Anda di halaman 1dari 21

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Tanaman Kelapa Sawit


Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial

Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat bibit kelapa sawit yang dibawa oleh

Mauritius dari Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman Kelapa Sawit

mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911 di Aceh dan

Sumatera Utara oleh Adrien Hallet, seorang berkebangsaan Belgia. Luas kebun kelapa

sawit terus bertambah dari tahun ke tahun.

Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli)

dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor

minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara eropa, kemudian

tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton.

Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami

perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor negara Afrika

pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang dialami oleh Indonesia tidak diikuti

dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil perolehan ekspor minyak sawit

hanya meningkatkan perekonomian negara asing termasuk Belanda.

Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami

kemunduran. Secara keseluruhan produksi perkebunan kelapa sawit terhenti. Lahan

perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada

sehingga produksi minyak sawit Indonesia pun hanya mencapai 56.000 ton pada tahun

1948/1949. Pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.

Universitas Sumatera Utara


Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus

dari famili Palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur ini

berasal dari Amerika. Brazil dipercaya sebagai tempat dimana pertama kali kelapa

sawit tumbuh. Dari tempat asalnya, tanaman ini menyebar ke Afrika, Amerika

Equatorial, Asia Tenggara dan Pasifik Selatan.

Kelapa sawit di Indonesia diintroduksi pertama kali oleh Kebun Raya pada

tahun 1884 dari Mauritius (Afrika). Saat itu Johannes Elyas Teysmann yang menjabat

sebagai Direktur Kebun Raya. Hasil introduksi ini berkembang dan merupakan induk

dari perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara. Pohon induk ini telah mati pada 15

Oktober 1989, tapi anakannya bisa dilihat di Kebun Raya Bogor. Perkebunan kelapa

sawit pertama dibangun di Tanahitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt seorang

Jerman pada tahun 1911.

Pulau Sumatera terutama Sumatera Utara, Lampung dan Aceh merupakan

pusat penanaman kelapa sawit yang pertama kali terbentuk di Indonesia, namun

demikian sentra penanaman ini berkembang ke Jawa Barat (Garut selatan, Banten

Selatan), Kalimantan Barat dan Timur, Riau, Jambi, Irian Jaya. Pada tahun 1995 luas

perkebunan kelapa sawit adalah 2.025 juta, dan diperkirakan pada tahun 2005 luas

perkebunan menjadi 2.7 juta hektar dengan produksi minyak sebesar 9.9 ton/tahun

(http://seafast.ipb.ac.id/maksi/index.php?option=com_content&task=view&id=35&Ite

mid=25).

Universitas Sumatera Utara


2.2 Tanaman Kelapa Sawit

Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietas-varietas itu

dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buah; atau berdasarkan

warna kulit buahnya. Selain varietas-varietas tersebut, ternyata dikenal juga beberapa

varietas unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan, antara lain mampu

menghasilkan produksi yang lebih baik dibandingkan dengan varietas lain.

2.2.1 Pembagian Varietas Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah

Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah , dikenal lima varietas kelapa

sawit yaitu:

1. Dura

Tempurung cukup tebal antara 2-8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada

bagian luar tempurung. Daging buah relatif tipis dengan persentase daging buah

terhadap buah bervariasi antara 35-50%. Kernel (daging biji) biasanya besar dengan

kandungan minyak yang rendah.

2. Pisifera

Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada tetapi daging

buahnya tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan daging

biji sangat tipis. Jenis Pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan

jenis yang lain. Varietas ini dikenal sebagai tanaman betina yang steril sebab bunga

betina gugur pada fase dini. Oleh sebab itu, dalam persilangan dipakai sebagai pohon

induk jantan. Penyerbukan silang antara Pisifera dengan Dura akan menghasilkan

varietas Tenera.

