterisktikSiswa........................................................................ 24
3. Rancangan Pembelajaran................................................................ 24
4. Pelaksanaan Pembelajaran.............................................................. 25
5. Evaluasi........................................................................................... 25
Bab III Penutup................................................................................................. 26
Daftar Pustaka................................................................................................... 27
BAB I
PENDAHULUAN

Situasi pandemi covid-19, selama dua tahun terakhir, seluruh proses pendidikan
normal (tatap muka dengan guru) di sekolah terhenti (menekan proses tertularnya virus
corona), proses pembelajaran dilakukan dengan sistem online (Putra, 2020; Gusty, 2020;
Andiyanto, 2021) Di mana guru dan siswa melakukan interaksi pembelajaran menggunakan
media tertentu sebagai alat komunikasi penyampaian bahan ajar atau sebaliknya siswa
menyampaikan pertanyaan kepada gurunya dengan menggunakan media tertentu sebagai
umpan balik dari siswa atas bahan ajar yang diterimanya. Beberapa media yang lazim
digunakan dalam konteks pembelajaran adalah zoom, google class Room, google meet, whats
up dan lain sebagainya (Nahdi, 2020; Muqorobin, 2020). Situasi dan pengalaman
sebagaimana digambarkan di atas dianggap sebagai suatu situasi baru, pengelaman baru dan
bahkan akan menjadi kebiasaan baru.
Penggunaan media elektronik atau fasilitas internet sebagai media komunikasi
pembelajaran, sebenarnya sudah dilakukan oleh negara-negara maju atau bahkan di kota-kota
besar di Indonesia. Namun tidak untuk daerah di wilayah perbatasan Indonesia dan Timor
Leste. Minimnya infrastruktur internet, mahalnya biaya penggunaan internet serta sumber
daya yang sangat terbatas dalam penggunaan media tersebut menjadi kendala terbesar dalam
pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Pembelajaran asynchronous merupakan sebuah alternatif
solusi untuk mengatasi masalah kehilangan kesempatan belajar bagi peserta didik (Stefanile,
2022) di daerah perbatasan.
Pembelajaran asynchronous menawarkan sebuah pola baru (dalam pembelajaran)
yang mungkin berbeda dengan pembelajaran langsung (Aviv, 2003; Stefanile, 2022).
Pembelajaran asynchronous merupakan sebuah sistem pembelajaran jarak jauh di mana guru
dan siswa menjalin komunikasi yang tidak terikat pada waktu yang tetap (Jultri, 2021). Dalam
pola pembelajaran ini peserta didik diatur untuk bisa belajar dengan waktu yang fleksibel
(Hendri, 2022). Pembelajaran asynchronous dibedakan menjadi dua jenis yaitu, asynchronous
mandiri dan asynchronous kolaboratif (Sinta, 2022; Ahmadillah, 2021). Asynchronous
mandiri merupakan kegiatan pembelajaran mandiri yang dilakukan siswa berbantuan media
tertentu pada waktu dan tempat yang fleksibel (Adhiguna, 2022). Aktivitas belajar seperti ini
menuntut siswa untuk memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi karena keterbatasan kontrol
dari guru (Jaffee, 1997). Sedangkan pembelajaran asynchronous kolaboratif adalah proses
pembelajaran daring yang dilakukan oleh siswa secara bersama, pada waktu dan tempat yang
fleksibel (Nur, 2021). Pembelajaran asynchronous diatur sedemikian rupa sehingga peserta
didik bisa belajar dengan waktu yang fleksibel. Namun kegiatan pembelajaran asynchronous
memiliki panduan yang diberikan oleh seorang guru terutama berkaitan dengan instruksi
kegiatan pembelajaran, penyajian materi, pemberian tugas dan pengiriman tugas oleh siswa
(Jaffee, 1997). Kelas asynchronous didesain sedemikian rupa untuk pembelajaran mandiri
dan kolaboratif karena itu dalam pembelajaran asinkron akan tersedia fitur forum dan pesan
broadcast untuk menjalin komunikasi antar teman dan antar guru dan siswa. Siswa dapat
membaca materi berulang-ulang tanpa dibatasi. Namun demikian, siswa cenderung pasif
merespon instruksi pada saat kegiatan asinkron karena komunikasi antara siswa dan
guru tidak terjadi secara langsung (Rovai, 2000). Selain itu guru tidak bisa mengontrol
kesiapan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Media yang digunakan untuk pembelajaran
asinkron adalah whats up, google drive, email, telegram dan masih banyak lagi.
Penggunaan media online dalam proses kegiatan pembelajaran atau e-learning
menjadi tantangan tersendiri hampir di seluruh wilayah Indonesia (Agustina, 2016; Kango,
2019) terutama di wilayah-wilayah tertinggal, terbelakang dan termiskin. Beberapa kendala
seperti pengadaan barang elektronik, cara penggunaannya, peruntukannya dan vasilitas
pendukung lainnya (seperti pulsa dan jaringan internet) (Adisel, 2020; Vasantan, 2020).
Setiap tingkat atau level pendidikan memiliki persoalan yang berbeda jika diterapkan sistem
pembelajaran e-learning.
Salah satu daerah yang menjadi fokus penelitian ini adalah kabupaten Belu dan
Kabupaten Timor Tengah Utara, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kedua kabupaten tersebut
merupakan daerah yang langsung berbatasan dengan Timor Leste. Minim dan mahalnya
fasilitas internet serta sumber daya yang terbatas menjadi kendala dalam pembelajaran online
di daerah perbatasan pada masa covid. Karena itu penelitian pengembangan ini dapat
membantu para guru dan siswa di daerah perbatasan untuk tetap belajar secara mandiri
dengan bantuan orang tua dan teman lainnya agar kegiatan pembelajaran tidak terhenti.
Pendidikan Agama Katolik di sekolah adalah usaha yang dilakukan secara terencana
dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan pada siswa untuk
memperteguh iman dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran
Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan
kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
(KWI, 2003) Dalam kegiatan tersebut guru akan memampukan siswa memahami imannya,
bergumul dan menghayatinya. Melalui interaksi antara ketiga hal tersebut diharapkan iman
siswa akan diperteguh.
Secara umum, proses pengajaran dipahami sebagai proses penyaluran informasi dari
guru kepada muridnya. Namun pendidikan Katolik tidak hanya terbatas kepada penyaluran
informasi dari guru kepada murid. Pendidikan Katolik tidak hanya mencakup pengajaran dan
pembekalan akal budi ataupun pemikiran seorang anak dengan informasi yang sebanyak-
banyaknya. Sebab di samping membekali murid dengan ilmu pengetahuan, pendidikan
Katolik juga membekali, membangun, dan membentuk iman dan spiritualitasnya. Iman dan
spiritualitas ini tidak saja mencakup pengajaran agama secara teoritis, tetapi juga
pembentukan watak, karakter dan moralitas tiap-tiap murid. Disini peran guru menjadi
sentral, di mana guru dapat menjadi fasilitator yang dapat membantu siswa untuk
merefleksikan hakekat dirinya sebagai manusia yang diciptakan Allah secara sempurna.
Tidak saja manusia memiliki akal budi, perasaan, dan hati nurani; namun lebih dari itu
manusia diberikan anugerah yang termulia untuk bisa menjalin hubungan yang khusus
dengan Allah Sang Pencipta. Proses permenungan siswa dapat menghantar dirinya untuk
memahami secara mendalam dan koprehensif tentang keunikan dirinya dan mampu
menghayatinya dalam kehidupan sehari-hari. Proses ini membutuhkan pemikiran kritis
analitis dalam memahami konsep-konsep teologis-biblis, kreatif dalam penerpannya dan
kolaboratif dengan pendapat-pendapat lain agar tujuan dari pendidikan Agama Katolik di
Sekolah terutama berkaitan dengan pemahaman tentang konsep doktrin agama dan nilai-nilai
keagaaman, proses pergumulannya dan penghayatannya dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II
ISI
A. Pembelajaran Asynchronous dalam Teknologi Pendidikan
Paradigma Teknologi Pendidikan berkembang setiap saat sesuai dengan konteks dan
jamannya. Dalam paradigma 1994, Teknologi pendidikan merupakan teori dan praktek
tentang perancangan, Pengembangan, Pemanfaatan, Pengelolaan dan Evaluasi Proses dan
Sumber untuk Belajar. Teknologi pendidikan hadir untuk memecahkan persoalan belajar
yang dihadpi siswa dan terutama mefasilitasi peserta didik untuk untuk dapat belajar dengan
baik. Karena itu Teknologi pendidikan adalah studi dan praktek etis untuk memfasilitasi
belajar dan meningkatkan kinerja dengan cara menciptakan, menggunakan, dan mengelola
proses dan sumber daya teknologi yang tepat (paradigma 2008; Molenda, 2008). Dalam
konteks pengembangan pembelajaran asynchronous, teknologi menjadi media yang paling
central dalam menfasilitasi pembelajaran siswa.

