Tujuan utama yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi
karakter kerja yang diharapkan user (industri) terhadap lulusan SMK, dan (2) merumuskan
model pengembangan karakter kerja siswa SMK agar lulusannya memiliki karakter kerja
yang sesuai dengan tuntutan kerja di industri, serta mengkaji implikasi model tersebut
terhadap relevansi lulusan SMK dengan demand industri. Komponen atau aspek yang dikaji
untuk mendukung model pengembangan karakter kerja siswa SMK adalah sistem kerja yang
digunakan di industri diterapkan pula dalam pembelajaran praktik di sekolah, yaitu sistem
kerja kaizen yang meliputi: (1) sikap kerja 5R (ringkas, resik, rawat, rapi, dan
rajin), quality control (QC), dan just in-time (JIT).
Produk yang akan dihasilkan adalah model pengembangan karakter kerja berbasis
industri (Karjain) untuk siswa SMK berkaitan dengan program keahlian tata busana yang
terintegrasi dalam pembelajaran praktik. Konsep dasar model-Karjain adalah belajar bekerja,
melalui 5 tahap yaitu: (1) kontruksi komitmen kerja; (2) konstruksi etos kerja (3) apresiasi
kerja; (4) pembiasaan bekerja (budaya kerja); dan refleksi diri.
2. Kajian Teori
a. Pengembangan Karakter Kerja Berbasis Industri
Karakter sering diberi padanan kata watak, tabiat, perangai atau akhlak. Dalam bahasa
Inggris character diberi arti a distinctive differentiating mark, tanda yang membedakan
secara tersendiri. Karakter merupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri seseorang yang
dibentuk melalui proses; pendidikan, pengalaman, percobaan, pengorbanan dan pengaruh
lingkungan, menjadi nilai intrinsik yang melandasi sikap dan perilaku seseorang (Koesoema,
2007). Menurut (Ferry,. et.al, 2002), karakter tidak turun-temurun, juga
tidak berkembang secara otomatis, harus secara sadar dikembangkan.Dengan demikian
karakter adalah suatu kualitas yang mantap dan khusus (pembeda) yang terbentuk dalam
kehidupan individu yang menentukan sikap dalam mengadakan reaksi terhadap rangsangan
dengan tanpa mempedulikan situasi dan kondisi. Namun untuk mengembangkan karakter,
diperlukan character coach atau character mentoring yang mengarahkan dan
memberitahukan kekeliruan dan kelemahan-kelemahan karakter seseorang (Koesoema,
2007).
Salah satu point penting dari tugas pendidikan adalah membangun karakter (character
building) anak didik. Fasli Jalal (2010) mengutarakan bahwa pendidikan karakter memiliki
makna lebih tinggi daripada pendidikan moral karena bukan sekedar mengajarkan mana yang
benar dan mana yang salah akan tetapi menanamkan pula kebiasaan yang baik sehingga
siswa menjadi paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik
(http://komunikasi.um. ac.id/?p=1684).
Bentuk-bentuk karakter yang dikembangkan telah dirumuskan secara berbeda.
Indonesia Heritage Foundation merumuskan beberapa bentuk karakter yang harus ada dalam
setiap individu bangsa Indonesia di antaranya; cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya,
tanggung jawab, disiplin dan mandiri, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan
kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan
kepemimpinan, baik dan rendah hati, dan toleransi, cinta damai dan persatuan. Sementara
itu, character counts di Amerika mengidentifikasikan 6 karakter yang harus dimiliki, yaitu;
dapat dipercaya (trustworthiness), rasa hormat dan perhatian (respect), tanggung jawab
(responsibility), jujur (fairness), peduli (caring), nasionalis (citizenship), ketulusan (honesty),
berani (courage), tekun (diligence) dan integritas.
Pengembangan karakter kerja pada pendidikan kejuruan, menuntut pendekatan
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja agar hasilnya efektif. Sebagaimana
teori Proser & Allen (1988), bahwa pendidikan kejuruan yang berhasil diantaranya: (a)
efisien jika lingkungan dimana siswa dilatih dengan cara, alat, dan mesin yang sama seperti
yang diperlukan dalam pekerjaan itu; (b) efektif jika melatih kebiasaan berpikir dan bekerja
seperti di DU-DI; (c) efektif jika membentuk kebiasaan kerja dan kebiasaan berfikir yang
benar sehingga cocok dengan pekerjaan; dan (d) pendidikan kejuruan harus memperhatikan
permintaan pasar.