Universitas Sumatera Utara


3. Tenera

Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu

Dura dan Pisifera. Varietas inilah yang banyak ditanam di perkebunan-perkebunan

pada saat ini. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0.5-4mm, dan

terdapat lingkaran serabut di sekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah

tinggi, antara 60-96%. Tandan buah yang dihasilkan oleh Tenera lebih banyak

daripada Dura, tetapi ukuran tandannya relatif lebih kecil.

4. Macro carya

Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya tipis sekali.

5. Diwikka-wakka

Varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya dua lapisan daging buah.

Diwikka-wakka dapat dibedakan menjadi diwikka-wakkadura, diwikka-

wakkapisifera, dan diwikka-wakkatenera. Dua varietas kelapa sawit yang disebutkan

terakhir ini jarang dijumpai dan kurang begitu dikenal di Indonesia.

Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan persentase

atau rendemen minyak yang dikandungnya. Rendemen minyak tertinggi terdapat pada

varietas Tenera yaitu sekitar 22-24%, sedangkan pada varietas Dura antara 16-18%.

Jenis kelapa sawit yang diusahakan tentu saja yang mengandung rendemen minyak

tinggi sebab minyak sawit merupakan hasil olahan yang utama. Sehingga tidak

mengherankan jika lebih banyak perkebunan yang menanam kelapa sawit dari varietas

Tenera.

2.2.2 Pembagian Varietas Berdasarkan Warna Kulit Buah

Ada 3 varietas kelapa sawit yang terkenal berdasarkan perbedaan warna kulitnya.

Varietas-varietas tersebut adalah:

Universitas Sumatera Utara


1. Nigrescens

Buah berwarna ungu sampai hitam pada waktu muda dan berubah menjadi

jingga kehitam-hitaman pada waktu masak. Varietas ini banyak di tanam di

perkebunan.

2. Virescens

Pada waktu muda buahnya berwarna hijau dan ketika masak warna buah

berubah menjadi jingga kemerahan, tetapi ujungnya tetap kehijauan. Varietas ini

jarang dijumpai di lapangan.

3. Albescens

Pada waktu muda buah berwarna keputih-putihan, sedangkan setelah masak menjadi

kekuning-kuningan dan ujungnya berwarna ungu kehitaman. Varietas ini juga jarang

dijumpai.

2.2.3 Varietas Unggul

Pada saat ini, telah dikenal beberapa varietas unggul kelapa sawit yang dianjurkan

untuk ditanam di perkebunan. Varietas-varietas unggul tersebut dihasilkan melalui

hibridisasi atau persilangan buatan antara varietas Dura sebagai induk betina dengan

varietas Pisifera sebagai induk jantan. Terbukti dari hasil pengujian yang dilakukan

selama bertahun-tahun, bahwa varietas-varietas tersebut mempunyai kualitas dan

kuantitas yang lebih baik dibandingkan varietas lainnya.

Salah satu sumber benih kelapa sawit di Indonsia adalah Pusat Penelitian

Perkebunan Marihat yang berkedudukan di Pematang Siantar. Pusat Penelitian

tersebut antara lain melakukan peningkatan mutu benih secara berkesinambungan

(Tim Penulis,2000).

Universitas Sumatera Utara


Kelapa sawit terdiri daripada dua spesies Arecaceae atau famili palma yang

digunakan untuk pertanian komersil dalam pengeluaran minyak kelapa sawit. Kelapa

sawit afrika, Elaeis guineensis, berasal dari Afrika barat di antara Angola dan Gambia,

manakala kelapa sawit amerika, Elaeis oleifera, berasal dari Amerika Tengah dan

Amerika Selatan. Pokok yang matang mempunyai satu batang pokok yang tunggal

dan tumbuh sehingga 20 meter tingginya. Daunnya merupakan daun majemuk yang

anak-anak daunnya tersusun lurus pada kedua belah tulang daun utama seolah-olah

bulu dan mencapai 3 hingga 5 meter panjangnya. Pokok yang muda menghasilkan

lebih kurang 30 daun setiap tahun, dengan pokok yang matang yang melebihi 10 tahun

menghasilkan lebih kurang 20 daun. Bunganya berbentuk rumpun yang padat. Setiap

bunganya kecil saja, dengan tiga sepal dan tiga kelopak. Buahnya memakan 5 hingga

