CYBER LEARNING
Pengembangan Model Pembelajaran Asynchronous
pada Mata Pelajaran Agama Katolik untuk meningkatkan
kemampuan menerapkan konsep di SMAK Warta Bakti Atambua
DOSEN PENGAMPUH
Dr. Andi Mariono, M. Pd
Dr. Alim Sumarno, M. Pd
DISUSUN OLEH
Anselmus Yata Mones
22070996002
PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2022
PENGANTAR
Pada masa sekarang ini, hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut
“cyber teaching” atau “pengajaran maya”, yaitu proses pembelajaran yang dilakukan dengan
menggunakan internet. Istilah lain yang makin populer saat ini ialah e-learning yaitu satu
model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi
khususnya internet. Pembejaran maya menjadi sangat tren ketika dunia dilanda covid yang
berkepanjangan. Pembelajaran cyber memiliki peran yang sangat penting dalam menfasitasi
siswa dalam kegiatan pembelajaran agar tidak terjadi kehilangan kesempatan belajar pada
masa covid. Hingga post covid, pembelajaran cyber menjadi pilihan terbaik karena mampu
menyelesaikan persoalan belajar yang dihadapi siswa. Oleh karena itu saya patut
mengucapkan puji dan syukur kepada Allah Yang Maha Kuasa atas rahmat dan berkatnya
yang melimpah sehingga saya dapat mengikuti proses perkuliahan ini dan sekarang dapat
menyelesaikan Ujian Akhir Semester ini dengan lancar dan baik. Tak lupa pula saya haturkan
limpah terima kasih kepada DR. ANDI MARIONO, M. PD, dan DR. ALIM SUMARNO, M.
PD selaku pengampu matakuliah Pembelajaran Cyber, yang telah memotivasi membimbing,
mengarahkan dengan penuh sabar dan penuh bijak, sehingga saya merasa terbantu dan
tercerahkan untuk menyusun rencana-rencana demi tercapai cita-cita yang diharapkan.
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................. 1
Pengantar ......................................................................................................... 2
Datar Isi............................................................................................................ 3
Bab I Pendahuluan............................................................................................ 4
Bab II Isi........................................................................................................... 7
A. Pembelajaran A Synchronous dalam Teknonolgi Pendidikan.............. 7
B. Model Pembelajaran Asynchronous..................................................... 9
1. Pengertian....................................................................................... 9
2. Karakteristik Model Pembelajaran Asynchronous......................... 10
3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Asynchronous.................. 12
4. Sistem sosial................................................................................... 13
5. Sistem pendukung........................................................................... 13
C. Kelayakan Model Pembelajaran Asynchronous................................... 15
1. Kelayakan rancangan pembelajaran............................................... 15
2. Kelayakan bahan ajar/media/sumber belajar.................................. 18
3. LKS................................................................................................. 19
4. Evaluasi........................................................................................... 21
D. Efektivitas Model Pembelajaran Asynchronous terhadap kemampuan
Menerapkan konsep.............................................................................. 22
E. Pembelajaran gereja sebagai pewarta kebenaran dalam mata pelajaran
Agama Katolik...................................................................................... 23
1. Karakteristik Materi........................................................................ 23
2. KarakterisktikSiswa........................................................................ 24
3. Rancangan Pembelajaran................................................................ 24
4. Pelaksanaan Pembelajaran.............................................................. 25
5. Evaluasi........................................................................................... 25
Bab III Penutup................................................................................................. 26
Daftar Pustaka................................................................................................... 27
BAB I
PENDAHULUAN
Situasi pandemi covid-19, selama dua tahun terakhir, seluruh proses pendidikan
normal (tatap muka dengan guru) di sekolah terhenti (menekan proses tertularnya virus
corona), proses pembelajaran dilakukan dengan sistem online (Putra, 2020; Gusty, 2020;
Andiyanto, 2021) Di mana guru dan siswa melakukan interaksi pembelajaran menggunakan
media tertentu sebagai alat komunikasi penyampaian bahan ajar atau sebaliknya siswa
menyampaikan pertanyaan kepada gurunya dengan menggunakan media tertentu sebagai
umpan balik dari siswa atas bahan ajar yang diterimanya. Beberapa media yang lazim
digunakan dalam konteks pembelajaran adalah zoom, google class Room, google meet, whats
up dan lain sebagainya (Nahdi, 2020; Muqorobin, 2020). Situasi dan pengalaman
sebagaimana digambarkan di atas dianggap sebagai suatu situasi baru, pengelaman baru dan
bahkan akan menjadi kebiasaan baru.
