Abstract: Ondel-ondel is a large puppet figure featured in Betawi folk performance of Jakarta, Indonesia.
Ondel-ondel is an icon of Jakarta. ondel-ondel are utilized for livening p festivals or for welcoming guest of
honor, usually in pairs. Ondel-ondel is one of a few Indonesian dolk performance that has survived
modernization and is still being regularly performed. The musical accompaniment for the ondel-ondel
performance varies with regions, occasions and groups of performance.
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang dan Identitas
Jurnal ini merupakan bagian dari program domestic case study yang merupakan salah satu tugas di
semester 3. Domestic case study adalah kegiatan akademik untuk mahasiswa D3 dan S1 yang dikemas
diluar kelas sambil melakukan suatu seminar dan observasi dilapangan untuk wilayah dalam negeri
dengan berorientasi pada 3 pilar pengembangan pariwisata nasional (pemerintah, industry, dan
masyarakat). Pembuatan jurnal ini dilakukan di semester 3 pada prodi S1 Hospitality Sekolah Tinggi
Pariwisata Ambrrukmo Yogyakarta
2. Pembahasan
2.1 Hasil Observasi Secara Detail
Etnis Betawi memiliki bermacam-macam kesenian, salah satunya yaitu seni teater.
Teater Betawi tradisional merupakan taeter yang lebih berlandaskan kehidupan agraris dan
bersifat magis-religius. Unsur yang menarik dalam teater Betawi adalah keragaman etnik
penduduknya. Penduduk asli Betawi tentu saja ada, namun datangnya pemukiman-pemukiman
baru dari berbagai suku dan bangsa menjadikan Betawi tempat bercampurnya etnik dan budaya.
Pengaruh terbesar kebudayaan Betawi adalah dari Sunda, karena wilayah ini merupakan
bagian dari kebudayaan Sunda sebelum kini menjadi kota metropolitan. Namun juga terdapat
pengaruh-pengaruh budaya Cina, Bali, Jawa, Portugis, Melayu, dan Belanda sehingga dalam
suatu jenis pertunjukkan akan terdapat campuran pengaruh-pengaruh itu. Seperti garak tari dari
Sunda, busana dari Bali, Cina dan Jawa, iringan musik Sunda, Belanda, dan Cina, sedangkan
ceritanya berasal dari kehidupan sehari-hari, yang mengandung ajaran agama Islam.
Teater Betawi merupakan pertunjukkan yang membawakan lakon atau cerita dan terbagi
menjadi menjadi empat jenis; teater tutur, teater tanpa tutur, wayang, dan teater peran. Teater
tanpa tutur yaitu jenis teater yang dimainkan tanpa berbicara, jadi hanya sebatas memperagakan
gerak tubuh dengan diiringi musik dan lagu. Di Betawi teater tanpa tutur ada dua, yaitu Ondel-
ondel dan gemblokkan. Ondel-ondel, merupakan suatu wadah yang dijadikan personifikasi
leluhur nenek moyang. Dengan demikian dapat dianggap sebagai pembawa lakon atau cerita,
walaupun hanya sebagai alat peraga yang tidak berbicara atau bertutur.
Jenis pertunjukan Ondel-ondel sudah ada sejak sebelum tersebarnya agama islam di
Pulau Jawa. Awal mula masyarakat Betawi menyebutnya barongan yang berasal dari kata
barengan atau bareng-bareng. Sebutan itu datang dari ajakan dalam logat Betawi “nyok kita
nngarak bareng-bareng”.
Namun setelah seniman Betawi Benyamin Sueb (alm) melantunkan tembang ondel-
ondel, Barongan pun lebih sering disebut Ondel-ondel. Bagaiamanapun benyamin tidak
bermaksud untuk mengubah sebutan boneka Betawi tersebut. Namun setelah lagu yang
dilantunkannya laris dipasaran, sejurusan dengan itu, Barongan pun tergeser oleh Ondel-ondel.
Pada era 40-an Ondel-ondel berperan sebagai leluhur atau nenek moyang yang
senantiasa menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa dan personifikasi leluhur sebagai
pelindung. Pola pemikiran masyarakat dulu yang masih percaya terhadap hal-hal yang berbau
mistis membuat boneka Ondel-ondel dijadikan media perantara untuk para roh-roh nenek
moyang.
Hal ini dapat dilihat dari bentuk dan ukuran boneka Ondel-Ondel yang memiliki mimik
wajah seram dan bercaling serta berambut gondrong dan berantakan dengan ukuran boneka yang
lebih besar dari ukuran boneka Ondel-ondel sekarang. Boneka Ondel-ondel lebih terlihat tidak
menakutkan tanpa adanya caling serta penampilannya yang semakin rapih layaknya manusia
pada umumnya.
Boneka Ondel-ondel Betawi terdiri menjadi 2 bagian yaitu bagian kepala dan bagian
badan. Dibagian kepala terdapat mahkota yang berhiaskan lukisan flora dan fauna seperti burung
merak/hong, naga, bunga teratai, bunga delima, dan semanggi.
Selain itu juga terdapat kembang kelapa di kepala boneka Ondel-ondel. Kembang kelapa
yang berbentuk seperti kumpulan daun kelapa diibaratkan dari kota Jakarta yang pada abad ke-15
bernama Sunda Kelapa karena sebagian wilayah Sunda Kelapa merupakan perkebunan kelapa.
Wajah boneka Ondel-ondel rata-rata berwarna merah pada boneka Ondel-ondel laki-laki dan
putih pada boneka Ondel-ondel wanita.
