Anda di halaman 1dari 52

SEMINAR PROPOSAL

ANALISIS PENINGKATAN KINERJA RUAS JALAN PALATTAE

TERHADAP AKTIVITAS PASAR DENGAN MENGGABUNGKAN

PANDUAN MKJI 1997 DAN SOFTWARE VISSIM.

(Studi Kasus Pasar Palattae Kab. Bone)

OLEH:

KARMILA / MUTMAINNA MUSRAN

03120180231 / 03120180269

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Permasalahan sistem transportasi seperti kemacetan, tundaan dan konflik

yang terjadi pada ruas jalan, serta kebisingan dan polusi udara sangat sering di

jumpai di beberapa kota besar di Indonesia, terutama kota-kota besar yang

penduduknya di atas 1 juta jiwa. Permasalahan yang terlihat pada beberapa kota

besar ini sangat bervariasi, ada yang berada pada tahap kritis rendah (low critical)

hingga tingkat kritis yang tinggi (high critical) (Aryandi & Munawar, 2014)

Kabupaten Bone sebagai salah satu kabupaten yang perkembangannya

sangat pesat serta pertumbuhan penduduknya yang tinggi tidak terlepas dari kondisi

trasnportasi yang cukup ramai sehingga menimbulkan berbagai masalah sistem

transportasi berupa kemacetan serta antrian kendaraan yang besar dan berdampak

pada kinerja ruas jalan. Selain dari pada itu, sarana dan prasarana yang berinteraksi

dalam rangka perpindahan barang maupun penumpang akan menimbulkan dampak

permasalahan dalam distribusi transportasi yang akan berdampak buruk pada

masyarakat di kabupaten Bone (Nugroho & Dwiatmaja, 2020).

Ruas jalan Palattae merupakan ruas jalan yang disekitarnya adalah Pasar

Palattae. Pada jam-jam tertentu di ruas jalan ini tingkat kemacetannya sangat tinggi

terutama pagi dan sore hari, selain dari pada ruas jalan ini di padati oleh pedagang

kaki lima, hal ini disebabkan pula karena banyaknya aktivitas masyarakat dalam

1
hal ini pengunjung pasar Palattae. Hal ini yang sangat mempengaruhi kinerja ruas

jalan khususnya ruas jalan Palattae yang kemudian akan menyebabkan tingkat

pelayanan ruas jalan yang buruk dan akan berdapmpak pada distribusi kendaraan

yang ingin melewati ruas jalan tersebut (Srie Kusumastutie et al., 2020).

Arus lalu lintas dengan aktivitas dipinggir jalan yang berkaitan dengan tata

guna lahan disepanjang jalan tersebut dapat berupa pejalan kaki angkutan umum

dan kendaraan lain yang berhenti, kendaraan yang diparkir dibadan jalan, dan

kendaraan yang berjalan lambat. arus lalu lintas yang sama bahkan pada kendaraan

yang serupa, sehingga arus pada suatu ruas jalan khususnya ruas jalan Palattae yang

di pengaruhi oleh aktivitas pasar Palattae selalu bervariasi (Tarigan, 2016).

Sehingga dapat mempengaruhi tingkat kinerja tingkat pelayanan ruas jalan Palattae

yang berada di kawasan pasar Palattae. Gambaran kondisi yang demikian tentu saja

berdampak pada menurunnya kinerja lalu lintas dan tingkat pelayanan dari ruas

jalan.

Dengan menggunakan panduan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)

tahun 1997, yang bertujuan untuk menganalisis kinerja ruas jalan yang mencakup

arus lalu lintas, kapasitas, derajat kejenuhan hingga tingkat pelayanan yang

kemudian hasil dari analisis tersebut nantinya akan dilakukan beberapa skenario.

Setelah itu akan dipilih skenario terbaik untuk ruas jalan tersebut khususnya ruas

jalan Palattae berada pada kawasan pasar Palattae dengan menggunakan software

PTV Vissim yang mampu memodelkan dan mensimulasikan pergerakan distribusi

kendaraan serta mencari alternatif yang baik demi mendukung kebutuhan kegiatan

masyarakat yang melewati ruas jalan tersebut (Tamam et al., 2016).

2
Lokasi yang peneliti ambil untuk melakukan penelitian ini adalah sesuai

dengan judul yaitu Analisis Peningkatan Kinerja Ruas Jalan Palattae Terhadap

Aktivitas Pasar Dengan Menggabungkan Panduan MKJI 1997 Dan Software

Vissim. Alasan peneliti memilih tempat penelitian tersebut karna tempat tersebut

mudah dijangkau oleh peneliti. Selain itu, kawasan ini juga merupakan salah satu

yang memiliki aktivitas yang cukup tinggi di Kabupaten Bone. Hal ini juga dapat

dilihat dari ruas jalan Palattae yang berada pada kawasan pasar Palattae yang

menjadi pusat aktivitas kegiatan jual beli dalam hal ini pasar Palattae serta salah

satu penghubung antara kecamatan di kabupaten Bone.

Kompleksnya masalah yang terjadi pada ruas jalan tersebutlah yang melatar

belakangi urgensi penelitian ini. Maka dari itu kita perlu mengkaji kinerja lalu lintas

di ruas jalan Palattae yang berada pada kawasan pasar Palattae lebih mendalam,

oleh karenanya dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Peningkatan Kinerja

Ruas Jalan Palattae Terhadap Aktivitas Pasar Dengan Menggabungkan

Panduan MKJI 1997 Dan Software Vissim”.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah mengenai Kinerja Ruas Palattae merupakan suatu yang menarik

untuk dikaji dan dianalisa. Dari hal tersebut adapun rumusan masalah yang akan

dibahas yaitu:

1. Bagaimanakah kinerja ruas jalan pada kondisi eksisting di sekitar ruas jalan

Palattae berdasarkan pendekatan dengan menggunakan panduan Manual

Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997)?

3
2. Bagaimanakah kinerja ruas jalan Palattae setelah digunakan beberapa

skenario dalam mencari alternatif yang tepat dengan menggunakan software

Vissim?

1.3 Tujuan Penilitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan yaitu:

1. Untuk menganalisis kinerja ruas jalan pada kondisi eksisting di sekitar

ruas jalan Palattae berdasarkan pendekatan dengan menggunakan panduan

Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997).

2. Untuk menganalisis kinerja ruas jalan Palattae setelah digunakan beberapa

skenario dalam mencari alternatif yang tepat dengan menggunakan

software Vissim.

1.4 Manfaat Penelitian

Studi ini diharapkan dapat memberikan banyak manfaat baik untuk

masyrakat disekitar jalan tersebut maupun bagi para pengguna jalan lain yang

mungkin melewati jalan tersebut. Manfaat dibagi menjadi 2, yaitu:

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Bagi kalangan akademisi, hal ini dapat sebagai pijakan dan referensi pada

penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan peningkatan

kinerja ruas jalan serta kemampuan sains dalam hal ini penggunaan software.

4
1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Penulis, dapat menambah wawasan dan pengalaman langsung tentang

cara meningkatkan kinerja ruas jalan dengan pendekatan Manual Kapasitas

Jalan Indonesia (MKJI1997) serta bagaimana kemampuan software vissim

dalam mensimulasikan pergerakan kendaraan dan mencari alternatif yang

tepat.

2. Bagi Mahasiswa, penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk

melakukan sistem serupa dan menambah wawasan sistem transportasi dalam

khususnya analisis ruas jalan.

3. Bagi Masyarakat, sebagai bentuk partisipasi dalam upaya pengembangan

kinerja ruas jalan khususnya ruas jalan Palattae yang berada pada kawasan

pasar dalam hal ini sebagai objek atau sasaran sekaligus sebagai pengguna

simpang tersebut.

4. Bagi instansi terkait, sebagai bahan evalusi kinerja ruas jalan khususnya ruas

jalan Palattae yang berada pada kawasan pasar serta sebagai bahan

pertimbangan untuk meningkatkan pelayanan kinerja ruas jalan tersebut.

1.5 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penulisan ini yaitu:

1. Lokasi pengambilan data dilakukan di sekitar ruas jalan Palattae yang berada

di kabupaten Bone.

2. Pengambilan data dengan survey lalu lintas.

5
3. Survey volume dan pergerakkan lalu lintas dilaksanakan pada hari Senin,

Jum’at, dan Sabtu.

4. Data yang ditampilkan atau dianalisis merupakan Peak Hour atau volume

puncak dari 3 hari survey.

5. Analisis membahas kinerja ruas jalan Palattae mencakup Kapasitas, Derajat

Kejenuhan dan Tingkat Pelayanan dan penggunaan software Vissim sebagai

simulasi pencarian alternatif.

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan tugas akhir ini, maka kami uraikan dalam

5 (lima) pokok bahasan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Pada bab ini menguraikan tentang gambaran umum mengenai penelitian yang

akan dilakukan, seperti latar belakang pemilihan judul penelitian, tujuan dan

manfaat penelitian, batasan masalah serta sistematika penulisan yang menjelaskan

secara singkat komposisi masing-masing ba yang ada penulisan tugas akhir ini.

BAB II Tinjauan Pustaka

Bab ini menyajikan beberapa teori-teori yang berhubungan dengan penelitian

yang akan dilakukan, dan rumus-rumus dasar perhitungan.