Penggunaan media elektronik atau fasilitas internet sebagai media komunikasi
pembelajaran, sebenarnya sudah dilakukan oleh negara-negara maju atau bahkan di kota-kota
besar di Indonesia. Namun tidak untuk daerah di wilayah perbatasan Indonesia dan Timor
Leste. Minimnya infrastruktur internet, mahalnya biaya penggunaan internet serta sumber
daya yang sangat terbatas dalam penggunaan media tersebut menjadi kendala terbesar dalam
pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Pembelajaran asynchronous merupakan sebuah alternatif
solusi untuk mengatasi masalah kehilangan kesempatan belajar bagi peserta didik (Stefanile,
2022) di daerah perbatasan.
Pembelajaran asynchronous menawarkan sebuah pola baru (dalam pembelajaran)
yang mungkin berbeda dengan pembelajaran langsung (Aviv, 2003; Stefanile, 2022).
Pembelajaran asynchronous merupakan sebuah sistem pembelajaran jarak jauh di mana guru
dan siswa menjalin komunikasi yang tidak terikat pada waktu yang tetap (Jultri, 2021). Dalam
pola pembelajaran ini peserta didik diatur untuk bisa belajar dengan waktu yang fleksibel
(Hendri, 2022). Pembelajaran asynchronous dibedakan menjadi dua jenis yaitu, asynchronous
mandiri dan asynchronous kolaboratif (Sinta, 2022; Ahmadillah, 2021). Asynchronous
mandiri merupakan kegiatan pembelajaran mandiri yang dilakukan siswa berbantuan media
tertentu pada waktu dan tempat yang fleksibel (Adhiguna, 2022). Aktivitas belajar seperti ini
menuntut siswa untuk memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi karena keterbatasan kontrol
dari guru (Jaffee, 1997). Sedangkan pembelajaran asynchronous kolaboratif adalah proses
pembelajaran daring yang dilakukan oleh siswa secara bersama, pada waktu dan tempat yang
fleksibel (Nur, 2021). Pembelajaran asynchronous diatur sedemikian rupa sehingga peserta
didik bisa belajar dengan waktu yang fleksibel. Namun kegiatan pembelajaran asynchronous
memiliki panduan yang diberikan oleh seorang guru terutama berkaitan dengan instruksi
kegiatan pembelajaran, penyajian materi, pemberian tugas dan pengiriman tugas oleh siswa
(Jaffee, 1997). Kelas asynchronous didesain sedemikian rupa untuk pembelajaran mandiri
dan kolaboratif karena itu dalam pembelajaran asinkron akan tersedia fitur forum dan pesan
broadcast untuk menjalin komunikasi antar teman dan antar guru dan siswa. Siswa dapat
membaca materi berulang-ulang tanpa dibatasi. Namun demikian, siswa cenderung pasif
merespon instruksi pada saat kegiatan asinkron karena komunikasi antara siswa dan
guru tidak terjadi secara langsung (Rovai, 2000). Selain itu guru tidak bisa mengontrol
kesiapan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Media yang digunakan untuk pembelajaran
asinkron adalah whats up, google drive, email, telegram dan masih banyak lagi.
Penggunaan media online dalam proses kegiatan pembelajaran atau e-learning
menjadi tantangan tersendiri hampir di seluruh wilayah Indonesia (Agustina, 2016; Kango,
2019) terutama di wilayah-wilayah tertinggal, terbelakang dan termiskin. Beberapa kendala
seperti pengadaan barang elektronik, cara penggunaannya, peruntukannya dan vasilitas
pendukung lainnya (seperti pulsa dan jaringan internet) (Adisel, 2020; Vasantan, 2020).