6 bulan untuk masak dari masa pendebungaan. Ia terdiri daripada lapisan luar yang

berisi dan berminyak (perikarp), dengan biji tunggal (isirung) yang juga kaya dengan

minyak. Pembiakannya adalah melalui penyemaian biji-biji

(http://wapedia.mobi/ms/Kelapa_Sawit).

2.3. Pengolahan Kelapa Sawit

Pada pengolahan minyak dan lemak, pengerjaan yang dilakukan tergantung pada sifat

alami minyak atau lemak tersebut dan juga tergantung dari hasil akhir yang

dikehendaki.

Universitas Sumatera Utara


Skema pengolahan minyak dan lemak:

EKSTRAKSI

PENJERNIHAN

PEMUCATAN

DEODORISASI HIDROGENASI WINTERISASI

PEMUCATAN DEODORISASI

DEODORISASI INTERESTERIFIKASI

PLASTICIZING PEMURNIAN

EKSTRAKSI

Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang

diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun cara ekstraksi ini bermacam-macam,

yaitu rendering ( dry rendering dan wet rendering ), mechanical expression dan

solvent extraction.

RENDERING

Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga

mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara

rendering, penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik, yang bertujuan untuk

menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel

Universitas Sumatera Utara


tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung di

dalamnya.

Menurut pengerjaannya rendering dibagi dalam dua cara yaitu : 1) wet

rendering dan 2) dry rendering.

Wet Rendering

Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama

berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel yang terbuka atau

tertutup dengan menggunakan temperatur yang tinggi serta tekanan 40 sampai 60

pound tekanan uap (40-60 psi). Penggunaan temperatur rendah dalam proses wet

rendering dilakukan jika diinginkan flavor netral dari minyak atau lemak. Bahan

yang akan diekstraksi ditempatkan pada ketel yang diperlengkapi dengan alat

pengaduk, kemudian air ditambahkan dan campuran tersebut dipanaskan perlahan-

lahan sampai suhu 50C sambil diaduk. Minyak yang terekstraksi akan naik ke atas

dan kemudian dipisahkan. Proses wet rendering dengan menggunakan temperatur

rendah kurang begitu populer, sedangkan proses wet rendering dengan

mempergunakan temperatur yang tinggi disertai tekanan uap air, dipergunakan untuk

menghasilkan minyak atau lemak dalam jumlah yang besar. Peralatan yang

dipergunakan adalah autoclave atau digester. Air dan bahan yang akan di ekstraksi

dimasukkan ke dalam digester dengan tekanan uap air sekitar 40 sampai 60 pound

selama 4-6 jam.

Dry Rendering

Dry rendering adalah cara rendering tanpa penambahan air selama proses

berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan diperlengkapi

dengan steam jacket serta alat pengaduk (agitator). Bahan yang diperkirakan

mengandung minyak atau lemak dimasukkan ke dalam ketel tanpa penambahan air.

Universitas Sumatera Utara


Bahan tadi dipanasi sambil diaduk. Pemanasan dilakukan pada suhu 220F sampai

230F (105C-110C). Ampas bahan yang telah diambil minyaknya akan diendapkan

pada dasar ketel. Minyak atau lemak yang dihasilkan dari ampas yang telah

mengendap dan pengambilan minyak dilakukan dari bagian atas ketel.

PENGEPRESAN MEKANIS (MECHANICAL EXPRESSION)

Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak, terutama

untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan

minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30-70 persen). Pada pengepresan

mekanis ini diperlukan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari

bijinya. Perlakuan pendahuluan tersebut mencakup pembuatan serpih. Perajangan dan

penggilingan serta tempering atau pemasakan.

