Anda di halaman 1dari 3

Gundul Gundul Pacul

Gundul gundul pacul cul, Gembelengan


Nyunggi nyunggi wakul kul, gembelengan
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar
Karya : NN

Lagu dolanan Gundul Gundul Pacul sering kita jumpai setiap mata pelajaran
Kesenian Daerah di Sekolah Dasar. Lagu dolanan khas jawa ini memang mudah sekali
dihafal oleh semua kalangan, dari anak kecil hingga dewasa. Konon lagu ini diciptakan pada
tahun 1400-an oleh Sunan Kalijaga dan teman-temannya yang masih remaja. Lagu yang
hanya berisi 4 bait ini mempunyai banyak sekali pesan moral dan arti filosofis yang dalam
dan sangat mulia. Makna dalam lagu ini sangat banyak, sehingga banyak juga macam
pemaknaan orang yang berbeda-beda. Berikut makna dari lagu tersebut, saya babarkan
menurut pendapat saya dan pendapat beberapa orang yang kemudian saya kumpulkan
maknanya.

Gundul gundul pacul gembelengan

Gundul, bisa dikatakan kepala plontos/gundul tanpa rambut.


Pacul, adalah alat untuk mencangkul bagi para petani.
Gembelengan, artinya besar kepala, sombong dan cengengesan (tidak pernah serius), dan
bermain-main dalam menggunakan kehormatannya.

Pesan moral untuk anak :


Menggambarkan seorang anak yang plontos kepalanya, nakal, cengegesan, semena-
mena dan tidak bertanggung jawab. Dia tidak menyadari siapa sesungguhnya dirinya, bahkan
dia tidak dapat memisahkan hitam putihnya hidup dan mencampuradukan hak
kewajibannnya. Sang anak ini tidak mencoba melihat dunia dengan sudut pandang yang lebih
luas dan menganggap dirinya yang paling benar, sehingga pantas dia itu gembelengan,
sombong dan tak tahu diri.

Pesan moral untuk para pemimpin rakyat :


Gundul adalah kepala plontos tanpa rambut. Kepala adalah lambang kehormatan dan
kemuliaan seseorang. Rambut adalah mahkota atau lambang keindahan kepala. Maka gundul
artinya kehormatan yang tanpa mahkota. Sedangkan pacul adalah cangkul yaitu alat petani
yang terbuat dari lempeng besi segi empat. Pacul adalah lambang kawula rendah yang
kebanyakan adalah rakyat petani. Jadi Gundul pacul berarti bahwa seorang pemimpin
sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota (jabatan), tetapi dia adalah pembawa pacul
(rakyat) untuk mencangkul (disejahterakan), jadi mengupayakan kesejahteraan bagi
rakyatnya.
Orang Jawa mengatakan pacul adalah papat kang ucul, yang artinya empat yang lepas.
Filosofi di balik itu adalah kemuliaan seseorang akan sangat tergantung empat hal, yaitu
bagaimana menggunakan mata, telinga, hidung dan mulutnya.

Bagian pertama, mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat. Telinga, digunakan untuk
mendengar nasehat. Hidung, digunakan untuk mencium wewangian kebaikan. Dan yang
keempat adalah mulut, digunakan untuk berkata-kata yang adil. Jika keempat hal tersebut
lepas, maka lepaslah kehormatannya.

Jadi, Gundul-Gundul Pacul artinya, orang yang di kepalanya sudah kehilangan


empat indera tersebut akan mengakibatkan perubahan sikap menjadi gembelengan atau
congkak.

Nyunggi nyunggi wakul gembelengan

Nyunggi berarti menyunggi atau membopong benda keatas.


Wakul, sebuah tempat untuk menyajikan nasi yang biasa tersaji di meja-meja makan
masyarakat Jawa. Wakul melambangkan kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan.
Gembelengan, artinya besar kepala, sombong dan cengengesan (tidak pernah serius), dan
bermain-main dalam menggunakan kehormatannya.

Pesan moral untuk anak :


Nyunggi nyunggi wakul, berarti sang anak masih tetap cengengesan, bandel dan tak
peduli ketika diatas kepalanya harus menyunggi wakul. Rasa memiliki dan rasa tanggung
jawab yang dibebankan kepadanya, dianggap angin belaka, semua terasa tak berguna, tak
berharga dan sia-sia meskipun dia memikul amanah kesejahteraan dan keadilan. Dan masih
tetap gembelengan

Pesan moral untuk para pemimpin rakyat:


Nyunggi nyunggi wakul-kul yang berarti menjunjung amanah rakyat atau membawa
banyak tanggung jawab dan selalu sambil gembelengan (sombong) dengan jabatannya.

Wakul ngglimpang segane dadi sak latar

Wakul, sebuah tempat untuk menyajikan nasi yang biasa tersaji di meja-meja makan
masyarakat Jawa. Wakul melambangkan kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan.
Ngglimpang, artinya tumpah atau jatuh.
Segane, sega artinya isi dari wakul, yaitu nasi. Segane berarti nasinya.
Dadi sak latar, artinya menjadi berantakan ke halaman rumah (latar).

Pesan moral untuk anak :


Tumpahlah wakul itu dan nasinya tersebar di halaman rumah. Akibat rasa sombong
anak tersebut, rasa ceroboh dan kianat itulah, kesejahteraan dan keadilan yang semestinya
menjadi tanggung jawabnya, akhirnya tidak pernah tergapai. Bahkan hancur berantakan dan
menjadi santapan semut-semut yang memang selalu berharap tumpahnya wakul itu.
Kepercayaan dan tanggung jawab yang diamanahkan kepada si anak, selalu tidak dijalankan
dengan benar.

Pesan moral untuk pemimpin:

Akhirnya wakul ngglimpang, sehingga amanah (wakul) jatuh dan tidak bisa
dipertahankan lagi. Dan Segane dadi sak latar yang mengakibatkan menjadi berantakan dan
sia-sia, tidak bisa bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat, serta menyusahkan dan
mengecewakan rakyat semua.

Jadi, kesimpulannya adalah jangan menyombongkan diri apabila telah mendapatkan


amanah maupun tanggung jawab. Amanah maupun tanggung jawab harus dijalankan
sebagaimana mestinya. Amanah harus dijunjung tinggi lebih atas dari pada kesombongan
dirinya. Apabila mencoba bermain-main atau mengabaikan amanah maupun tanggung jawab,
maka akan berakibat fatal bagi semua orang.

Sumber :
Harusnya Presiden SBY Terapkan Filosofi Gundul-gundul Pacul,
http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=23409 (diakses pada 29 April 2011)

Makna Tembang Gundul Pacul, http://modizstradlin17.blogspot.com/2011/03/makna-


tembang-gundul-gundul-pacul.html (diakses pada 29 April 2011)

Anda mungkin juga menyukai