Setiap tingkat atau level pendidikan memiliki persoalan yang berbeda jika diterapkan sistem
pembelajaran e-learning.
Salah satu daerah yang menjadi fokus penelitian ini adalah kabupaten Belu dan
Kabupaten Timor Tengah Utara, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kedua kabupaten tersebut
merupakan daerah yang langsung berbatasan dengan Timor Leste. Minim dan mahalnya
fasilitas internet serta sumber daya yang terbatas menjadi kendala dalam pembelajaran online
di daerah perbatasan pada masa covid. Karena itu penelitian pengembangan ini dapat
membantu para guru dan siswa di daerah perbatasan untuk tetap belajar secara mandiri
dengan bantuan orang tua dan teman lainnya agar kegiatan pembelajaran tidak terhenti.
Pendidikan Agama Katolik di sekolah adalah usaha yang dilakukan secara terencana
dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan pada siswa untuk
memperteguh iman dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran
Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan
kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
(KWI, 2003) Dalam kegiatan tersebut guru akan memampukan siswa memahami imannya,
bergumul dan menghayatinya. Melalui interaksi antara ketiga hal tersebut diharapkan iman
siswa akan diperteguh.
Secara umum, proses pengajaran dipahami sebagai proses penyaluran informasi dari
guru kepada muridnya. Namun pendidikan Katolik tidak hanya terbatas kepada penyaluran
informasi dari guru kepada murid. Pendidikan Katolik tidak hanya mencakup pengajaran dan
pembekalan akal budi ataupun pemikiran seorang anak dengan informasi yang sebanyak-
banyaknya. Sebab di samping membekali murid dengan ilmu pengetahuan, pendidikan
Katolik juga membekali, membangun, dan membentuk iman dan spiritualitasnya. Iman dan
spiritualitas ini tidak saja mencakup pengajaran agama secara teoritis, tetapi juga
pembentukan watak, karakter dan moralitas tiap-tiap murid. Disini peran guru menjadi
sentral, di mana guru dapat menjadi fasilitator yang dapat membantu siswa untuk
merefleksikan hakekat dirinya sebagai manusia yang diciptakan Allah secara sempurna.
Tidak saja manusia memiliki akal budi, perasaan, dan hati nurani; namun lebih dari itu
manusia diberikan anugerah yang termulia untuk bisa menjalin hubungan yang khusus
dengan Allah Sang Pencipta. Proses permenungan siswa dapat menghantar dirinya untuk
memahami secara mendalam dan koprehensif tentang keunikan dirinya dan mampu
menghayatinya dalam kehidupan sehari-hari. Proses ini membutuhkan pemikiran kritis
analitis dalam memahami konsep-konsep teologis-biblis, kreatif dalam penerpannya dan
kolaboratif dengan pendapat-pendapat lain agar tujuan dari pendidikan Agama Katolik di
Sekolah terutama berkaitan dengan pemahaman tentang konsep doktrin agama dan nilai-nilai
keagaaman, proses pergumulannya dan penghayatannya dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
ISI
A. Pembelajaran Asynchronous dalam Teknologi Pendidikan
Paradigma Teknologi Pendidikan berkembang setiap saat sesuai dengan konteks dan
jamannya. Dalam paradigma 1994, Teknologi pendidikan merupakan teori dan praktek
tentang perancangan, Pengembangan, Pemanfaatan, Pengelolaan dan Evaluasi Proses dan
Sumber untuk Belajar. Teknologi pendidikan hadir untuk memecahkan persoalan belajar
yang dihadpi siswa dan terutama mefasilitasi peserta didik untuk untuk dapat belajar dengan
baik. Karena itu Teknologi pendidikan adalah studi dan praktek etis untuk memfasilitasi
belajar dan meningkatkan kinerja dengan cara menciptakan, menggunakan, dan mengelola
proses dan sumber daya teknologi yang tepat (paradigma 2008; Molenda, 2008). Dalam
konteks pengembangan pembelajaran asynchronous, teknologi menjadi media yang paling
central dalam menfasilitasi pembelajaran siswa.