b. Pendekatan Demand Driven
Strategi atau paradigma demand driven pada pendidikan kejuruan sudah lama
dicanangkan oleh Wardiman Djoyonegoro (1988) walaupun belum secara optimal
dilaksanakan dalam sistem pendidikan kejuruan. Dalam kontek pendidikan kejuruan yang
tujuan utamanya adalah menyiapkan lulusannya untuk bekerja, maka pendekatan demand
driven atau pendidikan yang berbasis permintaan ini secara empiris telah cukup bukti efektif
dan efisien untuk dilaksanakan. Pada intinya pendekatan ini meyakini dapat meningkatkan
relevansi pendidikan kejuruan dengan dunia kerja.
Pendekatan demand driven dalam penelitian ini digunakan untuk mengindentifikasi karakter
kerja yang perlu dikembangkan. Melalui pengalaman empirik, kajian teori, dan observasi,
maka strategi yang digunakan adalah dengan mengadopsi sistem kerja di industri dalam
pembelajaran praktik di SMK. Demand driven sebagai pijakan dalam menentukan arah
penelitian, maka landasan prosedur investigasi digambarkan sebagai berikut:
Pasar Kerja
Gambar 1. Paradigma deman driven untuk pengembangan karakter kerja siswa SMK
SMK sebagai salah satu supplier tenaga kerja untuk industri harus mengetahui
kebutuhan akan kualifikasi dan kompetensi pekerja yang disyaratkan industri agar lulusan
yang dihasilkan dapat mengikuti sistem kerja yang ada. Industri busana (garmen)
menggunakan prinsip fundamental dari konsep lean manufacturing dalam proses
produksinya. Kaizen juga sebagai pendekatan bertahap secara sistematis, berkelanjutan, dan
sesuai dengan pencapaian sasaran. Salah satu alat yang paling efektif dalam perbaikan
berkelanjutan terseut adalah konsep 5R yaitu metode yang efektif dalam menciptakan sebuah
lingkungan kerja yang ideal dan mempunyai dampak yang sangat besar terhadap mutu dan
produktivitas. Konsep 5R yang dikembangkan Imai M (1997), yaitu: (a) seiri-short-
ringkas, (b) seiton-straighten-rapi; (c) seiso-sweep and clean-resik; (d) seiketsu-systemize-
rawat; (e) shitsuke-standardize-rajin.
Pembinaan karakter kerja berbasis industri atau disingkat Karjain dapat
dipergunakan pada pembelajaran praktik dan membantu guru dalam memperbaiki kultur
pembelajaran ke arah yang mendekati budaya kerja di industri. Model Karjain diilustrasikan
pada gambar berikut:
(b) Line balancing, yaitu menyeimbangkan aliran produksi komponen produk pada setiap
stasiun kerja berdasarkan waktu proses dan kebutuhan. Untuk itu, diperlukan soft
skills mental kerja yang stabil dan tangguh, karena proses produksi berdasarkan target
waktu, kuantitas, dan kualitas yang dijaga ketat terus berjalan secara berkelanjutan.
(c) Ergonomi dan K3, yaitu mengupayakan supaya tercipta suasana kerja yang ENASE
(Efektif, Nyaman, Aman, Sehat serta Efisien). Dalam hal ini diperlukan soft
skillskomunikasi, kerjasama, kompetisi yang sehat, dan kepemimpinan.
Gerakan 5S merupakan semboyan kerja masyarakat jepang yang diambil dari huruf
awal, yaitu: Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke. Istilah ini di Indonesia sering juga
disebut dengan 5 R (ringkas, resik, rapih, rawat, dan rajin) atau 5P (pemilihan, penataan,
pembersihan, pemantapan dan pembiasaan (http://garment-techno.blogspot.com/2010/02/6-
s.html)
Pembentukan budaya kerja bukanlah sesuatu yang instan, dibutuhkan waktu bertahun-
tahun untuk menjadi budaya. Manfaat menerapkan sikap kerja 5S dalam kehidupan bekerja,
yaitu terjaminnya keamanan, keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan dalam melakukan
pekerjaan, efisiensi kerja, dan peningkatan kualitas produk. Sehingga banyak perusahaan-
perusahaan yang mengadopsi dan menggunakan prinsip kaizen dengan 5S.