Dalam kurun waktu selama lebih kurang 40 tahun teknologi pendidikan secara
berkala mengalami proses pengakjian. Pengkajian tersebut mengahasilkan pernyataan-
pernyataan profesional mengenai jati dirinya. Salah satu badan resmi internasoanl yang
menanagani teknologi pendidikan adalah association For Educational, communications and
Technology (AECT). Proses pengkajian jati diri tidak berhenti pada nama saja tetapi pada
paraigma yang berkembang sesuai dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan.
Menurut Seel and Rechey (1994:1) Tekonologi pembelajaran adalah teori dan praktek
dalam desain pengembangan pemanfaatan, pengelolaan serta evaluasi proses dan sumber
untuk belajar (Seels, 1994). Mengacu pada defenisi tersebut maka pengembangan model
pembelajaran termasuk pada ranah pengembangan, sebagaimana terlihat dalam diagran
berikut.
Gambar 2.1 Kawasan Teknologi Pembelajaran (Seels, 1994)
Dari diagram di atas nampak bahwa setiap kawasan memberikan kontribusi terendiri
dalam membantu memfasilitasi pembelajaran. Pada umumnya kehadiran teknologi
pendidikan dimaksudkan untuk memudahkan siswa belajar. Tujuan utamanya adalah
mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan masalah-masalah belajar.
Oleh karena itu prinsip utama teknologi pendidikan adalah memberikan perhatian kepada
kepentingan siswa.
Pembelajaran asyncrhonous merupakan sebuah pembelajaran yang dilakukan dengan
menggunakan jaringan, di mana peserta didik dapat menggunakan sarana teknologi
handphone atau sarana teknologi lainnya untuk belajar secara fleksibel. Pembelajaran
asyncrhonous, memanfaatkan media teknologi untuk menfasilitasi kegiatan belajar siswa
Pembelajaran asynchronous digunakan untuk menggambarkan penggunaan internet
saat masuk ke lingkungan pembelajaran dalam waktu dan lokasi yang sesuai dengan
kebutuhan pengguna. Saat proses pembelajaran ini terjadi, waktunya bisa berbeda atau
tempatnya bisa sangat beragam. Hal ini paling umum diterapkan pada kelompok-kelompok
diskusi online yang pesan-pesannya dari pembelajar dan pendidik bisa dibangun selama
jangka waktu tertentu. Keuntungan terutama pada fleksibilitas dalam kemampuan untuk
menyelesaikan pembelajaran di antara komitmen lain Dengan demikian dalam kontek
teknologi pendidikan, pembelajaran asynchronous merupakan bagian dari teknologi
pendidikan karena didesain khusus untuk menfasilitasi proses kegiatan pembelajaran demi
memecahkan masalah belajar siswa
B. Model Pembelajaran Asynchronous
1. Pengertian Pembelajaran Asynchronous
Pembelajaran daring (dalam jaringan) yang dikenal juga dengan istilah pembelajaran
online atau pendidikan jarak jauh (PJJ) sebenarnya telah digunakan oleh beberapa lembaga
pendidikan di negara maju. Terjadinya wabah Covid-19 menjadikan metode tersebut semakin
populer di berbagai negara dan turut memunculkan diskusi terkait teknik dan penyesuaiannya
dengan metode pembelajaran yang sebelumnya.
Penerapan pembelajaran daring telah membuka beberapa keunggulan dibandingkan
pembelajaran konvensional, di antaranya adalah:  keefektifannya dalam mendidik siswa,
lebih ekonomis, dan bisa menyediakan pendidikan kelas dunia untuk siapapun yang bisa
terhubung dengan jaringan internet. Pembelajaran daring juga dapat mengurangi tingkat
putus sekolah dari pendidikan menengah ke tinggi, seiring dengan berkurangnya biaya
pendidikan tinggi yang selama ini lebih banyak dialokasikan untuk kebutuhan pembangunan
fisik bangunan. 
Pembelajaran daring yang sukses menuntut penyelenggara pendidikan untuk
beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan memahami keunggulan dan keterbatasan
berbagai teknik dan metode pembelajaran daring. Adaptasi di sini juga mencakup
penyesuaian semua fasilitas pendidikan dengan kebutuhan atau keadaan individu atau siswa
(Graf, 2007) Penelitian mengenai teknik pembelajaran kemudian berujung pada
pembandingan outcome berbagai metode pembelajaran daring : Synchronous (sinkronus) dan
asynchronous (asinkronus).
Asynchronous Learning adalah sistem pembelajaran yang diatur sedimikian rupa
sehingga peserta didik bisa belajar dengan waktu yang fleksibel. Pada umumnya
pembelajaran asynchronous ditata agar memiliki deadline pengiriman tugas, waktu
pengiriman yang panjang, menu penyajian materi, instruksi kegiatan pembelajaran, dan ruang
diskusi asinskron.
Pembelajaran daring jenis asinkronus adalah pembelajaran yang biasanya difasilitasi
oleh berbagai media seperti email, program e-learning tertentu, atau bahkan whatsapp,
mendukung proses belajar-mengajar antara siswa dan guru, bahkan ketika siswa tidak dapat
online untuk waktu yang sama (Suhairi, 2021). Dengan demikian fleksibilitas merupakan
kata kunci dari pembelajaran jenis asinkronus ini. Banyak orang lebih tertarik mengambil
kursus / pembelajaran jenis ini karena mereka bisa menyesuaikannya dengan aktifitas
pekerjaan, keluarga dan lainnya (Hrastinski, 2008) Kelemahan asinkronus adalah
kecenderungannya untuk menghilangkan sentuhan interaksi sosial seperti berdiskusi dan
berdebat dengan siswa lainnya. Asinkronus juga bisa menyebabkan sikap apatis dari seorang
siswa, karena ketiadaan feedback dari pengajar secara langsung.
Dalam pembelajaran asynchronous, guru mungkin saja memberikan instruksi yang
terstruktur mengenai kegiatan pembelajaran namun karena keterbatasan kontrol dari guru
seperti pada kegiatan kelas synchronous, maka peserta didik bisa saja mengerjakan aktifitas
yang disampaikan tidak secara beraturan. Hal ini harus menjadi pertimbangan guru dalam
menyusun instruksi yang diberikan.
Pembelajaran asynchronous memanfaatkan fitur Forum dan pesan broadcast untuk
menjalin komunikasi massal di dalam kelas. Fitur ini analog dengan interaksi sosial antar
peserta online yang terjadi di dalam kelas. Selain itu, kelas asynchronous memanfaatkan
prinsip belajar mandiri, workshop, dan fitur berbagi tugas. Fitur berbagi tugas ini adalah fitur
dimana tugas dapat diakses secara massal untuk seluruh anggota kelas. Jika tidak tersedia
dalam LMS, biasanya Google Drive akan dimanfaatkan sebagai subtitusi untuk file.
Berdasarkan banyak hasil penelitian mengenai pembelajaran online, kebanyakan
peserta didik lebih menyukai asynchronous learning karena mereka bebas menentukan kapan
harus belajar dan kapan diri mereka siap untuk belajar.
Kelas asynchronous biasanya di atur oleh guru sebelum waktu pembelajaran
dilaksanakan. Seluruh instruksi di atur di LMS kemudian peserta didik mengaksesnya secara
individu dan bebas. Guru akan memposting bahan ajar Asyncronous baik berupa artikel,
infografik, video dan sejenisnya. Isinya berupa instruksi dan tagihan pembelajaran kegiatan
yang harus dilaksanakan.
Proses konfirmasi pengetahuan yang dilakukan oleh guru dalam bentuk pemberian
kuiz seputar materi yang sedang dijalankan. Kuiz diberikan dalam rentang waktu tertentu
atau setiap sup topic materi sudah diselesaikan oleh peserta didik.
2. Karakteristik pembelajaran Asynchronous
Dalam kelas asynchronous online, pembelajaran dapat dilakukan peserta didik secara
bebas sesuai dengan jadwal kosong mereka. Guru akan melacak kehadiran peserta didik
dengan cara yang berbeda seperti pada saat kelas Sinkron. Bisa saja dilacak seperti seberapa
lama mereka membaca materi, apakah mereka telah menyelesaikan menyaksikan video yang
diberikan, atau peserta didik bisa menjawab kuis yang diberikan dan hal-hal yang dianggap
bisa mensubtitusi absen harian yang dicentang.
Keunggulan dari kelas asynchronous online, peserta didik memiliki kesempatan
berkali-kali membaca dan memhami materi yang diberikan tanpa ada batasan jumlah akses
materi. Kalaupun ada batasan sepertinya dibatasi oleh durasi waktu ketika materi
pembelajaran harus berpindah ke materi berikutnya.
Dengan demikian pembelajaran asynchronous online membuat guru tidak bisa
mengecek kesiapan peserta didik belajar secara massal. Partisipasi online dari peserta
didiklah yang menentukan keberhasilan dalam pembelajaran online. Peserta didik harus
memiliki motivasi internal dan partisipasi proaktif dari peserta didik, terutama untuk topik-
topik yang gagal dipahami.