Dalam kurun waktu selama lebih kurang 40 tahun teknologi pendidikan secara
berkala mengalami proses pengakjian. Pengkajian tersebut mengahasilkan pernyataan-
pernyataan profesional mengenai jati dirinya. Salah satu badan resmi internasoanl yang
menanagani teknologi pendidikan adalah association For Educational, communications and
Technology (AECT). Proses pengkajian jati diri tidak berhenti pada nama saja tetapi pada
paraigma yang berkembang sesuai dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan.
Menurut Seel and Rechey (1994:1) Tekonologi pembelajaran adalah teori dan praktek
dalam desain pengembangan pemanfaatan, pengelolaan serta evaluasi proses dan sumber
untuk belajar (Seels, 1994). Mengacu pada defenisi tersebut maka pengembangan model
pembelajaran termasuk pada ranah pengembangan, sebagaimana terlihat dalam diagran
berikut.
Gambar 2.1 Kawasan Teknologi Pembelajaran (Seels, 1994)
Dari diagram di atas nampak bahwa setiap kawasan memberikan kontribusi terendiri
dalam membantu memfasilitasi pembelajaran. Pada umumnya kehadiran teknologi
pendidikan dimaksudkan untuk memudahkan siswa belajar. Tujuan utamanya adalah
mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan masalah-masalah belajar.
Oleh karena itu prinsip utama teknologi pendidikan adalah memberikan perhatian kepada
kepentingan siswa.
Pembelajaran asyncrhonous merupakan sebuah pembelajaran yang dilakukan dengan
menggunakan jaringan, di mana peserta didik dapat menggunakan sarana teknologi
handphone atau sarana teknologi lainnya untuk belajar secara fleksibel. Pembelajaran
asyncrhonous, memanfaatkan media teknologi untuk menfasilitasi kegiatan belajar siswa
Pembelajaran asynchronous digunakan untuk menggambarkan penggunaan internet
saat masuk ke lingkungan pembelajaran dalam waktu dan lokasi yang sesuai dengan
kebutuhan pengguna. Saat proses pembelajaran ini terjadi, waktunya bisa berbeda atau
tempatnya bisa sangat beragam. Hal ini paling umum diterapkan pada kelompok-kelompok
diskusi online yang pesan-pesannya dari pembelajar dan pendidik bisa dibangun selama
jangka waktu tertentu. Keuntungan terutama pada fleksibilitas dalam kemampuan untuk
menyelesaikan pembelajaran di antara komitmen lain Dengan demikian dalam kontek
teknologi pendidikan, pembelajaran asynchronous merupakan bagian dari teknologi
pendidikan karena didesain khusus untuk menfasilitasi proses kegiatan pembelajaran demi
memecahkan masalah belajar siswa
B. Model Pembelajaran Asynchronous
1. Pengertian Pembelajaran Asynchronous
Pembelajaran daring (dalam jaringan) yang dikenal juga dengan istilah pembelajaran
online atau pendidikan jarak jauh (PJJ) sebenarnya telah digunakan oleh beberapa lembaga
pendidikan di negara maju. Terjadinya wabah Covid-19 menjadikan metode tersebut semakin
populer di berbagai negara dan turut memunculkan diskusi terkait teknik dan penyesuaiannya
dengan metode pembelajaran yang sebelumnya.
Penerapan pembelajaran daring telah membuka beberapa keunggulan dibandingkan
pembelajaran konvensional, di antaranya adalah: keefektifannya dalam mendidik siswa,
lebih ekonomis, dan bisa menyediakan pendidikan kelas dunia untuk siapapun yang bisa
terhubung dengan jaringan internet. Pembelajaran daring juga dapat mengurangi tingkat
putus sekolah dari pendidikan menengah ke tinggi, seiring dengan berkurangnya biaya
pendidikan tinggi yang selama ini lebih banyak dialokasikan untuk kebutuhan pembangunan
fisik bangunan.
