Anda di halaman 1dari 8

Lamon dika epasrae panggabayan

Ampon mare apeker


Terang kaekona
Ad janji marantaa
Pon pon brinto tarongguwi
Anggap tanggungan
Ma ta malo da oreng
(Asmoro, 1950 ; 19)

Artinya:
(Jika kamu mendapat beban pekerjaan, sudah selesai dipikir, tentang seluk-beluknya kerja,
usaha untuk menyelesaikan, jika demikian haruslah serius, bekerja dengan penuh tanggung
jawab, agar tidak mengecewakan orang).

***

Mundur kang dadi tata krama


(Mundur (menjauhi) dari etika)
Dur iku duratmoko duroko dursila
(Dur, itu pencuri, penjahat tak beretika)
Dur iku durmogati dursosono duryudono
(Dur, seperti Durmogati, Dursasana, Duryudana)
Dur udur tan mampu nimbang rasa
(Dur, mau menang sendiri, tak menimbang rasa)
Dur udur paribasan pari kena
(Dur, perumpamaan sekenanya)
Maknane nglaras rasa jroning durma
(Itu perumpamaan Durma)
Sinom dhandanggula kang sinedya
(Remaja dalam mimpi-mimpi indah)
Lali purwaduksina kelon asmaradana
(Lupa segalanya berpeluk asmara)
Lali wangsiting ibu lan rama
(Lupa pesan Ibu Bapaknya)
Mangkono werdine gambuh durma
(Seperti perumpamaan Gambuh dan Durma)
Amelet wong enom ing ngarcapada
(Yang selalu memikat semua kaum remaja dalam kehidupan di muka bumi)
Pan mangkono
(Seperti itu)
Jarwane paribasan parikena
(Maksud pengertian sekenanya)

9. Tembang Pangkur

tembang pangkur egyptianstreets.com

Arti Tembang Pangkur


Pangkur yang juga berarti mungkur (mundur/ mengundurkan diri), memberi gambaran bahwa
manusia mempunyai fase dimana ia akan mulai mundur dari kehidupan ragawi dan menuju
kehidupan jiwa atau spiritualnya. Pangkur atau mungkur dapat diartikan juga menyingkirkan
hawa nafsu angkara murka, nafsu negatif yang menggerogoti jiwa kita.

Menyingkirkan nafsu-nafsu angkara murka, memerlukan riyadhah/ upaya yang sungguh-


sungguh, dan khususnya pada bulan Ramadhan, saat itulah kita gembleng hati kita agar bisa
meminimalisasi serta mereduksi nafsu-nafsu angkara yang telah mengotori dinding-dinding
kalbu kita.

Watak Tembang Pangkur

Tembang macapat pangkur banyak digunakan pada tembang-tembang yang bernuansa Pitutur
(nasihat), pertemanan, dan cinta. Baik rasa cinta kepada anak, pendamping hidup, Tuhan dan
alam semesta.

Banyak yang memaknai tembang macapat pangkur sebagai salah satu tembang yang
berbicara tentang seseorang yang telah menginjak usia senja, dimana orang tersebut mulai
mungkur atau mengundurkan diri dari hal-hal keduniawian. Oleh karena itu sangat banyak
tembang-tembang macapat pangkur yang berisi nasihat-nasihat pada generasi muda.

Aturan Tembang Pangkur

Memiliki Guru Gatra: 8 baris setiap bait (Artinya tembang Pangkur ini memiliki 8
larik atau baris kalimat)

Memiliki Guru Wilangan: 8, 11, 8, 7, 12, 8, 8 (Artinya baris pertama terdiri dari 8
suku kata, baris kedua berisi 11 suku kata, dan seterusnya)

Memiliki Guru Lagu: a, i, u, a, u, a, i (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal a,


baris kedua berakhir vokal i, dan seterusnya)

Contoh Tembang Pangkur

Tembang Pangkur memiliki kaidah/ Wewaton: 8a 11i 8u 7a 12u 8a 8i


Seperti contoh berikut ini:

Salah satu contoh tembang macapat pangkur yang populer di masyarakat adalah karya
KGPAA Mangkunegoro IV yang tertuang dalam Serat Wedatama, pupuh I, yakni :

Mingkar-mingkuring ukara
(Membolak-balikkan kata)
Akarana karenan mardi siwi
(Karena hendak mendidik anak)
Sinawung resmining kidung
(Tersirat dalam indahnya tembang)
Sinuba sinukarta
(Dihias penuh warna )
Mrih kretarta pakartining ilmu luhung
(Agar menjiwai hakekat ilmu luhur)
Kang tumrap ing tanah Jawa
(Yang ada di tanah Jawa/nusantara)
Agama ageming aji.
(Agama pakaian diri)

Dari tembang macapat pangkur diatas dapat ditafsirkan bahwa, perlu memilih dan
menggunakan kata-kata yang bijak dalam mendidik anak. Dari cara bertutur orang tua harus
bisa menjadi contoh yang baik, karena dengan kata-kata yang baik tentu akan lebih nyaman
untuk didengarkan.

Mendidik bisa melalui tembang yang dirangkai indah agar menarik, sehingga semua nasihat-
nasihat tentang ilmu luhur yang ada di tanah jawa dapat dihayati, dan agama bisa menjadi
salah satu ajaran dalam kehidupan diri.

Dalam serat Wedhatama pupuh I ini, KGPAA Mangkunegoro IV memberi sebuah gambaran
akan pentingnya manusia untuk selalu belajar agar dapat menguasai ilmu luhur. Yang
dimaksut dengan ilmu luhur dalam konteks kekinian tentu cerdas secara intelektual (IQ),
cerdas secara emosi dan spiritual (ESQ).

Cerdas secara intelektual berarti dia pandai dalam menggunakan logika-logika, sedangkan
cerdas secara emosi dan spiritual berarti ia mampu mengelola emosi, sikap, mampu
membawa diri, dan memiliki kesadaran tinggi atas dirinya dengan lingkungan dan Tuhannya.

Tembang macapat pangkur di atas hanya merupakan tembang pembuka dalam serat
Wedhatama Pupuh I Pangkur. Dalam bait-bait tembang berikutnya KGPAA Mangkunegoro
IV dengan jelas juga memberi gambaran tentang perbedaan orang-orang yang berilmu luhur
dengan orang yang kurang ilmu.

Jinejer ing Wedhatama


(Tersaji dalam serat Wedhatama)
Mrih tan kemba kembenganing pambudi
(Agar jangan miskin budi pekerti)
Mangka nadyan tuwa pikun
(Padahal meskipun tua dan pikun)
Yen tan mikani rasa
(bila tak memahami rasa)
Yekti sepi sepa lir sepah asamun
(Tentu sangat kosong dan hambar seperti ampas buangan)
Samasane pakumpulan
(Ketika dalam pergaulan)
Gonyak-ganyuk nglelingsemi.
(Terlihat bodoh memalukan)

***

Nggugu karsane priyangga,


(Menuruti kemauan sendiri)
Nora nganggo peparah lamun angling,
(Tanpa tujuan jika berbicara)
Lumuh ingaran balilu
(Tak mau dikatakan bodoh)
Uger guru aleman,
(Seolah pandai agar dipuji)
Nanging janma ingkang wus waspadeng semu,
(Namun manusia yang telah mengetahui akan gelagatnya)
Sinamun samudana,
(Malah merendahkan diri)
Sesadoning adu manis.
(Menanggapi semuanya dengan baik)

***

Si pengung nora nglegewa,


(Si bodoh tak menyadari)
Sangsayarda denira cacariwis,
(Semakin menjadi dalam membual)
Ngandhar-andhar angendukur,
(bicaranya ngelantur kesana-kemari)
Kandhane nora kaprah,
(Ucapannya salah kaprah)
Saya elok alangka longkangipun,
(Semakin sombong bicara tanpa jeda)
Si wasis waskitha ngalah,
(Si bijak mengalah)
Ngalingi marang sipingging.
(Menutupi ulah si bodoh)