3. Keunggulan dan Kelemahan pembelajaran asynchronous


Pembelajaran asynchronous memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Kelebihan dan keunggulan tersebut menjadi pertimbangan penggunaannya dalam
konteks pembelajaran. Berikut disajikan beberapa keunggulan dan kekurangan dari
pembelajaran Asynchronous.
a. Kelebihan Pembelajaran Asynchronous
Asynchronous memiliki keunggulan yang dapat memudahkan baik guru maupun
siswa untuk bisa belajar. Beberapa keunggulan tersebut antara lain:
(1) Jadwal fleksibel untuk setiap partisipan
(2) Setiap murid bisa belajar dengan ritme masing-masing
(3) Akses lebih mudah untuk murid yang perangkatnya terbatas
(4) Lebih hemat kuota internet
(5) Para murid lebih berkesempatan untuk tanya jawab melalui komunikasi tidak
langsung
b. Kekurangan Pembelajaran Asynchronous
Selain memiliki kelebihan, pembelajaran asychronous memiliki beberapa
kekurangan yang dapat diantisipasi atau diminimalisir ketika guru ingin
menggunakan atau merencanakan pembeljaran asynchronous. Beberapa
kekurangan tersebut antara lain :
(1) Minim interaksi sosial karena para partisipan tidak terhubung langsung.
(2) Komunikasi tidak langsung terkadang justru menyulitkan murid untuk
memahami materi.
(3) Resiko adanya murid yang menunda-nunda pekerjaan.
(4) Lebih banyak waktu dan energi yang dikeluarkan tenaga pengajar.
(5) Kelas dengan murid usia dini akan lebih banyak memerlukan bantuan
langsung oleh orang dewasa di rumah untuk proses pemahaman materi dan
pengerjaan tugas.
Memilih metode belajar yang akan digunakan tentu bergantung pada beberapa
faktor. Adapun faktor yang paling utama adalah ketersediaan perangkat dan
koneksi internet serta kemampuan murid dalam memproses pelajaran.
Secara umum, metode synchronous learning banyak dianggap lebih menarik,
lebih efektif untuk penyerapan pelajaran, dan lebih efisien. Namun, hal itu hanya
berlaku jika setiap murid memiliki perangkat dan koneksi yang memadai, serta
kemampuan belajar yang setara. Selain kondisi tersebut, pembelajaran terhubung
justru akan terasa sangat menyulitkan.
Jika murid memiliki keterbatasan fasilitas dan perbedaan ritme belajar, metode
asynchronous learning akan memberikan kesempatan lebih besar bagi murid
untuk menguasai materinya. Metode pembelajaran tidak terhubung memastikan
setiap murid bisa tetap menyerap ilmu dengan baik meskipun memiliki berbagai
keterbatasan.
C. Kelayakan Pembelajaran Asynchronous
1. Kelayakan pembelajaran Asycrhonous
Pembelajaran Asynchronous dilaksanakan secara independen, dimana peserta didik
dapat berinteraksi dengan guru dan antar sesama teman pada waktu yang ditentukannya
sendiri. Guru atau siswa bisa memulai dengan diskusi pada media yang disediakan pada
waktu yang berbeda setiap peserta didik dapat mengomentari pada waktu yang berbeda.
Pembelajaran asynchronous memberikan daya tariknya sendiri, karena siswa lebih fleksibel
dan tidak perlu hadir secara fisik diruang kelas seperti pembelajaran tradisional. Selain itu
jejak hasil diskusi dapat tersimpan rapih dan bisa dibaca ulang pada waktu yang berbeda. Hal
ini memungkinkan siswa pada pembelajaran agama katolik bisa belajar secara mandiri dan
dapat menerapkan konsep yang dipahaminya dalam kehidupan sehari.
Kegiatan Pembelajaran Asynchronous layak digunakan dalam konteks daerah pelosok
dan perbatasan, dimana sarana teknologi dan sumber daya yang masih minim, membutuhkan
komunikasi yang fleksibel agar koneksi internet dan media seperti handphone dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan belajar. Selain itu karakteristik peserta didik sangat
memungkinkan untuk pelaksanaan kegiatan pembelajaran asynchornous. Di mana siswa
dapat mengakses pembelajaran dengan menggunakan handphne orang tua dan media yang
digunakan harus media yang bisa diakses oleh peserta didik diantaranya adalah google
clasroom atau whatsupp.

