Anda di halaman 1dari 3

Pocung atau pucung merupakan tembang macapat yang biasanya digunakan untuk

mengingat pada kematian, karena dekat dengan kata “Pocong” yang mana akan dibungkus kain
kafan atau dipocong sebelum dikebumikan. Tembang pucung juga memiliki arti woh-wohan
atau dalam bahasa Indonesia berarti buah-buahan yang memberi kesegaran. Ucapan cung
dalam kata pocung cenderung mengarah pada hal-hal yang bersifat lucu, yang dapat
menimbulkan kesegaran, misal kucung dan kacung. Tembang pucung ini sering digunakan
untuk menceritakan lelucon. Tembang macapat Pucung selain memiliki watak jenaka, berisi
tebak-tebakan dan hal-hal lucu lainnya, tembang ini juga banyak digunakan untuk memberi
nasihat, berisi berbagai ajaran untuk manusia agar mampu membawa diri agar dapat
mengarungi kehidupan secara harmonis lahir dan batin.
Berikut ini merupakan salah satu contoh macapat Pucung beserta artinya yang diambil
dari Serat Wedhatama karya Gusti Pangeran Adipati Arya Sri Mangkunegoro IV, Raja
Surakarta. Dalam tembang Pucung ini memuat berbagai pesan tentang pentingnya seseorang
menuntut ilmu secara tuntas. Ilmu tidak hanya dikuasai melalui hafalan semata, namun harus
benar-benar dikuasai, dimengerti dan dijalankan dengan kesungguhan dalam kehidupan nyata.

Ngelmu iku kalakone kanthi laku


(Ilmu itu hanya dapat diraih dengan cara dilakukan dalam perbuatan)
Lekase lawan kas
(Dimulai dengan kemauan)
Tegese kas nyantosani
(Artinya kemauan yang menguatkan)
Setya budaya pangekese dur angkara
(Ketulusan budi dan usaha adalah penakluk kejahatan)
—————
Angkara gung neng angga anggung gumulung
(Kejahatan besar di dalam tubuh kuat menggelora)
Gegolonganira
(Menyatu dengan diri sendiri)
Triloka lekeri kongsi
(Menjangkau hingga tiga dunia)
Yen den umbar ambabar dadi rubeda.
(Jika dibiarkan akan berkembang menjadi bencana)
——————
Beda lamun kang wus sengsem reh ngasamun
(Tetapi berbeda dengan yang sudah suka menyepi)
Semune ngaksama
(Tampak sifat pemaaf)
Sasamane bangsa sisip
(Antar manusia yang penuh salah)
Sarwa sareh saking mardi martatama
(Selalu sabar dengan jalan mengutamakan sikap rendah hati)
——————–
Taman limut durgameng tyas kang weh limput
(Dalam kabut kegelapan, angkara dihati yang selalu menghalangi)
Karem ing karamat
(Larut dalam kesakralan hidup)
Karana karoban ing sih
(Karena temggelam dalam kasih sayang)
Sihing sukma ngrebda saardi pengira
(Kasih sayang sukma (sejati) tumbuh berkembang sebesar gunung)
——————
Yeku patut tinulat tulat tinurut
(Sebenarnya itulah yang pantas dilihat, dicontoh dan patut diikuti)
Sapituduhira
(Sebagai nasehatku)
Aja kaya jaman mangkin
(Jangan seperti zaman nanti)
Keh pra mudha mundhi diri Rapal makna
(Banyak anak muda menyombongkan diri dengan hafalan arti)
——————
Durung becus kesusu selak besus
(Belum mumpuni tergesa-gesa untuk berceramah)
Amaknani rapal
(Mengartikan hafalan)
Kaya sayid weton mesir
(Seperti sayid dari Mesir)
Pendhak pendhak angendhak Gunaning jalma
(Setiap saat meremehkan kemampuan orang lain)

Pucung memberi pesan bahwa Ilmu yang baik tentu akan sangat berguna dan membawa
manfaat untuk diri sendiri dan orang lain, ilmu bisa membawa perubahan yang lebih baik, dan
bahkan ilmu yang didasari dengan budi pekerti yang luhur juga akan dapat mengalahkan
berbagai sifat jahat di dunia ini. Menurut Pucung, sifat-sifat jahat yang ada selama ini
sesungguhnya bersarang dalam diri sendiri, berada dalam pribadi setiap manusia. Apabila
setiap pribadi dapat merefleksi diri, mengembangkan cinta kasih, menanamkan budi pekerti,
maka ia akan menjadi sosok yang rendah hati, penyabar dan pemaaf. Sikap-sikap pamer dan
menyombongkan kemampuan yang tidak seberapa, meremehkan orang lain menjadi musuh
utama dalam diri pribadi setiap orang.

Anda mungkin juga menyukai