Anda di halaman 1dari 34

PELATIHAN MODEL PEMBELAJARAN NEW TeFA DI ERA 4.

0 BERBASIS INDUSTRI

Modul B
PEMBELAJARAN MODEL TEFA
PENYUSUN:
1. Dr. Agung Suprihatin, S.Pd, M.Si
2. Hadi Soehartono, S. S., M.Pd
3. Drs. Agus Wahyudi, M.Eng
4. Suwarto Jati Kusumo, S.Pd, M.Eng

PELATIHAN MODEL PEMBELAJARAN NEW TeFa di Era 4.0 BERBASIS


INDUSTRI
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI

A. DESKRIPSI MATERI
Modul Pembelajaran Model Teaching Factory (Tefa) mencakup pemahaman tentang Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) dan Budaya Industri, PBL/PjBL/Kolaboratif antar mapel dalam pembelajaran,
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Tefa (modul ajar dan lembar kerja), Penyusunan jadwal blok
Tefa dan Asesmen dan evaluasi pembelajaran Tefa. Sub modul Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
dan Budaya Industri memberikan gambaran mengenai konsep dan penerapan K3 dan budaya industri
pada SMK. Sub modul PBL/PjBL/Kolaboratif antar mapel dalam pembelajaran meliputi pemahaman
terkait model pembelajaran yang dapat diterapkan pada setiap area tahapan pembelajaran berbasis
Tefa sesuai dengan prinsip dan karakteristik model pembelajaran Tefa serta alur langkahnya. Sub
modul Pengembangan Perangkat pembelajaran Tefa mencakup pemahaman terkait komponen
pembelajaran model Tefa, yakni pengemasan pembelajaran berbasis projek, khususnya projek yang
menghasilkan produk nyata yang dibutuhkan pasar, meliputi produk dan job sheet termasuk
asesmennya. Sub modul Penyusunan Jadwal Blok Tefa yang merupakan bagian dari komponen
pembelajaran model Tefa mencakup pemahaman tentang makna dan jenis penjadwalan, cara
penjadwalan blok dan contohnya. Sub modul Asesmen dan Evaluasi Pembelajaran Tefa mencakup
pemahaman tentang aspek dan prinsip penilaian pembelajaran model Tefa pada aspek asesmen.
Aspek Evaluasi meliputi pemahaman tentang tujuan dan paramater evaluasi pembelajaran model
Tefa.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah menyelesaikan modul ini, Anda diharapkan dapat:
1. Menjelaskan konsep dan penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pada satuan
pendidikan yang dipimpin.
2. Menjelaskan konsep dan penerapan budaya industri pada satuan pendidikan yang dipimpin.
3. Menjelaskan ciri model problem based learning (PBL).
4. Menjelaskan ciri model project based learning (PjBL).
5. Menganalisis penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan tahapan aktivitas analisis
kebutuhan, perancangan, penyelesaian produk/jasa dan penyerahan kepada pengguna dalam
Teaching Factory.
6. Membuat matriks produk pembelajaran Teaching Factory sesuai ketersediaan sumberdaya di
satuan pendidikan masing-masing.
7. Menjelaskan alur penyusunan job sheet sesuai hasil matriks produk pembelajaran Teaching Factory
satuan pendidikan masing-masing.
8. Mendesain jadwal blok sesuai dengan produk pembelajaran Teaching Factory yang ditetapkan
satuan pendidikan masing-masing.
9. Menjelaskan aspek penilaian dalam pembelajaran model Teaching Factory beserta contohnya.
10.Menjelaskan parameter evaluasi pembelajaran model Teaching Factory.

C. PEMAHAMAN BERMAKNA
Penerapan pembelajaran berbasis teaching factory akan dapat mengantarkan peserta didik
kepada penguasaan kompetensi sesuai dengan persyaratan kebutuhan iduka. Berbagai model
dan strategi pembelajaran mulai dari problem based learning (PBL), project based learning (PjBL)
hingga kolaborasi antar mata pelajaran perlu diterapkan sesuai dengan ragam aktivitas dalam
pembeajaran berbasis teaching factory agar dapat memfasilitasi peserta didik dalam
melaksanakan analisis kebutuhan pengguna (produk barang atau jasa), mendesain proses
pemenuhan kebutuhan sesuai hasil analisis, mengimplementasikan desai proses yang dibuat
hingga penyerahan hasil solusi (barang/jasa) kepada pengguna.

D. PERTANYAAN PEMANTIK
1. Apa yang dimaksud dengan produk?
2. Apa yang perlu diperhatikan dalam menghasilkan sebuah produk yang akan di jual?
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI
3. Adakah model pembelajaran yang dapat memfasilitasi pembelajaran sehingga menghasilkan suatu
produk yang layak jual?

E. MATERI

1. Mulai Dari Diri


Mari bersama melakukan refleksi diri.
a. Apa yang Anda ketahui tentang model pembelajaran?
b. Apa yang Anda ketahui tentang model pembelajaran berbasis projek
c. Apa yang Anda ketahui tentang model pembelajaran Teaching Factory (Tefa)?
d. Bagaimana pengalaman Anda dalam mengimplementasikan model pembelajaran berbasis
projek di satuan pendidikan yang Anda pimpin?

2. Eksplorasi Konsep

B. Pembelajaran Model Tefa

Pengertian teaching factory sesuai dengan Grand Design Pengembangan Teaching Factory dan
Technopark di SMK (2016), adalah suatu model pembelajaran pada institusi pendidikan kejuruan
yang menggunakan suatu produk (barang/jasa) sebagai media pembelajaran untuk mengantarkan
kompetensi dan diselenggarakan melalui sinergi sekolah dengan industri. Tujuan dari model
pembelajaran tersebut adalah menghasilkan lulusan yang menguasai kompetensi tertentu sesuai
dengan standar industri serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan
pembelajaran.
Model pembelajaran Tefa bertujuan untuk meningkatkan keselarasan proses pengantaran
pengembangan keterampilan (skills), pengetahuan (knowledge) dan sikap (attitude) melalui
penyelarasan tematik pada mata pelajaran normatif, adaptif dan produktif. Penekanan model
pembelajaran ini terletak pada aktivitas peserta didik dalam memahami standar/kualitas,
kemampuan memecahkan masalah dan melakukan inovasi, dengan pendampingan optimal dari
instruktur/pendidik yang memiliki kompetensi dan pengalaman industri yang relevan.
Terdapat empat (4) pilar Tefa yang perlu diperhatikan semenjak proses perancangan dan
perencanaan pembelajaran, yakni: keamanan dan keselamatan, lingkungan nyata, produk nyata,
dan tawaran pendidikan.
Menurut Panduan Pelaksanaan Tefa yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan SMK (2017),
pelaksanaan Teaching Factory di SMK meliputi 7 komponen, yakni:
1. Pengkondisian SMK, Pembenahan Ruang Praktik/Bengkel-Laboratorium
2. Penentuan Produk-Jasa Teaching Factory
3. Model Pembelajaran-training
4. Sumber Daya Manusia (SDM)
5. Manajemen
6. Hubungan Industri
7. Informasi Produk barang dan atau layanan jasa.
Rincian penjelasan masing-masing komponen dapat dieksplorasi pada buku panduan tersebut.
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI
B.1 K3 dan Budaya Industri

B.1.1 Latar Belakang


Sesuai dengan tututan era industri 4.0, salah satu bentuk skill yang harus dimilik oleh peserta didik
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah soft skill. Melalui model pembelajaran New Tefa,
pembelajaran dan penguasaan soft skill berorientasi pada Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
peserta didik, alat, bahan baku dan lingkungan tempat belajar kegiatan praktik-praktik kerja
produksi (bengkel). Oleh karena itu, praktik K3 harus diterapkan sejak dini dan dimulai pada
tataran operasional lingkungan tempat belajar kegiatan praktik kerja produksi di Sekolah
Menengah Kejuruan dengan tujuan peserta didik dapat membiasakan praktik-praktik K3 terkait diri,
alat, bahan baku dan lingkungan sesuai standar industri.
K3 mencakup serangkaian praktik dan kebijakan yang bertujuan untuk melindungi kesehatan dan
keselamatan kerja peserta didik di lingkungan tempat belajar termasuk kegiatan praktik-praktik
kerja produksi. Pembelajaran tentang K3 berupa identifikasi, evaluasi, dan pengendalian risiko
untuk mengurangi potensi cedera yang diakibatkan kecelakaan di tempat kerja. Beberapa bentuk
pembiasaan praktik K3 diantaranya mengenakan: (1) helm proyek/safety, (2) sepatu safety, (3)
sarung tangan, (4) kaca mata safety, (5) baju kerja, dan (6) perlengkapan lain yang mendukung K3.
Pada pembelajaran model Tefa di Sekolah Menengah Kejuruan, penerapan K3 bagi peserta didik
dilakukan melalui pembiasaan yang dimulai dari lingkungan tempat belajar termasuk pada
kegiatan praktik-praktik kerja produksi. Hal ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya
pembentukan soft skill selain juga bertujuan agar kecelakaan kerja bisa ditekan. Pembiasaan
semacam ini penting bagi peserta didik agar: (a) memahami K3, (b) melengkapi dan menggunakan
kelengkapan K3, dan (c) mampu menganalisis sebab akibat kecelakaan kerja yang mungkin terjadi
sebelum melakukan suatu pekerjaan dimana kebanyakan kecelakaan kerja yang terjadi diakibatkan
oleh faktor manusia.
Selain pembiasaan K3, bentuk soft skill lain yang harus dimilik oleh peserta didik SMK adalah
budaya kerja industri. Budaya kerja industri adalah perilaku yang mencerminkan norma-norma,
nilai-nilai, sikap dan praktik-praktik yang diterapkan dan diimplementasikan di lingkungan tempat
belajar kegiatan praktik-praktik kerja produksi berstandar industri. Budaya industri menjadi nilai-
nilai anutan yang kuat dalam mengarahkan semua bentuk perilaku termasuk juga merubah
mindset individu dan kelompok dalam memahami Kesehatan dan Keselamatan Kerja di lingkungan
tempat belajar kegiatan praktik-praktik kerja produksi dalam pelaksanaan proses kegiatan praktik-
praktik kerja produksi.
Budaya kerja industri yang dikembangkan melalui penerapan model pembelajaran New Tefa
diantaranya adalah 5R, yaitu Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin. 5R menjadi slogan penting yang
harus peserta didik implementasikan di lingkungan tempat belajar kegiatan praktik-praktik kerja
produksi. Di samping itu, juga penting melaksanakan pembiasaan 3S (Senyum, Salam dan Sapa)
dalam rangka mengembangkan sikap dan perilaku sopan santun peserta didik sebagai salah satu
cerminan profil pelajar pancasila.
Terwujudnya budaya K3 di SMK melalui model pembelajaran New Tefa didorong melalui
penerapan sistem manajemen K3 yang mempersyaratkan bahwa organisasi harus menetapkan,
menerapkan, dan memelihara proses-partisipasi peserta didik di semua tingkatan dan fungsi yang
berlaku dalam pengembangan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi kinerja, dan tindakan
perbaikan secara berkelanjutan di SMK. Dengan keterlibatan peserta didik di seluruh level dan
fungsi, maka tanggung jawab K3 akan dilakukan oleh semua ekosistem sekolah. Pemenuhan
persyaratan ini akan membawa SMK mampu menerapkan K3 dan budaya kerja industri secara
ideal. Kegiatan praktik-praktik kerja produksi melalui penerapan model pembelajaran NewTefa
merupakan bentuk pengembangan industri di Sekolah Menengah Kejuruan di masa mendatang.

