Anda di halaman 1dari 51

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkotaan yang mengalami perkembangan selalu menghadapi permasalahan

pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah

pedesaan. Pertumbuhan penduduk meningkatkan aktivitas dan mobilitas, yang

membutuhkan suatu sistem transportasi yang dapat menunjang mobilitas

menjadi lebih efektif dan efisien.

Kota Bandar Lampung dengan luas 207,50 km merupakan kota yang sedang

berkembang. Berdasarkan sensus tahun 2010 populasi penduduk mencapai

879.651 jiwa, kepadatan penduduk 4.597 jiwa/km dan tingkat pertumbuhan

penduduk 3,79 % per tahun (www.wikipedia.org). Seperti halnya kota-kota

yang sedang berkembang, Kota Bandar Lampung juga menghadapi

permasalahan dalam sistem transportasi, seperti kemacetan. Kebutuhan akan

pergerakan akan menimbulkan permasalahan, khususnya bila pergerakan

tersebut dilakukan di waktu, tujuan, dan lokasi yang sama. Pemahaman akan

pola pergerakan yang terjadi dapat berupa pemodelan transportasi, yang

diharapkan dapat menjadi dasar kebijakan transportasi.

Suatu perencanaan dan pemodelan transportasi memerlukan ketersediaan

informasi pola pergerakan manusia dan/atau barang. Informasi ini dituangkan


2

ke dalam Origin-Destination Matrix (OD Matrix) atau Matriks Asal-Tujuan

(MAT), dan sering digunakan oleh perencana transportasi. MAT seringkali

digunakan untuk dapat menggambarkan pola pergerakan dan dengan

membebankan MAT ke jaringan jalan maka dapat menghasilkan pola arus lalu

lintas. Analisis terhadap pola tersebut, dapat mengidentifikasi permasalahan

yang terjadi pada jaringan jalan dan selanjutnya berbagai solusi dapat disusun

untuk dapat mengatasi permasalahan tersebut.

Terdapat 2 (dua) metode untuk memperoleh MAT, yaitu metode konvensional

dan tidak konvensional. Estimasi MAT dengan metode konvensional

umumnya menggunakan data yang diperoleh dengan suvey O-D (Origin-

Destination), yang umumnya dilakukan sekali dalam 5 (lima) tahun.

Pengolahan hasil survey tersebut tentunya juga membutuhkan waktu, yaitu

kurang lebih 1 (satu) tahun, sehingga data yang diolah seringkali dirasakan

sudah tidak relevan lagi.

Metode estimasi MAT lainnya yaitu metode tidak konvensional yang memiliki

berbagai keuntungan namun juga kerugian. Tingkat akurasi MAT hasil

penaksiran sangatlah tergantung dari beberapa faktor seperti, model kebutuhan

akan transportasi yang digunakan, metode penaksiran, teknik pembebanan lalu

lintas, data arus lalu lintas, dan beberapa faktor lainnya. MAT yang umumnya

menggunakan data arus lalu lintas pada metode ini dikenal merupakan suatu

metode estimasi yang cukup efektif dan ekonomis, tetapi memiliki tingkat

kehandalan yang tinggi. Apabila dibandingkan dengan metode konvensional

dengan survey O-D, maka metode tidak konvensional ini membutuhkan biaya
3

dan waktu yang relatif tingkatannya lebih rendah. Tingkat keakuratan estimasi

MAT berdasarkan arus lalu lintas ini sendiri ditentukan dari beberapa faktor,

antara lain yaitu pemilihan model sebaran pergerakan, pemilihan model

pembebanan, kedalaman resolusi zona dan jaringan, serta kesalahan, lokasi

dan jumlah arus lalu lintas sebagai data masukan. Sedangkan kelemahan

estimasi MAT berdasarkan data arus lalu lintas, antara lain terletak pada faktor

kesalahan pada saat survey atau pengumpulan data dan pengolahannya.

Estimasi MAT dengan metode tidak konvensional berdasarkan data arus lalu

lintas, tentunya menjadikan data arus lalu lintas sebagai faktor penting dalam

kualitas MAT. Maka setiap proses yang berkaitan dengan data arus lalu lintas

baik yang berkaitan dengan proses pengumpulan data, jumlah data, lokasi arus

dan pengolahan data lalu lintas akan berimbas pada optimalisasi estimasi MAT

yang dihasilkan. Cakupan data yang sangat luas seringkali membuat kesalahan

dalam pengolahan data. Untuk itu, dibutuhkan suatu efisiensi data yang diolah

namun tetap menghasilkan estimasi MAT dengan tingkat akurasi yang baik.

Efisiensi ini dapat dilakukan dengan menemukan jumlah data dan titik lokasi

traffic count yang tepat dalam lingkup wilayah kajian, sehingga lebih efektif

dari segi waktu dan biaya, namun tetap menghasilkan estimasi MAT yang

optimal dalam tingkat akurasi untuk dapat dipergunakan dalam perencanaan

transportasi.

Studi ini mengkaji pengaruh jumlah data dan lokasi traffic count terhadap

estimasi MAT berdasarkan data arus lalu lintas dalam lingkup wilayah kota

Bandar Lampung. Kajian studi ini diharapkan dapat menemukan jumlah data
4

dan lokasi traffic count yang tepat, sehingga untuk masa mendatang survey

traffic count dapat dilakukan lebih efektif, dengan biaya dan waktu yang lebih

efesien, namun tetap dapat menghasilkan estimasi MAT yang handal untuk

dapat dipergunakan dalam perencanaan transportasi, khususnya untuk lingkup

wilayah Kota Bandar Lampung.

B. Tujuan

Penelitian Pengaruh Jumlah Data dan Lokasi Traffic Count Terhadap Estimasi

MAT berdasarkan arus lalu lintas dengan studi kasus Kota Bandar Lampung

ini bertujuan untuk :

1. Mengkaji pengaruh jumlah data dan lokasi traffic count terhadap Matriks

Asal Tujuan (MAT) Kota Bandar Lampung yang diestimasi

menggunakan metode tidak konvensional berdasarkan data arus lalu

lintas.

2. Memberikan gambaran jumlah data serta lokasi survey traffic count yang

tepat terkait dengan efisiensi survey yang dapat dilakukan untuk masa

mendatang. Hasil akhirnya dapat juga untuk dapat menghasilkan MAT

yang optimal dan berakurasi tinggi untuk dapat menggambarkan pola

pergerakan saat ini juga di masa mendatang, di Kota Bandar Lampung.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang terdapat pada penelitian ini, yaitu :

1. Metode penaksiran MAT saat ini yang mendapat banyak perhatian para

peneliti yaitu metode tidak konvensional berdasarkan arus lalu lintas.


5

Kelebihan metode dari biaya, waktu, dan tenaga ahli, menjadikannya

cocok diterapkan di negara-negara berkembang, khususnya di Indonesia

yang memiliki keterbatasan dana.

2. Metode ini juga memiliki keterbatasan, terutama pada saat survey traffic

count, antara lain kesalahan dalam pengumpulan data seperti kekeliruan

dalam mengidentifikasikan kendaraan dan menghitung arus lalu lintas,

kesalahan pengolahan data akibat human error, dan kesalahan

pengambilan sampel yang seringkali survei yang dilakukan tidak dapat

mencakup seluruh pergerakan yang terjadi sebenarnya.

3. Untuk efektifitas dan efisiensi dalam pelaksanaan survey traffic count,

terutama terkait dana yang terbatas, maka dibutuhkan suatu penetapan

terkait jumlah data yang optimum, serta lokasi traffic count yang tepat,

namun dengan tetap mengutamakan memperoleh estimasi MAT yang

cukup baik.

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dibutuhkan suatu analisis

pengaruh jumlah data dan lokasi arus lalu lintas terhadap MAT yang

diestimasi berdasarkan arus lalu lintas. Dengan demikian, dapat menghasilkan

efesiensi dan efektivitas saat survey traffic count dengan mengetahui jumlah

data yang optimum dan serta lokasi traffic count yang tepat untuk

mendapatkan estimasi MAT yang cukup baik dalam lingkup wilayah Kota

Bandar Lampung.
6

D. Batasan Masalah

Keterbatasan waktu dan biaya, serta untuk menyederhanakan permasalahan

yang mucul, maka penelitian ini dibatasi oleh beberapa hal sebagai berikut :

1. Pengkajian yang dilakukan hanya didasarkan pada faktor jumlah data dan

lokasi traffic count saja, dan pengaruhnya terhadap Matriks Asal Tujuan

(MAT) Kota Bandar Lampung berdasarkan data arus lalu lintas.

2. Estimasi MAT yang dianalisis yaitu estimasi MAT Kota Bandar Lampung

berdasarkan data arus lalu lintas yang dikumpulkan dari berbagai instansi

terkait, dan diestimasi dengan menggunakan penaksiran model gravity

yang dikombinasi dengan multinomial logit.

3. Metode estimasi MAT yang digunakan yaitu kuadrat terkecil, dengan studi

estimasi meliputi 25 zona pergerakan serta hanya mempertimbangkan ruas

jalan arteri dan kolektor sebagai lokasi data arus lalu lintas.

4. Data angkutan umum yang dibutuhkan sebagai data masukan dalam

estimasi MAT hanya berupa Bus Damri sebagai angkutan umum dalam

lingkup Kota Bandar Lampung.

5. MAT awal atau Prior Matrix yang digunakan pada penelitian ini yaitu

MAT Kota Bandar Lampung 2006 dengan 25 zona.

6. Indikator uji statistik untuk membandingkan MAT dan volume traffic

count yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan mencari nilai

koefisien determinasi (R-square).

7. Level yang dibandingkan berupa perbandingan estimasi MAT dengan

MAT prior, serta membandingkan data traffic count sekunder dengan

traffic count hasil estimasi.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Perencanaan Tranportasi

Sistem transportasi dapat diartikan sebagai bentuk keterkaitan dan keterikatan

yang integral antara berbagai variabel dalam suatu kegiatan pemindahan

penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat yang lain. Maksud adanya

sistem transportasi adalah untuk mengkoordinasikan pergerakan penumpang

dan barang yang bertujuan untuk memberikan optimalisasi proses pergerakan

tersebut (Munawar, 2006).

Model matematis transportasi dapat dijabarkan dalam bentuk-bentuk berikut

(Munawar, 2006) :

1. Deskriptif, yang menjelaskan keadaan yang ada, atau keadaan jika

dilakukan suatu perubahan terhadap keadaan yang ada.

2. Prediktif, yang meramalkan keadaan yang akan datang.

3. Planning, yang meramalkan keadaan yang akan datang disertai dengan

rencana-rencana perubahannya.

Sistem transportasi dikelompokkan atas dua jenis, yaitu sistem transportasi

makro dan sistem transportasi mikro. Sistem transportasi makro merupakan

gabungan dari beberapa komponen yang lebih kecil (mikro), yaitu sistem

kegiatan, sistem jaringan, sistem pergerakan, dan sistem kelembagaan. Setiap


8

tata guna tanah atau sistem kegiatan mempunyai tipe kegiatan tertentu yang

akan membangkitkan pergerakan (traffic generation) dan akan menarik

pergerakan (traffic attraction). Sistem tersebut merupakan suatu sistem pola

kegiatan tata guna tanah (land use) yang terdiri dari sistem pola kegiatan

sosial, ekonomi, kebudayaan, dan lain-lain. Sistem kegiatan, sistem jaringan,

dan sistem pergerakan akan saling mempengaruhi satu dengan lainnya.

Perubahan pada sistem kegiatan jelas akan mempengaruhi sistem jaringan

melalui suatu perubahan pada tingkat pelayanan sistem pergerakan. Begitu

juga perubahan pada Sistem Jaringan akan dapat mempengaruhi Sistem

kegiatan melalui peningkatan mobilitas dan aksesibilitas dari sistem pergerakan

tersebut. Untuk menjamin terwujudnya suatu sistem pergerakan yang aman,

nyaman, lancar, murah dan sesuai dengan lingkungannya, maka dalam sistem

transportasi makro terdapat suatu sistem mikro tambahan lainnya yang disebut

dengan sistem kelembagaan yang terdiri beberapa individu, kelompok,

lembaga, instansi pemerintah serta swasta yang terlibat dalam setiap sistem

mikro tersebut (Tamin & Soegondo, 1997). Di Indonesia sistem kelembagaan

(instansi) yang berkaitan dengan masalah transportasi pada sistem kegiatan,

instansi yang terlibat adalah : BAPPENAS, BAPPEDA, BANGDA, PEMDA;

pada sistem jaringan adalah : Departemen Perhubungan (Darat, Laut, Udara),

Bina Marga serta pada sistem pergerakan oleh DLLAJ, Organda, Polantas.

Hubungan saling keterkaitan antar komponen pada sistem transportasi

dijelaskan pada Gambar 1.


9

Sistem Sistem
kegiatan jaringan

Sistem
Pergerakan

Sistem Kelembagaan

Gambar 1. Sistem Transportasi Makro


(Sumber : Tamin, 2000)

B. Model Perencanaan Empat Tahap

Menurut Tamin (2000), konsep perencanaan transportasi yang paling populer

adalah Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap, yang terdiri dari :

1. Bangkitan dan tarikan pergerakan (Trip Generation)

2. Distribusi pergerakan lalu lintas (Trip Distribution)

3. Pemilihan moda (Modal Choice atau Modal Split)

4. Pembebanan lalu lintas (Trip Assignment)

Model perencanaan ini merupakan gabungan dari beberapa seri submode yang

masing-masing harus dilakukan secara terpisah dan berurutan.

Submodel tersebut adalah :

1. Aksesibilitas

2. Bangkitan dan tarikan pergerakan


10

3. Sebaran pergerakan

4. Pemilihan moda

5. Pemilihan rute

6. Arus lalu lintas dinamis

Zones network Base - year data Future planning data

Data base

Base year Future

Trip generation

Trip distribution
Four Stages
Modal split / choice

Trip assignment

Traffic flow

Gambar 2 Diagram Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap


(Sumber : Tamin, 2000)

Model 4 (empat) tahap ini didasarkan pada pelaku perjalanan akan melakukan

beberapa rangkaian keputusan atau pertimbangan, antara lain keputusan untuk

melakukan perjalanan, keputusan untuk memilih tujuan, keputusan untuk

memilih moda, keputusan untuk memilih rute, dengan penjelasan sebagai

berikut.
11

1. Bangkitan dan tarikan pergerakan (Trip Generation)

Model bangkitan perjalanan berkaitan dengan asal atau tujuan perjalanan,

yang berarti menghitung yang masuk atau yang keluar dari/ke suatu

kawasan/zona. Model ini hanya menghitung seberapa besar perjalanan

yang masuk tanpa perlu mengetahui asalnya atau sebaliknya, seberapa

besar perjalanan yang keluar tanpa perlu mengetahui tujuannya.

Pemodelan bangkitan perjalanan merupakan suatu pemodelan yang

memprediksi jumlah pergerakan yang dibangkitkan oleh zona asal dan

jumlah pergerakan yang tertarik ke zona tujuan yang masih dalam suatu

daerah kajian. Hasil dari sub model ini berupa jumlah kendaraan yang

masuk dan keluar dari suatu tata guna lahan dalam satuan hari atau jam.

2. Distribusi pergerakan lalu lintas (Trip Distribution)

Model distribusi perjalanan merupakan bagian perencanaan transportasi

yang berhubungan dengan sejumlah asal perjalanan yang ada pada setiap

zona dari wilayah yang diamati dengan sejumlah tujuan perjalanan yang

beralokasi dalam zona lain dalam wilayah tersebut. Rumus-rumus umum

matematik dari model trip distribution terdiri dari berbagai model faktor

pertumbuhan seperti Gravity Model, serta beberapa Opportunities Model.

Dalam langkah ini, tata guna lahan akan sangat mempengaruhi atraktifitas

dari suatu daerah. Perubahan tata guna lahan di suatu daerah, akan dapat

merubah distribusi arus lalulintas ke daerah tersebut secara signifikan.

Distribusi pergerakan dapat direpresentasikan dalam bentuk Matriks Asal


12

Tujuan, MAT (origin-destination matrix/O-D matrix) atau garis

keinginan (desire line) .

Gambar 3. Matrik Asal [A] dan Tujuan [B]

Gambar 4. Diagram garis keinginan (desire line)

3. Pemilihan moda (Modal Choice atau Modal Split)

Model pemilihan jenis kendaraan (modal split) digunakan untuk

menghitung distribusi perjalanan beserta moda yang digunakan. Ini dapat

dilakukan apabila tersedia pelbagai macam kendaraan/moda yang menuju

tempat tujuan, seperti kendaraan pribadi, serta angkutan umum

(Munawar, 2005).

Bruton (1970) dalam Wijaya dan Setiabudi (1997) berpendapat bahwa

pemilihan moda dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kecepatan, jarak

perjalanan, kenyamanan, kemudahan, biaya, keandalam dari alternatif


13

moda, ketersediaan moda tertentu, besarnya ukuran kota, dan status soial

ekonomi pelaku perjalanan.

Model multinomial logit merupakan model pemilihan moda yang paling

mudah dan sering digunakan. Model ini bisa didapat dengan

mengasumsikan bahwa residu acak pada persamaan (1), disebarkan

dengan residu Gumbel yang tersebar bebas dan identik (Independent and

Identically Distributed / IID).

exp( Viq )
Piq = ..................................... (1)
exp(V
A j A( q )
jq )

Logit model adalah suatu alat atau saranan statistik yang digunakan untuk

pembuatan model dengan menganalisa suatu keadaan yang berhubungan

dengan pemilihan dalam hal ini pemilihan moda transportasi.

4. Pembebanan lalu lintas (Trip Assignment)

Pembebanan lalu lintas adalah suatu tahapan pemodelan yang

memerkirakan rute yang dilewati pengguna jalan. Proses dimana

permintaan perjalanan (yang didapat dari tahap distribusi) yang

merupakan hasil dari pembebanan MAT ke jaringan jalan. Tujuan trip

assignment adalah untuk mendapatkan arus di ruas jalan atau total

perjalanan di dalam jaringan yang ditinjau.

Model harus mewakili ciri sistem transportasi dan salah satu hipotesis

tentang pemilihan rute pemilihan jalan. Terdapat hipotesis yang

digunakan yang menghasilkan jenis model yang berbeda-beda, yaitu :


14

a. Pembebanan all-or nothing

Pemakaian jalan secara rasional memilih rute terpendek yang

meminimumkan hambatan transportasi (jarak, waktu, dan biaya).

Semua lalu lintas antara zona asal dan tujuan menggunakan rute yang

sama dengan anggapan bahwa pemakai jalan mengetahui rute yang

tercepat tersebut.

b. Pembebanan banyak ruas

Diasumsikan pemakai jalan tidak mengatahui informasi yang tepat

mengenai rute tercepat. Diasumsikan bahwa pemakai jalan belum

mendapatkan informasi tentang alternatif rute yang layak.

c. Pembebanan berulang

Pemakai jalan menggunakan beberapa faktor rutenya dengan

meminimumkan hambatan transportasi. Dalam hal ini, pengendara

memperhatikan faktor lain selain jarak, waktu tempuh, dan biaya

minimum.

Matriks Asal Tujuan Jaringan


(permintaan) (sediaan)

Kriteria Trip Assignment


memutuskan

Arus dan Total


Biaya perjalanan

Gambar 5. Proses Pembebanan Lalu Lintas


(Sumber : Winny, 2010)
15

C. Pendekatan Pembebanan Wardrop Equilibrium

Pertimbangan utama pembebanan lalu lintas adalah asumsi bahwa dasar

pemilihan rute adalah biaya perjalanan. Ukuran yang digunakan tergantung

pada karakteristik jalan, kondisi lalu lintas, dan persepsi pengendara tentang

kondisi tersebut. Dalam hal ini efek stokastik tidak diperhitungkan (Novalina,

2010)

Terdapat 2 (dua) perilaku pokok yang diusulkan sebagai dasar dari kondisi

equilibrium, yaitu :

1. Dalam kondisi equilibrium tidak ada pengguna jalan yang dapat

mengubah rutenya untuk mendapatkan biaya perjalanan yang lebih

murah, karena semua rute yang tidak digunakan mempunyai biaya

perjalanan yang sama atau lebih besar dari pada rute yang dilaluinya

sekarang. Sehingga dapat dikatakan sistem tersebut mencapai kondisi

seimbang menurut pandangan pengguna.

2. Dalam kondisi optimum, total biaya sistem yang terjadi adalah minimum.

Pendekatan pembebanan Wardrop Equilibrium mengacu pada prinsip

Wardrop I yang menyatakan bahwa dalam kondisi macet, pengendara akan

memilih suatu rute sampai tercapai kondisi yang tidak memungkinkan untuk

seorangpun dapat mengurangi biaya perjalanannya dengan menggunakan

rute yang lain. Apabila semua pengendara mempunyai persepsi yang sama

tentang biaya, maka akan dihasilkan kondisi keseimbangan, artinya semua

rute yang digunakan antar dua titik tertentu akan mencapai biaya perjalanan
16

yang sama dan minimum, sedangkan rute yang tidak digunakan akan

mencapai biaya perjalanan yang sama atau lebih mahal.

D. Model Sebaran Pergerakan

Kebutuhan akan pergerakan akan menimbulkan permasalahan, khususnya bila

pergerakan tersebut dilakukan di waktu, tujuan, dan lokasi yang sama.

Pemahaman akan pola pergerakan yang terjadi dapat berupa pemodelan

transportasi, yang diharapkan dapat menjadi dasar kebijakan transportasi.

Pola pergerakan dalam sistem transportasi sering dijelaskan dalam bentuk

arus pergerakan (kendaraan, penumpang, dan barang) yang bergerak dari zona

asal ke zona tujuan di dalam daerah tertentu dan selama periode waktu

tertentu. Matriks Pergerakan atau Matriks Asal-Tujuan (MAT) sering

digunakan oleh perencana transportasi untuk menggambarkan pola

pergerakan tersebut.

MAT adalah matriks berdimensi 2 (dua) yang berisi informasi mengenai

besarnya pergerakan antarlokasi (zona) di dalam daerah tertentu. Pola

pergerakan dapat dihasilkan jika suatu MAT dibebankan ke suatu sistem

jaringan transportasi. Dengan mempelajari pola pergerakan yang terjadi,

seseorang dapat mengidentifikasi permasalahan yang timbul sehingga

beberapa solusi segera dihasilkan. MAT dapat memberikan indikasi rinci

mengenai kebutuhan akan pergerakan sehingga MAT memegang peranan

yang sangat penting dalam berbagai kajian perencanaan dan manajemen

transportasi (Tamin, 2000).


17

Gambar 6. Metode untuk mendapatkan Matriks Asal-Tujuan (MAT)


(Sumber : Tamin, 2000)

Berdasarkan Gambar 6 di atas, metode untuk mendapatkan MAT dapat

dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian utama, yaitu metode konvensional dan

metode tidak konvensional (Tamin, 1985; 1986; 1988abc dalam Tamin, 2000).

Kelompok pertama yaitu metode konvensional secara langsung menaksir

sampel MAT dari lapangan, tetapi metode ini membutuhkan biaya yang sangat

mahal. Kelompok kedua yaitu metode tidak konvensional hanya


18

membutuhkan biaya yang sangat murah berupa data arus lalu lintas yang

banyak tersedia dan mudah didapat.

Indriani (2010) dalam Novalina (2010) melakukan penelitian yang dilakukan

menitikberatkan tingkat kinerja jaringan jalan pada saat ini maupun pada

tahun - tahun yang akan datang, sehingga dapat dihasilkan evaluasi dan

penanganan yang dapat dilakukan. Penelitian ini menggunakan analisis

MAT dengan menggunakan bantuan software EMME/3. Model yang

digunakan untuk mendapatkan sebaran pergerakan adalah model Gravity.

E. Model Transportasi Berdasarkan Arus Lalu Lintas

1. Metode Estimasi

Pengembangan metode penaksiran MAT bukan hanya digunakan untuk

mendapatkan MAT pada masa sekarang (termasuk arus lalu lintasnya),

tetapi juga untuk meramalkan MAT (dan arus lalu lintasnya) pada masa

mendatang. Salah satu caranya adalah dengan memodelkan perilaku

pengendara atau kebutuhan akan pergerakan yang terjadi dalam suatu

daerah kajian yang kemudian dikalibrasikan dengan data arus lalu lintas.

Tujuan penggunaan metode tidak konvensional untuk estimasi MAT

adalah menghasilkan pendekatan yang lebih sederhana untuk

menyelesaikan permasalahan yang serupa; dalam hal ini, model

perencanaan transportasi 4 (empat) tahap dilakukan dalam hanya satu

proses saja. Agar ekonomis, persyaratan data untuk pendekatan ini baru
19

dibatasi hanya data perencanaan yang sederhana saja, data arus lalu lintas

pada beberapa ruas jalan, atau data lain yang lebih murah.

Beberapa alasan utama mengapa data arus lalu lintas sangat menarik

digunakan sebagai data utama dalam proses penaksiran MAT (Tamin,

2000) :

a. Murah

Jenis data seperti ini murah mendapatkannya karena hanya

membutuhkan tenaga kerja sedikit serta dapat menggunakan

penghitung lalu lintas otomatis. Memperoleh data seperti ini tidak

membutuhkan kuisioner atau polisis sehingga lebih mudah dari sisi

organisasi dan pengelolaan. Selain itu, data seperti ini juga hanya

membutuhkan analisis dan keluaran yang sederhana.

b. Ketersediaan

Arus lalu lintas biasanya sudah tersedia karena sering digunakan

untuk kajian transportasi perkotaan atau antarkota. Banyak instansi

lokal dan badan perencanaan mengumpulkan data ini secara teratur

sehingga biaya tambahan untuk menggunakan metode tidak

konvensional menjadi sangat rendah.

c. Tidak mengganggu

Data arus lalu lintas bias didapat tanpa mengganggu arus lalu lintas

sehingga kemacetan ataupun tundaan serta gangguan bagi pengguna

jalan bisa dihindari.


20

Dengan MTK ini, perilaku pemakai jalan dianggap dapat diwakili dengan

suatu model kebutuhan transportasi tertentu seperti model Gravity (GR)

atau model Gravity-Opportunity (GO). Arus lalu lintas dinyatakan

sebagai fungsi MAT yang dinyatakan sebagai fungsi suatu model

kebutuhan transportasi dengan parameternya.

Tamin (2000) mengungkapkan bahwa Nguyen (1982) telah mengulas

secara rinci kemuktahiran (state of the art) penelitian yang berkaitan

dengan mengestimasi MAT dengan mengunakan data arus lalulintas. Jika

terdapat sejumlah pergerakan antarzona dalam suatu daerah kajian dan

diasumsikan bahwa pergerakan antarzona dalam daerah tersebut dapat

diwakili oleh suatu model kebutuhan transportasi, maka total pergerakan

Tid dengan zona asal i dan zona tujuan d tadi dapat dinyatakan sebagai:

Tid = Oi .D d . Ai .B d . f (C id ) ....................................... (2)

dimana Ai dan Bd = faktor penyeimbang yang dapat dinyatakan dengan:

1 1
Ai = Bd = ............................. (3)
(Bd .Dd . f id )
d
( Ai .Oi . f id )
i

fidk = fungsi biaya (fungsi eksponensial negatif exp(.Cidk))

Dengan mensubtitusikan persamaan (2) pada persamaan dasar (3), maka

persamaan dasar untuk model estimasi kebutuhan transportasi dari data

arus lalulintas ini dapat dinyatakan:

Vl = Oi .Dd . Ai .Bd . f id .( pidl ) ................................. (4)


i d
21

Persamaan dasar ini sangat penting dan sering digunakan dalam banyak

pustaka baik untuk mengestimasi MAT maupun mengkalibrasi model

kebutuhan transportasi dari data arus lalulintas.

2. Metode Kalibrasi

Dalam proses estimasi MAT dengan data arus lalu lintas proses

pengkalibrasian model merupakan unsur kunci pemecahan masalah.

Model ini bertujuan untuk mengkalibrasi model dari data arus lalulintas

yaitu untuk memperoleh besaran parameter yang akan digunakan untuk

mengestimasi MAT. Dalam hal ini jumlah ruas jalan yang dibutuhkan

sekurang-kurangnya sama dengan jumlah parameter model yang tidak

diketahui.

Tamin (1988) mengembangkan dua kelompok utama metode estimasi

yang dapat digunakan untuk mengkalibrasi parameter model transportasi

yang diusulkan dari data arus lalu lintas, yaitu metode estimasi Kuadrat-

Terkecil (KT) dan metode estimasi Kemungkinan-Maksimum (KM). Ide

utama dibalik kedua metode estimasi itu adalah mencoba mengkalibrasi

parameter yang tidak diketahui, yang meminimumkan perbedaan antara

arus lalulintas hasil pemodelan dan hasil pengamatan. Hal ini bisa didapat

dengan menggunakan ukuran kemiripan antara arus lalu lintas hasil

pemodelan dan hasil pengamatan, misalnya formula kuadrat-terkecil atau

kemungkinan-maksimum (Tamin, 2000).


22

3. Pendekatan Penaksiran dengan Model Gravity

Pendekatan penaksiran mengasumsikan bahwa perilaku pengendara atau

kebutuhan akan pergerakan di dalam suatu daerah kajian dapat dinyatakan

dengan baik dengan model kebutuhan akan transportasi yang umum,

misalnya model Gravity (Tamin, 2000).

Banyak model yang berkaitan dengan penaksiran MAT (Tid) dari data

arus lalu lintas yang dapat dituliskan dalam bentuk berikut :

f (T , t ) ..................................................... (5)


Tid . Pidl =V l untuk l L............................ (6)
i d

Tid 0 ................................................... (7)

Prosedur penaksiran model gravity mengasumsikan bahwa pegerakan dari

setiap zona asal i ke setiap zona tujuan d berbanding lurus dengan

kapasitas bangkitan dan tarikan dari zona tersebut dan berbanding terbalik

dengan aksesbilitas antara keduanya. Dalam bentuk yang sederhana,

pendekatan ini mengasumsikan bahwa perilaku pergerakan di dalam

daerah kajian dapat dijelaskan dengan 3 (tiga) faktor utama, yaitu faktor

bangkitan, tarikan, dan aksesbilitas atau biaya perjalanan antara kedua

zona.

Kebanyakan metode penaksiran yang ikembangkan dalam subkelompok

ini tergantung pada tersedianya informasi lain yang memang sangat

terbatas (selain data informasi arus lalu lintas) untuk menaksir ketiga
23

faktor tersebut. Dalam prosedurnya, Tid pada persamaan (6) dinyatakan

dalam bentuk fungsi model kebutuhan akan transportasi beserta

parameternya, misalnya eksponen pada model gravity.

Model gravity dapat dinyatakan dalam benerapa tingkat permasalahan.

Parameter model gravity tersebut kemudian ditaksir sehingga galat atau

perbedaan antara arus lalu lintas hasil pengamatan dan hasil penaksiran

menjadi sekecil mungkin. Terdapat beberapa jenis model gravity, baik

linear maupun tidak linear yang dikembangkan pada beberapa tahun

belakangan ini oleh para peneliti. Perbedaan utama di antara kedua model

tersebut terletak pada peubah tidak bebas, fungsi hambatan, dan jenis

teknik pemilihan rute yang digunakan.

4. Pengembangan Model Kombinasi Gravity, Multinomial Logit, dan

Equilibrium Assignment

Penelitian yang dilakukan oleh Nuning Fitriani (2002) dalam Novalia

(2010) untuk mengembangkan model kombinasi Sebaran Pergerakan dan

Pemilihan Moda (SPPM) dengan mengestimasi menggunakan model

Gravity untuk sebaran pergerakan dan multinomial logit untuk pemilihan

moda. Kalibrasi model yang digunakan adalah metode estimasi NLLS

(Non Linear Least Square), metode pendekatan dengan ME2, metode

pembebanan Wardrop Equilibrium, dan uji validasi dengan koefisien

Determinasi (R2).
24

Penelitian dengan menggunakan metode gravity sebagai model sebaran

pergerakan, metode multinomial logit untuk pemilihan moda, dan metode

keseimbangan untuk pemilihan rute juga dilakukan oleh Rahayu

Sulistyorini, Ofyar Z. Tamin, dan Ade Sjafruddin (2009). Tujuan

penelitian tersebut yaitu untuk mengembangkan model kombinasi gravity

dengan multinomial logit pada kondisi pemilihan rute keseimbangan.

Metode estimasi yang digunakan adalah kuadrat terkecil. Dari hasil

penelitian dapat disimpulkan bahwa penentuan awal nilai parameter

model merupakan masalah utama yang dijumpai dalam proses estimasi

parameter model.

Peubah Pidlk digunakan untuk dapat mendefinisikan proporsi jumlah

perjalanan dari zona asal i ke zona tujuan d (dengan moda k) yang

menggunakan ruas jalan l. Arus lalu lintas pada ruas jalan l yang

menggunakan moda k dinyatakan (Tamin, 2000) :

arus lalu lintas yang dapat dituliskan dalam bentuk berikut :

Vl k = T k
id Pidlk ........................................... (8)
i d

Model multinomial logit dinyatakan sebagai :

exp(Cidk )
Tidk = Tid ........................................ (9)
exp(Cidm )
m

Dengan :

Tid = total pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d

Tidk = total pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d menggunakan

moda k
25

Cidk = biaya perjalanan dari zona asal i ke zona tujuan d untuk moda k

Cidm = biaya perjalanan dari zona asal i ke zona tujuan d untuk moda k

ke m

Jika menggunakan model gravity sebagai model sebaran pergerakannya,

maka model SPPM menjadi :

exp(Cidk )
Tid = Oi .Dd . Ai .B d . f (C id ) ........................ (10)
exp(Cidm )
m

Persamaan dasar estimasi model transportasi kombinasi SPPM dengan

menggunakan data arus lalu lintas sebagai berikut :

exp(Cidk )
Vl k = (Oi .Dd . Ai .Bd . f (C id )) .............. (11)
i d exp(Cidm )
m

Persamaan (11) adalah sistem persamaan dengan L persamaan simultan

yang mempunyai beberapa parameter yang belum diketahui. Untuk

mengestimasi nilai parameter tersebut, maka dibutuhkan suatu metode

estimasi dalam hal penelitian ini yaitu berupa metode estimasi kuadrat

terkecil.

5. Indikator Uji Statistik dengan Koefisien Determinasi (R2)

Penaksiran MAT dari data arus lalu lintas yang dihasilkan dengan

menggunakan pendekatan penaksiran model kebutuhan akan tranportasi

akan menghasilkan arus lalu lintas yng semirip mungkin dengan data arus

lalu lintas hasil pengamatan. Tingkat akurasi MAT hasil penaksiran

sangatlah tergantung dari beberapa faktor seperti, model kebutuhan akan


26

transportasi yang digunakan, metode penaksiran, teknik pembebanan lalu

lintas, data arus lalu lintas, dan beberapa faktor lainnya. Untuk itu,

dibutuhkan cara yang dapat digunakan untuk dapat membandingkan hasil

penaksiran dengan MAT hasil dari pengamatan (Tamin, 2000).

Tingkat akurasi yang dihasilkan dari data arus lalu lintas dapat ditentukan

dengan menggunakan beberapa indikator uji statistik, salah satunya yaitu

koefisien determinasi (R2). Indikator statistik R2 dapat didefinisikan

sebagai persamaan (12) di bawah ini :

2

Tid Tid
d
R2 =1 i
2
untuk i d ............... (12)


i
Tid T1
d

Di mana :


Tid = Arus lalu lintas hasil pengamatan pada ruas a

Tid = Arus lalu lintas hasil pemodelan pada ruas a

Indikator statistik R2 ini merupakan suatu uji statistik yang paling sering

digunakan. Indikator ini akan memberikan bobot sangat tinggi untuk

kesalahan absolut besar. Persamaan (12) memperlihatkan bahwa nilai

R2 dapat menjadi menurun jika terdapat simpangan besar antara arus

hasil pengamatan dan arus hasil pemodelan. Nilai R2 =1 merupakan nilai

tertinggi yang dapat dihasilkan jika dilakukan perbandingan antara arus

hasil pengamatan dengan arus hasil pemodelan.


27

F. Dasar Analisis Lokasi dan Jumlah Data Arus Lalu Lintas Optimum

Data arus lalu lintas merupakan masukan utama yang digunakan untuk

estimasi MAT dengan menggunakan MTK. Setiap proses berkaitan dengan

data arus lalu lintas terutama yang berhubungan dengan pengumpulan data,

banyaknya data yang akan dipergunakan serta lokasi data arus lalu lintas

merupakan faktor penting dalam menghasilkan estimasi MAT yang optimal

(Suyono dkk, 2000).

1. Lokasi Terbaik

Beberapa dasar analisis yang digunakan pada proses ini adalah :

a. Proporsi pergerakan antarzona pada suatu ruas jalan

Besarnya arus lalulintas yang terjadi pada suatu ruas jalan pada

dasarnya merupakan total dari seluruh pergerakan yang terjadi dari

suatu zona asal i ke zona tujuan d yang menggunakan ruas jalan

tersebut sebagai bagian dari rute terbaiknya. Kondisi ini dinyatakan

sebagai :

Vl = Tid . p idl ....................................... (13)


i d

Berdasarkan hal tersebut, menurut (Tamin, 2000) salah satu tahap

terpenting dari proses estimasi MAT dari data arus lalulintas adalah

identifikasi rute yang dilalui oleh setiap pergerakan dari setiap zona

asal i ke setiap zona tujuan d. Dalam kasus ini, peubah plid digunakan

untuk mendefenisikan proporsi pergerakan dari zona asal i ke zona


28

tujuan d yang bergerak melalui ruas jalan l. Jadi dengan kata lain, arus

pada setiap ruas jaringan jalan adalah produk dari :

- pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d atau kombinasi berbagai

jenis pergerakan yang bergerak antar zona di dalam suatu daerah

kajian (Tid);

- proporsi pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d yang

menggunakan ruas jalan l yang didefenisikan sebagai plid (0plid1).

Dalam penentuan lokasi traffic count, lokasi ruas jalan yang memiliki

banyak informasi pergerakan antarzona yang dalam hal ini dapat

dilihat dari besar dan jumlah nilai plid yang terdapat pada ruas jalan

tersebut akan cukup baik untuk digunakan sebagai kriteria penentuan

lokasi traffic count.

b. Kondisi hubungan antarruas jalan

- Saling ketergantungan (Independence) antarruas

Pergerakan arus lalulintas pada suatu ruas jalan tertentu pada

dasarnya merupakan akumulasi atau penjumlahan dari arus lalulintas

dari ruas-ruas jalan lain yang kemudian memasuki ruas jalan

tersebut. Gambar 2 memperlihatkan bahwa arus lalulintas pada ruas

56 adalah penjumlahan arus pada ruas 15 dan 25, sehingga dalam

hal ini tidak ada gunanya menghitung arus pada ruas 56 karena

berdasarkan prinsip kontinuitas,V56=V15 +V25.


29

1 3

V15 V63

V56

5 6

V25 V64
2 4
Gambar 7. Jaringan Jalan Sederhana (Sumber: Tamin, 1988)

Berdasarkan prinsip kontinuitas tersebut pada dasarnya hanya

dibutuhkan data arus lalulintas pada 3 (tiga) ruas jalan saja untuk

mendapatkan arus pada semua jalan pada Gambar 2. Karena itu, dari

sisi ekonomi dan prinsip pergerakan yang terjadi, perlu diperhatikan

cara memilih ruas jalan yang cocok untuk mendapatkan data arus

lalulintasnya (Tamin, 2000).

- Kondisi ketidakkonsistenan (inconsistency) arus lalulintas

Kondisi yang berupa permasalahan ketidakkonsistenan dalam

perhitungan arus lalulintas timbul jika kondisi kontinuitas arus

lalulintas tidak dipenuhi oleh data hasil pengamatan. Dalam hal

kasus pada Gambar 7 di atas, kondisi ketidakkonsistenan arus

lalulintas dari pengamatan tidak memenuhi prinsip kontinuitas dan

bisa bisa menghasilkan persamaan berikut :

V56 V15 +V25 .........................................................(14)

atau
30

V15 +V25 V63 +V64 ............................................. (15)

Permasalahan ketidakkonsistenan ini biasanya bisa timbul karena

galat manusia pada saat pengumpulan data arus lalulintas atau

mungkin juga karena perhitungan yang dilakukan pada saat yang

tidak bersamaan. Akibatnya, tidak ada solusi MAT yang

menghasilkan kembali arus lalulintas yang tidak konsisten. Salah

satu cara untuk menghindari masalah ini adalah dengan memilih

ruas-ruas jalan yang saling tidak berkaitan untuk dihitung arus

lalulintasnya (Tamin, 2000).

Analisis yang dilakukan untuk penentuan lokasi traffic count terbaik

ini dilakukan dalam 3 (tiga) tahap seleksi. Setiap tahap analisis

tersebut akan menentukan lokasi traffic count terbaik berdasarkan

kriteria yang digunakan. Seluruh proses analisis yang dilakukan

dilakukan menggunakan model estimasi MTK yaitu model Gravity.

Tiga tahap seleksi lokasi traffic count yaitu (Suyono dkk, 2000):

a. Seleksi tahap I: berdasarkan parameter proporsi pergerakan

pada ruas (nilai pidl)

Parameter utama yang digunakan pada seleksi tahap I adalah nilai

proporsi pergerakan pada setiap ruas jalan yang ada pada wilayah

studi. Nilai proporsi pergerakan (pidl) pada suatu ruas jalan pada

dasarnya adalah besarnya perbandingan jumlah arus lalulintas yang

bergerak dari suatu zona asal ke suatu zona tujuan yang menggunakan
31

suatu ruas jalan sebagai ruas terbaiknya terhadap seluruh jumlah arus

lalulintas yang bergerak antara kedua zona tersebut. Dengan demikian

nilai pidl, yang nilainya berkisar antara 01, menggambarkan besar

kecilnya arus lalulintas yang bergerak dari satu zona ke zona lainnya

yang menggunakan ruas tertentu. Semakin besar nilai pidl

menggambarkan semakin besar pula jumlah arus lalulintas yang

bergerak dari zona asal i ke zona tujuan d yang menggunakan ruas

jalan l.

Pergerakan arus lalulintas pada suatu ruas jalan pada dasarnya

merupakan penjumlahan seluruh arus yang bergerak dari suatu zona

asal i ke zona tujuan d. Sesuai persamaan 1 maka pada setiap ruas

jalan mengandung nilai pidl yang mungkin cukup bervariasi serta

sangat tergantung pada aksesibilitas ruas tersebut antara suatu zona

asal dan zona tujuan yang ada. Banyaknya nilai jumlah pidl pada suatu

ruas ditentukan oleh banyaknya zona asal dan zona tujuan yang ada

pada suatu daerah studi. Jadi bila terdapat N jumlah zona, maka pada

tiap ruas akan terdapat sejumlah NxN nilai pidl.

Seleksi tahap I ini dilakukan seleksi lokasi traffic count dengan

menggunakan parameter pidl ini sebagai parameter yang dapat

mengambarkan pergerakan yang terjadi pada suatu ruas jalan.

Selanjutnya untuk memperoleh hubungan antara besarnya proporsi

pergerakan (pidl) dan jumlah pergerakan antarzona yang terjadi

digunakan parameter Weighted Mean sebagai berikut :


32

k . T id . p idl
= id
..................................(16)
N . T id
2

id

Dimana :

= weighted mean

k = jumlah nilai pidl>0

N = Jumlah zona

Pada tahap ini ruas-ruas jalan yang memiliki nilai weighted mean=0

atau yang memiliki nilai pidl=0 dengan jumlah 100% dari seluruh total

pidl akan terseleksi dan tidak lolos dari seleksi tahap ini. Sedangkan

untuk ruas-ruas yang berhasil lolos akan ditentukan peringkatnya

berdasarkan nilai weighted mean tersebut. Peringkat ini selanjutnya

akan digunakan pada seleksi tahap selanjutnya.

b. Seleksi tahap II: berdasarkan parameter hubungan antar ruas

Pada seleksi tahap II ini akan dilakukan seleksi ruas jalan berdasarkan

hubungan antarruas tersebut sedemikian rupa sehingga ruas yang

terpilih sebagai ruas terbaik akan memenuhi persayaratan teknis serta

eknomis. Pada seleksi tahap II ini proses seleksi dilakukan dengan

mempertimbangkan kondisi ketergantungan (independence) dan

faktor ketidakkonsistenan (inconsistency). Seleksi tahap II ini

dilakukan baik terhadap lokasi yang lolos dari seleksi tahap I.

Berdasarkan prinsip ketergantungan (independence) jumlah

pergerakan dari suatu ruas tertentu pada dasarnya merupakan


33

penjumlahan dari ruas-ruas yang arah pergerakannya masuk ke ruas

tersebut atau dikenal sebagai prinsip kontinuitas dimana V1=V2+V3.

Prinsip ini diambil dengan asumsi bahwa tidak ada arus lalulintas

yang hilang ditengah-tengah ruas. Sedangkan berdasarkan prinsip

yang digunakan terhadap kemungkinan terjadinya ketidak-konsistenan

(inconsistency) pada data arus lalulintas adalah dengan menghindari

terjadinya pengambilan data pada lokasi yang saling berdekatan atau

saling berhubungan sedemikian rupa sehingga memungkinkan dapat

diminimalisasi terjadinya masalah ketidakkonsistenan dalam data arus

yang diperoleh.

c. Seleksi tahap III: berdasarkan kondisi ruas lokasi traffic count)

Tahap ini merupakan proses penentuan peringkat lokasi traffic count

dengan memperhatikan berbagai kriteria yang terkait dengan kondisi

ruas jalan yang ada. Beberapa parameter yang berpengaruh akan

dipertimbangkan dalam menentukan peringkat lokasi, yaitu :

- Kriteria peringkat ruas berdasarkan hasil seleksi I dan II

(parameter pidl dan hubungan antarruas)

Ruas-ruas yang terpilih dari hasil seleksi tahap I dan II sebagai

lokasi traffic count terbaik. Kriteria ini dipergunakan karena ruas-

ruas yang memiliki nilai proporsi pergerakan (nilai pidl) yang

kemudian dibobotkan dengan parameter weighted mean cukup

besar berarti pada ruas tersebut memiliki informasi pergerakan


34

antarzona yang cukup banyak dan cukup banyak pula dilalui

pergerakan, selanjutnya berdasarkan analisis hubungan antarruas

maka ruas-ruas tersebut telah memenuhi persyaratan kontinuitas

(hubungan saling ketergantungan) dan terhindar dari kemungkinan

terjadinya inkonsistensi pada arus lalulintas tersebut. Pada analisis

ini proses pembobotan pada kriteria ini dilakukan berdasarkan

persentase urutan peringkat terbaik dari semua ruas yang lolos

seleksi tahap I dan II.

- Kriteria kondisi kemacetan (Degree of Saturation/DS)

Pada suatu ruas jalan yang sering terjadi kemacetan maka arus

lalulintas yang terjadi pada dasarnya merupakan interuppted traffic

dimana apabila memungkinkan pelaku perjalanan akan

menghindari ruas jalan tersebut sebagai bagian dari rute perjalanan.

Untuk itu ruas-ruas jalan seperti ini sedapat mungkin untuk

dihindari sebagai lokasi traffic count. Pada kriteria ini pembobotan

dilakukan berdasarkan besarnya nilai DS yang terjadi pada ruas

jalan tersebut.

- Kriteria kondisi gangguan samping pada ruas jalan

Suatu ruas jalan yang banyak mengalami gangguan samping seperti

banyaknya jalan akses di sekitar ruas jalan tersebut kurang baik

untuk digunakan sebagai lokasi survei karena memungkinkan

banyaknya kendaraan yang keluar masuk pada jalan akses tersebut

yang akan mempersulit proses pengumpulan data dan pada


35

akhirnya memperkecil tingkat akurasi data-data yang dikumpulkan.

Untuk itu sedapat mungkin ruas yang terpilih sebagai lokasi traffic

count memiliki hambatan samping yang tidak besar. Proses

pembobotan pada kriteria ini dilakukan berdasarkan kelas

hambatan samping yang terjadi pada ruas jalan tersebut

berdasarkan ketentuan dari (IHCM, 1997).

Proses pertama untuk melakukan analisa ini adalah dilakukannya

proses pembobotan kriteria (Quantification of Criteria) dari setiap

kriteria sebagai berikut :

Tabel 1. Quantification of Criteria Pada Penentuan Peringkat


Lokasi Traffic Count

No Kriteria I Kriteria II Kriteria III


Urutan Peringkat Qc DS Qc Kelas SF Qc
1 0% - 10% terbaik 1 0,0 0,1 1 VL 1
2 10% - 20% terbaik 2 0,1 0,2 2 L 2
3 20% - 30% terbaik 3 0,2 0,3 3 M 3
4 30% - 40% terbaik 4 0,3 0,4 4 H 4
5 40% - 50% terbaik 5 0,4 0,5 5 VH 5
6 50% - 60% terbaik 6 0,5 0,6 6 - -
7 60% - 70% terbaik 7 0,6 0,7 7 - -
8 70% - 80% terbaik 8 0,7 0,8 8 - -
9 80% - 90% terbaik 9 0,8 0,9 9 - -
10 90% - 100% 10 0,9 0,10 10 - -
terbaik
Keterangan :
1. Kriteria 1 : Berdasarkan hasil seleksi tahap I dan II (proposi pergerakan
dan hubungan antar ruas)
2. Kriteria II : Derajat kejenuhan (Degree of Saturation/DS)
3. Kriteria III : Hambatan samping (Side Friction)
Sumber : Suyono (2000)
36

Kemudian pada analisis penentuan peringkat lokasi traffic count

terbaik akan dilakukan beberapa skenario. Hal ini dilakukan

sedemikian sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal berdasarkan

tingkat sensitifitas dari setiap kriteria yang ada. Adapun skenario yang

dilakukan adalah dengan memberikan bobot yang berbeda pada setiap

kriteria.

Tabel 2. Skenario Analisis Penentuan Peringkat

PEMBOBOTAN
No Kriteria SKENARIO
I II III
1 Kriteria I 1 3 5
2 Kriteria II 3 5 1
3 Kriteria III 5 1 3
Sumber : Suyono (2000)

Selanjutnya peringkat ruas ditentukan berdasarkan nilai Wc yang

terkecil sebagai ruas dengan peringkat tertinggi sampai pada ruas yang

memiliki nilai Wc terbesar sebagai ruas dengan peringkat terendah.

2. Jumlah data arus lalulintas optimum

Persamaan (5) merupakan persamaan dasar yang dikembangkan pada

model estimasi MAT berdasarkan informasi data arus lalu lintas. Pada

model ini peubah plid dapat diestimasi dengan menggunakan model

pembebanan rute. Dengan mengetahui nilai plid dan satu set data arus

lalulintas ( Vl ), didapatkan N2 buah Tid yang harus diestimasi dari L

persamaan linier simultan (persamaan 5) dengan jumlah data arus

lalulintas. Secara prinsip, N2 data arus lalulintas dibutuhkan untuk dapat


37

menaksir matriks [Tid]; [N2N] jika perjalanan intrazona diabaikan.

Secara praktis, jumlah data arus lalulintas yang diperoleh jauh lebih

sedikit dari jumlah Tid yang ditaksir sehingga tidak mungkin diperoleh

solusi (Tamin, 1988).

Untuk mengatasi hal ini (Tamin, 1988) telah mengembangkan suatu

solusi dengan cara memodelkan perilaku pemakai jalan dengan suatu

model kebutuhan pergerakan tertentu seperti model Gravity (GR) atau

model Gravity-Opportunity (GO).

Untuk memperoleh jumlah data arus lalulintas optimum, maka harus

diperoleh hubungan kuantitatif antara jumlah data arus lalulintas yang

digunakan dalam proses estimasi MAT dengan tingkat akurasi MAT yang

dihasilkan. Proses ini dapat dilakukan dengan 2 (dua) buah metode untuk

mengetahui sensitivitas jumlah data ruas lalulintas dan peringkat lokasi

traffic count terhadap akurasi MAT (Suyono dkk, 2000).

a. Metode I (secara urutan/sorted)

Pada metode ini dipilih kombinasi jumlah data arus lalulintas yang

digunakan dalam estimasi MAT (MAT model) yang diperoleh dari

proses pembebanan suatu MAT pembanding. Pemilihan kombinasi

pada metode I ini dilakukan berdasarkan urutan lokasi traffic count

terbaik hasil seleksi tahap II. Kombinasi jumlah data tersebut dipilih

bervariasi dari 2 buah data, 4 buah data dan seterusnya sampai dengan

penggunaan seluruh data yang ada. Dengan membandingkan

kesesuaian antara MAT model dan MAT pembanding (MAT 100%)


38

menggunakan uji statistik, maka akan diketahui perilaku perubahan

tingkat akurasi MAT terhadap jumlah data arus lalulintas serta

selanjutnya dapat ditentukan suatu jumlah data optimum.

b. Metode II (secara acak/random)

Metode ini hampir serupa dengan metode I diatas, hanya saja pada

metode ini lokasi yang digunakan diambil secara acak. Jadi lokasi

mana saja yang termasuk lokasi terbaik berpeluang untuk digunakan

sebagai data arus lalulintas baik. Sebagaimana halnya pada metode

sebelumnya, pada metode ini akan diperoleh suatu jumlah data arus

lalulintas optimum. Hasil dari kedua metode ini kemudian

dibandingkan dan kembali diuji tingkat keakurasian MAT-nya

sedemikian rupa sehingga jumlah data arus lalulintas optimum dapat

diperoleh.

G. Pemodelan Transportasi Menggunakan Program EMME2

Program EMME2 merupakan salah satu perangkat lunak (software) ilmu

Teknik Sipil terutama sub bidang ilmu Transportasi yang dikembangkan pada

sekitar tahun 1970 di Center of Research on Transportation (CRT) di

Universitas Montreal. Kelebihan utama program ini adalah pada

kemampuannya untuk memodelkan persoalan transportasi secara multi modal.

EMME2 merupakan sistem perencanaan transportasi urban-multi-modal baik

angkutan pribadi maupun angkutan umum serta keluaran grafik yang

interaktif.
39

Program EMME2 pada dasarnya mencari keseimbangan (equilibrium) di

antara sediaan dan kebutuhan, yaitu dengan cara memprediksi arus

pergerakan dikaitkan dengan fasilitas transportasi yang tersedia. Karena itulah

data jaringan jalan eksisting merupakan masukan utama yang mutlak tidak

diperbolehkan ada kesalahan karena akan berakibat fatal terhadap keseluruhan

analisis.

Di dalam memodelkan jaringan jalan, EMME2 juga dapat memperhitungkan

data masukan berupa jenis pengguna jalan yang memakai ruas tersebut yang

dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu car, bus, dan pedestrian. Car

menunjukkan bahwa pengguna jalan merupakan kendaraan bermotor milik

pribadi. Bus menunjukkan bahwa jalan dilalui oleh berbagai jenis kendaraan

umum. Pedestrian menunjukkan bahwa pada jalan tersebut juga dilalui oleh

pejalan kaki.

Gambar 8. Basis data EMME2


(Sumber : EMME2 Users manual Software Release 8, 1996)
40

Sediaan dalam EMME2, dimodelkan dengan menggunakan Network Editor.

Untuk keperluan memodelkan sediaan ini, dibutuhkan data-data mengenai

seluruh simpul (node), link, centroid, dan centroid connector yang ada pada

wilayah kajian.

Tingkat pelayanan sediaan merupakan fungsi dari biaya dan tundaan yang

akan dioperasikan pada Function Editor, dan kebutuhan dimodelkan dengan

mengoperasikan matriks yang akan dikerjakan pada Matrix Editor. Di dalam

pengoperasian EMME2, variabel-variabel yang akan digunakan dapat

ditentukan sendiri, seperti volume delay function, besarnya biaya perjalanan,

ataupun juga energy coefficient.

Gambar 9. Modul EMME2


(Sumber :EMME2 Users manual Software Release 8, 1998)
41

Perangkat lunak ini menawarkan tools yang lengkap dan menyeluruh untuk

melakukan demand modelling, multimoda network modelling, dan

implementasi untuk prosedur evaluasi. EMME2 terdiri dari 50 modul dengan

grup sebagai berikut: Utilities, Network Editor, Matrix Editor, Function

Editor, Assignment Procedures, and Result.

Program EMME2 memiliki menu utama (modul) seperti pada Gambar 9

sebagai berikut :

1. Utilities, berisi pilihan-pilihan yang berkaitan dengan pembuatan skenario

baru, penggandaan skenario, pembuatan garis demarkasi, dsb.

2. Network Editor, network tersusun dari base network, moda, kendaraan

umum (transit vehicle), rute dan belokan angkutan umum. Base network

didefinisikan sebagai suatu node dan link yang digunakan oleh suatu

moda. Network merupakan suatu jaringan jalan disertai bermacam-macam

kendaraan yang melintasinya. Pengguna program ini dapat secara langsung

menambah atau menghapus noda dan link dari base network atau

melakukan perubahan (modify) dari beberapa atribut tertentu.

3. Matrix Editor, yaitu berupa pemasukan maupun pengeditan pergerakan

orang dari asal ke tujuan baik untuk angkutan umum maupun untuk

kendaran pribadi. Matrix editor juga menyediakan perhitungan matriks

(matrix calculation) dan matrix balancing.

4. Function Editor, merupakan persamaan-persamaan yang berkaitan dengan

fungsi waktu tempuh di masing-masing ruas jalan atau di tiap-tiap

simpang baik untuk angkutan umum maupun untuk kendaraan pribadi.


III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Umum

Suatu analisis dalam penelitian membutuhkan suatu tahapan perencanaan

yang disusun dalam metodologi. Hal ini dilakukan agar penelitian berjalan

sesuai dengan rencana dan acuan, sehingga dapat mencapai tujuan yang

diharapkan.

Secara umum, metodologi yang diterapkan pada penelitian ini meliputi

beberapa tahap yaitu persiapan, pengumpulan data sekunder, analisis data,

serta ditutup dengan simpulan dan saran. Diharapkan dengan melakukan

tahapan demi tahapan seperti diatas, tujuan penelitian ini dapat tercapai sesuai

dengan waktu yang diberikan dalam melakukan penelitian ini.

B. Tahap Persiapan

Tahap persiapan merupakan awal dimulainya suatu penelitian. Di dalam

tahapan ini beberapa hal perlu dipersiapkan agar memperoleh hasil yang

maksimal. Persiapan tersebut antara lain, identifikasi masalah, pencarian

keterangan penunjang dan bahan referensi melalui studi pustaka, pengolahan

keterangan penunjang dan pembuatan usulan penelitian.


43

C. Tahap Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Data sekunder

yang digunakan pada penelitian secara garis besar terdiri dari 2 (dua) bagian,

yaitu :

1. Data sekunder sebagai data untuk estimasi MAT Kota Bandar Lampung

yaitu data arus lalu lintas (traffic count).

2. Data-data pelengkap lainnya yaitu :

a. Sosio Ekonomi

b. Peta Wilayah Studi

c. Data Jaringan Jalan

d. Travel Time dan Kecepatan

e. Data Angkutan Umum

3. Matrix prior yaitu MAT Kota Bandar Lampung 2006 dari Dinas

Perhubungan.

D. Penyusunan Data Base Sistem Jaringan Dan Zona

Berdasarkan data-data yang diperoleh dari berbagai intasnsi, selanjutnya

dilakukan penyusunan data base sistem jaringan dan zona untuk lingkup

wilayah Kota Bandar Lampung, agar dapat digunakan dalam proses estimasi

MAT dengan Metode Tidak Konvensional (MTK) dengan model gravity

(GR) yang dikombinasikan dengan multinomial logit.


44

E. Estimasi MAT

Setelah dilakukan penyusunan data base sistem jaringan dan zona, selanjutnya

dilakukan estimasi MAT dengan Model Gravity yang dikombinasikan dengan

Multinommial logit. Proses estimasi ini akan dibantu dengan aplikasi program

komputer untuk dapat mempermudah penyelesaian pekerjaan.

F. Pembebanan Pergerakan Estimasi MAT (Assignment)

Estimasi MAT yang telah dihasilkan dari tahapan sebelumnya selanjutnya

diberi pembebanan, dengan menggunakan metode all or nothing dan

equilibrium. Pembebanan ini menghasilkan pidl dan traffic count yang

dibutuhkan dalam tahapan selanjutnya.

G. Estimasi MAT dengan Skenario Jumlah Data dan Lokasi

Sebelum dapat melakukan estimasi MAT dengan beberapa jumlah data dan

lokasi, maka harus dilakukan analisis untuk dapat menentukan lokasi traffic

count terbaik serta jumlah data arus lalu lintas yang optimum untuk digunakan

dalam proses estimasi. Analisis ini dijelaskans sebagai berikut :

1. Analisis Penentuan Lokasi Traffic Count Terbaik

Langkah-langkah penyusunan skenario pada penelitian ini secara

sederhana yaitu sebagai berikut :

a. Langkah awal dari penyusunan skenario yaitu dengan menyusun data

traffic count yang ada secara berurut dari nilai terbesar hingga terkecil

dengan diikuti data bus Damri sesuai dengan ruas jalan yang

termasuk ke dalam rute bus.


45

b. Penyeleksian awal dilakukan terhadap ruas-ruas jalan yang tidak

dilalui oleh jalur rute bus Damri, didahului dari ruas jalan yang

memiliki nilai traffic count terendah secara berurutan.

c. Setelah ruas-ruas jalan yang tidak dilalui oleh jalur rute bus Damri

telah terseleksi secara keseluruhan, maka selanjutnya penyeleksian

dilakukan dimulai dari jalan yang memiliki nilai traffic count

terendah secara berurutan.

d. Setiap penyeleksian pada masing-masing skenario dilakukan dengan

mengurangi 2 (dua) jumlah data masukan traffic count.

e. Skenario tersebut masing-masing diproses dengan menggunakan

aplikasi program EMME/2, sehingga masing-masing skenario dapat

memberikan tingkat keakuratan estimasi MAT pada setiap skenario

terhadap MAT pembanding.

2. Studi Penentuan Jumlah Data Arus Lalu Lintas Optimum

Selain menentukan lokasi traffic count yang terbaik, studi pada penelitian

ini juga menganalisis untuk dapat menemukan jumlah data arus lalu lintas

yang optimum. Analisis ini akan menemukan hubungan antara jumlah

data arus lalu lintas yang digunakan dalam estimasi MAT dengan tingkat

akurasi MAT yang dihasilkan. Analisis penentuan jumlah data arus lalu

lintas optimum ini akan menggunakan metode I dari Rudi Sugiono

Suyono (2000). Metode ini akan memilih kombinasi jumlah data arus lalu

lintas yang digunakan dalam estimasi MAT, berdasarkan urutan lokasi

traffic count terbaik hasil seleksi tahap II.


46

Estimasi MAT dengan beberapa skenario ini selanjutnya diberi juga

pembebanan, juga dengan menggunakan metode all or nothing dan

equilibrium. Pembebanan ini menghasilkan traffic count yang selanjutnya

dianalisis. Selain itu, estimasi MAT dengan beberapa skenario ini akan

dibandingkan dengan MAT prior (MAT kota Bandar Lampung 2006) dari

data sekunder, dengan menggunakan uji statistik koefisien determinasi R2.

H. Analisis Pengaruh Jumlah Data Optimum dan Lokasi TC Yang Tepat

Setelah estimasi MAT dengan beberapa skenario diberi pembebanan, dan

menghasilkan traffic count estimasi yang akan dibandingkan dengan traffic

count dari data sekunder. Perbandingan kesesuaian traffic count estimasi

dengan traffic count sekunder, serta perbandingan antara MAT model dan

MAT pembanding atau Matrix Prior (MAT 100%) dengan menggunakan uji

statistik koefisien determinasi R2 seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Uji ini bertujuan untuk dapat menganalisis dan mengetahui pengaruh jumlah

data arus lalu lintas yang selanjutnya dapat menentukan jumlah data optimum,

terhadap perubahan tingkat akurasi MAT.

Secara sederhana dan sistematis, metodologi penelitian ini dituangkan ke dalam

suatu bagan alir penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 10 berikut ini.
47
MULAI

Tahap Persiapan Penelitian

Pengumpulan Data Sekunder

Data Data Pelengkap Matriks Prior


Sekunder
 Sosio Ekonomi
MAT Kota
 Peta Wilayah Studi
Traffic Count  Data Jaringan Jalan Bandar Lampung
 Travel Time dan Kecepatan 2006 dari Dinas
 Data Angkutan Umum Perhubungan

Data Base Sistem


Jaringan Dan Zona

Estimasi MAT dengan :


Model Gravity yang
dikombinasikan dengan
Multinommial logit
Membandingkan estimasi
MAT skenario (1,n)
Assignment terhadap MAT model
(100%)
traffic count model
Dengan uji koefisien
determinasi (R2)
Estimasi MAT dengan
skenario jumlah data dan
lokasi (1, ....n)

Assignment
Estimasi MAT (1, ....n)
Membandingkan
traffic count estimasi
dengan traffic count Traffic count estimasi
data masukan

Analisis Pengaruh
jumlah data optimum
dan lokasi TC

Kesimpulan dan Saran

SELESAI

Gambar 10. Diagram Alir Penelitian


V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan analisis pengaruh jumlah data dan lokasi traffic count terhadap

estmasi Matriks Asal Tujuan (MAT) Kota Bandar Lampung berdasarkan arus

lalu lintas, menghasilkan beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :

1. Estimasi MAT berdasarkan data arus lalu lintas model gravity, dengan 42

data arus lalu lintas menghasilkan MAT Kota Bandar Lampung dengan

nilai R-square sebesar 0,3114 terhadap MAT prior. R-square MAT yang

tergolong rendah di bawah 0,5 disebabkan banyaknya asumsi yang

digunakan dalam analisis, lingkup jaringan jalan hanya kolektor dan arteri,

serta data angkutan umum hanya berupa data Bus Damri saja.

2. Nilai R-square hasil uji arus hasil pembebanan (volau) terhadap arus dari

data masukan (ul2) untuk ke-13 skenario menunjukkan trend menurun.

Hal ini menunjukkan, bahwa semakin banyak jumlah data arus lalu lintas

yang diperoleh dan digunakan dalam proses estimasi MAT, akan semakin

baik dan semakin meningkatkan akurasi MAT yang diperoleh, namun

tentu saja membutuhkan sumber daya yang cukup besar dan mahal serta

memerlukan waktu yang tidak sedikit dan belum tentu efisien.

3. Berdasarkan hasil penelitian jumlah data arus lalu lintas optimum yang

dibutuhkan adalah sebanyak 32 data traffic count (skenario 5). Ruas-ruas


96

jalan yang dapat direkomendasikan menjadi data masukan traffic count

untuk estimasi MAT Kota Bandar Lampung yang lebih efektif dan efisien

berdasarkan hasil studi yaitu :

a. Ruas jalan dengan jumlah pergerakan kendaraan yang besar

b. Ruas jalan yang memiliki proporsi yang besar terhadap pergerakan lalu

lintas antar zona

c. Ruas jalan yang tidak hanya dapat dilalui angkutan pribadi, namun

juga dilalui angkutan umum.

4. Proses penyeleksian dalam penyusunan skenario sangat berpengaruh untuk

dapat memberikan gambaran pengaruh jumlah data dan lokasi traffic count

terhadap estimasi MAT. Penyeleksian yang tidak mempertimbangkan

kondisi ketergantungan (indepedence), kondisi ketidakkonsistenan

(inconsistency), dan proporsi pergerakan menyebabkan pengaruh jumlah

data dan lokasi traffic count terhadap estimasi MAT belum terlihat secara

signifikan.

B. Saran

Saran yang dapat penulis berikan untuk kemajuan penelitian selanjutnya

mengenai pengaruh jumlah data dan lokasi traffic count terhadap estimasi

Matriks Asal Tujuan (MAT) yaitu :

1. Lingkup jaringan jalan pada penelitian ini hanya mencakup jaringan jalan

arteri dan kolektor saja dengan jumlah data traffic count 42 buah data.

Untuk analisis yang lebih baik, menambahkan jaringan jalan lokal sebagai

cakupan data masukan, serta jumlah data traffic count dengan kuantitas
97

dan kualitas yang lebih baik dan diharapkan dapat memberikan hasil studi

yang maksimal.

2. Penelitian ini hanya mempertimbangkan bus Damri sebagai angkutan

umum. Kenyataan di lapangan menunjukkan penggunaan angkutan kota

(angkot) sebagai angkutan umum yang lebih luas di Kota Bandar

Lampung. Mengkonversikan angkot dan bus menjadi gabungan data

angkutan umum dalam data masukan, diharapkan dapat memberikan hasil

studi pemodelan lebih sesuai dengan kondisi di lapangan.

3. Data masukan untuk data bangkitan dan tarikan pada analisis penelitian ini

menggunakan persamaan dari Dinas Perhubungan. Untuk dapat

menghasilkan estimasi MAT Kota Bandar Lampung dengan tingkat

akurasi yang lebih baik, disarankan untuk data masukan bangkitan dan

tarikan menggunakan data primer.

4. Penyeleksian di dalam tahapan penyusunan skenario diharapkan dapat

mempertimbangkan faktor proporsi pergerakan lalu lintas antar zona, dan

faktor hubungan antar ruas seperti kondisi ketergantungan (indepedence)

dan kondisi ketidakkonsistenan (inconsistency) agar hasil studi untuk

penelitian mendatang dapat lebih maksimal.

5. Untuk penelitian lebih lanjut, perbandingan di level matriks dapat

dilakukan dengan membebankan MAT ke jaringan jalan, yang akan

menghasilkan arus lalu lintas hasil pembebanan. Arus tersebut dapat diuji

terhadap arus lalu lintas aktual di lapangan dan dapat menggambarkan

tingkat kesesuaian antar kedua arus.


DAFTAR PUSTAKA

Munawar, Ahmad. 2005. Dasar-Dasar Teknik Transportasi. Penerbit Beta Offset.


Yogyakarta.

Novalina, Winny. 2010. Analisis Pembebanan Lalu Lintas dengan


Mempertimbangkan Pengaruh Fenomena Simpang. Skripsi. Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.

Suyono, R. S., Tamin, O.Z., Liliani, Titi. 2000. Studi Penentuan Lokasi Traffic
Count Terbaik Dan Jumlah Data Arus Lalulintas Optimum Dalam Estimasi
Matriks Asal-Tujuan (MAT). Makalah. Insititut Teknologi Bandung (TB).
Bandung.

Sulistyorini, R., Tamin, O.Z., Sjafruddin, Ade. 2009. Pengembangan Model


Kombinasi Gravity, Multinomial Logit Dan Equilibrium Assignment.
Simposium XII FSTPT. Universitas Kristen Petra.. Surabaya.

Tamin, O.Z. 2000. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Edisi 2. Penerbit


ITB, Bandung.

Wijaya, Y.P dan Setiabudi, R.H. 1997. Pemodelan Pemilihan Moda Untuk
Perjalanan Kerja Menggunakan Kendaraam Pribadi dan Kendaraan Umum
di Surabaya. Skripsi. Universitas Kristen Petra. Surabaya.

___________1996. EMME2 Users manual Software Release 8. INRO


Consultants Inc., Montreal, Canada.

Anda mungkin juga menyukai