***

Mangkono ilmu kang nyata,


(Begitulah ilmu yang benar)
Sanyatane mung we reseping ati,
(Sejatinya hanya untuk menentramkan hati)
Bungah ingaran cubluk,
(Senang jika dianggap bodoh)
Sukeng tyas yen den ina,
(Bahagia dihati bila dihina)
Nora kaya si punggung anggung gumunggung,
(Tak seperti Si bodoh yang haus pujian)
Ugungan sadina dina,
(Ingin dipuji tiap hari)
Aja mangkono wong urip.
(Jangan seperti itu manusia hidup)

***

Uripe sapisan rusak,


(Hidup sekali rusak)
Nora mulur nalare ting saluwir,
(Tidak berkembang akalnya berantakan)
Kadi ta guwa kang sirung,
(Seperti gua gelap yang angker)
Sinerang ing maruta,
(Diterjang angin)
Gumarenggeng anggereng anggung gumrunggung
(Bergemuruh bergema tanpa makna)
Pindha padhane si mudha,
(Seperti itulah anak muda kurang ilmu)
Prandene paksa kumaki.
(Namun sangat angkuh)

10. Tembang Megatruh

ilustrasi roh keluar dari jasad

Arti Tembang Megatruh

Megatruh atau megat/ pegat (berpisah) dan ruh berarti terpisahnya nyawa dari jasad kita,
terlepasnya Ruh/ Nyawa menuju keabadian (entah itu keabadian yang Indah di Surga, atau
keabadian yang Celaka yaitu di Neraka).

Kullu Nafsin Dzaaiqotul Maut, artinya Setiap Jiwa Pasti Akan Mati.
Kullu Man Alaiha Faan, artinya Setiap Manusia Pasti Binasa.

Akankah kita akan menjumpai kematian yang indah (Husnul Khotimah) ataukah sebaliknya?

Seperti kematian Pujangga kita WS Rendra, disaat bulan sedang bundar-bundarnya (bulan
Purnama) ditengah malam bulan Syaban tepat pada tanggal 6 Agustus atau tanggal 15
Syaban (Nisfu Syaban).

Diatas ranjang kematiannya, menjelang saat-saat Sakratul Mautnya dia bersyair:

Aku ingin kembali pada jalan alam


Aku ingin meningkatkan pengabdian pada Allah
Tuhan aku cinta pada-Mu

Watak Tembang Megatruh

Watak atau karakter tembang megatruh adalah tentang kesedihan dan kedukaan. Dimana
biasa untuk menggambarkan rasa putus asa dan kehilangan harapan.

Aturan Tembang Megatruh

Memiliki Guru Gatra: 5 baris setiap bait (Artinya tembang Pangkur ini memiliki 5
larik atau baris kalimat)
Memiliki Guru Wilangan: 12, 8, 8, 8, 8 (Artinya baris pertama terdiri dari 12 suku
kata, baris kedua berisi 8 suku kata, dan seterusnya)

Memiliki Guru Lagu: u, i, u, i, o (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal u,


baris kedua berakhir vokal i, dan seterusnya)

Contoh Tembang Megatruh

Tembang Megatruh memiliki kaidah/ Wewaton: 12u 8i 8u 8i 8o


Seperti contoh berikut ini:

Kabeh iku mung manungsa kang pinujul


Marga duwe lahir batin
Jroning urip iku mau
Isi ati klawan budi
Iku pirantine ewong

***

Sigra milir kang gthk sinangga bajul


Kawan dasa kang njagni
Ing ngarsa miwah ing pungkur
Tanapi ing kanan kring
Kang gthk lampahnya alon
(Babad Tanah Jawi, Yasadipura)

11. Tembang Pocung

tembang pocung id.islamkingdom.com

Arti Tembang Pocung

Kata Pocung atau Pucung berasal dari kata pocong yang menunjukkan kondisi ketika
seseorang sudah meninggal maka ia akan dibungkus dengan kain putih atau dipocong
sebelum dikebumikan. Filosofi dari tembang pocong ini menunjukkan adanya sebuah ritual
untuk melepaskan kepergian seseorang.

Manakala yang tertinggal hanyalah jasad belaka, dibungkus dalam balutan kain kafan/ mori
putih, diusung dipanggul laksana raja-raja, itulah prosesi penguburan jasad kita menuju liang
lahat, rumah terakhir kita didunia.

Innaka Mayyitun Wainnahum Mayyituuna, artinya Sesungguhnya kamu itu akan mati
dan mereka juga akan mati.

Watak Tembang Pocung


Watak atau karakter tembang pocung ini bisa dikatakan tentang kebebasan, dan juga tindakan
sesuka hati. Dimana tembang pocung ini sering digunakan untuk menceritakan lelucon dan
berbagai nasehat.

Aturan Tembang Pocung

Memiliki Guru Gatra: 4 (Artinya tembang Pocung ini memiliki 5 larik atau baris
kalimat)

Memiliki Guru Wilangan: 12, 6, 8, 12 (Artinya baris pertama terdiri dari 12 suku kata,
baris kedua berisi 6 suku kata, dan seterusnya)

Memiliki Guru Lagu: u, a, i, a (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal u, baris
kedua berakhir vokal a, dan seterusnya)

Contoh Tembang Pocung

Tembang Pocung memiliki kaidah/ Wewaton: 12u 6a 8i 12a


Seperti contoh berikut ini:

Ngelmu iku kalakone kanthi laku


(Ilmu itu hanya dapat diraih dengan cara dilakukan dalam perbuatan)
Lekase lawan kas
(Dimulai dengan kemauan)
Tegese kas nyantosani
(Artinya kemauan yang menguatkan)
Setya budaya pangekese dur angkara
(Ketulusan budi dan usaha adalah penakluk kejahatan)

***

Angkara gung neng angga anggung gumulung


(Kejahatan besar di dalam tubuh kuat menggelora)
Gegolonganira
(Menyatu dengan diri sendiri)
Triloka lekeri kongsi
(Menjangkau hingga tiga dunia)
Yen den umbar ambabar dadi rubeda.
(Jika dibiarkan akan berkembang menjadi bencana)

***

Beda lamun kang wus sengsem reh ngasamun


(Tetapi berbeda dengan yang sudah suka menyepi)
Semune ngaksama
(Tampak sifat pemaaf)
Sasamane bangsa sisip
(Antar manusia yang penuh salah)
Sarwa sareh saking mardi martatama
(Selalu sabar dengan jalan mengutamakan sikap rendah hati)
***

Taman limut durgameng tyas kang weh limput


(Dalam kabut kegelapan, angkara dihati yang selalu menghalangi)
Karem ing karamat
(Larut dalam kesakralan hidup)
Karana karoban ing sih
(Karena temggelam dalam kasih sayang)
Sihing sukma ngrebda saardi pengira
(Kasih sayang sukma (sejati) tumbuh berkembang sebesar gunung)

***

Yeku patut tinulat tulat tinurut


(Sebenarnya itulah yang pantas dilihat, dicontoh dan patut diikuti)
Sapituduhira
(Sebagai nasehatku)
Aja kaya jaman mangkin
(Jangan seperti zaman nanti)
Keh pra mudha mundhi diri Rapal makna
(Banyak anak muda menyombongkan diri dengan hafalan arti)

***

Durung becus kesusu selak besus


(Belum mumpuni tergesa-gesa untuk berceramah)
Amaknani rapal
(Mengartikan hafalan)
Kaya sayid weton mesir
(Seperti sayid dari Mesir)
Pendhak pendhak angendhak Gunaning jalma
(Setiap saat meremehkan kemampuan orang lain)

Anda mungkin juga menyukai