B.1.2 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah segala upaya yang dilakukan untuk melindungi dan
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI
meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja dan kualitas lingkungan tempat kerja dan
lingkungan hidup sekitarnya bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan praktik-praktik kerja
produksi. Implementasi K3 bertujuan untuk menciptakan lingkungan lingkungan tempat kerja yang
aman, sehat, dan ramah lingkungan.
Kesehatan Kerja adalah suatu kondisi yang menunjukkan keadaan yang optimal untuk mendukung
terlaksananya kegiatan-kegiatan praktik kerja produksi. dalam rangka menyelesaikan proses
pekerjaan secara efektif dan efisien. Faktor-faktor pendukung kesehatan kerja meliputi, (1) pola
makan yang sehat dan bergizi, (2) pola pengaturan jam kerja yang tidak menganggu kesehatan
peserta didik, (3) pola pengaturan istirahat yang cukup pada peserta didik, (4) pola pengaturan
tata cara sikap bekerja secara ergonomi, (5) pola pengaturan lingkungan yang harmonis yang tidak
mengganggu kejiwaan, (6) pola pengaturan tata ruang kerja sehat, (7) pola pengaturan tata warna
dinding dan perabotan yang tidak ganggu kesehatan, (8) pola pengaturan penerangan ruang kerja
yang memadai, dan (8) pola perlindungan atas penggunaan peralatan yang menimbulkan
gangguan kesehatan
Keselamatan Kerja adalah usaha kondisi yang memberikan jaminan kondisi kerja yang aman dan
sehat untuk mencegah kecelakaan,cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja pada setiap
peserta didik. Faktor-faktor pendukung keselamatan kerja yaitu, (1) pengaturan jadwal jam kerja
dengan memperhatikan kondisi peserta didik, (2) pengaturan jadwal jam istirahat yang memadai
untuk menjaga kebugaran untuk bekerja, (3) pengaturan penggunaan peralatan kerja yang
menjamin kesehatan peserta didik, (4) pengaturan sikap tubuh dan anggota badan (posisi tubuh)
yang efektif yang tidak menimbulkan gangguan ketika bekerja, (5) penyediaan sarana untuk
melindungi keselamatan kerja pekerja, dan (6) kedisiplinan pekerja untuk mentaati ketentuan
penggunaan peralatan kerja dan perlindungankese lamata kerja yang telah disediakan dan diatur
dengan SOP (Standard Operating Prosedur) yang telah ditetapkan
Setiap melakukan suatu kegiatan praktik-praktik kerja produksi, SMK harus memperhatikan K3
agar tidak terjadi kesalahan yang dapat berakibat fatal. Selain itu, SMK harus memperhatikan
kebersihan yang ada pada lingkungan tempat kerja agar dapat menciptakan suasana lingkungan
tempat kerja yang nyaman dan sehat. Sehat menunjukkan bahwa lingkungan tempat kerja
tersebut telah benar-benar bersih dan nyaman memiliki menunjukkan bahwa lingkungan tempat
kerja rapi dan indah serta enak untuk melaksanakan sebuah pekerjaan.
Salah satu contoh best practice penerapan budaya K3 di industri paling populer adalah program
STOP Card. STOP Card yang dikembangkan oleh Dupont adalah contoh penerapan budaya K3 di
mana setiap karyawan dibekali oleh STOP Card untuk diisi jika menemukan adanya kondisi tidak
aman (unsafe condition), tindakan tidak aman (unsafe action), ataupun near miss (nyaris terjadi
kecelakaan) yang terjadi dalam pekerjaan mereka sehari-hari. Konsep STOP Card banyak diadaptasi
oleh beberapa industri dengan nama yang berbeda misalnya, Kartu Observasi Bahaya, STOP Work,
dan lain sebaginya. Selain STOP Card, banyak pula contoh penerapan penerapan budaya K3 di
industri melalui cara penyebaran informasi kekinian dengan tampilan yang menarik. Beberapa
industri sudah mulai menginformasikan K3 melalui web series, podcast, atau bincang-bincang K3
dengan karyawan. Melibatkan peran seluruh karyawan dalam penyebarluasan informasi K3 bisa
dipertimbangkan agar informasi lebih menarik. Industri juga bisa menggunakan berbagai jenis
program pengembangan budaya K3 yang sesuai dan efektif di dalam industri maupun area kerja
karyawannya saat ini.

B.1.3 Budaya Kerja Industri


Budaya Kerja Industri adalah nilai-nilai anutan yang menjadi karakteristik, kebiasaan yang
mendorong dan membudidayakan peserta didik yang tercermin dalam pandangan, cita-cita, sikap,
perilaku, dan tindakan yang teraktualisasi sebagai performa kerja berstandar industri. Budaya Kerja
Industri dibangun untuk mengubah mindset, prinsip, sikap dan perilaku peserta didik agar dapat
meningkatkan kompetensi dan produktivitas kerja untuk menjawab berbagai tantangan di masa
yang akan datang. Pembentukan budaya kerja memerlukan proses yang panjang, yang dimulai dari
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI
karakter kerja individu yang baik sebagai kebiasaan dan akhirnya membentuk karakter kerja secara
kolektif.
Pembentukan Budaya kerja peserta didik sangat dipengaruhi oleh budaya SMK. Melalui inovasi
model pembelajaran New Tefa, Budaya Kerja Industri yang dibentuk pada peserta didik dapat
meningkatkan kwalitas pengelolaan sumberdaya manusia sekolah. Untuk itu, pengelolaan
sumberdaya manusia secara berkelanjutan diarahkan untuk memperkuat dan memberdayakan
Budaya Kerja Industri peserta didik di Sekolah Menengah Kejuruan yaitu, SMK Bisa, SMK Hebat,
dan Vokasi Kuat dan Menguatkan Indonesia .
Budaya kerja yang kuat akan mendorong lebih banyak pengaruh dan mempengaruhi kinerja dan
kepuasan ekosistem sekolah dengan dampak yang lebih besar. Selanjutnya, peserta didik akan
memperhatikan standar operasional kerja, sehingga tercipta sebuah budaya kerja yang
meningkatkan produktivitas kerja. Budaya Kerja Industri yang diterapkan oleh Sekolah Menengah
Kejuruan menjadikan pembiasaan untuk kegiatan praktik-praktik kerja produksi sebagai
pengembangan Budaya Kerja Industri di Sekolah Menengah Kejuruan di masa mendatang.
B.1.3.1 Nilai-nilai Budaya Kerja Industri
Produktivitas kerja mencerminkan perbandingan antara efektivitas keluaran dengan efektivitas
masukan, artinya bahwa sikap mental menjadi pondasi untuk melakukan perbaikan dan
peningkatan dalam setiap kegiatan-kegiatan praktik kerja produksi oleh peserta didik.
Produktivitas kerja mencakup sikap mental yang memandang masa depan secara optimis dengan
berakar pada keyakinan diri bahwa kehidupan hanya dapat diraih seseorang yang bersungguh-
sungguh.
Nilai-nilai dan Budaya Kerja Industri merupakan bagian dari revolusi mental untuk mewujudkan
peserta didik yang berintregitas, mau bekerja keras dan semangat bergotong-royong. Terdapat
lima nilai-nilai dan budaya kerja Industri yang ditetapkan sebagai acuan untuk dipahami dan
diamalkan dalam bekerja, bersikap, dan berkontribusi dalam pengembangan industri di SMK yang
produktif yaitu, peserta didik yang dapat menggunakan sumber daya secara efektif untuk
menyelesaikan pekerjaan dan menciptakan hasil yang bernilai tinggi.
Berikut adalah beberapa nilai dan budaya kerja yang dikembangkan kegiatan-kegiatan praktik kerja
produksi melalui penerapan model pembelajaran Tefa sebagai pengembangan industri di Sekolah
Menengah Kejuruan
a) Intregitas
Integritas mengacu pada kualitas kejujuran, memiliki prinsip moral yang kuat, dan mematuhi
standar etika dengan melibatkan konsistensi tindakan, nilai, metode, ukuran, prinsip, harapan,
dan hasil. Dalam lingkungan organisasi, integritas sering dikaitkan dengan transparansi,
kepercayaan, dan komitmen terhadap praktik bisnis yang etis. Integritas penting untuk
membangun kepercayaan, membina hubungan positif, dan menciptakan landasan yang dapat
diandalkan untuk interaksi pribadi dan profesional. Integritas adalah aspek mendasar dari
perilaku etis dan memainkan peran penting dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk bisnis,
kepemimpinan, dan hubungan antarpribadi.
b) Profesional
Dalam konteks pekerjaan, kata profesional berarti terampil dan berkualifikasi dalam bidang
atau pekerjaannya. Dalam konteks perilaku etis, profesional berarti mematuhi serangkaian
standar etika dan kode etik dalam profesi dan menunjukkan integritas, kompetensi, dan
komitmen terhadap perilaku etis dalam pekerjaannya. Jika terkait dengan perilaku di tempat
kerja, profesional diartikan sebagai menunjukkan perilaku yang pantas, keterampilan
komunikasi, dan etos kerja yang kuat yaitu, ketepatan waktu, keandalan, komunikasi efektif,
dan sikap positif. Sementara dalam konteks pakaian dan sikap, profesional mengarah pada
berpakaian profesional dan menjaga sikap yang sesuai dengan harapan lingkungan tertentu
berkontribusi terhadap citra profesionalnya. Singkatnya, istilah "profesional" mencakup
tingkat kompetensi dan perilaku yang diharapkan dalam bidang atau pekerjaan tertentu. Hal
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI
ini lebih dari sekedar pekerjaan dan sering kali menyiratkan komitmen terhadap standar
kompetensi, etika, dan perilaku yang tinggi.
c) Produktif
Produktif adalah kemampuan untuk mencapai atau menghasilkan hasil secara efisien dalam
hal keluaran, pekerjaan atau aktivitas. Aspek utama produktivitas meliputi: (1) Efisiensi,
artinya produktivitas melibatkan penyelesaian tugas dengan waktu, tenaga, atau sumber daya
yang terbuang paling sedikit; (2) Efektivitas, yang bermakna bahwa produktivitas adalah
melakukan hal yang benar dan mencapai tujuan yang diinginkan dan menghasilkan hasil yang
berharga; (3) Manajemen Waktu, dimaknai bahwa produktivitas yang sukses seringkali
membutuhkan manajemen waktu yang efektif. Memprioritaskan tugas, menetapkan tujuan,
dan mengatur waktu dengan bijak berkontribusi pada peningkatan produktivitas; (4) Kualitas,
yaitu menghasilkan hasil berkualitas tinggi merupakan komponen penting dari produktivitas
berkelanjutan; (5) Inovasi, yakni produktivitas dapat ditingkatkan melalui inovasi dan
penerapan teknologi baru atau metode yang lebih baik yang menyederhanakan proses dan
meningkatkan hasil; (6) Konsistensi, yaitu upaya yang konsisten dari waktu ke waktu sangat
penting untuk mempertahankan produktivitas. Kemampuan beradaptasi: Kemampuan
beradaptasi terhadap perubahan keadaan, prioritas, dan tantangan sangat penting untuk
produktivitas berkelanjutan.
Individu, tim, dan organisasi sering kali berupaya meningkatkan produktivitas karena hal
tersebut berkontribusi terhadap pencapaian tujuan, memenuhi tenggat waktu, dan
kesuksesan secara keseluruhan. Berbagai alat, strategi, dan teknik seperti, manajemen waktu,
penetapan tujuan, dan optimalisasi alur kerja, biasanya digunakan untuk meningkatkan
produktivitas baik dalam lingkungan profesional.
d) Kompetitif
Kompetitif adalah gambaran situasi, individu, bisnis, atau pasar yang terlibat atau dicirikan
oleh persaingan. Pada aspek persaingan pasar, industri atau produk dianggap kompetitif jika
secara aktif bersaing dengan industri atau produk lain di pasar, melibatkan penawaran produk
atau layanan serupa atau sebanding dan bersaing untuk mendapatkan pelanggan, pangsa
pasar, dan profitabilitas. Sementara dari aspek daya saing individu, seseorang kompetitif jika
memiliki keinginan yang kuat untuk sukses, mengungguli orang lain, atau mencapai tujuannya.
Pada konteks persaingan harga, suatu pasar dikatakan kompetitif jika terdapat banyak
pembeli dan penjual, dan harga ditentukan oleh kekuatan pasar dan memastikan bahwa tidak
ada satu entitas pun yang dapat mengendalikan harga, sehingga menciptakan lingkungan
yang kompetitif. Dilihat dari pasar kerja, seseorang kandidat dapat dianggap kompetitif jika
seseorang memiliki keterampilan, kualifikasi, dan atribut yang membuat seseorang menonjol
di antara pencari kerja lainnya. Dari sudut pandang daya saing global, sesuatu dinilai
berdasarkan daya saingnya dalam skala global dengan melibatkan evaluasi faktor-faktor
seperti kinerja ekonomi, inovasi, infrastruktur, dan lingkungan peraturan. Terakhir, dalam
perpspektif persaingan teknologi, industri dianggap kompetitif jika industri berinovasi dan
menawarkan produk atau layanan mutakhir. Daya saing teknologi sering kali berarti menjadi
yang terdepan dalam hal penelitian dan pengembangan.
Menjadi kompetitif dapat memberikan keuntungan dalam berbagai konteks, mendorong
peningkatan, inovasi, dan efisiensi. Namun, penting untuk menyeimbangkan daya saing
dengan pertimbangan etis dan kolaborasi, terutama di bidang di mana kerja sama dan kerja
tim sangat penting untuk kesuksesan secara keseluruhan.
e) Inovatif
Inovatif adalah kemampuan untuk memperkenalkan ide, metode, atau produk baru dan
kreatif dan kemauan untuk menerima perubahan, mengeksplorasi solusi baru, dan berpikir di
luar kebiasaan.
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI
B.1.3.2 Penerapan Budaya Kerja Industri
Budaya Kerja 5R" adalah konsep yang diterapkan dalam dunia bisnis dan manajemen untuk
menciptakan lingkungan kerja yang terorganisir, bersih, dan efisien. Budaya Kerja 5R biasanya
mengacu pada lima prinsip dasar yang dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas, keamanan,
dan efisiensi. Berikut adalah penjelasan singkat tentang setiap prinsip Budaya Kerja 5R yang
diterjemahkan menjadi 5R yang merupakan singkatan dari Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin.
Dengan menerapkan konsep 5R, maka akan terbentuk suatu budaya kerja yang dapat dapat
meningkatkan efisiensi dan produktifitas kita di dalam bekerja.
a) Ringkas (Seiri)
Prinsip ini berkaitan dengan penyusunan dan pemilihan barang atau peralatan kerja yang
diperlukan. Ide utamanya adalah mengurangi barang atau peralatan yang tidak perlu di
tempat kerja untuk menghindari kekacauan dan meningkatkan efisiensi. Langkah-langkah
penerapan Ringkas, yaitu :
 Memisahkan barang/peralatan yang diperlukan dan tidak diperlukan.
 Membuang barang yang tidak diperlukan, serta tidak meletakkan barang pada suatu area
yang tidak berhubungan dengan pekerjaan di area tersebut.
 Tidak meletakkan peralatan tanpa kejelasan, karena suatu saat peralatan tersebut akan
dibutuhkan.
b) Rapi (Seiton)
Rapi berfokus pada pengaturan dan penyusunan barang atau peralatan kerja yang tersisa
setelah tahap Ringkas. Tujuannya adalah membuat segala sesuatu mudah diakses dan
diidentifikasi, sehingga waktu pencarian atau pengambilan menjadi lebih efisien. Langkah-
langkah penerapan Rapi, yaitu :
 Menandai barang/peralatan yang rusak, ditempatkan terpisah dan segera dicari
penggantinya.
 Meletakkan barang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
 Memastikan semua barang memiliki tempat khusus dan memastikan semua barang berada
di tempat khusus tersebut.
 Mendorong semua orang untuk mengembalikan barang pada tempatnya setelah
digunakan.
c) Resik (Seiso)
Bersih (Seiso): Prinsip ini menekankan pentingnya kebersihan di tempat kerja. Karyawan
diharapkan untuk membersihkan area kerja mereka secara teratur, termasuk peralatan, alat,
dan lingkungan sekitar. Kebersihan dapat meningkatkan kondisi kerja dan kesehatan
karyawan. Langkah-langkah penerapan Resik, yaitu :
 Mencari sumber kotoran dan menentukan apa saja yang hendak dibersihkan.
 Membagi tugas untuk bertanggung jawab pada kebersihan area masing-masing tempat.
 Memilih peralatan kebersihan yang akan digunakan.
 Melakukan pembersihan sesuai dengan daftar cek dan jadwal.
 Memeriksa dan mengevaluasi tempat kerja yang telah dibersihkan.
d) Rawat (Seiketsu)
Rawat adalah menetapkan praktik dan prosedur kerja standar yang mendukung untuk
memelihara ketiga komponen 5R, yaitu Ringkas (Seiri), Rapi (Seiton), dan Resik (Seiso)
sebelumnya. Rawat berarti menjaga lingkungan tempat kerja tetap terorganisir, bersih, dan
efisien. Ini melibatkan penciptaan sistem untuk memastikan penerapan prinsip-prinsip
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI
sebelumnya secara konsisten. Langkah-langkah penerapan Rawat, yaitu :
 Mempertahankan tempat kerja yang ringkas, rapi dan bersih dg melakukan pemantapan
(usahaterus-menerus).
 Melakukan metode visual manajemen dengan label atau kode sebagai standar prosedur.
e) Rajin (Shitsuke)
Rajin adalah membuat 4R sebelumnya menjadi suatu kebiasaan untuk pengembangan yang
berkelanjutan. Rajin berarti mempertahankan standar prosedur yang telah ada untuk
menjalankan Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin (5R) secara berkelanjutan. Langkah-
langkah penerapan Rajin, yaitu :
• Membuat standar persyaratan dan peraturan secara prosedural, misalnya penjadwalan,
urutan prosedur yang harus dikomunikasikan dan diajarkan pada setiap karyawan untuk
memahami standar prosedur tersebut.
• Menerapkan disiplin yang tinggi atas standar prosedur tersebut, sehingga menjadi
kebiasaan atau sikap kerja seluruh karyawan.
• Membuat suasana yang kondusif sehingga setiap orang saling menghormati satu sama lain.
Penerapan Budaya Kerja 5R dapat membantu industri mencapai efisiensi operasional,
meningkatkan lingkungan kerja, dan mengurangi pemborosan. Ini juga dapat berkontribusi
pada peningkatan produktivitas dan kepuasan ekosistem sekolah. Budaya Kerja 5R sering kali
terlihat dalam industri manufaktur dan organisasi yang mengutamakan efisiensi proses.