Dua cara yang umum dalam pengperesan mekanis, yaitu : 1) pengepresan

hidraulik ( hydraulic pressing) dan 2) pengepresan berulir (expeller pressing)

(Ketaren, 1986).

Pemurnian dan Penjernihan Minyak Sawit

Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih berupa

minyak sawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa partikel-partikel dari

tempurung dan serabut serta 40-45% air.

Agar diperoleh minyak sawit yang bermutu baik, minyak sawit kasar tersebut

mengalami pengolahan lebih lanjut. Minyak sawit yang masih kasar kemudian

dialirkan ke dalam tangki minyak kasar (Crude Oil Tank) dan setelah melalui

pemurnian atau klarifikasi yang bertahap, maka akan dihasilkan minyak sawit mentah

(Crude Palm Oil, CPO). Proses penjernihan dilakukan untuk menurunkan kandungan

air di dalam minyak. Minyak sawit ini dapat di tampung dalam tangki-tangki

penampungan dan siap di pasarkan atau mengalami pengolahan lebih lanjut sampai

Universitas Sumatera Utara


dihasilkan minyak sawit murni (Processed Palm Oil, PPO) dan hasil olahan lainnya.

Sedangkan sisa olahan yang berupa lumpur, masih dapat dimanfaatkan dengan proses

daur ulang untuk diambil minyak sawitnya.

Pengeringan dan Pemecahan Biji

Biji sawit yang telah dipisah pada proses pengadukan diolah lebih lanjut untuk

diambil minyaknya. Sebelum dipecah, biji-biji sawit dikeringkan dalam silo, minimal

14 jam dengan sirkulasi udara kering pada suhu 50C. Akibat proses pengeeringan ini,

inti sawit akan mengerut sehingga memudahkan pemisahan inti sawit dari

tempurungnya. Biji-biji sawit yang sudah kering kemudian dibawa ke alat pemecah

biji.

Pemisahan Inti Sawit Dari Tempurung

Pemisahan inti sawit dari tempurungnya berdasrkan perbedaan berat jenis (BJ) antara

inti sawit dan tempurung. Alat yang digunakan disebut hydrocyclone separator.

Dalam hal ini, inti dan tempurung dipisahkan oleh aliran air yang berputar dalam

sebuah tabung. Atau dapat juga dengan mengapungkan biji-biji yang telah pecah

dalam larutan lempung yang mempunyai BJ 1.16. Dalam keadaan ini inti sawit akan

terpisah dengan tempurungnya, inti sawit mengapung sedangkan tempurung

tenggelam. Proses selanjutnya adalah pencucian inti sawit dan tempurung sampai

bersih.

Untuk menghindari kerusakan akibat mikroorganisme, maka inti sawit harus

segera dikeringkan dengan suhu 80C. Setelah kering, inti sawit dapat dipak atau

diolah lebih lanjut, yaitu diekstraksi sehingga dihasilkan minyak inti sawit (Palm

Kernel Oil,PKO). Hasil samping pengolahan minyak inti sawit adalah bungkil inti

sawit ( Kernel Oil Cake,KOC) yang dimanfaatkan untuk pakan ternak.

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan tempurung dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar, sebagai

pengeras jalan, atau dibuat arang dalam industri pabrik bakar aktif (Tim

Penulis,2000).

2.4 Minyak Inti Sawit

Minyak kelapa sawit adalah minyak yang dihasilkan dari inti kelapa sawit (palm

kernel oil). Minyak kelapa sawit terutama dikenal sebagai bahan mentah minyak dan

lemak pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening,

margarin, dan minyak makan lainnya. Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh

dan asam lemak tidak jenuh yang ikatannya mudah dipisahkan dengan alkali.