2. Kelayakan perangkat pembelajaran Asynchronous


a. Rancangan pembelajaran
Kelas asynchronous biasanya diatur oleh guru sebelum waktu pembelajaran
dilaksanakan. Seluruh instruksi di atur di LMS kemudian peserta didik mengaksesnya
secara individu dan bebas. Guru akan memposting bahan ajar Asyncronous baik berupa
artikel, infografik, video dan sejenisnya. Isinya berupa instruksi dan tagihan pembelajaran
kegiatan yang harus dilaksanakan.
Sebelum memulai kegiatan pembelajaran Asynchronous, perlu dirancang
pembelajaran sebagaimana dalam pembelajaran tatap muka, namun pola pembelajarannya
perlu atur sedemikian rupa agar siswa dapat belajar secara mandiri.
Sebelum rancangan pembelajaran tersebut diimplementasikan dalam kegiatan
pembelajaran, perlu dilakukan uji kelayakan oleh ahli desain. Karena itu peneliti akan
menyiapkan beberapa instrumen yang diserahkan kepada ahli desain untuk mengoreksi
dan menilai kelayakan rancangan pembelajaran yang akan diberkalukan dalam kegiatan
pembelajaran. Kelayakan yang dimaksudkan untuk mengukur kesesuai rancangan
pembelajaran sesuai dengan model yang diterapkan, kesesuaian dengan tujuan materi
pembelajaran dan media yang digunakan dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
b. bahan ajar/media/sumber belajar
Bahan ajar merupakan seperangkat materi pembelajaran atau teaching material yang
disusun secara runtut dan sistematis dengan menampilkan secara penuh kompetensi yang
akan dikuasasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. Secara umum, bahan ajar bisa
dikatakan sebagai seperangkat materi pembelajaran yang disusun secara sistematis
berdasarkan kurikulum yang diterapkan dalam rangka mencapai kompetensi dasar dan
standar kompetensi yang ditentukan. Bahan ajar akan didesain sedemikian rupa agar bisa
menarik perhatian, membangkitkan motivasi belajar dan terutama menggunakan bahasa
yang jelas. Selain itu bahan ajar yang baik adalah bahan yang didesain sesuai dengan
kebutuhan siswa dan sesuai dengan target kompetensi yang dicapai.
Dalam proses pengembangan pembelajaran asynchronous, peneliti akan memilih
bahan ajar yang sesuai dengan rancangan kurikulum yang berlaku di sekolah dan pada
pertemuan yang direncanakan sebelumnya oleh guru mata pelajaran. Untuk melengkapi
sajian bahan ajar, disediakan media yang cocok sesuai dengan isi materi pada bahan ajar.
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan
informasi pelajaran kepada peserta didik dan dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan kemauan si belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar. Hal
ini didukung dengan menurut Arsyad (2015:10), Media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi dalam proses belajar
mengajar sehingga dapat merangsang perhatian dan minat siswa dalam belajar. Menurut
Karim (2014:7), media pembelajaran adalah suatu perentara yang menghubungkan si
penyampai pesan dengan si penerima pesan , dalam hal ini pesan berupa materi
pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan dalam hal yang berhubungan dengan program
pendidikan.
Pengertian media mengarah pada sesuatu yang dapat meneruskan informasi (pesan)
antara sumber (pemberi pesan) dan penerima pesan. Media merupakan segala bentuk dan
saluran yang digunakan menyampaikan pesan atau informasi (AECT dalam Arsyad,
2011). Masih dari sudut pandang yang sama, Kemp dan Dayton (1985:3), mengemukakan
bahwa peran media dalam proses komunikasi adalah sebagai alat pengirim (transfer) yang
mentransmisikan pesan dari pengirim (sender) kepada penerima pesan atau informasi
(receiver) (Kartika, 2008). Sejalan dengan hal tersebut Munadi (2012) menyatakan bahwa
“media merupakan segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari
sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana
penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif”
Media memiliki peran yang sangat penting dalam pendidikan sebagai suatu sarana
atau perangkat yang berfungsi sebagai perantara atau saluran dalam suatu proses
komunikasi antara komunikator dan komunikan (Asyar, 2011). Media adalah alat bantu
apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran
(Djamarah, 2002). Di mana media dapat menampilkan informasi melalui suara, gambar,
gerakan dan warna, baik secara alami maupun manipulasi, sehingga membantu guru untuk
menciptakan suasana belajar menjadi lebih hidup, tidak monoton dan tidak membosankan.
Media pembelajaran dapat dikatakan sebagai alat bantu pembelajaran, yaitu segala
sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan
kemampuan atau ketrampilan peserta didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses
belajar. Batasan ini masih cukup luas dan mendalam mencakup pengertian sumber,
lingkungan, manusia dan metode yang digunakan untuk tujuan pembelajaran.
Gagne dan Briggs (1975) dalam Arsyad (2011:4) mengemukakan bahwa media
pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi
pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera, video
recorder, film, slide (gambar bingkai), foto gambar, grafik, televisi, dan komputer. Media
pembelajaran adalah semua alat (bantu) atau benda yang digunakan dalam pembelajaran,
dengan maksud untuk menyampaikan pesan (informasi) pembelajaran dari sumber
(pendidik maupun sumber lain) kepada penerima (peserta didik). Secara umum media
pembelajaran memiliki peran sebagai berikut:
1) Memperjelas penyajian pesan pembelajaran agar tidak terlalu bersifat verbal.
2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indra.
3) Penggunaan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap
pasif peserta didik.
4) Menjadikan pengalaman manusia dari abstrak menjadi konkret.
5) Memberikan stimulus dan rangsangan kepada peserta didik untuk belajar secara
aktif.
6) Dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik sehingga dapat meningkatkan
prestasi belajar.
Media pembelajaran biasanya dipahami sebagai benda-benda yang dibawa masuk ke
ruang kelas untuk membantu efektivitas proses belajar mengajar. Pemahaman sempit ini
dipengaruhi oleh pandangan cognitivism yang melihat proses belajar sebagai transfer
pengetahuan dari pengajar ke peserta didik yang kebanyakan berlangsung dalam ruang
kelas. Jika menggunakan pandangan constructivism maka pengertian belajar dan media
pembelajaran menjadi lebih luas. Media pembelajaran tidak terbatas pada apa yang
digunakan pengajar di dalam kelas, tetapi pada prinsipnya meliputi segala sesuatu yang
ada di lingkungan peserta didik dimana mereka berinteraksi dan membantu proses belajar
mengajar.
Memilih bahan ajar atau materi pembelajaran harus memperhatikan beberapa
prinsip. Adapun prinsip-prinsip yang terdapat dalam dalam pemilihan bahan ajar, meliputi:
1) Prinsip relevansi artinya keterkaitan. Prinsip ini menekankan pada relevan atau kaitan
atau adanya hubungan materi dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi
dasar. 2) Prinsip konsistensi artinya keajegan. Prinsip ini mengacu pada kompetensi dasar
yang akan dicapai oleh siswa. Apabila kompetensi yang harus dicapai meliputi empat
macam, maka materi yang diajarkan terdiri dari empat macam mengacu pada kompetensi
yang akan dicapai oleh peserta didik. 3) Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan
hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai dan mencapai kompetensi
dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit ataupun terlalu banyak. Materi
yang terlalu sedikit kurang mampu mengantarkan peserta didik mencapai standar
kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan materi yang terlalu banyak membutuhkan
banyak waktu dan tenaga. Jadi materi yang diajarkan cukup untuk mengantar peserta didik
mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar pembelajaran.
c. LKS
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) adalah salah satu bentuk media pembelajaran yang
digunakan sebagai media belajar alternatif. Dahar mengungkapkan bahwa lembar kegiatan
siswa adalah lembar kegiatan yang berisikan informasi dan instruksi dari guru kepada
siswa agar siswa dapat mengerjakan sendiri suatu aktivitas belajar, melalui praktik atau
penerapan hasil belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran (Dahar, 2006).