Meskipun konsep kerja kaizen lebih banyak diterapkan pada area kerja di industri,
namun untuk membekali kesiapan kerja siswa maka kebiasaan dalam menyelesaikan tugas-
tugas pembelajaran dengan menerapkan konsep kaizen dapat diimplementasikan dalam
pembelajaran praktik. Hal ini dimaksudkan agar siswa memiliki mental kerja yang terlatih
dengan selalu berorientasi pada kualitas, waktu, dan layanan.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Research & Development). Metode
penelitian pengembangan memuat 3 komponen utama yaitu : (1) Model pengembangan, (2)
Prosedur pengembangan, dan (3) Uji coba produk (Depdiknas-Puslitjaknov, 2008: 8).
Model pengembangan menggunakan mix dari Fred dan Borg & Gall dimodifikasi menjadi
metode FBG (Fred, Borg, and Gall) dapat dilihat pada gambar 3berikut:
Desain Model
Ujicoba
diperluas
Validasi
Supply
lulusan SMK
Keterangan
ditunjukkan dengan Cronbachs Alpha, dan dianggap reliable jika 0,7 (Yafee,
2003: 14, Garson, 2008: 3). Uji model dilakukan dengan menggunakan CFA dengan
bantuansoftware LISREL. CFA digunakan untuk mengkonfirmasi fakktor yang membentuk
konstruk soft skills. Konstruk yang dibentuk perlu dinyatakan apakah telah sesuai dengan
data dengan bantuan teknik CFA. Model dianggap fit jika p-value dan
Gambar 4. Score Rata-rata Harapan dan Tanggapan Industri Garmen Terhadap karakter kerja Lulusan SMK
Program Keahlian Tata Busana
Gambar 5 di atas menunjukan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan karakter
kerja lulusan SMK, di mana nilai kesenjangan tertinggi berturut-turut pada atribut percaya
diri, semangat, kepemimpinan, dan daya saing maka diasumsikan bahwa siswa SMK masih
perlu ditingkatkan untuk bisa bekerjasama, beradaptasi, lebih patuh pada instruksi dan aturan
kerja. Maka karakter kerja untuk level operator yang harus dikembangkan di SMK merujuk
pada kebutuhan pekerjaan sesuai bidang dan levelnya.
b. Tahap Pengembangan
Validasi model yang digunakan adalah Focus Group Discussion (FGD) dan teknik
Delphi yang dilakukan dengan beberapa pakar pendidikan kejuruan dan pakar pendidikan tata
busana. Hasil yang diperoleh dari tahap FGD meliputi: (1) disepakati pengembangan karakter
kerja berbasis industri yang terintegrasi dalam pembelajaran praktik; (2) disepakati perangkat
pengembangan karjain; (3) disepakati karakter kerja yang paling penting dikembangkan; dan
(4) terkumpul indikator dari setiap atribut. Banyaknya atribut yang dikembangkan dengan
mempertimbangkan aspek kajian teoritis dan kemampuan guru dalam melaksanakannya, serta
kemampuan diri peneliti.
Expert judgment dengan teknik Delphi ini dilakukan dengan beberapa pakar pendidikan
kejuruan dan pakar pendidikan tata busana. Keefektifan model karjain dianalisis dari dimensi
pembentuk karakter kerja, yaitu: komitmen kerja, etos kerja,budaya bekerja, apresiasi kerja,
motivasi kerja, dan kesiapan kerja. Aspek efektivitas yang dikaji adalah: (1) intensitas, model
dibuat sesuai dengan kemampuan siswa, lingkup kompetensi, dan menekankan pada
keterampilan proses dengan indikator tertentu; (2) objektif, model dapat
membangun karakter kerja siswa; (3) praktis, yaitu mudah digunakan untuk
mengembangkan karakter kerja siswa sesuai dengan jam pembelajaran praktik; (4)
sistematis, yaitu dapat digunakan secara terus menerus dalam pembelajaran praktik; dan (5)
efisien, yaitu mudah digunakan dan tidak membutuhkan dana yang besar. Berikut gambaran
hasil teknik Delphi ke 2 yang diperoleh tingkat efektivitas sebagai berikut:
Kegiatan validasi konseptual (review) terhadap prototipe awal model karjain dan
instrumen-instrumen penelitian melibatkan 4 orang ahli yang dibekali dengan Buku Panduan
Pengembangan dan instrumen beserta lembar penilaiannya.
c. Tahap Penerapan Model
Model yang telah dihasilkan selanjutnya dilakukan serangkaian uji coba, untuk menguji
bahwa hasil validasi para ahli dan praktisi pendidikan terhadap model yang dikembangkan
didukung oleh data empiris di lapangan hingga diperoleh model-karjainyang memenuhi
kriteria valid, praktis, dan efektif.
Indikator keefektifan dilihat dari aspek: intensitas, yaitu mencakup kompetensi, dan
menekankan pada pembelajaran afektif; objektive, yaitu model dapat digunakan untuk
mengembangkan karakter kerja siswa sesuai dengan tingkat kemampuan siswa; efisien, yaitu
menggunakan waktu pembelajaran praktik, dan tidak memerlukan dana tambahan
lain; sistematik, model dapat digunakan secara kontinu pada setiap pembelajaran praktik;
dan praktis, model sekaligus dapat digunakan memantau atau merekam proses pembelajaran
praktik terkait dengan aspek hard skills. Hasil pengamatan keefektifan model dinilai dari
tahapan pelaksanaan model, digambarkan sebagai berikut.
Hasil ujicoba terbatas menunjukkan bahwa komponen model secara efektif terlaksana
dengan baik dan efektif digunakan untuk mengembangkan karakter kerja siswa SMK
program keahlian tata busana. Sedangkan Hasil pengamatan keefektifan model yang dinilai
dari aspek: rencana pembelajaran (RPP) dan perangkat worksheet. Hasil ujicoba terbatas
menunjukkan bahwa tingkat efektivitas komponen model efektif digunakan dalam
pembelajaran praktik di SMK, sehingga efektif digunakan untuk mengembangkan karakter
kerja siswa SMK program keahlian tata busana digambarkan sebagai berikut:
Gambar 7. Efektivitas Komponen Model karjain Pada Ujicoba Terbatas
Tabel 1
Tingkat Keterlaksanaan
No Dimensi karakter kerja
ST % T % KT % TT %
1 Komitmen kerja 13 36,1 23 63,9 0 0 0 0
2 Etos Kerja 16 33,3 32 66,7 0 0 0 0
3 Apresiasi Kerja 12 28,6 30 71,4 0 0 0 0
4 Budaya Kerja 14 18,0 62 78,2 3 3,8 0 0
5 Kesiapan Kerja 10 23,8 31 73,8 1 2,4 0 0
Tabel 1 menunjukkan bahwa tahap pengembangan karakter kerja pada umumnya dapat
memenuhi dimensi komitmen kerja, etos kerja, apresiasi kerja, budaya kerja, dan kesiapan
kerja. Dua responden menyatakan perlu revisi kecil pada sub indikator setiap dimensi
terlaksana. Sedangkan hasil pengamatan keefektifan model yang dilakukan 6 pengamat pada
3 kelas yang berbeda diperlihatkan pada tabel 4 berikut:
Tabel 2
Hasil Efektivitas Tahap Model-SSW pada ujicoba diperluas
Tingkat Efektivitas
No Tahap karjain Efisie Rerata
Intens Objektif Praktis Sistematis
n
1 Komitmen kerja 3,4 3,4 3,2 3,3 3,2 3,3
2 Simulasi kerja 3,5 3,4 3,2 3,4 3,2 3,34
3 Apresiasi kerja 3,4 3,4 3,4 3,3 3,4 3,38
4 Pembiasaan bekerja 3,6 3,4 3,4 3,1 3,4 3,38
5 Refleksi 3,2 3,2 3,2 3 3,2 3,16
Tahap Model-karjain efektif digunakan dalam pengembangan karakter kerja siswa
dalam pembelajaran praktik di SMK dengan rerata tingkat efektivitas 3,3. Hasil analisis
keefektifan komponen model karjain digambarkan pada grafik berikut.
Gambar 8. Efektivitas Komponen Model-Karjain Pada Ujicoba Diperluas
Hasil ujicoba diperluas menunjukkan bahwa tingkat efektivitas tahap model efektif
dalam pembelajaran praktik di SMK. Demikian pula komponen model terlaksana secara
efektif dalam pembelajaran praktik, dan efektif digunakan mengembangkan karakter kerja
siswa SMK.
d) Hasil Pengujian Instrumen
1) Validitas Internal
Evaluasi terhadap kemampuan manifes dalam merefleksikan laten diuji
dengan confirmatory factor analysis (CFA). Manifes laten percaya diri memiliki nilai lambda
sebesar 0.68 dan t-hitung 5.39 kuadrat lambda 0.68=46.24% menjelaskan kontribusi dalam
mencerminkan kepercayaan diri. Sedangkan perolehan t-hitung1.96 menandakan
signifikan (Imam Ghozali, 2005: 318). Sehingga manifes pertama dinyatakan valid dengan
sumbangan 46.24%. Manifes dalam laten lainnya juga dinyatakan valid yang ditandakan oleh
t-hitung 1.96. Berarti semua manifes yang digunakan untuk merefleksikan laten terbukti
dapat berfungsi dengan baik, sehingga tidak dilakukan penghilangan atau penggantian
manifes dalam kuesioner.
2) Reliabilitas Konstruk
Hasil perhitungan koefesien reliabilitas variabel kepercayaan diri diperoleh nilai
sebesar 0.744, perolehan 0.7 menandakan bersifat unidimensi atau memiliki reliabelitas
konstruk yang dapat diterima. Manifes variabel laten lainnya juga memiliki koefesien
reliabilitas konstruk 0.7, menandakan bersifat unidimensi sehingga dinyatakan reliabel.
3) Variabel Eksogen
Hasil pengukuran pada eksogen lain juga mendapatkan sekor rerata 3 pada semua
variabel, mengindikasikan responden sudah memiliki komitmen, etos, apresiasi, dan budaya
kerja yang tinggi. Secara relatif etos kerja memiliki skor paling rendah, disusul kemudian
budaya, komitmen, apresiasi, terbaik motivasi kerja. Maka aspek: keikhlasan, ketuntasan,
semangat, keseriusan, semangat unggul dan optimisme dalam bekerja sebagai aspek etos
kerja prioritas untuk ditingkatkan. Prioritas kedua adalah aspek budaya kerja ;
kerjasama, just-in-time, quality control, jujur dan sikap kerja 5R.
Gambar 9. Histogram Komparasi Rerata Eksogen
Variabel komitmen kerja dan apresiasi kerja juga memiliki karakteristik sebaran dengan
mayoritas kategori tinggi, pada komitmen sebanyak 65.57%, dan apresiasi kerja
sebanyak 62.30%. Dengan demikian motivasi, komitmen dan apresiasi kerja, tidak saja
direspon tinggi secara agregat, melainkan juga secara individupun siswa memberikan
tanggapan yang tinggi. Sedangkan dalam variabel etos kerja dan budaya kerja mayoritas
terkategorisasi cukup, sebanyak 67.21% dalam variabel etos kerja, dan 52.46% dalam budaya
kerja.
d). Variabel Endogen
Ada dua belas aspek yang merefleksikan kesiapan kerja. Sekor tertinggi (> 3) terjadi
dalam aspek percaya diri, disiplin, dan daya saing. Untuk aspek dengan skor lebih dari 3
mengindikasikan respon yang tinggi dari siswa, sedangkan aspek lain dengan sekor kurang
dari 3 mengindikasikan respon diatas moderat. Semua aspek tersebut sebagai kesatuan
kesiapan kerja memiliki skor sebesar 2.89, cukup kuat untuk diterima sebagai indikasi
kesiapan kerja yang sudah cukup baik.
Fungsi pertama menjelaskan bahwa budaya kerja siswa dapat dijelaskan oleh
eksogennya (motivasi, komitmen, etos dan apresiasi). Koefesien positif beta
menunjukan bila variabel eksogen dapat dikelola dengan baik sehingga meningkat,
maka dapat mendorong budaya kerja siswa menjadi lebih baik.Semua variabel
eksogen memiliki t-value1.96, menandakan signifikan dalam mempengaruhi
budaya kerja.
e) Sintaks Model-Karjain
Model pengembangan karakter kerja yang terintegrasi dalam pembelajaran praktik
merupakan model pembelajaran yang mengadopsi sistem kerja yang digunakan di industri
sebagai dasar dalam mempersiapkan siswa untuk memasuki dunia kerja yang sesungguhnya.