Warna merah pada Ondel-ondel laki-laki melambangkan kekuatan, kekuasaan,
keberanian, dan ego yang keras sedangkan pada ondel-ondel wanita yang berwarna putih
melambangkan kesucian, kelembutan, keramahan dan keangguan.
Pada bagian badan, boneka Ondel-ondel wanita menggunakan pakaian yang disebut
kebaya encim, sedangkan untuk laki-laki, pakaian yang digunakan yaitu sadaria atau ujung
serong. Pada badan bagian bawah boneka Ondel-ondel menggunakan sarung yang disebut sarung
jamblang. Pada acara-acara resmi, biasanya untuk boneka Ondel-ondel laki-laki dibagian
bahunya di selempangkan sarung cukin yang bermotif kotak-kotak, sedangkan pada Ondel-ondel
wanita menggunakan selendang yang bermotif flora atau fauna.
B. Fungsi kini
Pada era 40-an Ondel-ondel berfungsi sebagai pengusir setan dan penolak bala oleh
sebagian warga Betawi. Kesenian ondel-ondel juga memerankan leluhur atau nenek moyang
yang senantiasa menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa. Karena pada awalnya
berfungsi sebagai personifikasi leluhur sebagai pelindung. Namun fungsi tersebut kini telah
memudar seiring dengan kemajuan pemikiran masyarakat Betawi. Makna mistis tersebut
bertahan hingga pada dekade era 50-an. Ketika itu Ondel-ondel dengan rambut gondrong,
bercaling dan menakutkan
3.2 Saran
1. Lestarikan budaya Indonesia termasuk budaya Ondel-ondel karena budaya merupakan identitas
suatu masyarakat agar tidak punah dan selalu terjaga eksistensinya
2. Ajarkan kepada anak dan cucu kita bahwa budaya itu sangatlah penting sebagai warisan
indoensia dan kelak mereka masih bias menikmati kebudayaan yang ada
3. Mempromosikan budaya Indonesia kepada bangsa lain agar budaya kita tidak di ambil dan
diakui oleh bangsa lain.
4. Kita harus lebih gencar mempromosikan budaya agar masyarakat luar tahu bahwa Indonesia
memiliki beragam budaya yang unik dan juga menarik.
References
[1] Data observasi langsung ke destinasi wisata taman mini Indonesia indah Jakarta pada tanggal 5 Mei
2018. Serta hasil wawancara dengan pegawai anjungan DKI Jakarta yaitu bapak Edi.
[2] Data seminar nasional “Cinta Tanah Air Untuk Membangun Pariwisata Nasional” Yogyakarta :
Auditorium Amarta Stipram, 17 januari 2018.
[3] Haruna, K., Akmar Ismail, M., Suhendroyono, S., Damiasih, D., Pierewan, A. C., Chiroma, H., &
Herawan, T. (2017). Context-Aware Recommender System: A Review of Recent Developmental
Process and Future Research Direction. Applied Sciences, 7(12), 1211.
[4] Suhendroyono, S., & Novitasari, R. (2016). Pengelolaan Wisata Alam Watu Payung sebagai Ikon
Wisata Berbasis Budaya di Gunungkidul Yogyakarta. Jurnal Kepariwisataan, 10(1), 43-50
[5] Triyono, J., Damiasih, D., & Sudiro, S. (2018). Pengaruh Daya Tarik dan Promosi Wisata terhadap
Kepuasaan Pengunjung Kampoeng Wisata di Desa Melikan Kabupatean Klaten. Jurnal
Kepariwisataan, 12(1), 29-40
[6] Susilo, Y. S., & Soeroso, A. (2014). Strategi pelestarian kebudayaan lokal dalam menghadapi
globalisasi pariwisata: Kasus Kota Yogyakarta. Jurnal Penelitian BAPPEDA Kota Yogyakarta, 4, 3-11
[7] Soeroso, A., & Susuilo, Y. S. (2008). Strategi Konservasi Kebudayaan Lokal Yogyakarta. Jurnal
Manajemen Teori dan Terapan| Journal of Theory and Applied Management, 1(2).
[8] Soeroso, A., & Susilo, Y. S. (2014). TRADITIONAL INDONESIAN GASTRONOMY AS A
CULTURAL TOURISM ATTRACTION. Editorial Board, 45
[9] Kiswantoro, A. (2014). PENGARUH EVEN BUDAYA RASULAN TERHADAP PENINGKATAN
KUNJUNGAN WISATAWAN DI GOA PINDUL GUNUNGKIDUL. Jurnal Kepariwisataan, 8(1),
23-34
[10] Sunaryo, T. B. THE PERFORMANCE PRACTICE AND DEVELOPMENT OF KUDA LUMPING
PERFORMING ARTS.
[11] Wibisono, H. K. (2013). PARIWISATA DALAM PERSPEKTIF ILMU FILSAFAT (Sumbangannya bagi
Pengembangan Ilmu Pariwisata di Indonesia) (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).
[12] Nugraha, B. S., Mayandini, H., Putra, F. A., Madani, H., & Maulana, N. (2017). Pendampingan
Pengembangan Potensi Kampung Wisata Langen astran Menuju Sustainable Tourism
Development. Jurnal Kepariwisataan, 11(3), 13-24
LAMPIRAN
Ini adalah tampak depan anjungan Jakarta ini adalah foto saya didalam
Anjungan jakarta
yang ada di Taman Mini Indonesia Indah
Ini adalah foto saya didepan anjungan Jakarta ini adalah ondel-ondel
Yang ada di anjungan jakarta