Sejalan dengan pengertian tersebut, Depdiknas (2005: 4) menjelaskan bahwa lembar
kegiatan siswa adalah lembaran-lembaran yang berisi tugas yang biasanya berupa
petunjuk atau langkah untuk menyelesaikan tugas yang harus dikegiatankan siswa dan
merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan guru untuk meningkatkan keterlibatan
siswa atau aktivitas dalam proses belajar mengajar.
LKS biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas.
Suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar kegiatan harus jelas kompetensi dasar yang
akan dicapainya. LKS juga harus dilengkapi dengan buku lain atau referensi lain yang
terkait dengan materi tugasnya (Madjid, 2007: 177). Hal-hal yang dimuat dalam LKS
dapat membantu guru dalam memudahkan proses belajar mengajar dan mengarahkan
siswanya untuk dapat menemukan konsep-konsep melalui aktivitasnya sendiri dalam
kelompok.
Berdasarkan uraian pengertian LKS tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa lembar
kegiatan siswa adalah suatu media yang berupa lembar kegiatan yang membuat petunjuk,
materi ajar dalam melaksanakan proses pembelajaran untuk menemukan suatu fakta,
ataupun konsep. LKS mengubah pembelajaran dari teacher centered menjadi student
centered sehingga pembelajaran menjadi efektif dan konsep materi pun dapat
tersampaikan.
Suatu LKS yang layak seharusnya memiliki enam komponen yaitu petunjuk belajar,
kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, latihan-latihan, lembar kegiatan, dan
evaluasi (Utami, 2019).
1) Petunjuk belajar
Komponen petunjuk belajar berisi langkah bagi guru untuk menyampaikan bahan ajar
kepada siswa dan langkah bagi siswa untuk mempelajari bahan ajar.
2) Kompetensi yang akan dicapai
Bahan ajar berisi standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian
hasil belajar yang harus dicapai siswa.
3) Informasi pendukung
Informasi pendukung berisi berbagai informasi tambahan yang dapat melengkapi
bahan ajar sehingga siswa semakin mudah untuk menguasai pengetahuan yang akan
diperoleh.
4) Latihan-latihan
Komponen latihan merupakan suatu bentuk tugas yang diberikan kepada siswa untuk
melatih kemampuan setelah mempelajari bahan ajar.
5) Lembar kegiatan
Lembar kegiatan adalah beberapa langkah prosedural cara pelaksanaan kegiatan
tertentu yang harus dilakukan siswa berkaitan dengan praktik.
6) Evaluasi
Komponen evaluasi berisi sejumlah pertanyaan yang ditujukan kepada siswa untuk
mengukur kompetensi yang berhasil dikuasai setelah mengikuti proses pembelajaran.
d. Evaluasi
Evaluasi pembelajaran adalah proses untuk mendapatkan data dan informasi yang
diperlukan dalam menentukan sejauh mana dan bagaimana pembelajaran yang telah
berjalan agar dapat membuat penilaian (judgement) dan perbaikan yang dibutuhkan
untuk memaksimalkan hasilnya.
Tujuan dari penilaian hasil belajar tentunya sama bersinggungan dengan tujuan
evaluasi belajar dan pembelajaran yang dilaksanakan. Evaluasi merupakan faktor penting
yang menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan proses pembelajaran. Oleh karena itu, sangat
penting untuk benar-benar mengetahui tujuan evaluasi, agar hal yang ingin dicapai dalam
proses evaluasi dapat terjadi. Karena itu sebelum diucicobakan atau digunakan dalam
kegiatan pembelajaran, soal tes perlu dilakukan uji kelayakan agar soal yang disusun benar-
benar mengukur kemampuan sebagai mana tertulis dalam tujuan pembelajaran.
D. Efektivitas Pembelajaran Asynchronous terhadap Kemampuan menerapkna
konsep
Asynchronous Learning adalah sistem pembelajaran yang diatur sedimikian rupa
sehingga peserta didik bisa belajar dengan waktu yang fleksibel. Pada umumnya
pembelajaran asynchronous ditata agar memiliki deadline pengiriman tugas, waktu
pengiriman yang panjang, menu penyajian materi, instruksi kegiatan pembelajaran, dan ruang
diskusi asinskron.
Ketika digunakan dalam konteks pendidikan, pembelajaran asinkron mengacu pada
kursus di mana siswa mengakses materi pelajaran—ceramah, bacaan, dan tugas—pada waktu
mereka sendiri.
Belajar, dengan kata lain, terjadi pada semua waktu yang berbeda untuk siswa yang
terdaftar dalam kursus, karena tidak ada waktu kelas yang ditentukan. Dalam pembelajaran
asynchronous, guru mungkin saja memberikan instruksi yang terstruktur mengenai kegiatan
pembelajaran namun karena keterbatasan kontrol dari guru seperti pada kegiatan kelas
synchronous, maka peserta didik bisa saja mengerjakan aktifitas yang disampaikan tidak
secara beraturan. Hal ini harus menjadi pertimbangan guru dalam menyusun instruksi yang
diberikan.
Dengan demikian pembelarajn asynchronous online membuat guru tidak bisa mengecek
kesiapan peserta didik belajar secara massal. Partisipasi online dari peserta didiklah yang
menentukan keberhasilan dalam pembelajaran online. Peserta didik harus memiliki motivasi
internal dan partisipasi proaktif dari peserta didik, terutama untuk topik-topik yang gagal
dipahami.
E. Pembelajaran Gereja Sebagai Saksi Kristus pada Materi Pelajaran Agama Katolik
1. Karakteristik materi
Karakteristik materi ajar sangat menentukan tingkat keberhasilan peserta didik untuk
menguasainya. Bahan ajar yang baik memiliki karakteristik yang mampu menghantar peserta
didik untuk mencapai tujuan yang direncanakan. Dalam konteks pembelajaran mandiri, bahan
ajar yang didesain untuk peserta didik dapat mempelajarinya sendiri. Karena itu karakteristik
bahan ajar tersebut (Padmo, 2002) antara lain:
a. dapat dipelajari sendiri oleh peserta didik, bahkan tanpa bantuan guru (self-
instructional)
b. mampu menjelaskan sendiri karena disusun mengunakan bahasa sederhana dan
isinya runtut, sistematis (self-explanatory power)
c. lengkap dengan sendirinya sehingga siswa tidak perlu tergantung bahan lain
(self-contained)
d. didesain sesuai dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik yang belajar.
Selain itu, bahan ajar yang baik itu juga adaptif, disampaikan dengan bahasa
yang komunikatif, dan mudah atau fleksibel dipelajari atau dioperasikan (user
friendly).
Purwanto dan Sadjati (2004) menjelaskan lebih khusus bahwa karakteristik bahan
ajar yang baik memenuhi beberapa kriteria berikut:
a. Kriteria tentang isi, berarti isi bahan ajar yang baik harus sesui dengan tujuan
pembelajaran, akurat, mutakhir, komprehensif cakupan isinya, tepat dalam
menyikapi ras dan agama, dan jenis kelamin; memuat daftar pustaka, senarai, dan
indeks.
b. Kriteria penyajian, berarti bahan ajar yang baik harus menyajikan materi
secara menarik perhatian anak, materi terorganisasi secara sistematis, terdapat
petunjuk belajar, mampu mengajak pembaca untuk merespon, berkonsentrasi, gaya
bahasa, warna, dan sebagainya.
c. Kriteria tentang ilustrasi, berarti bahan ajar yang baik memuat ilustrasi yang
sesuai, ilustrasi sesuai/terkait dengan teks, penempatan ilustrasi tepat; ukuran, fokus,
dan tampilan seimbang dan serasi.
d. Kriteria unsur pelengkap, bahan ajar yang baik dilengkapi petunjuk dan tes.
e. Kriteria tentang kualitas fisik, artinya bahan ajar yang baik dicetak dan dijilid
dengan baik, kertas yang digunakan bermutu, serta jenis dan ukuran huruf yang
digunakan tepat sesuai karakteristik peserta didik penggunanya.
Tugas pewartaan pada dasarnya adalah tugas hierarki, namun para awam dapat
berpartisipasi dalam tugas ini. Pewartaan awam lebih dalam bentuk kesaksian hidup.
Ciri khas dan keistimewaan kaum awam adalah sifat keduniaannya. Berdasarkan
panggilan mereka, kaum awam wajib mencari Kerajaan Allah dengan menguasai hal-hal
yang fana dan mengaturnya seturut kehendak Allah. Kaum awam memancarkan iman,
harapan, dan cinta kasih terutama dengan kesaksian hidup mereka, serta menampakkan
Kristus kepada semua orang (bdk. Lumen Gentium, Art. 31). Para awam menjadi bentara
yang bertanggung jawab dan pewarta iman bila mereka tanpa ragu-ragu memadukan
pengakuan iman dengan penghayatan iman. Pewartaan Injil yang disampaikan dengan
kesaksian hidup dan kata-kata memperoleh ciri khas dan daya guna istimewa justru
karena dijalankan dalam keadaan-keadaan biasa dunia ini (lih. Lumen Gentium, Art. 35).
Lewat pelajaran ini, siswa kelas II Sekolah Menengah Atas diharapkan memahami tugas
pewartaan Gereja dan dengan demikian dapat terlibat dalam tugas ini, khususnya dengan
kesaksian hidup mereka.