Pembelajaran daring yang sukses menuntut penyelenggara pendidikan untuk
beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan memahami keunggulan dan keterbatasan
berbagai teknik dan metode pembelajaran daring. Adaptasi di sini juga mencakup
penyesuaian semua fasilitas pendidikan dengan kebutuhan atau keadaan individu atau siswa
(Graf, 2007) Penelitian mengenai teknik pembelajaran kemudian berujung pada
pembandingan outcome berbagai metode pembelajaran daring : Synchronous (sinkronus) dan
asynchronous (asinkronus).
Asynchronous Learning adalah sistem pembelajaran yang diatur sedimikian rupa
sehingga peserta didik bisa belajar dengan waktu yang fleksibel. Pada umumnya
pembelajaran asynchronous ditata agar memiliki deadline pengiriman tugas, waktu
pengiriman yang panjang, menu penyajian materi, instruksi kegiatan pembelajaran, dan ruang
diskusi asinskron.
Pembelajaran daring jenis asinkronus adalah pembelajaran yang biasanya difasilitasi
oleh berbagai media seperti email, program e-learning tertentu, atau bahkan whatsapp,
mendukung proses belajar-mengajar antara siswa dan guru, bahkan ketika siswa tidak dapat
online untuk waktu yang sama (Suhairi, 2021). Dengan demikian fleksibilitas merupakan
kata kunci dari pembelajaran jenis asinkronus ini. Banyak orang lebih tertarik mengambil
kursus / pembelajaran jenis ini karena mereka bisa menyesuaikannya dengan aktifitas
pekerjaan, keluarga dan lainnya (Hrastinski, 2008) Kelemahan asinkronus adalah
kecenderungannya untuk menghilangkan sentuhan interaksi sosial seperti berdiskusi dan
berdebat dengan siswa lainnya. Asinkronus juga bisa menyebabkan sikap apatis dari seorang
siswa, karena ketiadaan feedback dari pengajar secara langsung.
Dalam pembelajaran asynchronous, guru mungkin saja memberikan instruksi yang
terstruktur mengenai kegiatan pembelajaran namun karena keterbatasan kontrol dari guru
seperti pada kegiatan kelas synchronous, maka peserta didik bisa saja mengerjakan aktifitas
yang disampaikan tidak secara beraturan. Hal ini harus menjadi pertimbangan guru dalam
menyusun instruksi yang diberikan.
Pembelajaran asynchronous memanfaatkan fitur Forum dan pesan broadcast untuk
menjalin komunikasi massal di dalam kelas. Fitur ini analog dengan interaksi sosial antar
peserta online yang terjadi di dalam kelas. Selain itu, kelas asynchronous memanfaatkan
prinsip belajar mandiri, workshop, dan fitur berbagi tugas. Fitur berbagi tugas ini adalah fitur
dimana tugas dapat diakses secara massal untuk seluruh anggota kelas. Jika tidak tersedia
dalam LMS, biasanya Google Drive akan dimanfaatkan sebagai subtitusi untuk file.
Berdasarkan banyak hasil penelitian mengenai pembelajaran online, kebanyakan
peserta didik lebih menyukai asynchronous learning karena mereka bebas menentukan kapan
harus belajar dan kapan diri mereka siap untuk belajar.
Kelas asynchronous biasanya di atur oleh guru sebelum waktu pembelajaran
dilaksanakan. Seluruh instruksi di atur di LMS kemudian peserta didik mengaksesnya secara
individu dan bebas. Guru akan memposting bahan ajar Asyncronous baik berupa artikel,
infografik, video dan sejenisnya. Isinya berupa instruksi dan tagihan pembelajaran kegiatan
yang harus dilaksanakan.
Proses konfirmasi pengetahuan yang dilakukan oleh guru dalam bentuk pemberian
kuiz seputar materi yang sedang dijalankan. Kuiz diberikan dalam rentang waktu tertentu
atau setiap sup topic materi sudah diselesaikan oleh peserta didik.