Dengan kandungan karoten yang tinggi, minyak sawit merupakan sumber

provitamin A yang murah dibandingkan dengan bahan baku lainnya. Minyak sawit

dihasilkan dari proses ekstrasi bagian sabut buah dan biji buah kelapa sawit. Minyak

yang dihasilkan dari bagian kulit atau sabut tersebut dikenal dengan nama Crude Palm

Oil (CPO) dan bagian dari biji buahnya diseut Palm Kernel Oil (PKO).

Proses ekstrasi minyak kelapa sawit biasanya dilanjutkan dengan proses

bleaching (pemutihan) dan deodorizing (penghilangan bau) agar minyak tersebut

menjadi jernih, bening, dan tidak berbau atau biasa disebut refined, bleached and

deodorized (RBD) stearine dan olein. RBD olein dan stearin ini dengan proses

pemisahan akan dihasilkan bermacam-macam produk yang biasa disebut industri

oleochemical.

Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol,

dan memiliki kandungan kartoen tinggi. Minyak kelapa sawit selain diolah menjadi

bahan baku minyak goreng juga diolah menjadi bahan baku margarin

(http://yongkikastanyaluthana.wordpress.com/2008/12/16/minyak-sawit/).

Universitas Sumatera Utara


Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan

minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping ialah bungkil inti

kelapa sawit (palm kernel meal atau pellet).

Bungkil inti kelapa sawit adalah inti kelapa sawit yang telah mengalami proses

ekstraksi dan pengeringan. Sedangkan pellet adalah bubuk yang telah dicetak kecil-

kecil berbentuk bulat panjang dengan diameter kurang lebih 8 mm. Selain itu bungkil

kelapa sawit dapat digunakan sebagai makanan ternak.

Di Indonesia pabrik yang menghasilkan minyak inti kelapa sawit dan bungkil

inti kelapa sawit adalah pabrik Ekstraksi minyak kelapa sawit di Belawan-Deli.

Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 persen perikarp dan 20 persen buah yang

dilapisi kulit yang tipis; kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40 persen. Minyak

kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap.

Rata-rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada tabel.

Bahan yang tidak dapat disabunkan jumlahnya sekitar 0,3 persen.

Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti

Kelapa Sawit

Asam Lemak Minyak Kelapa Minyak Inti

Sawit(persen) Sawit (persen)

Asam Kaprilat - 3-4

Asam Kaproat - 3-7

Asam Laurat - 46-52

Asam Miristat 1,1-2,5 14-17

Asam Palmitat 40-46 6,5-9

Asam Stearat 3,6-4,7 1-2,5

Universitas Sumatera Utara


Asam Oleat 39-45 13-19

Asam Linoleat 7-11 0,5-2

Sumber : Eckey,S.W.(1955)

Minyak inti sawit yang baik, berkadar asam lemak bebas yang rendah dan

berwarna kuning terang serta mudah dipucatkan. Bungkil inti sawit diinginkan

berwarna relatif terang dan nilai gizi serta kandungan asam amino nya tidak berubah.

Tabel 2.2 Komposisi rata-rata inti sawit

Komponen Jumlah

Minyak 47 52

Air 68

Protein 7,5-9,0

Extractable non nitrogen 23 24

Selulosa 5

Abu 2

Sumber: Bailey,A.E.(1950)

Terdapat variasi komposisi inti sawit dalam hal padatan non minyak dan non

protein. Bagian yang disebut extractable non protein yang mengandung sejumlah

sukrosa, gula pereduksi dan pati. Tapi dalam beberapa contoh tidak mengandung pati.

(Ketaren, 1986).

2.4.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Minyak Inti Sawit

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu adalah kadar air dan kotoran, asam lemak

bebas, bilangan peroksida dan daya pemucatan. Faktor-faktor lain adalah titik cair,

kandungan gliserida padat, refining loss, plasticity dan spreadability, sifat transparan,

Universitas Sumatera Utara


kandungan logam berat dan bilangan penyabunan. Semua faktor-faktor ini perlu di

analisis untuk mengetahui mutu minyak inti kelapa sawit.