2. Karakteristik siswa
Peserta didik merupakan sumber daya utama dan terpenting dalam proses pendidikan.
Peserta didik bisa belajar tanpa guru. Sebaliknya, guru tidak bisa mengajar tanpa peserta
didik. Karenanya kehadiran peserta didik menjadi keniscayaan dalam proses pendidikan
formal atau pendidikan yang dilambangkan dengan menuntut interaksi antara pendidik dan
peserta didik. (Khairat, 2018)
Kemampuan awal (Entry Behavior) adalah kemampuan yang telah diperoleh siswa
sebelum dia memperoleh kemampuan terminal tertentu yang baru. Kemampuan awal
menunjukkan status pengetahuan dan keterampilan siswa sekarang untuk menuju ke status
yang akan datang yang diinginkan guru agar tercapai oleh siswa. Dengan kemampuan ini
dapat ditentukan dari mana pengajaran harus dimulai. Kemampuan terminal merupakan arah
tujuan pengajaran diakhiri. Jadi, pengajaran berlangsung dari kemampuan awal sampai ke
kemampuan terminal itulah yang menjadi tanggung jawab pengajar. (Yusri, 2017)
Secara kodrati, manusia memiliki potensi dasar yang secara esensial membedakan
manusia dengan hewan, yaitu pikiran, perasaan, dan kehendak. Sekalipun demikian, potensi
dasar yang dimilikinya itu tidaklah sama bagi masing-masing manusia. (Hevriansyah, 2017)
Terdapat keunikan-keunikan yang ada pada diri manusia. Pertama, manusia berbeda dengan
makhluk lain, seperti binatang ataupun tumbuhan. Perbedaan tersebut karena kondisi
psikologisnya. Kedua, baik secara fisiologis maupun psikologis manusia bukanlah makhluk
yang statis, akan tetapi makhluk yang dinamis, makhluk yang mengalami perkembangan dan
perubahan. Ia berkembang khususnya secara fisik dari mulai ketidakmampuan dan
kelemahan yang dalam segala aspek kehidupannya membutuhkan bantuan orang lain, secara
perlahan berkembang menjadi manusia yang mandiri. Ketiga, dalam setiap perkembangannya
manusia memiliki karakter yang berbeda. (Miftah, 2020)
Esensinya tidak ada peserta didik di muka bumi ini benar-benar sama. Hal ini
bermakna bahwa masing-masing peserta didik memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik
peserta didik adalah totalitas kemampuan dan perilaku yang ada pada pribadi mereka sebagai
hasil dari interaksi antara pembawaan dengan lingkungan sosialnya, sehingga menentukan
pola aktivitasnya dalam mewujudkan harapan dan meraih cita-cita. Karena itu, upaya
memahami perkembangan peserta didik harus dikaitkan atau disesuaikan dengan karakteristik
siswa itu sendiri. Utamanya, pemahaman peserta didik bersifat individual, meski pemahaman
atas karakteristik dominan mereka ketika berada di dalam kelompok juga menjadi penting.
Ada empat hal dominan dari karakteristik siswa (Telaumbanua, 2018).
a. Kemampuan dasar seperti kemampuan kognitif atau intelektual.
b. Latar belakang kultural lokal, status sosial, status ekonomi, agama dll.
c. Perbedaan-perbedaan kepribadian seperti sikap, perasaan, minat, dll
d. Cita-cita, pandangan ke depan, keyakinan diri, daya tahan,dll 

