1) Persiapan klien
Sapa klien dengan komunikasi terapeutik
Jelaskan prosedur pelaksanaan pada klien
Bersikap kooperatif dengan klien
2) Persiapan alat
Pinset cirugris
Pinset anatomi
Gunting
Handscoen disposible dan steril
Larutan NaCl
Kasa steril
Korentang steril
Mikrofor
Kantong keresek
Nierbekken
Was bensin
Betadine kompres 3%
Kom sterile
Kapas lidi
3) Persiapan lingkungan
Siapkan lingkungan senyaman mungkin, lingkungan yang kondusif, dan privacy klien tetap
terjaga.
4) Langkah kerja
Tutup pintu kamar atau pasang sampiran.
Atur posisi yang nyaman bagi kliendan tutupi bagian selain bagian luka dengan selimut
mandi.
Letakkan kantong sampah pada area yang mudah dijangkau. Lipat bagian atasnya membentuk
mangkok.
Kenakan masker muka atau pelindung mata (biasanya diperlukan jika luka mengeluarkan
drainase yang mungkin muncrat ke muka perawat)dan cuci tangan secara menyeluruh.
Kenakan handscoen disposible bersih sekali pakai dan lepas plester, perban, kasa, atau ikatan.
Lepaskan plester , tarik secara paralel dari kulit ke arah balutan. Hilangkan perekat yang
tersisa dari kulit.
Dengan tangan yang memakai handscoen , angkat balutan kasa secara hati-hati, jaga jangan
sampai menekan luka post op. Angkat balutan secara perlahan.
Observasi jenis luka , ada tidaknya komplikasi pasca operasi.
Buang balutan yang kotor ke tempat sampah. Buang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Lepaskan handscoen dengan bagian dalamnya berada di luar. Buang ke tempat sampah.
Buka set balutan steril atau perlengkapan sterile yang dibungkus satu persatu. Letakkan pada
meja samping tempat tidur.
Buka botol larutan dan tuangkan kedalam baskom steril dan tambahkan kassa yang berserat
halus.
Kenakkan handscoen steril.
Inspeksi warna luka,jenis jahitan, dan integritas luka. Hindarkan kontak dengan bahan yang
teerkontaminasi.
Bersihkan luka dengan salin normal sesuai program. Bersihkan dari area yang kurang
terkontaminasi ke area yang paling terkontaminasi.
Pasang kasa berserat halus yang lembab langsung ke permukaan luka. Apabila luka dalam,
masukkan kassa dengan hati-hati ke dalam luka dengan mennggunakan forsep sampai semuua
permukaan luka dapat kontak dengan kasa yang lembab.
Pijat daerah sekitar luka dengan perlahan, untuk memastikan ada tidaknya pus.
Pasang kasa steril berukuran 4x4 diatas kasa yang basah.
Tutupi balutan dengan bantalan ABD, Surgi-Pad, atau kasa.
Pasang plester diatas balutan.
Lepas handscoen dan buang ke kantong sampah.
Bantu klien untuk berada dalam posisi yang nyaman.
Buang seluruh perlengkapan dan cuci tangan.
5) Hal- hal yang perlu diperhatikan :
Jaga kesterilan saat merawat luka
Bersihkan luka dari area yang kurang terkontaminasi ke daerah yang banyak terkontaminasi.
Gunakkan swab yang terpisah untuk setiap usapan.
Kaji klien kembali untuk menentukan respons terhadap penggantian balutan.
Pantau status balutan minimal setiap jadwal pergantian dinas.
Catat penampakkan luka dan drainase, toleransi klien, dan jenis balutan yang akan digunakan
ke dalam catatan keperawatan.
Catat frekuensi penggantian balutan dan perlengkapan yang dibutuhkan kedalam kardeks.
Radioterapi atau disebut juga terapi radiasi adalah terapi menggunakan radiasi yang bersumber
dari energi radioaktif. Cukup banyak dari penderita kanker yang berobat ke rumah sakit
menerima terapi radiasi. Kadang radiasi yang diterima merupakan terapi tunggal, kadang
dikombinasikan dengan kemoterapi dan/atau operasi pembedahan. Tidak jarang pula seorang
penderita kanker menerima lebih dari satu jenis radiasi.
Terapi radiasi yang juga disebut radioterapi, irradiasi, terapi sinar-x, atau istilah populernya
"dibestral" ini bertujuan untuk menghancurkan jaringan kanker. Paling tidak untuk mengurangi
ukurannya atau menghilangkan gejala dan gangguan yang menyertainya. Terkadang malah
digunakan untuk pencegahan (profilaktik). Radiasi menghancurkan material genetik sel sehingga
sel tidak dapat membelah dan tumbuh lagi.
Tidak hanya sel kanker yang hancur oleh radiasi. Sel normal juga. Karena itu dalam terapi radiasi
dokter selalu berusaha menghancurkan sel kanker sebanyak mungkin, sambil sebisa mungkin
menghindari sel sehat di sekitarnya. Tetapi sekalipun terkena, kebanyakan sel normal dan sehat
mampu memulihkan diri dari efek radiasi. Radiasi bisa digunakan untuk mengobati hampir
semua jenis tumor padat termasuk kanker otak, payudara, leher rahim, tenggorokan, paru-paru,
pankreas, prostat, kulit, dan sebagainya, bahkan juga leukemia dan limfoma. Cara dan dosisnya
tergantung banyak hal, antara lain jenis kanker, lokasinya, apakah jaringan di sekitarnya rawan
rusak, kesehatan umum dan riwayat medis penderita, apakah penderita menjalani pengobatan
lain, dan sebagainya.
Radiasi Eksternal
Radiasi jenis ini bisa menghancurkan hampir semua jenis kanker dan bisa dijalani oleh pasien
rawat jalan (tidak perlu opname). Juga bisa digunakan untuk menghilangkan nyeri dan gangguan
lain yang lazim dialami oleh penderita kanker yang sudah metastase (menyebar) [1][2][3].
Radiasi eksternal juga diberikan sebagai pencegahan (prophylactic cranial irradiation, PCI),
misalnya pada penderita kanker paru radiasinya diarahkan ke otak supaya sel kanker tidak
menjalar ke otak.
Terapi radiasi eksternal tidak membuat penderita menjadi radioaktif (memancarkan radiasi ke
sekitarnya). Jadi tidak berbahaya bagi orang-orang di sekitarnya.
Radiasi internal sering digunakan untuk mengobati kanker di daerah kepala dan leher, thyroid,
prostat, leher rahim, kandungan, payudara, sekitar selangkangan, dan di saluran kencing.
Susuk radioaktif ini ada yang ditanam selama beberapa menit saja (dosis tinggi), ada yang
selama beberapa hari (dosis rendah), ada juga yang dibiarkan di dalam tubuh tanpa diangkat lagi.
Selama menjalani terapi ini penderita sedikit radioaktif, khususnya di sekitar lokasi susuk, tetapi
secara keseluruhan tubuh penderita tidaklah radioaktif. Untuk mencegah hal-hal yang tidak
diinginkan, penderita perlu menjalani rawat inap dengan beberapa batasan. Misalnya, dirawat di
ruang tersendiri. Pendamping boleh melayani penderita, tetapi tidak terus-menerus berada di
sisinya. Begitu juga tamu yang bezuk dibatasi waktunya. Wanita hamil dan anak-anak di bawah
usia 18 tahun tidak boleh berkunjung. Tetapi setelah implant radioaktif ini diambil lagi, penderita
sama sekali tidak radioaktif.
Brachytherapy sering juga disebut sebagai Radiasi Lokal. Contoh paling sederhana dari
Bachytheraphy adalah penggunaan Koyo/Patch Radioaktif untuk menghilangkan Keloid ataupun
Parut/Scar pada kulit luar. Besarnya Koyo dan Tingkat Radiasi ditentukan sebelumnya dan
berbeda-beda untuk orang yang memiliki beberapa Keloid dan/atau Parut di tubuhnya.
Kesembuhan dapat mencapai 100 persen atau setidak-tidaknya hampir hilang dalam masa
pengobatan 4-11 bulan.
Radiasi Sistemik
Pada radiasi sistemik, bahan radioaktif sebagai sumber radiasi ditelan seperti obat atau
disuntikkan, yang kemudian mengikuti aliran darah ke seluruh tubuh. Radiasi ini digunakan
untuk mengobati kanker thyroid dan non-Hodgkins lymphoma.
Sisa-sisa bahan radioaktif yang tak terpakai keluar dari tubuh melalui air liur, keringat, dan air
kencing. Dalam kurun waktu tertentu cairan ini bersifat radioaktif, tetapi sesudahnya tidak lagi.
Itu sebabnya penderita yang menjalani radiasi sistemik perlu menjalani rawat inap.
Teknik Radioterapi
Berbagai teknik radiasi terus dikembangkan untuk mendapatkan hasil yang makin optimal.
Antara lain:
Stereotactic Radiosurgery
Lazim digunakan untuk mengobati kanker otak. Penderita mengenakan alat semacam helm yang
bisa memancarkan radiasi dari berbagai arah. Dengan alat ini, dosis dan sasaran radiasi bisa
diukur dengan tepat, nyaris tanpa mengganggu jaringan di sekitarnya. Beda dengan bedah otak
konvensional, bedah radiasi ini tidak sakit, tidak menyebabkan perdarahan, dan tidak
mempunyai risiko infeksi.
Stereotactic radiotherapy
Prinsipnya mirip dengan stereotactic radiosurgery, tetapi menggunakan alat yang bisa bergerak
bebas mengitari tubuh pasien. Dengan demikian bisa digunakan untuk mengobati kanker otak
maupun kanker di bagian tubuh yang lain. Bedanya adalah, stereotactic radiotheraphy diberikan
dalam dosis kecil beberapa kali sehari untuk mengurangi efek samping.
Radioimmunotherapy
Kini radiasi juga dikombinasikan dengan imunoterapi. Antibodi khusus kanker disuntikkan ke
dalam tubuh setelah sebelumnya ditempeli materi radioaktif. Di dalam tubuh otomatis antibodi
akan mencari zat (antigen) yang diproduksi oleh sel kanker. Setelah ketemu, sel kanker
dihancurkan oleh materi radioaktif yang dibawanya.
Cara ini sangat tertarget, mencegah risiko rusaknya sel sehat. Sering digunakan untuk
pengobatan non-Hodgkins lymphoma, dan sedang dalam tahap uji klinis untuk pengobatan
leukemia, kanker usus, kanker hati, paru-paru, otak, prostat, thyroid, payudara, kandungan, dan
pankreas.
Proses Radioterapi
Terapi radiasi biasanya diberikan setiap hari, lima hari dalam seminggu, selama 6-7 minggu
berturut-turut. Tergantung ukuran, lokasi, jenis kanker, kesehatan penderita secara umum, dan
pengobatan lain yang diberikan. Tetapi untuk keperluan paliatif (misalnya menghilangkan nyeri
pada kanker yang bemetastasis ke tulang), biasanya cukup 2-3 minggu.
Terapi itu sendiri setiap kali hanya berlangsung 1-5 menit. Penderita tidak akan merasakan apa
pun selama terapi berjalan, tidak lebih seperti menjalani foto Rontgen (X-ray). Tetapi selama
menjalani terapi penderita harus diam, tidak bergerak sama sekali, agar pancaran radiasinya tepat
mengenai sasaran. Untuk itu bisa dibuatkan masker atau penyangga agar bagian tubuh yang akan
dilakukan radioterapi tidak berubah posisi.
Persiapan
Persiapan radioterapi untuk beberapa bagian tubuh kadang diperlukan semacam
topeng/cangkang (shell) untuk membuat bagian tubuh yang akan dilakukan radioterapi tidak
bergerak.[4]
Efek Samping
Efek samping terapi radiasi tidak selalu muncul, tetapi ada yang mengalaminya, menimbulkan
rasa tidak nyaman, bahkan kadang cukup parah. Ada yang merasakan beberapa hari/minggu
sejak terapi dimulai (dan menghilang beberapa waktu setelah radiasi dihentikan), ada juga yang
efek sampingnya baru muncul beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian. Yang begini
biasanya bersifat kronik/permanen.
Berbeda dengan kemoterapi yang efeknya mengenai seluruh tubuh, khususnya sel-sel yang
membelah dengan cepat, dan relatif sama dari satu orang ke orang lain, efek samping radioterapi
berbeda-beda tergantung pada area tubuh yang diterapi. Yang paling umum adalah rasa lemah tak
bertenaga, yang biasanya muncul beberapa minggu setelah radioterapi dimulai. Banyak yang
menjadi penyebabnya. Bisa karena kurang darah, stres, kurang tidur, nyeri, kurang nafsu makan,
atau capai karena setiap hari harus ke rumah sakit. Juga, selama radiasi tubuh membutuhkan
banyak energi untuk memulihkan sel-sel sehat yang rusak. Setelah terapi dihentikan, efek ini
lambat laun menghilang.
Perawatan Kulit
Efek samping lain yang umum terjadi adalah perubahan kulit pada area yang diterapi. Setelah
beberapa kali biasanya kulit tampak merah, gosong, lama-kelamaan mengering dan gatal. Tetapi
ada juga yang sebaliknya: kulit menjadi lembap, basah, dan mengalami iritasi/lecet, terutama di
lipatan-lipatan tubuh. Segeralah konsultasikan kepada dokter sebelum terjadi infeksi.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk merawat kulit pada area radiasi, yakni:
Kenakan pakaian berbahan katun yang longgar. Hindari pakaian yang menempel ketat. Tanyakan
dokter, bolehkah Anda menggunakan sabun, krim, lotion, salep, parfum, bedak, minyak gosok,
atau apa pun pada kulit yang terkena radiasi itu. Jenis/merk apa? Jangan menggunakan perekat di
area tersebut. Jika perlu memasang perban di sana, mintalah petunjuk dokter atau perawat.
Jangan menggaruk, menggosok, atau menyikat kulit di area irradiasi. Gunakan air suam-suam
kuku (dan sabun yang lembut, kalau boleh) untuk membasuhnya, kemudian keringkan dengan
lembut dan hati-hati. Jangan menempelkan kompres hangat ataupun dingin. Jika di sana ada
rambut yang perlu dicukur, gunakan pencukur listrik tanpa lotion ataupun sikat pembersih
rambut. Lindungi kulit dari sinar matahari menggunakan payung atau pakaian yang ringan. Jika
ingin menggunakan sunscreen/sunblock lotion, tanyakan pada dokter produk apa yang sesuai.
Biasanya efek samping yang terjadi pada kulit akan menghilang beberapa minggu setelah
irradiasi dihentikan. Tetapi kadang-kadang warna kulit tetap lebih gelap dibanding sekitarnya,
dan lebih sensitif terhadap sinar matahari.
Rambut Rontok
Radioterapi di daerah kepala dapat mengakibatkan rambut rontok sebagian atau seluruhnya.
Tetapi setelah terapi selesai rambut akan tumbuh lagi, walau tekstur dan warnanya mungkin
sedikit berbeda. Selama periode terapi sebaiknya kenakan topi lebar yang lembut atau kerudung
dari bahan katun. Jika ingin mengenakan wig, pastikan bagian tepinya tidak menggesek kulit
Anda.
Perawatan Mulut
Radiasi di daerah kepala dan leher kadang membuat gigi mudah keropos. Sebelum terapi dimulai
sebaiknya datang ke dokter gigi untuk perawatan mulut dan gigi, begitu juga selama radiasi
berjalan. Dokter gigi akan membantu mencegah munculnya efek samping di mulut seperti gigi
keropos, sariawan, dan mulut kering. Beberapa hal lain yang dapat Anda lakukan adalah:
Bersihkan gusi dan gigi dengan sikat yang lembut sedikitnya 4x sehari (sesudah makan dan
menjelang tidur). Gunakan pasta gigi yang mengandung fluoride tapi tidak mengandung zat-zat
yang bersifat abrasif. Jika terbiasa membersihkan gigi dengan benang gigi (dental floss),
bersihkan sela-sela gigi dengan hati-hati setiap hari. Larutkan sendok teh garam dan sendok
teh baking soda dalam segelas besar air hangat, dan sering-sering berkumur dengannya. Jangan
lupa bilas dengan air bersih/tawar. Oleskan fluoride secara teratur menurut petunjuk dokter gigi.
Sariawan pada mulut dan tenggorokan biasanya muncul setelah 2-3 minggu radiasi dimulai, dan
baru akan menghilang sekitar sebulan setelah radiasi dihentikan. Mungkin juga merasa sulit
menelan, selain sakit juga karena ludah mengental menyebabkan mulut terasa kering.
Mintalah obat pada dokter/dokter gigi untuk merangsang produksi ludah dan mengurangi rasa
sakit waktu menelan. Sering meneguk air dingin (namun bukan air es) atau mengunyah permen
karet akan sangat membantu. Begitu juga makan makanan lunak dan berkuah.
Jika memakai gigi galsu, mungkin perlu dilepas sementara. Karena kadang gusi sedikit bengkak,
sehingga gigi palsu terasa tidak nyaman bahkan mungkin melukai gusi dan menyebabkan
infeksi.
Radiasi Dada dan Payudara
Radioterapi pada kanker payudara dapat menyebabkan bahu agak sulit digerakkan mintalah
nasihat pada dokter tentang senam ringan yang bisa membuatnya lemas kembali. Efek samping
lainnya adalah kulit menjadi sedikit gosong, iritasi, atau bengkak. Jika Anda baru saja menjalani
operasi lumpektomi atau mastektomi, selama radiasi sebaiknya tidak usah mengenakan BH.
Kalau tidak enak, kenakan BH katun yang lembut tanpa kawat penyangga.
Efek lain yang sering terjadi pada radiasi di daerah dada adalah sakit saat menelan, batuk,
demam, dan sesak napas. Jika batuk berlendir, bisa jadi warna dan tekstur lendirnya berubah,
tidak seperti biasanya. Tidak usah panik. Utarakan kepada dokter, yang tahu persis bagaimana
mengatasinya.
Telah diketahui bahwa daya penetrasi sinar-X dalam jaringan amat tergantung dari energi
yang dihasilkan oleh tabung. Makin tinggi perbedaan tegangan antara katoda dan anoda, makin
besar pula daya tembus sinar. Berarti untuk tumor-tumor yang letaknya dalam diperlukan
pesawat-pesawat dengan tegangan yang tinggi. Pada tahun 1913, Coolidge memperkenalkan
tabung sinar-X hampa udara dengan tegangan 200 kV yang pertama. Tabung ini merupakan
dasar dari perkembangan teknik radioterapi selanjutnya. Karena dengan tegangan tersebut tidak
akan didapatkan dosis yang memuaskan untuk tumor-tumor yang letaknya lebih dalam, maka
sesudah perang dunia kedua, lahirlah pesawat supervoltage kemudian disusul dengan periode
megavoltage yang diperkenalkan oleh Schulz. Setelah itu ditemukan pula Co-60 (kobalt 60)
yang merupakan isotop buatan yang murah yang dapat menggantikan jarum radium yang mahal
harganya. Pada saat ini Co-60 yang mempunyai energi ekuivalen dengan sinar-X 3 mV,
digunakan baik sebagai radiasi eksternal (teletherapy) maupun radiasi internal (brachytherapy,
menghasilkan sinar gamma. Sinar Gamma adalah istilah untuk radiasi elektromagnetik energi-
tinggi yang diproduksi oleh transisi energi karena percepatan elektron. Gamma bermuatan 0 (nol)
dihasilkan akibat transisi inti nukleon. Sumber (head source) Co-60 berada pada gantry yang
dapat diatur penyudutannya dari 00 3600. Sinar gamma memiliki daya tembus yang tinggi
dibandingkan partikel alpha maupun beta. Bahan untuk menahan sinar gamma biasanya
diilustrasikan dengan ketebalan yang dibutuhkan untuk mengurangi intensitas dari sinar gamma.
Pesawat Co-60 memiliki lampu kolimator dan fiber optik yang berfungsi untuk mendapatkan
titik sentral dari luas lapangan penyinaran, mengatur jarak sumber ke obyek dengan mengubah
ketinggian meja.
(keV). Untuk mendapatkan sinar-X dengan energi yang sangat tinggi, biasanya digunakan alat
pemercepat partikel atau akselerator. Akselerator adalah alat yang dipakai untuk mempercepat
gerak partikel bermuatan seperti elektron, proton, inti-inti ringan, dan inti atom lainnya.
Mempercepat gerak pertikel bertujuan agar pertikel tersebut bergerak dengan cepat sehingga
yang paling umum digunakan untuk pasien yang terkena kanker. Linear accelerator digunakan
untuk mengobati semua lokasi badan yang terkena kanker, menyampaikan high-energy sinar-x
yang sama dosisnya kepada daerah tumor pasien. Sinar-Rontgen ini dapat menghancurkan sel
radiologik, mempersiapkan mental penderita. Pemeriksaan laboratorium meliputi darah tepi, gula
darah, kimia darah, EKG. Bila ada anemia harus dikoreksi dulu, karena keadaan anoksia akan
mengurangi kepekaan sel-sel kanker terhadap radiasi, infeksi lokal juga harus diobati dulu
dengan antibiotika lokal ataupun sistemik. Pemeriksaan BNO-IVP diperlukan untuk menetapkan
fungsi ginjal dan untuk menentukan apakah ureter terkena atau tidak. Mental penderita
dipersiapkan dengan cara menjelaskan tentang penyakitnya, cara radiasi (luar atau intrakaviter),
efek samping, lama dirawat di rumah sakit, tentang haid dan hubungan seksual di kemudian hari.
Kemudian pasien dating ke ruang mould, di ruang mould pasien dibuatkan alat-alat pendukung
radioterapi, diantaranya :
a. Masker fiksasi
b. Blok individual
c. Bantal penyangga
Kemudian treatmen planning system, pada ruang tps ditentuan tentang volume radiasi,
perhitungan dosis, dosis total, dosis teknisasi, kurva distribusi dosis dan tenik penyinaran.
1. Perhitungan dosis
a. Maksimum elekronik build up
b. Dose rate
c. Presentasi dept dose
d. Back seatter factor
e. Treatment time
2. Volume radiasi
a. GTV
b. CTV
3. Dosis total
4. Fraksinasi dosis
5. Kurva distribusi dosis
Referensi :
1. ^ http://iopscience.iop.org/0031-9155/59/6/R183/article
2. ^ http://dx.doi.org/10.1088/0031-9155/51/13/R26
3. ^ http://dx.doi.org/10.1088/0031-9155/51/13/R20
5. https://id.wikipedia.org/wiki/Radioterapi
I. Persiapan dan Pencegahan Paparan Saat Pemberian Kemoterapi yang Aman Bagi
Perawat
Kemoterapi merupakan salah satu cara pengobatan kanker dengan memberikan obat atau zat
yang berkasiat membunuh sel kanker. Para ahli mengakui bahwa kemoterapi mempunyai
kemampuan untuk memperpanjang hidup pasien (Power & Polovich, 2004), meningkatkan
kualitas hidup dan meningkatkan harapan untuk pengobatan jutaan orang yang terkena kanker
(Wade III, Goldstein, Nystrom, Presan, Rausch, 1997, ASCO, 2004). Obat kemoterapi atau obat
antineoplasma atau obat sitostatika adalah suatu obat yang mencegah perkembangan,
pertumbuhan dan proliferasi sel-sel malignan (ganas). Sampai sekarang umumnya petugas
kesehatan masih percaya bahwa tempat kerja mereka aman saat menyiapkan dan memberikan
obat-obatan kemoterapi apalagi jika telah mengikuti petunjuk yang dipublikasikan oleh
Occupational Safety and helath Administration (OSHA) pada tahun 1986. Agar tercegah
terjadinya paparan pada perawat dilakukan persiapan sebagai berikut (Sutarni, 2003b):
1. Persiapan Perawat
Petugas atau perawat yang diizinkan untuk memberikan obat sitostatika adalah mereka yang
sudah mendapat pendidikan tentang :
a. Cara menangani obat sitostatika.
b. Mengetahui kemungkinan resiko yang terjadi akibat oabt sitostatika.
c. Penatalaksanaan alat-alat yang terkontaminasi.
d. Pencegahan paparan terhadap perawat.
Pertanyaan selanjutnya yang sering muncul adalah bagaimana kita dapat mencegah terjadinya
paparan terhadap antineoplasma. Lindungi diri kita (petugas kesehatan) dari paparan dengan
metode dan cara kerja berikut ini (NIOSH, 2004a,b):
a. Siapkan obat ini dalam suatu tempat khusus yang ditangani oleh petugas yang mempunyai
wewenang.
b. Siapkan obat ini dalam suatu biological Safety cabinet (BSC) terutama BCS kelas II tipe B
atau kelas III (Suatu BSC yang mengalirkan udara dari dalam BSC keluar menjauhi ruangan).
c. Gunakan alat suntik (syring) dan set infuse dengan system Luer-Lok untuk persiapan dan
pemberian obat ini. Buang syring dan jarumnya pada wadah yang didesain untuk melindungi
petugas dari cidera [tertusuk].
d. Pertimbangkan untuk menggunakan alat untuk membawa obat dengan system tertutup dan
system tanpa jarum.
e. Hindari kontak kulit. Gunakan baju pelindung disposibel yang terbuat dari bahan yang
antitembuh cairan. Baju ini tertutup dibagian depannya, tangan panjang.
f. Gunakan sarung tangan berkualitas tinggi yang bebas bedak, yang menutupi lengan baju
g. Gunakan dua pasang sarung tangan (didouble).
h. Ganti sarung tangan secara periodic
i. Pakai plastic penutup wajah atau kacamata google untuk menhindari kontak dengan matam
hidung, dan mulut dari obat tersebut, dimana obat ini dapat memercik, menyemprot atau menjadi
aerosol.
j. Buka baju pelindung secara hati-hati untuk menghindari perluasan kontaminasi.
k. Lakukan pelatihan untuk menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya keamanan dalam
menyiapkan dan memberikan obat-obatan ini.
Gambar penyiapan Obat kemoterapi dalam BSC
Gambar: Skema BSC yang standar
Lindungi diri kita (perawat dan petugas kesehatan lainnya) dengan mengikuti tip berikut ini
(NIOSH, 2004a,b):
a. Jangan makan atau minum [atau merokok] ditempat dimana obat antineoplastik disiapkan atau
diberikan
b. Biasakan atau mampu untuk mengenali sumber paparan terhadap antineoplasma.
c. Cuci tangan sebelum dan sesudahh menggunakan melepaskan alat pelindung diri seperti baju
pelindung disposibel dan sarung tangan disposibel.
d. Tangani sampah yang berhubungan dengan oabt antineoplasma secara terpisah dengan sampah
rumah sakit lain. Tangani sampah tersebut sebagai sampah-sampah berbahaya.
e. Bersihkan tumpahan obat sesegera mungkin dengan menggunakan metode kewasapadaan
yang tepat.
f. Pelajari kebjakatan tertulis rumah sakit dalam menangani obat antineoplasma.
g. Pelajari dan akses jurnal serta publikasi yang berhubungan dengan penanganan obat
kemoterapi yang aman.
Secara lebih rinci, pencegahan pemaparan abat kemoterapi pada petugas mulai perilaku petugas,
pemaparan melalui alat, saat persiapan pasien, saat menyiapkan obat, saat memberikan obat dan
saat membuang sampah adalah sebagai berikut (Sutarni, 2003b):
1) Material/ bahanbahan yang terkontaminasi harus dibungkus dengan aman, material yang
tajam dimasukkan ketempat yang tidak mudah bocor
2) Bahan dan sampah terkontaminasi dengan obat antineoplasma dimusnahkan di incenerator
dengan suhu >1000 oC
Untuk memberikan obat kemoterapi parenteral yang aman, ikuti petunjuk berikut:
1. Sebelum pemberian kemoterapi, perawat mengkaji pengetahun pasien/ keluarga tentang
pengobatan, memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
pasien dan dokuemntasikan dalam catatan pasien
2. Sebelum pemberian kemoterapi, perawat meninjau kembali hasil pemeriksaan laboratorium
yang telah dilakukan (darah lengkap dan kimia darah), jika nilai abnormal ditemukan, perawat
menghubungi dokter untuk penangan lebih lanjut dan dokumentasikan hal ini dengan benar.
3. Sebelum tiap dosis kemoterapi diberikan, dua perawat secara indenpenden memverifikasi
informasi berikut:
a. Verifikasi protocol dan semua perhitungan yang digunakan dosis kemoterapi (misalnya luas
permukaan tubuh, dosis/m2 luas permukaan tubuh, dosis/kg BB dsb).
b. Verifikasi label kemoterapi terutama terhadap order/ resep obat kemoterapi yang meliputi:
nama pasien, nama obat, dosis, rute, cairan pencampur (diluent), lama pemberian)
c. Verifikasi jarak waktu antara pemberian dosis kemoterapi terakhir dengan dosis berikutnya
4. Sebelum obat kemoterapi diberikan, verifikasi identititas pasien sebagai berikut:
a. Untuk pasien rawat inap, perawat mengidentifikasi nama pasien, nomor rekam medis, nama
pasien ditempat tidur dan label obat kemoterapi.
b. Untuk pasien rawat jalan, pasien menanyakan pada pasien nama lengkap pasien, tempat
tanggal lahir, nomor rekam medis
5. Perawat menggunakan alat pelindung diri secara lengkap (jubah, sarung tangan, masker dan
google).
6. Sebelum memberikan obat kemoterapi secara intravena melalui infus, perawat memberi cairan
infuse yang di programkan dokter untuk mengkaji kelancaran aliran infuse dan mengobservasi
tanda dan gejala infiltrasi (bengkak atau hematoma)
7. Setiap memulai memberikan obat kemoterapi secara infuse, dua orang perawat menverifikasi
kecepatan aliran infuse antara yang diprogramkan dokter dan yang ada pada label obat
kemoterapi.
8. Selama pemberian obat kemoterapi, perawat memberikan cairan pembilas yang diprogramkan
dokter diantara obat kemoterapi yang berbeda untuk membilas dan membersihkan selang infuse
dari obat yang diberikan sebelumnya
9. Perawat melakukan pengkajian untuk mengetahui kelancaran aliran infuse dan mengobservasi
tanda-tanda vital secara periodic minimal 2 kali selama pemberian obat.
10. Obat-obat yang vesikan yang diberikan secara intravena melalalui infuse diberikan melalui
kateter vena sentral (central venous access catheter) dan periksa kelancarannya
11. Jika diduga atau telah terjadi ekstravasasi dari obat kemoterapi yang vesikans, ikuti kebijakan
rumah sakit untuk penanganan ekstavasasi dari obat kemoterapi yang vesikans dan laporkan pada
dokter penanggungjawab.
12. Jika diduga atau telah terjadi efek samping obat, laporkan kepada dokter penangggungjawab
dan ikuti kebijakan rumah sakit tentang penanganan reaksi atau efek samping obat.
Pemberian obat kemoterapi kedalam rongga tubuh (termasuk kedalam pleura atau
kandung kencing)
Pakai alat pelindung diri yang lengkap (sarung tangan, jubah, penutup wajah, google, penutup
kepala terutama jika kemungkinan terjadinya risiko percikan
Gunakan lapisan plastic disposibel dibawah pasien untuk mengantisipasi ceceran obat
Lapisi dengan kasa steril pada sambungan untuk mengurangi potensi semprotan obat ke
lingkungan sekitar terutama saat menyambung atau membuka sambungan
Klam kateter setelah pemberian obat untuk meminimalkan aliran balik obat
Setelah pemberian obat dan waktu yang dibutuhkan telah terpenuhi, buka klam untuk
mengumpulkan cairan residu ke dalam kantong drainage.
Tangani cairan tubuh yang keluar (urine atau cairan pleura) sebagai cairan tubuh yang
terkontaminasi obat kemoterapi.
Buang alat atau benda yang telah digunakan untuk pemberian obat kemoterapi
Buka semua alat pelindung diri dan tempatkan pada plastic dan diikat dan buang ditempat
sampah khusus untuk obat-obat berbahaya.
DAFTAR PUSTAKA
American Society Clinical Oncology, (2004). Criteria for facility and personnel for
administration of parenteral systemic antineoplastic therapy, Journal of Clinical Oncology, 22
(22): 1 3
Aschenbrenner, D.S., Cleveland, L.D., & Venabel, S.J. (2002). Drug therapy in nursing,
Philadelphia: Lippincott William & Wilkins
Betz, C.L. & Sowden, L.A. (2000). Mosby pediatric nursing reference (4th ed), St Louis: Mosby
Dougherty, L., (2000). Cental venous access devices, Journal Nursing Standard, 12 (43): 45 50
Haughney, A. (2004). Nausea and vomiting in end-stage cancer, These symptom can be treated
most efectivelly if theunderlying cause is konown, AJN, diakses tanggal 17 Desember 2005,
diperoleh dari http://%20www.nursingcenter.com/prodev/cearticles/asp?tid=577266.pdf
Health Service Executive (2003). Safe handling of cytotoxic drugs, diakses 17 Desember 2005,
diperoleh dari http://www.hse.gov.uk/pubns.misc615.pdf
McCann, J.A.S. (2003). Nursing procedures and protocols, Philadelphia: William & Wilkins
McDiarmid, M., Presson, A.C., Weaver, V., & Fujikawa, J. (1995). Controlling occupational
exposure to hazardous drugs, Am J Health-Syst Pharm, 52: 1669 1685
NIOSH (2004c). NIOSH alert, preventing occupational exposures to antineoplastic and other
hazardous drugs in health care setting, Center for Desease Control and Prevention
Porth, CM., (2005), Pathophysiology, Concepts of altered health states, (7th eds.), Philadelphia:
Lippincott Willian & Wilkins
Power, L., & Polovich, M. (2004). Safe handling of hazardous drugs, diakses 17 Desember 2005,
diperoleh dari http://www.oagpo.com/asset/pdf/cme-ceu/sicor_ceu.pdf
Power, L., & Polovich, M. (2005). New approaches in safe handling of hazardous drugs, diakses
17 Desember 2005, diperoleh dari http://www.ons.org/publication/journals/pdfs/300541.pdf
Sutarni, N. (2003a). Asuhan keperawatan pada pasien dengan kemoterapi, Makalah disampaikan
pada Simposium Deteksi Dini Kanker dan Penatalaksanaan Dengan Metode Kemoterapi yang
Aman, yang diselenggarakan oleh Akademi Keperawatan Muhammadiyah Samarinda dengan
PPNI Komisariat RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda, tidak dipublikasikan
Vanchieri, C., (2005). Health hazard to community practice nurse: The big worry, Community
Oncology, 2 (3): 277 279
Vega-Stromberg, T., (2005). Advances in colon cancer chemotherapy, Nursing implication,
Home Healthcare Nurse, Philadelphia: Lippincott William & Wilkins, 23 (3) 154 166, diakses
17 Desember 2005, diperoleh dari http://%20www.nursingcenter.com/prodev/cearticles/asp?
tid=577266.pdf
Wade III, J.L., Goldstein, M., Nystrom, J.S., Presan, C.A., Rausch, P.G., (1997). Criteria for
facility and personnel for administration of parenteral systemic antineoplastic therapy, Journal of
Clinical Oncology, 15 (11): 3416 3417, diakses 17 Desember 2005, diperoleh dari
http://www.%20jco.org/misc/15.11.3416.pdf
Victoria WorkCover Autority (2003). Handling cytotoxic drug in the workplace, Melbourne:
Worksafe Victoria
Worthington, K. (2000). Chemotherapy on the unit, Protecting the provider as well as patient.
American Journal of Nursing, 100 (4), diakses tanggal 17 Desember 2005, diperoleh dari
http://www.nursingworld.org/AJN/2000/APR/Health.htm
Ziegler, E., Mason, H.J., & Baxter, P.J. (2002). Occupational exposure to cytotoxic drugs in two
UK oncology ward, Occup Environ Med. 59: 608 612, diakses 19 Desember 2005, diperoleh
dari http://oem.bmjjornals.com/cgi/content/full/59/9/608
Maridi MD,Ns, M.Kep (2009). Penatalaksanaan kemoterapi yang aman, diakses 21 Juli 2009,
diperoleh dari
http://maridimdirjo.blogspot.com