B.2 PBL/PjBL/Kolaboratif antar mapel


B.2.1 Pendahuluan
Output pembelajaran model Tefa adalah produk dan jasa dengan standard industri atau dunia
kerja, memiliki jaminan kualitas (Quality Assurance/QA) karena melalui proses kontrol kualitas
(Quality Control/QC) dan didukung oleh sarana prasarana (alat, mesin, tempat kerja) yang handal.
Sementara outcome dari pembelajaran model Tefa adalah kompetensi peserta didik (mumpuni
dalam hal sikap, pengetahuan, dan keterampilan; memiliki budaya kerja industri; dan tersertifikasi
uji kompetensi).
Output dan outcome dapat terwujud sesuai dengan harapan hanya jika input dan proses dikelola
dengan baik mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasi serta tindak lanjut hasil
evaluasi. Pembelajaran sebagai proses dalam sistem model Tefa di SMK memegang peran kunci
untuk mencapai tujuan berupa output dan outcome sesuai harapan. Oleh karenanya, kesuksesan
perencanaan pembelajaran perlu diwujudkan dalam rangka mencapai kesuksesan pelaksanaan
pembelajaran model Tefa.
Sebagai model pembelajaran berbasis produk/jasa, penyelenggaraan pembelajaran pada Tefa
secara garis besar mencakup kegiatan analisis kebutuhan, perancangan, penyelesaian produk/jasa
dan penyerahan kepada pengguna. Keempat kegiatan tersebut memungkinkan proses
pembelajaran menerapkan berbagai model pembelajaran yang menunjang seperti Problem Based
Learning (PBL), Projek Based Learning (PjBL) dan lain sebagainya. Proses pembelajaran berbasis
produk dalam Tefa juga memerlukan kolaborasi antar mata pelajaran, tidak terkecuali mata
pelajaran di luar kelompok kejuruan.

B.2.2 Problem Based Learning (PBL)


B.2.2.1 Pengertian dan Ciri Problem Based Learning (PBL)
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) adalah sebuah pendekatan yang
memberi pengetahuan baru peserta didik untuk menyelesaikan suatu masalah, dengan begitu
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI
pendekatan ini adalah pendekatan pembelajaran partisipatif yang bisa membantu guru
menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan karena dimulai dengan masalah yang
penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi peserta didik, dan memungkinkan peserta didik
memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata). Meski demikian, guru tetap
diharapkan untuk mengarahkan pembelajar menemukan masalah yang relevan dan aktual serta
realistik.
PBL dapat juga disebut sebagai pembelajaran kolaboratif, memadukan potensi antara guru dan
peserta didik. Namun demikian pembelajar tetap menjadi perhatian untuk tetap menjadi subjek
sehingga terlibat dalam proses hingga pelaksanaan pembelajaran, ini artinya pembelajaran
berpusat kepada peserta didik, terbiasa mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan
kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan
karier, dalam lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini. Agar memberi efek yang
maksimal, maka sebaiknya guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan
teman sebaya, bukan saja dalam memunculkan masalah, akan tetapi juga dalam menyelesaikan
problem yang menjadi materi pembelajaran.

Ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)


a) sebagai sebuah rangkaian kegiatan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi,
sehingga dalam proses pelaksanaan pembelajaran peserta didik tidak hanya sekedar
mendengarkan, mencatat kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi diharapkan aktif
berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya membuat kesimpulan
sebagai bentuk kemampuan memecahkan masalah.
b) menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran, oleh sebab itu
pembelajaran dapat dilaksanakan bilamana masalah sudah ditemukan, pendidik diharapkan
memberi peluang bagi peserta didik untuk menemukan masalah sendiri, dianjurkan untuk
yang dekat dengan lingkungan dan sedang aktual, tidak keluar dari kurikulum dan konsisten
dapat pencapaian tujuan pembelajaran.
c) pembelajaran berbasis masalah, tetap dalam kerangka pendekatan ilmiah dan dilakukan
dengan menggunakan pendekatan berpikir deduktif dan induktif, proses berpikir dilakukan
secara sistematis dan empiris, sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-
tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada
data dan fakta yang jelas.

B.2.2.2 Sintak dan Perilaku Guru dalam Problem Based Learning (PBL)
Sebagai sebuah model pembelajaran, PBL memiliki sintak atau urutan langkah tersendiri. Gambar
berikut menunjukkan urutan langkah PBL.

Gambar B.2.1. Urutan Langkah PBL


Sumber: Sofyan, H., dkk, 2017
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI

Proses belajar mengajar dengan menerapkan model PBL, pada dasarnya diawali dengan aktivitas
peserta didik untuk menyelesaikan masalah nyata yang ditentukan atau disepakati. Proses
penyelesaian masalah tersebut berimplikasi pada terbentuknya keterampilan peserta didik dalam
menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta sekaligus membentuk pengetahuan baru. Perilaku
guru dalam penerapan PBL dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel B.2.1. Tahapan PBL dan perilaku Pendidik
Tahapan PBL Perilaku Pendidik
Tahap 1. Menjelaskan tujuan pembelajaran

Mengorientasikan peserta didik terhadap


Menjelaskan logistik (bahan-bahan) yang

masalah diperlukan
 Memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif
dalam pemecahan masalah yang dipilih
Tahap 2 Membantu peserta didik mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang
Mengorganisasikan peserta didik
berhubungan dengan masalah tersebut
Tahap 3 Mendorong peserta didik untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen
Membimbing penyelidikan individual
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
maupun kelompok
masalah
Tahap 4 Membantu peserta didik dalam merencanakan
dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan
Mengembangkan dan menyajikan hasil
model dan berbagi tugas dengan teman
karya
Tahap 5 Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
telah dipelajari/meminta kelompok presentasi
Menganalisis dan mengevaluasi proses
hasil kerja
pemecahan masalah
Sumber: Sofyan, H., dkk, 2017
Pada pembelajaran berbasis produk (Tefa), PBL sangat cocok diterapkan pada awal aktivitas yaitu
fase analisis kebutuhan pengguna produk pembelajaran Tefa. Pada fase ini peserta didik dapat
memperkuat pembiasaan peka terhadap kondisi dan permasalahan yang ada di lingkungan
sekitarnya, terutama yang terkait dengan bidang keahlian (program keahlian) yang sedang
ditekuninya. Kepekaan ini selanjutnya diarahkan untuk mencari solusi atas permasalahan yang
teridentifikasi dan teranalisis.

B.2.3 Projek Based Learning (PjBL)


B.2.3.1 Pengertian dan Ciri Project Based Learning (PjBL)
Pada model PjBL, siswa dibiasakan untuk berpikir kritis dan ilmiah, dan juga menuntut siswa untuk
belajar secara mandiri. Karena PjBL memberikan situasi belajar yang nyata bagi siswa, yakni siswa
diminta untuk mengerjakan sebuah proyek yang nantinya akan memberikan pengetahun secara
permanen. PjBL merupakan model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. Pendekatan
ini menuntut siswa untuk belajar mandiri, dan dapat merencanakan dan melaksanakan
pembelajarannya sendiri ataupun berkolabirasi dengan guru dan siswa yang lain.
PjBL merupakan model pembelajaran yang berbasis pada pemberian tugas berupa proyek yang
dapat mengarahkan peserta didik untuk mengalami proses penyelidikan sehingga peserta didik
mampu mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang menjadi basis penilaian bagi
guru (Thomas, 2000). Namun perlu diperhatikan bahwa tidak semua pembelajaran yang
menghasilkan sebuah proyek merupakan model pembelajaran berbasis proyek. Selanjutnya
Giilbahar & Tinmaz dalam Muh. Rais (2010) menyatakan bahwa PjBL adalah suatu model yang
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI
dapat mengorganisir proyek-proyek dalam pembelajaran. Selain itu, Buck dalam Sutirman (2013)
menyatakan bahwa PjBl adalah suatu metoda pengajaran yang sistematis yang melibatkan para
siswa dalam mempelajari pengetahuan dan keterampilan melalui proses yang terstruktur, memiliki
pengalaman nyata dan teliti yang dirancang untuk menghasilkan sebuah produk.
Heitmann membedakan antara pembelajaran yang diakhiri dengan sebuah proyek dan model
pembelajaran berbasis proyek (dikutip oleh Kubiatko dan Vaculova, 2010). Pembelajaran yang
diakhiri dengan sebuah proyek merupakan perpanjangan dari penerapan pengetahuan yang telah
diperoleh peserta didik di dalam kelas. Pemberian proyek tersebut pada umumnya merupakan
akhir dalam sebuah pembelajaran, sehingga pengerjaan proyek tanpa memperhatikan proses
penyelidikan. Selama ini, proyek seperti ini yang sering dilakukan guru dalam pembelajaran dan
proyek ini dapat juga dilakukan secara individu maupun kelompok. Sebuah proyek dalam model
pembelajaran berbasis proyek memiliki karakteristik khusus. Mayer (2016) menjelaskan perbedaan
proyek dalam model pembelajaran berbasis proyek dan pembelajaran yang diakhiri proyek ditinjau
dari sudut pandang proses pembuatan dan hasil sebuah proyek yang terdapat dalam tabel berikut
ini.
Tabel B.2.2. Pembelajaran yang Diakhiri Projek vs Model Pembelajaran Berbasis Projek
Tahapan Model pembelajaran berbasis projek Pembelajaran diakhiri projek
Proses Dalam proses pengerjaan proyek Dapat dikerjakan di rumah tanpa
membutuhkan bimbingan guru dan tanpa bantuan
bimbingan/pengawasan guru serta anggota kelompok.
kolaborasi dengan anggota
kelompok.
Peserta didik mendapatkan banyak Peserta didik tidak memiliki banyak
pilihan dalam proses perencanaan kesempatan untuk membuat pilihan
dan pembuatan proyek. pada setiap detail proyek.
Proyek berdasarkan pada pertanyaan Pembuatan proyek berdasarkan
arahan yang diberikan guru. pada instruksi guru.
Pembuatan proyek dilakukan dengan Pembuatan proyek tanpa proses
proses penyelidikan mandiri. penyelidikan.
Hasil Hasil proyek merupakan jawaban dari Hasil proyek merupakan penerapan
pertanyaan arahan. dari pengetahuan peserta didik.
Hasil sebuah proyek diuji coba atau Hasil sebuah proyek diserahkan
dipresentasikan pada khalayak umum kepada guru untuk dinilai.
(di dalam kelas maupun luar kelas)
Penilaian hasil proyek berdasarkan Penilaian hasil proyek berdasarkan
rubrik yang disusun guru atau dibuat pada persepsi guru.
khusus untuk proyek tersebut.
Sumber: Tim Seaqil, 2019

B.2.3.2 Prinsip dan Sintak Project Based Learning (PjBL)


Menurut Larmer, dkk. (2015), model pembelajaran berbasis proyek memiliki tujuh standar utama
yang menjadi prinsip dalam penerapan model ini, antara lain:
a. Prinsip Challenging Problem or Question
Prinsip pemberian masalah atau pertanyaan arahan yang merangsang peserta didik untuk
menemukan jawabannya. Pembelajaran yang diawali dengan masalah dan pertanyaan dapat
memberikan kesempatan peserta didik untuk belajar tentang apa yang harus direncanakan dalam
penyelidikan, jenis aktivitas penyelidikan yang harus dipilih, alat yang harus dipersiapkan, dan
langkah yang harus diambil untuk memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan tersebut.
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI
b. Prinsip Sustained Inquiry
Prinsip proses penyelidikan yang terus menerus. Pemberian masalah dan pertanyaan di awal
pembelajaran merupakan awal dari sebuah proses penyelidikan. Proses penyelidikan dapat
mengarahkan peserta didik untuk memiliki keterampilan berpikir kritis dan memecahkan masalah,
berkolaborasi, dan memanajemen diri.
c. Prinsip Authenticity
Prinsip autentik dalam model pembelajaran berbasis proyek adalah guru menghubungkan
pembelajaran dengan kehidupan nyata. Ada tiga hal untuk menerapkan prinsip autentik dalam
model pembelajaran berbasis proyek , yakni: autentik dalam proyek, autentik dalam aktivitas dan
peralatan yang digunakan dalam pembuatan proyek, autentik dalam dampak hasil proyek.
d. Prinsip Student Voice and Choice
Prinsip suara dan pilihan peserta didik menuntut peserta didik untuk mengungkapkan ide dan
menentukan pilihan selama proses pengerjaan proyek. Suara dan pilihan peserta didik merupakan
salah satu aktivitas untuk mencapai keterampilan berpikir kritis dan memecahkan masalah.
Sebagai contoh, peserta didik diberikan kebebasan mengungkapkan ide atau memilih detail
sebuah proyek dan mengemukakan tanggapan saat guru memberikan masalah/pertanyaan arahan.
e. Prinsip Refl ection
Prinsip refleksi dalam proses penerapan model pembelajaran berbasis proyek bagi guru dan
peserta didik. Kegiatan tersebut bertujuan untuk melihat efektivitas semua aktivitas yang
dilakukan dalam proses penyelidikan, mengetahui masalah yang dihadapi selama proses
pengerjaan proyek, dan cara mengatasi masalah dalam proses pengerjaan proyek. Refleksi ini juga
mengarahkan peserta didik untuk mencapai pengetahuan metakognitif dalam proses
pembelajaran.
f. Prinsip Critique and Revision
Prinsip saran dan revisi merupakan hal yang lazim dilakukan pada sebuah hasil proyek. Saran dapat
dilakukan antar kelompok, guru bahkan pakar. Saran dilakukan agar setiap anggota kelompok agar
mengetahui hal-hal yang kurang tepat dalam hasil proyek untuk selanjutnya dilakukan revisi.
g. Prinsip Public product
Prinsip memublikasikan produk yaitu hasil proyek. Model pembelajaran berbasis proyek
memberikan kesempatan peserta didik untuk mempresentasikan hasil proyek di depan kelas
bahkan di lingkungan yang lebih luas. Dengan mempresentasikan hasil proyek tersebut, peserta
didik mendapatkan kepuasan dan motivasi untuk menunjukkan hasil kerja mereka.
Secara umum, PjBL memiliki sintak seperti gambar berikut ini.

Gambar B.2.2. Sintak Model PjBL


Sumber: Trianto, 2012
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI

B.2.4 Proses Pembelajaran Berbasis Teaching Factory


Proses pembelajaran dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prosedur, standar dan urutan kerja
seperti yang diterapkan di industri dalam menghasilkan suatu produk (barang/jasa), sehingga
diharapkan peserta didik dapat menguasai suatu kompetensi tertentu sekaligus memiliki standar
perilaku yang dibutuhkan dalam suatu sistem dan proses kerja industri. Dalam arti bahwa setiap
lulusan akan memiliki kemampuan untuk menangani suatu tugas sesuai dengan standar yang
ditetapkan serta kompentensi tersebut harus dapat didemonstrasikan secara individual
berdasarkan pada kriteria indikator kinerja yang ideal.
Dalam rangka pengantaran kompetensi tersebut, model pembelajaran teaching factory
mengembangkan sistem yang dapat mengintegrasikan kebutuhan belajar setiap peserta didik.
Terdapat materi pembelajaran dasar yang harus dikuasai oleh setiap peserta didik serta materi
pembelajaran tingkat lanjut yang disediakan sebagai materi pengayaan. Materi pembelajaran
tersebut disusun secara sistematik dengan mengutamakan pada pencapaian tujuan pembelajaran
sikap, pengetahuan dan keterampilan (soft skills dan hard skills) yang selaras dengan kebutuhan
industri.
Proses Pembelajaran pada Tefa dapat divisualkan sebagaimana gambar berikut ini.

Gambar B.2.3. Proses Pembelajaran pada Teaching Factory.


Sumber: Panduan Teknis Teaching Factory, 2017
Sebagai model pembelajaran berbasis produksi atau jasa yang mengacu pada standar dan
prosedur dunia kerja, model pembelajaran teaching factory juga dilaksanakan dalam suasana
seperti yang terjadi di dunia kerja. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam menjalankan
model tersebut agar mencapai tujuan adalah sebagai berikut.
a. Pembelajaran berkualitas
Pelaksanaan pembelajaran Tefa yang bekerjasama dengan dunia kerja dimaksudkan untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran (pemenuhan sarana praktik produksi, transfer teknologi,
dan metode pembelajaran) sesuai dengan standar proses pada prinsip pembelajaran dan
asesmen yang berlaku untuk mencapai standar pembelajaran.
b. Edukatif
Penyelenggaraan Tefa tidak dimaksudkan untuk mengeksploitasi peserta didik melainkan
mengutamakan pemberian kesempatan belajar berbasis industri yang melibatkan seluruh
peserta didik untuk menumbuhkan etos dan budaya kerja sesuai dengan karakter/sifat
pekerjaan.
c. Akuntabel
Pelaksanaan pembelajaran Tefa merupakan proses membangun kompetensi profesional,
pelaksanaan dan pengelolaanya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan
berlaku dengan sumber daya yang digunakan secara transparan dan berintergritas.
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI
d. Efisien
Pelaksanaan pembelajaran Tefa menghasilkan produk/barang/jasa yang sesuai dan tepat
serta dapat menghemat pengeluaran bahan praktik dengan memanfaatkan bahan produksi.
e. Profesional
Pelaksanaan pembelajaran Tefa dapat mengembangkan kompetensi dan menginternalisasi
karakter dunia kerja (kepatuhan terhadap peraturan standar mutu, etika, estetika, penataan
tempat kerja, pengaturan kerja, dan berorientasi pada kebutuhan pelanggan) pada peserta
didik melalui proses pembelajaran yang menyenangkan.

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, maka pembelajaran model Tefa memiliki karakteristik


sebagai berikut.
1) Lingkungan, suasana, dan aturan sekolah khususnya di tempat praktik dikondisikan sesuai
dengan standar dunia kerja;
2) Pembelajaran dan penilaian menggunakan perangkat/instrumen/format untuk melakukan
kegiatan/aktivitas produksi sesuai dengan standar dunia kerja;
3) Hasil pembelajaran peserta didik berupa kompetensi yang diwujudkan dalam produk (barang
atau jasa riil/utuh), sesuai dunia kerja;
4) Alur/proses kerja (analisa produk, proses, evaluasi, pengembangan, penyimpanan, dan
pemanfaatan barang/jasa) sesuai dengan dunia kerja;
5) Sekolah memiliki mitra dari dunia kerja sesuai dengan kompetensi/konsentrasi keahlian yang
aktif terlibat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran; dan
6) Asesmen kompetensi peserta didik sesuai dengan prosedur dan tata cara penilaian di dunia
kerja dan prinsip asesmen Kurikulum Merdeka.

Penerapan Tefa memperhatikan implementasi prinsip merdeka belajar, memberikan kebebasan


kepada sekolah memilih tindakan sesuai situasi dan kondisi. Mengingat kondisi sumber daya
sekolah dan mitra dunia kerja yang dimiliki SMK, maka penyelenggaraan Tefa dapat dikelompokan
menjadi 3 (tiga) kategori sebagai berikut.
a. Tefa berbasis pemenuhan kompetensi peserta didik
Sekolah menerapkan Tefa sebagai model pembelajaran dengan keluaran (output) kompetensi
dan karakter peserta didik serta produk yang berkualitas sesuai standar dunia kerja.
Pemanfaatan produk oleh masyarakat dan/ atau dunia kerja belum dapat dilakukan karena
beberapa faktor, mulai dari kapasitas, potensi masyarakat, dan pengelolaan Tefa terutama
administrasi atau tata kelola keuangan.
b. Tefa berbasis kebutuhan masyarakat
Sekolah menerapkan Tefa sebagai model pembelajaran dengan keluaran kompetensi peserta
didik dan produk yang berkualitas sesuai standar dunia kerja. Pembelajaran menghasilkan
produk yang sudah banyak diminati dan dipesan oleh masyarakat. Kualitas dan kuantitas
produk Tefa sudah mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
c. Tefa berbasis kemitraan dengan dunia kerja
Sekolah menerapkan Tefa sebagai model pembelajaran dengan keluaran kompetensi peserta
didik dan produk yang berkualitas sesuai standar dunia kerja. Kualitas dan kuantitas produk
Tefa sudah mampu memenuhi kebutuhan dunia kerja secara stabil dan berkelanjutan.
Pemenuhan kebutuhan dunia kerja dapat dilakukan dengan merekrut tenaga kerja dari luar
yang berpengalaman, menyiapkan tempat berproduksi, mengembangkan pola pengelolaan
pemanfaatan produk, dan menambah jam operasional.
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI

Bentuk tabel berikut memberikan deskripsi kemudahan memahami katagori Tefa


Tabel B.2.2. Kategori Tefa

Sumber: Panduan Teaching Factory Sekolah Menengah Kejuruan, 2023

Langkah pembelajaran Tefa untuk semua kategori Tefa yang ada dapat mengikuti alur pada
gambar B.2.3. Perbedaan terdapat pada pemanfaatan produk barang dan/atau jasa serta
mekanisme pengelolaan penerimaan pendapatan antara sekolah Negeri dan Swasta.
Secara rinci langkah pembelajaran Tefa dapat dijelaskan seperti berikut ini.
1. ldentifikasi Produk
Tefa dapat dilaksanakan berbasis pada kompetensi/konsentrasi keahlian atau lintas
kompetensi/konsentrasi keahlian, program keahlian dan bidang keahlian sesuai kebutuhan
cakupan kompetensi dalam sebuah produk. Kondisi tersebut terjadi karena proses produksi
dalam hal tertentu memerlukan kolaborasi berbagai bidang keilmuan.
ldentifikasi produk sebagai media belajar pada prinsipnya dilakukan oleh dan di setiap
kompetensi/konsentrasi keahlian dengan melibatkan mitra kerja. Bila produk tersebut
memerlukan lintas konsentrasi keahlian, maka identifikasi dilakukan secara kolaboratif.
2. Analisis Cakupan Kompetensi
Analisis dilakukan untuk mengukur kecukupan dan kesesuaian cakupan kompetensi yang
diperlukan dalam penyelesaian produk. Kompetensi yang dibangun melalui penyelesaian
produk harus mendukung tercapainya kompetensi pada kurikulum yang berlaku. Kegiatan
analisis cakupan kompetensi terdiri dari: analisis uraian pekerjaan dan analisis kesesuaian
kompetensi dasar/capaian pembelajaran dijelaskan sebagai berikut.
a. Analisis Uraian Pekerjaan
Analisis cakupan kompetensi dimulai dengan analisis uraian pekerjaan yang
menggambarkan kompetensi/unit kompetensi untuk menyelesaikan setiap produk.
Kompetensi yang diperoleh melalui pengerjaan produk dalam pembelajaran Tefa dapat
berasal dari satu atau lintas kompetensi/konsentrasi keahlian. Analisis uraian pekerjaan
dapat dilakukan bersama mitra kerja.
b. Analisis Kesesuaian Kompetensi Dasar/Capaian Pembelajaran
Hasil analisis uraian pekerjaan berupa kompetensi-kompetensi perlu dianalisis
kesesuaiannya dengan Kompetensi Dasar/Capaian Pembelajaran (KD/CP). Langkah ini
dilakukan untuk menjamin agar pelaksanaan Tefa dapat mendukung pencapaian
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI
kompetensi dalam kurikulum. Kompetensi yang dimaksud meliputi estetika dan segala
perilaku kerja di dunia kerja.
Penerapan Tefa dapat dilakukan dengan integrasi antar mata pelajaran,
kompetensi/konsentrasi keahlian, program keahlian, bahkan bidang keahlian. lntegrasi
dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan antara lain:
1) lntegrasi antar mata pelajaran dalam satu kompetensi/konsentrasi keahlian; yaitu
integrasi antar satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, baik pada
kelompok mata pelajaran umum maupun pada kelompok mata pelajaran kejuruan.
2) lntegrasi lintas kompetensi/konsentrasi keahlian; yaitu jika produk yang akan
dikerjakan memerlukan integrasi dari berbagai kompetensi keahlian/konsentrasi
keahlian yang berada di satu sekolah.
3) lntegrasi lintas SMK; yaitu jika produk yang akan dikerjakan memerlukan integrasi
kompetensi dari berbagai SMK, sehingga tidak ada lagi bagian yang harus dikerjakan
oleh pihak eksternal. Jika ada bagian-bagian tertentu yang tidak dapat dikerjakan oleh
peserta didik, misalnya karena tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum, dapat dijadikan
peningkatan kompetensi teknis di luar kurikulum dan/atau dikerjakan bersama dengan
pihak eksternal.
4) Penyusunan perangkat ajar
Guru dan/atau instruktur dunia kerja menyusun perangkat ajar dan perangkat
asesmen berdasarkan Analisis Kesesuaian Kompetensi Dasar/Capaian Pembelajaran.
Perangkat ajar terdiri dari capaian pembelajaran, tujuan pembelajaran, alur tujuan
pembelajaran, modul ajar, lembar kerja peserta didik (Job sheet). Perangkat asesmen
disusun/dikembangkan sesuai dengan Tujuan pembelajaran yang disusun.
5) Jadwal Blok
Penyusunan jadwal sistem blok perlu disesuaikan dengan kondisi riil dalam pekerjaan
yang sebenarnya, karena setiap pekerjaan membutuhkan waktu bekerja/belajar yang
berbeda. Misalnya, seorang penari maksimal memerlukan waktu 4 (empat) jam untuk
latihan secara terus menerus, tetapi seorang montir dapat memerlukan waktu bekerja
satu hari penuh. Dengan demikian, penyusunan jadwal blok dapat menggunakan
model hour, day, week, dan/atau month release. Pelaksanaan Tefa SMK dimulai
dengan menata dan menyusun jadwal pembelajaran yang memungkinkan peserta
didik dapat mengerjakan suatu kegiatan proses produksi/layanan jasa tertentu sampai
selesai/tuntas, misalnya membuat barang, menanam, menari, melukis, mengerjakan
jasa atau melakukan kegiatan lain sesuai rencana produksi/layanan jasa yang telah
ditetapkan.
3. Perancangan Produk
Pengerjaan produk sebagai media belajar diawali dengan pembuatan rancangan produk yang
akan menjadi dasar analisis kecukupan sumber daya sekolah. Rancangan produk antara lain:
gambar kerja, story board/naskah kerja, prototipe/contoh produk, kebutuhan alat dan bahan.
Kegiatan perancangan produk dapat dilakukan bersama dengan mitra kerja.
4. Analisis Kecukupan Sumber Daya
Analisis kecukupan sumber daya untuk dapat melaksanakan Tefa meliputi aspek sumber daya:
manusia (guru dan tenaga ahli), fasilitas, pembiayaan, dan mitra kerja. Analisis kecukupan
dapat dilakukan dengan menggunakan check list ketersediaan dan kecukupan setiap aspek
sumber daya berdasarkan tuntutan produksi;
a. Sumber Daya Manusia
SDM yang diperlukan dalam pelaksanaan Tefa terdiri atas guru, tenaga kependidikan
(antara lain: teknisi, tool man, laboran), dan instruktur (guru dan/atau instruktur dari
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI
dunia kerja). Sekolah harus menyiapkan guru dan tenaga kependidikan yang memiliki
pengalaman dan sertifikat dari industri atau portofolio yang relevan dan dapat
dipertanggungjawabkan.
b. Sumber Daya Fasilitas dan Bahan
Fasilitas belajar yang ada di sekolah perlu ditata dan dikondisikan semaksimal mungkin
mengadopsi tatanan atau menerapkan aturan-aturan yang ada di dunia kerja, sehingga
terbangun lingkungan dan suasana seperti di dunia kerja. Sekolah menyediakan bahan
produksi yang digunakan dalam pembelajaran Tefa sesuai standar.
c. Pembiayaan
Sumber pembiayaan Tefa dapat berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah,
penyelenggara pendidikan, mitra kerja, penjualan produk hasil Tefa untuk sekolah swasta
dan sekolah negeri berstatus BLUD, dan dari sumber-sumber lainnya yang relevan dan sah.
d. Mitra Kerja
Analisis mitra kerja lebih diarahkan pada keterlibatan dan dukungan terhadap produk
yang dikerjakan, agar dapat berkontribusi secara maksimal dalam implementasi Tefa.
5. Pengerjaan Produk Tefa
Kegiatan pengerjaan produk Tefa meliputi:
a. Jadwal
Penyelesaian produk berupa barang dan/atau jasa perlu dijadwalkan atau dialokasikan
waktu tertentu sampai produk/layanan jasa itu tuntas dikerjakan.
b. Pengerjaan Produk
Pengerjaan produk berupa barang dan/atau jasa mengacu kepada rancangan dan jadwal
yang telah disusun dilaksanakan oleh siswa dalam pembelajaran dan pelaksanaanya dapat
bekerja sama dengan mitra kerja. Pengendalian dan monitoring proses termasuk bagian
dari pelaksanaan proses pembelajaran. Sebelum melaksanakan pekerjaan diberikan
briefing/coaching peserta didik. Pembekalan tentang kesiapan melaksanakan pekerjaan
meliputi: pemenuhan kompetensi prasyarat, penguasaan tentang SOP, dan budaya kerja.
Pengerjaan produk dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1) Keterlibatan peserta didik disejajarkan
Peserta didik melaksanakan pembuatan produk (barang/jasa) secara langsung,
sampai produk selesai.
2) Refleksi
Refleksi dilakukan melalui diskusi/koordinasi dan komunikasi antara peserta didik
dengan tim terhadap pekerjaan yang sedangdikerjakan sebagai upaya penguatan
pemahaman terhadap pekerjaan yang dilakukan.
3) Asesmen
Asesmen dilakukan oleh guru untuk mengukur kompetensi peserta didik sesuai
dengan Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran (KKTP).
4) Supervisi pekerjaan
Guru dan/atau instruktur dari dunia kerja melaksanakan supervisi proses produksi
yang dilaksanakan peserta didik sesuai dengan standar proses dan produk pada
penyelesaian pekerjaan untuk menjamin kualitas proses belajar.
5) Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengukur keberhasilan proses dan hasil pekerjaan, serta
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI
jaminan layanan purna jualnya.
6. Penyerahan Hasil Produk
Peserta didik menyerahkan produk dengan bimbingan guru dan/atau instruktur dari dunia
kerja berdasarkan dokumen produk kepada pemesan yang berasal dari dunia kerja,
masyarakat, dan/atau sekolah serta mengadministrasikannya.
7. Layanan Purna Jual
Peserta didik melaksanakan layanan purna jual (keluhan/error handling dan garansi), untuk
menyelesaikan keluhan dari konsumen (jika ada) atas produk yang dikerjakan/dihasilkan guru
dan/atau instruktur dunia kerja baik secara luring maupun daring.
Semua kegiatan pengerjaan produk tersebut di atas didampingi oleh guru dan/atau instruktur
dunia kerja.

Gambar B.2.3. Pentahapan Teaching Factory


Sumber: Panduan Teaching Factory Sekolah Menengah Kejuruan, 2023

Proses pembelajaran berbasis produksi melalui model pembelajaran Tefa harus dilakukan
berulang-ulang, tidak mungkin sekali belajar membuat satu barang atau melakukan satu layanan
jasa lalu peserta didik dinyatakan kompeten. Proses belajar menjadi kompeten harus dilakukan
secara bertahap; mulai dari mengerjakan hal-hal yang sederhana menuju ke hal-hal yang lebih
kompleks, dari bagian-bagian menuju satu keutuhan produk, dari proses bekerja dengan
bimbingan yang ketat perlahan menuju proses bekerja mandiri. Selanjutnya peserta didik akan
berulang-ulang melakukan pembuatan barang atau melaksanakan pelayanan jasa sesuai dengan
kompetensi keahliann, hingga pada akhirnya benar-benar menjadi mahir. Proses-proses
pengulangan melakukan produksi dalam kondisi dan stuasi lingkungan kerja yang telah ditata
sebagaimana yang ada di dunia kerja (DUDI), diyakini dapat membentuk peserta didik jadi mahir
sesuai keahliannya sekaligus memiliki karakter dan budaya kerja DUDI. Aktivitas transaksi alih
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI
pemanfaatan produk TeFa kepada pihak pengguna (pelanggan), diharapkan akan mampu
membantu sekolah dalam mengupayakan kestabilan dan kesinambungan pengulangan proses-
proses produksi tersebut, bahkan untuk melakukan pengembangan inovasi produk sesuai dengan
trend yang berkembang di masyarakat.

B.3 Pengembangan Perangkat Pembelajaran TeFa


Sebagaimana telah disampaikan pada sub modul sebelumnya bahwa terdapat tiga (3) komponen
penting dalam penerapan model pembelajaran Tefa di SMK, yakni produk, job sheet, dan jadwal
blok. Pada bagian ini akan dibahas mengenai produk dan perangkat pembelajaran Tefa dalam hal
ini adalah job sheet beserta lembar penilaian atau asesmennya.
B.3.1 Produk
Pengertian produk secara umum merupakan segala sesuatu yang bisa dihasilkan dari proses
produksi berupa barang atau jasa yang nantinya diperjualbelikan di pasar. Adapun pendapat lain
yang mengatakan bahwa pengertian produk yaitu suatu substansi yang diproduksi oleh pihak
produsen dan ditawarkan ke pasar supaya dapat memenuhi keperluan maupun kebutuhan
konsumen.
Produk dalam hal ini dapat ditujukan untuk konsumen akhir atau konsumen antara. Menurut
penjelasan tersebut, maka dapat Anda ditarik kesimpulan bahwa pengertian produk merupakan
segala hal yang dapat ditawarkan di pasar supaya dapat dikonsumsi maupun digunakan untuk
dapat memenuhi keperluan atau kebutuhan konsumen di pasar.
Menurut Philip Kotler, pengertian produk yaitu segala hal yang dapat ditawarkan, dimiliki,
dimanfaatkan maupun dikonsumsi supaya dapat memuaskan kebutuhan maupun keperluan
konsumen. Di mana, di dalamnya berupa wujud fisik, jasa, orang, tempat organisasi, maupun suatu
ide.
A. Klasifikasi dan Jenis-Jenis Produk
Produk dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis baik itu ke dalam bentuk, wujud, dan daya
tahan produk tersebut maupun berdasarkan konsumen dan produk apa yang mampu dikonsumsi
oleh konsumen. Nah, di bawah ini merupakan beberapa penjelasan terkait jenis-jenis produk
berdasarkan Philip Kotler, diantaranya:
1. Produk Konsumsi
Pengertian produk konsumsi yaitu semua produk yang dapat digunakan oleh konsumen tingkat
akhir maupun end user. Produk konsumsi ini dikategorikan menjadi beberapa bagian, yakni:
a. Produk Kebutuhan Sehari-hari
Produk kebutuhan sehari-hari, yakni suatu produk yang diperlukan dan akan lebih mudah habis
bila dipakai sehingga akan lebih sering dibeli oleh konsumen. Misalnya bahan makanan,
minuman, sabun cuci, sabun mandi, shampo, dan lain sebagainya.
b. Produk Belanja
Produk belanja merupakan produk yang dibelanjakan dengan cara membandingkan suatu
produk dengan produk lainnya yang sama dari segi kualitas, harga, dan spesifikasi produk
tersebut, misalnya produk smartphone, tv, laptop, sepatu, dan lainnya.
c. Produk Khusus
Produk khusus yaitu produk yang memiliki suatu karakter tertentu dan memiliki kesan yang
mewah dan juga istimewa. Dimana sejumlah kelompok konsumen akan bersedia membayar
produk itu meskipun telah dibanderol dengan harga yang tinggi. Contohnya perhiasan, mobil,
maupun produk lainnya.
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI
d. Unsought Goods
Unsought Goods yaitu suatu produk yang sebelumnya belum diketahui oleh konsumen dan
meskipun mereka telah mengetahui, mereka tidak tentu untuk membeli produk tersebut,
misalnya batu nisan, tanah pemakaman, peti mati, dan lain sebagainya.

2. Produk Industri
Pengertian produk industri yaitu semua produk yang bisa dibeli oleh konsumen supaya dapat
digunakan sebagai bahan baku, nantinya tahap berikutnya dapat diproses menjadi produk yang
baru. Produk industri ini dibedakan menjadi beberapa bagian, diantaranya sebagai berikut:
a. Bahan Baku dan Suku Cadang
Bahan baku dan suku cadang merupakan produk yang dibutuhkan untuk diolah menjadi produk
baru yang mempunyai manfaat lebih. Biasanya jenis produk satu ini dikategorikan kedalam dua
bagian, yakni bahan mentah dan suku cadang. Contoh produk mentah yaitu kayu dan gandum.
Di mana, kayu ini dapat diproduksi menjadi lemari, kursi, dan lainnya. Sementara itu, gandum
dapat diproduksi menjadi roti. Serta contoh dari produk bahan maupun suku cadang.
b. Barang Modal
Barang modal yaitu suatu produk yang dapat membantu atau memudahkan produsen guna
mengelola maupun mengembangkan suatu produk matang dan mempunyai daya tahan yang
tergolong lama, layaknya pabrik, bangunan kantor, laptop, mobil, mesin produksi, dan lainnya.
c. Perlengkapan dan Layanan Bisnis
Perlengkapan dan layanan bisnis merupakan produk yang dapat membantu pengelolaan
produk matang yang siap dijual dan memiliki daya tahan yang tergolong lama. Contohnya alat
tulis kantor, oli pelumas, bahan bakar mesin, dan lain sebagainya. Sementara itu, contoh dari
produk layanan bisnis ini yaitu perwatawan alat, periklanan produk, konsultasi bantuan hukum,
dan lainnya.

B. Produk Menurut Wujudnya


Suatu produk juga dapat dibedakan menurut wujudnya, diantaranya yakni produk barang dan
jasa.
a. Produk Barang
Produk barang merupakan semua produk yang mempunyai bentuk fisik dapat dilihat, disentuh,
diraba, dipindahkan, dan pula mempunyai perlakuan fisik lainnya, contohnya produk minuman
makanan, aksesoris, dan lainnya.
b. Produk Jasa
Produk jasa merupakan semua kegiatan yang dapat memberikan manfaat dan juga kepuasan
pada para pelanggan. Contohnya jasa penginapan, jasa rias, jasa konsultasi, jasa pijat urut, dan
lainnya.

C. Produk Menurut Daya Tahannya


Selain menurut wujudnya, produk juga dapat dibedakan menurut daya tahan dari produk tersebut,
diantaranya yakni batang tidak tahan lama dan barang tahan lama.
a. Barang Tidak Tahan Lama
Barang tidak tahan lama merupakan produk yang mempunyai bentuk wujud dan dapat koka
dikonsumsi maupun dipakai selama beberapa kali, contohnya pasta gigi, sabun mandi, minyak
rambut, parfum, dan lainnya.
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI
b. Barang Tahan Lama
Barang tahan lama merupakan suatu produk yang mempunyai bentuk fisik yang dapat tahan lama
meskipun dipakai berkali-kali. Contohnya laptop, smartphone, meja, lemari kulkas, televisi,
bangku,dan lain sebagainya.

D. Atribut Produk
Setelah mengetahui dan memahami tentang pengertian produk, berikut ini terdapat pembahasan
mengenai atribut produk. Dimana, sejumlah atribut yang menyertai mencakup atribut produk,
antara lain:
1. Branding dan Merek
Merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol maupun rancangan atau kombinasi dari
keseluruhan yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi produk atau jasa dari satu penjual
maupun kelompok penjual dan membedakannya dari produk pesaing.
Sementara itu, branding adalah isu sentral dalam strategi produk. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa branding sangatlah mahal dan memakan waktu dan bisa membuat atau
mengajukan suatu produk. Nama merek yang baik bisa menambahkan kesuksesan yang besar
terhadap suatu produk.
2. Pengemasan (Packing)
Packing atau Pengemasan merupakan suatu kegiatan untuk membuat wadah atau pembungkus
suatu produk. Hal tersebut dapat melibatkan perancangan dan pembuatan pembungkus suatu
produk.
3. Kualitas Produk (Product Quality)
Kualitas produk merupakan kemampuan suatu produk untuk menjalankan fungsinya termasuk
daya tahan, keandalan, akurasi, kemudahan pengoperasian dan perbaikan serta atribut
berharga lainnya. Guna meningkatkan kualitas produk perusahaan anda bisa melakukan
program Total Quality Management (TQM). Serta mengurangi cacat produk, tujuan akhir dari
kualitas total yaitu guna meningkatkan nilai konsumen.
Sementara itu, tingkatan produk kebanyakan dari Anda tentu telah mengetahui bahwa terdapat
banyak sekali jenis produk di sekitar Anda. Akan tetapi, setiap produk itu ternyata mempunyai
tingkatan masing-masing, sehingga kuantitasnya pun berbeda-beda.

E. Model pembelajaran
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan pembelajaran yang disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan belajar yang
menyangkut sintaksis, sistem sosial, prinsip reaksi dan sistem pendukung
1. Project Based Learning
Project Based Learning adalah model pembelajaran yang mendorong para peserta didik untuk
menerapkan cara berpikir yang kritis, keterampilan menyelesaikan masalah, dan memperoleh
pengetahuan mengenai problem dan isu-isu riil yang dihadapinya.
2. Teaching Factory (Tefa)
TeFa merupakan sebuah konsep pembelajaran yang berorientasi pada produksi dan bisnis
untuk menjawab tantangan perkembangan dunia industri saat ini dan nanti. Tefa merupakan
pengembangan dari unit produksi yakni penerapan sistem industri mitra pada unit
produksi/praktek yang sudah ada di Sekolah Vokasi.
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI
F. Implementasi Pembelajaran Teaching Factory (Tefa)
Pada tahap implementasi pembelajaran Teaching Factory (Tefa) memerlukan rambu-rambu yang
berisi Langkah-langkah dalam melaksanakan proses produksi barang atau jasa dimana disusun
dalam suatu kertas kerja yang dikenal dengan istilah jobsheet.
Job sheet dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar kerja yang sesungguhnya
untuk menghasilkan produk (barang/jasa) yang sesuai dengan standar kualitas.
Job sheet disusun dengan mengacu pada jenis produk yang telah ditentukan sebelumnya (pada
tahapan penentuan produk). Produk tersebut merupakan bagian dari proses pembelajaran dan
memiliki linearitas serta mengantarkan sebanyak mungkin kompetensi yang relevan. Tahapan
penyusunan Job sheet sebagai berikut:
1. Pendidik mengidentifikasi Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) Kompetensi Dasar (KD) yang
dibutuhkan untuk membuat produk tersebut;
2. Pendidik menyusun urutan materi sesuai indikator pencapaian kompetensi dengan kriteria:
 Jumlah job sheet ditentukan berdasarkan kedalaman materi kompetensi yang diajarkan;
 Alokasi waktu penyelesaian job sheet mengacu pada jadwal blok.

Perlu dipertimbangkan juga bahwa penyusunan jobsheet tetap mengacu pada tahapan pencapaian
ketrampilan dan prinsip deferensiasi antara lain menyangkut aspek sarana prasarana, karakter
program keahlian, karakter peserta didik, sehingga penyusunan jobsheet bisa dikategorikan dalam
beberapa level yaitu:
Tabel B.3.1 Level Job sheet
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI

Sumber: GIZ, 2017

B.4 Penyusunan jadwal blok TeFa


a. Makna dari Penjadwalan Pembelajaran
Penjadwalan Pembelajaran adalah Pengaturan waktu guru bertemu dengan peserta didik dengan
durasi pertemuan tertentu dan untuk mata pelajaran tertentu.
b. Jenis-jenis penjadwalan pembelajaran
• Penjadwalan Periode
• Penjadwalan Blok
• Kombinasi Penjadwalan Periode & Blok

c. Keuntungan Jadwal Blok dibandingkan Jadwal Periode/Tradisional menurut NCPSS (North


Carolina Public School System)
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI
Tabel B.4.1. Keunggulan Jadwal Blok dibandingkan Periode/Tradisional

Pertimbangan Jadwal Blok Jadwal Periode/Tradisional

Waktu ¼ waktu guru dalam sehari ⅙ atau 1/7 waktu guru dalam
Perencanaan dialokasikan untuk sehari dialokasikan untuk
Guru perencanaan perencanaan

Metode Jumlah murid dalam kelas bisa Jumlah murid dalam kelas
Instruksional berbeda antar kelas atau biasanya selalu tetap atau sama
semester

Durasi Belajar Murid menghabiskan 90-120 Murid menghabiskan 35-60


menit di kelas dalam sehari dan menit sehari di kelas dan
waktu belajar efektif lebih frekuensi bertemu guru lebih
banyak daripada jadwal banyak dalam satu tahun ajaran,
periode tetapi lebih banyak waktu
belajar lebih banyak dalam kelas
dibandingkan jadwal blok

d. Keunggulan penjadwalan blok menurut W.H. Burton (1984)


• Meningkatkan kualitas belajar mengajar - memberi waktu guru untuk merencanakan
pembelajaran lebih baik, berkreasi dalam mencari strategi pembelajaran dan mengakomodasi
kebutuhan murid
• Kedalaman versus Keluasan cakupan pembelajaran - Guru dan murid dapat mempelajari satu
topik dengan lebih dalam dan memperdalam pemahaman murid.
• Lebih sedikit waktu belajar yang terpotong dan meningkatkan kedisiplinan - waktu belajar
efektif lebih panjang, penyelesaian isu dapat lebih cepat dan hubungan guru-murid lebih
intens.
• Memberikan ruang untuk murid belajar sesuai tingkat pemahamannya dan mengambil lebih
banyak kelas dalam satu tahun ajaran.

e. Cara Menyusun Penjadwalan Blok Dalam Pembelajaran Tefa


Penyusunan jadwal sistem blok perlu disesuaikan dengan kondisi riil dalam pekerjaan
yang sebenarnya, karena setiap pekerjaan membutuhkan waktu bekerja/belajar yang
berbeda. Misalnya, seorang penari maksimal memerlukan waktu 4 (empat) jam untuk
latihan secara terus menerus, tetapi seorang montir dapat memerlukan waktu bekerja
satu hari penuh. Dengan demikian, penyusunan jadwal blok dapat menggunakan model
hour, day, week, dan/atau month release. Pelaksanaan Tefa SMK dimulai dengan
menata dan menyusun jadwal pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat
mengerjakan suatu kegiatan proses produksi/layanan jasa tertentu sampai
selesai/tuntas, misalnya membuat barang, menanam, menari, melukis, mengerjakan jasa
atau melakukan kegiatan lain sesuai rencana produksi/layanan jasa yang telah
ditetapkan.
Berikut beberapa pertimbangan dan cara dalam menyusun penjadwalan dalam
pembelajaran Tefa:
• Ditentukan pada tingkat satuan pendidikan
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI
• Membutuhkan penilaian/asesmen awal pada tingkat satuan pendidikan berupa :
1. Mata pelajaran dan materi yang disajikan
2. Berapa jumlah guru per mata pelajaran yang dibuka? Apakah ketersediaan guru
sesuai dengan kebutuhan pengajar kelas?
3. Berapa jumlah ruangan yang dapat digunakan sebagai ruang belajar?
4. Mengobservasi apakah guru-guru sudah menggunakan berbagai strategi dan alat ajar
dalam pengajarannya, apakah guru-guru terbuka untuk melakukan inovasi dalam
pengajaran?
5. Seberapa besar waktu efektif belajar yang dilakukan oleh guru dalam 1 jam
pembelajaran?
f. Beberapa Praktek Baik dan Contoh Penyusunan Jadwal Tefa dari SMK St.Mikael Surakarta
(Kompetensi Keahlian Permesinan) dan SMKN 9 Bandung (Kompetensi Tata Busana)

Gambar B.4.1. Contoh Jadwal Blok Pembelajaran TEFA di SMKN 9 Bandung pada Kompentensi Keahlian Tata Boga
(Sumber: Best Practice TEFA.Panduan TEFA Direktorat SMK 2023.)
https://bit.ly/BestPracticeTefa_SMKN_9_Bandung

Gambar B.4.2. Contoh Jadwal Siswa pada Pembelajaran TEFA sistem Blok di SMKN 9 Bandung pada Kompentensi
Keahlian Tata Boga
(Sumber : Best Practice TEFA.Panduan TEFA Direktorat SMK 2023.)
https://bit.ly/BestPracticeTefa_SMKN_9_Bandung
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI

Gambar B.4.3. Contoh Jadwal Blok Pembelajaran TEFA di SMK St.Mikael Surakarta pada Kompentensi Keahlian Teknik
Permesinan
(Sumber: Best Practice TEFA.Panduan TEFA Direktorat SMK 2023.)
https://s.id/lmplementasiTefa_SMK_Mikael_Surakarta

Gambar B.4.4 Contoh Jadwal Blok Pembelajaran TEFA Kelas XII di SMK St.Mikael Surakarta pada Kompentensi
Keahlian Teknik Permesinan
(Sumber : Best Practice TEFA.Panduan TEFA Direktorat SMK 2023.)
https://s.id/lmplementasiTefa_SMK_Mikael_Surakarta
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI

Gambar B.4.5. Contoh Jadwal Blok Pembelajaran TEFA di SMK St.Mikael Surakarta pada Kompentensi Keahlian Teknik
Permesinan
(Sumber : Best Practice TEFA.Panduan TEFA Direktorat SMK 2023.)
https://s.id/lmplementasiTefa_SMK_Mikael_Surakarta
Gambar B.4.5. menunjukkan bahwa Pembelajaran TEFA di Kelas X pada SMK St.Mikael melekat pada Pembelajaran
Projek P5 dan Budaya Kerja.

B.5 Asesmen dan evaluasi pembelajaran Tefa

B.5.1 Asesmen
Sebagaimana dijelaskan pada bagian B.2 bahwa asesmen kompetensi peserta didik dalam
pembelajaran model Tefa dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan tata cara penilaian di
dunia kerja dan prinsip asesmen Kurikulum Merdeka. Asesmen pembelajaran dapat dikemas
sebagai pelengkap Job Sheets berupa lembar penilaian (Evaluation Sheests).
Job sheet dalam model pembelajaran teaching factory merupakan bagian dari RPP dan
disusun dengan mengacu pada produk yang ditentukan. Job sheet tersebut memuat urutan
materi untuk mengantarkan kompetensi peserta didik dengan hasil akhir berupa produk
berkualitas dan bermanfaat. Dalam job sheet diidentifikasi secara jelas kompetensi apa yang
harus dikuasai oleh peserta didik. Format job sheet terdiri dari soal (pertanyaan), prosedur
pengerjaan, rubrik penilaian dan format penilaian. Ciri utama job sheet teaching factory
adalah pada metode penilaiannya, di mana mengutamakan fungsi, estetika (bentuk) dan
waktu penyelesaian. Metode penilaian dilakukan secara transparan sehingga setiap peserta
didik dapat mengetahui berapa nilai yang diperoleh serta alasannnya.
Aspek penilaian pada job sheet harus mengandung tiga unsur, yaitu:
 Aspek kualitas, yaitu penilaian secara teknis, cara pengerjaan dan hasilnya;
 Aspek fungsi, yaitu pembobotan penilaian yang mengacu pada fungsi;
 Waktu pengerjaan, yaitu berkaitan dengan lama waktu pengerjaan suatu produk.
Tujuan dari penggunaan sistem penilaian adalah untuk mengukur kompetensi peserta didik,
yang meliputi proses dan hasil belajar. Penilaian dilakukan setelah peserta didik
menyelesaikan seluruh proses dalam Job sheet. Ada empat prinsip penilaian dalam konteks
teaching factory yaitu:
1) Obyektivitas
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI
Penilaian dilakukan dengan menggunakan cara pengukuran yang valid dan dapat
diandalkan.
2) Transparansi
Penilaian dilakukan secara terbuka, sehingga peserta didik dapat mengetahui kualitas hasil
unjuk kerjanya.
3) Kualitas
Penilaian dilakukan dengan menekankan pada pengukuran hasil unjuk kerja dengan
mengacu pada ketentuan standar (ukuran/kualitas/layanan), fungsi, waktu (kecepatan),
pengetahuan dan sikap.
4) Prosedur penilaian
Penilaian dilakukan dengan menggunakan form penilaian standar yang ditetapkan oleh
sekolah.
5.4.1 Evaluasi
Evaluasi, bertujuan untuk melihat apakah penerapan model pembelajaran teaching factory
dapat atau telah memberikan dampak perubahan sesuai dengan yang diharapkan, serta untuk
memberikan rekomendasi upaya penguatan dan perbaikan yang perlu dilakukan dalam
penerapan teaching factory pada tahun ajaran berikutnya.
Evaluasi bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan teaching factory mencapai tujuan
yang diharapkan atau tidak. Evaluasi lebih menekankan pada aspek hasil yang dicapai (output).
Evaluasi dilakukan jika program itu telah berjalan setidaknya dalam suatu periode (tahapan),
sesuai dengan tahapan rancangan dan jenis program yang disusun dalam perencanaan.
Evaluasi teaching factory dilakukan dengan mengukur 7 (tujuh) parameter penerapan
teaching factory, terdiri dari:
 Manajemen;
 SDM
 Komponen Teaching Factory
 Sarana
 Prasarana
 Proses Pembelajaran
 Hubungan Industri.

3. Ruang Kolaborasi
Pada ruang kolaborasi ini, secara berkelompok Anda disilakan untuk melakukan
● Analisi kebutuhan pasar dikaitkan dengan program keahlian yang dimiliki sekolah (LK.1)

4. Demonstrasi Kontekstual
Secara berkelompok, Anda diminta untuk menjelaskan konsep berpikir dalam menghasilkan sebuah
produk bersama mitra industri yang dimiliki (LK.2)

5. Elaborasi Pemahaman
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut masing-masing pada selembar stiky note secara
individu. Tempelkan jawaban Anda pada tempat sesuai instruksi pengajar
a. Bagaimana peran guru dalam memahami model-model pembelajaran?
b. Bagaimana peran model pembelajaran PBL dan PjBL dalam implementasi pembelajaran Teaching
Factory (Tefa)?
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI

6. Koneksi Antarmateri
a. Kompetensi Apa yang ingin dicapai dalam Pembelajaran Teaching Factory (Tefa)?
b. Buatlah gambaran secara komperehensif dari perencanaan sampai hasil akhir terkait produk
pembelajaran Teaching Factory (Tefa) hingga dampak yang dihasilkan bagi peserta didik dan
sekolah. Kerjakan aktivitas ini secara berkelompok. (LK.3)

7. Aksi Nyata
Bapak/Ibu secara individu diminta untuk membuat rancangan implementasi model pembelajaran
Teaching Factory (Tefa) mulai dari perencanaan hingga menghasilkan sebuah produk. Dalam
rancangan tersebut siapa saja yang terlibat didalamnya dan apa peran spesifik masing-masing.
Lengkapi rancangan tersebut dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
a. Apa saja yang perlu dipelajari?
b. Kapan waktunya?
c. Dari mana sumber belajarnya?
d. Siapa saja pihak yang bisa diajak berdiskusi?
e. Apa saja yang menjadi potensi tantangan Bapak/Ibu dalam implementasi pembelajaran
Teaching Factory (Tefa)?
f. Apa saja alternatif solusi untuk menanggulangi potensi tantangan yang mungkin terjadi
tersebut?
(LK.4 - 4.1)

F. LEMBAR KERJA
LK.1
ANALISIS KEBUTUHAN PASAR
NO PROGRAM KEAHLIAN MITRA INDUSTRI PRODUK YANG DIHASILKAN
(BUTUHKAN PASAR)
1.
2.
dst.

LK.2
ALUR MENGHASILKAN PRODUK
Buatlah peta konsep pada kertas CD Plano yang sudah disediakan!

LK.3
Buatlah peta konsep atau info grafis, dsb…dimulai dari produk yang dihasilkan serta dampak yang
dihasilkan!

LK.4
NO RENCANA KEGIATAN PIHAK YANG TERLIBAT PERAN/TUGAS
1.
2.
dst
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI
LK.4.1
NO RENCANA KEGIATAN TANTANGAN ALTERNATIF SOLUSI
1.
2.
dst

G. ASESMEN
Pengamatan dan penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan dilakukan kepada peserta selama
proses pembelajaran dan hasil kerja kelompok dan individual.

H. LATIHAN
Pilihlah jawaban yang benar dari pertanyaan-pertanyaan berikut.
1. Manakah dari pernyataan berikut yang merupakan komponen penting dari manajemen K3?
a. Penghematan biaya
b. Identifikasi risiko
c. Peningkatan produktivita
d. Penanganan kecelakaan kerja
2. Menjaga lingkungan tempat kerja tetap terorganisir, bersih, dan efisien merupakan praktik dari
budaya kerja industri ….
a. resik
b. rajin
c. rapi
d. rawat
3. Berikut ini adalah hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun jadwal blok pada pembelajaran
Tefa, yaitu....
a. menyusun mata pelajaran secara independen
b. mengintegrasikan beberapa mata pelajaran menjadi satu unit pembelajaran
c. menghapus beberapa mata pelajaran untuk mempermudah pemahaman siswa
d. menerapkan kurikulum yang sama dengan sistem tradisional/konvensiona
4. Keterampilan apa yang dapat dikembangkan melalui implementasi jadwal blok pada
pembelajaran Tefa?
a. Kemampuan menghafal informasi
b. Keterampilan berpikir kritis dan analitis
c. Keterampilan berkomunikasi secara tertulis
d. Penguasaan satu mata pelajaran saja
5. Bagaimana siswa dapat belajar dari pengalaman pembelajaran berbasis produk nyata?
a. mencatat setiap langkah dalam proses merek
b. menganalisis hasil produk mereka dengan kritis
c. membandingkan produk mereka dengan produk orang lain
d. berpartisipasi dalam diskusi kelompok tentang proses pembuatan produ
6. Pembelajaran berbasis produk nyata dapat membantu siswa menerapkan pengetahuan dan
keterampilan mereka dalam kehidupan nyata dengan ….
a. memungkinkan siswa menerapkan pengetahuan mereka dalam konteks yang relevan
b. memungkinkan siswa menunjukkan keterampilan mereka secara nyata
c. memintanya untuk menghubungkan konsep-konsep pembelajaran dengan kehidupan
sehari-hari
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI
d. semua jawaban benar
7. Model pembelajaran teaching factory memungkinkan terjadinya beberapa pendekatan integrasi,
yaitu integrasi ….
a. antar mata pelajaran umum/di luar mata pelajaran kejuruan saja, lintas
kompetensi/konsentrasi keahlian, dan lintas SMK
b. antar mata pelajaran dalam satu kompetensi/konsentrasi keahlian, lintas
kompetensi/konsentrasi keahlian, dan lintas jenjang pendidikan
c. antar mata pelajaran dalam satu kompetensi/konsentrasi keahlian, lintas
kompetensi/konsentrasi keahlian, dan lintas SMK
d. antar mata pelajaran kelompok kejuruan saja tanpa mata pelajaran umum, lintas
kompetensi/konsentrasi keahlian, dan lintas SMK
8. Apa yang menjadi tujuan utama dari penerapan model pembelajaran teaching factory?
a. meningkatkan produktivitas peserta didik secara optimal
b. mengembangkan keterampilan praktis dalam konteks dunia nyata
c. meningkatkan kemandirian peserta didik dalam pembelajaran
d. mengembangkan kemampuan akademis peserta didik
9. Pernyataan-pernyataan berikut yang paling tepat terkait evaluasi pada impelementasi model
pembelajaran teaching factory adalah ….
a. bertujuan untuk melihat apakah pembelajaran menyenangkan bagi seluruh peserta didik
atau hanya untuk sebagian kecil peserta didik, serta untuk memberikan rekomendasi
upaya penguatan dan perbaikan yang perlu dilakukan
b. bertujuan untuk melihat apakah penerapan model pembelajaran teaching factory dapat
atau telah memberikan dampak perubahan sesuai dengan yang diharapkan, serta untuk
memberikan rekomendasi upaya penguatan dan perbaikan yang perlu dilakukan
c. dimaksudkan untuk mengetahui apakah penerapan teaching factory mencapai tujuan
yang diharapkan atau tidak dan dilakukan segera setelah pencanangan implementasi
model pembelajaran teaching factory agar dapat segera ditindaklanjuti
d. lebih menekankan pada aspek masukan proses (input), dilakukan jika program itu telah
berjalan setidaknya dalam suatu periode (tahapan), sesuai dengan tahapan rancangan
dan jenis program yang disusun dalam perencanaan
10. Berikut ini kesemuanya merupakan tiga unsur yang harus ada dalam aspek penilaian dalam
job sheet model pembelajaran teaching factory, yaitu ….
a. aspek kuantitas, aspek fungsi, dan waktu pengerjaan
b. aspek kualitas, aspek kuantitas, dan waktu pengerjaan
c. estetika produk, aspek fungsi, dan waktu pengerjaan
d. aspek kualitas, aspek fungsi, dan waktu pengerjaan

I. DAFTAR PUSTAKA
Achdiani, Y. 2013. Keamanan, kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). (Modul). Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.
Ali, M. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Anizar. 2009. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Antorudin,Y. 2022. Pentingnya Pembiasaan K3 dan Budaya Kerja Industri di SMK. Online, diakses 5 Januari
2024. https://www.kompasiana.com/yadi84247/6374b8d34addee4187694894/pentingnya-
pembiasaan-k3-dan-budaya-kerja-industri-di-smk
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI

Argianti, T. 2022. Contoh Budaya K3 yang Dapat di Terapkan di Perusahaan. Online, diakses 7 Januari 2024.
https://indonesiasafetycenter.org/contoh-budaya-k3-yang-dapat-di-terapkan-di-perusahaan/
Burton, W. H. 1984. The guidance of Learning Activities. New York: Appleton-Century-Crofts, Inc.
Daryanto. 2007. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bengkel. Jakarta: Rineka Cipta.
Fitrihana, N. 2018. Rancangan Pembelajaran Teaching Factory di SMK Tata Busana. HEJ (Home Economics
Journal). Vol 2, No. 2. October 2018, 56-64 ISSN 2579 – 4272 (printed), ISSN 2579 – 4280. Online,
diakses tanggal 29 Januari 2024.
GIZ. 2017. Panduan Teknis Teaching Factory. Jakarta: Deutsche Gesellschaft für Internationale
Zusammenarbeit (GIZ) GmbH.
Hadiyanto, B. 2023. Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) untuk Kelangsungan Usaha. Online,
diakses 6 Januari 2024. Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) untuk Kelangsungan Usaha
– APKPI
Kubiatko, M. & Vaculova, I. (2011). Project-based learning: Characteristic and the experiences with
application in the science subject. Energy Education Science and Technology Part B: Social and
Educational Studies.
Larmer, J., dkk. 2015. Setting the standard for project based learning: A proven approach to rigorous
classroom instruction. USA: Buck Institute for Education.
Lestari, I dan Juanda, R. 2019. Komparasi Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Project Based
Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Perangkat Keras Jaringan Internet Kelas IX SMP
Negeri 5 Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya. Efektor, Volume 6 Issue 2, 2019, Pages 127 - 135.
Online, diakses tanggal 29 Januari 2024
Mayer, A. (2019). Difference between projects and project based learning.
(https://www.teachthought.com/project-based-learning/difference-between-projects-and-
project-based-learning. Online, diakses 29 Januari 2024).
Nugroho, dkk. 2023. Panduan Teaching Factory Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta: Direktorat Sekolah
Menengah Kejuruan, Ditjen Vokasi, Kemendikbudristek.
Rais, M. 2010. Model Project Based-learning Sebagai Upaya Meningkatkan Prestasi Akademik Mahasiswa.
Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Jilid 43, Nomor 3, oktober 2010.
SMK Kusuma Bangsa Bogor. (2023). Panduan Wawasan; Kesehatan Keselamatan Kerja dan Lingkungan
Hidup (K3LH) dan Budaya Kerja industry. Online, diakses 6 Januari 2024. Panduan Archives - SMK
Kusuma Bangsa Ciomas Bogor (smk-kusumabangsa.sch.id)
Sofyan, H., dkk. 2017. Problem Based Learning dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: UNY Press.
Sutirman. 2013. Media dan Model-Model PembelajaranInovatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Syamsidah dan Suryani, H. 2018. Buku Model Problem Based Learning (PBL) Mata Kuliah Pengetahuan
Bahan Makanan. Yogyakarta: Deepublish Publisher.
Tim Seaqil. 2019. Modul Model Pembelajaran Berbasis Proyek Berorientasi HOTS. Jakarta Selatan:
SEAMEO QTEP in Language
Trianto. 2012. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KPS). Jakarta: Bumi Aksara.

Laman internet:
https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-produk
http://ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/28-Erni-Murniarti.pdf
https://p3ut.polinela.ac.id/tefa/#:~:text=TEFA%20merupakan%20sebuah%20konsep%20pembelajaran,su
dah%20ada%20di%20Sekolah%20Vokas
PELATIHAN PENINGKATAN KUALITAS DAN KOMPETENSI MANAJERIAL KEPALA SMK BERBASIS INDUSTRI

BALAI BESAR PENGEMBANGAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN VOKASI BIDANG OTOMOTIF DAN
ELEKTRONIKA MALANG

Anda mungkin juga menyukai