3. Rancangan pembelajaran
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 11 (RPP)

Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti


Satuan Pendidikan : SMA Swasta Katolik Warta Bakti Kefamenanu
Kelas/Semester : XI/1
Materi Pokok : Gereja yang Menjadi Saksi Kristus (Martyria)
Alokasi Waktu : 3 x 45 Menit
TUJUAN PEMBELAJARAN
Melalui pendekatan saintifik menggunakan model pembelajaran discovery, peserta didik
dapat beriman, responsif dan proaktif dalam memahami tugas Gereja yang menjadi saksi
Kristus dan melakukan aktivitas sesuai dengan kedudukan dan peranannya.

KEGIATAN PEMBELAJARAN
Kegiatan Deskripsi
Pendahuluan  Orientasi terhadap peserta didik dengan salam dan berdoa bersama
(pengantar, bacaan KS, doa spontan).
 Apersepsi:
Mengingatkan kembali tentang materi yang sudah dipelajari terkait dengan
materi yang akan dipelajari.
 Motivasi:
menyampaikan tentang manfaat mempelajari materi ini, menjelaskan tujuan
pembelajaran dan arahan kerja kelompok, diskusi, dan presentasi.
Inti  Peserta didik menyimak wejangan Paus Fransiskus tentang Iman Tidak
Bisa Dinegosiasikan; Gereja Kita adalah Gereja Martir, lalu mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan memberi tanggapan atas kisah tersebut.
 Peserta didik membentuk kelompok dan berdiskusi tentang model kesaksian
yang yang diperlukan pada zaman ini,
 Peserta didik menyimak teks Kitab Suci dari Kis 7:51-8:1a dan berdiskusi
tentang makna kesaksian dan konsekuensi menjadi saksi Kristus
berdasarkan teks Kitab Suci tersebut.
 Peserta didik menyimak kisah: Uskup Agung Romero, kemudian
menganalisis makna dan konsekuensi menajadi saksi Kristus.
 Setiap kelompok mempresentasikan hasil analisisnya dan kelompok lain
memberi tanggapan,
 Peserta didik menyimpulkan bersama makna dan konsekuensi menajadi
saksi Kristus.
 Peserta didik menuliskan refleksi tentang tugas menjadi saksi Kristus.
Penutup  Merencanakan kegiatan tindak lanjut dan rencana pembelajaran pada
pertemuan berikutnya.
 Menutup kegiatan pembelajaran dengan doa.

4. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran adalah proses yang diatur sedemikian rupa menurut
langkah-langkah tertentu agar pelaksanaan mencapai hasil yang diharapkan (Sudjana, 2010).
Menurut Bahri dan Aswan Zain (2010:28) pelaksanaan pembelajaran adalah suatu kegiatan
yang bernilai edukatif, nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dan peserta
didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan
diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pelaksanaan
pembelajaran dimulai.
Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru melakukan beberapa tahap pelaksanaan
pembelajaran, sebagai berikut:
1) Kegiatan awal
Kegiatan Pembuka pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk
menciptakan suasana pembelajaran yang memungkinkan peserta didik siap secara mental
untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Pada kegiatan ini guru harus memperhatikan dan
memenuhi kebutuhan peserta didik serta menunjukkan adanya kepedulian yang besar
terhadap keberadaan peserta didik. Dalam membuka pelajaran guru biasanya membuka
dengan salam dan presensi peserta didik, dan menanyakan tentang materi sebelumnya, tujuan
membuka pelajaran sebagai berikut :
(a) Menimbulkan perhatian dan memotifasi peserta didik.
(b) Menginformasikan cakupan materi yang akan dipelajari dan
batasanbatasan tugas yang akan dikerjakan peserta didik.
(c) Memberikan gambaran mengenai metode atau pendekatan-pendekatan
yang akan digunakan maupun kegiatan pembelajaran yang dilakukan
peserta didik.
(d) Melakukan apersepsi, yakni mengaitkan materi yang telah dipelajari
dengan materi yang akan dipelajari.
(e) Mengaitkan peristiwa aktual dengan materi baru.
2) Kegiatan inti
Penyampaian materi pembelajaran merupakan inti dari suatu proses pelaksanaan
pembelajaran. Dalam penyampaian materi guru menyampaikan materi berurutan dari materi
yang paling mudah terlebih dahulu, untuk memaksimalkan penerimaan peserta didik terhadap
materi yang disampaikan guru maka guru mengunakan metode mengajar yang sesuai dengan
materi dan menggunakan media sebagai alat bantu penyampaian materi pembelajaran.
Tujuan penyampaian materi pembelajaran sebagai berikut :
(a) Membantu peserta didik memahami dengan jelas semua permasalahan dalam
kegiatan pembelajaran.
(b) Membantu peserta didik untuk memahami suatu konsep atau dalil.
(c) Melibatkan peserta didik untuk berpikir
(d) Memahami tingkat pemahaman peserta didik dalam menerima pembelajaran.
3) Kegiatan Akhir
Kegiatan menutup pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk mengahiri
kegiatan inti pembelajaran. Dalam kegiatan ini guru melakukan evaluasi terhadap materi
yang telah disampaikan. Tujuan kegiatan menutup pelajaran sebagai berikut :
(a) Mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik dalam mempelajari materi
pembelajaran.
(b) Mengetahui tingkat keberhasilan guru dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran. akan datang.
(c) Membuat rantai kompetensi antara materi sekarang dengan materi yang akan
datang
Bardasarkan penjelasan mengenai pelaksanaan pembelajaran dapat disimpulkan,
bahwa pelaksanaan pembelajaran merupakan proses kegiatan belajar mengajar yang juga
berperan dalam menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Pelaksanaan pembelajaran
adalah proses yang didalamnya terdapat kegiatan interaksi antara guru dan peserta didik dan
komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan
belajar. Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru dan peserta didik merupakan dua komponen
yang tidak dapat dipisahkan.
BAB III

PENUTUP

Pembelajaran Asynchonous merupakan sebuah pembelajaran yang dilakukan dengan


menggunakan jaringan, dimana peserta didik dapat menggunakan sarana teknologi
handphone atau sarana teknologi lainnya untuk belajar secara fleksibel. Pembelajaran
asincrhonous memanfaatkan media teknologi untuk menfasilitasi kegiatan belajar siswa.