BAB III Metode Penelitian

Dalam bab ini berisi metode yang digunakan untuk memenuhi data-data

serta uraian singkat tentang analisis yang dilakukan terhadap hasil pengolahan

data.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Rekayasa Lalu lintas

Menurut Homburger dan Kell (1981), Rekayasa lalu lintas adalah sesuatu

penanganan yang berkaitan dengan perencanaan, perancangan geometrik dan

operasi lalu lintas jalan raya serta jaringannya, terminal, penggunaan lahan serta

keterkaitannya dengan mode transportasi lain (Fasa, 2018). Sedangkan menurut

Blunden (1981), rekayasa lalu lintas adalah ilmu yang mempelajari tentang

pengukuran lalu lintas dan perjalanan, studi hukum dasar yang terkait dengan arus

lalu lintas dan bangkitan, dan penerapan ilmu pengetahuan professional praktis

tentang perencanaan, perancangan dan operasi sIstem lalu lintas untuk mencapai

keselamatan dan pergerakan yang efisien terhadap orang dan barang (Winurini,

2011).

Tujuan dari rekayasa lalu lintas adalah untuk mendapatkan atau

memberikan kondisi lalu lintas yang selancar dan seaman mungkin tanpa biaya

yang besar bagi pergerakan manusia, barang dan jasa dengan kondisi

geometrik/jaringan dan lalu lintas yang ada melalui system pengaturan, penataan

dan regulasi (WELLS, 1993).

Keinginan manusia untuk senantiasa bergerak dan kebutuhan mereka akan

barang telah menciptakan kebutuhan akan transportasi, preferensi manusia dalam

hal waktu, uang, kenyamanan, dan kemudahan mempengaruhi moda (cara)

7
transportasi apa yang akan dipakai, tentu saja sejauh moda transportasi tersebut

tersedia bagi si pengguna (Susanti, 2014).

Persoalan dasar lalu lintas sebenarnya sederhana, yakni terlalu banyak

kendaraan yang menggunakan dan terlalu sedikit atau sempit jalan. Penanggulan

persoalan pun tidak perlu sulit dipilih dari tiga kemungkinan berikut:

a. Membangun jalan secukupnya dengan ukuran sesuai dengan kebutuhan

b. Batasi permintaan akan jalan dengan membatasi jumlah kendaraan yeng bisa

menggunakan jalan.

c. Gabungkan antara (a) dan (b), yakni membangun jalan tambahan,

menggunakan jalan itu serta jaringan jalan yang sudah ada sampai batas

maksimum, dan pada saat yang sama melakukan pengendalian perkembangan

permintaan sejauh mungkin dapat dilakukan (WELLS, 1993).

1.2 Ruas Jalan

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu

lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah

permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,

jalan lori, dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006) (Freeman,

2013).

Menurut MKJI (1997) pengertian jalan meliputi badan jalan, trotoar,

drainase dan seluruh perlengkapan jalan yang terkait, seperti rambu lalu lintas,

8
lampu penerangan, marka jalan, median, dan lain-lain. Jalan mempunyai empat

fungsi:

1. Melayani kendaraan yang bergerak,

2. Melayani kendaraan yang parkir,

3. Melayani pejalan kaki dan kendaraan tak bermotor,

4. Pengembangan wilayah dan akses ke daerah pemilikan.

Ada beberapa cara yang dipakai para ahli lalu lintas untuk mendefinisikan

arus lalu lintas, tetapi ukuran dasar yang sering digunakan adalah konsentrasi aliran

dan kecepatan. Definisi arus lalu-lintas maksimum (mantap) yang dapat (smp/jam)

dipertahankan sepanjang potongan jalan dalam kondisi tertentu (sebagai contoh:

rencana geometrik, lingkungan, lalu-lintas dan lain-lain) (PUPR, 1997). Hampir

semua jalan melayani dua atau tiga fungsi dari empat fungsi jalan diatas akan tetapi

ada juga jalan yang mungkin hanya melayani satu fungsi (misalnya jalan bebas

hambatan hanya melayani kendaraan bergerak) (Atmaja, 2015).

Karakteristik geometri jalan terdiri dari:

1. Tipe Jalan

Berbagai tipe jalan akan menunjukkan kinerja berbeda-beda baik dilihat

secara pembebanan lalu lintas tertentu. Misalnya jalan terbagi, jalan tak

terbagi dan jalan satu arah (Abdul Rahman, D.A.N Sri Astuti, ST., MT,

A.A.S. Dewi Rahadiani, ST., 2012).

2. Lebar Jalur Lalu Lintas

Kecepatan arus bebas dan kapasitas meningkat dengan pertambahan lebar

jalur lalu lintas (Mufdillah, 2013).

9
3. Bahu Jalan

Jalan perkotaan tanpa kereb pada umumnya mempunyai bahu pada kedua

sisi jalur lalu lintasnya. Lebar dan kondisi permukaannya mempengaruhi

penggunaan bahu, berupa penambahan kapasitas, dan kecepatan pada arus

tertentu, akibat penambahan lebar bahu, terutama karena pengurangan

hambatan samping yang disebabkan kejadian di sisi jalan seperti kendaraan

angkutan umum berhenti, pejalan kaki dan sebagainya (PUPR, 1997).

4. Trotoar

rotoar adalah bagian jalan yang disediakan untuk pejalan kaki yang biasanya

sejajar dengan jalan dan dipisahkan dari jalur jalan oleh kereb (Finoriska,

2015) .

5. Kereb

Kereb sebagai batas antara jalur lalu lintas dan trotoar berpengaruh terhadap

dampak hambatan samping pada kapasitas dan kecepatan. Kapasitas jalan

dengan kereb lebih kecil dari jalan dengan bahu. Selanjutnya kapasitas

berkurang jika terdapat penghalang tetap dekat tepi

jalur lalu lintas, tergantung apakah jalan mempunyai kereb atau bahu

(Mufdillah, 2013).

6. Median Jalan

Median jalan yang direncanakan dengan baik akan meningkatkan kapasitas

jalan (Mufdillah, 2013).

10
7. Alinyemen Jalan

Lengkung horisontal dengan jari jari kecil mengurangi kecepatan arus

bebas. Tanjakan yang curam juga mengurangi kecepatan arus bebas. Karena

secara umum kecepatan arus bebas di daerah perkotaan adalah rendah maka

pengaruh ini diabaikan (PUPR, 1997).

2.3 Karakteristik Lalu Lintas

Studi terhadap arus lalu-lintas dimulai pada tahun 1930-an. Pada tahun 1936

Adams menggunakan teori peluang untuk mendeskripsikan keadaan lalu-lintas

jalan (Winurini, 2011). Pada tahun 1935 Bruce D. Greenshields melakukan studi

mengenai model yang berhubungan dengan volume dan kecepatan di Yale Bureau

of Highway Traffic, Bruce juga melakukan investigasi terhadap kinerja lalu-lintas

di persimpangan pada tahun 1947. Gartner, Messer, dan Rathi (2001:1-1)

menyatakan bahwa setelah perang dunia kedua, semakin meningkatnya

penggunaan mobil dan ekspansi dari sistem jalan raya meningkat pula studi

mengenai karakteristik lalu-lintas dan pengembangan dari teori arus lalu-lintas

(Atmaja, 2015). Menurut Gartner, Messer, dan Rathi (2001:1-1) teori arus lalu-

lintas berusaha untuk mendeskripsikan hubungan antara kendaraan dan

pengendaranya (komponen yang bergerak) dengan infrastruktur (komponen yang

tidak bergerak) secara presisi (Winurini, 2011).

11
2.3.1 Volume Lalu Lintas

Menurut Morlok (1988), volume lalu lintas merupakan jumlah kendaraan

yang melalui suatu titik pada suatu jalur gerak per satuan waktu, dan karena itu

biasanya diukur dalam satuan kendaraan per satuan waktu (Susanti, 2014). Tetapi,

pada analisis dari MKJI 1997 volume merupakan sebuah perubah (variable) yang

paling penting pada teknik lalu lintas dan pada dasarnya merupakan proses

perhitungan yang berhubungan dengan jumlah gerakan persatuan waktu pada lokasi

tertentu, yang dapat dinyatakan dalam kend/jam (Q kend), smp/jam (Q smp) atau

LHRT (Lalu Lintas Harian Rerata Tahun). Jumlah pergerakan yang dihitung dapat

meliputi hanya tiap macam moda lalu lintas saja, seperti pejalan kaki, mobil, bus,

mobil barang atau kelompok-kelompok campuran moda. Periode-periode waktu

yang dipilih tergantung pada tujuan dan konsekuensinya, tingkatan ketepatan yang

dipersyaratkan akan menentukan frekuensi, lama dan pembagian arus tertentu.

Untuk keperluan ini, MKJI (1997) telah merekomendasikan nilai konversi

atau nilai Ekivalen Motor Penumpang (EMP) untuk masing-masing klasifikasi

kendaraan sebagaimana dapat dilihat pada table di bawah ini.

Tabel 2.1 Emp Untuk Jalan perkotaan Tak-Terbagi


Tipe Jalan Arus lalu lintas Emp
Total dua arah HV MC
Jalan Tak Terbagi Lebar jalur lalu lintas Wc (M)
≤6 >6
Dua lajur tak 0 1,3 0,5 0,40
terbagi (2/2 UD) ≥1800 1,2 0,35 0,25
Empat jalur tak 0 1,3 0,40
terbagi (4/2 UD) ≥3700 1,2 0,25
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

12
Tabel 2.1 Menyajikan nilai emp untuk jalan perkotaan tak terbagi sedangkan untuk

mentadapatkan nilai emp untuk jalan perkotaan terbagi dalam dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Emp Untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu-Arah


Tipe Jalan : Jalan Arus Lalu Lintas
Satu Arah dan Per Lajur EMP
Jalan Terbagi (smp/jam)
Dua Lajur Satu 0 1,3 0,40
Arah (2/1)
Empat Lajur ≥1050 1,2 0,25
Terbagi (4/2D)
Tiga Lajur Satu 0 1,3 0,40
Arah (3/1)
Enam Lajur ≥1100 1,2 0,25
Terbagi (6/2D)
Sumber: MKJI 1997

Keterangan:

1. Kendaraan ringan (LV), yaitu kendaraan bermotor roda empat dengan dua

gandar berjarak 2.0 – 3.0 m (termasuk kendaraan penumpang oplet, micro bis,

pick up dan truk kecil, sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

2. Kendaraan berat (HV), yaitu kendaraan bermotor dengan dua gnadar, dengan

jarak 3.5 – 5.0 (termasuk bis kecil, truk dua as dengan enam roda, sesuai sistem

Klasifikasi Bina Marga). Truk besar, yaitu truk tiga gandar dan truk kombinasi

dengan jarak gandar (gandar pertama ke dua) <3.5 m (sesuai sistem klasifikasi

Bina Marga

Adapun data-data volume yang diperlukan berupa:

a. Volume berdasarkan arah arus:

• Dua arah

• Satu arah

• Arus lurus

13
• Arus belok kiri ataupun belok kanan

b. Volume berdasarkan jenis kendaraan,seperti antara lain:

• Mobil penumpang atau kendaraan ringan.

• Kendaraan berat (truk besar,bus)

• Sepeda motor

Pada umumnya kendaraan pada suatu ruas jalan terdiri dari berbagai

komposisi kendaraan, sehingga volume lalu lintas menjadi lebih praktis jika

dinyatakan dalam jenis kendaraan standart, yaitu mobil penumpang, sehingga

dikenal istilah satuan mobil penumpang (smp). Untuk mendapatkan volume dalam

smp, maka diperlukan faktor konversi dari berbagai macam kendaraan menjadi

mobil 1 penumpang, yaitu factor ekivalensi mobil penumpang atau emp (ekivalensi

mobil penumpang) (Setiawan, 2017).

c. Volume berdasarkan waktu pengamatan survey lalu lintas, seperti 5 menit, 15

menit, 1 jam.

d. Rate of flow atau flow rate adalah volume yang diperoleh dari pengamatan yang

lebih kecil dari 1 jam, akan tetapi kemudian dikonvesikan menjadi volume 1

jam secara linear (Setiawan, 2017).

e. Peak hour factor (PHF) adalah perbandingan volume 1 jam dengan puncak dari

flow rate pada jam tersebut, sehingga PHF dapat dihitung dengan rumus

berikut:

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 1 𝑗𝑎𝑚
PHF = 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑓𝑙𝑜𝑣 𝑟𝑎𝑡𝑒 ………….………………………………………....(2-1)

14
Pada penelitian ini yang digunakan adalah besaran arus (flow) yang lebih spesifik

untuk hubungan masing-masing penggal jalan yang ditinjau dengan kecepatan dan

kerapatan pada periode waktu tertentu.

2.3.2 Kecepatan

Kecepatan adalah jarak yang dapat ditempuh dalam satuan waktu tertentu,

biasa dinyatakan dalam satuan km/jam (Handayani, n.d.). Menurut Roess, Prassas

dan McShane (2011:100) kecepatan atau speed didefinisikan sebagai rasio

pergerakan dalam jarak per satuan waktu dengan adalah kecepatan, adalah jarak

dan adalah waktu (Winurini, 2011). Perhitungan kecepatan rata-rata dapat dihitung

dengan dua cara yaitu time mean speed (TMS) dan space mean speed (SMS). TMS

adalah didefenisikan sebagai kecepatan rata-rata dari seluruh kenderaan yang

melewati suatu titik dari jalan selama periode waktu tertentu (Nabila Mardia, 2019).

SMS adalah Kecepatan rerata yang didasarkan waktu perjalanan kendaraan yang

melintasi suatu ruas jalan (Risdiyanto, 2014). Terdapat 3 jenis klasifikasi utama

kecepatan yang digunakan yaitu :

a. Kecepatan setempat (Spot Speed), yaitu kecepatan kendaraan pada suatu saat

diukur dari suatu tempat yang ditentukan.

b. Kecepatan bergerak (Running Speed), yaitu kecepatan kendaraan rata-rata

pada suatu jalur pada saat kendaraan bergerak (tidak termasuk waktu berhenti)

yang didapatkan dengan membagi panjang jalur yang ditempuh dengan waktu

kendaraan bergerak menempuh jalur tersebut.

15
c. Kecepatan perjalanan (Jeourney Speed), yaitu kecepatan efektif kendaraan

yang sedang dalam perjalanan antara dua tempat, yang merupakan jarak antara

dua tempat dibagi dengan lama waktu bagi kendaraan untuk menyelesaikan

perjalanan antara dua tempat tersebut, dengan lama waktu ini mencakup setiap

waktu berhenti yang ditimbulkan oleh hambatan lalu lintas (Alfredo, 2014).

Waktu tempuh kendaraan digunakan sebagai ukuran utama tingkat pelayanan

(MKJI 1997). Waktu kecepatan dapat dicari dengan menggunakan rumus :


𝑑
S = 𝑡 ………………………………...……………....................................……(2-2)

Keterangan :

S = Kecepatan (km/jam)

d = Jarak tempuh (km)

t = Waktu tempuh (jam)

2.3.3 Kecepatan Arus Bebas

Kecepatan arus bebas (FV) adalah kecepatan pada tingkat arus nol, yaitu

kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan bermotor

tanpa dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain di jalan (T. K. Sendow, Longdong

J., 2013).

Untuk jalan tak terbagi semua analisa (kecuali analisa – kelandaian khusus)

dilakukan pada dua arah, sedangkan untuk jalan terbagi dilakukan pada masing –

masing arah dan seolah-olah masing-masing arah adalah jalan satu arah yang

terpisah.

Adapun persamaan untuk kecepatan arus bebas adalah:

16
FV= (FVO + FVW) × FFVSF × FFVCS …………………………………………..(2-3)

Keterangan:

FV =Kecepatan arus bebas kendaraan ringan (km/jam)

FVo =Kecepatan arus dasar kendaraan ringan (km/jam)

FVW =Penyesuaian lebar jalur lalu lintas efektif (km/jam)

FFVSF =Faktor penyesuaian hambatan samping dan lebar bahu atau jarak kerena

penghalang

FFVCS =Faktor penyesuaian untuk ukuran kota

a. Kecepatan Arus Bebas Dasar (FVO)

Kecepatan arus bebas segmen jalan pada kondisi ideal tertentu (geometri, pola

arus lalu-lintas dan faktor lingkungan (PUPR, 1997). Kecepatan arus bebas dasar

ditentukan berdasarkan jenis jalan dan jenis kendaraan. Secara umum kendaraan

ringan memiliki kecepataan arus bebas lebih tinggi dari pada kendaraan berat dan

sepeda motor. Jalan terbagi memiliki kecepatan arus bebas lebih tinggi dari pada

jalan tidak terbagi. Bertambahnya jumlah lajur sedikit menaikkan kecepatan arus

bebas.

Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan dapat dihitung dengan

menggunakan table berikut:

Tabel 2.3 Kecepatan Arus Bebas Dasar (FVO) Untuk Jalan Perkotaan
Kecepatan Arus
Tipe Jalan Kendaraan Kendaraan Sepeda Semua
ringan berat motor kendaraan
LV HV MC (rata-rata)
Enam-lajur terbagi (6/2
D) atau Tiga-lajur satu- 61 52 48 57
arah (3/1)

17
Empat-lajur tebagi (4/2
D) atau Dua-lajur satu- 57 50 47 55
arah (2-1)
Empat-lajur tak-terbagi
(4/2 UD) 53 46 43 51
Dua-lajur tak-terbagi (2/2
UD) 44 40 40 42
Sumber: MKJI 1997, Hal – 5-44

b. Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Lebar Jalur Lalu Lintas (FVW)

Penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar akibat lebar jalur lalu-lintas

(PUPR, 1997). Faktor, pada jalan selain 2/2 UD pertambahan dan pengurangan

kecepatan bersifat linier sejelan dengan selisihnya lebar jaluar standar (3,5 m). Hal

yang berbeda terjadi pada jalan 2/2 UD terutama untuk We (2 arah) kurang dari 6

m.

Tabel 2.4 Penyesuaian untuk pengaruh lebar jalur lalu lintas (FVW) pada kecepatan
arus bebas kendaraan ringan, jalan perkotaan
Lebar jalur lalu-lintas efektif
Tipe Jalan (Wc) (m) FVw (km/jam)
Per lajur
3,00 -4
Empat-lajur terbagi atau 3,25 -2
Jalan satu-arah 3,50 0
3,75 2
4,00 4
Per lajur
3,00 -4
Empat-lajur tak- 3,25 -2
Terbagi 3,50 0
3,75 2
4,00 4
Total
5 -9,5
6 -3
Dua-lajur tak-terbagi 7 0
8 3
Dua-lajur tak terbagi 9 4
10 6
11 7
Sumber: MKJI 1997, Hal 5-45

18
c. Faktor Penyesuaian Kecepatan arus Bebas Untuk Hambatan Samping

Faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar akibat hambatan samping

sebagai fungsi lebar bahu atau jarak kereb – penghalang (PUPR, 1997).

d. Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Ukuran Kota (FFVCS)

Faktor penyesuaian ukuran Kota (FFVCS) ditentukan berdasarkan jumlah

penduduk di Kota tempat ruas jalan tersebut berada. MKJI 1997 menyarankan

reduksi terhadap keepatan arus bebas dasar bagi kota berpenduduk kurang dari 1

juta jiwa dan kenaikkan terhadap kecepatan arus bebas dasar bagi kota berpenduduk

lebih dari 3 juta jiwa.

Tabel 2.5 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FFVCS)


Ukuran kota (Juta penduduk)
Factor penyesuaian untuk ukuran
kota
< 0,1 0,90
0,1 – 0,5 0,93
0,5 – 1,0 0,95
1,0 – 3,0 1,00
> 3,0 1,03
Sumber: MKJI 1997, Hal 5-48

2.3.4 Kepadatan

Kepadatan (density) adalah jumlah kendaraan yang menempati panjang ruas

jalan tertentu atau lajur,yang umumnya dinyatakan sebagai jumlah kendaraan per

kilometer atau satuan mobil penumpang per kilometer (smp/km) (Setiawan, 2017).

Adapun Density atau kepadatan menurut Kerner (2009:12) didefinisikan sebagai

jumlah kendaraan pada setiap unit panjang jalan (Finoriska, 2015). Jika panjang

ruas yang diamati adalah 1, dan terdapat n kendaraan, maka kepadatan (k) dapat

dihitung sebagai berikut:

19
𝑛
K= 𝐿 ………………………………………………………………………… (2-5)

Keterangan:

K= kepadatan

n= Jumlah kendaraan pada 1

L= Panjang ruas jalan

Kepadatan sulit diukur secara langsung (karena diperlukan titik ketinggian

tertentu yang dapat mengamati jumlah kendaraan dalam panjang ruas jalan

tertentu), sehingga besarnya ditentukan dari dua parameter volume dan kecepatan,

yang mempunyai hubunga sebagai berikut:


𝑞
K=𝑣 ………………………………………………………..………………… (2-6)

Keterangan:

K= Kepadatan rata-rata (kend/km atau smp/km)

q= Volume lalu lintas (kend/jam atau smp/jam)

v= Kecepatan rata-rata ruang (km/jam)

2.4 Kinerja Ruas Jalan

Secara etimologi, Kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance) berasal

dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi

sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai

dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Abdul Rahman, D.A.N Sri

Astuti, ST., MT, A.A.S. Dewi Rahadiani, ST., 2012).

20
Menurut Suwardi (2010) kinerja ruas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk

melayani kebutuhan arus lalu lintas sesuai dengan fungsinya yang dapat diukur dan

dibandingkan dengan standar tingkat pelayanan jalan. Nilai tingkat pelayanan jalan

dijadikan sebagai parameter kinerja ruas jalan (Gea & Harianto, 2011).

Penentuan kinerja jalan akibat arus lalu lintas yang ada atau diramalkan

maksimum yang dapat dilewatkan dengan mempertahankan tingkat kinerja tertentu.

Lebar jalan atau jumlah lajur yang diperlukan untuk melewatkan arus lalu lintas

tertentu dapat mempertahankan tingkat kinerja tertentu dan dapat dihitung untuk

tujuan perencanan, pengruh kapasitas dan kinerja dari segi perencanan lain (Fajar

Fitrah Anugrah, 2014).

2.4.1 Kapasitas Ruas Jalan

Menurut Oglesby dan Hicks, 1990 kapasitas jalan adalah kapasitas suatu ruas

jalan dalam satu sistem jalan raya adalah jumlah kendaraan maksimum yang

memiliki kemungkinan yang cukup untuk melewati ruas jalan tersebut (dalam satu

maupun dua arah ) dalam periode waktu tertentu dan dibawah kondisi jalan dan lalu

lintas yang umum (Akbar, 2014). Dimana kapasitas jalan tersebut snagat

dipengaruhi oleh kondisi jalan yang mencakup geometrik dan tipe fasilitas lalu

lintas (karakteristik dan komponen arus lalu lintas), control keadaan (control desain

perlengkapan, peraturan lalu lintas) dan tingkat pelayanan. Sedangkan menurut

MKJI (1997) kapasitas adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan

pada kondisi tertentu (geometri, distribusi arah ,komposisi lalu lintas dan fakstor

lingkungan).

21
Dalam teknik lalu lintas dikenal tiga macam kapasitas:

a. Kapasitas dasar adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melewati

suatu ruas jalan selama satu jam pada kondisi jalan dan lalu lintas yang

dianggap ideal (Setiawan, 2017).

b. Kapasitas rencana adalah jumlah kendaraan maksimum yang direncanakan

dapat melewati suatu ruas jalan yang direncanakan selama satu jam pada

kondisi lalu lintas yang dapat dipertahankan sesuai dengan tingkat pelayanan

jalan tertentu, artinya kepadatan dan gangguan lalu lintas yang terjadi pada arus

lalu lintas dalam batas-batas yang ditetapkan. Besaran kapasitas ini merupakan

suatu besaran yang ditetapkan sedemikian, sehingga lebih rendah dari kapasitas

actual. Kapasitas ini ditetapkan untuk keperluan perencanaan suatau jalan

untuk menampung volume rencana jalan (Setiawan, 2017).

c. Kapasitas mungkin adalah jalan yang sebenarnya diartikan sebagai jumlah

kendaraan maksimum yang masih mungkin untuk melewati suatu ruas jalan

pada periode waktu tertentu pada kondisi jalan raya dan lalu lintas yang umum

(Setiawan, 2017).

Ada beberapa factor yang mempengaruhi kapasitas jalan antara lain:

1. Faktor jalan, seperti lebar lajur, kebebasan lateral, bahu jalan, ada median atau

tidak, kondisi permukaan jalan, alinyemen, kelandaian jalan, trotoar dan lain-

lain.

2. Faktor lalu lintas, seperti komposisi lalu lintas, volume, distributor lajur, dan

gangguan lalu lintas, adanya kendaraan tidak bermotor, gangguan samping dan

lain-lain.

22
3. Faktor lingkungan, seperti misalnya pejalan kaki, pengendara sepeda, binatang

yang menyebrang dan lain-lain.

Rumus kapasitas jalan:

C = CO × FCW × FCSP× FCSF × FCCS …………………………………….…..(2-12)

Keterangan:

C = Kapasitas (smp/jam)

CO = Kapasitas dasar (smp/jam)

FCW = Faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas

FCsp = Faktor penyesuaian pemisah arah

FCSF = Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan

FCCS = Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota.

a. Kapasitas dasar (CO) adalah kapasitasdari suatu ruas jalan untuk seperangkat

kondisi ideal (Angelina Indri Titirlolobi, 2016). Besarnya kapasitas dasar jalan

kota uang dijadikan acuan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.6 Kapasitas Dasar Jalan Kota


Kapasitas Dasar
Tipe Jalan (SMP/Jam) Ket
4 Jalur dipisah atau jalan satu arah
1.650 Tiap Lajur
4 Lajur tidak dipisah 1.500 Tiap Lajur
2 Lajur tidak dipisah 2.900 Kedua Lajur
Sumber: MKJI, 1997

b. Faktor penyesuaian untuk lebar jalur lalu lintas (FCW) adalah faktor

Penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat lebar jalur. Faktor penyesuaian lebar

jalan seperti ditunjukkan pada table berikut:

23
Tabel 2.7 Faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur lalu Lintas
Tipe Jalan Lebar Jalan Efektif FCw Ket
3,00 0,92
4 Jalur dipisah atau jalan satu arah 3,25 0,96
3,50 1,00 Tiap Lajur
3,75 1,04
4,00 1,08
3,00 0,91
3,25 0,95
4 Lajur tidak dipisah 3,50 1,00 Tiap Lajur
3,75 1,05
4,00 1,09
5,00 0,56
6,00 0,87
7,00 1,00
2 Lajur tidak dipisah 8,00 1,14 Kedua
9,00 1,25 arah
10,00 1,29
11,00 1,34
Sumber: MKJI, 1997

c. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah (FCSP) adalah faktor

penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat pemisah arah lalu lintas. Besarnya

faktor penyesuaian pada jalan tanpa menggunakan paemisah tergantung

kepada besarnya split kedua arah seperti table berikut:

Tabel 2.8 Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah (FCSP)


Split Arah % - % 50 – 50 55 – 45 60 - 40 65 – 35 70 –
30
2/2 1.00 0,97 0,94 0,91 0,88
Fsp 4/2 Tidak
Dipisah 1.00 0,985 0,97 0,955 0,94
Sumber: MKJI, 1997

d. Faktor penyesuaian untuk hambatan samping (FCSF) adalah faktor

penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat hambatan samping.

24
Tabel 2.9 Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (FCSF)
Factor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan
Kelas Lebar Bahu
Tipe Jalan Hambatan Lebar Bahu Efektif (WS)
Samping ≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
VL 0,96 0,98 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1,00 1,02
4/2 D M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,88 0,92 0,95 0,98
VH 0,84 0,88 0,92 0,96
VL 0,96 0,99 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1,00 1,02
4/2 UD M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,87 0,91 0,94 0,98
VH 0,80 0,86 0,90 0,96
VL 0,94 0,96 0,99 1,01
2/2 UD atau Jalan L 0,92 0,94 0,97 1,00
Satu Arah M 0,89 0,92 0,95 0,98
H 0,82 0,86 0,90 0,95
VH 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber: MKJI, 1997

e. Faktor penyesuaian ukuran kota (FCCS)

Berdasarkan hasil penelitian ternyata ukuran Kota mempengaruhi kapasitas seperti

ditunjukkan dalam tabel berikut:

Tabel 2.10 Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota (FCCS).


Ukuran Kota (Juta Orang) Faktor Ukuran Kota (FCCS)
< 0,1 0,86
0,1 – 0,5 0,90
0,5 – 1,0 0,94
1,0 – 3,0 1,00
≤ 3,0 1,01
Sumber: MKJI, 1997

2.4.2 Derajat Kejenuhan (DS)

Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas,

digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan

segmen jalan. Nilai Derajat Kejenuhan menunjukkan apakah segmen jalan tersebut

mempunyai masalah kapasitas atau tidak (PUPR, 1997).

25
𝑄
DS = 𝐶 ……………………………………………………(2-13)

Keterangan :

DS = derajat jenuh

Q = arus lalu lintas

C = kapasitas (smp/jam)

Catatan :

a. Jika nilai derajat kejenuhan ≥ 0,8 menunjukkan kondisi lalu lintas padat.

b. Jika nilai derajat kejenuhan < 0,8 menunjukkan kondisi lalu lintas normal.

2.4.3 Tingkat Pelayanan

Tingkat pelayanan jalan atau level of service (LOS) adalah salah satu

metode yang digunakan untuk menilai kinerja jalan yang menjadi indikator dari

kemacetan. Suatu jalan dikategorikan mengalami kemacetan apabila hasil

perhitungan LOS menghasilkan nilai mendekati 1 (Setiawan, 2017). Dalam

menghitung LOS disuatu ruas jalan, terlebih dahulu harus mengetahui kapasitas

jalan (C) yang dapat dihitung dengan mengetahui kapasitas dasar, faktor

penyesuaian lebar jalan, faktor penyesuaian pemisah arah, faktor penyesuaian

hambatan samping, dan faktor penyesuaian ukuran kota.

Pada kondisi ini volume - kapasitas lebih besar atau sama dengan 0,80 V C

> 0,80, jika tingkat pelayanan sudah mencapai E aliran lalu lintas menjadi tidak

stabil sehingga terjadilah tundaan berat yang disebut dengan kemacetan lalu lintas.

Untuk ruas jalan perkotaan, apabila perbandingan volume per kapasitas

menunjukkan angka diatas 0,80 sudah dikategorikan tidak ideal lagi yang secara

26
fisik dilapangan dijumpai dalam bentuk permasalahan kemacetan lalulintas (Nabila

Mardia, 2019).

Tingkat pelayanan (LOS) dapat diketahui dengan membandingkan volume

lalu lintas terhadap kapasitas jalan,dengan rumus:


𝑣
LOS = 𝑐 ………………………………………………………………...……(2-14)

Keterangan:

LOS = Level Of Service

v = Volume atau arus lalu lintas (SMP/jam)

c = Kapasitas (SMP/jam)

Sedangkan dari sudut pandang matematis, tingkat pelayanan jalan dinilai

berdasarkan kapasitas suatu jalan untuk menampung volume lalu lintas yang terjadi

. Tingkat layanan jalan beserta karakteraisitik-karakteristiknya dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 2.11 Tingkat pelayanan jalan Menurut Hobbs


Tingkat Pelayanan Karakteristik Lalu lintas Batas Lingkup
V/C
Kondisikan arus lalu lintas
bebas, dengan kecepatan 0,00 – 0,20
A tinggi, dan volume lalu lintas
rendah
Arus stabil, tetapi kecepatan
operasi mulai dibatasi oleh 0,20 – 0,44
B
kondisi lalu lintas
Arus stabil, tetapi kecepatan
dan gerak kendaraan 0,45 – 0,74
C
dikendalikan
Arus mendekati tidak stabil,
kecepatan masih dapat 0,75 – 0,84
D dikendalikan, V/C masih
dapat ditolerir

27
Arus tidak stabil, kecepatan
terkadang terhenti, permintaan 0,85 – 1,00
E
sudah mendekati kapasitas
Arus dipasakan, kecepatan
rendah, volume diatas > 1,00
F kapasitas, antrian panjang
(macet)
Sumber: (Risqiansyah, 2019)

2.5 Perangkat Lunak Vissim

Vissim diluncurkan pada tahun 1992 Masehi kemudian dikembangkan oleh

PTV (Planing Transportasi Verkehr AG) Karlsruhe, Jerman. Vissim berasal dari

Jerman yang mempunyai nama “Verkehr Stadten – Simulations modell” yang

berarti model simulasi lalu lintas perkotaan (Aryandi & Munawar, 2014).

Vissim adalah perangkat lunak multimoda simuliasi lalulintas aliran

mikroskopis. (PTV-AG, 2011). PTV Vissim merupakan perangkat lunak

mikroskopik yang berguna sebagai bahan simulasi atau model lalu lintas baik ruas

jalan maupun persimpangan. PTV Vissim dapat menganalisis pergerakan arus lalu

lintas dengan batasan seperti geometri jalur, komposisi kendaraan, distribusi

pergerakan, perilaku pengemudi serta mensimulasikan lampu lalu lintas baik pada

persimpangan maupun ruas jalan (Nugroho & Dwiatmaja, 2020).

PTV Vissim berfungsi sebagai bahan evaluasi berbagai alternatif rekayasa

transportasi kemudian bisa menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan

keputusan bagi perencana yang lebih efektif dan efisien (Lubis & Surbakti, 2017).

28
2.5.1 Simulasi Skenario Vissim

Vissim dapat mensimulasikan serta membuat skenario kondisi operasional

unik yang terdapat dalam sistem transportasi. Pengguna dapat memasukkan data-

data untuk dianalisis sesuai keinginan pengguna. Perhitungan-perhitungan

keefektifan yang beragam bisa dimasukkan pada software vissim, antara lain

tundaan, kecepatan, antrian, waktu tempuh dan berhenti.

Skenario umum yang digunakan pada software vissim yakni pelarangan

parkir di bahu jalan, satu arah, serta pelebaran jalan untuk meningkatkan kinerja

suatu ruas jalan. Software vissim memiliki kemampuan membuat animasi serta

tambahan perangkat besar berupa 3-Dimensi dalam mensimulasikan berbagai

macam kendaraan. Vissim yang berbasis software atau perangkat lunak ini dapat

merekam program secara dinamis serta merubah pandangan dan perspektif.

Mengenai elemen visual pelengkap seperti pohon, bangunan, fasilitias transportasi

dan rambu lalu lintas vissim dapat mensimulasikan ke dalam bentuk animasi 3-

Dimensi. (PTV-AG, 2011). Vissim memiliki bagian inti di dalamnya, yakni:

1. Simulasi alur lalu lintas

Simulasi alur lalu lintas secara mikroskopik, maksudnya adalah Vissim

memiliki logika pergerakan arus kendaraan yang mengikuti (follow) serta

logika ketika kendaraan berganti lajur (Lu & Yan, 2019).

2. Generator Pengaturan Sinyal

Software Vissim di dalamnya memiliki kemampuan untuk mengatur lampu

lalu lintas, ketika lampu lalu lintas di salah satu pendekat menyala dengan

isyarat lampu berwarna hijau, maka Vissim mengatur di pendekat atau

29
lengan persimpangan yang lainnya menyala dengan isyarat lampu yang

berbeda. Mengenai pengambilan serta analisis data, Software Vissim

memiliki kemampuan direct atau membaca analisis pada saat Vissim telah

di rendering atau di simulasikan. Informasi berupa tundaan dan arus lalu

lintas merupakan salah satu informasi yang di baca oleh Vissim (Yin, 2019).

2.5.2 Penggunaan Software Vissim

Data-data yang dibutuhkan antara lain:

1. Data Geometrik.

a. Data segmen ruas jalan: panjang, lebar, jumlah jalur, lebah bahu, lebar

median, tinggi median, jumlah lajur.

b. Data Simpang: panjang simpang, lebar simpang, gradien dan jumlah

lajur dan jalur pada simpang, panjang kantong tikungan, dan desain

kantong tikungan.

2. Data Lalu lintas

a. Kecepatan rata-rata kendaraan, jenis pengendalian simpang (beserta

rambu dan marka), lokasi dan rencana pengaturan waktu sinyal

APILL.

b. Kecepatan pada vissim didefinisikan sebagai sebuah distribusi dari

pada sebuah nilai dasar/pasti.

c. Volume kendaraan per satuan waktu.

3. Karakteristik Kendaraan

30
a. Komposisi kendaraan dan dimensi, termasuk maksimum percepatan

dan perlambatan kendaraan

b. Pengaturan dasar kendaraan seperti ukuran mobil penumpang, truk

trailer, bus, truk gandeng, motor skuter dan motor berat

2.5.3 Hasil Simulasi PTV Vissim 2021 (SP09) Student Version

Menurut (Deka H, Ihksan T, Muchlisin, 2017) hasil simulasi Vissim

adalah sebagai berikut:

a. Hasil simulasi Vissim dapat disimpan dalam bentuk video dengan

format (avi). Untuk versi student version hanya mampu menyimpan

video dengan durasi sepanjang 10 menit, sedangkan untuk versi

lengkapnya mampu menyimpan video dengan durasi hingga 1 jam.

b. Apabila menggunakan vissim versi student, maka waktu simulasi

maksimum adalah 600 detik. Apabila menggunakan versi berbayar,

untuk mengatur lamanya proses simulasi dapat diatur dengan cara

klik Simulation –Parameters. Pada bagian Period, ubah menjadi

waktu simulasi yang diinginkan. Lalu klik ok dan ulang proses

simulasi.

c. Untuk mempercepat proses simulasi, dapat menggunakan cara

mengatur display update yang ada disamping icon quick mode.

d. Untuk mengubah tampilan menjadi 3D, klik icon 2D/3D

31
2.5 Penelitian Terdahulu

Berikut merupakan hasil studi kasus terdahulu tentang kinerja ruas jalan

pada jam sibuk seluruh kajian tersebut memiliki elvasi yang sangat erat denga

penelitian ini. Oleh karena itu, pada abagian ini dilakukan kajian penelitian yang

berhubungan dengan penelitian ini yang sedang dikembangkan.

Berikut adlah uraian penelitian terdahulu yang memiliki relevansi terhadap

penelitian ini:

Tabel 2.12 Penelitian Terdahulu


No. Nama Penelitian Tujuan Penelitian Hasil Penelitian
1 (Rahman et al., 2012) 1) Untuk dapat Kapasitas ruas jalan
Analisis Kinerja Ruas menganalisis kinerja Waturenggong saat ini
Jalan Studi Kasus: (kapasitas, derajat sudah tidak lagi mampu
Jalan Waturenggong kejenuhan dan menampung arus lalu
di Kota Denpasar tingkat pelayanan lintas yang melalui
jalan) pada ruas jalan ruas-ruas jalan tersebut.
Waturenggong. Secara khusus untuk
2) Untuk dapat analisa kapasitas pada
memberikan saran lokasi studi dapat
jika terdapat disimpulkan bahwa:
permasalahan pada a. Kapasitas Dasar (C)
ruas jalan jalan Waturenggong
Waturenggong adalah 1795 smp/jam
yang artinya tidak
memenuhi persyaratan
MKJI 1997, dimana
menurut MKJI 1997 (C
≥ 2900)
b. Derajat Kejenuhan
(DS) jalan
Waturenggong adalah
0,85 yang artinya tidak
memenuhi persyaratan
MKJI 1997, dimana
menurut MKJI 1997
(DS ≤ 0,75)
c. Tingkat Pelayanan
Jalan ruas jalan
Waturenggong masuk

32
dalam kategori E (0,85-
1,00)
2 (Cindy, 2015) Untuk mengetahui Berdasarkan
Analisa dan Solusi seberapa besar hambatan pembahasan yang telah
Kemacetan Lalu samping,kapasitas, dilakukan, maka
Lintas di Ruas Jalan tingkat pelayanan kemacetan tertinggi
Kota (Studi Kasus jalan,dan tundaan pada berada pada Simpang
Jalan Imam Bonjol – ruas jalan Imam Bonjol-Tamin
Jalan dikarenakan DS
Sisingamangaraja) Simpang >1.
Sedangkan Nilai derajat
kejenuhan Segmen II
lebih besar jika
dibandingkan Segmen
I, hal ini dikarenakan
voulme lalu lintas
Segmen II lebih besar
dan kapasitas Segmen
II lebih sedikit jika
dibandingkan Segmen
I. Diharapkan Pemda
Lampung untuk
menertibkan pedagang
kaki lima yang
berjualan di pinggir
jalan serta penertiban
angkutan umum agar
tidak berhenti
sembarangan di ruas
jalan yang riskan akan
kemacetan, juga
membuat lampu merah
yang diletakkan pada
Simpang Jl. Imam
Bonjol-Tamin guna
menertibkan kendaraan
yang melintas agar
tidak menambah
masalah kemacetan
yang terjadi di ruas
jalan tersebut.
Sedangkan Nilai
derajat kejenuhan
Segmen II lebih besar
jika dibandingkan
Segmen I, hal ini

33
dikarenakan voulme
lalu lintas Segmen II
lebih besar dan
kapasitas Segmen II
lebih sedikit jika
dibandingkan Segmen
I. Diharapkan Pemda
Lampung untuk
menertibkan pedagang
kaki lima yang
berjualan di pinggir
jalan serta penertiban
angkutan umum agar
tidak berhenti
sembarangan di ruas
jalan yang riskan akan
kemacetan, juga
membuat lampu merah
yang diletakkan pada
Simpang Jl. Imam
Bonjol-Tamin guna
menertibkan kendaraan
yang melintas agar
tidak menambah
masalah kemacetan
yang terjadi di ruas
jalan tersebut.
3 (Pangestika, 2019) Maksud penulisan Jalan lingkar kota
Analisa Kinerja Jalan penelitian ini adalah Salatiga memiliki
Lingkar Kota Salatiga menganalisis kinerja volume kendaraan yang
Jalan Lingkar Salatiga kecil, dari hasil survei
sehingga bisa dijadikan bahwa pada jam
acuan untuk mengatasi puncakpagi hari volume
kemacetan lalu lintas. lalu lintas dari arah
Untuk maksud tersebut , selatan – utara lebih
tujuan khusus yang ingin besar dibandingkan dari
dicapai adalah : arah utara – selatan,
1) Menentukan sedangkan pada jam
volume non puncak siang dan
lalu lintas Lingkar jam puncak sore
Salatiga diketahui bahwa
2) Menentukan volume lalu lintas dari
karakteristik jalan arah utara – selatan
Lingkar Salatiga lebih besar
dibandingkan dari arah
selatan – utara dan

34
3) Menganalisa kinerja memilikiKondisi jalan
jalan Lingkar yang ada sekarang
Salatiga (kondisi II 4/2 D)
dengan nilai kapasitas
yaitu 6.600 smp/jam
masih dapat
menampung arus lalu
lintas pada 10 tahun
yang akan datang,
untuk jam puncak (pagi
dan sore) karena nilai
DS sangat mendekati
kategori tingkat
pelayanan C yaitu 0,38
pada jam puncak pagi,
dan 0,36 pada jam
puncak sore sehingga
tingkat pelayanan jalan
termasuk dalam
kategori B (DS < 0,54)
untuk jam jam puncak
pagi dan sore, kategori
A (DS < 0,35) untuk
jam non puncak siang.
Pada penilaian kinerja
jalan, bahwa jalan
lingkar Salatiga masih
mampu melayani
volume kendaraan
dibuktikan dengan hasil
perhitungan nilai
derajat kejenuhan
(Degree of Saturation)
yaitu sebesar 0,633.
Sedangkan syarat batas
maksimum kinerja jalan
yaitu memiliki nilai DS
< 0,75 yaitu sebesar
0,633. Sedangkan
syarat batas maksimum
kinerja jalan yaitu
memiliki nilai DS <
0,75

35
4 (Setiawan, 2017) tujuan yang ingin dicapai 1. Volume kendaraan
Analisis Kinerja Lalu dalam penulisan ini yaitu yang tercatat untuk
Lintas di Jalan Sekitar : lokasi pertama
Terminal Cappa 1. Untuk menganalisis adalah yang
Bungaya Gowa kinerja lalu lintas terpadat.
pada kondisi 2. Berdasarkanhasil
eksisting disekitar survey yang telah di
Terminal Cappa analisis, kelas
Bungaya Kabupaten hambatan samping
Gowa. pada lokasi pertama
2. Untuk dan kedua adalah
mengevaluasi Rendah.
kinerja lalu lintas 3. Derajat kejenuhan
disekitar Terminal pada lokasi pertama
Cappa Bungaya lebih tinggi di
Kabupaten Gowa. bandingkan lokasi
kedua.
4. Perhitungan
kecepatan kendaraan
berdasarkan hasil
survey untuk lokasi
pertama yaitu 14
km/jam dan lokasi
kedua adalah 21
km/jam.
5. Dari analisa
kepadatan
didapatkan bahwa
untuk lokasi
pertama lebih tinggi
dibandingkan lokasi
kedua. Pada lokasi
pertama kepadatan
kendaraan 150,67
km/jam dan pada
lokasi kedua 83,5
km/jam.
6. Dari segitingkat
pelayanan, lokasi
pertama dan kedua
pengamatan
tergolong dalam
kategori B yang
artinya arus stabil,
tetapi kecepatan
operasi mulai

36
dibatasi oleh kondisi
lalu lintas
7. Pada lokasi ketiga
kendaraan masuk
didominasi dari arah
Takalar – Gowa
sebanyak 1.199
kendaraan
8. Pada lokasi keempat
kendaraan keluar
didominasi menuju
arah Gowa –
Makassar sebanyak
1.196 kendaraan

5 (Angelina Indri a. Mengetahui a. Volume puncak


Titirlolobi, 2016) karakteristik lalu sebesar 1780
Analisa Kinerja Ruas lintas pada jalan smp/jam dengan
Jalan Hasanuddin Hasanuddin Kecepatan rata±rata
Kota Manado b. Mengetahui hasil terendah sebesar
analisis kinerja diruas 26,383 km/jam.
jalan Hasanuddin c. Kecepatan rata±rata
setelah dibukanya tertinggi sebesar
Jembatan Soekarno 35,159 km/jam.
b. Derajat Kejenuhan
sebesar 0,74 maka
dapat disimpulkan
tingkat layanan
Jalan Hasanuddin
berada pada level C.
6 (Elmika et al., 2017) a. Diskusi ini bertujuan Perilaku lalu lintas ruas
Analisis Kinerja Ruas untuk menjelaskan: jalan sumbu Malino
Jalan Malino Di kondisi perilaku lalu berada pada tingkat
Kabupaten Gowa lintas di ruas jalan kejenuhan rendah
Provinsi Sulawesi Malino. (0.28-0.42). Kecepatan
Selatan b. Pelaksanaan fungsi kendaraan medan rata-
pelayanan jaringan rata adalah 38,51 km /
jalan kolektor primer jam yang tidak sesuai
ruas Malino dalam dengan kecepatan
rangka minimum jalan kolektor
pengembangan primer. Tingkat
Sistem Transportasi pelayanan jalan sumbu
Nasional, dan Malino pada ruang

37
c. Strategi penanganan gedung tinggi
untuk meningkatkan dikategorikan “B”
kinerja angkutan dalam artian volume
jalan Malino lalu lintas sedang
sehingga memiliki
keterbatasan dalam
memilih kendaraan
sedangkan pada ruang
kepadatan sedang
volume lalu lintas
rendah dengan kategori
tingkat pelayanan jalan.
Proyeksi pertumbuhan
lalu lintas 10 tahun ke
depan diprediksi berada
pada level pelayanan
kategori “C” sehingga
perlu adanya
pengendalian ruang lalu
lintas, pengendalian
perubahan jalan seiring
dengan peningkatan
kapasitas jalan, hingga
pemasangan rambu
rawan kecelakaan.

38
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Analisis Kinerja ruas jalan Palattae yang mengambil studi kasus ruas jalan

yang berada pada kawasan pasar Palattae yang berada di kabupaten Bone

merupakan penelitian yang menggunakan metode penelitian kuantitatif yaitu

melakukan perhitungan data berupa angka dan dianalisis secara statistik. Penelititan

ini dianalisis pada saat volume puncak atau Peak Hour dari 3 hari survey.

3.2 Lokasi dan Waktu

3.2.1 Lokasi

Lokasi penelitian terletak pada ruas jalan Palattae, kabupaten Bone, Sulawesi

Selatan, jalan tersebut merupakan jalan yang sering di lewati berbagai jenis

kendaraan seperti kendaraan ringan sampai kendaraan berat dan truk salah satu

pengguna jalan tersebut.

Secara rinci data ruas jalan Datuk Dibantah dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Terdiri dari 2 jalur, 2 arah.

2. Pemisah arah berupa marka garis putus - putus.

3. Kondisi perkerasaan relatif baik.

4. Pemanfaatan lahan disekitar ruas jalan adalah pedagang kaki lima dan

merupakan kawasan pasar aktif serta sebagian besar rumah penduduk.

Penelitian terdapat pada gambar 3.1, gambar 3.2, gambar 3.3:

39
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian Ruas Jalan Palattae
Sumber: Google Earth

Gambar 3.2 Sketsa Lokasi

40
Gambar 3.3 Foto Lokasi Penelitian Ruas Jalan Palattae
Sumber: Google Earth

3.2.2 Waktu

Waktu survey dilaksanakan pada volume puncak yaitu:

1. Hari Senin mewakili hari kerja pada pukul 06.00 – 18.00.

2. Hari Jum’at mewakili hari terakhir kerja per minggu pada pukul 06.00 - 18.00.

3. Hari sabtu mewakili hari libur pada pukul 06.00 – 18.00.

3.3 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah penjelasan definisi dari variabel yang

telah dipilih oleh peneliti. Berikut tabel devinisi operasional variabel:

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel


No Jenis Variabel Definisi
1 Volume Volume lalu lintas adalah banyaknya kendaraan
yang melewati ruas jalan Palattae atau garis
tertentu pada suatu penampang lintang jalan.
2 Kapasitas Kapasitas adalah jumlah maksimum kendaraan
bermotor yang melintasi ruas jalan Palattae dalam
satuan waktu tertentu.
3 Kinerja Ruas Jalan Kinerja ruas jalan merupakan ukuran kondisi lalu
lintas pada ruas jalan Palattae yang digunakan

41
sebagai dasar untuk menentukan apakah ruas jalan
Palattae sudah bermasalah atau belum
bermasalah.
4 Kecepatan Kecepatan adalah parameter utama untuk
menggabarkan arus lalu lintas dan merupakan
lajur perjalanan yang dinyatakan dalam km/jam.
5 Kepadatan Kepadatan adalah jumlah rata – rata kendaraan
persatuan panjang jalur gerak dalam waktu
tertentu.
6 Tingkat Pelayanan Tingkat pelayanan adalah ukuran kinerja ruas
jalan atau simpang jalan yang dihitung
berdasarkan tingkat penggunaan
jalan,kecepatan,kepadatan dan hambatan yang
terjadi.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Tujuan dari tahap ini adalah untuk mendapatkan seluruh data mentah yang akan

digunakan dalam analisis dan evaluasi terhadap kinerja ruas jalan Palattae. Data

dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu primer dan data sekunder:

a. Data primer

Pada proses pengambilan data, survey dilakukan langsung dilapangan, pada

titik pengamatan yang sudah ditentukan sebelumnya yang sesuai dengan tujuan

penelitian ini. Dalam proses pengambilan data ini, diperlukan 6 (enam) orang

surveyor, 4 (empat) orang bertugas untuk menghitung volume lalu lintas dan 2 (dua)

orang bertugas untuk menghitung waktu tempuh dan jarak tempuh kendaraan

(menggunakan Stopwatch).

Adapun kegiatan yang dilakukan antara lain:

a. Mempersiapkan berabagai berkas dan surat izin penelitian

b. Menentukan lokasi pengamatan

c. Menentukan waktu survey dan periode pengamatan

42
d. Mempersiapkan alat – alat penelitian

e. Mencari informasi dengan menghubungi instansi – instansi terkait.

adapun langkah – langkah dalam pengambilan data primer adalah:

• Volume kendaraan

Survey volume lalu lintas secara manual ini dilakukan dengan cara menghitung

jumlah kendaraan berdasarkan jenis yang telah ditentukan sebelumnya (HV, LV,

MC) dengan alat penghitung (counter) yang melewati titik pengamatan dalam suatu

interval waktu tertentu (15 menit).

• Kecepatan

Pengambilan data waktu tempuh dan jarak tempuh kendaraan dilakukan bersamaan

dengan pengambilan data volume lalu lintas. Dalam penelitian ini, survey data

kecepatan kendaraan dilakukan dengan menggunakan stopwatch.

b. Data sekunder didapat dari hasil survey ke instansi – instansi terkait antara
lain:

• Badan Pusat Statistik Kabupaten Bone, yaitu untuk mendapatkan data jumlah

penduduk di Kabupaten Bone. Data ini dipergunakan untuk menentukan

karakteristik ukuran kota sesuai dengan MKJI 1997.

• Google Earth yaitu berupa peta wilayah lokasi penelitian.

3.5 Metode Analisis Data

Adapun untuk mencapai tujuan, maka metode analisa data yang digunakan

adalah:

43
a. Untuk mengetahui karakteristik lalu lintas di ruas jalan Palattae Kabupaten Bone

pada jam sibuk (Peak Hour), diliakukan beberapa cara yaitu:

• Volume

Pengolahan data volume lalu lintas dilakukan dengan cara mengkonversikan

setiap jenis kendaran yang dicatat ke dalam satuan mobil penumpang (smp)

sesuai dengan nilai emp nya masing-masing berdasarkan ketentuan MKJI

1997. Selanjutnya data disajikan dalam bentuk grafis supaya dapat dilihat

fluktuasinya setiap jam secara jelas.

• Kecepatan

Data waktu tempuh kendaraan dari tiap jenis kendaraan ysng disurvey tiap 15

menit dirata-ratakan untuk tiap jamnya. Nilai rata-rata dari tiap jenis kendaraan

ini dirata-ratakan lagi berdasarkan berapa jenis kendaraan yang melintas pada

tiap jam tersebut. Nilai rata-rata inilah yang menjadi waktu tempu rata-rata

untuk tiap jam.

b. Untuk mengetahui kinerja ruas jalan Palattae Kabupaten Bone pada jam sibuk,

dilakukan beberapa cara yaitu:

• Kapasitas

Dari data geometrik yang didapat dari survey, maka ditentukan kapasitas ruas

jalan dengan memasukkan variabel tertentu berdasarkan data geometrik yang

ada dalam rumus sesuai MKJI 1997.

• Derajat Kejenuhan dan Tingkat Pelayanan

Perbandingan antar volume lalu lintas harian rata-rata yang di dapatkan selama

3 hari dengan kapasitas jalan di lokasi penelitian akan menghasilkan nilai

44
derajat kejenuhan. Derajat kejenuhan menjadi salah satu tolak ukur kinerja

jalan. Dalam MKJI 1997 jika DS < 0,75 berarti jalan tersebut masih dalam

keadaan stabil dan aman begitu juga sebaliknya.

c. Pembuatan model simulasi Vissim untuk menganalisis kinerja ruas jalan

Palattae setelah digunakan beberapa skenario dalam mencari alternatif yang

tepat dengan menggunakan software vissim melalui beberapa cara berikut:

1. Membuat link dan connector.

2. Menginput base data, yaitu jenis kendaraan pada 2D/3D model, vehicle

types dan vehicle classes, desired speed distribution serta vehicle

compositions.

3. Menginput volume lalu lintas pada vehicle inputs.

4. Menentukan rute perjalanan pada static vehicle routing decisions.

5. Melakukan kalibrasi dengan metode trial and error dengan mengubah

nilai parameter perilaku pengemudi (driving behavior).

6. Menjalankan simulasi atau running time.

Setelah data dan simulasi running time sudah di jalankan, langkah berikutnya

yaitu melihat keadaan distribusi kendaraan dan tingkat kinerja ruas jalan Palatte di

software vissim, setelah itu dilakukan beberapa skenario berupa:

a. Pelarangan parkir di sepanjang ruas jalan Palattae

b. Pemberlakuan larangan kendaraan berat melewati ruas jalan Palattae di

jam-jam tertentu serta peleberan jalan. Setelah opsi skenario dipilih, maka

hasil dari opsi tersebut yang nantinya akan di terapkan pada ruas jalan

tersebut khususnya ruas jalan Palattae yang berada pada kawasan pasar

45
Palattae di Kabupaten Bone untuk meningkatkan kinerja ruas jalan

tersebut.

3.6 Tahapan Penelitian

• Langkah awal adalah pengumpulkan data sekunder yaitu gambar denah lokasi

penelitian, jumlah penduduk dan kendaraan Kota Bima.

• Selanjutnya mengumpulkan data primer penelitian, yaitu:

1. Data volume kendaraan

2. Jarak tempuh dan waktu tempuh

3. Mengukur geometrik

• Langkah selanjutnya menghitung volume lalu lintas (smp/jam), kinerja jalan

meliputi kapasitas jalan, derajat kejenuhan dan tingkat pelayanan kinerja jalan.

• Setelah data dianalisa dapat ditarik kesimpulan serta saran terhadap

permesalahan dilokasi.

46
3.7 Bagan Alir Penelitian

Mulai

Identifikasi Masalah dan Studi Literatur

Penentuan Lokasi Peneletian

Pengumpulan Data

Data Primer Data Sekunder

• Data volume lalu lintas • Peta jaringan jalan


• Data waktu siklus lokasi
• Data kondisi geometrik • Data jumlah penduduk
• Data jenis kendaraan Kabupaten Bone
Tidak
Kelengkapan Data

Ya
Tahap Pengolahan Data

Tahap analisis kinerja ruas jalan Palattae menggunakan panduan Manual Kapasitas
Jalan Indonesia (MKJI 1997)

Tahap simulasi peningkatan ruas jalan Palattae menggunakan Software Vissim

Hasil Analisis dan Pembahasan

Kesimpulan dan saran

Selesai

Gambar 3.4 Bagan Alir Penelitian

47
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rahman, D.A.N Sri Astuti, ST., MT, A.A.S. Dewi Rahadiani, ST., M.

(2012). Analisis Kinerja Ruas Jalan Studi Kasus: Jalan Waturenggong di Kota

Denpasar. Analisis Kinerja Ruas Jalan Studi Kasus: Jalan Waturenggong di

Kota Denpasar, 8719(2006).

Akbar. (2014). Bab II Tinjauan Pustaka Aplikasi. Hilos Tensados, 1, 1–476.

Alfredo, I. (2014). Bab 1 pendahuluan. Pelayanan Jalan, 2014, 1–6.

http://library.oum.edu.my/repository/725/2/Chapter_1.pdf

Angelina Indri Titirlolobi. (2016). Analisa Kinerja Ruas Jalan Hasanuddin Kota

Manado. Jurnal Sipil Statik, 4(7).

Atmaja, A. K. T. (2015). Sistem Arus Lalu Lintas dengan Menggunakan Pemodelan

Graf Kompatibel (studi kasus Persimpangan Jembatan Baru UGM

Yogyakarta). Sistem Arus Lalu Lintas dengan Menggunakan Pemodelan Graf

Kompatibel (studi kasus Persimpangan Jembatan Baru UGM Yogyakarta).

Cindy, N. (2015). Analisa dan Solusi Kemacetan Lalu Lintas di Ruas Jalan Kota

(Studi Kasus Jalan Imam Bonjol - Jalan Sisingamangaraja). Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung, 4(ISSN:2303-0011), 153–162.

Elmika, C., Wunas, S., & Rahim, J. (2017). Performance Analysis of Malino Road

Segment In Gowa Regency of South Sulawesi Province. 30–35.

48
Fajar Fitrah Anugrah, S. (2014). Fajar fitrah Anugrah. Penanganan Kemacetan

Lalu Lintas Koridor Jalan Keramat Gantung.

Fasa, M. S. (2018). Rekayasa Lalu Lintas Sebagai Solusi Mengatasi Pelanggaran

Lalu Lintas pada Kawasan Meninting. Rekayasa Lalu Lintas Sebagai Solusi

Mengatasi Pelanggaran Lalu Lintas pada Kawasan Meninting.

Finoriska, O. (2015). Analisis Kapasitas Simpang Empat Bersinyal pada Jalan A.

Yani, Sukoharjo-Jawa Tengah. Analisis Kapasitas Simpang Empat Bersinyal

pada Jalan A. Yani, Sukoharjo-Jawa Tengah.

Freeman. (2013). Pengertian Jalan Raya, Klasifikasi Jalan, Kecelakaan Lalu Lintas.

Pengertian Jalan Raya, Klasifikasi Jalan, Kecelakaan Lalu Lintas.

Gea, M. S. A., & Harianto, J. (2011). Analisis Kinerja Ruas Jalan Akibat Parkir

Pada Badan Jalan. Universitas Sumatera Utara, 1, 1–10.

Handayani, L. (n.d.). Evaluasi kinerja ruas jalan malonda kota palu. Los C.

Kurniati, E., & Dharmawansyah, D. (2019). Kawasan Pemerintahan Dan

Perdagangan Di Kota Bima-Ntb. 1(2), 117–123.

Mufdillah. (2013). Jalan Perkotaan.

Nabila Mardia, N. W. (2019). Analisis Kinerja Simpang Bersinyal Dan Ruas Jalan.

Analisis Kinerja Simpang Bersinyal Dan Ruas Jalan (Studi Kasus: Simpang

Dan Ruas Jln. Panjang Yang Terhubung Dengan Jln. Kedoya Duri Dan Jln.

Duri Raya), 4–16.

49
Pangestika, F. (2019). Analisa kinerja jalan lingkar kota salatiga. Jurusan Teknik

Sipil Fakultas Teknik Universitas Semarang.

PUPR, K. (1997). Highway Capacity Manual Project (HCM). Manual Kapasitas

Jalan Indonesia (MKJI), 1(I), 564.

Rahman, A., , D.A.N Sri Astuti, ST., M., & , A.A.S. Dewi Rahadiani, ST., M.

(2012). Analisis Kinerja Ruas Jalan Studi Kasus: Jalan Waturenggong di Kota

Denpasar. Analisis Kinerja Ruas Jalan Studi Kasus: Jalan Waturenggong di

Kota Denpasar, 1–4.

Risdiyanto. (2014). Rekayasa dan Manajemen Lalu Lintas: Teori dan Aplikasi.

Risqiansyah, N. J. (2019). Analisis Kinerja Ruas Jalan Akibat Hambatan Samping.

Analisis Kinerja Ruas Jalan Akibat Hambatan Samping (Studi Kasus Jln.

Thamrin Di Depan Pasar Lawang, Kab. Malang).

Setiawan, A. (2017). Analisis Kinerja Lalu Lintas di Jalan Sekitar Terminal Cappa

Bungaya Gowa. 4, 9–15.

Susanti, E. (2014). Analisis Arus Lalu Lintas Menerus (Through Trafic) di Kota

Surakarta dari Arah Barat.

T. K. Sendow, Longdong J., M. R. E. M. (2013). Fakultas Teknik Jurusan Teknik

Sipil Universitas Sam Ratulangi. Analisa Derajat Kejenuhan Akibat Pengaruh

Kecepatan Kendaraan Pada Jalan Perkotaan Di Kawasan Komersil (Studi

Kasus: Di Segmen Jalan Depan Manado Town Squere Boulevard Manado),

50
1(9), 608–615.

Tarigan, S. M. (2016). Analisis Karakteristik Lalu Lintas Berdasarkan Trajectory

Diagram. Analisis Karakteristik Lalu Lintas Berdasarkan Trajectory Diagram

(Studi Kasus : Ruas Jalan Dr. Mansyur Medan), 4–16.

WELLS, G. R. (1993). Rekayasa Lalu Lintas. Rekayasa Lalu Lintas, 53(9), 1689–

1699.

Winurini, S. (2011). Perilaku Agresi Pengemudi Kendaraan Bermotor di Jakarta.

Perilaku Agresi Pengemudi Kendaraan Bermotor di Jakarta.

51

Anda mungkin juga menyukai