Bentuk inti sawit bulat padat atau agak gepeng berwarna cokelat hitam. Inti

sawit mengandung lemak, protein, serat, dan air. Pada pemakaiannya lemak yang

terkandung di dalamnya (disebut minyak inti sawit) dan sisanya atau bungkilnya yang

kaya protein dipakai sebagai bahan makanan ternak. Kadar minyak dalam inti kering

adalah 44-5%.

Minyak inti sawit juga dapat mengalami hidrolisis. Hal ini lebih mudah terjadi

pada inti pecah dan inti berjamur. Faktor yang menentukan pada peningkatan kadar

ALB minyak inti sawit adalah kadar asam permulaan, proses pengeringan yang tidak

baik, kadar air akhir dalam inti sawit kering, dan kadar inti pecah. Inti sawit pecah

yang basah akan menjadi tempat biakan mikroorganisme (jamur).

Dalam keadaan normal kadar ALB permulaan minyak inti sawit tidak lebih

dari 0.5%, sedangkan pada akhir pengolahannya tidak lebih dari 1%. Dengan

demikian kenaikan kadar ALB selama dan akibat pengolahannya hanya 0.5%. Jadi

pembentukan ALB lebih banyak terjadi pada penimbunan yaitu jika tempat

penimbunannya lembab dan atau kadar air inti sawit terlalu tinggi melebihi kadar air

kesetimbangan terhadap lembab nisbi udara sekitarnya (di daerah tropika sekitar 7-

8%).

Pada suhu tinggi inti sawit dapat mengalami perubahan warna. Minyaknya

akan berwarna lebih gelap dan lebih sulit dipucatkan. Suhu tertinggi pada pengolahan

minyak sawit adalah pada perebusan, yaitu sekitar 130C. Suhu kerja maksimum

dibatasi setinggi itu untuk menghindarkan terlalu banyak inti yang berubah warna.

Berondolan dan buah yang lebih tipis daging buahnya atau lebih tipis cangkangnya

adalah lebih peka terhadap suhu tinggi tersebut (Mangoensoekarjo, 2003).

Universitas Sumatera Utara


2.4.2 Standar Mutu Minyak Inti Sawit

Akhir-akhir ini minyak sawit berperan cukup penting dalam perdagangan dunia.

Berbagai industri, baik pangan maupun nonpangan, banyak yang menggunakannya

sebagai bahan baku. Berdasarkan peranan dan kegunaan minyak sawit itu, maka mutu

dan kualitasnya harus diperhatikan sebab sangat menentukan harga dan nilai

komoditas ini.

Di dalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan

menjadi dua arti. Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar-benar

murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit dalam arti

yang pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, antara lain titik

lebur angka penyabunan, dan bilangan iodium. Sedangkan yang kedua, yaitu mutu

minyak sawit dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini syarat

mutunya diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu Internasional, yang meliputi

kadar asam lemak bebas (ALB), air, kotoran, logam, besi, logam tembaga, peroksida,

dan ukuran pemucatan. Dalam dunia perdagangan, mutu minyak sawit dalam arti yang

kedua lebih penting.

Industri pangan maupun nonpangan selalu menghendaki minyak sawit dalam

mutu yang terbaik, yaitu minyak yang dalam keadaam segar, asli, murni dan tidak

tercampur bahan tambahan lain seperti kotoran, air, logam-logam (dari alat-alat

selama pemrosesan), dan lain-lain. Adanya bahan- bahan yang tidak semestinya

terikut dalam minyak sawit ini akan menurunkan mutu dan harga jualnya.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.3 Standar Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit dan Inti Sawit