Pembelajaran asynchronous digunakan untuk menggambarkan penggunaan internet saat


masuk ke lingkungan pembelajaran dalam waktu dan lokasi yang sesuai dengan kebutuhan
pengguna. Saat proses pembelajaran ini terjadi, waktunya bisa berbeda atau tempatnya bisa
sangat beragam. Hal ini paling umum diterapkan pada kelompok-kelompok diskusi online
yang pesan-pesannya dari pembelajar dan pendidik bisa dibangun selama jangka waktu
tertentu. Keuntungan terutama pada fleksibilitas dalam kemampuan untuk menyelesaikan
pembelajaran di anatara komitmen lain Dengan demikian dalam kontek teknologi pendidikan,
pembelajaran asynchronous merupakan bagian dari teknologi pendidikan karena didesain
khusus untuk menfasilitasi proses kegiatan pembelajaran demi memecahkan masalah belajar
siswa
Daftar Pustaka

Adhiguna, A. S. (2022). PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN ASINKRON


MANDIRI BERBASIS TRANSFORMATIVE LEARNING BERBANTUAN GOOGLE
CLASSROOM PADA MATERI FLUIDA DINAMIS. PROSIDING SEMINAR NASIONAL
FISIKA (E-JOURNAL) (Vol. 1), 69-72.

Adisel, A. &. ( 2020). Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Sistem
Manajemen Pembelajaran pada Masa Pandemi Covid 19. . Journal Of Administration and
Educational Management (ALIGNMENT), 3(1),, 1-10.

Agustina, R. S. (2016). Sejarah, tantangan, dan faktor keberhasilan dalam pengembangan e-


learning. 2016, 2016. Yogyakarta: SESINDO.

Ahmadillah, A. N. (2021). Pengaruh pembelajaran model hybrid learning terhadap


peningkatan pemahaman siswa mata pelajaran PAI di masa pandemi: studi kasus siswa kelas
VIII B di SMP Negeri 1 Sumberrejo Bojonegoro. Surabaya: UIN Sunan Ampel .

Andiyanto, T. (2021). Pendidikan dimasa covid-19. Indonesia: RAIH ASA SUKSES.

Aviv, R. E. (2003). Network analysis of knowledge construction in asynchronous learning


networks. . Journal of Asynchronous Learning Networks, 1-23.

Dahar, R. (2006). Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. . Jakarta: Erlangga.

Graf, S. (2007). Adaptivity in learning management systems focussing on learning styles


(Doctoral dissertation).

Gusty, S. N. (2020). Belajar mandiri: Pembelajaran daring di tengah pandemi Covid-19.


indonesia: Yayasan Kita Menulis.

Hendri, J. (2022). Penerapan Digital Learning Secara Synchronous dan Asynchronous


sebagai Alternatif Model Pembelajaran di Masa Pandemi untuk MeningkatkanKualitas
Pembelajaran. . Jurnal Ilmiah Dikdaya, 12(2), 416-425.
Hevriansyah, P. &. (2017). Pengaruh kemampuan awal terhadap hasil belajar matematika.
JKPM (Jurnal Kajian Pendidikan Matematika), 2(1), 37-44.

Hrastinski, S. (2008 ). Asynchronous and synchronous e-learning. . Educause quarterly,


31(4), , 51-55.

Jaffee, D. ( 1997). Asynchronous learning: Technology and pedagogical strategy in a distance


learning course. . Teaching Sociology, 262-277.

Jultri, S. (2021). Desain Pembelajaran Pedati Sebagai Alternatif Pengembangan Metode


Asinkron. . In Prosiding Seminar Nasional Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
(SemNas PBSI)-3 (hal. 61-66). Indonesia: FBS Unimed Press.

Kango, R. &. (2019). Tantangan pembelajaran E-Learning di perguruan tinggi. In


SemanTECH (Seminar Nasional Teknologi, Sains dan Humaniora (Vol. 1, No. 1), 137-144.

Khairat, F. H. (2018). Hubungan Antara Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Profesional


Guru dengan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Pensil: Pendidikan Teknik Sipil, 7(1), 9-20.

KWI, K. K. (2003). Perutusan Murid-Murid Yesus, Pendidikan Agama Katolik untuk


SMA/SMK, . Yogyakarta: Kanisius.

Miftah, M. (2020). Quantum Learning dan Fitrah Manusia dalam Perspektif Pendidikan
Islam. INSANIA: Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan, 25(1), 14-22.

Muqorobin, M. &. (2020). Analisis Peran Teknologi Sistem Informasi Dalam Pembelajaran
Kuliah Dimasa Pandemi Virus Corona. In Prosiding Seminar Nasional & Call for Paper STIE
AAS (hal. 157-168). Indonesia: Islamic Sustainability Reporting and Conventional
Sustainability Reporting.

Nahdi, D. S. ( 2020). Analisis literasi digital calon guru SD dalam pembelajaran berbasis
virtual classroom di masa pandemi covid-19. . Jurnal Cakrawala Pendas, 6(2),, 116-123.

Nur, A. S. (2021). Potret Pembelajaran Matematika pada Masa Pandemi. . Jurnal Pendidikan
Matematika (Jupitek), 4(1), 27-35.

Padmo, D. &. (2002). Media dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh. . Dr. Setij adi MA,
36., 36.

Putra, M. W. (2020). Pengaruh Covid-19 Terhadap Kehidupan Masyarakat Indonesia: Sektor


Pendidikan, Ekonomi Dan Spiritual Keagamaan. . indonesia: POROS ONIM: Jurnal Sosial
Keagamaan, 1(2), 144-159.

Rovai, A. (2000). Building and sustaining community in asynchronous learning networks. .


The Internet and Higher Education, 3(4), 285-297.
Sinta, D. R. (2022). PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN FLIPPED CLASSROOM
TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA PADA MATERI SISTEM
REPRODUKSI MANUSIA KELAS XI DI SMA NEGERI 4 TANJUNGPINANG. . Student
Online Journal (SOJ) UMRAH-Keguruan dan Ilmu Pendidikan, 465-471.

Stefanile, A. ( 2022). Teaching and Learning During the COVID-19 Pandemic and Outlook
for the Future. . In Oxford Research Encyclopedia of Education, 1-14.

Sudjana, N. (2010). Penilaian hasil proses belajar mengajar.

Suhairi, S. &. ( 2021). Model Manajemen Pembelajaran Blended Learning pada Masa
Pandemi Covid-19. . Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 6(4),, 1977-1996.

Telaumbanua, A. (2018). Peranan Guru Pendidikan Agama Kristen Dalam Membentuk


Karakter Siswa. . FIDEI: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika, 1(2), 219-231.

Utami, K. B. (2019). Efektifitas Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Menggunakan Model
Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) Terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa Kelas XI IIS SMA Ekasakti Padang. . journal of residu, 3, -.

Vasantan, P. (2020). Blended Learning Sebagai Strategi Transfer Pengetahuan Di Daerah


Tertinggal. . Indonesia: Deepublish.

Yusri, A. Y. (2017). Profil Pemahaman Konsep Nilai Tempat Ditinjau Dari Kemampuan
Awal Matematika Pada Siswa Kelas III SDN 133 Takalala Soppeng. Mosharafa: Jurnal
Pendidikan Matematika, 6(1), 141-152.

Anda mungkin juga menyukai