Sintaks model karjain merupakan penjabaran dari prinsip-prinsip dan strategi yang mendasari
pengembangan karakter kerja. Sintaks dari model-karjain dijabarkan pada tabel 6 berikut:
Tabel 6
Sintaks Model-Karjain
No Tahapan Kegiatan
1 Komitmen kerja Guru memulai pembelajaran tepat waktu
Guru menerapkan 5R (resik, rawat, rapih, ringkas, dan rajin)
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran
Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai
Guru menjelaskan sistem kerja dan aturan kerja
2 Simulasi kerja Guru bertindak sebagai supervisor yang mengawasi, membimbing,
mengarahkan, dan mengendalikan proses kerja siswa
Siswa mengerjakan tugas dengan menggunakan worksheet
Guru memotivasi kerja siswa
3 Pemaknaan kerja Guru melakukan quality control pada hasil kerja siswa
Siswa memperbaiki kesalahan kerja
Guru memberi catatan dan komentar pada worksheet
Siswa memperbaiki kesalahan kerja
4 Pembiasaan bekerja Siswa terbiasa melakukan 5R tanpa disuruh
Siswa terbiasa mengontrol kualitas setiap elemen kerja
Siswa terbiasa menyelesaikan tugas tepat waktu sesuai target kerja
5 Refleksi Guru menampilkan hasil kerja siswa pada setiap akhir pembelajaran
Guru menampilkan profil perilaku dan cara kerja siswa pada setiap akhir
pembelajaran
Dengan demikian seorang guru yang memiliki komitmen dan mindset tentang
pentingnya karakter kerja bagi siswa SMK, akan memainkan peranannya sebagai supervisor,
model, dan evaluator.
5. Kesimpulan
a. Teridentifikasi karakter kerja yang dibutuhkan industri melalui pendekatan demand
driven. Karakter kerja yang harus dimiliki lulusan SMK meliputi; sikap kerja kaizen(5R:
Resik, Rawat, Ringkas, Rapi, dan Rajin), just in time (JIT), dan quality control(QC).
b. Model karjain valid dan reliabel mengembangkan soft skills siswa SMK berdasarkan
analisis data:
1) Hasil pengujian struktural menemukan hubungan signifikan antar variabel motivasi
kerja, komitmen kerja, etos kerja dan apresiasi kerja yang mempengaruhi kesiapan
kerja dengan budaya kerja sebagai interveaning. Hubungan antar variabel motivasi,
komitmen, etos kerja dan apresiasi sebagai eksogen kesiapan kerja dengan interveaning
budaya kerja.
2) Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap pengembangan soft skills siswa sebagai
produk karjain adalah sebagai berikut:
a) Motivasi kerja memberi pengaruh signifikan terhadap budaya kerja siswa ( =
0.3176, t-val = 2.694)
b) Komitmen kerja memberi pengaruh signifikan terhadap budaya kerja siswa ( =
0.3528, t-val = 2.7074)
c) Etos kerja memberi pengaruh signifikan terhadap budaya kerja siswa ( = 0.7264, t-
val = 3.0143)
d) Apresiasi kerja memberi pengaruh signifikan terhadap budaya kerja siswa ( =
0.2625, t-val = 2.5550)
e) Budaya kerja memberi pengaruh signifikan terhadap kesiapan kerja siswa ( =
0.9833, t-val = 2.9589)
f) Budaya kerja merupakan intervening dari variabel motivasi, komitmen, etos dan
apresiasi kerja siswa terhadap kesiapan kerja.
c. Model-Karjain cocok digunakan mengembangkan karakter kerja siswa SMK ketika
diintegrasikan dalam pembelajaran praktik, dengan nilai p-value 0f 0.161 = 0.05dan
hasil goodness of fit index; RMSEA = 0.034 0.08, CFI = 0.990 0.90, dan AGFI
= 0.847 0.95, yang menunjukkan data empiris yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan
teori yang telah dibangun berdasarkan structural equation modelling, berarti
model fit digunakan mengembangkan karakter kerja siswa SMK program keahlian tata
busana.
6. Rekomendasi dan Saran
a. Kepada pihak penentu kebijakan Kementrian Pendidikan Nasional yang terkait dengan
pendidikan kejuruan dalam hal ini SMK yang bersangkutan senantiasa melakukan
survei kebutuhan tenaga kerja secara instensif dan periodik untuk merealisasikan
paradigma SMK melalui demand driven, sehingga dapat ditemukan key indicator yang
tepat untuk dikembangkan dalam proses pembelajaran di SMK karena pendidikan yang
berbasis demand driven lentur terhadap perubahan dan perkembangan zaman.
b. Kepada pengelola pendidikan kejuruan, untuk mengatasi kesenjangan lulusan SMK dengan
kebutuhan tenaga kerja di industri sehingga demand tenaga kerja dari industri dapat
terpenuhi, maka perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: posisi tenaga kerja lulusan
SMK di dunia kerja sesuai kualifikasi kerja nasional Indonesia (SKKNI), dan sistem kerja
yang digunakan di industri sesuai bidang keahlian dan level kualifikasi kerjanya, karena
masing-masing bidang keahlian dan level atau posisi pekerja di industri menuntut karakter
kerja yang spesifik.
Daftar Pustaka Acuan: