Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

“MANAJEMEN EFEK KEMOTERAPI”

Disusun Oleh :
Nama : Natasya Wulandari
NIM : 1814201210
Prodi : S1 Keperawatan

Dosen Pembimbing :
Ns. Andrye Fernandes, M.Kep.Sp.Kep.An

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes PERINTIS PADANG
T.A 2019/2020
A. Definisi Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan secara sistemik dalam pengobatan kanker
selain terapi hormonal dan terapi target (Robinson, 2008). Zat kimia atau obat-obatan
digunakan dalam pengobatannya (Hayati, 2009). Kemoterapi dilakukan dengan
menggunakan obat sitostatika untuk membunuh sel kanker dengan cara
menghancurkannya sehingga sel kanker tidak dapat berproduksi dan menyebar.
Sitostatika adalah kelompok obat (bersifat sitotoksik) yang digunakan untuk
menghambat pertumbuhan sel kanker. Obat sitotoksik adalah obat yang sifatnya
membunuh atau merusakkan sel-sel propaganda. Obat ini termasuk obat0-obat berbahaya
(OB), yaitu obat-obat yang genotoksik, karsinogenik, dan teratogenik, dan menyebabkan
kerusakan fertilisasi (Donadear, Prawesti, dan Anna, 2012).

Obat-obat anti kanker ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal (active single
agents), tetapi kebanyakan berupa kombinasi karena dapat lebih meningkatkan potensi
sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel-sel yang resisten terhadap salah satu obat
mungkin sensitif terhadap obat lainnya. Dosisi obat sitostatika dapat dikurangi sehingga
efek samping menurun. Sitostatika bersifat karsinogenik dan perlu penanganan yang
khusus, karena efek dari sitostatika bila tidak diberikan secara tepat misalnya melalui
intra vena pada pembuluh darah yang tidak paten dapat menimbulkan ekstravasasi pada
lokasi injeksi.

B. Tujuan Kemoterapi
Pemberian kemoterapi bertujuan untuk mengurangi kemungkinan hidup sel tumor,
mempertahankan konsentrasi toksis kemoterapi untuk sel tumor yang mungkin tumbuh,
dan mengobati okul metastase tumor yang mungkin telag terdapat saat dilakukan operasi.
Kemoterapi bisa digunakan untuk mengatasi tumor secara lokal dan juga untuk
mengatasi sel tumor apabila ada metastasis jauh. Secara lokal dimana vaskularisasi
jaringan tumor yang masih baik, akan lebih sensitif menerima kemoterapi sebagai
antineoplastik agen. Dan karsinoma sel skuamosa biasanya sangat sensitif terhadap
kemoterapi ini.
C. Macam Macam Kemoterapi
Beberapa bentuk tindakan kemoterapi adalah :
1. Melalui tablet atau kapsul. Kemoterapi dengan cara ini paling praktis karean dapat
dilakukan penderita sendiri di rumah dengan mengikuti saran dari dokter.
2. Melalui suntikan atau injeksi. Pemberian kemoterapi ini hanya bisa dilakukan oleh
dokter saja diklinik, rumah sakit, ruang praktek dokter atau jika dimungkinkan dokter
bisa datang kerumah.
3. Melalui infus. Pemberian kemoterapi melalui infus harus dilakukan oleh paramedis
yang berpengalaman. Pemberian kemoterapi ini harus dilakukan dirumah sakit atau
klinik khusus.

D. Mekanisame Cara kerja Kemoterapi


Kemoterapi bekerja dengan merusak proses pembentukan sel kanker pada berbagai
fase, melalui kombinasi obat-obatan anti kanker yang bertindak mengganggu atau
merusak siklus sel-sel kanker. Kebanyakan obat anti neoplasma yang secara klinis
bermanfaat, agaknya bekerja dengan menghambat sintesis enzim maupun bahan esensial
untuk sintesis dan fungsi asam nukleat. Berdasarkan mekanisme cara kerja obat, zat yang
berguna pada tumor kepala leher dibagi sebagai berikut :
1. Antimetabolit, Obat ini menghambat biosintesis purin atau pirimidin. Sebagai contoh
MTX, menghambat pembentukan folat tereduksi, yang dibutuhkan untuk sintesis
timidin.
2. Obat yang mengganggu struktur atau fungsi molekul DNA. Zat pengalkil seperti CTX
(Cyclophosphamide) mengubah struktur DNA, dengan demikian menahan replikasi
sel. Dilain pihak, antibiotika seperti dactinomycin dan doxurubucun mengikat dan
menyelip diantara rangkaian nukleotid molekul DNA dan dengan demikian
menghambat produksi mRNA.
3. Inhibitor mitosis seperti alkaloid vinka contohnya vincristine dan vinblastine,
menahan pembelahan sel dengan mengganggu filamen mikro pada kumparan mitosis.

E. Cara Pemberian Kemoterapi


Secara umum kemoterapi bisa digunakan dengan 4 cara kerja yaitu :
1. Sebagai neoadjuvan yaitu pemberian kemoterapi mendahului pembedahan dan radiasi.
2. Sebagai terapi kombinasi yaitu kemoterapi diberikan bersamaan dengan radiasi pada
kasus karsinoma stadium lanjut.
3. Sebagai terapi adjuvan yaitu sebagai terapi tambahan paksa pembedahan dan radiasi.
4. Sebagai terapi utama yaitu digunakan tanpa radiasi dan pembedahan terutama pada
kasus-kasus stadium lanjut dan pada kasus kanker jenis hematologi (leukemia dan
limfoma).
Menurut prioritas indikasinya terapi kanker dapat dibagi menjadi dua yaitu terapu utama
dan terapi adjuvan (tambahan/komplementer/profilaksis). Terapi utama dapat diberikan
secara mandiri, namaun terapi adjuvan tidak dapat mandiri, artinya terapi adjuvan
tersebut harus menyertai terapi utamanya. Tujuannya adalah membantu terapu utama
agar hasilnya lebih sempurna. Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi
memilki indikasi yaitu bila setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata.
- Kankernya masih ada, dimana biopsi masih positif
- Kemugnkinan besar kankernya masih ada, meskipun tidak ada bukti secara
makroskopis.
- Pada tumor dengan derajat keganasan tinggi (oleh karena tingginya resiko
kekambuhan dan metastatis jauh).

F. Pemilihan Vena dan Tempat Penusukan


Pemilihan vena dan arteri yang tepat serta peralatan yang harus dipakai ditentukan
oleh usia pasien, status vena dan obat yang diberikan melalui infus. Lakukan pemilihan
vena diatas area yang lentur serta pemilihan iv cateter yang paling pendek dan ukurannya
yang paling kecil yang sesuai. Vena yang sering digunakan adalah : Basillic, cephalica
dan metakarpal. Tempat penusukan harus diganti setiap 72 jam dan vena yang cocok
untuk penusukan terasa halus dan lembur, tidak keras dan menonjol serta memilih vena
yang cukup lebar untuk tempat peralatan, media kemoterapi dapat membuat iritasi pada
vena dan jaringan lunak.

G. Prosedur
1. Persiapan
a. Sebelum diberikan kemoterapi maka harus dipersiapkan ukuran TB, BB, luas
badan, darah lengkap, fungsi ginjal, fungsi liver, gula darah, urin lengkap, EKG,
foto thorax AP/lateral, Ekokardiografi, BMP.
b. Periksa protokol dan program terapi yang digunakan, serta waktu pemberian obat
sebelumnya.
c. Periksa nama pasien, dosis obat, jenis obat, cara pemberian obat.
d. Periksa adanya inform concent baik dari penderita maupun keluarga.
e. Siapkan obat sitostatika
f. Siapkan cairan NaCl 0,9%, D5% atau intralit.
g. Pengalas plastik, dengan kertas obsorbsi atau kain diatasnya
h. Gaun lengkap panjang, masker, topi, kacamata, sarung tangan, sepatu
i. Spuit disposible 5cc , 10cc , 20cc , 50cc.
j. Alkohol 70% dengan kapas steril
k. Bak spuit besar
l. Label obat
m. Plastik tempat pembuangan bekas
n. Kardex (catatan khusus)

H. Cara Kerja
Semua obat di campur oleh staf farmasi yang ahli di bagian farmasi dengan
memakai alat “biosafety laminary airflow” kemudian dikirim kebangsal perawatan dalam
tempat khusus tertutup. Diterima oleh perawat dengan catatan nama pasien, jenis obat,
dosis obat dan jam pencampuran.
Bila tidak mempunyai biosafety laminary airflow maka, pencampuran dilakukan
diruangan khusus yang tertutup dengan cara :
1. Meja dialasi dengan pengalas plastik diatasnya ada kertas penyerap atau kain,
2. Pakai gaun lengan panjang, topi, masker, kacamata, sepatu.
3. Ambil obat sitostatika sesuai program, larutkan dengan NaCl 0,9%, d5% atau iralit.
4. Sebelum membuka ampul pastikan bahwa cairan tersebut tidak berada pada puncak
ampul. Gunakan kasa waktu membuka ampul agar tidak terjadi luka dan
terkontaminasi dengan kulit. Pastikan bahwa obat yang diambil sudah cukup, dengan
tidak mengambil 2 kali.
5. Keluarkan udara yang masih berada dalam spuit dengan menutupkan kapas atau kasa
steril diujung jarum spuit.
6. Masukkan perlahan-lahan obat kedalam flabot NaCl 0,9% atau D5% dengan volume
cairan yang telah ditentukan.
7. Jangan tumpah saat mencampur, menyiapkan dan saat memasukkan obat kedalam
falbot atau botol infus.
8. Buat tabel, nama pasien, jenis obat, tanggal, jam pemberian serta akhir pemberian atau
dengan syringe pump.
9. Masukkan kedalam kontainer yang terlah disediakan.

I. Prosedur Cara Pemberian Kemoterapi


1. Periksa pasien, jenis obat, dosis obat, jenis cairan, volume cairan, cara pemberian,
waktu pemberian dan akhir pemberian.
2. Pakai proteksi : Gaun lengan panjang, topi, masker, kacamata, sarung tangan dan
sepatu.
3. Lakukan teknik aseptik dan antiseptik.
4. Pasang pengalas plastik yang dilapisi kertas absorbsi dibawah daerah tusukan infus.
5. Berikan anti mual ½ jam sebelum pemberian anti neoplastik (primperan, zofran,
kitril secara intravena).
6. Lakukan aspirasi dengan NaCl 0,9%.
7. Beri obat kanker secara perlahan-lahan (kalau perlu dengan syringe pump) sesuai
program.
8. Nila selesai bilas kembali dengan NaCl 0,9%.
9. Semua alat yang sudah dipakai dimasukkan kedalam kantong plastik dan diikat serta
diberi etiket.
10. Buka gaun, topi, masker, kacamata kemudian rendam dengan deterjen. Bila
diposible masukkan dalam kantong plastik kemudian diikat dan diberi etiket, kirim
ke incinerator.bakaran.
11. Catat semua prosedur.
12. Awasi keadaan umum pasien, monitor TTV tiap setengah jam dan awasi adanya
tanda-tanda ekstravasasi.

J. Efek Samping Kemoterapi


Umumnya efek samping kemoterapi terbagi atas :
1. Efek samping segera terjadi (Immediate Side Effects) yang timbul dalam 24 jam
pertama pemberian, misalnya mual dan muntah.
2. Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects) yang timbul dalam beberapa hari
sampai beberapa minggu kemudian, misalnya netripenia dan stomatitis.
3. Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side Effects) yang timbul dalam
beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati perifer, neuropati.
4. Efek samping yang terjadi kemudian (Late Side Effects) yang timbul dalam beberapa
bulan sampai beberapa tahun, misalnya keganasan sekunder.

Efek samping kemoterapi secara umum menyebabkan mual, muntah, kehilangan


selera makan, kehilangan berat badan, kepenatan, dan sel darah hitung rendah yang
menyebabkan anemia dan risiko infeksi bertambah. Dengan kemoterapi, orang sering
kehilangan rambut mereka, tetapi akibat sampingan lain bervariasi tergantung jenis obat.
Mual dan muntah : Gejala ini biasanya bisa dicegah atau dikurangi dengan obat
(kontra-obat-emesis). Mual juga mungkin dikurangi oleh makanan makan kecil dan
dengan menghindari makanan yang tinggi diserat, gas barang hasil bumi itu, atau yang
sangat panas atau sangat dingin.
Sel darah hitung rendah : Cytopenia, kekurangan satu atau lebih tipe sel darah, bisa
terjadi efek racun obat kemoterapi pada sumsum tulang (dimana sel darah dibuat).
Misalnya, penderita mungkin membuat sel darah merah yang rendah secara abnormal
(anemia), sel darah putih (neutropenia atau leukopenia), atau platelet
(thrombocytopenia). Jika anemia parah, faktor pertumbuhan spesifik, seperti
erythopoietin atau darbepoietin, bisa diberikan untuk pertambahan pembentukan sel
datah merah, atau n sel darah merah bisa ditranfusikan. Jika thrombocytopenia hebat,
platelet bisa ditransfusikan untuk merendahkan risiko pendarahan.
Orang dengan neutropenia meningkatkan risiko terkena infeksi. Demam lebih
tinggi daripada 100.4 F pada penderita dengan neutropenia dianggap sebagai keadaan
darurat. Orang seperti itu harus dievaluasi untuk infeksi dan mungkin memerlukan
antibiotika dan melahan opname. Sel darah putih jarang ditransfusikan karena waktu
ditransfusikan, mereka terus hidup hanya beberapa jam dan menghasilkan banyak akibat
sampingan. Malahan, bahan tertentu (seperti granulocyte koloni merangsang faktor) bisa
diberikan untuk merangsang produksi sel darah putih.
Efek sampingan yang sering terjadi lainnya : Banyak penderita mengalami radang
atau malah luka selaput lendir, seperti pada garis mulut. Luka mulut nyeri dan bisa
membuat makan sulit. Berbagai laurtan oral (biasanya berisi antasida, antitihistamin, dan
anestetik lokal) bisa mengurangi ketidaknyamanan. Pada kesempatan langka, orang perlu
support nutrisi dengan memasang tabung pemberi makan yang ditempatkan secara
langsung kedalam perut atau usus kecil atau dengan urat darah. Jenis obat bisa
mengurangi diare yang disebabkan oleh terapi radiasi keperut.
Efek samping yang muncul pada jangka panjang adalah toksisitas terhadap jantung,
yang dapat dievaluasi dengan EKG dan toksisitas pada paru berupa kronik fibrosis pada
paru. Toksisistas pada hepar dan ginjal lebih sering terjadi dan sebaiknya dievaluasi
fungsi faal hepar dan faal ginjalnya. Kelainan neurologi juga merupakan salah satu efek
samping pemberian kemoterapi.
Untuk menghindari efek samping intolerable, dimana penderita menjadi tambah
sakit sebaiknya dosis obat dihitung secara cermat berdasarkan luas permukaan tubuh
(m2) atau kadang kadang menggunakan ukuran berat bedan (kg). Selain itu faktor yang
perlu diperhatikan adalah keadaan biologik penderita. Untuk menentukan keadaan
biologik yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum, status penampilan, status gizi,
status hematologis, faal ginjal, faal hati, kondisi jantung, paru dan lain sebagainya.

Penderita yang tergolong good risk dapat diberikan dosis yang relatif tinggi, pada
poor risk (apabila didapatkan gangguan berat pada faal organ penting) maka dosis obat
harus dikurangi, atau diberikan obat lain yang efek samping terhadap organ tersebut
lebih minimal. Efek samping secara spesifik untuk masing-masing obat.
Efek samping kemoterapi dipengaruhi oleh :
1. Masing-masing agen memiliki toksisitas yang spesifik terhadap organ tubuh tertentu.
2. Dosis.
3. Jadwal pemberian.
4. Cara pemberian (iv, im, peroral, per drip infus).
5. Faktor individual pasien yang memiliki kecenderungan efek toksisitas pada organ
tertentu.

K. Persyaratan Pasien Yang Layak Diberi Kemoterapi


Pasien dengan keganasan memiliki kondisi dan kelemahan, yang apabila diberikan
kemoterapi dapat terjadi untolerable side effects. Sebelum memberikan kemoterapi perlu
pertimbangan sebagai berikut :
1. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) yaitu status
penampilan <=2
2. Jumlah leukosit >=3000/ml
3. Jumlah trombosit >=120.000/ul
4. Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal Hb >10
5. Creatinin Clearence diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam) (Tes Faal Ginjal)
6. Bilirubin <2 mg/dl, SGOT dan SGPT dalam batas normal (Tes Faal Hepar)
7. Elektrolit dalam batas normal
8. Mengingat toksisitas obat-obat sitostatika sebaiknya tidak diberikan pada usia diatas
70 tahun.

L. Ekstravasasi
Ekstravasasi agen kemoterapi kejaringan sekitarnya merupakan kecelakaan yang
dapat menyebabkan kerusakan jaringan progresif irreversibel dalam hitungan jam sampai
hari. Berdasarkan jenis potensial untuk kerusakan jaringan, obat/agen dibagi atas jenis
vesicant, iritan, dan nonvesicant. Kerusakan jaringan terkait dengan ekstravasasi terjadi
oleh berbagai mekanisme, terbagi atas obat yang terikat pada DNA dan yang tidak
terikat.
Menifestasi klinis ekstravasasi berupa nyeri, edema, eritema, dan indurasi yang
kemudian berkembang menjadi ulkus dan eschar hitam dan kerusakan jaringan yang
mendasarinya. Pencegahan terjadinya ekstravasasi dapat dilakukan dengan menggunakan
pembulug darah yang paten dan dengan aliran yang cepat dan tetap memperhatikan
keluhan yang disampaikan pasien. Penatalaksanaan ekstravasasi dapat dilakukan dengan
memberikan antidote serta pemberian kompres dingin atau hangat (tergantung jenis
vesicant). Pembedahan diperlukan bila keluhan menetap dan dilakukan dengan eksisi
tepi luas meliputi seluruh jaringan yang terlibat.
DAFTAR PUSTAKA

Cicilia, Manik, Marisa, Florensa, Maria. 2014. Faktor Risiko Dan Kejadian Ekstravasasi
Obat Kemoterapi. Fakultas Ilmu Keperawatan dan Ilmu Kesehatan UPH.

Donadear, Anastasya, Prawesti, Ayu, Anna, 2012. Gambaran Pelaksanaan Kemoterapi


Di Rsup Dr. Hasan Sadikin Bandung. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran,
Bandung, Jawa Barat.

Quin FB, Ryan, WM, 2003. Chemotherapy for Head and Neck Cancer, Grand Rounds
Presentation, UTMB, Dept, of Otolaryngology.

Anda mungkin juga menyukai