2. Karakteristik pembelajaran Asynchronous
Dalam kelas asynchronous online, pembelajaran dapat dilakukan peserta didik secara
bebas sesuai dengan jadwal kosong mereka. Guru akan melacak kehadiran peserta didik
dengan cara yang berbeda seperti pada saat kelas Sinkron. Bisa saja dilacak seperti seberapa
lama mereka membaca materi, apakah mereka telah menyelesaikan menyaksikan video yang
diberikan, atau peserta didik bisa menjawab kuis yang diberikan dan hal-hal yang dianggap
bisa mensubtitusi absen harian yang dicentang.
Keunggulan dari kelas asynchronous online, peserta didik memiliki kesempatan
berkali-kali membaca dan memhami materi yang diberikan tanpa ada batasan jumlah akses
materi. Kalaupun ada batasan sepertinya dibatasi oleh durasi waktu ketika materi
pembelajaran harus berpindah ke materi berikutnya.
Dengan demikian pembelajaran asynchronous online membuat guru tidak bisa
mengecek kesiapan peserta didik belajar secara massal. Partisipasi online dari peserta
didiklah yang menentukan keberhasilan dalam pembelajaran online. Peserta didik harus
memiliki motivasi internal dan partisipasi proaktif dari peserta didik, terutama untuk topik-
topik yang gagal dipahami.
2. Karakteristik siswa
Peserta didik merupakan sumber daya utama dan terpenting dalam proses pendidikan.
Peserta didik bisa belajar tanpa guru. Sebaliknya, guru tidak bisa mengajar tanpa peserta
didik. Karenanya kehadiran peserta didik menjadi keniscayaan dalam proses pendidikan
formal atau pendidikan yang dilambangkan dengan menuntut interaksi antara pendidik dan
peserta didik. (Khairat, 2018)
Kemampuan awal (Entry Behavior) adalah kemampuan yang telah diperoleh siswa
sebelum dia memperoleh kemampuan terminal tertentu yang baru. Kemampuan awal
menunjukkan status pengetahuan dan keterampilan siswa sekarang untuk menuju ke status
yang akan datang yang diinginkan guru agar tercapai oleh siswa. Dengan kemampuan ini
dapat ditentukan dari mana pengajaran harus dimulai. Kemampuan terminal merupakan arah
tujuan pengajaran diakhiri. Jadi, pengajaran berlangsung dari kemampuan awal sampai ke
kemampuan terminal itulah yang menjadi tanggung jawab pengajar. (Yusri, 2017)
Secara kodrati, manusia memiliki potensi dasar yang secara esensial membedakan
manusia dengan hewan, yaitu pikiran, perasaan, dan kehendak. Sekalipun demikian, potensi
dasar yang dimilikinya itu tidaklah sama bagi masing-masing manusia. (Hevriansyah, 2017)
Terdapat keunikan-keunikan yang ada pada diri manusia. Pertama, manusia berbeda dengan
makhluk lain, seperti binatang ataupun tumbuhan. Perbedaan tersebut karena kondisi
psikologisnya. Kedua, baik secara fisiologis maupun psikologis manusia bukanlah makhluk
yang statis, akan tetapi makhluk yang dinamis, makhluk yang mengalami perkembangan dan
perubahan. Ia berkembang khususnya secara fisik dari mulai ketidakmampuan dan
kelemahan yang dalam segala aspek kehidupannya membutuhkan bantuan orang lain, secara
perlahan berkembang menjadi manusia yang mandiri. Ketiga, dalam setiap perkembangannya
manusia memiliki karakter yang berbeda. (Miftah, 2020)
Esensinya tidak ada peserta didik di muka bumi ini benar-benar sama. Hal ini
bermakna bahwa masing-masing peserta didik memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik
peserta didik adalah totalitas kemampuan dan perilaku yang ada pada pribadi mereka sebagai
hasil dari interaksi antara pembawaan dengan lingkungan sosialnya, sehingga menentukan
pola aktivitasnya dalam mewujudkan harapan dan meraih cita-cita. Karena itu, upaya
memahami perkembangan peserta didik harus dikaitkan atau disesuaikan dengan karakteristik
siswa itu sendiri. Utamanya, pemahaman peserta didik bersifat individual, meski pemahaman
atas karakteristik dominan mereka ketika berada di dalam kelompok juga menjadi penting.
Ada empat hal dominan dari karakteristik siswa (Telaumbanua, 2018).
a. Kemampuan dasar seperti kemampuan kognitif atau intelektual.
b. Latar belakang kultural lokal, status sosial, status ekonomi, agama dll.
c. Perbedaan-perbedaan kepribadian seperti sikap, perasaan, minat, dll
d. Cita-cita, pandangan ke depan, keyakinan diri, daya tahan,dll
3. Rancangan pembelajaran
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 11 (RPP)
KEGIATAN PEMBELAJARAN
Kegiatan Deskripsi
Pendahuluan Orientasi terhadap peserta didik dengan salam dan berdoa bersama
(pengantar, bacaan KS, doa spontan).
Apersepsi:
Mengingatkan kembali tentang materi yang sudah dipelajari terkait dengan
materi yang akan dipelajari.
Motivasi:
menyampaikan tentang manfaat mempelajari materi ini, menjelaskan tujuan
pembelajaran dan arahan kerja kelompok, diskusi, dan presentasi.
Inti Peserta didik menyimak wejangan Paus Fransiskus tentang Iman Tidak
Bisa Dinegosiasikan; Gereja Kita adalah Gereja Martir, lalu mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan memberi tanggapan atas kisah tersebut.
Peserta didik membentuk kelompok dan berdiskusi tentang model kesaksian
yang yang diperlukan pada zaman ini,
Peserta didik menyimak teks Kitab Suci dari Kis 7:51-8:1a dan berdiskusi
tentang makna kesaksian dan konsekuensi menjadi saksi Kristus
berdasarkan teks Kitab Suci tersebut.
Peserta didik menyimak kisah: Uskup Agung Romero, kemudian
menganalisis makna dan konsekuensi menajadi saksi Kristus.
Setiap kelompok mempresentasikan hasil analisisnya dan kelompok lain
memberi tanggapan,
Peserta didik menyimpulkan bersama makna dan konsekuensi menajadi
saksi Kristus.
Peserta didik menuliskan refleksi tentang tugas menjadi saksi Kristus.
Penutup Merencanakan kegiatan tindak lanjut dan rencana pembelajaran pada
pertemuan berikutnya.
Menutup kegiatan pembelajaran dengan doa.
4. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran adalah proses yang diatur sedemikian rupa menurut
langkah-langkah tertentu agar pelaksanaan mencapai hasil yang diharapkan (Sudjana, 2010).
Menurut Bahri dan Aswan Zain (2010:28) pelaksanaan pembelajaran adalah suatu kegiatan
yang bernilai edukatif, nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dan peserta
didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan
diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pelaksanaan
pembelajaran dimulai.
Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru melakukan beberapa tahap pelaksanaan
pembelajaran, sebagai berikut:
1) Kegiatan awal
Kegiatan Pembuka pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk
menciptakan suasana pembelajaran yang memungkinkan peserta didik siap secara mental
untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Pada kegiatan ini guru harus memperhatikan dan
memenuhi kebutuhan peserta didik serta menunjukkan adanya kepedulian yang besar
terhadap keberadaan peserta didik. Dalam membuka pelajaran guru biasanya membuka
dengan salam dan presensi peserta didik, dan menanyakan tentang materi sebelumnya, tujuan
membuka pelajaran sebagai berikut :
(a) Menimbulkan perhatian dan memotifasi peserta didik.
(b) Menginformasikan cakupan materi yang akan dipelajari dan
batasanbatasan tugas yang akan dikerjakan peserta didik.
(c) Memberikan gambaran mengenai metode atau pendekatan-pendekatan
yang akan digunakan maupun kegiatan pembelajaran yang dilakukan
peserta didik.
(d) Melakukan apersepsi, yakni mengaitkan materi yang telah dipelajari
dengan materi yang akan dipelajari.
(e) Mengaitkan peristiwa aktual dengan materi baru.
2) Kegiatan inti
Penyampaian materi pembelajaran merupakan inti dari suatu proses pelaksanaan
pembelajaran. Dalam penyampaian materi guru menyampaikan materi berurutan dari materi
yang paling mudah terlebih dahulu, untuk memaksimalkan penerimaan peserta didik terhadap
materi yang disampaikan guru maka guru mengunakan metode mengajar yang sesuai dengan
materi dan menggunakan media sebagai alat bantu penyampaian materi pembelajaran.
Tujuan penyampaian materi pembelajaran sebagai berikut :
(a) Membantu peserta didik memahami dengan jelas semua permasalahan dalam
kegiatan pembelajaran.
(b) Membantu peserta didik untuk memahami suatu konsep atau dalil.
(c) Melibatkan peserta didik untuk berpikir
(d) Memahami tingkat pemahaman peserta didik dalam menerima pembelajaran.
3) Kegiatan Akhir
Kegiatan menutup pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk mengahiri
kegiatan inti pembelajaran. Dalam kegiatan ini guru melakukan evaluasi terhadap materi
yang telah disampaikan. Tujuan kegiatan menutup pelajaran sebagai berikut :
(a) Mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik dalam mempelajari materi
pembelajaran.
(b) Mengetahui tingkat keberhasilan guru dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran. akan datang.
(c) Membuat rantai kompetensi antara materi sekarang dengan materi yang akan
datang
Bardasarkan penjelasan mengenai pelaksanaan pembelajaran dapat disimpulkan,
bahwa pelaksanaan pembelajaran merupakan proses kegiatan belajar mengajar yang juga
berperan dalam menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Pelaksanaan pembelajaran
adalah proses yang didalamnya terdapat kegiatan interaksi antara guru dan peserta didik dan
komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan
belajar. Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru dan peserta didik merupakan dua komponen
yang tidak dapat dipisahkan.
BAB III
PENUTUP
Adisel, A. &. ( 2020). Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Sistem
Manajemen Pembelajaran pada Masa Pandemi Covid 19. . Journal Of Administration and
Educational Management (ALIGNMENT), 3(1),, 1-10.
Miftah, M. (2020). Quantum Learning dan Fitrah Manusia dalam Perspektif Pendidikan
Islam. INSANIA: Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan, 25(1), 14-22.
Muqorobin, M. &. (2020). Analisis Peran Teknologi Sistem Informasi Dalam Pembelajaran
Kuliah Dimasa Pandemi Virus Corona. In Prosiding Seminar Nasional & Call for Paper STIE
AAS (hal. 157-168). Indonesia: Islamic Sustainability Reporting and Conventional
Sustainability Reporting.
Nahdi, D. S. ( 2020). Analisis literasi digital calon guru SD dalam pembelajaran berbasis
virtual classroom di masa pandemi covid-19. . Jurnal Cakrawala Pendas, 6(2),, 116-123.
Nur, A. S. (2021). Potret Pembelajaran Matematika pada Masa Pandemi. . Jurnal Pendidikan
Matematika (Jupitek), 4(1), 27-35.
Padmo, D. &. (2002). Media dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh. . Dr. Setij adi MA,
36., 36.
Stefanile, A. ( 2022). Teaching and Learning During the COVID-19 Pandemic and Outlook
for the Future. . In Oxford Research Encyclopedia of Education, 1-14.
Suhairi, S. &. ( 2021). Model Manajemen Pembelajaran Blended Learning pada Masa
Pandemi Covid-19. . Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 6(4),, 1977-1996.
Utami, K. B. (2019). Efektifitas Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Menggunakan Model
Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) Terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa Kelas XI IIS SMA Ekasakti Padang. . journal of residu, 3, -.
Yusri, A. Y. (2017). Profil Pemahaman Konsep Nilai Tempat Ditinjau Dari Kemampuan
Awal Matematika Pada Siswa Kelas III SDN 133 Takalala Soppeng. Mosharafa: Jurnal
Pendidikan Matematika, 6(1), 141-152.