Karakteristik Minyak Inti Sawit Minyak Inti Keterangan

Sawit Sawit

Asam Lemak Bebas 5% 3.5% 3.5% Maksimal

Kadar Kotoran 0.5% 0.02% 0.02% Maksimal

Kadar Zat Menguap 0.5% 7.5% 0.2% Maksimal

Bilangan Peroksida 6 meq - 2.2 meq Maksimal

Bilangan Iodin 44-58 mg/gr - 10.5-18.5 mg/gr -

Kadar Logam (Fe,Cu) 10 ppm - - -

Lovibond 3-4 R - - -

Kadar Minyak - 47% - Minimal

Kontaminasi - 6% - Maksimal

Kadar Pecah - 15% - Maksimal

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (1989)

Dalam perdagangan Internasional standard mutu barang yang diperdagangkan

haruslah sesuai dengan standard internasional pula. Maka dalam perdagangan eksport-

import minyak sawit digunakan standard mutu yang berbeda berdasarkan atas

standard mutu internasional (Tim Penulis, 2000).

Berikut ini spesifikasi standard mutu minyak inti sawit kasar (CPKO)

berdasarkan MEOMA ( Malayan Edible Manufacturers Association) sebagai suatu

acuan terhadap standard mutu untuk minyak inti sawit yang akan dieksport.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.4 Spesifikasi Mutu Minyak Inti Sawit Menurut MEOMA

Karakteristik Minyak Inti Sawit Keterangan

Asam Lemak Bebas (sebagai laurat) 5.0% Maksimum

Moisture&Impurities 0.5% Maksimum

Bilangan Iodin (Wijs) 18 mg/gr Saat dalam kapal

Sumber : P.T. Palmcoco Laboratories

2.5 Minyak dan Lemak

Lemak dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida merupakan bagian terbesar

dari kelompok lipida. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil kondensasi satu

molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Di alam, bentuk gliserida yang lain

yaitu digliserida dan monogliserida hanya terdapat sangat sedikit pada tanaman.

Dalam dunia perdagangan, lebih banyak dikenal digliserida dan monogliserida yang

dibuat dengan sengaja dari hidrolisa tidak lengkap trigliserida dan banyak dipakai

dalam teknologi makananan misalnya sebagai bahan pengemulsi, penstabil dan lain-

lain keperluan (Sudarmadji , 1996).

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasilgliserol, kedua istilah ini

berarti triester (dari) gliserol. Perbedaan antara suatu lemak dan suatu minyak

bersifat sebarang: pada temperatur kamar lemak berbentuk padat dan minyak bersifat

cair. Sebagian besar gliserida pada hewan adalah berupa lemak, sedangkan gliserida

dalam tumbuhan cenderung berupa minyak; karena itu biasa terdengar ungkapan

lemak hewani (lemak babi, lemak sapi) dan munyak nabati (minyak jagung, minyak

bunga matahari) (Fessenden, 1986).

Salah satu jenis Lemak dan Minyak adalah minyak goreng. Minyak goreng

berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori

Universitas Sumatera Utara


bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu

pemanasan minyak sampai sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat

menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Hidrasi gliserol ini akan membentuk

aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu

minyak goreng tersebut. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol

bebas. Lemak yang telah digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan turun,

karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Karena itu untuk menekan terjadinya

hidrolisis, pemanasan lemak atau minyak sebaiknya dilakukan pada suhu yang tidak

terlalu tinggi dari seharusnya. Pada umumnya suhu penggorengan adalah 177-221C

(Winarno,1997).

2.5.1 Sifat Fisik Minyak dan Lemak

1. Zat Warna Alamiah

Zat warna yang termasuk golongan ini terdapat secara alamiah di dalam bahan

yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi.

Zat warna tersebut antara lain terdiri dari dan karoten, xanthofil, klorofil, dan

anthosianin. Zat warna ini menyebabkan miyak berwarna kuning, kuning kecoklatan,

kehijau-hijauan dan kemerah-merahan.

Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan oleh karotenoid yang

bersifat larut dalam minyak. Karotenoid merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak

jenuh, dan jika minyak dihidrogenasi, maka karoten tersebut juga ikut terhidrogenasi,

sehingga intensitas warna kuning berkurang. Karotenoid bersifat tidak stabil pada

suhu tinggi, dan jika minyak dialiri uap panas, maka warna kuning akan hilang.

Karotenoid tersebut tidak dapat dihilangkan dengan proses oksidasi.

Universitas Sumatera Utara


2. Bau Amis ( Fishy Flavor) Dalam Minyak Dan Lemal

Lemak atau bahan pangan berlemak, seperti lemak babi, mentega, krim, susu bubuk,

hati, dan bubuk kuning telur dapat menghasilkan bau tidak enak yang mirip dengan

bau ikan yang sudah basi (stalefish products).

Dalam susu, bau ini berasal dari bahan yang dimakan sapi, berupa beet top dan

hasil samping pada industri gula bit, yang mengandung persenyawaan betaine (trimetil

glisine). Begitu pula bahan makanan yang mengandung chlorin, menghasilkan susu

berbau amis.

Bau amis tersebut di atas dapat juga disebabkan oleh interaksi trimetil amin

oksida dengan ikatan rangkap dari lemak tidak jenuh.

3. Odor dan Flavor

Odor dan flavor pada minyak atau lemak selain terdapat secara alami, juga terjadi

karena pembentukan asam-asam yang sangat berantai sangat pendek sebagai hasil

penguraian pada kerusakan minyak atau lemak. Akan tetapi pada umumnya ordor dan

flavor ini disebabkan oleh komponen bukan minyak.

4. Kelarutan

Suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai nilai polaritas yang sama, yaitu

zat polar dalam pelarut bersifat polar dan tidak larut dalam pelarut non polar. Minyak

dan lemak tidak larut dalam air, kecuali minyak jarak (castor oil). Minyak dan lemak

hanya sedikit larut dalam alkohol, tetapi akan melarut sempurna dalam etil eter,

karbon disulfida dan pelarut-pelarut halogen. Ketiga jenis pelarut ini memiliki sifat

non-polar sebagaimana halnya minyak dan lemak netral. Kelarutan dari minyak dan

lemak ini dipergunakan sebagai dasar untuk mengekstraksi minyak atau lemak dari

bahan yang diduga mengandung minyak.

Universitas Sumatera Utara


5.Bobot Jenis

Bobot jenis dari minyak dan lemak biasanya ditentukan pada temperatur 25C, akan

tetapi dalam hal ini dianggap penting juga untuk diukur pada temperatur 40C atau

60C untuk lemak yang titik cairnya tinggi.

6. Indeks Bias

Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan pada suatu

medium yang cerah. Indeks bias tersebut pada minyak dan lemak dipakai pada

pengenalan unsur-kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak.

2.5.2 Sifat Kimia Minyak Dan Lemak

Pada umumnya asam lemak jenuh dari minyak (mempunyai rantai lurus

monokarboksilat dengan jumlah atom karbon yang genap). Reaksi yang penting pada

minyak dan lemak adalah reaksi hidrolisa, oksidasi dan hidrogenasi.

1. Hidrolisa

Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan dirubah menjadi asam-asam

lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan

minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak

tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan

flavor dan bau tengik pada minyak tersebut.

2. Oksidasi

Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen

dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau

tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan

peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak

disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam

Universitas Sumatera Utara


lemak bebas. Rancidity terbentuk oleh aldehida bukan oleh peroksida. Jadi kenaikan

peroxida value (PV) hanya indikator dan peringatan bahwa minyak sebentar lagi akan

berbau tengik.

3. Hidrogenasi

Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan

ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak.

Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan

ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Setelah proses hidrogenasi selesai,

minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan cara penyaringan. Hasilnya

adalah minyak yang bersifat plastis atau keras, tergantung pada derajat kejenuhannya.

4. Esterifikasi

Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari

trigliserida dalam bentuk ester (Ketaren, 1986).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai